• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Makan, Preferensi Pakan, Dan Pengujian Umpan Beracun PADA Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan Makan, Preferensi Pakan, Dan Pengujian Umpan Beracun PADA Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN MAKAN, PREFERENSI PAKAN, DAN

PENGUJIAN UMPAN BERACUN PADA BONDOL PEKING

(

Lonchura punctulata

L.) DAN BONDOL JAWA (

Lonchura

leucogastroides

Horsfield & Moore)

KURNIATUS ZIYADAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

KURNIATUS ZIYADAH. Kemampuan Makan, Preferensi Pakan, dan Pengujian Umpan Beracun pada Bondol Peking (Lonchura punctulata L

.

) dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Padi merupakan bahan pangan dengan sumber karbohidrat yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa kendala dalam peningkatan produksi padi, salah satu penyebabnya adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Vertebrata hama cukup penting pada tanaman padi yaitu bondol peking (L. punctulata L.) dan bondol jawa (L. leucogastroides

Horsfield & Moore). Diperlukan cara pengendalian yang tepat untuk menekan serangan hama tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi burung bondol terhadap gabah dan beras merah, preferensi makan burung bondol terhadap biji-bijian dan pakan buatan yang dapat digunakan sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun, serta mengetahui jenis racun yang efektif dalam pengendalian burung bondol. Terdapat dua pengujian dalam percobaan yaitu pengujian individu dan pengujian populasi. Pada masing- masing pengujian terdapat tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu perlakuan kemampuan makan dengan memberikan pakan utama (gabah) pada masing-masing pengujian. Tingkat konsumsi bondol peking dan bondol jawa sebesar 2-2,8 gram/hari. Konsumsi bondol jantan dan betina menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Percobaan kedua yaitu perlakuaan preferensi pakan dengan metode pilihan (multiple choice) dengan meletakkan enam pakan (gabah, beras merah, jewawut, milet, jagung pipil dan pelet) secara bersamaan pada setiap kandang. Hasil percobaan menunjukkan tingkat konsumsi terhadap jenis pakan alami (biji-bijian) lebih disukai dari pada pakan buatan. Percobaan ketiga yaitu perlakuan preferensi racun dengan metode pilihan. Pada pengujian menunjukkan pakan alami tanpa racun lebih disukai dari pada umpan beracun.

(3)

ABSTRACT

KURNIATUS ZIYADAH. The Ability of Eat, Feed Preference, and Poisons Bait Testingon Scaly-breasted Munia (Lonchura punctulata L.) and Javan Munia (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore). Adviced by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Rice is the food sources of carbohydrates that important in life Indonesian society. There are several constraints to increasing rice production, one of the constraints is pest of plant attack. Vertebrate pest wich quite important in the rice plant is scaly-breasted munia (L. punctulata L.) and javan munia (L. leucogastroides Horsfield & Moore). The right way to control and press the pest attack is necessary. This research aims to know the level of grain consumption of bird, bird feed preference to the grain and artificial feed that can be used as bait in entrapment and poisons bait, and to know what types of poisons that are effective in controlling of bird. There are two test in the experiment such as individual testing and population testing. In each test there are three experiments. The first experiment is the ability of eat treatment with the primary feed grain as in each tests. Consumption level of scaly-breasted muniaand javan munia is 2-2,8 grams of day. Consumption bird of males and females do not show significant different result. The second experiment is feeding preferences treatment by the method of choice (multiple choice) with placing six of feed (grain, brown rice, berley, millet, corn grain, and pellet) simultaneously on each cage. The result show the consumption of natural feed (grain) is more desirable than artificial feed. The third experiment is poisons bait preference treatment by the method of choice. On this examination show natural food without poison bait is more desirable than poison bait.

Keywords: Scaly-breasted Munia, Javan Munia, feeds bird, and poisons bait.

(4)

KEMAPUAN MAKAN, PREFERENSI PAKAN, DAN

PENGUJIAN UMPAN BERACUN PADA BONDOL PEKING

(

Lonchura punctulata

L.) DAN BONDOL JAWA (

Lonchura

leucogastroides

Horsfield & Moore)

KURNIATUS ZIYADAH

A34070046

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kemampuan Makan, Preferensi pakan, dan Pengujian Umpan Beracun pada Bondol Peking (Lonchura punctulata

L.) dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)

Nama Mahasiswa : Kurniatus Ziyadah NRP : A34070046

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP 19630226 198703 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP 19640204 199002 1 002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pamekasan, Madura pada tanggal 5 November 1988. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Surodiyono dan Ibu Nurhayati.

Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN 2 Pamekasan pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Institut pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut pertanian Bogor (USMI) dengan Program Studi Proteksi Tanaman.

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Kemampuan Makan, Preferensi Pakan, dan Pengujian Umpan Beracun pada Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tamanan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan September 2010 sampai Desember 2010.

Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya kepada:

1. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Giyanto, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Tri Haryoko di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan staf LIPI lainnya atas bantuan selama penelitian.

4. Bapak Surodiyono, BA.(Alm.), ibunda Nurhayati, S.Pd. , Abi Drs. Idrus Lutfi SH, Lusiana Nuriati Amd.Kep, Moh. Nur Kholis dan keluargaku yang telah memberikan dukungan moral maupun materil, kasih sayang serta doa restu.

5. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, masukan serta nasehat selama kuliah.

6. Bapak Ahmad Soban, dosen, serta staf dan administrasi Departemen Proteksi Tanaman.

7. Dede Suryadi S.P. atas doa, dukungan, dan motivasinya.

8. Seluruh teman di Proteksi Tanaman khususnya DPT 44, Irma, Nurul, Ida, Tika, Jezzica, Nurul, Taher, Anda serta kak Sifa, kak Udin, mas Eko, dan kak Pringgo atas dukungan dan masukan yang telah diberikan.

9. Teman seperjuangan di Laboratorium Vertebrata Hama, Dwi Dinar Murjani dan Ahmad Riyadi atas dukungan dan kerjasamanya.

10.Keluarga di UKM UKF, Himasita, OF Himasita, dan Ento-Club Himasita. 11.Teman-teman kos Do’i : sahabatku Dini, Fitri, Nuvi, Ulva, Desi, Melin,

Alim, mbak Reyta, dan Yuyun serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan motivasi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Oktober 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... . viii

DAFTAR GAMBAR ... ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... .... x

PENDAHULUAN ... ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Burung Pemakan Biji-bijian ... 5

Bondol Peking (Lonchura punctulata) ... 6

Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides) ... 7

Pakan ... 8

Racun ... 12

Seng Fosfida (Zn3P2) ... 12

Bromadiolon (C30H23BrO4) ... 13

Kumatetralil (C19H16O3) ... 13

BAHAN DAN METODE ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 17

Persiapan Kandang ... 17

Persiapan Hewan Uji ... 17

Pengujian Konsumsi Makan ... 18

Pengujian Preferensi Pakan ... 18

Pengujian Racun ... 19

Konversi Umpan ... 19

Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

(9)

Konsumsi Harian Bondol Peking dan Bondol Jawa

terhadap Gabah ... 21

Pengujian Individu terhadap Konsumsi Beras Merah ... 22

Perbandingan Jenis Kelamin Burung terhadap Konsumsi ... 23

Pengujian Populasi Terhadap Gabah ... 24

Preferensi Pakan Bondol Peking dan Bondol Jawa ... 25

Pengujian Individu ... 25

Konsumsi Harian Bondol Peking dan Bondol Jawa ... 26

Pengujian Populasi ... 28

Pengujian Racun terhadap Bondol Peking dan Bondol Jawa ... 29

Pengujian Individu ... 29

Konsumsi Harian Racun dan Kematian Burung pada Pengujian Individu ... 31

Pengujian Populasi ... 33

Kematian Burung pada Pengujian Populasi ... 34

Gejala Keracunan pada Pengujian Racun Individu dan Populasi ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kandungan gizi dan mineral pada milet ... 9

2. Kandungan gizi dan mineral pada beras ... 10

3. Kandungan zat gizi jagung tiap 100 gram berat yang dapat dimakan ... 11

4. Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking serta bondol jawa terhadap gabah pada pengujian individu ... 21

5. Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking serta bondol jawa terhadap beras merah pada pengujian individu ... 22

6. Konsumsi terhadap gabah dan beras merah pada bondol peking serta bondol jawa pada pengujian individu ... 23

7. Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dan beras merah berdasarkan jenis kelamin ... 24

8. Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah pada pengujian populasi ... 24

9. Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking ... 25

10. Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking ... 28

11. Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap racun pengujian individu ... 29

