• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Masalah Transshipment Tidak Seimbang Menggunakan Metode Least Cost - Stepping Stone dan Metode Least Cost - MODI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Masalah Transshipment Tidak Seimbang Menggunakan Metode Least Cost - Stepping Stone dan Metode Least Cost - MODI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Nilai Baris ui dan Kolom vj untuk Tabel 4.32

ui vj

u1 =c11−v1=5−0=5

u2=c21−v1=0−0=0

u3=c31−v1=14−0=14

u4=c41−v1=3−0=3

u5=c53−v3=6−(−3)=9

v1=0

v2=c32−u3=0−14=−14

v3=c43−u4=0−3=−3

v4=c24−u2=4−0=4

v5=c35−u3=0−14=−14

Nilai Baris ui dan Kolom vj untuk Tabel 4.33

ui vj

u1 =c11−v1=5−0=5

u2=c21−v1=0−0=0

u3=c33−v3=10−(−3)=13

u4=c41−v1=3−0=3

u5=c53−v3=6−(−3)=9

v1=0

v2=c32−u3=0−13=−13

v3=c43−u4=0−3=−3

v4=c24u2=4−0=4

(3)

Lampiran 2. Indeks perbaikan untuk setiap tabel iterasi dari metode MODI

Catatan: Indeks Perbaikan yang berwarna abu-abu pada masing-masing tabel

adalah indeks perbaikan terpilih untuk masuk ke iterasi selanjutnya.

Indeks Perbaikan untuk Tabel 4.28 Sel X12 = k12 = c12−u1−v2 = 3+9 = 12

(4)

Indeks Perbaikan untuk Tabel 4.30

(5)

Indeks Perbaikan untuk Tabel 4.32

(6)

Lampiran 3. Tahapan Penyelesaian Fisibel Awal dengan Metode Least Cost

Untuk Posisi 2

Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan

(7)

Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan

Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan

(8)

Iterasi Ke 7 Tujuan Persediaan

Iterasi Ke 8 Tujuan Persediaan

(9)

Lampiran 4. Tahapan Uji Optimalitas dengan Metode Stepping Stone

Untuk Posisi 2

Iterasi Ke 0 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 0

(10)

Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 1

Sel X12= 14−0+14−0 = 28 Sel X35 = 0−14+5−0 = −9

(11)

Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 2

(12)

Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 3

Sel X12= 14−0+14−0 = 28 Sel X34= M−8+0−10 = M−8

(13)

Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 4

(14)

Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 5

(15)

Lampiran 5. Tahapan Penyelesaian Fisibel Awal dengan Metode Least Cost

Untuk Posisi 3

Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan

TC TB TD TF TG

Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan

TC TB TD TF TG

Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan

(16)

Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan

Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan

TC TB TD TF TG

Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan

(17)

Iterasi Ke 7 Tujuan Persediaan

Iterasi Ke 8 Tujuan Persediaan

(18)

Lampiran 6. Tahapan Uji Optimalitas dengan Metode Stepping Stone

Untuk Posisi 3

Iterasi Ke 0 Tujuan Persediaan

TC TB TD TF TG

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 0

(19)

Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 1

(20)

Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 2

(21)

Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 3

(22)

Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan

Indeks Perbaikan Iterasi Ke 4

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, D.H. dan Rahmadi, Y.E. 2004. Riset Operasional Konsep-Konsep

Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Aminudin. 2008. Prinsip-prinsip Riset Operasi. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta: Erlangga.

Bronson, Richard. 1993. [Teori dan Soal-soal Operations Research][dalam bahasa Indonesia]. G. Hutauruk. PT. Gelora Aksara Pratama. Erlangga

Dimyati, T.T. & Dimyati, A. 2004. Operations Research; Model-model

pengambilan keputusan , Bandung Sinar Baru Algensindo.

Hillier, Frederick S. and Gerald J. Lieberman. 2015. Introduction To Operations

Research, Tenth Edition. USA: McGraw-Hill Education.

Mulyono, Sri. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Pandian, P. and Natarajan, G. 2010. A new method for finding an optimal solution for transportation problems. International Journal of Mathematical

Sciences and Engineering Applications. 4: 59-65.

Pandian, P. and Rajendran, P. 2012. Solving Fully Interval Transhipment Problems. International Mathematic Forum.7: 2027-2035.

Purba, Erick Doorka. 2014. Metode Vogel’s Approximation (VAM) dan Modified

Distribution (MODI) untuk Menyelesaikan Transshipment Problem.

[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana.

Siagian, P. 2006. Penelitian Operasional: Teori dan Praktek. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Siang, Jong Jek. 2014. Riset Operasi dalam Pendekatan Algoritmis. Yogyakarta: Andi Offset

Simbolon, Lolyta Damora. 2013. Aplikasi Metode Transportasi Dalam Optimasi

Biaya Distribusi Beras Miskin (RASKIN) Pada Perum Bulog Sub Divre Medan. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana

Subagyo, P., Asri, Marwan. dan Handoko, T. Hani. 2013. Dasar-Dasar Operation

Research. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

(24)

Binarupa Aksara. Jakarta.

Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Erlangga. Jakarta.

Taylor, Bernard W. 2013. Introduction to Management Science, Eleventh Edition. USA: Prentice Hall.

Wijaya, Andi. 2013. Pengantar Riset Operasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Wijayanti, Devie Kurnia. 2011. Aplikasi Metode Transportasi dengan Program

Solver Dalam Meminimumkan Pengiriman Produk (Studi Kasus: PT. Raja Tunggal). [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang, Program

(25)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Kerangka Pemikiran

Gambar 3.1. Kerangka Berpikir Penelitian Optimum

Biaya Distribusi Metode Stepping Stone

Uji Optimalitas Metode LC Penyelesaian

Awal

Metode Transportasi

Masalah Transportasi

Masalah Optimisasi Pendistribusian

Masalah Transshipment

Transshipment Tidak Seimbang

Metode NWC Metode VAM

Metode MODI

Transshipment Seimbang

(26)

3.2Gambaran Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian literatur yang bersifat studi kepustakaan untuk

menganalisa, mengkaji dan menelaah buku, jurnal, karya ilmiah dan tulisan

lainnya mengenai masalah transshipment kemudian memberikan contoh yang

relevan tentang permasalahan transshipment tidak seimbang.

Dalam penelitian ini akan dikaji tentang bagaimana menyelesaikan masalah

transshipment tidak seimbang dengan menggunakan metode Least Cost sebagai

penyelesaian awal dan menggunakan metode Stepping Stone untuk pencarian

solusi optimal atau uji optimalitas. Selanjutnya Peneliti menggunakan metode

Least Cost sebagai penyelesaian awal dan menggunakan metode MODI untuk

pencarian solusi optimal atau uji optimalitas, yang nantinya bertujuan untuk

membandingkan metode Stepping Stone dan metode MODI, sehingga dapat

diketahui metode mana yang lebih baik untuk mencari solusi optimal dari sebuah

masalah transshipment tidak seimbang.

3.3Metode Penyelesaian

Penelitian ini menggunakan metode Least Cost - Stepping Stone untuk

menyelesaikan permasalahan transshipment tidak seimbang serta menggunakan

metode Least Cost - MODI untuk perbandingan uji optimalitas. Adapun tahapan

(27)

Tahapan Penyelesaian Masalah Transshipment Tidak Seimbang

Gambar 3.2 Tahapan Penyelesaian Masalah Transshipment Tidak Seimbang

dengan Metode Least Cost - Stepping Stone dan Metode Least Cost - MODI Transformasi Masalah

Transshipment Tidak Seimbang

Pencarian Solusi Awal dengan Metode Least Cost

Hitung Biaya Transportasi Mulai

Selesai Tabel Awal Transportasi

Hasil Awal dengan Metode

Least Cost

Berhenti Uji Optimalitas

dengan Metode

Stepping Stone & MODI

Ya

Revisi Hasil Revisi

(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Masalah Transshipment

Masalah transshipment merupakan masalah transportasi yang sering dihadapi

dalam pendistribusian suatu komoditi homogen dari buah sumber ke tujuan,

yang pendistribusiannya tidak harus dilakukan secara langsung, tetapi bisa melalui

titik transit (gudang) terlebih dahulu, disini titik transit berperan sebagai titik

perantara atau dapat dikatakan melewati agen terlebih dahulu sebelum sampai ke

tempat tujuan. Hal ini disebabkan adanya permintaan barang pada beberapa

tempat yang jaraknya jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pendistribusian

secara langsung atau biaya pendistribusian secara langsung lebih mahal

dibandingkan bila melalui titik transit terlebih dahulu.

