Nilai Baris ui dan Kolom vj untuk Tabel 4.32
ui vj
u1 =c11−v1=5−0=5
u2=c21−v1=0−0=0
u3=c31−v1=14−0=14
u4=c41−v1=3−0=3
u5=c53−v3=6−(−3)=9
v1=0
v2=c32−u3=0−14=−14
v3=c43−u4=0−3=−3
v4=c24−u2=4−0=4
v5=c35−u3=0−14=−14
Nilai Baris ui dan Kolom vj untuk Tabel 4.33
ui vj
u1 =c11−v1=5−0=5
u2=c21−v1=0−0=0
u3=c33−v3=10−(−3)=13
u4=c41−v1=3−0=3
u5=c53−v3=6−(−3)=9
v1=0
v2=c32−u3=0−13=−13
v3=c43−u4=0−3=−3
v4=c24−u2=4−0=4
Lampiran 2. Indeks perbaikan untuk setiap tabel iterasi dari metode MODI
Catatan: Indeks Perbaikan yang berwarna abu-abu pada masing-masing tabel
adalah indeks perbaikan terpilih untuk masuk ke iterasi selanjutnya.
Indeks Perbaikan untuk Tabel 4.28 Sel X12 = k12 = c12−u1−v2 = 3+9 = 12
Indeks Perbaikan untuk Tabel 4.30
Indeks Perbaikan untuk Tabel 4.32
Lampiran 3. Tahapan Penyelesaian Fisibel Awal dengan Metode Least Cost
Untuk Posisi 2
Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 7 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 8 Tujuan Persediaan
Lampiran 4. Tahapan Uji Optimalitas dengan Metode Stepping Stone
Untuk Posisi 2
Iterasi Ke 0 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 0
Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 1
Sel X12= 14−0+14−0 = 28 Sel X35 = 0−14+5−0 = −9
Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 2
Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 3
Sel X12= 14−0+14−0 = 28 Sel X34= M−8+0−10 = M−8
Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 4
Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 5
Lampiran 5. Tahapan Penyelesaian Fisibel Awal dengan Metode Least Cost
Untuk Posisi 3
Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan
TC TB TD TF TG
Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan
TC TB TD TF TG
Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan
TC TB TD TF TG
Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 7 Tujuan Persediaan
Iterasi Ke 8 Tujuan Persediaan
Lampiran 6. Tahapan Uji Optimalitas dengan Metode Stepping Stone
Untuk Posisi 3
Iterasi Ke 0 Tujuan Persediaan
TC TB TD TF TG
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 0
Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 1
Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 2
Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 3
Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan
Indeks Perbaikan Iterasi Ke 4
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, D.H. dan Rahmadi, Y.E. 2004. Riset Operasional Konsep-Konsep
Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Aminudin. 2008. Prinsip-prinsip Riset Operasi. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta: Erlangga.
Bronson, Richard. 1993. [Teori dan Soal-soal Operations Research][dalam bahasa Indonesia]. G. Hutauruk. PT. Gelora Aksara Pratama. Erlangga
Dimyati, T.T. & Dimyati, A. 2004. Operations Research; Model-model
pengambilan keputusan , Bandung Sinar Baru Algensindo.
Hillier, Frederick S. and Gerald J. Lieberman. 2015. Introduction To Operations
Research, Tenth Edition. USA: McGraw-Hill Education.
Mulyono, Sri. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI
Pandian, P. and Natarajan, G. 2010. A new method for finding an optimal solution for transportation problems. International Journal of Mathematical
Sciences and Engineering Applications. 4: 59-65.
Pandian, P. and Rajendran, P. 2012. Solving Fully Interval Transhipment Problems. International Mathematic Forum.7: 2027-2035.
Purba, Erick Doorka. 2014. Metode Vogel’s Approximation (VAM) dan Modified
Distribution (MODI) untuk Menyelesaikan Transshipment Problem.
[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana.
Siagian, P. 2006. Penelitian Operasional: Teori dan Praktek. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Siang, Jong Jek. 2014. Riset Operasi dalam Pendekatan Algoritmis. Yogyakarta: Andi Offset
Simbolon, Lolyta Damora. 2013. Aplikasi Metode Transportasi Dalam Optimasi
Biaya Distribusi Beras Miskin (RASKIN) Pada Perum Bulog Sub Divre Medan. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana
Subagyo, P., Asri, Marwan. dan Handoko, T. Hani. 2013. Dasar-Dasar Operation
Research. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Binarupa Aksara. Jakarta.
Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Erlangga. Jakarta.
Taylor, Bernard W. 2013. Introduction to Management Science, Eleventh Edition. USA: Prentice Hall.
Wijaya, Andi. 2013. Pengantar Riset Operasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Wijayanti, Devie Kurnia. 2011. Aplikasi Metode Transportasi dengan Program
Solver Dalam Meminimumkan Pengiriman Produk (Studi Kasus: PT. Raja Tunggal). [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang, Program
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1. Kerangka Berpikir Penelitian Optimum
Biaya Distribusi Metode Stepping Stone
Uji Optimalitas Metode LC Penyelesaian
Awal
Metode Transportasi
Masalah Transportasi
Masalah Optimisasi Pendistribusian
Masalah Transshipment
Transshipment Tidak Seimbang
Metode NWC Metode VAM
Metode MODI
Transshipment Seimbang
3.2Gambaran Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian literatur yang bersifat studi kepustakaan untuk
menganalisa, mengkaji dan menelaah buku, jurnal, karya ilmiah dan tulisan
lainnya mengenai masalah transshipment kemudian memberikan contoh yang
relevan tentang permasalahan transshipment tidak seimbang.
Dalam penelitian ini akan dikaji tentang bagaimana menyelesaikan masalah
transshipment tidak seimbang dengan menggunakan metode Least Cost sebagai
penyelesaian awal dan menggunakan metode Stepping Stone untuk pencarian
solusi optimal atau uji optimalitas. Selanjutnya Peneliti menggunakan metode
Least Cost sebagai penyelesaian awal dan menggunakan metode MODI untuk
pencarian solusi optimal atau uji optimalitas, yang nantinya bertujuan untuk
membandingkan metode Stepping Stone dan metode MODI, sehingga dapat
diketahui metode mana yang lebih baik untuk mencari solusi optimal dari sebuah
masalah transshipment tidak seimbang.
3.3Metode Penyelesaian
Penelitian ini menggunakan metode Least Cost - Stepping Stone untuk
menyelesaikan permasalahan transshipment tidak seimbang serta menggunakan
metode Least Cost - MODI untuk perbandingan uji optimalitas. Adapun tahapan
Tahapan Penyelesaian Masalah Transshipment Tidak Seimbang
Gambar 3.2 Tahapan Penyelesaian Masalah Transshipment Tidak Seimbang
dengan Metode Least Cost - Stepping Stone dan Metode Least Cost - MODI Transformasi Masalah
Transshipment Tidak Seimbang
Pencarian Solusi Awal dengan Metode Least Cost
Hitung Biaya Transportasi Mulai
Selesai Tabel Awal Transportasi
Hasil Awal dengan Metode
Least Cost
Berhenti Uji Optimalitas
dengan Metode
Stepping Stone & MODI
Ya
Revisi Hasil Revisi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Masalah Transshipment
Masalah transshipment merupakan masalah transportasi yang sering dihadapi
dalam pendistribusian suatu komoditi homogen dari buah sumber ke tujuan,
yang pendistribusiannya tidak harus dilakukan secara langsung, tetapi bisa melalui
titik transit (gudang) terlebih dahulu, disini titik transit berperan sebagai titik
perantara atau dapat dikatakan melewati agen terlebih dahulu sebelum sampai ke
tempat tujuan. Hal ini disebabkan adanya permintaan barang pada beberapa
tempat yang jaraknya jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pendistribusian
secara langsung atau biaya pendistribusian secara langsung lebih mahal
dibandingkan bila melalui titik transit terlebih dahulu.