12. Konsumsi racun pada pengujian individu ... 30

13. Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap racun ... 33

14. Konsumsi racun pada pengujian populasi ... 34

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Berbagai bentuk paruh burung ... 5

2. Bondol peking ... 6

3. Bondol jawa ... 7

4. Kandang individu dan kandang populasi ... 15

5. Jenis pakan pada preferensi pakan; milet, jagung pipil, jewawut, pelet, beras merah, dan gabah ... 16

6. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) ... 16

7. Jenis racun yang digunakan dalam pengujian; kumatetralil 0,75%, seng fosfida 80%, dan bromadiolon 0,25% ... 17

8. Umpan pengujian racun; gabah tanpa racun, gabah dengan racun b.a seng fosfida, gabah dengan racun b.a kumatetralil, gabah dengan racun b.a bromadiolon ... 17

9. Konsumsi harian terhadap gabah (gram/ 10 gram bobot tubuh) ... 22

10. Konsumsi harian bondol peking dan bondol jawa terhadap beragai jenis pakan ... 27

11. Konsumsi harian racun pengujian individu ... 31

12. Jumlah kematian harian pengujian individu ... 32

13. Jumlah individu yang mati terhadap konsumsi racun dalam pengujian populasi ... 34

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Analisis ragam bobot tubuh bondol peking vs bondol jawa

perlakuan kemampuan makan pada gabah (pengujian individu) ... 42 2. Analisis ragam kemampuan makan gabah bondol peking vs

bondol jawa (pengujian individu) ... 42 3. Analisis ragam bobot tubuh bondol peking vs bondol jawa

perlakuan kemampuan makan pada gabah (pengujian populasi) ... 42 4. Analisis ragam kemampuan makan beras merah bondol peking

vs bondol jawa (pengujian individu) ... 43 5. Analisis ragam kemampuan bondol peking terhadap gabah dan

beras merah (pengujian individu) ... 43 6. Analisis ragam kemampuan bondol jawa terhadap gabah dan

beras merah (pengujian individu) ... 43 7. Analisis ragam kemampuan makan gabah bondol peking

jantan vs betina (pengujian individu) ... 44 8. Analisis ragam kemampuan makan gabah bondol jawa

jantan vs betina (pengujian individu) ... 44 9. Analisis ragam kemampuan makan beras merah bondol peking

jantan vs betina (pengujian individu) ... 44 10. Analisis ragam kemampuan makan beras merah bondol jawa

jantan vs betina (pengujian individu) ... 45 11. Analisis ragam bobot tubuh bondol peking vs bondol jawa

perlakuan kemampuan makan pada gabah (pengujian

populasi) ... 45 12. Analisis ragam kemampuan makan bondol peking vs bondol

jawa terhadap gabah (pengujian populasi) ... 45 13. Analisis ragam preferensi pakan bondol peking (pengujian

individu) ... 46 14. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa (pengujian

individu) ... 46 15. Analisis ragam preferensi pakan bondol peking (pengujian

populasi) ... 46 16. Analisis ragam preferensi pakan bondol jawa (pengujian

populasi) ... .... 47 17. Analisis ragam preferensi racun bondol peking (pengujian

(13)

18. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa (pengujian

individu) ... 47 19. Analisis ragam preferensi racun bondol peking (pengujian

populasi) ... 48 20. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa (pengujian

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional (Mubyarto 1989). Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian dan produk nasional yang berasal dari pertanian. Menurut BPS (2010a), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.556.363 jiwa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan struktur tenaga kerja didominasi oleh sektor pertanian sebesar 42,83 juta jiwa. Sektor pertanian terdiri atas subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan perkebunan (Rahim dan Diah 2008).

Subsektor pangan dikenal juga sebagai subsektor makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar penduduk dalam jumlah yang cukup besar dan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi (Rahim dan Diah 2008). Menurut Setiaji (1981), tanaman pangan utama Indonesia adalah beras, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, dan kedelai. Konsumsi pangan terbesar Indonesia sebagai sumber karbohidrat adalah beras. Konsumsi beras per kapita sebesar 139,15 kg/tahun dan merupakan konsumsi terbesar di dunia dengan rata-rata konsumsi dunia hanya 60 kg/kapita/tahun (BPS 2010b). Tidak hanya Indonesia, bahkan hampir setengah penduduk dunia saat ini tergantung pada beras sebagai makanan pokoknya.

(15)

Gangguan organisme pengganggu tanaman salah satunya disebabkan oleh serangan hama. Hama merupakan masalah penting yang dihadapi petani dalam usahatani padi. Hama yang menyerang tanaman padi dapat dikelompokkan dalam avertebrata hama (hewan tidak bertulang belakang) dan vertebrata hama (hewan bertulang belakang). Avertebrata hama yang sering menyerang tanaman padi diantaranya penggerek batang padi putih, penggerek batang padi kuning, walang sangit, wereng daun padi dan wereng batang cokelat yang menjadi serangga hama utama di Jawa (Soehardjan 1971). Sedangkan vertebrata hama yang menyebabkan penurunan produksi padi diantaranya tikus, babi hutan, burung dan beberapa hama lainnya (Matnawy 1989).

Burung dapat menyebabkan kerusakan tanaman di beberapa tempat di dunia, seperti kerusakan pada jagung di Amerika Utara, gandum di Selandia Baru, buah-buahan di Australia, dan padi di Afrika (Hone 1994). Jenis burung yang dikenal sebagai hama padi secara umum adalah burung pipit, bondol, dan manyar. Jenis-jenis burung ini mengonsumsi bulir padi yang sudah menguning dan terkadang menyebabkan kerusakan tanaman pertanian yang parah. Selain ketiga jenis burung di atas Beberapa jenis burung yang menjadi hama pertanian seperti jenis mandar, merpati, dan betet yang juga mengonsumsi padi dan jagung (MacKinnon & Phillips 1993).

Burung pipit dan bondol merupakan jenis burung pemakan biji yang dapat menyebabkan kehilangan hasil produksi padi, jenis burung ini termasuk dalam Famili Estrildidae (Balen & Burung Indonesia 2010). Terdapat 28 spesies burung bondol diantaranya bondol peking (Lonchura punctulata) dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides) (Grzimek 1973). Jenis burung yang sering dijumpai di lapangan dan sering diperdagangkan adalah bondol peking dan bondol jawa (Iskandar 2000, Moreno 1997).

(16)

terjadi saat kondisi cuaca sedang teduh dan burung menyerang secara bergerombol. Salah satu penyebab tingginya serangan burung terhadap tanaman padi adalah penanaman dan pemanenan padi yang tidak serempak (Aceng 2009, Bahri 2009, Nastain 2009, Susilo 2010).

Beberapa teknik pengendalian terhadap burung telah dilakukan di sawah-sawah Pulau Jawa dan Bali, namun usaha yang dilakukan membutuhkan tenaga dan waktu yang lama untuk mengusir burung-burung tersebut dari sawah. Beberapa cara pengendalian telah dikembangkan seperti menggunakan tenaga angin atau seorang anak kecil yang duduk dalam gubuk di tengah-tengah sawah dan menggoncang-goncangkan tali untuk mengusir burung di sawah. Para petani menggunakan beberapa cara tradisional sebagai upaya pengendalian serangan hama burung yaitu menggunakan jaring, kaleng berisikan batu kerikil yang diikat pada tali kemudian dibentangkan ke seluruh areal sawah, atau dengan membuat orang-orangan sawah atau menjaga sawah dari pagi hingga sore dari serangan burung (MacKinnon & Phillips 1993).

Tindakan khusus sebagai upaya dalam mengatasi masalah hama burung belum banyak dilakukan oleh pemerintah, meskipun telah banyak laporan mengenai serangan hama burung tersebut, sehingga diperlukan beberapa rekomendasi pengendalian terhadap serangan hama burung tersebut. Penelitian mengenai tingkat konsumsi hama burung pada padi dapat menggambarkan estimasi kehilangan hasil produksi di pertanaman padi, dan penelitian berbagai jenis pakan untuk mengetahui jenis pakan yang disukai bermanfaat dalam pemerangkapan, serta uji racun untuk mengetahui jenis racun yang dapat digunakan dalam upaya pengendalian.