Banyak rute yang dapat ditempuh untuk mendistribusikan barang ke

tempat-tempat tujuan dan masing-masing rute memiliki biaya pendistribusian yang

berbeda. Besarnya biaya pendistribusian dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu

jumlah barang yang akan diangkut dan biaya angkut per unit. Suatu perusahaan

pastinya menginginkan semua permintaan barang dapat terpenuhi dan

memperoleh biaya pendistribusian yang seminimum mungkin sehingga diperlukan

adanya pengalokasian barang yang tepat.

Dalam masalah transshipment titik-titik perantara dapat berperan sebagai

sumber maupun tujuan, misalnya sebuah pabrik yang memproduksi pupuk ingin

mengirimkan pupuk ke berbagai distributor di Indonesia akan tetapi sebelum

sampai ke distributor harus melalui beberapa gudang terlebih dahulu. Disini

pabrik berperan sebagai sumber, dan distributor sebagai tujuan, sedangkan gudang

berperan sebagai titik perantara yang dapat sekaligus berperan sebagai sumber

maupun tujuan artinya gudang merupakan tujuan dari pabrik dan gudang

(29)

4.2Model Transshipment

Model Transshipment merupakan perluasan dari model transportasi dimana

sambungan titik-titik transshipment ditambahkan diantara sumber dan tujuan.

Sebuah contoh titik transshipment yakni sebuah pusat distribusi atau gudang yang

berlokasi diantara pabrik (sumber) dan toko (tujuan). Dalam masalah

transshipment, barang atau komoditi didistribusikan dari sumber melalui titik transshipment ke titik tujuan, dari satu sumber ke sumber lainnya, dari satu titik transshipment ke titik transshipment lainnya, dari satu tujuan ke tujuan lainnya,

atau langsung dari sumber ke tujuan, atau kombinasi beberapa alternatif tersebut.

Asumsi-asumsi pada masalah transshipment tidak seimbang:

1. Titik perantara dapat bertindak sebagai sumber maupun tujuan.

2. Banyaknya kapasitas persediaan dan permintaan ditentukan sebagai berikut:

a. Persediaan pada titik sumber sejati = Persediaan pada sumber itu.

b. Persediaan pada titik perantara = Persediaan di titik itu + jumlah total

persediaan/permintaan.

c. Permintaan pada titik tujuan sejati = Permintaan pada tujuan itu.

d. Permintaan pada titik perantara = Permintaan di titik itu + jumlah total

persediaan/permintaan.

3. Jika total persediaan lebih besar dari total permintaan perlu di tambahkan

kolom dummy pada tabel awal dengan biaya pendistribusian 0.

4. Jika total permintaan lebih besar dari total persediaan perlu di tambahkan

(30)

4.3Contoh Masalah Transshipment Tidak Seimbang

Sebuah industri kayu mendapatkan pesanan tiap bulannya dari kota B dan kota F

untuk memasok balok kayu jenis tertentu masing-masing sejumlah 25 dan 35 ton.

Industri tersebut mempunyai 3 buah gudang yang terletak di kota A, kota C dan

kota E dengan kapasitas persediaan masing-masing adalah 20, 20, dan 30 ton

balok kayu. Pengusaha industri kayu tersebut ingin membuat alokasi pengiriman

barang sehingga diperoleh biaya transportasi seminimum mungkin. Pengiriman

bisa dilakukan secara langsung atau melalui titik transit di kota D terlebih dahulu,

dengan biaya pengiriman diantara kota terlihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Biaya Pendistribusian Kayu (dalam ratus ribu rupiah)

Dari Kota

Ke Kota

A B C D E F

A − 5 3 3 − −

B − − 14 3 − 4

C − 14 − 10 − −

D − 3 10 − − 8

E − − − 6 − 15

F − − − − − −

Biaya pengiriman balok kayu dari satu kota ke kota lainnya berbeda-beda,

berikut merupakan jalur transportasi barang yang dapat dilihat pada Gambar 4.1

sebagai berikut:

(31)

+20

3 14

+20 10 14 −25

5

10 3

3 3 4

6 8

15

Sumber: Siang, Jong Jek (2014:231)

+30 −35

Gambar 4.1 Jaringan transportasi untuk rute pengiriman balok kayu

Jumlah persediaan dari masing-masing kota sumber adalah sebagai berikut:

Kota A = 20

Kota C = 20

Kota E = 30

+

Total 70 ton

Jumlah permintaan dari masing-masing kota tujuan adalah sebagai berikut:

Kota-B = 25

Kota-F = 35

+

Total 60 ton

Terlihat bahwa jumlah persediaan ≠ jumlah permintaan. Berarti masalah belum seimbang, karena terdapat kekurangan permintaan sebesar 70−60 = 10 ton untuk menyeimbangkan tabel transportasi, maka ditambahkan permintaan semu

(dummy) atau kolom dummy (kota G) sebesar 10 ton. Sedangkan apabila terjadi

C

A B

D

(32)

kekurangan persediaan, maka ditambahkan persediaan dummy atau baris dummy

sebesar jumlah kekurangan.

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa titik yang merupakan sumber adalah titik

A dan titik E. Titik sumber adalah titik yang hanya dapat mengirimkan barang dan

tidak dapat menerima barang. Dalam Gambar 4.1 titik sumber ditandai dengan

adanya panah keluar dari titik tersebut tanpa adanya panah masuk.

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa titik yang merupakan tujuan adalah titik F

dan titik G (dummy). Titik tujuan adalah titik yang hanya dapat menerima barang

dan tidak dapat mengirim barang. Dalam Gambar 4.1 titik tujuan ditandai dengan

adanya panah masuk dari titik tersebut tanpa adanya panah keluar.

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa titik yang merupakan perantara adalah

titik B, titik C, dan titik D. Titik perantara adalah titik yang dapat menerima

barang dan dapat mengirim barang. Dalam Gambar 4.1 titik tujuan ditandai

dengan adanya panah masuk dan panah keluar dari titik tersebut.

Sumber dalam masalah transportasi yang sesuai adalah gabungan dari titik

sumber dan titik perantara, sehingga dalam contoh ini diperoleh 5 buah baris

sumber yakni SA, SB, SC, SD, dan SE.

Sedangkan tujuan dalam masalah transportasi yang sesuai adalah

gabungan dari titik tujuan dan titik perantara, sehingga dalam contoh ini diperoleh

(33)

Tabel 4.2 Jumlah Persediaan Kayu di Tiap Titik

Jumlah Persediaan Keterangan

SA = 20 Merupakan titik sumber dengan persediaan kayu sebanyak 20 ton.

SB = 0 + 70 = 70 Mulanya tidak ada persediaan kayu pada titik B + 70 ton karena merupakan perantara sehingga perlu ditambahkan total persediaan/permintaan.

SC = 20 + 70 = 90 Mulanya ada persediaan barang sebanyak 20 ton pada titik C + 70 ton karena merupakan perantara.

SD = 0 + 70 Mulanya tidak ada persediaan kayu pada titik D + 70 ton karena merupakan perantara.

SE = 30 Merupakan titik sumber dengan persediaan barang sebanyak 30 ton.

Tabel 4.3 Jumlah Permintaan Kayu di Tiap Titik

Jumlah Permintaan

Keterangan

TB = 25 + 70 = 95 Mulanya titik B membutuhkan 25 ton kayu + 70 ton karena merupakan perantara.

TC = 0 + 70 = 70 Mulanya tidak ada permintaan kayu pada titik itu + 70 ton karena merupakan perantara sehingga perlu ditambahkan total persediaan/permintaan.

TD = 0 + 70 = 70 Mulanya tidak ada permintaan kayu pada titik D + 70 ton karena merupakan perantara.

TF = 35 + 0 = 35 Mulanya titik F membutuhkan 35 ton kayu + 70 ton karena merupakan perantara.

TG = 10 Merupakan titik tujuan semu dengan permintaan sebanyak 10 ton.