Banyak rute yang dapat ditempuh untuk mendistribusikan barang ke
tempat-tempat tujuan dan masing-masing rute memiliki biaya pendistribusian yang
berbeda. Besarnya biaya pendistribusian dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu
jumlah barang yang akan diangkut dan biaya angkut per unit. Suatu perusahaan
pastinya menginginkan semua permintaan barang dapat terpenuhi dan
memperoleh biaya pendistribusian yang seminimum mungkin sehingga diperlukan
adanya pengalokasian barang yang tepat.
Dalam masalah transshipment titik-titik perantara dapat berperan sebagai
sumber maupun tujuan, misalnya sebuah pabrik yang memproduksi pupuk ingin
mengirimkan pupuk ke berbagai distributor di Indonesia akan tetapi sebelum
sampai ke distributor harus melalui beberapa gudang terlebih dahulu. Disini
pabrik berperan sebagai sumber, dan distributor sebagai tujuan, sedangkan gudang
berperan sebagai titik perantara yang dapat sekaligus berperan sebagai sumber
maupun tujuan artinya gudang merupakan tujuan dari pabrik dan gudang
4.2Model Transshipment
Model Transshipment merupakan perluasan dari model transportasi dimana
sambungan titik-titik transshipment ditambahkan diantara sumber dan tujuan.
Sebuah contoh titik transshipment yakni sebuah pusat distribusi atau gudang yang
berlokasi diantara pabrik (sumber) dan toko (tujuan). Dalam masalah
transshipment, barang atau komoditi didistribusikan dari sumber melalui titik transshipment ke titik tujuan, dari satu sumber ke sumber lainnya, dari satu titik transshipment ke titik transshipment lainnya, dari satu tujuan ke tujuan lainnya,
atau langsung dari sumber ke tujuan, atau kombinasi beberapa alternatif tersebut.
Asumsi-asumsi pada masalah transshipment tidak seimbang:
1. Titik perantara dapat bertindak sebagai sumber maupun tujuan.
2. Banyaknya kapasitas persediaan dan permintaan ditentukan sebagai berikut:
a. Persediaan pada titik sumber sejati = Persediaan pada sumber itu.
b. Persediaan pada titik perantara = Persediaan di titik itu + jumlah total
persediaan/permintaan.
c. Permintaan pada titik tujuan sejati = Permintaan pada tujuan itu.
d. Permintaan pada titik perantara = Permintaan di titik itu + jumlah total
persediaan/permintaan.
3. Jika total persediaan lebih besar dari total permintaan perlu di tambahkan
kolom dummy pada tabel awal dengan biaya pendistribusian 0.
4. Jika total permintaan lebih besar dari total persediaan perlu di tambahkan
4.3Contoh Masalah Transshipment Tidak Seimbang
Sebuah industri kayu mendapatkan pesanan tiap bulannya dari kota B dan kota F
untuk memasok balok kayu jenis tertentu masing-masing sejumlah 25 dan 35 ton.
Industri tersebut mempunyai 3 buah gudang yang terletak di kota A, kota C dan
kota E dengan kapasitas persediaan masing-masing adalah 20, 20, dan 30 ton
balok kayu. Pengusaha industri kayu tersebut ingin membuat alokasi pengiriman
barang sehingga diperoleh biaya transportasi seminimum mungkin. Pengiriman
bisa dilakukan secara langsung atau melalui titik transit di kota D terlebih dahulu,
dengan biaya pengiriman diantara kota terlihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Biaya Pendistribusian Kayu (dalam ratus ribu rupiah)
Dari Kota
Ke Kota
A B C D E F
A − 5 3 3 − −
B − − 14 3 − 4
C − 14 − 10 − −
D − 3 10 − − 8
E − − − 6 − 15
F − − − − − −
Biaya pengiriman balok kayu dari satu kota ke kota lainnya berbeda-beda,
berikut merupakan jalur transportasi barang yang dapat dilihat pada Gambar 4.1
sebagai berikut:
+20
3 14
+20 10 14 −25
5
10 3
3 3 4
6 8
15
Sumber: Siang, Jong Jek (2014:231)
+30 −35
Gambar 4.1 Jaringan transportasi untuk rute pengiriman balok kayu
Jumlah persediaan dari masing-masing kota sumber adalah sebagai berikut:
Kota A = 20
Kota C = 20
Kota E = 30
+
Total 70 ton
Jumlah permintaan dari masing-masing kota tujuan adalah sebagai berikut:
Kota-B = 25
Kota-F = 35
+
Total 60 ton
Terlihat bahwa jumlah persediaan ≠ jumlah permintaan. Berarti masalah belum seimbang, karena terdapat kekurangan permintaan sebesar 70−60 = 10 ton untuk menyeimbangkan tabel transportasi, maka ditambahkan permintaan semu
(dummy) atau kolom dummy (kota G) sebesar 10 ton. Sedangkan apabila terjadi
C
A B
D
kekurangan persediaan, maka ditambahkan persediaan dummy atau baris dummy
sebesar jumlah kekurangan.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa titik yang merupakan sumber adalah titik
A dan titik E. Titik sumber adalah titik yang hanya dapat mengirimkan barang dan
tidak dapat menerima barang. Dalam Gambar 4.1 titik sumber ditandai dengan
adanya panah keluar dari titik tersebut tanpa adanya panah masuk.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa titik yang merupakan tujuan adalah titik F
dan titik G (dummy). Titik tujuan adalah titik yang hanya dapat menerima barang
dan tidak dapat mengirim barang. Dalam Gambar 4.1 titik tujuan ditandai dengan
adanya panah masuk dari titik tersebut tanpa adanya panah keluar.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa titik yang merupakan perantara adalah
titik B, titik C, dan titik D. Titik perantara adalah titik yang dapat menerima
barang dan dapat mengirim barang. Dalam Gambar 4.1 titik tujuan ditandai
dengan adanya panah masuk dan panah keluar dari titik tersebut.
Sumber dalam masalah transportasi yang sesuai adalah gabungan dari titik
sumber dan titik perantara, sehingga dalam contoh ini diperoleh 5 buah baris
sumber yakni SA, SB, SC, SD, dan SE.
Sedangkan tujuan dalam masalah transportasi yang sesuai adalah
gabungan dari titik tujuan dan titik perantara, sehingga dalam contoh ini diperoleh
Tabel 4.2 Jumlah Persediaan Kayu di Tiap Titik
Jumlah Persediaan Keterangan
SA = 20 Merupakan titik sumber dengan persediaan kayu sebanyak 20 ton.
SB = 0 + 70 = 70 Mulanya tidak ada persediaan kayu pada titik B + 70 ton karena merupakan perantara sehingga perlu ditambahkan total persediaan/permintaan.
SC = 20 + 70 = 90 Mulanya ada persediaan barang sebanyak 20 ton pada titik C + 70 ton karena merupakan perantara.
SD = 0 + 70 Mulanya tidak ada persediaan kayu pada titik D + 70 ton karena merupakan perantara.
SE = 30 Merupakan titik sumber dengan persediaan barang sebanyak 30 ton.
Tabel 4.3 Jumlah Permintaan Kayu di Tiap Titik
Jumlah Permintaan
Keterangan
TB = 25 + 70 = 95 Mulanya titik B membutuhkan 25 ton kayu + 70 ton karena merupakan perantara.
TC = 0 + 70 = 70 Mulanya tidak ada permintaan kayu pada titik itu + 70 ton karena merupakan perantara sehingga perlu ditambahkan total persediaan/permintaan.
TD = 0 + 70 = 70 Mulanya tidak ada permintaan kayu pada titik D + 70 ton karena merupakan perantara.
TF = 35 + 0 = 35 Mulanya titik F membutuhkan 35 ton kayu + 70 ton karena merupakan perantara.