Tujuan Penelitian

(17)

Manfaat Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Burung Pemakan Biji-bijian

Burung pemakan biji memiliki ukuran tubuh kecil dan bergerak cukup gesit serta lincah, sehingga susah ditangkap. Beberapa jenis burung pemakan biji antara lain jenis bondol seperti bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cerukcuk (Pycnonotus goiaver), dan burung cabe (Dicaeum trochileum) (Suaskara, Ginatra, & Muksin 2010). Burung pemakan biji mengonsumsi biji sebanyak 10% dari berat tubuhnya. Karena kesukaannya memakan biji-bijian terdapat beberapa jenis burung yang menjadi hama tanaman. Burung- burung yang sering menjadi hama pertanian seperti bondol, pipit, kakatua, nuri, dan gagak (Soemadi & Abdul 2003). Burung pemakan biji umumnya mempunyai tembolok, yaitu bagian yang membesar di bagian esofagus. Tembolok berguna sebagai penampung sementara biji yang telah ditelan. Selain itu, burung pemakan biji memiliki paruh pendek, kuat, dan tebal dengan ujung paruh sedikit bengkok. Paruh bagian atas burung pemakan biji sedikit lebih panjang daripada bagian bawah (Gambar 1), namun ada sebagian kecil burung pemakan biji dengan paruh yang sama panjang. Paruh burung pemakan biji berbentuk kerucut yang digunakan untuk mematuk, mengupas kulit biji, dan menghancurkan biji-bijian.

Sumber : Soemadi & Abdul 2003

(19)

Burung pemakan biji mengupas kulit biji dengan cara meremuk, memotong, atau mengiris kulit biji dengan bantuan sisi paruh yang tajam. Selain itu, terdapat beberapa burung yang langsung menelan biji tanpa mengupasnya terlebih dahulu (Soemadi dan Abdul 2003).

Bondol Peking (Lonchura punctulata)

Bondol peking (L. punctulata) disebut juga bondol dada sisik, pipit pinang, emprit, piit bondol atau Scaly-breasted munia termasuk dalam Famili Estrildidae (Balen & Burung Indonesia 2010). Bondol peking merupakan burung dengan tubuh berukuran kecil (11 cm). Bondol peking memiliki ciri-ciri tubuh berwarna coklat pada dahi bagian atas sampai penutup ekor bagian atas. Pada bagian ekor berwarna coklat kehitaman. Bulu penutup sayap dan bulu sayap berwarna coklat. Selain itu, pada bagian dagu dan leher berwarna coklat tua. Dada sampai penutup ekor bagian bawah berwarna putih dengan sisik-sisik hitam (Gambar 2). Bagian iris berwarna coklat, dengan paruh berwarna abu-abu gelap pada bagian atas dan coklat pada bagian bawah, sedangkan kaki berwarna hitam abu-abu (MacKinnon 1990, Sumaryati et al 2007, Davidson & Chew 2007, Novarino et al 2008, Priyambodo 2009). Menurut MacKinnon (1990), bondol peking yang belum dewasa memiliki ciri tubuh bagian bawah berwarna kuning tua tanpa sisik.

Gambar 2 Bondol peking

(20)

ketika bersiul yaitu ”ki-dii, ki-dii” dan jika dalam bahaya ”tret-tret”. Bondol peking umum dijumpai di Jawa dan Bali dan tersebar luas sampai pada ketinggian 1.800 m dpl (MacKinnon, Phillips, & Ballen 2010).

Seekor burung bondol peking dapat menghasilkan empat sampai enam butir telur setiap peneluran dan telur berwarna putih. Telur diletakkan pada sarang berbentuk botol yang khas terbuat dari rumput. Sarang diletakkan di atas semak, pohon kecil atau palem dan tersembunyi pada tempat gelap (MacKinnon 1990, Ichinose et al 2006, Sumaryati et al 2007, Priyambodo 2009, MacKinnon et al

2010).

Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)

Bondol Jawa (L. leucogastroides) dikenal sebagai burung pipit jawa atau

javan munia dari Famili Estrildidae (Balen & Burung Indonesia 2010). Menurut MacKinnon (1990), bondol jawa dikenal merupakan burung yang bertubuh padat dan mempunyai ukuran kecil (11 cm). Bondol jawa memiliki ciri tubuh berwarna coklat, hitam, dan putih . Ciri lain bondol jawa adalah tubuh bagian atas berwarna coklat, tidak berburik, serta muka dan bagian dada atas berwarna hitam (Gambar 3). Pada bagian samping perut dan bagian rusuk bondol jawa berwarna putih, sedangkan bagian ekor berwarna coklat gelap. Selain itu, bondol jawa memiliki iris dan paruh berwarna coklat, serta kaki berwarna abu-abu. Bondol jawa yang belum dewasa memiliki ciri tubuh bagian dada dan leher berwarna coklat, serta tubuh bagian bawah berwarna kekuningan (Davidson & Chew 2007).

(21)

Habitat bondol jawa adalah lahan pertanian dan padang rumput alami (Sulistyadi 2010). Menurut Mackinnon (1990), Makanan utama bondol jawa adalah padi dan biji rumput. Bondol jawa membentuk kelompok pada masa pemanenan padi dan biasa hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Kebiasaan bondol jawa yaitu makan di atas permukaan tanah atau mengambil biji dari bulir rumput, menghabiskan banyak waktu dengan bersiul ribut dan membersihkan bulunya di pohon-pohon besar. Bondol jawa memiliki suara

dengan bersiul halus ”cii-ii-ii” (MacKinnon, Philips, dan Ballen 2010).

Perkembangbiakan bondol jawa dengan membentuk sarang bola berongga longgar yang terbuat dari potongan rumput dan bahan lain, diletakkan cukup tinggi di atas pohon diantara benalu, ketiak tangkai palem atau tempat tertutup lainnya (MacKinnon, Philips, dan Ballen 2010). Bondol jawa dapat berkembang biak sepanjang tahun dan bertelur empat atau lima butir setiap kali peneluran dengan telur berwarna putih (MacKinnon 1990, Priyambodo 2009). Bondol jawa merupakan jenis burung endemik dataran rendah Jawa dan sangat umum ditemui di Jawa, Sumatera, NTT, NTB dan Bali (Coates & Bishop 2000, Sulistyadi 2010). Bondol jawa tersebar luas sampai ketinggian 1.500 meter (MacKinnon 1990, Ichinose et al 2006).

Pakan

Milet

Milet (Pennisetum millet) termasuk dalam Famili Graminae (rumput-rumputan) dan Ordo Poales. Milet merupakan salah satu jenis tanaman serealia selain padi, gandum, sorghum dan jagung. Di Indonesia milet hanya dijadikan sebagai pakan burung pemakan biji-bijan seperti bondol, pipit, gelatik, dan perkutut. Biji millet berbentuk bulat telur dan meruncing pada salah satu ujungnya. Biji milet mengandung karbohidrat, protein, lemak dan lainnya. Kandungan gizi milet dapat dilihat pada Tabel 1.

(22)

putih berwarna putih mengilat. Biji-biji ini, digemari burung gelatik, parkit, perkutut dan kenari. Jenis burung yang sering menyerang pertanaman milet antara lain, bondol, emprit, dan gelatik (Andoko 2001).

Tabel 1 Kandungan gizi dan mineral pada milet

Uraian Jumlah

Karbohidrat (%) 63 Protein (%) 10,6

Lemak (%) 1,9

Serat (%) 2,9

Lain-lain (%) 21,6 Kalsium (mg/100 g) 440 Besi (mg/100 g) 7 Fosfor (mg/100 g) 156 Natrium (mg/100 g) 53 Kalium (mg/100 g) 398

Sumber: Andoko 2001

Gabah

Secara umum butir-butir padi yang masih ditutupi dan dilindungi oleh sekam disebut sebagai gabah. Gabah sering dijadikan sebagai pakan burung pipit, gelatik, kenari, merpati, puter, dan perkutut (Soemadi dan Abdul, 2003). Di kalangan penggemar burung dikenal gabah lain yaitu gabah lampung. Gabah lampung memiliki bentuk yang kecil dan agak bulat dengan kulit berwarna kuning agak halus. Gabah yang baik dari segi kualitas adalah gabah yang berisi, terasa padat ketika ditekan dengan jari tangan, dan tidak keropos.