Selanjutnya dapat dibuat tabel transportasi yang sesuai untuk contoh

masalah transshipment dimana SA, SB, SC, SD, dan SE merupakan sumber dan TB,

TC, TD, TF dan TG merupakan tujuan. Biaya transportasi masing-masing sel untuk

jalur langsung yang ada misalnya dari SA ke SB biaya transportasinya tertera pada

(34)

transportasinya sebesar M (M = 10000 atau bilangan positif terbesar) artinya biaya

transportasi bisa melebihi dari perkiraan, sedangkan biaya transportasi ke titik itu

sendiri (misal SA ke SA) dan biaya transportasi ke tujuan atau sumber dummy

(misal SA ke SG) adalah 0.

Tabel 4.4 Tabel Awal Transportasi dengan Biaya Transportasinya

Sumber Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

4.3.1 Penyelesaian Feasible Awal dengan Metode Least Cost

1. Dari tabel awal transportasi yang sudah disusun, mulai dengan mengisi sel

pada biaya transportasi terendah dengan angka sebanyak-banyaknya yang

disesuaikan dengan persediaan dan permintaan. Karena biaya terendah adalah

0 dan banyak sel yang mempunyai biaya transportasi 0 maka pengisian bisa

dilakukan sembarang. Dipilih sel �55 untuk dialokasikan sebanyak 10 ton,

sehingga kolom TG sudah terpenuhi (arsir kolom/baris yang sudah terpenuhi)

(35)

Tabel 4.5 Hasil Tahap 1

Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

nantinya akan terjadi kekurangan variabel basis. Untuk itu ditambahkan

variabel basis dummy pada sembarang sel di baris SD atau di kolom TD, misal

sel �42 = 0 seperti pada Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Hasil Tahap 2

Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan

(36)

maksimum barang yang diisikan pada sel ini adalah sebanyak �32 = 70

sehingga dengan pengisian ini kolom TC terpenuhi permintaannya sementara

baris SC tersisa 20.

Tabel 4.7 Hasil Tahap 3

Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

diisikan pada sel ini adalah sebanyak �21 = 70 sehingga dengan pengisian ini

persediaan barang pada baris SB habis sementara permintaan barang kolom TB

kurang 25.

Tabel 4.8 Hasil Tahap 4

Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

5. Dengan melihat Tabel 4.8 kembali pilih sel dengan biaya terendah yang belum

(37)

melihat permintaan dan persediaannya jumlah maksimum barang yang

diisikan pada sel ini adalah sebanyak �12 = 20 sehingga dengan pengisian ini

persediaan barang pada baris SA habis sementara permintaan barang kolom TB

kurang 5.

Tabel 4.9 Hasil Tahap 5

Iterasi Ke 5 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

6. Dengan melihat Tabel 4.9 pilih sel dengan biaya terendah yang belum terarsir,

Sel �31 adalah biaya terendah berikutnya dengan 31 = 14, dengan melihat

permintaan dan persediaannya jumlah maksimum barang yang diisikan pada

sel ini adalah sebanyak �31 = 5 sehingga dengan pengisian ini permintaan

barang pada kolom TB terpenuhi.

Tabel 4.10 Hasil Tahap 6

Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan

(38)

7. Dengan melihat Tabel 4.10 pilih sel dengan biaya terendah yang belum

terarsir, Sel �54 adalah biaya terendah berikutnya dengan 54 = 15,

jumlah maksimum barang yang diisikan pada sel �54 adalah sebanyak

�54 = 20 sehingga dengan pengisian ini persediaan barang pada baris SE habis.

Tabel 4.11 Hasil Tahap 7

Iterasi Ke 7 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

(bilangan positif terbesar), jumlah maksimum barang yang diisikan pada sel

ini adalah sebanyak �34 = 15 sehingga dengan pengisian ini permintaan

barang pada kolom TF terpenuhi, sekaligus seluruh permintaan terpenuhi dan

diperoleh tabel penyelesaian awal dengan metode Least Cost.

Tabel 4.12 Hasil Tahap 8

Iterasi Ke 8 Tujuan Persediaan

(39)

4.3.2 Uji Optimalitas dengan Metode Stepping Stone

Dengan menggunakan tabel pemecahan awal dilakukan pengujian optimalitas

menggunakan metode Stepping Stone untuk meminimumkan biaya transportasi.

Sebelum dilakukan pengujian, harus dipastikan tidak terdapat degenerasi dan

redundansi dengan syarat sel yang terisi harus ada + −1 ( = banyak

sumber dan = banyak tujuan) buah sel basis. Pada Tabel 4.13 terlihat bahwa sel

yang terisi sudah ada 9 buah sel basis, sehingga pada kasus ini tidak terjadi

degenerasi maupun redundansi oleh karena itu uji optimalitas dapat dilakukan.

Tahap 1

Dari Tabel 4.13 pilih sel-sel yang masih kosong untuk mencari nilai indeks

perbaikannya. Nilai indeks perbaikan dicari dengan melakukan loncatan searah

jarum jam dengan pijakannya berupa sel basis (sel basis adalah sel yang terisi

barang) sehingga terbentuk sebuah loop terdekat yang memungkinkan untuk

kembali ke sel semula dengan memuat tanda (+) dan (−) secara bergantian pada

setiap sudut sel dari loop tersebut, dimulai dengan tanda (+) pada sel kosong

terpilih.

Misalnya, sel X12 dengan loop terdekatnya adalah +�12− �32+�11,

indeks perbaikannya didapat dengan menjumlahkan tiap-tiap biaya sel pada loop

yang terbentuk. Setelah semua sel-sel bukan basis (kosong) dievaluasi dan didapat

nilai indeks perbaikannya selanjunya dilihat apakah masih ada nilai yang < 0.

Jika tidak ada, maka pemecahan awal sudah optimal akan tetapi bila masih ada

nilai yang negatif pilih sel yang mempunyai nilai negatif terbesar (artinya

(40)

Tabel 4.13. Pemecahan awal dengan metode Least Cost

Iterasi Ke 0 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

Tabel 4.14. Indeks Perbaikan untuk Sel kosong Tabel 4.13

Indeks Perbaikan

terbesar (negatif terbesar) untuk dilakukan perubahan alokasi pada sel yang

terlibat dalam penghitungan indeks.

(1) (2)

Gambar 4.2. Loop Pada Sel �44 (1) dan Hasil Perbaikan Sel �44 (2)

Perbaikan sel dilakukan dengan cara mengalokasikan jumlah barang

(41)

Pada gambar 4.2 (1) terlihat bahwa sel bertanda negatif yang memiliki jumlah

Tabel 4.15. Hasil Perbaikan Tahap 1

Iterasi Ke 1 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

melihat apakah hasil perbaikan Tahap 1 sudah memberikan biaya transportasi

yang optimal. Lakukan langkah yang sama seperti Tahap 1.

Tabel 4.16. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.15

(42)

Ternyata masih ada sel dengan indeks perbaikan bernilai negatif, maka harus

dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar yakni sel

�35.

(1) (2)

Gambar 4.3. Loop Pada Sel X35 (1) dan Hasil Perbaikan Sel X35 (2)

Tahap 3

Tabel 4.17. Hasil Perbaikan Tahap 2

Iterasi Ke 2 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

apakah hasil perbaikan Tahap 2 sudah memberikan biaya transportasi yang

(43)

Tabel 4.18. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.17

harus dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar

yakni sel �33.

(1) (2)

Gambar 4.4. Loop Pada Sel �33 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �33 (2)

Tahap 4

Tabel 4.19. Hasil Perbaikan Tahap 3

Iterasi Ke 3 Tujuan Persediaan

(44)

Kembali ke langkah evaluasi sel kosong pada Tabel 4.19 untuk melihat apakah

hasil Tahap 3 sudah memberikan biaya transportasi yang optimal atau belum.

Tabel 4.20. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.19

Indeks Perbaikan

harus dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar.

Pada Tabel 4.20 terlihat ada dua buah sel yang punya nilai indeks yang sama,

sehingga cukup dengan memilih salah satunya, misalnya dipilih �41.

(45)

Tahap 5

Tabel 4.21. Hasil Perbaikan Tahap 4

Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

apakah hasil perbaikan Tahap 4 sudah memberikan biaya transportasi yang

optimal atau belum.