TG = 10 Merupakan titik tujuan semu dengan permintaan sebanyak 10 ton.
Selanjutnya dapat dibuat tabel transportasi yang sesuai untuk contoh
masalah transshipment dimana SA, SB, SC, SD, dan SE merupakan sumber dan TB,
TC, TD, TF dan TG merupakan tujuan. Biaya transportasi masing-masing sel untuk
jalur langsung yang ada misalnya dari SA ke SB biaya transportasinya tertera pada
transportasinya sebesar M (M = 10000 atau bilangan positif terbesar) artinya biaya
transportasi bisa melebihi dari perkiraan, sedangkan biaya transportasi ke titik itu
sendiri (misal SA ke SA) dan biaya transportasi ke tujuan atau sumber dummy
(misal SA ke SG) adalah 0.
Tabel 4.4 Tabel Awal Transportasi dengan Biaya Transportasinya
Sumber Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
4.3.1 Penyelesaian Feasible Awal dengan Metode Least Cost
1. Dari tabel awal transportasi yang sudah disusun, mulai dengan mengisi sel
pada biaya transportasi terendah dengan angka sebanyak-banyaknya yang
disesuaikan dengan persediaan dan permintaan. Karena biaya terendah adalah
0 dan banyak sel yang mempunyai biaya transportasi 0 maka pengisian bisa
dilakukan sembarang. Dipilih sel �55 untuk dialokasikan sebanyak 10 ton,
sehingga kolom TG sudah terpenuhi (arsir kolom/baris yang sudah terpenuhi)
Tabel 4.5 Hasil Tahap 1
Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
nantinya akan terjadi kekurangan variabel basis. Untuk itu ditambahkan
variabel basis dummy pada sembarang sel di baris SD atau di kolom TD, misal
sel �42 = 0 seperti pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Hasil Tahap 2
Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan
maksimum barang yang diisikan pada sel ini adalah sebanyak �32 = 70
sehingga dengan pengisian ini kolom TC terpenuhi permintaannya sementara
baris SC tersisa 20.
Tabel 4.7 Hasil Tahap 3
Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
diisikan pada sel ini adalah sebanyak �21 = 70 sehingga dengan pengisian ini
persediaan barang pada baris SB habis sementara permintaan barang kolom TB
kurang 25.
Tabel 4.8 Hasil Tahap 4
Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
5. Dengan melihat Tabel 4.8 kembali pilih sel dengan biaya terendah yang belum
melihat permintaan dan persediaannya jumlah maksimum barang yang
diisikan pada sel ini adalah sebanyak �12 = 20 sehingga dengan pengisian ini
persediaan barang pada baris SA habis sementara permintaan barang kolom TB
kurang 5.
Tabel 4.9 Hasil Tahap 5
Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
6. Dengan melihat Tabel 4.9 pilih sel dengan biaya terendah yang belum terarsir,
Sel �31 adalah biaya terendah berikutnya dengan 31 = 14, dengan melihat
permintaan dan persediaannya jumlah maksimum barang yang diisikan pada
sel ini adalah sebanyak �31 = 5 sehingga dengan pengisian ini permintaan
barang pada kolom TB terpenuhi.
Tabel 4.10 Hasil Tahap 6
Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan
7. Dengan melihat Tabel 4.10 pilih sel dengan biaya terendah yang belum
terarsir, Sel �54 adalah biaya terendah berikutnya dengan 54 = 15,
jumlah maksimum barang yang diisikan pada sel �54 adalah sebanyak
�54 = 20 sehingga dengan pengisian ini persediaan barang pada baris SE habis.
Tabel 4.11 Hasil Tahap 7
Iterasi Ke 7 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
(bilangan positif terbesar), jumlah maksimum barang yang diisikan pada sel
ini adalah sebanyak �34 = 15 sehingga dengan pengisian ini permintaan
barang pada kolom TF terpenuhi, sekaligus seluruh permintaan terpenuhi dan
diperoleh tabel penyelesaian awal dengan metode Least Cost.
Tabel 4.12 Hasil Tahap 8
Iterasi Ke 8 Tujuan Persediaan
4.3.2 Uji Optimalitas dengan Metode Stepping Stone
Dengan menggunakan tabel pemecahan awal dilakukan pengujian optimalitas
menggunakan metode Stepping Stone untuk meminimumkan biaya transportasi.
Sebelum dilakukan pengujian, harus dipastikan tidak terdapat degenerasi dan
redundansi dengan syarat sel yang terisi harus ada + −1 ( = banyak
sumber dan = banyak tujuan) buah sel basis. Pada Tabel 4.13 terlihat bahwa sel
yang terisi sudah ada 9 buah sel basis, sehingga pada kasus ini tidak terjadi
degenerasi maupun redundansi oleh karena itu uji optimalitas dapat dilakukan.
Tahap 1
Dari Tabel 4.13 pilih sel-sel yang masih kosong untuk mencari nilai indeks
perbaikannya. Nilai indeks perbaikan dicari dengan melakukan loncatan searah
jarum jam dengan pijakannya berupa sel basis (sel basis adalah sel yang terisi
barang) sehingga terbentuk sebuah loop terdekat yang memungkinkan untuk
kembali ke sel semula dengan memuat tanda (+) dan (−) secara bergantian pada
setiap sudut sel dari loop tersebut, dimulai dengan tanda (+) pada sel kosong
terpilih.
Misalnya, sel X12 dengan loop terdekatnya adalah +�12− �32+�11,
indeks perbaikannya didapat dengan menjumlahkan tiap-tiap biaya sel pada loop
yang terbentuk. Setelah semua sel-sel bukan basis (kosong) dievaluasi dan didapat
nilai indeks perbaikannya selanjunya dilihat apakah masih ada nilai yang < 0.
Jika tidak ada, maka pemecahan awal sudah optimal akan tetapi bila masih ada
nilai yang negatif pilih sel yang mempunyai nilai negatif terbesar (artinya
Tabel 4.13. Pemecahan awal dengan metode Least Cost
Iterasi Ke 0 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
Tabel 4.14. Indeks Perbaikan untuk Sel kosong Tabel 4.13
Indeks Perbaikan
terbesar (negatif terbesar) untuk dilakukan perubahan alokasi pada sel yang
terlibat dalam penghitungan indeks.
(1) (2)
Gambar 4.2. Loop Pada Sel �44 (1) dan Hasil Perbaikan Sel �44 (2)
Perbaikan sel dilakukan dengan cara mengalokasikan jumlah barang
Pada gambar 4.2 (1) terlihat bahwa sel bertanda negatif yang memiliki jumlah
Tabel 4.15. Hasil Perbaikan Tahap 1
Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
melihat apakah hasil perbaikan Tahap 1 sudah memberikan biaya transportasi
yang optimal. Lakukan langkah yang sama seperti Tahap 1.
Tabel 4.16. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.15
Ternyata masih ada sel dengan indeks perbaikan bernilai negatif, maka harus
dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar yakni sel
�35.
(1) (2)
Gambar 4.3. Loop Pada Sel X35 (1) dan Hasil Perbaikan Sel X35 (2)
Tahap 3
Tabel 4.17. Hasil Perbaikan Tahap 2
Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
apakah hasil perbaikan Tahap 2 sudah memberikan biaya transportasi yang
Tabel 4.18. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.17
harus dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar
yakni sel �33.
(1) (2)
Gambar 4.4. Loop Pada Sel �33 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �33 (2)
Tahap 4
Tabel 4.19. Hasil Perbaikan Tahap 3
Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan
Kembali ke langkah evaluasi sel kosong pada Tabel 4.19 untuk melihat apakah
hasil Tahap 3 sudah memberikan biaya transportasi yang optimal atau belum.
Tabel 4.20. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.19
Indeks Perbaikan
harus dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar.