Beras

(23)

jenis beras tersebut memiliki warna bagian luar yang berlainan, tetapi ketiga jenis beras tersebut memiliki warna bagian dalam yang sama yaitu putih bersih. Beras secara umum berbentuk lonjong, agak mengilap dan sukar dipatahkan dalam keadaan kering. Kandungan gizi dan mineral beras tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan gizi dan mineral pada beras

Uraian Jumlah

Karbohidrat (%) 77 Protein (%) 8,9 Lemak (%) 2,0 Serat (%) 1,5 Lain-lain (%) 11,1 Kalsium (mg/100 g) 7 Besi (mg/100 g) 9 Fosfor (mg/100 g) 147 Natrium (mg/100 g) 10 Kalium (mg/100 g) 87

Sumber: Andoko 2001

Beras putih jarang digunakan sebagai pakan burung karena merupakan makanan utama manusia. Penggunaan beras sebagai pakan burung hanya sebagai pelengkap dalam bentuk campuran dengan biji lain. Pemberian beras putih yang terlalu banyak akan menyebabkan burung mengalami diare. Beras merah dan beras ketan hitam lebih banyak digunakan sebagai pakan burung. Beras merah sangat baik diberikan kepada anak burung yang masih dalam pertumbuhan (Soemadi dan Abdul, 2003).

Jagung pipil

(24)

Karbohidrat dalam biji jagung mengandung gula pereduksi (glukosa dan fruktosa), sukrosa, polisakarida, dan pati (Penulis PS 2002). Kadar gula pada endosperma jagung sebesar 2-3% (Koswara 1986). Kandungan gizi jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan zat gizi jagung tiap 100 gram berat yang dapat dimakan Zat gizi Jumlah Satuan

Energi 129 kal

Protein 4,1 g

Lemak 1,3 g

Karbohidrat 30,3 g

Kalsium 5,0 mg

Fosfor 108,0 mg

Besi 1,1 mg

Vitamin A 117 SI

Vitamin B 0,18 mg

Vitamin C 9 mg

Air 63,5 g

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan, 1979

Berdasarkan warna bijinya, jagung dibedakan menjadi jagung putih, jagung kuning, dan jagung mosaik. Jagung yang sering digunakan sebagai pakan burung adalah jagung kuning. Jagung disebut kuning apabila 90% biji berwarna kuning dan sisanya berwarna lain. Jagung kuning atau jagung dengan endosperma kuning mempunyai kandungan karoten tinggi yang dapat digunakan sebagai sember vitamin A. Semakin kuning warna biji menunjukkan banyaknya kandungan pro-vitamin A, sehingga jagung dengan warna kuning tua mengandung pro-pro-vitamin A lebih banyak dibandingkan jagung dengan warna kuning muda akan tetapi dalam keadaan tertentu tidak berlaku mutlak.

Pelet

(25)

dan terpilih yang dibentuk dan dipadatkan secara mekanis (Soemadi dan Abdul 2003). Selain itu, pelet lebih banyak digunakan sebagai pakanikan dalam bentuk butiran. Pelet memiliki bahan pembentuk berupa tepung kering dan gumpalan (pasta). Menurut Mujiman (1994), bahan dalam bentuk tepung kering terdiri dari golongan berjumlah banyak (dedak, tepung ikan, tepung kedelai, gelatin, dan lainnya) dan golongan dengan jumlah sedikit (vitamin dan mineral). Pelet yang baik memiliki kekerasan yang tinggi karena bahan pembuat pelet berasal dari bahan baku yang cukup halus.

Jewawut

Pakan jewawut (Panicum italia) sering diberikan pada burung dalam bentuk malai atau pipilan. Biji jewawut memiliki bermacam-macam warna yaitu putih, kuning, hijau, ungu tua, merah, atau warna campuran. Jewawut memiliki kandungan gizi yang hampir sama seperti jagung dan padi. Pemberian jewawut sebagai pakan terhadap burung dalam jumlah banyak dapat menyebabkan burung menjadi gemuk sehingga malas bergerak dan jarang berkicau (Soemadi dan Abdul 2003).

Racun

Seng Fosfida (Zn3P2)

Seng fosfida tergolong dalam jenis racun akut. Racun akut adalah racun yang menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle & Smith 1996). Menurut Priyambodo (2003), racun akut bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf.

Seng fosfida berbentuk tepung dan berwarna hitam keabu-abuan, tahan lama disimpan pada kondisi normal (Prakash 1988). Seng fosfida efektif dalam mengendalikan tikus karena memiliki bau seperti bawang yang dapat menarik tikus (Buckle & Smith 1996). Selain digunakan terhadap tikus, seng fosfida juga efektif dalam mengendalikan mamalia dan burung (Ware 1978).

(26)

menyebabkan kerusakan pada jantung, hati, atau ginjal. Gejala keracunan dapat terlihat dalam waktu kurang dari 25 menit setelah mengkonsumsi racun dalam dosis yang tinggi, dan umumnya kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam (Prakash 1988, Ware 1978).

Toksisitas seng fosfida pada LD50 untuk tikus riul (Rattus norvegicus)

sebesar 40 mg/kg dan untuk bajing (Citellus spp.) sebesar 36 mg/kg. Beberapa mamalia terutama burung sangat rentan terhadap seng fosfida (LD50 pada burung

sebesar 9 mg/kg) (Prakash 1988).

Bromadiolon (C30H23BrO4)

Bromadiolon merupakan jenis racun kronis (Priyambodo 2003). Racun kronis yaitu racun yang bekerja secara lambat dengan cara mengganggu metabolisme vitamin K serta mengganggu proses pembekuan darah. Gejala keracunan dapat terlihat dalam waktu 24 jam atau lebih dan kematian dapat mencapai beberapa hari setelah aplikasi (Buckle & Smith 1996).

Bromadiolon ditemukan di Perancis pada pertengahan tahun 1970-an, dan mulai dikomersilkan ke berbagai negara. Bromadiolon diproduksi dalam bentuk tepung atau bubuk. Bromadiolon digunakan dalam bentuk umpan siap pakai dengan konsentrasi rendah, yaitu sekitar 0,005% (Corrigan 1997).

Konsentrasi yang digunakan dalam umpan umumnya 50 ppm. Kematian pada tikus riul (R. norvegicus) biasanya dapat dilihat setelah 24 jam aplikasi, sedangkan pada tikus rumah (R. rattus) membutuhkan lima hari dan pada mencit rumah (Mus musculus) membutuhkan waktu yang lebih lama. LD50 untuk tikus

adalah 0,99 mg/kg sedangkan untuk unggas sebesar 5 mg/kg (Prakash 1988).

Kumatetralil (C19H16O3)

Kumatetralil merupakan jenis racun kronis. Racun kronis (antikoagulan) bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler (Priyambodo 2003).

(27)

berbentuk bubuk kristal berwarna biru. Kumatetralil tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat larut dalam aseton dan ethanol.

(28)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember 2010.

Bahan dan Alat

Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah bondol peking (Lonchura punctulata) dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides) yang diperoleh dari penjual burung di Pasar Bogor, di simpangan Bogor Trade Mall, dan di Ciampea. Burung yang digunakan sebanyak 195 ekor, dengan berat antara 8-14 gram.

Kandang Percobaan

Kandang yang digunakan dalam pengujian terdiri dari kandang individu dan kandang populasi (Gambar 4). Kandang individu terbuat dari aluminium berukuran 50 cm x 34,5 cm x 33 cm (p x l x t). Setiap kandang dilengkapi peralatan tambahan yaitu tempat minum, tempat makan, kayu untuk bertengger, dan penampung kotoran.

A B C Gambar 4 Kandang individu (A dan B) dan kandang populasi (C)

(29)

cm x 100 cm x 50 cm (p x l x t). Setiap kandang memiliki tiga pintu yaitu pada bagian kanan, tengah, dan kiri.

Pakan

Pakan yang digunakan pada pengujian kemampuan makan adalah gabah dan beras merah pada perlakuan individu, sedangkan pada perlakuan populasi hanya menggunakan gabah. Untuk pengujian preferensi pakan baik perlakuan individu maupun populasi, pakan yang digunakan adalah gabah, milet, jewawut, pelet, jagung pipil, dan beras merah (Gambar 5). Pada pengujian racun digunakan gabah sebagai bahan dasar pakan.

A B C D E F Gambar 5 Jenis pakan pada preferensi pakan, A. Milet, B. Jagung pipil,

C. Jewawut, D. Pelet, E. Beras merah, dan F. Gabah.

Timbangan

Alat yang digunakan untuk menghitung bobot bahan dalam pengujian adalah timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) (Gambar 6). Timbangan digunakan untuk mendapatkan bobot burung sebelum dan sesudah perlakuan serta mendapatkan besar pakan sebelum dan sesudah konsumsi pakan hewan uji.

Gambar 6 Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal)

Racun

(30)

digunakan berbahan aktif bromadiolon dan kumatetralil (Gambar 7). Ketiga jenis racun yang digunakan berbentuk serbuk yang akan dicampur dengan bahan dasar gabah pada pengujian (Gambar 8).

A B C

Gambar 7 Jenis racun yang digunakan dalam pengujian, kumatetralil 0,75% (A), seng fosfida 80% (B), dan bromadiolon 0,25% (C).