Tabel 4.22. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.21

Indeks Perbaikan

harus dilakukan perbaikan pada sel dengan indeks perbaikan negatif terbesar.

Pada Tabel 4.22 terlihat ada dua buah sel yang punya nilai indeks yang sama,

(46)

(1) (2)

Gambar 4.6. Loop Pada Sel �24 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �24 (2)

Tahap 6

Tabel 4.23. Hasil Perbaikan Tahap 5

Iterasi Ke 4 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

(47)

Tabel 4.24. Indeks Perbaikan Sel kosong untuk Tabel 4.23

Indeks Perbaikan

Sel X12= 3−0+10−0+3−5 = 11 Sel X34= M−4+0−3+0−10 = M−17

Sel X13= 3−0+3−5 = 1 Sel X42= 10−0+10−0 = 20

Sel X14= M−4+0−5 = M−9 Sel X44= 8−3+0−4 = 1

Sel X15 = 0−0+10−0+3−5 = 8 Sel X45 = 0−0+10−0 = 10

Sel X22= 14−0+10−0 +3−0= 27 Sel X51= M−0+4−15 = M−11

Sel X23= 3−0+3−0 =6 Sel X52= M−0+10−0+3−0+4−15 = M+2

Sel X25= 0−0+10−0+3−0 = 13 Sel X53 = 6−0+3−0+4−15 = −2

Sel X31= 14−10+0−3 = 1 Sel X55= 0−0+10−0+3−0+4−15 = 2

Pada abel 4.24 terlihat masih ada sel dengan indeks perbaikan bernilai

negatif yakni sel �53, maka harus dilakukan perbaikan pada loop sel tersebut

sebagai berikut:

0 �21 14 �22 3 �23 4 �24

(−) 65 (+)5

14 �31 0 �32 10 �33 M �34

70 10

3 �41 10 �42 0 �43 8 �44 (+)10 (−) 60

6 �53 15 �54

(+) (−)30

(1) (2)

Gambar 4.7. Loop Pada Sel �53 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �53 (2) 0 14 3 4

35 35

14 0 10 M

70 10

3 10 0 8

40 30

6 15

(48)

Tahap 7

Tabel 4.25. Hasil Perbaikan Tahap 6

Iterasi Ke 6 Tujuan Persediaan

TB TC TD TF TG

perbaikan Tahap 6 sudah memberikan biaya transportasi yang optimal atau belum.

Tabel 4.26. Indeks Perbaikan Sel Kosong untuk Tabel 4.25

Indeks Perbaikan

Perhitungan indeks perbaikan sel kosong pada Tabel 4.25 menunjukkan

bahwa tidak ada lagi yang bernilai negatif. Artinya sudah diperoleh biaya

transportasi yang minimum untuk permasalahan ini, sehingga iterasi berhenti dan

(49)

Tabel 4.27. Alokasi dan Total Biaya Transportasi dengan Metode Least Cost

-Stepping Stone

Sel Basis

Terpilih Dari Ke

Jumlah yang dikirim

Biaya Per Unit

(Rp) Biaya (Rp)

X11 Kota A Kota B 20 Rp 500.000,- Rp 10.000.000,-

X24 Kota B Kota F 35 Rp 400.000,- Rp 14.000.000,-

X33 Kota C Kota D 10 Rp 1000.000,- Rp 10.000.000,-

X41 Kota D Kota B 40 Rp 300.000,- Rp 12.000.000,-

X53 Kota E Kota D 30 Rp 600.000,- Rp 18.000.000,-

Total Biaya Transportasi Rp 64.000.000,-

Setelah dicari penyelesaiaan optimalnya, maka diperoleh biaya

pendistribusian balok kayu yang minimum yaitu sebesar Rp 64.000.000,- dimana

distribusi pengiriman dimulai dengan mengirimkan 20 Ton balok kayu dari Kota

A ke Kota B, kemudian dari Kota C dan Kota D masing-masing mengirimkan 10

dan 30 Ton balok kayu ke kota transit yakni Kota D, dari Kota D dikirimkan 40

Ton tadi ke Kota B. Terakhir barang yang sudah terkumpul dari Kota A dan Kota

D yakni sebanyak 60 Ton, sebanyak 35 dikirimkan ke Kota F. Berikut gambaran

(50)

+20

(10)

+20 10 −25

(20) 5

3 (35)

(40) 4

6

(30)

+30 −35

Gambar 4.8. Jaringan Transportasi untuk Rute Pengiriman Balok Kayu yang

Optimal

Jika dikembalikan ke masalah semula, maka didapatkan distribusi

pengiriman balok kayu seperti pada Gambar 4.8 Di Kota C barang tersisa 10 Ton

dikirim ke tujuan dummy (Kota G).

4.3.3 Perbandingan Uji Optimalitas Dengan Metode MODI (Modified

Distribution Method)

Dengan menggunakan tabel pemecahan awal LC pada Tabel 4.13 dilakukan

pengujian optimalitas menggunakan metode MODI untuk meminimumkan biaya

transportasi.

A B

C

D

(51)

Tahap 1

1. Pada penyelesaian awal, tambahkan kolom dan baris .

2. Mengecek apakah Tabel 4.13 merupakan tabel optimal. Misalkan diambil

3 = 0 seperti tanda panah pada Tabel 4.28 (biasanya baris/kolom yang

dipilih adalah baris/kolom yang memuat variabel basis paling banyak).

3. Isi baris dan kolom dengan aturan untuk setiap sel basis berlaku

selanjutnya ada pada Lampiran 1).

4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .

Misalnya untuk mencari 12 = 12− 1− 2. Karena 12 = 3, 1 = 9 dan

1 = 0 maka didapat 12 = 12 (proses mencari indeks sel-sel non basis untuk

Tabel 4.28 dan tabel iterasi selanjutnya ada pada Lampiran 2) Jika ada sel

dengan = − − < 0 maka berarti tabel tersebut belum optimal.

Tabel 4.28 Uji Optimalitas Tahap 1

(52)

Berdasarkan Tabel 4.28 terlihat bahwa masih ada sel dengan yang bernilai

< 0 sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sel yang memiliki nilai negatif

terbesar. Dari Tabel 4.28 sel terpilih adalah sel �24 dan sel �33 , karena

mempunyai nilai yang sama cukup memilih salah satunya, misal dipilih sel �24.

Sama seperti metode Stepping Stone cari loop terdekat untuk sel �24 untuk

melakukan perbaikan alokasi barang pada loop tersebut. Loop untuk sel �24 yakni

+�24− �34 +�31− �21 kemudian lakukan penjumlahan isi sel dengan jumlah

barang terkecil pada sel bertanda negatif. Dari gambar 4.9 (1) terlihat bahwa sel

bertanda negatif yang memiliki jumlah barang terkecil adalah sel �34 yakni 15,

maka jumlahkan �24 dengan 15, kurangkan �34 dengan 15, tambahkan �31

dengan 15 dan terakhir kurangkan �21 dengan 15. Sehingga diperoleh hasil

perbaikan untuk loop �24 seperti pada Gambar 4.9 (2) berikut:

4.29 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan diambil 1 = 0.

3. Isi baris dan kolom sama seperti Tahap 1 dengan aturan untuk setiap sel

(53)

Tabel 4.29. Hasil Uji Optimalitas Tahap 1

jumlah barang terkecil pada sel bertanda negatif. Pada Gambar 4.10 (1) terlihat sel

bertanda negatif yang memiliki jumlah barang terkecil adalah �55 = 10. Lakukan

penjumlahan tiap sel dengan 10 sesuai tanda (+) atau (–). Jika bertanda (–)

kurangkan sel dengan 10, jika bertanda (+) jumlahkan sel dengan 10. Sehingga

diperoleh hasil perbaikan untuk loop sel �35 seperti pada Gambar 4.10 (2) sebagai

(54)

(2)

Gambar 4.10. Loop Pada Sel �35 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �35 (2)

Tahap 3

1. Pada Tabel 4.30 tambahkan kolom dan baris .

2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap

2 pada Tabel 4.30 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan

diambil 1 = 0.

3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk

setiap sel basis berlaku persamaan + = .