Pada Tabel 4.20 terlihat ada dua buah sel yang punya nilai indeks yang sama,
sehingga cukup dengan memilih salah satunya, misalnya dipilih �41.
Tahap 5
Tabel 4.21. Hasil Perbaikan Tahap 4
Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
apakah hasil perbaikan Tahap 4 sudah memberikan biaya transportasi yang
optimal atau belum.
Tabel 4.22. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.21
Indeks Perbaikan
harus dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar.
Pada Tabel 4.22 terlihat ada dua buah sel yang punya nilai indeks yang sama,
(1) (2)
Gambar 4.6. Loop Pada Sel �24 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �24 (2)
Tahap 6
Tabel 4.23. Hasil Perbaikan Tahap 5
Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
Tabel 4.24. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.23
Indeks Perbaikan
Sel X12= 3−0+10−0+3−5 = 11 Sel X34= M−4+0−3+0−10 = M−17
Sel X13= 3−0+3−5 = 1 Sel X42= 10−0+10−0 = 20
Sel X14= M−4+0−5 = M−9 Sel X44= 8−3+0−4 = 1
Sel X15 = 0−0+10−0+3−5 = 8 Sel X45 = 0−0+10−0 = 10
Sel X22= 14−0+10−0 +3−0= 27 Sel X51= M−0+4−15 = M−11
Sel X23= 3−0+3−0 =6 Sel X52= M−0+10−0+3−0+4−15 = M+2
Sel X25= 0−0+10−0+3−0 = 13 Sel X53 = 6−0+3−0+4−15 = −2
Sel X31= 14−10+0−3 = 1 Sel X55= 0−0+10−0+3−0+4−15 = 2
Pada abel 4.24 terlihat masih ada sel dengan indeks perbaikan bernilai
negatif yakni sel �53, maka harus dilakukan perbaikan pada loop sel tersebut
sebagai berikut:
0 �21 14 �22 3 �23 4 �24
(−) 65 (+)5
14 �31 0 �32 10 �33 M �34
70 10
3 �41 10 �42 0 �43 8 �44 (+)10 (−) 60
6 �53 15 �54
(+) (−)30
(1) (2)
Gambar 4.7. Loop Pada Sel �53 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �53 (2) 0 14 3 4
35 35
14 0 10 M
70 10
3 10 0 8
40 30
6 15
Tahap 7
Tabel 4.25. Hasil Perbaikan Tahap 6
Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan
TB TC TD TF TG
perbaikan Tahap 6 sudah memberikan biaya transportasi yang optimal atau belum.
Tabel 4.26. Indeks Perbaikan Sel Kosong untuk Tabel 4.25
Indeks Perbaikan
Perhitungan indeks perbaikan sel kosong pada Tabel 4.25 menunjukkan
bahwa tidak ada lagi yang bernilai negatif. Artinya sudah diperoleh biaya
transportasi yang minimum untuk permasalahan ini, sehingga iterasi berhenti dan
Tabel 4.27. Alokasi dan Total Biaya Transportasi dengan Metode Least Cost
-Stepping Stone
Sel Basis
Terpilih Dari Ke
Jumlah yang dikirim
Biaya Per Unit
(Rp) Biaya (Rp)
X11 Kota A Kota B 20 Rp 500.000,- Rp 10.000.000,-
X24 Kota B Kota F 35 Rp 400.000,- Rp 14.000.000,-
X33 Kota C Kota D 10 Rp 1000.000,- Rp 10.000.000,-
X41 Kota D Kota B 40 Rp 300.000,- Rp 12.000.000,-
X53 Kota E Kota D 30 Rp 600.000,- Rp 18.000.000,-
Total Biaya Transportasi Rp 64.000.000,-
Setelah dicari penyelesaiaan optimalnya, maka diperoleh biaya
pendistribusian balok kayu yang minimum yaitu sebesar Rp 64.000.000,- dimana
distribusi pengiriman dimulai dengan mengirimkan 20 Ton balok kayu dari Kota
A ke Kota B, kemudian dari Kota C dan Kota D masing-masing mengirimkan 10
dan 30 Ton balok kayu ke kota transit yakni Kota D, dari Kota D dikirimkan 40
Ton tadi ke Kota B. Terakhir barang yang sudah terkumpul dari Kota A dan Kota
D yakni sebanyak 60 Ton, sebanyak 35 dikirimkan ke Kota F. Berikut gambaran
+20
(10)
+20 10 −25
(20) 5
3 (35)
(40) 4
6
(30)
+30 −35
Gambar 4.8. Jaringan Transportasi untuk Rute Pengiriman Balok Kayu yang
Optimal
Jika dikembalikan ke masalah semula, maka didapatkan distribusi
pengiriman balok kayu seperti pada Gambar 4.8 Di Kota C barang tersisa 10 Ton
dikirim ke tujuan dummy (Kota G).
4.3.3 Perbandingan Uji Optimalitas Dengan Metode MODI (Modified
Distribution Method)
Dengan menggunakan tabel pemecahan awal LC pada Tabel 4.13 dilakukan
pengujian optimalitas menggunakan metode MODI untuk meminimumkan biaya
transportasi.
A B
C
D
Tahap 1
1. Pada penyelesaian awal, tambahkan kolom dan baris .
2. Mengecek apakah Tabel 4.13 merupakan tabel optimal. Misalkan diambil
3 = 0 seperti tanda panah pada Tabel 4.28 (biasanya baris/kolom yang
dipilih adalah baris/kolom yang memuat variabel basis paling banyak).
3. Isi baris dan kolom dengan aturan untuk setiap sel basis berlaku
selanjutnya ada pada Lampiran 1).
4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .
Misalnya untuk mencari 12 = 12− 1− 2. Karena 12 = 3, 1 = 9 dan
1 = 0 maka didapat 12 = 12 (proses mencari indeks sel-sel non basis untuk
Tabel 4.28 dan tabel iterasi selanjutnya ada pada Lampiran 2) Jika ada sel
dengan = − − < 0 maka berarti tabel tersebut belum optimal.
Tabel 4.28 Uji Optimalitas Tahap 1
Berdasarkan Tabel 4.28 terlihat bahwa masih ada sel dengan yang bernilai
< 0 sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sel yang memiliki nilai negatif
terbesar. Dari Tabel 4.28 sel terpilih adalah sel �24 dan sel �33 , karena
mempunyai nilai yang sama cukup memilih salah satunya, misal dipilih sel �24.
Sama seperti metode Stepping Stone cari loop terdekat untuk sel �24 untuk
melakukan perbaikan alokasi barang pada loop tersebut. Loop untuk sel �24 yakni
+�24− �34 +�31− �21 kemudian lakukan penjumlahan isi sel dengan jumlah
barang terkecil pada sel bertanda negatif. Dari gambar 4.9 (1) terlihat bahwa sel
bertanda negatif yang memiliki jumlah barang terkecil adalah sel �34 yakni 15,
maka jumlahkan �24 dengan 15, kurangkan �34 dengan 15, tambahkan �31
dengan 15 dan terakhir kurangkan �21 dengan 15. Sehingga diperoleh hasil
perbaikan untuk loop �24 seperti pada Gambar 4.9 (2) berikut:
4.29 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan diambil 1 = 0.
3. Isi baris dan kolom sama seperti Tahap 1 dengan aturan untuk setiap sel
Tabel 4.29. Hasil Uji Optimalitas Tahap 1
jumlah barang terkecil pada sel bertanda negatif. Pada Gambar 4.10 (1) terlihat sel
bertanda negatif yang memiliki jumlah barang terkecil adalah �55 = 10. Lakukan
penjumlahan tiap sel dengan 10 sesuai tanda (+) atau (–). Jika bertanda (–)
kurangkan sel dengan 10, jika bertanda (+) jumlahkan sel dengan 10. Sehingga
diperoleh hasil perbaikan untuk loop sel �35 seperti pada Gambar 4.10 (2) sebagai
(2)
Gambar 4.10. Loop Pada Sel �35 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �35 (2)
Tahap 3
1. Pada Tabel 4.30 tambahkan kolom dan baris .
2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap
2 pada Tabel 4.30 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan
diambil 1 = 0.