A B C D

Gambar 8 Umpan pengujian racun, gabah tanpa racun (A), gabah dengan racun b.a seng fosfida (B), gabah dengan racun b.a kumatetralil (C), gabah dengan racun b.a bromadiolon (D).

Metode Penelitian

Persiapan Kandang

Sebelum digunakan seluruh bagian kandang diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu. Setelah kandang pengujian layak digunakan, kemudian diletakkan mangkuk tempat minum dan makan burung.

Persiapan Hewan Uji

[image:30.595.231.379.155.283.2]
(31)

Penentuan bobot burung dilakukan dengan cara memasukkan seekor burung ke dalam kantong plastik kecil kemudian plastik diikat dan ditimbang. Bobot burung yang telah ditimbang kemudian dicatat dan dikurangi dengan berat plastik sebelum menimbang burung dengan jenis timbangan yang sama.

Pengujian Konsumsi Makan

Pengujian konsumsi makan dilakukan untuk mengetahui besar konsumsi burung bondol. Pengujian dilakukan terhadap individu dan populasi. Pada perlakuan individu, pakan yang digunakan adalah gabah dan beras merah. Pengamatan terhadap gabah dilakukan selama enam hari berturut-turut. Burung ditimbang sebelum dimasukkan dalam kandang individu. Setiap hari konsumsi burung terhadap gabah dihitung dan gabah diganti dengan yang baru. Pemberian gabah setiap hari sekitar 15 gram. Pada akhir pengamatan, burung ditimbang kembali dan dikembalikan ke kandang pemeliharaan. Pada perlakuan individu dengan menggunakan beras merah pengamatan dilakukan selama lima hari berturut-turut. Pada pengamatan ini masing-masing kandang individu disediakan pakan sekitar 200 gram. Penimbangan sisa umpan dilakukan pada akhir pengamatan.

Pengujian populasi dilakukan selama lima hari berturut-turut menggunakan pakan gabah. Sepuluh ekor burung bondol dimasukkan dalam kandang populasi. Rasio perbandingan antara jantan dan betina yaitu 5:5 atau 4:6. Sebelum dimasukkan ke dalam kandang pengujian burung terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui bobot awal. Konsumsi makan burung terhadap gabah diketahui dari penimbangan gabah pada akhir pengamatan. Pada akhir pengamatan konsumsi makan, burung yang berada dalam kandang populasi dilanjutkan untuk pengujian preferensi makan dan selanjutnya pengujian racun.

Pengujian Preferensi Pakan

(32)

sesudah perlakuan. Konsumsi pakan yang diperoleh kemudian dikonversi ke 10 gram bobot tubuh.

Pengujian populasi dilakukan selama lima hari pengamatan menggunakan enam jenis pakan yang sama seperti perlakuan individu yaitu gabah, beras merah, milet, jewawut, pelet, dan jagung pipil. Besar konsumsi makan burung terhadap berbagai jenis pakan ditimbang pada akhir pengamatan.

Pengujian Racun

Pengujian racun dilakukan untuk mengetahui jenis racun yang lebih disukai dan menarik bagi burung. Dalam aplikasi, racun yang digunakan dicampur dengan bahan dasar gabah. Metode yang digunakan adalah metode pilihan (choice test) dengan menggunakan gabah tanpa racun, gabah dengan racun b.a bromadiolon, gabah dengan racun b.a kumatetralil, dan gabah dengan racun b.a seng fosfida. Pencampuran racun dengan bahan dasar gabah dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

b.a bromadiolon = jumlah umpan x

b.a kumatetralil = jumlah umpan x

b.a seng fosfida = jumlah umpan x

Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi setiap jenis umpan perlakuan (gabah tanpa racun dan gabah dengan racun) dengan cara perhitungan selisih jumlah awal dan akhir racun yang diberikan.

Perlakuan populasi dilakukan selama lima hari pengamatan menggunakan empat jenis umpan yang sama seperti perlakuan individu. Besar konsumsi makan burung terhadap gabah diketahui dari penimbangan pada akhir pengamatan.

Konversi Umpan

Semua data yang diperoleh dari pengujian bondol peking dan bondol jawa, dikonversi terlebih dahilu terhadap 10 g bobot burung, dengan rumus sebagai berikut:

1 40

1 20

(33)

Konversi umpan/racun (g = x 10%

Rerata bobot tubuh burung (g) =

Analisis Data

Penelitian ini digunakan dua pengujian yaitu individu dan populasi. Pada masing-masing pengujian dilakukan dengan tiga perlakuan. Pada pengujian individu perlakuan pertama menggunakan pakan gabah, sebanyak 16 ulangan untuk bondol peking dan 15 ulangan untuk bondol jawa, sedangkan perlakuan menggunakan beras merah masing-masing dilakukan sebanyak 12 ulangan. Perlakuan kedua sebanyak 10 ulangan untuk bondol peking dan 12 ulangan untuk bondol jawa. Pada perlakuan ketiga sebanyak 13 ulangan pada masing-masing perlakuan. Pada pengujian populasi bondol peking dilakukan sebanyak 4 ulangan dan bondol jawa sebanyak 5 ulangan. Data hasil penelitian diolah dengan program Statistical Analysis System (SAS) for Windows ver.9.1. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α= 5%.

Bobot umpan/racun yang dikonsumsi (g) Rerata bobot burung (g)

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa

Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah

Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada Tabel 4, analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 1-2. Kemampuan makan bondol peking (L. punctulata) dan bondol jawa (L. leucogastroides) pada pengujian individu menggunakan pakan gabah menunjukkan bahwa konsumsi bondol jawa terhadap gabah lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan bondol peking.

Tabel 4 Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking serta bondol jawa terhadap gabah pada pengujian individu

Jenis burung Bobot tubuh (g)

Konsumsi (g/10 g bobot tubuh) Bondol peking 11,812a 2,099b

Bondol jawa 10,395b 2,561a

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Berdasarkan hasil perhitungan bobot tubuh, bondol peking memiliki nilai rerata bobot sebesar 11,812 gram dan berbeda nyata dengan bobot bondol jawa yaitu 10,395 gram. Konsumsi rerata bondol jawa relatif lebih besar dari pada bondol peking, apalagi ditambah dengan rerata bobot tubuh yang lebih ringan.

Persentase konsumsi bondol jawa terhadap gabah (25,61 %) mencapai ¼ dari bobot tubuhnya, sementara itu untuk bondol peking (20,99 %) hanya mencapai 1/5 dari bobot tubuhnya.

Konsumsi Harian Bondol Peking dan Bondol Jawa terhadap Gabah

(35)

tinggi sehingga memiliki kemampuan merusak lebih besar dibandingkan bondol peking. Selain itu faktor lama waktu adaptasi kemungkinan menjadi pembeda dari hasil tersebut. Adaptasi bondol jawa sebelum percobaan yaitu selama 2-3 hari di laboratorium diduga sudah cukup.

Gambar 9 Konsumsi harian terhadap gabah (g/ 10 g bobot tubuh)

Konsumsi harian bondol jawa berfluktuatif yaitu terjadi penurunan pada hari pertama sampai ketiga kemudian meningkat pada hari keempat dan menurun kembali pada hari berikutnya. Konsumsi harian pada bondol peking mengalami penigkatan sejak hari pertama sampai hari keempat, kemudian mengalami penurunan pada hari kelima dan keenam.

Pengujian Individu terhadap Konsumsi Beras Merah

[image:35.595.124.460.183.369.2]

Kemampuan makan beras merah terhadap 12 ekor bondol peking dan 12 ekor bondol jawa dapat dilihat pada Tabel 5 dan analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 3-4.

Tabel 5 Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking serta bondol jawa terhadap beras merah pada pengujian individu

Jenis burung Bobot Tubuh (g)

Konsumsi (g/10 g bobot tubuh) Bondol peking 11,728a 2,508a Bondol jawa 10,240b 2,842a

(36)

Pada perlakuan pakan beras merah menunjukkan bobot tubuh bondol peking lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan bobot tubuh bondol jawa. Hasil ini menunjukkan pernyataan yang sama seperti pada kemampuan makan menggunakan gabah. Namun, tingkat konsumsi pakan terhadap beras merah antara bondol peking dan bondol jawa menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Konsumsi rerata bondol jawa terhadap beras merah relatif sama dibandingkan dengan bondol peking, sehingga pada saat dilakukan konversi ke 10

gram bobot tubuh didapat hasil yang tidak berbeda nyata (uji Duncan, α = 5 %).