4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .

Tabel 4.30. Hasil Uji Optimalitas Tahap 2

Iterasi

(55)

terbesar. Dari Tabel 4.30 sel terpilih adalah sel �41. Sama seperti metode Stepping

Stone cari loop terdekat untuk sel�41 untuk melakukan perbaikan alokasi barang

pada loop tersebut. Loop untuk sel �41 yakni +�41− �21 +�24− �44 kemudian

lakukan penjumlahan isi sel dengan jumlah barang terkecil pada sel bertanda

negatif. Pada Gambar 4.11 (1) terlihat sel bertanda negatif yang memiliki jumlah

barang terkecil adalah �44 = 0. Lakukan penjumlahan tiap sel dengan 0 sesuai

tanda (+) atau (–). Jika bertanda (–) kurangkan sel dengan 0, jika bertanda (+)

jumlahkan sel dengan 0. Sehingga diperoleh hasil perbaikan untuk loop sel

�44seperti pada Gambar 4.11 (2) sebagai berikut:

(1)

(2)

Gambar 4.11. Loop Pada Sel �41 (1)dan Hasil Perbaikan Sel �41 (2)

Tahap 4

1. Pada Tabel 4.31 tambahkan kolom dan baris .

2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap

3 pada Tabel 4.31 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan

diambil 1 = 0.

3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk

(56)

4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .

Tabel 4.31. Hasil Uji Optimalitas Tahap 3

Iterasi

bernilai < 0 sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sel yang memiliki nilai

negatif terbesar. Dari Tabel 4.31 sel terpilih adalah sel �53. Sama seperti metode

Stepping Stone cari loop terdekat untuk sel �53untuk melakukan perbaikan

diperoleh hasil perbaikan untuk loop sel �53seperti pada Gambar 4.12 (2) sebagai

(57)

(1)

(2)

Gambar 4.12. Loop Pada Sel �53 (1) dan Hasil Perbaikan Sel �53 (2)

Tahap 5

1. Pada Tabel 4.32 tambahkan kolom dan baris .

2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap

4 pada Tabel 4.32 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan

diambil 1 = 0.

3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk

(58)

Tabel 4.32. Hasil Uji Optimalitas Tahap 4

bernilai < 0 sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sel yang memiliki nilai

negatif terbesar. Dari Tabel 4.32 sel terpilih adalah sel �33. Sama seperti metode

Stepping Stone cari loop terdekat untuk sel �33untuk melakukan perbaikan

alokasi barang pada loop tersebut. Loop untuk sel �33 yakni +�33 − �43+�41−

�31, kemudian lakukan penjumlahan isi sel dengan jumlah barang terkecil pada

sel bertanda negatif. Pada Gambar 4.13 (1) terlihat sel bertanda negatif yang

memiliki jumlah barang terkecil adalah �31 = 10. Lakukan penjumlahan tiap sel

dengan 10 sesuai tanda (+) atau (–). Jika bertanda (–) kurangkan sel dengan 10,

jika bertanda (+) jumlahkan sel dengan 10. Sehingga diperoleh hasil perbaikan

untuk loop sel �31seperti pada Gambar 4.13 (2) sebagai berikut:

(59)

Tahap 6

1. Pada Tabel 4.33 tambahkan kolom dan baris .

2. Sama seperti tahap-tahap sebelumnya cek kembali hasil uji optimalitas Tahap

5 pada Tabel 4.33 apakah merupakan tabel optimal atau bukan. Misalkan

diambil 1 = 0.

3. Isi baris dan kolom sama seperti tahap sebelumnya dengan aturan untuk

setiap sel basis berlaku persamaan + = .

4. Isi sel-sel sisanya (bukan basis) dengan kuantitas = − − .

Tabel 4.33. Hasil Uji Optimalitas Tahap 5

Iterasi

bernilai negatif, artinya Tabel 4.33 sudah menghasilkan penyelesaian optimal

untuk permasalahan ini. Sehingga iterasi berhenti dan dapat dihitung biaya

(60)

Tabel 4.34. Alokasi dan Total Biaya Transportasi dengan Metode Least Cost -

4.4 Pengaruh Perubahan Posisi Penempatan Biaya Terhadap Hasil

Perhitungan

Selanjutnya akan ditinjau apakah biaya transportasi atau hasil perhitungan

berubah apabila posisi penempatan biaya diubah.

Posisi 1

Berikut merupakan tabel transportasi awal sebelum terjadi perubahan posisi

penempatan biaya:

Tabel 4.35. Tabel Awal Transportasi

(61)

Tabel 4.36. Hasil Awal dengan Metode Least Cost Posisi 1

Tabel 4.37. Hasil Optimal dengan Metode Stepping Stone Posisi 1

(62)

Posisi 2

Akan ditinjau apakah biaya transportasi atau hasil perhitungan berubah apabila

posisi penempatan biaya diubah misalnya posisi baris SA ditukar dengan baris SB

dan posisi baris SB ditukar dengan baris SA, sehingga tabel transportasi awal untuk

posisi 2 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.38. Tabel Transportasi Posisi 2

Tujuan

Untuk meninjau apakah perubahan posisi akan mempengaruhi hasil

perhitungan akhir, digunakan metode yang sama seperti contoh sebelumnya yakni

metode least cost untuk memperoleh penyelesaian awal, sedangkan untuk

memperoleh solusi optimalnya hanya digunakan metode stepping stone saja untuk

(63)

Tabel 4.39. Hasil Awal dengan Metode Least Cost Posisi 2

Tabel 4.40. Hasil Optimal dengan Metode Stepping Stone Posisi 2

(64)

Posisi 3

Akan ditinjau apakah biaya transportasi atau hasil perhitungan berubah apabila

posisi penempatan biaya diubah misalnya posisi kolom TB ditukar dengan kolom

TC dan posisi kolom TC ditukar dengan kolom TB.

Tabel 4.41. Tabel Transportasi Posisi 3

Tujuan

Untuk meninjau apakah perubahan posisi akan mempengaruhi hasil

perhitungan akhir, digunakan kembali metode yang sama seperti contoh

sebelumnya yakni metode least cost untuk memperoleh penyelesaian awal, dan

metode stepping stone untuk memperoleh solusi optimalnya, sehingga diperoleh:

Tabel 4.42. Hasil Awal dengan Metode Least Cost Posisi 3

(65)

Z = 5 (20) + 0 (70) + 0 (70) + 14 (5) + M (5) + 0 (10) + 0 (70) + 8 (0) + 15 (30)

= 100 + 0 + 0 + 70 + 5M + 0 + 0 + 0 + 450

= 620 + 5M

Tabel 4.43. Hasil Optimal dengan Metode Stepping Stone Posisi 3

Tujuan

Tabel 4.44 Biaya Transportasi untuk Posisi 1, 2 dan 3 (dalam ratus ribu rupiah)

Metode

Biaya Transportasi (Z)

Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3

Least Cost 470 + 15M 710 + 5M 620 + 5M

(66)

4.5 Pembahasan

Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa masalah transshipment dapat

diselesaikan dengan cara mentransformasikan terlebih dahulu bentuknya ke dalam

bentuk umum model transportasi sehingga selanjutnya dapat diselesaikan dengan

metode-metode transportasi. Untuk masalah transshipment tidak seimbang

dimana jumlah persediaan tidak sama dengan jumlah permintaan bisa diatasi

dengan menambahkan kolom semu (dummy) jika jumlah persediaan lebih kecil

dari jumlah permintaan, dan menambahkan baris semu (dummy) jika jumlah

permintaan lebih kecil dari jumlah persediaan barang. Biaya pengiriman untuk

tujuan semu (dummy) adalah 0 karena memang tidak terjadi pegiriman barang ke

tujuan semu (dummy), ini berguna untuk mempermudah penggunaan tabel

transportasi sehingga proses pencarian solusi awal dan uji optimalitas dapat

dilakukan.

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa penggunaan metode Least Cost -

Stepping Stone dan metode Least Cost - MODI akan menghasilkan biaya

transportasi minimum yang sama, akan tetapi dilihat dari jumlah iterasi, metode

MODI menghasilkan iterasi yang lebih sedikit yakni sebanyak 5 iterasi dari pada

metode Stepping Stone sebanyak 6 iterasi. Artinya penggunaan metode MODI

dalam permasalahan ini lebih efisien dari pada metode Stepping Stone. Metode

Stepping Stone mempunyai kelemahan dimana untuk memperoleh nilai indeks

perbaikan tiap-tiap sel kosong bagi pemecahan tertentu harus mencari loop-loop

untuk tiap sel kosong tersebut, sel kosong dengan nilai indeks perbaikan terbesar

(negatif terbesar) yang akan dipilih untuk iterasi selanjutnya. Ini justru akan

memperlama proses pengerjaan dan akan terasa membosankan. Sedangkan

metode MODI yang merupakan modifikasi dari metode Stepping Stone untuk

mencari nilai indeks perbaikan dari tiap sel kosong dapat dihitung tanpa harus

mencari loop-loop pada tiap sel kosong tersebut terlebih dahulu. Metode MODI

hanya memerlukan satu loop terpendek dari indeks perbaikan yang memiliki nilai

(67)

mudah dan efisien dibandingkan penggunaan metode Stepping Stone untuk

mencari solusi optimal dari suatu masalah transshipment tidak seimbang.

Berdasarkan Tabel 4.44 diketahui bahwa biaya transportasi (Z) pada posisi

1, 2, dan 3 dengan metode Least Cost akan menghasilkan biaya transportasi yang

berbeda-beda, artinya posisi penempatan biaya akan memberikan hasil akhir yang

beragam sehingga tidak dapat dipilih biaya transportasi mana yang terbaik dan

optimal. Dari hasil analisis penelitian diketahui hal yang menyebabkan terjadinya

perbedaan terhadap nilai biaya transportasi dalam metode Least Cost adalah

pemilihan dilakukan dengan memilih sel yang mempunyai biaya terendah, akibat

banyaknya biaya yang bernilai sama sehingga pemilihan dilakukan secara

sembarang. Besar kecilnya hasil akhir ditentukan dari cara pemilihan sel-sel

tersebut. Agar biaya transportasi minimum maka harus dioptimalkan kembali

dengan metode Stepping Stone atau metode MODI , pada Tabel 4.44 diketahui

bahwa metode Stepping Stone akan menghasilkan biaya transportasi yang sama

dan optimal walaupun posisi penempatan biaya diubah. Hal ini dikarenakan

metode Stepping Stone melakukan reivisi dengan mencari nilai indeks perbaikan

terbesar terhadap masing-masing sel. Oleh karena itu, dalam metode Stepping

Stone perubahan posisi penempatan biaya tidak akan mempengaruhi hasil akhir.

Sehingga metode ini dapat dijadikan pilihan untuk memberikan biaya transportasi

(68)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Masalah transshipment tidak seimbang dapat diatasi dengan cara

menambahkan baris atau kolom dummy pada tabel transportasi.

2. Metode Least Cost - Stepping Stone dan metode Least Cost – MODI dapat

menyelesaikan masalah transshipment tidak seimbang.

3. Dalam permasalahan ini metode MODI ternyata lebih efisien dibandingkan

metode Stepping Stone akan tetapi pembahasan tentang metode ini tidak dapat

digeneralisir lebih efisien karena sangat bergantung pada masalah yang

dihadapi.

4. Kelemahan metode Stepping Stone terletak pada pencarian nilai indeks

perbaikan tiap-tiap sel kosong, yakni harus mencari loop terdekat untuk semua

sel kosong pada setiap iterasi.

5. Kelebihan metode MODI dibandingkan metode Stepping Stone yaitu nilai

indeks perbaikan dapat dicari tanpa harus mencari loop dari tiap-tiap sel

kosong, hanya membutuhkan satu loop yang didapat setelah menentukan sel

dengan indeks perbaikan terbesar.

6. Metode Least Cost akan menghasilkan biaya transportasi yang berbeda apabila

posisi penempatan biaya diubah, sedangkan dengan metode Stepping Stone

biaya transportasi akan tetap sama dan optimal apabila posisi penempatan

(69)

5.2Saran

1. Penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah transshipment

tidak seimbang ini hanya menggunakan metode Least Cost (LC) sebagai

penyelesaian awal dan metode Stepping Stone serta metode MODI sebagai

uji optimalitasnya, bagi penelitian selanjutnya dapat dicoba dengan

menggunakan metode transportasi lainnya.

2. Mengurangi batasan masalah dengan menambah biaya kerugian barang tak

terkirim, biaya penginapan, biaya kerusakan, dan lainnya.

3. Dapat dicoba untuk menyelesaikan masalah transshipment dengan fungsi

tujuan memaksimumkan.

4. Parameter yang digunakan menggunakan bilangan integer, untuk

penelitian selanjutnya dapat menggunakan parameter bilangan fuzzy ke

(70)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1Riset Operasi

Masalah Riset Operasi (Operation Research) pertama kali muncul di Inggris

selama Perang Dunia II. Inggris mula-mula tertarik menggunakan metode

kuantitatif dalam pemakaian radar selama perang. Mereka menamakan

pendekatan itu sebagai Operation Research karena mereka menggunakan

ilmuwan (scientist) untuk meneliti (research) masalah-masalah operasional

selama perang. Ternyata pendekatan tersebut sangat berhasil dalam memecahkan

masalah operasi konvoi, operasi anti kapal selam, strategi pengeboman, dan

operasi pertambangan. Aplikasi ini menyebabkan Riset Operasi didefinisikan

sebagai: “Seni memenangkan perang tanpa berperang” (Jong Jek Siang, 2014).

Setelah Perang Dunia II berakhir, Riset Operasi yang lahir di Inggris ini

kemudian berkembang pesat di Amerika karena keberhasilan tim Riset Operasi

dalam bidang militer ini telah menarik perhatian orang-orang industri. Sedemikian

pesat perkembangannya sehingga kini Riset Operasi telah digunakan dalam

hampir seluruh bidang (Dimyati dan Dimyati, 2004:1).

Secara harfiah kata operation dapat didefinisikan sebagai

tindakan-tindakan yang diterapkan pada beberapa masalah atau hipotesa. Sementara kata

research adalah suatu proses yang terorganisasi dalam mencari kebenaran akan

masalah atau hipotesa tadi. Kenyatannya, sangat sulit mendefinisikan OR,

terutama karena batas-batasnya tidak jelas. OR memiliki bermacam-macam

penjelasan, namun hanya beberapa yang biasa digunakan dan diterima secara

umum (Mulyono, 2004:2).

Menurut Operation Research Society of Great Britain, operation research

(71)

pengolahan manajemen yang besar, baik yang menyangkut manusia, mesin,

bahan, dan uang dalam industri, bisnis, pemerintahaan, dan pertahanan.

Pendekatan ini menggabungkan dan menerapkan metode ilmiah yang sangat

kompleks dalam suatu pengelolaan manajemen dengan menggunakan

faktor-faktor produksi yang ada dan digunakan secara efisien dan efektif untuk

membantu pengambilan keputusan dalam kebijakan perusahaan. Definisi lain

menurut Operational Research Society of America (ORSA), operation research

berkaitan dengan pengambilan keputusan secara ilmiah dan bagaimana membuat

suatu model yang baik dalam merancang dan menjalankan sistem yang melalui

alokasi sumber daya yang terbatas. Inti dari beberapa kesimpulan di atas adalah

bagaimana proses pengambilan keputusan yan optimal dengan menggunakan alat

analisis yang ada dan adanya keterbatasan sumber daya (Andi Wijaya, 2013).

Riset Operasi adalah penerapan metode-metode ilmiah terhadap

masalah- masalah yang muncul dalam pengarahan dan pengelolaan dari suatu

sistem besar manusia, mesin, bahan dan uang industri, bisnis, pemerintahan

dan pertahanan. Pendekatan khusus ini bertujuan untuk membentuk suatu

model ilmiah dari sistem, mengabungkan ukuran-ukuran faktor-faktor seperti

kesempatan resiko, untuk meramalkan dan membandingkan hasil-hasil dari

beberapa keputusan, strategi atau pengawasan. Tujuannya adalah membantu

pengambilan keputusan menentukan kebijaksanaan dan tindakannya secara

ilmiah (Operational Research Society of Great Britian) (Mulyono, 2004:2).

Dalam riset operasional, masalah optimasi dalam pengambilan keputusan

diperoleh dengan menerapkan teknik matematika dan statistika. Model

matematika yang digunakan dalam metode riset operasional bersifat

menyederhanakan masalah dan membatasi faktor-faktor yang mungkin

berpengaruh terhadap suatu masalah. Jika riset operasi akan digunakan untuk

memecahkan suatu permasalahan, maka harus dilakukan lima langkah sebagai

berikut:

1. Memformulasikan persoalan.

(72)

3. Memformulasikan model matematis dari persoalan yang dihadapi.

4. Mengevaluasi model dan menggunakannya untuk prediksi.

5. Mengimplementasikan hasil studi. (Dimyati dan Dimyati, 2004:4)

2.2Program Linier

Program linear (Linear Programming yang disingkat LP) merupakan salah satu

teknik OR yang digunakan paling luas dan diketahui dengan baik. LP merupakan

metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk

mencapai tujuan tunggal seperti memaksimumkan keuntungan atau

meminimumkan biaya. LP banyak diterapkan dalam membantu menyelesaikan

masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain-lain. LP berkaitan dengan

penjelasan suatu dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri atas

sebuah fungsi tujuan linear dan sistem kendala linear (Mulyono, 2004: 13).

Program linear yang diterjemahkan dari Linear Programming (LP) adalah

suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang

terbatas diantara aktifitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin

dilakukan (Dimyati dan Dimyati, 2004:17).

George B. Dantzig diakui umum sebagai pioner LP, karena jasanya dalam

menemukan metode mencari solusi masalah LP dengan banyak variable

keputusan. Dantzig bekerja pada penelitian teknik matematik untuk memecahkan

masalah logistic militer ketika ia dipekerjakan oleh angkatan udara Amerika

Serikat selama Perang Dunia II. Penelitiannya didukung oleh ahli-ahli lain seperti:

J. Von Neumann, L. Hurwicz dan T. C. Koopmans, yang bekerja pada subyek

yang sama (Mulyono, 2004:14).

Menurut Frederick S. Hiller dan Gerald J. Lieberman, linier programming

merupakan suatu model matematis untuk menggambarkan masalah yang dihadapi.

(73)

fungsi-fungsi linier. Pemrograman merupakan sinonim untuk kata perencanaan . Dengan

demikian membuat rencana kegiatan-kegiatan untuk memperoleh hasil yang

optimal, ialah suatu hasil untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan cara

yang paling baik (sesuai dengan model matematis) diantara semua alternatif yang

mungkin.

Contoh untuk permasalahan yang memaksimumkan adalah masalah

keuntungan, sedangkan contoh untuk permasalahan meminimumkan adalah

masalah biaya, persediaan, dan lain-lain. Kendala-kendala yang sering dijumpai

adalah keterbatasan bahan mentah, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Kendala –

kendala ini dapat diekspresikan dalam bentuk sejumlah persamaan atau

pertidaksamaan linear dalam variabel atau peubahnya. Jadi fungsi yang akan

dioptimumkan merupakan suatu penyelesaian atatu solusi layak yang mempunyai

nilai fungsi tujuan yang dikehendaki. Nilai yang dikehendaki dapat berupa nilai

terbesar yaitu fungsi tujuan berupa nilai maksimum sedangkan nilai terkecil yaitu

fungsi tujuan berupa nilai minimum.

2.3Persoalan Transportasi

Persoalan transportasi pertama kali diformulasikan sebagai suatu prosedur khusus

untuk mendapatkan program biaya minimum dalam mendistribusikan unit yang

homogen dari suatu produk atas sejumlah titik penawaran (sumber) ke sejumlah

titik permintaan (tujuan). Semua ditempatkan pada sumber dan tujuan yang

berbeda secara geografis (Aminudin, 2008).

Adapun menurut Jong Jek Siang, Masalah transportasi merupakan masalah

yang sering dihadapi dalam pendistribusian barang. Misalkan ada buah gudang

(sumber) yang masing-masing memiliki 1, 2, …, buah barang yang sama.

Barang-barang tersebut hendak dikirimkan ke buah toko (tujuan) yang masing -

(74)

berbeda, maka biaya pengiriman dari suatu sumber ke suatu tujuan tidaklah sama.

Misalkan, adalah biaya pengiriman sebuah barang dari sumber ke tujuan .

Masalahnya adalah bagaimana menentukan pendistribusian barang dari sumber

sehingga semua kebutuhan tujuan terpenuhi tetapi dengan biaya yang seminimum

mungkin.

Suatu masalah transportasi dikatakan seimbang (balanced program) apabila

jumlah penawaran sama dengan jumlah permintaan. Dapat dituliskan:

=1 =

=1

Suatu masalah transportasi dapat dimodelkan secara matematis, yaitu dengan

membentuk fungsi tujuan. Fungsi tujuan tersebut menunjukkan biaya transportasi

dari sumber ke tujuan , maka model program linier untuk permasalahan

transportasi dapat diformulasikan sebagai berikut.

Fungsi tujuan :

� = �

=1 =1

Dengan kendala :

� =1

= ; = 1,2,…,

� = ; = 1, =1

2,…,

� 0 untuk semua dan Keterangan:

= biaya transportasi per unit barang dari sumber ke tujuan

(75)

= jumlah barang yang ditawarkan atau kapasitas dari sumber

= jumlah barang yang diminta atau dipesan oleh tujuan

= banyaknya sumber

= banyaknya tujuan

Bentuk umum dari tabel transportasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Bentuk Umum Tabel Transportasi

Tujuan

Langkah-langkah penyelesaian model transportasi ini adalah sebagai berikut:

1. Mencari penyelesaian awal pada variabel dasar.

Ada beberapa metode untuk menentukan solusi awal. Tiga dari metode yang

dikenal yaitu:

a. Metode North West Corner

b. Metode Least Cost

c. Metode Vogel’s Approximation Method (VAM)

(76)

Setelah didapat penyelesaian awal, maka langkah berikutnya adalah

memeriksa kembali apakah penyelesaian yang didapat sudah optimal atau

belum. Tujuan dari evaluasi ini adalah menentukan ada tidaknya pengiriman

dari sumber ke tujuan yang lebih baik. Terdapat 2 metode yang dapat

digunakan untuk menentukan solusi optimal yaitu:

a. Metode Modified Distribution Method (MODI)

b. Metode Stepping Stone

3. Jika penyelesaian belum optimal maka dilanjutkan dengan langkah iterasi

yaitu menentukan basis feasible yang baru dari variabel dasar yang masuk

dan keluar.

2.4Persoalan Transshipment

Model Transshipment merupakan perluasan dari masalah transportasi. Dimyati

dan Dimyati (2004:146) mengatakan, Model transshipment adalah model

transportasi yang memungkinkan dilakukannya pengiriman barang (komoditas)

secara tidak langsung, dimana barang dari suatu sumber dapat berada pada sumber

lain atau tujuan lain sebelum mencapai tujuan akhirnya. Pada model

transshipment ini titik perantara dapat berperan sebagai sumber sekaligus sebagai

tujuan. Dengan kata lain, proses pendistribusian barang dari suatu sumber ke

sumber tujuan harus melalui agen terlebih dahulu.

Sumber Titik Perantara Tujuan

Gambar 2.1 Contoh Gambar Sumber, Titik Perantara, dan Tujuan 6 3

4

5 1

7

2

(77)

Pada gambar diatas, titik 1 dan titik 2 merupakan sumber; titik 3, 4, dan 5

merupakan titik perantara dan titik 6, 7, dan 8 merupakan titik tujuan. Dapat

dilihat bahwa titik perantara dapat bertindak sebagai sumber maupun tujuan.Titik

3, 4, dan 5 merupakan titik tujuan untuk titik 1 dan 2. Akan tetapi untuk titik 6, 7,

dan 8 titik 3, 4, dan 5 akan bertindak sebagai sumber.