3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk
setiap sel basis berlaku persamaan + = .
4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .
Tabel 4.30. Hasil Uji Optimalitas Tahap 2
Iterasi
terbesar. Dari Tabel 4.30 sel terpilih adalah sel �41. Sama seperti metode Stepping
Stone cari loop terdekat untuk sel�41 untuk melakukan perbaikan alokasi barang
pada loop tersebut. Loop untuk sel �41 yakni +�41− �21 +�24− �44 kemudian
lakukan penjumlahan isi sel dengan jumlah barang terkecil pada sel bertanda
negatif. Pada Gambar 4.11 (1) terlihat sel bertanda negatif yang memiliki jumlah
barang terkecil adalah �44 = 0. Lakukan penjumlahan tiap sel dengan 0 sesuai
tanda (+) atau (–). Jika bertanda (–) kurangkan sel dengan 0, jika bertanda (+)
jumlahkan sel dengan 0. Sehingga diperoleh hasil perbaikan untuk loop sel
�44seperti pada Gambar 4.11 (2) sebagai berikut:
(1)
(2)
Gambar 4.11. Loop Pada Sel �41 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �41 (2)
Tahap 4
1. Pada Tabel 4.31 tambahkan kolom dan baris .
2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap
3 pada Tabel 4.31 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan
diambil 1 = 0.
3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk
4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .
Tabel 4.31. Hasil Uji Optimalitas Tahap 3
Iterasi
bernilai < 0 sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sel yang memiliki nilai
negatif terbesar. Dari Tabel 4.31 sel terpilih adalah sel �53. Sama seperti metode
Stepping Stone cari loop terdekat untuk sel �53untuk melakukan perbaikan
diperoleh hasil perbaikan untuk loop sel �53seperti pada Gambar 4.12 (2) sebagai
(1)
(2)
Gambar 4.12. Loop Pada Sel �53 (1) dan Hasil Perbaikan Sel �53 (2)
Tahap 5
1. Pada Tabel 4.32 tambahkan kolom dan baris .
2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap
4 pada Tabel 4.32 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan
diambil 1 = 0.
3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk
Tabel 4.32. Hasil Uji Optimalitas Tahap 4
bernilai < 0 sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sel yang memiliki nilai
negatif terbesar. Dari Tabel 4.32 sel terpilih adalah sel �33. Sama seperti metode
Stepping Stone cari loop terdekat untuk sel �33untuk melakukan perbaikan
alokasi barang pada loop tersebut. Loop untuk sel �33 yakni +�33 − �43+�41−
�31, kemudian lakukan penjumlahan isi sel dengan jumlah barang terkecil pada
sel bertanda negatif. Pada Gambar 4.13 (1) terlihat sel bertanda negatif yang
memiliki jumlah barang terkecil adalah �31 = 10. Lakukan penjumlahan tiap sel
dengan 10 sesuai tanda (+) atau (–). Jika bertanda (–) kurangkan sel dengan 10,
jika bertanda (+) jumlahkan sel dengan 10. Sehingga diperoleh hasil perbaikan
untuk loop sel �31seperti pada Gambar 4.13 (2) sebagai berikut:
Tahap 6
1. Pada Tabel 4.33 tambahkan kolom dan baris .
2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap
5 pada Tabel 4.33 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan
diambil 1 = 0.
3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk
setiap sel basis berlaku persamaan + = .
4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .
Tabel 4.33. Hasil Uji Optimalitas Tahap 5
Iterasi
bernilai negatif, artinya Tabel 4.33 sudah menghasilkan penyelesaian optimal
untuk permasalahan ini. Sehingga iterasi berhenti dan dapat dihitung biaya
Tabel 4.34. Alokasi dan Total Biaya Transportasi dengan Metode Least Cost -
4.4 Pengaruh Perubahan Posisi Penempatan Biaya Terhadap Hasil
Perhitungan
Selanjutnya akan ditinjau apakah biaya transportasi atau hasil perhitungan
berubah apabila posisi penempatan biaya diubah.
Posisi 1
Berikut merupakan tabel transportasi awal sebelum terjadi perubahan posisi
penempatan biaya:
Tabel 4.35. Tabel Awal Transportasi
Tabel 4.36. Hasil Awal dengan Metode Least Cost Posisi 1
Tabel 4.37. Hasil Optimal dengan Metode Stepping Stone Posisi 1
Posisi 2
Akan ditinjau apakah biaya transportasi atau hasil perhitungan berubah apabila
posisi penempatan biaya diubah misalnya posisi baris SA ditukar dengan baris SB
dan posisi baris SB ditukar dengan baris SA, sehingga tabel transportasi awal untuk
posisi 2 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.38. Tabel Transportasi Posisi 2
Tujuan
Untuk meninjau apakah perubahan posisi akan mempengaruhi hasil
perhitungan akhir, digunakan metode yang sama seperti contoh sebelumnya yakni
metode least cost untuk memperoleh penyelesaian awal, sedangkan untuk
memperoleh solusi optimalnya hanya digunakan metode stepping stone saja untuk
Tabel 4.39. Hasil Awal dengan Metode Least Cost Posisi 2
Tabel 4.40. Hasil Optimal dengan Metode Stepping Stone Posisi 2
Posisi 3
Akan ditinjau apakah biaya transportasi atau hasil perhitungan berubah apabila
posisi penempatan biaya diubah misalnya posisi kolom TB ditukar dengan kolom
TC dan posisi kolom TC ditukar dengan kolom TB.
Tabel 4.41. Tabel Transportasi Posisi 3
Tujuan
Untuk meninjau apakah perubahan posisi akan mempengaruhi hasil
perhitungan akhir, digunakan kembali metode yang sama seperti contoh
sebelumnya yakni metode least cost untuk memperoleh penyelesaian awal, dan
metode stepping stone untuk memperoleh solusi optimalnya, sehingga diperoleh:
Tabel 4.42. Hasil Awal dengan Metode Least Cost Posisi 3
Z = 5 (20) + 0 (70) + 0 (70) + 14 (5) + M (5) + 0 (10) + 0 (70) + 8 (0) + 15 (30)
= 100 + 0 + 0 + 70 + 5M + 0 + 0 + 0 + 450
= 620 + 5M
Tabel 4.43. Hasil Optimal dengan Metode Stepping Stone Posisi 3
Tujuan
Tabel 4.44 Biaya Transportasi untuk Posisi 1, 2 dan 3 (dalam ratus ribu rupiah)
Metode
Biaya Transportasi (Z)
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3
Least Cost 470 + 15M 710 + 5M 620 + 5M
4.5 Pembahasan
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa masalah transshipment dapat
diselesaikan dengan cara mentransformasikan terlebih dahulu bentuknya ke dalam
bentuk umum model transportasi sehingga selanjutnya dapat diselesaikan dengan
metode-metode transportasi. Untuk masalah transshipment tidak seimbang
dimana jumlah persediaan tidak sama dengan jumlah permintaan bisa diatasi
dengan menambahkan kolom semu (dummy) jika jumlah persediaan lebih kecil
dari jumlah permintaan, dan menambahkan baris semu (dummy) jika jumlah
permintaan lebih kecil dari jumlah persediaan barang. Biaya pengiriman untuk
tujuan semu (dummy) adalah 0 karena memang tidak terjadi pegiriman barang ke
tujuan semu (dummy), ini berguna untuk mempermudah penggunaan tabel
transportasi sehingga proses pencarian solusi awal dan uji optimalitas dapat
dilakukan.