Secara umum dapat disebutkan bahwa bobot tubuh bondol peking relatif lebih besar daripada bondol jawa. Persentase konsumsi terhadap beras merah dari bondol jawa (28,42 %) dan bondol peking (25,08 %) relatif lebih besar dan berbeda nyata terhadap gabah pada bondol peking dan tidak berbeda nyata pada bondol jawa.

Tabel 6 Konsumsi terhadap gabah dan beras merah pada bondol peking serta bondol jawa pada pengujian individu

Jenis pakan Bondol peking (g/10 g bobot tubuh)

Bondol jawa (g/10 g bobot tubuh) Beras merah 2,508a 2,842a

Gabah 2,099b 2,561a

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Perbandingan Jenis Kelamin Burung terhadap Konsumsi

(37)

Tabel 7 Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dan beras merah berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin

Gabah (g/10 g bobot tubuh) Beras merah (g/10 g bobot tubuh) Bondol peking Bondol jawa Bondol peking Bondol jawa Jantan 2,062a 2,650a 2,338a 2,772a Betina 2,179a 2,426a 2,747a 2,939a Rerata 2,099 2,561 2,508 2,842

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Pengujian Populasi Terhadap Gabah

[image:37.595.106.528.120.223.2]

Hasil yang diperoleh dari perlakuan konsumsi makan bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah pada pengujian populasi dapat dilihat pada Tabel 8 dan analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 11-12.

Tabel 8 Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah pada pengujian populasi

Jenis burung Bobot tubuh (g)

Konsumsi gabah (g/10 g bobot tubuh) Bondol peking 11,270a 2,015a Bondol jawa 9,974b 2,270a

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Pada Tabel 8 di atas, dapat diketahui bahwa rerata bobot tubuh bondol peking lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan bondol jawa. Hal ini menunjukkan pernyataan yang sama seperti yang ditunjukkan pada pengujian individu (Tabel 4 dan 5). Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah pada pengujian menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

(38)

Preferensi Pakan Bondol Peking dan Bondol Jawa

Pengujian Individu

Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi preferensi pakan (beras merah, gabah, jewawut, milet, jagung, dan pelet ) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking

Jenis pakan Bondol peking (g/10 g bobot tubuh)

Bondol jawa (g/10 g bobot tubuh)

Beras merah 1,150a 0,648b 1,197a 0,025c 0,024c 0,069c 0,012c Gabah 0,567b

Jewawut 0,189c Milet 0,114c Jagung pipil 0,064c Pelet 0,003c

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 9 dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi bondol peking terhadap beras merah lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan gabah. Hasil ini menunjukkan pernyataan yang sama seperti pada perlakuan kemepuan makan gabah dan beras merah. Lebih rendahnya konsumsi gabah dapat disebabkan karena gabah masih dilindungi oleh sekam sehingga burung memerlukan usaha yang lebih banyak untuk mengupas kulit padi agar dapat mengkonsumsi biji padi tersebut. Berbeda dengan pakan beras merah yang sudah tidak dilindungi oleh sekam sehingga memudahkan untuk dikonsumsi (Soemadi dan Abdul 2003).

(39)

oksidasi protein menjadi energi, serta memelihara fungsi alat pencernaan makanan agar berjalan optimal (Soemadi dan Abdul, 2003).

Pada bondol jawa konsumsi tertinggi terjadi pada gabah dan berbeda nyata dengan lima jenis pakan lainnya. Konsumsi pakan terbesar setelah gabah adalah beras merah. Hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan hasil dengan perlakuan kemampuan makan gabah dan beras merah dimana konsumsi terhadap beras merah lebih tinggi dibandingkan pada gabah. Hal ini dapat disebabkan karena bondol jawa lebih menyukai pakan dalam bentuk yang mudah ditemui di alam. Urutan konsumsi pakan setelah gabah dam beras merah adalah jagung pipil dan tidak berbeda nyata dengan konsumsi terhadap jewawut, milet, dan pelet.

Pelet merupakan jenis pakan terendah yang dikonsumsi bondol peking dan bondol jawa dari kelima jenis pakan lain yang diuji meskipun tidak berbeda nyata dengan jewawut, milet, dan jagung pipil. Rendahnya konsumsi pelet dapat disebabkan kerena pelet merupakan pakan buatan sehingga keberadaannya tidak ditemui di alam. Pelet dibuat untuk melengkapi kebutuhan pakan burung (Soemadi dan Abdul, 2003). Hal ini memungkinkan burung hanya memakan pelet sebagai pelengkap makanan utama.

Konsumsi Harian Bondol Peking dan Bondol Jawa

Konsumsi bondol peking terhadap beras merah mengalami peningkatan setiap harinya (gambar 10) berbeda dengan konsumsi terhadap gabah yang mengalami penurunan setiap harinya. Konsumsi terhadap beras merah dan gabah lebih tinggi dibandingkan keempat pakan jenis lainnya. Jenis pakan jewawut, milet dan jagung pipil cukup berfluktuatif walaupun dalam jumlah yang rendah sedangkan konsumsi terhadap pelet relatif konstan dengan tingkat konsumsi yang rendah.

(40)

pada jagung pipil yang mengalami peningkatan sedangkan pada milet, jewawut dan pelet relatif konstan.

Gambar 10 Konsumsi harian bondol peking dan bondol jawa terhadap berbagai jenis pakan.

[image:40.595.102.476.131.534.2]
(41)

Pengujian Populasi

[image:41.595.110.497.178.317.2]

Hasil yang diperoleh dari pengujian populasi bondol peking dan bondol jawa terhadap enam jenis pakan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking Pakan Bondol peking

(g/10 g bobot tubuh)

Bondol jawa (g/10 g bobot tubuh)

Beras merah 0,666a 0,676a 0,397ab 0,099b 0,069b 0,057b

0,649a Gabah 0,659a Jewawut 0,183bc Milet 0,349b Jagung pipil 0,009c Pelet 0,009c

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Pada pengujian populasi, konsumsi tertinggi terjadi pada gabah dan tidak berbeda nyata dengan beras merah. Hasil ini berbeda pada pengujian individu dimana konsumsi tertinggi terjadi pada beras merah dan berbeda nyata dengan konsumsi terhadap gabah dan pakan yang lain. Menurut Mackinnon (1995) jenis burung bondol umumnya dikenal sebagai hama padi dan memakan bulir padi yang sedang menguning.

Urutan konsumsi terbesar setelah gabah dan beras merah pada bondol peking adalah jewawut namun tidak berbeda nyata dengan gabah dan beras merah serta ke tiga jenis pakan lainnya yaitu milet, jagung pipil dan pelet. Pada pengujian individu, pakan jewawut cukup disukai oleh bondol peking selain itu bondol peking merupakan jenis burung yang hidup berkelompok (MacKinnon 1990). Dengan demikian, faktor peletakan pakan juga dapat mempengaruhi meningkatnya konsumsi pakan dimana dalam pengujian peletakan pakan jewawut berdekatan dengan pakan utama yaitu beras merah.

(42)

Pada konsumsi pakan bondol jawa, urutan konsumsi terbesar setelah gabah dan beras merah adalah milet dan jewawut. Pada hasil pengamatan (Tabel 10) menunjukkan konsumsi milet berbeda nyata dengan jagung pipil dan pelet. Jagung pipil dan pelet merupakan pakan terendah yang dikonsumsi karena kedua jenis pakan ini merupakan pakan yang melalui proses olahan terlebih dahulu yaitu jagung pipil merupakan jagung yang telah dipecah dengan ukuran yang lebih kecil sedangkan pelet merupakan pakan buatan sehingga keberadaan kedua jenis pakan ini tidak ditemui di alam.

Dari hasil pengujian individu dan populasi dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi pakan bondol peking dan bondol jawa pada jenis pakan alami (biji-bijian) lebih tinggi dari pada pakan buatan (pelet). Hal ini karena biji-bijian merupakan jenis bahan makanan yang secara alami dapat diperoleh burung dengan bebas di alam. Biji-bijian merupakan sumber protein sebagai salah satu komponen dari makanan penguat bagi burung (Soemadi dan Abdul, 2003). Selain itu, kulit biji-bijian sangat baik dalam membantu burung pemakan biji untuk mencerna makanannya, walaupun dalam pengamatan di laboratorium semua bondol jawa dan bondol peking mengupas kulit biji gabah sebelum dikonsumsi.