Adapun model matematika dari masalah transshipment adalah sebagai

berikut:

= biaya transportasi per unit barang dari sumber ke tujuan

= jumlah barang yang didistribusikan dari sumber ke tujuan = jumlah barang yang ditawarkan atau kapasitas dari sumber

= jumlah barang yang diminta atau dipesan oleh tujuan

= banyaknya sumber

= banyaknya tujuan

= sumber ke

(78)

2.5 Penyelesaian Persoalan Transsshipment

Seperti masalah transportasi, tujuan transshipment adalah mengatur pengiriman

barang agar biaya seminimum mungkin. Penyelesaian dilakukan dengan

mengubah masalah transshipment menjadi masalah transportasi dan kemudian

menyelesaikannya dengan algoritma model transportasi.

Transformasi masalah transshipment ke masalah transportasi meliputi

beberapa bagian, antara lain (Jong Jek Siang, 2014):

1. Menyeimbangkan tabel. Teliti apakah jumlah persediaan barang (node

bertanda +) sama dengan jumlah permintaan (node bertanda −). Jika belum

sama maka tabel harus diseimbangkan dengan menambahkan sumber/tujuan

semu (dummy).

2. Tentukan titik yang merupakan titik sumber, titik tujuan, dan titik perantara.

Titik sumber adalah titik yang hanya bisa mengirimkan barang dan tidak bisa

menerima barang. Sebaliknya, titik tujuan adalah titik yang hanya bisa

menerima barang dan tidak bisa mengirimkan barang. Titik perantara adalah

titik yang bisa mengirimkan sekaligus menerima barang. Sumber dalam

masalah transportasi yang sesuai adalah gabungan dari sumber tujuan dan

titik perantara, sedangkan tujuan merupakan gabungan dari tujuan dan titik

perantara dalam masalah transshipment.

3. Tentukan jumlah persediaan dan permintaan tiap titik.

Misalkan dalam masalah transshipment mula-mula, adalah persediaan titik

dan adalah permintaan titik .

= =

Maka dalam masalah transportasi, titik sumber memiliki persediaan sebesar

(79)

Jika ada jalur langsung dari ke .

= 0 Jika = .

M Jika tidak ada jalur langsung dari ke .

2.5.1 Penyelesaian Feasible Awal

Penyelesaian feasible awal digunakan untuk menentukan penyelesaian awal dalam

masalah transportasi maupun masalah transshipment yang telah ditransformasikan

ke masalah transportasi. Ada beberapa metode yang biasa digunakan antara lain

metode North West Corner, metode Least Cost dan metode Vogel’s

Approximation (VAM). Namun dalam tulisan ini penulis menggunakan metode Least Cost dalam mencari penyelesaian feasible awal.

Jika tabel transportasi terdiri dari baris dan kolom, maka penyelesaian

awal harus memenuhi + −1 buah variabel basis (sel yang terisi). Jika penyelesaian awalnya berisi kurang dari + −1 buah variabel basis maka harus ditambahkan variabel dummy agar proses pengecekan keoptimalan dan

iterasi dapat dilakukan.

2.5.1.1 Metode North West Corner

Metode North West Corner (disingkat metode NWC) dalam bahasa Indonesia

disebut metode sudut barat laut merupakan metode dimana untuk mengisi tabel

awal transportasi dimulai dari sisi barat laut (kiri atas) dengan kuantitas

sebanyak-banyaknya disesuaikan dengan jumlah demand dan supply dari baris

dan kolom sampai semua kapasitas terpenuhi.

Prosedur metode ini adalah sebagai berikut:

(80)

2. Dimulai dari sel pada sudut kiri atas yang diisi dengan angka

sebanyak-banyaknya yang disesuaikan dengan kapasitas dan permintaan.

3. Lakukan langkah yang sama pada langkah (2) untuk mengisi sel-sel lain yang

disesuaikan dengan kapasitas dan permintaan sampai seluruh kapasitas dan

permintaan terpenuhi.

2.5.1.2Metode Least Cost

Metode Least Cost (disingkat metode LC) dalam bahasa Indonesia disebut metode

biaya terendah. Menurut Jong Jek Siang (2014), prinsip dasar penyelesaian awal

dengan metode Least Cost tidak jauh berbeda dengan metode North West Corner.

Hanya saja pengisian tidak dilakukan dari sisi barat laut, tetapi dari sel yang biaya

pengirimannya terkecil. Pada sel tersebut diisi barang sebanyak mungkin. Jika ada

beberapa sel yang biaya terkecilnya sama, maka dipilih sembarang.

Metode Least Cost sering juga disebut metode greedy karena sifatnya

yang selalu memulai penyelesaian awal dari biaya yang terkecil tanpa

memperhitungkan efeknya terhadap keseluruhan proses. Meskipun selalu dimulai

dari sel yang biayanya terkecil, namun metode Least Cost belum tentu

menghasilkan penyelesaian optimal. Sehingga untuk melihat ke optimalannya

harus dilakukan uji keoptimalan sehingga didapat biaya yang seminimum

mungkin.

Secara logis, hasil yang diperoleh dengan metode Least Cost akan lebih

baik dibandingkan dengan metode North West Corner karena pengisian dengan

metode North West Corner tidak mempertimbangkan biaya pengiriman pada sel

yang bersangkutan. Akibatnya, total biaya pengiriman akan cenderung tidak

optimal .

Langkah-langkah metode Least Cost adalah sebagai berikut:

(81)

2. Alokasi dimulai dengan mengisi sel pada biaya terendah dengan kuantitas

sebanyak-banyaknya yang disesuaikan dengan kapasitas (supply) dan

permintaan (demand).

3. Lakukan langkah yang sama seperti langkah (2) untuk mengisi sel-sel lain

yang disesuaikan dengan kapasitas dan permintaan sampai seluruh kapasitas

terpenuhi.

2.5.1.3Metode Vogel’s Approximation (VAM)

Perhitungan penyelesaian awal dengan Vogel lebih rumit dibandingkan kedua

metode sebelumnya. Akan tetapi biasanya lebih mendekati penyelesaian optimal.

Algoritma Vogel untuk menentukan penyelesaian feasible awal masalah

transportasi menurut Jong Jek Siang adalah sebagai berikut:

1. Pada tiap baris dan kolom, hitunglah selisih 2 sel dengan biaya yang terkecil.

2. Tentukan baris/kolom hasil langkah (1) yang selisihnya terbesar. Jika terdapat

lebih dari 1, pilihlah sembarang.

3. Pada baris/kolom yang terpilih, isikan barang semaksimum mungkin pada sel

dengan biaya terkecil. Hapuskan baris/kolom yang dihabiskan karena

pengisian tersebut pada perhitungan berikutnya. Jika baris dan kolom

terhapus bersamaan, tambahkan sebuah variabel dummy.

4. Ulangi langkah (1) – (3) hingga semua permintaan/persediaan habis.

2.5.2 Pengujian Optimalitas

Setelah tabel awal transportasi dibuat (dengan sembarang metode), langkah

berikutnya adalah menguji apakah tabel tersebut sudah optimal. Hal ini

dikarenakan solusi awal belum menjamin biaya transportasi telah optimal, untuk

itu diperlukan pengujian lebih lanjut yang dilakukan dengan menggunakan uji

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis Penerapan Model Transportasi dan Distribusi ‘Least Cost Method’ dan ‘Stepping Stone Method’ pada

Pemecahan optimal dengan Metode Batu Loncatan ( Stepping Stone Rule ) menggunakan solusi awal Metode Sudut Barat Laut ( North West Corner Rule ) menghasilkan total biaya

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode North West Corner yang dilanjutkan dengan metode Stepping Stone terhadap peminimuman biaya transportasi pada

Tujuan dari penelitian ini adalah menyelesaikan masalah transshipment dengan penyelesaian awal menggunakan Metode North West Corner (NWC) dan penyelesaian

IT Master laptops using Least Cost initial solution method, followed by optimal completion method Stepping Stone. Keywords: transportation problem, Least Cost

Abstrak.Metode ASM dan RDI merupakan metode baru untuk menyelesaikan masalah transportasi, kedua metode tersebut berbeda dengan Metode Stepping Stone yang menggunakan solusi awal

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode ASM, metode Stepping Stone dan metode Modi dalam meminumumkan biaya angkut transportasi pendistribusian Raskin Perum

Kata kunci : Masalah Transshipment , Masalah Transportasi, Metode Vogel’s Approximation (VAM), Metode Modified Distribution (MODI), Metode Northwest Corner, Metode