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa penggunaan metode Least Cost -
Stepping Stone dan metode Least Cost - MODI akan menghasilkan biaya
transportasi minimum yang sama, akan tetapi dilihat dari jumlah iterasi, metode
MODI menghasilkan iterasi yang lebih sedikit yakni sebanyak 5 iterasi dari pada
metode Stepping Stone sebanyak 6 iterasi. Artinya penggunaan metode MODI
dalam permasalahan ini lebih efisien dari pada metode Stepping Stone. Metode
Stepping Stone mempunyai kelemahan dimana untuk memperoleh nilai indeks
perbaikan tiap-tiap sel kosong bagi pemecahan tertentu harus mencari loop-loop
untuk tiap sel kosong tersebut, sel kosong dengan nilai indeks perbaikan terbesar
(negatif terbesar) yang akan dipilih untuk iterasi selanjutnya. Ini justru akan
memperlama proses pengerjaan dan akan terasa membosankan. Sedangkan
metode MODI yang merupakan modifikasi dari metode Stepping Stone untuk
mencari nilai indeks perbaikan dari tiap sel kosong dapat dihitung tanpa harus
mencari loop-loop pada tiap sel kosong tersebut terlebih dahulu. Metode MODI
hanya memerlukan satu loop terpendek dari indeks perbaikan yang memiliki nilai
mudah dan efisien dibandingkan penggunaan metode Stepping Stone untuk
mencari solusi optimal dari suatu masalah transshipment tidak seimbang.
Berdasarkan Tabel 4.44 diketahui bahwa biaya transportasi (Z) pada posisi
1, 2, dan 3 dengan metode Least Cost akan menghasilkan biaya transportasi yang
berbeda-beda, artinya posisi penempatan biaya akan memberikan hasil akhir yang
beragam sehingga tidak dapat dipilih biaya transportasi mana yang terbaik dan
optimal. Dari hasil analisis penelitian diketahui hal yang menyebabkan terjadinya
perbedaan terhadap nilai biaya transportasi dalam metode Least Cost adalah
pemilihan dilakukan dengan memilih sel yang mempunyai biaya terendah, akibat
banyaknya biaya yang bernilai sama sehingga pemilihan dilakukan secara
sembarang. Besar kecilnya hasil akhir ditentukan dari cara pemilihan sel-sel
tersebut. Agar biaya transportasi minimum maka harus dioptimalkan kembali
dengan metode Stepping Stone atau metode MODI , pada Tabel 4.44 diketahui
bahwa metode Stepping Stone akan menghasilkan biaya transportasi yang sama
dan optimal walaupun posisi penempatan biaya diubah. Hal ini dikarenakan
metode Stepping Stone melakukan reivisi dengan mencari nilai indeks perbaikan
terbesar terhadap masing-masing sel. Oleh karena itu, dalam metode Stepping
Stone perubahan posisi penempatan biaya tidak akan mempengaruhi hasil akhir.
Sehingga metode ini dapat dijadikan pilihan untuk memberikan biaya transportasi
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Dari hasil uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Masalah transshipment tidak seimbang dapat diatasi dengan cara
menambahkan baris atau kolom dummy pada tabel transportasi.
2. Metode Least Cost - Stepping Stone dan metode Least Cost – MODI dapat
menyelesaikan masalah transshipment tidak seimbang.
3. Dalam permasalahan ini metode MODI ternyata lebih efisien dibandingkan
metode Stepping Stone akan tetapi pembahasan tentang metode ini tidak dapat
digeneralisir lebih efisien karena sangat bergantung pada masalah yang
dihadapi.
4. Kelemahan metode Stepping Stone terletak pada pencarian nilai indeks
perbaikan tiap-tiap sel kosong, yakni harus mencari loop terdekat untuk semua
sel kosong pada setiap iterasi.
5. Kelebihan metode MODI dibandingkan metode Stepping Stone yaitu nilai
indeks perbaikan dapat dicari tanpa harus mencari loop dari tiap-tiap sel
kosong, hanya membutuhkan satu loop yang didapat setelah menentukan sel
dengan indeks perbaikan terbesar.
6. Metode Least Cost akan menghasilkan biaya transportasi yang berbeda apabila
posisi penempatan biaya diubah, sedangkan dengan metode Stepping Stone
biaya transportasi akan tetap sama dan optimal apabila posisi penempatan
5.2Saran
1. Penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah transshipment
tidak seimbang ini hanya menggunakan metode Least Cost (LC) sebagai
penyelesaian awal dan metode Stepping Stone serta metode MODI sebagai
uji optimalitasnya, bagi penelitian selanjutnya dapat dicoba dengan
menggunakan metode transportasi lainnya.
2. Mengurangi batasan masalah dengan menambah biaya kerugian barang tak
terkirim, biaya penginapan, biaya kerusakan, dan lainnya.
3. Dapat dicoba untuk menyelesaikan masalah transshipment dengan fungsi
tujuan memaksimumkan.
4. Parameter yang digunakan menggunakan bilangan integer, untuk
penelitian selanjutnya dapat menggunakan parameter bilangan fuzzy ke
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1Riset Operasi
Masalah Riset Operasi (Operation Research) pertama kali muncul di Inggris
selama Perang Dunia II. Inggris mula-mula tertarik menggunakan metode
kuantitatif dalam pemakaian radar selama perang. Mereka menamakan
pendekatan itu sebagai Operation Research karena mereka menggunakan
ilmuwan (scientist) untuk meneliti (research) masalah-masalah operasional
selama perang. Ternyata pendekatan tersebut sangat berhasil dalam memecahkan
masalah operasi konvoi, operasi anti kapal selam, strategi pengeboman, dan
operasi pertambangan. Aplikasi ini menyebabkan Riset Operasi didefinisikan
sebagai: “Seni memenangkan perang tanpa berperang” (Jong Jek Siang, 2014).
Setelah Perang Dunia II berakhir, Riset Operasi yang lahir di Inggris ini
kemudian berkembang pesat di Amerika karena keberhasilan tim Riset Operasi
dalam bidang militer ini telah menarik perhatian orang-orang industri. Sedemikian
pesat perkembangannya sehingga kini Riset Operasi telah digunakan dalam
hampir seluruh bidang (Dimyati dan Dimyati, 2004:1).
Secara harfiah kata operation dapat didefinisikan sebagai
tindakan-tindakan yang diterapkan pada beberapa masalah atau hipotesa. Sementara kata
research adalah suatu proses yang terorganisasi dalam mencari kebenaran akan
masalah atau hipotesa tadi. Kenyatannya, sangat sulit mendefinisikan OR,
terutama karena batas-batasnya tidak jelas. OR memiliki bermacam-macam
penjelasan, namun hanya beberapa yang biasa digunakan dan diterima secara
umum (Mulyono, 2004:2).
Menurut Operation Research Society of Great Britain, operation research
pengolahan manajemen yang besar, baik yang menyangkut manusia, mesin,
bahan, dan uang dalam industri, bisnis, pemerintahaan, dan pertahanan.
Pendekatan ini menggabungkan dan menerapkan metode ilmiah yang sangat
kompleks dalam suatu pengelolaan manajemen dengan menggunakan
faktor-faktor produksi yang ada dan digunakan secara efisien dan efektif untuk
membantu pengambilan keputusan dalam kebijakan perusahaan. Definisi lain
menurut Operational Research Society of America (ORSA), operation research
berkaitan dengan pengambilan keputusan secara ilmiah dan bagaimana membuat
suatu model yang baik dalam merancang dan menjalankan sistem yang melalui
alokasi sumber daya yang terbatas. Inti dari beberapa kesimpulan di atas adalah
bagaimana proses pengambilan keputusan yan optimal dengan menggunakan alat
analisis yang ada dan adanya keterbatasan sumber daya (Andi Wijaya, 2013).