Pengujian Racun terhadap Bondol Peking dan Bondol Jawa

Pengujian Individu

Hasil pengujian beberapa jenis racun terhadap bondol jawa dan bondol peking disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap umpan beracun pada pengujian individu

Perlakuan Bondol peking (g/10 g bobot tubuh)

Bondol jawa (g/10 g bobot tubuh)

Gabah 0.672a 0.606a

Gabah + Bromadiolon 0.278b 0.529a Gabah + Kumatetralil 0.197b 0.082b Gabah + Seng fosfida 0.063b 0.042b

(43)

Konsumsi bondol jawa menunjukkan bahwa konsumsi gabah tidak berbeda nyata dengan gabah dicampur racun bromadiolon dan berbeda nyata terhadap racun seng fosfida dan kumatetralil. Hal ini dapat disebabkan bau gabah dengan dicampur bromadiolon tidak menimbulkan bau menyengat dibandingkan dengan dua jenis racun lainnya.

Konsumsi racun berbahan aktif seng fosfida dan kumatetralil pada bondol jawa percobaan individu berbeda nyata dengan konsumsi gabah dan racun bromadiolon. Racun berbahan aktif seng fosfida dan kumatetralil memberikan warna yang sangat berbeda dibandingkan dengan warna gabah tanpa dicampur racun. Oleh karena itu, diduga warna memberikan pengaruh terhadap konsumsi. Selain itu, kedua racun tersebut memberikan bau yang khas terhadap gabah, sehingga menimbulkan rasa curiga burung terhadap umpan sehingga mengonsumsi dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan gabah tanpa racun.

Konsumsi racun pada pengujian individu dapat dilihat pada Tabel 12. Konsumsi bondol terhadap racun seng fosfida lebih tinggi dibandingkan kedua jenis racun lain (bromadiolon dan kumatetralil). Seng fosfida memiliki konsentrasi racun yang tinggi yaitu 80% dengan pencampuran racun sebesar 1/100

dari jumlah umpan sementara untuk bromadiolon 0,25% dan 1/40 dan untuk

kumatetralil 0,75% dan 1/20. Hal ini menyebabkan konsentrasi racun seng fosfida

lebih besar dibandingkan kedua jenis racun lainnya, sehingga jumlah racun yang dikonsumsi pada jumlah umpan yang sama akan lebih tinggi. Tingginya konsumsi seng fosfida menyebabkan tingginya kematian bondol pada pengamatan hari pertama sampai hari ketiga.

Tabel 12 Konsumsi racun pada pengujian individu Jenis Racun Bondol peking

(mg/10 g bobot tubuh)

Bondol jawa (mg/10 g bobot tubuh) Bromadiolon 1,738 3,306

[image:43.595.102.490.607.707.2]
(44)

Konsumsi Harian Racun dan Kematian Burung pada Pengujian Individu

Besar konsumsi racun bondol peking dan bondol jawa setiap hari pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11 dan jumlah kematiannya dapat dilihat pada Gambar 12.

[image:44.595.131.402.186.585.2]

Gambar 11 Konsumsi harian racun pengujian individu

(45)

setiap harinya. Konsumsi gabah bondol peking pada hari kelima mengalami penurunan karena diikuti tingginya konsumsi burung terhadap bromadiolon.

Konsumsi racun pada bondol jawa menunjukkan bahwa konsumsi pada hari pertama tertinggi adalah gabah kemudian umpan beracun bromadiolon. Konsumsi umpan beracun bromadiolon mulai menurun sampai pengamatan hari ketiga dan mulai meningkat kembali pada pengamatan keempat dan selanjutnya mengalami penurunan kembali. Konsumsi gabah mulai meningkat pada hari ketiga kemudian menurun kembali pada hari keempat dan mencapai konsumsi tertinggi pada hari kelima. Konsumsi gabah yang fluktuatif menunjukkan rerata konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan umpan beracun. Konsumsi harian bondol jawa terhadap umpan beracun kumatetralil dan seng fosfida relatif konstan.

Tingginya konsumsi racun bondol peking pada hari pertama menyebabkan tingginya kematian pada hari pertama (Gambar 12). Kematian menurun pada hari ketiga dan keempat karena pada hari pengamatan tersebut konsumsi burung terhadap gabah lebih banyak sedangkan konsumsi terhadap racun relatif sedikit sehingga burung masih dapat bertahan hidup. Pada akhir pengamatan tersisa satu ekor burung yang dapat bertahan hidup dan mati pada satu hari setelah pengamtan terakhir (hari ke-7).

[image:45.595.119.381.491.695.2]

(46)

Pada bondol jawa tingginya konsumsi umpan beracun bromadiolon dari pada hari pertama menyebabkan tingginya kematian burung pada hari pertama. Pada akhir pengamatan tersisa dua ekor burung yang hidup. Dapat bertahannya satu ekor bondol peking dalam pengamatan dapat disebabkan daya tahan tubuh burung yang lebih bagus dari burung lainnya. Selain itu diduga burung lebih banyak mengkonsumsi gabah dan mengonsumsi umpan beracun dalam jumlah relatif sedikit. Namun, konsumsi umpan beracun telah terakumulasi dalam tubuh sehingga burung menjadi kurang lincah dan akhirnya mati pada hari setelah pengamatan terakhir (hari ke-7 & 8).

Pengujian Populasi

Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap racun dapat dilihat pada Tabel 12. Pada pengujian populasi, hasil pengujian menunjukkan bahwa konsumsi tertinggi tetap pada gabah baik pada bondol peking maupun bondol jawa. Konsumsi tertinggi setelah gabah pada bondol peking adalah bromadiolon dan berbeda nyata terhadap konsumsi racun kumatetralil. Konsumsi tertinggi setelah bromadiolon adalah seng fosfida dan tidak berbeda nyata dengan racun kumatetralil.

Tabel 13 Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap umpan beracun pada pengujian populasi

Perlakuan Bondol peking (g/10 g bobot tubuh)

Bondol jawa (g/10 g bobot tubuh) Gabah 0,563a 0,561a

Gabah + Bromadiolon 0,358ab 0,304b Gabah + Seng fosfida 0,124bc 0,053c Gabah + Kumatetralil 0,039c 0,116c

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

[image:46.595.100.505.484.602.2]
(47)

Konsumsi racun pada pengujian populasi dapat dilihat pada Tabel 14. Konsumsi bondol terhadap racun pada pengujian populasi menunjukkan pernyataan yang sama seperti pada pengujian individu yaitu konsumsi seng fosfida lebih tinggi dibandingkan kedua jenis racun lain. Seng fosfida merupakan jenis racun akut yang biasa digunakan dalam usaha pengendalian pada populasi tinggi sedangkan racun bromadiolon dan kumatetralil (racun kronis) digunakan dalam pengendalian pada populasi rendah.

Tabel 14 Konsumsi racun pada pengujian populasi

Jenis racun Bondol peking (mg/10 g bobot tubuh)

Bondol jawa (mg/10 g bobot tubuh) Bromadiolon 2,238 1,900

Seng fosfida 99,200 42,400 Kumatetralil 0,731 4,350

Kematian Burung pada PengujianPopulasi

[image:47.595.110.479.256.356.2]

Jumlah kematian burung terhadap konsumsi racun dapat dilihat pada Gambar 13. Kematian bondol peking tertinggi pada hari pertama dan kedua yaitu sebanyak 11 ekor. Setelah hari kedua jumlah burung yang mati mengalami penurunan sampai akhir pengamatan. Pada akhir pengamatan burung yang dapat bertahan hidup hanya satu ekor.

[image:47.595.98.472.505.708.2]
(48)

Pada bondol jawa kematian tertinggi terjadi pada hari pertama pengamatan yaitu sebanyak 18 ekor, kemudian menurun pada hari berikutnya. Pada pengamatan keempat jumlah burung yang mati mengalami peningkatan yaitu sebanyak meningkat 11 ekor burung mati. Pada akhir pengamatan jumlah burung yang masih hidup sebanyak 9 ekor burung.

Persentase lama hidup bondol peking sebesar 2,5 % sementara itu bondol peking sebesar 18 %. Dengan demikian bondol jawa lebih berpeluang sebagai hama pertanian padi dibandingkan bondol peking.