Riset Operasi adalah penerapan metode-metode ilmiah terhadap
masalah- masalah yang muncul dalam pengarahan dan pengelolaan dari suatu
sistem besar manusia, mesin, bahan dan uang industri, bisnis, pemerintahan
dan pertahanan. Pendekatan khusus ini bertujuan untuk membentuk suatu
model ilmiah dari sistem, mengabungkan ukuran-ukuran faktor-faktor seperti
kesempatan resiko, untuk meramalkan dan membandingkan hasil-hasil dari
beberapa keputusan, strategi atau pengawasan. Tujuannya adalah membantu
pengambilan keputusan menentukan kebijaksanaan dan tindakannya secara
ilmiah (Operational Research Society of Great Britian) (Mulyono, 2004:2).
Dalam riset operasional, masalah optimasi dalam pengambilan keputusan
diperoleh dengan menerapkan teknik matematika dan statistika. Model
matematika yang digunakan dalam metode riset operasional bersifat
menyederhanakan masalah dan membatasi faktor-faktor yang mungkin
berpengaruh terhadap suatu masalah. Jika riset operasi akan digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan, maka harus dilakukan lima langkah sebagai
berikut:
1. Memformulasikan persoalan.
3. Memformulasikan model matematis dari persoalan yang dihadapi.
4. Mengevaluasi model dan menggunakannya untuk prediksi.
5. Mengimplementasikan hasil studi. (Dimyati dan Dimyati, 2004:4)
2.2Program Linier
Program linear (Linear Programming yang disingkat LP) merupakan salah satu
teknik OR yang digunakan paling luas dan diketahui dengan baik. LP merupakan
metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk
mencapai tujuan tunggal seperti memaksimumkan keuntungan atau
meminimumkan biaya. LP banyak diterapkan dalam membantu menyelesaikan
masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain-lain. LP berkaitan dengan
penjelasan suatu dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri atas
sebuah fungsi tujuan linear dan sistem kendala linear (Mulyono, 2004: 13).
Program linear yang diterjemahkan dari Linear Programming (LP) adalah
suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang
terbatas diantara aktifitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin
dilakukan (Dimyati dan Dimyati, 2004:17).
George B. Dantzig diakui umum sebagai pioner LP, karena jasanya dalam
menemukan metode mencari solusi masalah LP dengan banyak variable
keputusan. Dantzig bekerja pada penelitian teknik matematik untuk memecahkan
masalah logistic militer ketika ia dipekerjakan oleh angkatan udara Amerika
Serikat selama Perang Dunia II. Penelitiannya didukung oleh ahli-ahli lain seperti:
J. Von Neumann, L. Hurwicz dan T. C. Koopmans, yang bekerja pada subyek
yang sama (Mulyono, 2004:14).
Menurut Frederick S. Hiller dan Gerald J. Lieberman, linier programming
merupakan suatu model matematis untuk menggambarkan masalah yang dihadapi.
fungsi-fungsi linier. Pemrograman merupakan sinonim untuk kata perencanaan . Dengan
demikian membuat rencana kegiatan-kegiatan untuk memperoleh hasil yang
optimal, ialah suatu hasil untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan cara
yang paling baik (sesuai dengan model matematis) diantara semua alternatif yang
mungkin.
Contoh untuk permasalahan yang memaksimumkan adalah masalah
keuntungan, sedangkan contoh untuk permasalahan meminimumkan adalah
masalah biaya, persediaan, dan lain-lain. Kendala-kendala yang sering dijumpai
adalah keterbatasan bahan mentah, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Kendala –
kendala ini dapat diekspresikan dalam bentuk sejumlah persamaan atau
pertidaksamaan linear dalam variabel atau peubahnya. Jadi fungsi yang akan
dioptimumkan merupakan suatu penyelesaian atatu solusi layak yang mempunyai
nilai fungsi tujuan yang dikehendaki. Nilai yang dikehendaki dapat berupa nilai
terbesar yaitu fungsi tujuan berupa nilai maksimum sedangkan nilai terkecil yaitu
fungsi tujuan berupa nilai minimum.
2.3Persoalan Transportasi
Persoalan transportasi pertama kali diformulasikan sebagai suatu prosedur khusus
untuk mendapatkan program biaya minimum dalam mendistribusikan unit yang
homogen dari suatu produk atas sejumlah titik penawaran (sumber) ke sejumlah
titik permintaan (tujuan). Semua ditempatkan pada sumber dan tujuan yang
berbeda secara geografis (Aminudin, 2008).
Adapun menurut Jong Jek Siang, Masalah transportasi merupakan masalah
yang sering dihadapi dalam pendistribusian barang. Misalkan ada buah gudang
(sumber) yang masing-masing memiliki 1, 2, …, buah barang yang sama.
Barang-barang tersebut hendak dikirimkan ke buah toko (tujuan) yang masing -
berbeda, maka biaya pengiriman dari suatu sumber ke suatu tujuan tidaklah sama.
Misalkan, adalah biaya pengiriman sebuah barang dari sumber ke tujuan .
Masalahnya adalah bagaimana menentukan pendistribusian barang dari sumber
sehingga semua kebutuhan tujuan terpenuhi tetapi dengan biaya yang seminimum
mungkin.
Suatu masalah transportasi dikatakan seimbang (balanced program) apabila
jumlah penawaran sama dengan jumlah permintaan. Dapat dituliskan:
=1 =
=1
Suatu masalah transportasi dapat dimodelkan secara matematis, yaitu dengan
membentuk fungsi tujuan. Fungsi tujuan tersebut menunjukkan biaya transportasi
dari sumber ke tujuan , maka model program linier untuk permasalahan
transportasi dapat diformulasikan sebagai berikut.
Fungsi tujuan :
� = �
=1 =1
Dengan kendala :
� =1
= ; = 1,2,…,
� = ; = 1, =1
2,…,
� 0 untuk semua dan Keterangan:
= biaya transportasi per unit barang dari sumber ke tujuan
= jumlah barang yang ditawarkan atau kapasitas dari sumber
= jumlah barang yang diminta atau dipesan oleh tujuan
= banyaknya sumber
= banyaknya tujuan
Bentuk umum dari tabel transportasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Bentuk Umum Tabel Transportasi
Tujuan
Langkah-langkah penyelesaian model transportasi ini adalah sebagai berikut:
1. Mencari penyelesaian awal pada variabel dasar.
Ada beberapa metode untuk menentukan solusi awal. Tiga dari metode yang
dikenal yaitu:
a. Metode North West Corner
b. Metode Least Cost
c. Metode Vogel’s Approximation Method (VAM)
Setelah didapat penyelesaian awal, maka langkah berikutnya adalah
memeriksa kembali apakah penyelesaian yang didapat sudah optimal atau
belum. Tujuan dari evaluasi ini adalah menentukan ada tidaknya pengiriman
dari sumber ke tujuan yang lebih baik. Terdapat 2 metode yang dapat
digunakan untuk menentukan solusi optimal yaitu:
a. Metode Modified Distribution Method (MODI)
b. Metode Stepping Stone
3. Jika penyelesaian belum optimal maka dilanjutkan dengan langkah iterasi
yaitu menentukan basis feasible yang baru dari variabel dasar yang masuk
dan keluar.
2.4Persoalan Transshipment
Model Transshipment merupakan perluasan dari masalah transportasi. Dimyati
dan Dimyati (2004:146) mengatakan, Model transshipment adalah model
transportasi yang memungkinkan dilakukannya pengiriman barang (komoditas)
secara tidak langsung, dimana barang dari suatu sumber dapat berada pada sumber
lain atau tujuan lain sebelum mencapai tujuan akhirnya. Pada model
transshipment ini titik perantara dapat berperan sebagai sumber sekaligus sebagai
tujuan. Dengan kata lain, proses pendistribusian barang dari suatu sumber ke
sumber tujuan harus melalui agen terlebih dahulu.
Sumber Titik Perantara Tujuan
Gambar 2.1 Contoh Gambar Sumber, Titik Perantara, dan Tujuan 6 3
4
5 1
7
2
Pada gambar diatas, titik 1 dan titik 2 merupakan sumber; titik 3, 4, dan 5
merupakan titik perantara dan titik 6, 7, dan 8 merupakan titik tujuan. Dapat
dilihat bahwa titik perantara dapat bertindak sebagai sumber maupun tujuan.Titik
3, 4, dan 5 merupakan titik tujuan untuk titik 1 dan 2. Akan tetapi untuk titik 6, 7,
dan 8 titik 3, 4, dan 5 akan bertindak sebagai sumber.
Adapun model matematika dari masalah transshipment adalah sebagai
berikut:
= biaya transportasi per unit barang dari sumber ke tujuan
� = jumlah barang yang didistribusikan dari sumber ke tujuan = jumlah barang yang ditawarkan atau kapasitas dari sumber
= jumlah barang yang diminta atau dipesan oleh tujuan
= banyaknya sumber
= banyaknya tujuan
= sumber ke
2.5 Penyelesaian Persoalan Transsshipment
Seperti masalah transportasi, tujuan transshipment adalah mengatur pengiriman
barang agar biaya seminimum mungkin. Penyelesaian dilakukan dengan
mengubah masalah transshipment menjadi masalah transportasi dan kemudian
menyelesaikannya dengan algoritma model transportasi.
Transformasi masalah transshipment ke masalah transportasi meliputi
beberapa bagian, antara lain (Jong Jek Siang, 2014):
1. Menyeimbangkan tabel. Teliti apakah jumlah persediaan barang (node
bertanda +) sama dengan jumlah permintaan (node bertanda −). Jika belum
sama maka tabel harus diseimbangkan dengan menambahkan sumber/tujuan
semu (dummy).
2. Tentukan titik yang merupakan titik sumber, titik tujuan, dan titik perantara.
Titik sumber adalah titik yang hanya bisa mengirimkan barang dan tidak bisa
menerima barang. Sebaliknya, titik tujuan adalah titik yang hanya bisa
menerima barang dan tidak bisa mengirimkan barang. Titik perantara adalah
titik yang bisa mengirimkan sekaligus menerima barang. Sumber dalam
masalah transportasi yang sesuai adalah gabungan dari sumber tujuan dan
titik perantara, sedangkan tujuan merupakan gabungan dari tujuan dan titik
perantara dalam masalah transshipment.
3. Tentukan jumlah persediaan dan permintaan tiap titik.
Misalkan dalam masalah transshipment mula-mula, adalah persediaan titik
dan adalah permintaan titik .
= =
Maka dalam masalah transportasi, titik sumber memiliki persediaan sebesar
Jika ada jalur langsung dari ke .
= 0 Jika = .
M Jika tidak ada jalur langsung dari ke .
2.5.1 Penyelesaian Feasible Awal
Penyelesaian feasible awal digunakan untuk menentukan penyelesaian awal dalam
masalah transportasi maupun masalah transshipment yang telah ditransformasikan
ke masalah transportasi. Ada beberapa metode yang biasa digunakan antara lain
metode North West Corner, metode Least Cost dan metode Vogel’s
Approximation (VAM). Namun dalam tulisan ini penulis menggunakan metode Least Cost dalam mencari penyelesaian feasible awal.
Jika tabel transportasi terdiri dari baris dan kolom, maka penyelesaian
awal harus memenuhi + −1 buah variabel basis (sel yang terisi). Jika penyelesaian awalnya berisi kurang dari + −1 buah variabel basis maka harus ditambahkan variabel dummy agar proses pengecekan keoptimalan dan
iterasi dapat dilakukan.
2.5.1.1 Metode North West Corner
Metode North West Corner (disingkat metode NWC) dalam bahasa Indonesia
disebut metode sudut barat laut merupakan metode dimana untuk mengisi tabel
awal transportasi dimulai dari sisi barat laut (kiri atas) dengan kuantitas
sebanyak-banyaknya disesuaikan dengan jumlah demand dan supply dari baris
dan kolom sampai semua kapasitas terpenuhi.
Prosedur metode ini adalah sebagai berikut:
2. Dimulai dari sel pada sudut kiri atas yang diisi dengan angka
sebanyak-banyaknya yang disesuaikan dengan kapasitas dan permintaan.
3. Lakukan langkah yang sama pada langkah (2) untuk mengisi sel-sel lain yang
disesuaikan dengan kapasitas dan permintaan sampai seluruh kapasitas dan
permintaan terpenuhi.
2.5.1.2Metode Least Cost
Metode Least Cost (disingkat metode LC) dalam bahasa Indonesia disebut metode
biaya terendah. Menurut Jong Jek Siang (2014), prinsip dasar penyelesaian awal
dengan metode Least Cost tidak jauh berbeda dengan metode North West Corner.
Hanya saja pengisian tidak dilakukan dari sisi barat laut, tetapi dari sel yang biaya
pengirimannya terkecil. Pada sel tersebut diisi barang sebanyak mungkin. Jika ada
beberapa sel yang biaya terkecilnya sama, maka dipilih sembarang.
Metode Least Cost sering juga disebut metode greedy karena sifatnya
yang selalu memulai penyelesaian awal dari biaya yang terkecil tanpa
memperhitungkan efeknya terhadap keseluruhan proses. Meskipun selalu dimulai
dari sel yang biayanya terkecil, namun metode Least Cost belum tentu
menghasilkan penyelesaian optimal. Sehingga untuk melihat ke optimalannya
harus dilakukan uji keoptimalan sehingga didapat biaya yang seminimum
mungkin.
Secara logis, hasil yang diperoleh dengan metode Least Cost akan lebih
baik dibandingkan dengan metode North West Corner karena pengisian dengan
metode North West Corner tidak mempertimbangkan biaya pengiriman pada sel
yang bersangkutan. Akibatnya, total biaya pengiriman akan cenderung tidak
optimal .
Langkah-langkah metode Least Cost adalah sebagai berikut:
2. Alokasi dimulai dengan mengisi sel pada biaya terendah dengan kuantitas
sebanyak-banyaknya yang disesuaikan dengan kapasitas (supply) dan
permintaan (demand).
3. Lakukan langkah yang sama seperti langkah (2) untuk mengisi sel-sel lain
yang disesuaikan dengan kapasitas dan permintaan sampai seluruh kapasitas
terpenuhi.
2.5.1.3Metode Vogel’s Approximation (VAM)
Perhitungan penyelesaian awal dengan Vogel lebih rumit dibandingkan kedua
metode sebelumnya. Akan tetapi biasanya lebih mendekati penyelesaian optimal.
Algoritma Vogel untuk menentukan penyelesaian feasible awal masalah
transportasi menurut Jong Jek Siang adalah sebagai berikut:
1. Pada tiap baris dan kolom, hitunglah selisih 2 sel dengan biaya yang terkecil.
2. Tentukan baris/kolom hasil langkah (1) yang selisihnya terbesar. Jika terdapat
lebih dari 1, pilihlah sembarang.
3. Pada baris/kolom yang terpilih, isikan barang semaksimum mungkin pada sel
dengan biaya terkecil. Hapuskan baris/kolom yang dihabiskan karena
pengisian tersebut pada perhitungan berikutnya. Jika baris dan kolom
terhapus bersamaan, tambahkan sebuah variabel dummy.
4. Ulangi langkah (1) – (3) hingga semua permintaan/persediaan habis.
2.5.2 Pengujian Optimalitas
Setelah tabel awal transportasi dibuat (dengan sembarang metode), langkah
berikutnya adalah menguji apakah tabel tersebut sudah optimal. Hal ini
dikarenakan solusi awal belum menjamin biaya transportasi telah optimal, untuk
itu diperlukan pengujian lebih lanjut yang dilakukan dengan menggunakan uji