Gejala Keracunan pada Pengujian Racun Individu dan Populasi

Gejala keracunan yang terlihat pada saat pengamatan pengujian racun individu menggunakan empat jenis umpan pada bondol peking dan bondol jawa dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Gejala keracunan pada bondol peking dan bondol jawa pada pengujian individu dan populasi

Gejala keracunan

Pengujian individu Pengujian populasi Bondol

peking

Bondol jawa

Bondol peking

Bondol jawa Tidak menampakkan

gejala 7 8 28 28

Kotoran berwarna hitam 2 2 4 5 Keluar darah dari mulut 2 1 - 1

Kotoran berdarah 1 2 6 5

Anus berdarah - - 1 2

Burung hidup 1 2 1 9

Total individu 13 15 40 50 Kematian tertinggi pada bondol peking dan bondol jawa menunjukkan bondol mati tanpa menunjukkan gejala. Konsumsi racun telah terakumulasi dalam jaringan organ tubuh burung yaitu hati atau ginjal namun tidak memecah pembuluh kapiler atau dapat pula memecah pembuluh kapiler namun tidak keluar dari lubang alami sehingga tidak menunjukkan gejala pada kematian burung. Gejala keracunan dapat dilihat pada Gambar 14.

(49)

A B

Gambar 14 Gejala keracunan bondol peking dan bondol jawa

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tingkat konsumsi bondol peking dan bondol jawa pada percobaan kemampuan makan terhadap gabah dan beras merah sebesar 2-2,8 gram/hari. Persentase konsumsi bondol jawa terhadap gabah (25,61%) mencapai ¼ dari bobot tubuhnya, sementara itu untuk bondol peking (20,99%) hanya mencapai 1/5

dari bobot tubuhnya. Konsumsi bondol peking dan jawa jenis kelamin jantan dan betina menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada percobaan preferensi pakan menunjukkan tingkat konsumsi terhadap jenis pakan alami (biji-bijian) lebih disukai dari pada pakan buatan. Jenis pakan alami yang paling disukai adalah gabah dan beras merah yang merupakan jenis pakan utama di alam. Pada percobaan preferensi racun konsumsi terhadap umpan tanpa racun lebih disukai dari pada umpan beracun. Konsumsi racun tertinggi adalah racun kronis berbahan aktif bromadiolon. Racun bromadiolon lebih menarik bagi bondol dari pada jenis racun lain sehingga dapat digunakan dalam usaha pengendalian.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. 2010a. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12 &notab=1 (28 Februari 2011).

[BPS]. 2010b. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Tetap Tahun 2009 dan Angka Ramalan II 2010). Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://jatim.bps.go.id/?p=746 (28 Februari 2011).

[Penulis PS]. 2002. Sweet Corn-Baby Corn peluang Bisnis,pembudidayaan,dan penanganan Pascapanen. Jakarta: Penebar Swadaya.

Aceng R. 2009. Serangan burung pipit turunkan produksi padi. http://www.Pikiran-rakyat-online.com [22 September 2010].

Andoko A. 2001. Bertanam Milet untuk Pakan Burung. Jakarta: Penebar Swadaya.

Bahri N. 2009. Serbuan burung pipit resahkan petani cileungsi. http://www.liputan6.com [27 September 2010].

Ballen BV. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan: (Termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam). Bogor: Burung Indonesia.

Buckle AP, Smith RH. 1996. Rodent Pest and Their Control. Cambrige UK: University Press.

Coates BJ, Bishop KD. 2000. A Guide to the birds of Wallace: Sulawesi, the Moluccas and Lesser Sunda Island, Indonesia. Bogor: Birdlife International-indonesia Programme & Dove Publications Pty. Ltd.

Corrigan MR. 1997. Rats and Mice. Di dalam: Mallis A, editor. Handbook of Pest Control Ed ke-8. Mallis handbook and technical Training company. Davidson GWH, Chew YF. 2007. A Photographic Guide to Birds of Peninsular

Malaysia and Singapore. Auckland: New Holland Publishers (UK) Ltd. Direktorat Gizi. 1979. Daftar Komposisi Bahan makanan. Jakarta : Departemen

Kesehatan.

Grzimek B. 1973. Animal Life Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Hone J. 1994. Analysis of Vertebrate Pest Control. Melbourne: Cambrige university Press.

(52)

Conservation Biology in Asia. Kathmandu: The Society for Conservation Biology Asia. Hlm 277-284.

Iskandar J. 2000. Perdagangan hidupaan liar makin mencolok. Tajuk warta Kehati Edisi Oktober November.

Koswara J. 1986. Budidaya Jagung Manis (Zeamays saccharata) bahan kusus budidaya jagung Manis dan Jagung Merang. Bogor: Fakultas pertanian IPB.

MacKinnon J. 1990. Field Guide to the Birds of Java and Bali. Yogyakarta: Gajah Mada University press.

MacKinnon J, Phillipps K. 1993. A Field Guide to the Birds of Borneo, Sumatra, Java & Bali. Oxford: Oxford University Press.

MacKinnon J,Phillips K, Ballen BV. 2010. Burung-Burung Di Sumatera, Jawa, Bali, Dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Puslitbang Biologi- LIPI & Birdlife Internasinal-Indonesia Programme.

Matnawy. 1989. Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.

Moreno JA. 1997. Review of the subspecific status and origin of introduced finches in Puerto Rico. Caribbean Journal of Science 33(3-4): 233-238. http://academic.uprm.edu/publications/cjs/VOL33/P233-238.PDF [6 Desember 2010].

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Mujiman A. 1994. Makanan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nastain I. 2009. Hama burung ancam sawah di Subang. PT.Visi Media Asia-News & Community Portal. http://www.vivanews.com [22 September 2010].

Novarino W, Hiroshi K, Anas S, Jarulis, M.Nazri J. 2008 Panduan Lapangan Pencincinan Burung di Sumatera. Perpustakaan Nasional.

Prakash I. 1988. Rodent Pest Management. United states: CRC Press.

Priyambodo S. 2003. Seri PHT, Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta : Penebar Swadaya.

Priyambodo S. 2009. Buku Praktikum Vertebrata Hama. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Purnomo H. 2010. Konsumsi beras Indonesia Terbesar di Dunia. http://us.detikfinance.com/read/2010/10/13/123257/1463600/4/konsumsi-beras-indonesia-terbesar-di-dunia [6 Januari 2011].

Rahim, Diah RDH. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomi Pertanian.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Setiaji. 1981. Permasalahan Serealia (Padi, Jagung, Sorghum, Gandum) di Indonesia. Laporan Pertemuan Kerja Pepunas 1-ristek (Butsarman).

(53)

Soehardjan. 1971. Tropical Agriculture Reseach Center. Tokyo: Ministry of Agriculture and Forestry.

Soemadi W, Abdul M. 2003. Pakan Burung. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suaskara IBM, Ginatra IK, Muksin IK. 2010. Keberadaan jenis-jenis burung di kawasan padang pecatu kabupaten Badung. Jurnal Bumi Lestari 10(1): 69-74 [jurnal on-line]. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/vol.10%281%29-09.pdf [27 September 2010].

Sulistyadi E. 2010. Kemampuan kawasan nir-konservasi dalam melindungi kelestarian burung endemik dataran rendah pulau Jawa studi kasus di kabupaten Kebumen. Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 237-253 [jurnal on-line].==http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=&as_qdr=all&q=jurnal+ burung+bondol+peking&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai [

Gambar

Gambar 7  Jenis racun yang digunakan dalam pengujian, kumatetralil 0,75%     (A), seng fosfida 80% (B), dan bromadiolon 0,25% (C)
Tabel 5  Bobot tubuh  dan konsumsi bondol peking serta bondol jawa terhadap beras merah pada pengujian individu
Tabel 8  Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah pada pengujian populasi
Gambar 10  Konsumsi harian bondol peking dan bondol jawa terhadap berbagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai rata-rata VAIC TM diperoleh dari penjumlahan VAHU ( Value Added Human Capital ), VACA ( Value Added Capital Employed ), dan STVA ( Structural Capital Value Added

BGP tempat terjadinya plasma terdiri dari komponen-komponen elektroda ignitor, isolator, elektroda, katoda dan jendela emisi, sedang IEP terdiri dari BGP yang

Jika produk yang dinyatakan diproses atau dicampur dengan bahan lain, butiran yang dinyatakan dalam dokumen ini tidak boleh dipindah kepada produk baru yang terhasil kecuali jika

[r]

The main objective of this research is to know whether: (1) POWER is more effective than guided writing to teach writing to the tenth grade students of SMA Al-Abidin

a) Keberadaan perpustakaan yang kurang mendukung, sehingga pelaksanaan perpustakaan sekolah menjadi sepi peminatnya. Peran guru juga masih terbatas, guru hanya

Kolom ini dipergunakan untuk menguraikan kuantitas dan kualitas hasil yang diharapkan, dan batas waktu serta biaya yang harus dipergunakan, untuk masing-masing tugas

Penelitian yuridis normatif dilakukan untuk menjelaskan pengawasan perbankan dengan mengacu pada hukum positif Indonesia, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor