KEEFEKTIVAN KELEMBAGAAN PNPM MANDIRI PERDESAAN
KAWASAN PESISIR DALAM PARTISIPASI MASYARAKAT
TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN
TANTI NINGSIH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektivan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir dalam Partisipasi Masyarakat terhadap Program Pembedayaan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Tanti Ningsih
iv
ABSTRAK
TANTI NINGSIH. Keefektivan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir dalam Partisipasi Masyarakat terhadap Program Pemberdayaan. Dibawah bimbingan SUMARDJO.
Keterlibatan masyarakat pesisir dalam beberapa program pemberdayaan menentukan keberlanjutan program dan keberhasilan program. Partisipasi masyarakat seringkali terabaikan disebabkan oleh lemahnya akses masyarakat dalam memanfaatkan kelembagaan setempat. Selain itu, partisipasi dalam suatu program pembangunan mengindikasikan keefektivan kelembagaan yang ada di masyarakat tersebut sehingga kelembagaan yang ada tetap dapat dipatuhi dan dipertahankan. Partisipasi masyarakat pesisir di Nagari Sasak dalam kegiatan pemberdayaan oleh PNPM Mandiri Perdesaan bersifat tokenism. Fungsi PNPM Mandiri Perdesaan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di Nagari Sasak kurang terlaksana. Kegiatan PNPM Mandiri telah terlaksana sebagaimana mestinya namun lebih menekankan pada pemberdayaan nagari secara fisik seperti pembangunan jalan, gedung pertemuan, penambahan kelas/gedung sekolah, peminjaman modal. Kritisi terhadap strategi pemberdayaan oleh PNPM Mandiri Perdesaan ditekankan pada implementasi di lapangan sebagai upaya untuk mengenal dan memahami kebiasaan masyarakat. Selain itu, tindakan bersama bertujuan untuk menghasilkan komitmen yang lebih baik antara pelaku PNPM Mandiri dan masyarakat penerima manfaat program.
Kata kunci: keefektivan kelembagaan, masyarakat pesisir, partisipasi, program pemberdayaan dan strategi pemberdayaan.
ABSTRACT
TANTI NINGSIH. Institution’s Effectiveness of PNPM Mandiri Perdesaan Coastal area through Participation in Empowerment Program. Supervised by SUMARDJO.
Involvement of coastal communities in several empowerment programs determined the program’s success and sustainability. Frequently, participation is overlooked due to the lack of public access in utilizing local institutions. In addition, the participation in the empowerment program indicate the effectiveness of existing institutions in the society, so that existing institutions can still be obeyed and maintained. Participation of Coastal community in Sasak village in empowerment program by PNPM is tokenism. PNPM function as a means to improve employment opportunities and poor communities’s welfare in Nagari Sasak less accomplished. PNPM Mandiri has implemented as it should, but more emphasis on empowering physically villages such as building roads, meeting houses, the addition of classroom/school building, borrowing capital. Critics of the existing strategy focused on the implementation on the field. It is performed more intensive to socialization activities in the community to recognize and understand the habits of program beneficiaries who are mostly young people. Joint action aims to produce better commitment between the actors and the PNPM Mandiri program beneficiaries.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
KEEFEKTIVAN KELEMBAGAAN PNPM MANDIRI PERDESAAN
KAWASAN PESISIR DALAM PARTISIPASI MASYARAKAT
TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN
TANTI NINGSIH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
vii
Judul skripsi : Keefektivan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir dalam Partisipasi Masyarakat terhadap Program Pemberdayaan
Nama : Tanti Ningsih
NIM : I34090105
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir .Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah kelembagaan, dengan judul Keefektivan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir dalam Partisipasi Masyarakat terhadap Program Pemberdayaan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sumardjo selaku pembimbing dan Bapak Arsyad dari PKSPL IPB serta Bapak Ferdinand Yose dari PNPM Mandiri Perdesaan kawasan Padang Pariaman yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada masyarakat Nagari Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pesisir, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat yang telah bersedia bekerja sama dalam memperlancar kegiatan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta teman-teman yang selalu memberikan dukungan moral pada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir di masa depan, meski kritik dan saran tetap diperlukan untuk karya yang lebih baik.
Bogor, September 2013
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK iv
LEMBAR PENGESAHAN vii
PRAKATA viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka 5
Masyarakat Pesisir 5
Desa Pesisir 5
Pemberdayaan Masyarakat 6
PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir 7
Pelatihan Keterampilan Masyarakat 12
Partisipasi dalam Program Pemberdayaan 16
Kelembagaan 18
Kerangka Pemikiran 20
Hipotesis 21
Definisi Operasional 21
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu 27
Teknik Pengumpulan Data 28
PARTISIPASI MASYARAKAT NAGARI SASAK DALAM KEGIATAN
PNPM MANDIRI PERDESAAN KAWASAN PESISIR 35
FUNGSI PNPM MANDIRI PERDESAAN KAWASAN PESISIR DALAM
MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT PESISIR
Sosialisasi kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan 41
Fasilitasi dan Pelatihan 41
Musyawarah dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
Kawasan Pesisir 42
x
Tingkat keteraturan kolektif berdasarkan
Partisipasi 76
Tingkat pengawasan kegiatan pemberdayaan oleh Tim Pengawas di
Nagari Sasak 77
Tingkat pengawasan kegiatan berdasarkan karakteristik
Individu 77
STRATEGI PENGEMBANGAN PNPM MANDIRI PERDESAAN DI
KAWASAN PESISIR 89
Strategi pengembangan kelembagaan PNPM Mandiri
di Jorong Berhasil 91
Strategi pengembangan kelembagaan PNPM Mandiri
di Jorong Kurang Berhasil 92
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 95
Saran 95
DAFTAR PUSTAKA 97
DAFTAR TABEL
1. Prinsip-prinsip PNPM Mandiri Perdesaan 8
2. Pemikiran tentang program pemberdayaan dan kemampuan fasilitator
program pemberdayaan 10
3. Tangga partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasi Arnstein 17
4. Kategori tingkat pendidikan 21
5. Rekapitulasi jawaban responden tentang partisipasi dalam PNPM
Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir 29
6. Jumlah rumah tangga dan penduduk Nagari Sasak tahun 2011 31
7. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2011 32
8. Jenis, luas lahan, dan produksi areal perikanan Nagari Sasak tahun
2011 32
9. Tabel 9 Luas lahan dan produksi pertanian di Nagari Sasak tahun
2011 32
10. Jumlah fasilitas pendidikan di Nagari Sasak tahun 2011 33
11. Persentase responden menurut tingkat partisipasi dan keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 35
12. Koefisien korelasi antara partisipasi masyarakat dengan kategori umur berdasarkan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 35
13. Persentase masyarakat menurut tingkat partisipasi, kategori umur dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 36
14. Koefisien korelasi antara partisipasi masyarakat dan tingkat pendidikan berdasarkan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun
2013 36
15. Persentase masyarakat menurut tingkat partisipasi, pendidikan, dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 37
16. Koefisien kontingensi antara partisipasi masyarakat dengan jenis pekerjaan berdasarkan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun
2013 38
17. Persentase masyarakat menurut jenis pekerjaan, tingkat partisipasi dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 38
18. Koefisien kontingensi antara partisipasi masyarakat dengan akses terhadap informasi pemberdayaan berdasarkan tingkat keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 39
19. Persentase masyarakat menurut tingkat partisipasi, akses informasi pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 39
20. Persentase pengguna media informasi menurut sebaran akses masyarakat terhadap informasi dan keberhasilan jorong di Nagari
Sasak tahun 2013 41
21. Persentase masyarakat menurut keikutsertaan dalam program pelatihan oleh PNPM Mandiri Perdesaan di Nagari Sasak tahun 2013 42
22. Persentase masyarakat menurut karakteristik keberdayaan, karakteristik individu dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun
xii
23. Koefisien korelasi antara kemampuan memahami diri sendiri dengan intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan di Nagari Sasak
tahun 2013 44
24. Persentase masyarakat menurut karakteristik kemampuan memahami diri sendiri, intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan dan tingkat keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 44
25. Koefisien korelasi antara kemampuan mengarahkan diri sendiri dengan intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan di
Nagari Sasak tahun 2013 44
26. Persentase masyarakat menurut karakteristik kemampuan mengarahkan diri sendiri, intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 45
27. Koefisien korelasi antara kemampuan berunding dengan intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan di Nagari Sasak tahun
2013 45
28. Persentase masyarakat menurut karakteristik kemampuan berunding, intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 46
29. Koefisien korelasi antara kemampuan bertanggung jawab dan intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan di Nagari Sasak
tahun 2013 46
30. Persentase masyarakat menurut karakteristik kemampuan bertanggung jawab, intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 46
31. Koefisien korelasi antara kemampuan memahami diri sendiri dan intervensi terhadap tingkat dukungan program pemberdayaan di
Nagari Sasak tahun 2013 47
32. Persentase masyarakat menurut intervensi terhadap tingkat dukungan program pemberdayaan, karakteristik kemampuan memahami diri sendiri dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 47
33. Koefisien korelasi kemampuan mengarahkan diri sendiri dan intervensi terhadap tingkat dukungan program pemberdayaan di
Nagari Sasak tahun 2013 48
34. Persentase masyarakat menurut intervensi terhadap tingkat dukungan program, karakteristik kemampuan mengarahkan diri dan keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 48
35. Koefisien korelasi antara kemampuan berunding dan intervensi terhadap tingkat dukungan program pemberdayaan di Nagari Sasak
tahun 2013 48
36. Persentase masyarakat menurut karakteriktik kemampuan berunding, intervensi terhadap tingkat dukungan program pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 49
37. Koefisien korelasi antara kemampuan bertanggung jawab dan intervensi terhadap tingkat dukungan program pemberdayaan di
Nagari Sasak tahun 2013 49
xiii
39. Koefisien korelasi antara keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan dengan kemampuan memahami diri sendiri di Nagari Sasak
tahun 2013 51
40. Persentase masyarakat menurut karakteristik kemampuan memahami diri sendiri, tingkat kepemilikan masyarakat terhadap kelembagaan PNPM Mandiri dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 51
41. Persentase masyarakat menurut karakteristik kemampuan memahami diri sendiri, tingkat proporsi manfaat dengan biaya dan keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 52
42. Persentase masyarakat menurut kemampuan memahami diri sendiri, tingkat keteraturan kolektif kegiatan dan tingkat keberhasilan jorong
di Nagari Sasak tahun 2013 52
43. Persentase masyarakat menurut kemampuan memahami diri sendiri, tingkat pengawasan kegiatan pemberdayaan dan keberhasilan jorong
di Nagari Sasak tahun 2013 53
44. Persentase masyarakat menurut tingkat kesesuaian pemberian sanksi, kemampuan memahami diri sendiri dan keberhasilan jorong di Nagari
Sasak tahun 2013 54
45. Koefisien korelasi antara keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan dan kemampuan mengarahkan diri sendiri di Nagari Sasak
tahun 2013 54
46. Persentase masyarakat menurut kemampuan mengarahkan diri sendiri, tingkat kepemilikan terhadap kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 55
47. Persentase masyarakat menurut kemampuan mengarahkan diri, tingkat proporsi manfaat dengan biaya dan tingkat keberhasilan jorong di
Nagari Sasak tahun 2013 55
48. Persentase masyarakat menurut kemampuan mengarahkan diri, tingkat keteraturan kolektif dan tingkat keberhasilan jorong di Nagari Sasak
tahun 2013 56
49. Persentase masyarakat menurut kemampuan mengarahkan diri sendiri, tingkat pengawasan kegiatan pemberdayaan dan keberhasilan jorong
di Nagari Sasak tahun 2013 56
50. Persentase masyarakat menurut kemampuan mengarahkan diri, tingkat kesesuaian pemberian sanksi dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak
tahun 2013 57
51. Koefisien korelasi keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan dan kemampuan berunding masyarakat di Nagari Sasak
tahun 2013 58
52. Persentase masyarakat menurut tingkat kepemilikan terhadap kelembagaan PNPM Mandiri, kemampuan berunding dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 58
53. Persentase masyarakat menurut tingkat proporsi manfaat dengan biaya, kemampuan berunding dan tingkat keberhasilan jorong di Nagari
Sasak tahun 2013 59
54. Persentase masyarakat menurut, tingkat keteraturan kolektif, kemampuan bertanggung jawab dan keberhasilan jorong di Nagari
xiv
55. Persentase masyarakat menurut tingkat pengawasan kegiatan, kemampuan berunding dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun
2013 60
56. Persentase masyarakat menurut tingkat kesesuaian pemberian sanksi, kemampuan berunding dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun
2013 61
57. Koefisien korelasi antara keefektivan kelembagaan dan kemampuan bertanggung jawab masyarakat di Nagari Sasak tahun 2013 61
58. Persentase masyarakat menurut kemampuan bertanggung jawab, tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri dan keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 62
59. Persentase masyarakat menurut tingkat proporsi manfaat dengan biaya, kemampuan bertanggung jawab dan keberhasilan jorong di Nagari
Sasak tahun 2013 62
60. Persentase masyarakat menurut kemampuan bertanggung jawab, tingkat keteraturan kolektif kegiatan pemberdayaan dan keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 63
61. Persentase masyarakat menurut tingkat pengawasan kegiatan pemberdayaan, kemampuan bertanggung jawab dan keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 63
62. Persentase masyarakat menurut tingkat kesesuaian pemberian sanksi, kemampuan bertanggung jawab dan keberhasilan jorong di Nagari
Sasak tahun 2013 64
63. Koefisien korelasi/kontingensi antara tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan dengan karakteristik individu
di Nagari Sasak tahun 2013 65
64. Persentase responden menurut tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri, kategori umur dan keberhasilan jorong di Nagari
Sasak tahun 2013 65
65. Persentase masyarakat menurut tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan, pendidikan dan keberhasilan jorong di
Nagari Sasak tahun 2013 66
66. Persentase masyarakat menurut tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan, jenis pekerjaan dan keberhasilan jorong di
Nagari Sasak tahun 2013 67
67. Persentase masyarakat menurut tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan, akses terhadap informasi pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 67
68. Koefisien korelasi antara tingkat kepemilikan terhadap kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan dan partisipasi di Nagari Sasak tahun 2013 68
69. Persentase masyarakat menurut tingkat kepemilikan kelembagaan, partisipasi dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 68
70. Koefisien korelasi antara tingkat kepemilikan kelembagaan dan intervensi dari luar di Nagari Sasak tahun 2013 69
71. Persentase masyarakat menurut tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri, intervensi dari luar terhadap intensitas kegiatan program pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak
xv
72. Persentase masyarakat menurut intervensi dari luar terhadap tingkat dukungan program pemberdayaan, tingkat kepemilikan kelembagaan PNPM Mandiri dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak 2013 70
73. Koefisien korelasi/kontingensi antara tingkat proporsi manfaat dan biaya dengan karakteristik individu di Nagari Sasak, tahun 2013 71
74. Persentase masyarakat menurut proporsi manfaat dan biaya kegiatan pemberdayaan, kategori umur dan keberhasilan jorong di Nagari
Sasak tahun 2013 71
75. Persentase masyarakat menurut tingkat proporsi manfaat dan biaya kegiatan PNPM Mandiri, pendidikan dan tingkat keberhasilan jorong
di Nagari Sasak tahun 2013 72
76. Persentase responden menurut tingkat proporsi manfaat dan biaya, akses terhadap informasi pemberdayaan dan keberhasilan jorong di
Nagari Sasak tahun 2013 72
77. Koefisien korelasi antara partisipasi dan tingkat proporsi manfaat dengan biaya di Nagari Sasak tahun 2013 73
78. Persentase masyarakat menurut partisipasi, tingkat proporsi manfaat dan biaya dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 73
79. Koefisien korelasi antara intervensi dari luar dan tingkat proporsi manfaat dan biaya di Nagari Sasak tahun 2013 74
80. Persentase masyarakat menurut intervensi terhadap tingkat dukungan program, proporsi manfaat dan biaya, dan keberhasilan jorong di
Nagari Sasak tahun 2013 74
81. Koefisien korelasi antara tingkat keteraturan kolektif kegiatan dengan karakteristik individu di Nagari Sasak tahun 2013 75
82. Persentase masyarakat menurut tingkat keteraturan kolektif, kategori umur dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 76
83. Koefisien korelasi antara tingkat keteraturan kolektif kegiatan dengan partisipasi masyarakat di Nagari Sasak tahun 2013 76
84. Koefisien korelasi antara tingkat keteraturan kolektif kegiatan dengan intervensi dari luar di Nagari Sasak tahun 2013 77
85. Persentase masyarakat menurut intervensi terhadap tingkat dukungan program, tingkat keteraturan kolektif kegiatan dan keberhasilan jorong
di Nagari Sasak tahun 2013 77
86. Koefisien korelasi/kontingensi antara tingkat pengawasan kegiatan dengan karakteristik individu di Nagari Sasak tahun 2013 78
87. Persentase masyarakat menurut kategori umur, tingkat pengawasan kegiatan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 78
88. Persentase masyarakat menurut pendidikan, tingkat pengawasan kegiatan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 79
89. Persentase masyarakat menurut tingkat pengawasan kegiatan, jenis pekerjaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 79
90. Persentase masyarakat menurut tingkat pengawasan kegiatan, akses informasi pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak
tahun 2013 80
xvi
92. Koefisien korelasi antara tingkat pengawasan kegiatan dengan intervensi dari luar di Nagari Sasak tahun 2013 81
93. Persentase masyarakat menurut tingkat pengawasan kegiatan pemberdayaan, intervensi terhadap intensitas kegiatan pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 82
94. Persentase masyarakat menurut proporsi manfaat dan biaya kegiatan, intervensi dalam tingkat dukungan program dan keberhasilan jorong
di Nagari Sasak tahun 2013 82
95. Koefisien korelasi/kontingensi karakteristik individu dengan tingkat kesesuaian pemberian sanksi di Nagari Sasak tahun 2013 83
96. Persentase masyarakat menurut tingkat kesesuaian pemberian sanksi, kategori umur dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 84
97. Persentase masyarakat menurut tingkat kesesuaian pemberian sanksi, pendidikan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak tahun 2013 84
98. Persentase masyarakat menurut ketepatan pemberian sanksi, akses informasi pemberdayaan dan keberhasilan jorong di Nagari Sasak
tahun 2013 85
99. Koefisien korelasi antara partisipasi dengan tingkat kesesuaian pemberian sanksi di Nagari Sasak tahun 2013 85
100. Koefisien korelasi antara intervensi dari luar dengan tingkat kesesuaian pemberian sanksi di Nagari Sasak tahun 2013 86
101. Persentase masyarakat menurut kesesuaian pemberian sanksi, tingkat intervensi terhadap intensitas kegiatan program dan keberhasilan
jorong di Nagari Sasak tahun 2013 86
102. Musyawarah dalam Proses Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Nagari Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pesisir 101
DAFTAR GAMBAR
1. Bagan Alir Sosialisasi kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan 9
2. Alur Penulisan Usulan 14
3. Kerangka berpikir keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir dalam partisipasi masyarakat terhadap
program pemberdayaan tahun 2013 20
4. Metode pengambilan sampel di Jorong Padang Halaban 27
5. Metode pengambilan sampel di Jorong Sialang 28
6. Desain pelembagaan kerja dikaitkan dengan dukungan program 89
7. Desain kritisi strategi pengembangan kelembagaan kerja PNPM Mandiri Perdesaan berdasarkan desain kerja kelembagaan PNPM
Mandiri 90
8. Peta Kabupaten Pasaman Barat 106
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Persiapan Sosialisasi Tingkat Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan
Nagari 99
2. Informasi PNPM Mandiri Perdesaan untuk disampaikan dalam
pertemuan sosialisasi 10000
3. Musyawarah dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Nagari
Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pesisir 101
4. Peta lokasi penelitian 106
5. Dokumentasi Lokasi Penelitian 107
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Implementasi pendekatan top down dalam pembangunan menyebabkan partisipasi masyarakat kurang terwujud. Faktanya, program pemberdayaan yang dilaksanakan di masa lalu cenderung dilakukan secara top down dan sentralistik (Mukhlis 2009). Tampaknya, partisipasi merupakan kunci dari pembangunan. Oleh karena itu keberdayaan masyarakat kurang terwujud. Hal tersebut memunculkan ide untuk melanjutkan program pembangunan yang memiliki prinsip bottom up dan disentralistik dengan mengutamakan partisipasi masyarakat yang sesungguhnya. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan merupakan kunci dari pemberdayaan. Untuk mengembangkan model pembangunan yang mampu membangkitkan partisipasi masyarakat, diperlukan beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut menurut Soetrisno (1995) meliputi: (1) mendorong pemikiran yang kreatif, (2) mengembangkan toleransi yang besar terhadap kritikan, (3) membudayakan sikap mau mengakui kesalahan dalam merencanakan pembangunan daerah, dan (4) mendorong kemampuan untuk merancang dasar skenario. Melalui persyaratan tersebut, gradasi peran serta masyarakat akan bergerak secara logis.
Beberapa dekade terakhir, pengembangan budaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sudah menjadi tema penting dalam diskusi-diskusi tentang proses pembangunan di Indonesia (Masyuri dan Herdikiagung 2010). Penguasaan dan pemanfaatan IPTEK dipandang sebagai faktor yang menentukan kemajuan peradaban manusia. Di beberapa negara, IPTEK dijadikan sebagai bagian dari acuan sikap, pola tanggap dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut terbukti memberikan andil yang cukup besar dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Dewasa ini, pengembangan budaya IPTEK dianggap kurang optimal dilakukan di Indonesia. Pembangunan berbudaya IPTEK bersifat kompleks, multidimensi, bersifat holibis, serta menghadapi banyak kendala. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang bersifat lintas sektoral sehingga kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun non pemerintah dapat dilakukan secara lebih terintegrasi.
Pembangunan pedesaan merupakan bagian yang penting dari pembangunan nasional. Kawasan Indonesia merupakan kawasan pedesaan yakni 82 persen dari kawasan yang ada dan sekitar 50 persen penduduk tinggal di pedesaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 51 tahun 2007 tentang Pembangunan Pedesaan Berbasis Masyarakat, pembangunan pedesaan haruslah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan keberlanjutan SDA. Untuk itu, pembangunan desa harus memperhatikan kepentingan antar dan dalam kawasan pedesaan secara partisipatif, produktif, dan berkelanjutan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat.
2
antara lain keadaan sumber daya yang semakin menipis, kurangnya budaya menabung dan mengelola keuangan keluarga, serta struktur ekonomi atau tata niaga yang belum kondusif bagi kemajuan dan kemakmuran nelayan (Dahuri dan Ginting 2001). Permasalahan kesejahteraan kawasan pesisir tidak saja dialami oleh nelayan kecil tapi juga masyarakat sekitar kawasan pesisir lainnya. Oleh karena itu, diselenggarakan program pemberdayaan khusus untuk masyarakat kawasan pesisir.
Berbagai program pemberdayaan di kawasan pesisir telah dilakukan. Salah satunya adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program ini dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Penanggung jawab dan pembina program ditingkat nasional adalah Direktur Jenderal kelautan,pesisir dan pulau-pulau kecil (Dirjen KP3K). Dinas kelautan dan perikanan kabupaten/Propinsi merupakan penanggung jawab operasional program tersebut. Kegiatan PEMP diinisasi untuk mengatasi berbagai permasalahan akibat krisis ekonomi, kenaikan BBM, kesenjangan, kemiskinan, dan rendahnya kapasitas sumberdaya manusia (masyarakat) pesisir serta upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan. Program ini dirancang untuk tiga periode yakni periode inisiasi (2001-2003), periode institusionalisasi (2004-2006), periode diversifikasi usaha (2007-2009). Kelemahan dari program ini menurut laboratorium sosiologi UNJ adalah program ini telah mengesampingkan potensi-potensi lokal.
Sejak tahun 2009, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meresmikan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Pesisir (PNPM KP) yang terintegrasi dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) dibawah koordinasi Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 2008). Untuk pedesaan kawasan pesisir, dilaksanakan juga program pemberdayaan serupa yakni PNPM Mandiri Pedesaan Kawasan Pesisir. Program PNPM dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Terdapat beberapa kegiatan dalam PNPM Mandiri. Kegiatan tersebut antara lain pemberdayaan masyarakat/kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana bantuan langsung untuk masyarakat kepada masyarakat secara langsung. Pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan berada dibawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Kementrian Dalam Negeri.
3 Perumusan Masalah
Kelembagaan memiliki peranan yang cukup penting dalam menampung bentuk partisipasi masyarakat pesisir. Untuk itu, bagaimana efektivitas kelembagaan mendapatkan partisipasi masyarakat pesisir dan memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan menjadi penting untuk dikaji. Pertanyaan khusus yang menarik untuk diteliti adalah:
(1) Sejauh mana partisipasi masyarakat Nagari Sasak dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Persisir?
(2) Sejauh mana PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir berfungsi untuk memberdayakan masyarakat Nagari Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pesisir?
(3) Bagaimana strategi PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir di Nagari Sasak dalam memberdayakan masyarakat?
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
(1) Menganalisis partisipasi masyarakat Nagari Sasak dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir.
(2) Menganalisis fungsi PNPM Mandiri dalam pemberdayaan masyarakat Nagari Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pesisir
(3) Merumuskan strategi pengembangan PNPM Mandiri Pedesaan
Kawasan Pesisir Nagari Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pesisir melalui pendekatan kelembagaan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan manfaat bagi mahasiswa selaku akademisi, pemerintah, dan masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut
(1) Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya mengenai program pemberdayaan kawasan perdesaan.
(2) Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menjembatani program-program pemberdayaan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih maju dan berdaya
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir merupakan sekumpulan individu yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya laut dan area pantai. Menurut Satria (2009), Masyarakat pesisir merupakan sekumpulan individu yang hidup bersama-sama mendiami suatu wilayah pantai, membentuk dan memiliki kebudayaan khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Berdasarkan definisi tersebut, masyarakat pesisir tidak hanya terbatas pada kelompok nelayan namun juga kelompok lainnya yang secara tidak langsung memperoleh/mengelola sumberdaya pesisir. Masyarakat pesisir pada umumnya merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara sosial, ekonomi, dan kultural dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Ketertinggalan masyarakat pesisir ini menjadi hambatan potensial dalam pembangunan seperti yang diungkapkan oleh Kusnadi (2006):
“Keterbelakangan sosial ekonomi pada masyarakat pesisir merupakan hambatan potensial bagi mereka untuk mendorong dinamika pembangunan di wilayahnya. Akibatnya sering terjadi kelemahan bargaining position dengan pihak-pihak lain di luar kawasan pesisir, sehingga mereka kurang memiliki kemampuan mengembangkan kapasitas dirinya dan organisasi atau kelembagaan sosial yang dimiliki sebagai sarana aktualisasi dalam membangun wilayahnya.”
Persepsi demikian didasarkan pada hasil pengamatan langsung terhadap realitas kehidupan masyarakat pesisir atau melalui pemahaman terhadap hasil kajian akademis. Keterbatasan masyarakat pesisir terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain keadaan sumber daya yang semakin menipis, kurangnya budaya menabung dan mengelola keuangan keluarga, serta struktur ekonomi atau tata niaga yang belum kondusif bagi kemajuan dan kemakmuran nelayan. (Dahuri dan Ginting 2001)
Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat. Hak-hak dasar tersebut mencakup kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan infrastruktur (Zamzami 2011). Faktor lainnya yakni kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah.
Desa Pesisir
6
memiliki ketergantungan terhadap sumber daya laut baik langsung maupun tidak langsung. Pengertian tersebut merujuk pada beberapa sumber.
Menurut BPS, desa pesisir merupakan kelurahan/nagari/sebutan lainnya yang berbatasan langsung dengan garis pantai atau merupakan desa pulau dengan corak kehidupan masyarakat yang bergantung ataupun tidak bergantung pada potensi laut. Berdasarkan UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, batas administratif wilayah pesisir adalah 12 mil kearah laut. Dengan demikian seluruh desa yang berada di dalam batas tersebut merupakan desa pesisir.
Badan Pusat Statistik membagi desa menjadi dua jenis. Dua jenis desa tersebut yakni desa perkotaan dan desa perdesaan. Pembagian tersebut terkait dengan karakteristik sosial ekonomi desa menurut status perkotaan dan perdesaan secara statistik. Definisi desa perkotaan adalah suatu wilayah administratif setingkat kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan serta aksesnya. Desa perdesaan adalah suatu wilayah administratif setingkat kelurahan yang belum memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan dan aksesnya. Hal tersebut menjelaskan bahwa desa pesisir dapat diklasifikasikan ke dalam desa perkotaan atau desa perdesaan tergantung pada kondisi persyaratan desa pesisir itu sendiri.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya untuk membina sekelompok individu yang dianggap belum memiliki kompetensi menjadi lebih berkompetensi. Pada kondisi ini, masyarakat dianggap sebagai pihak yang berada dalam ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan bukan merujuk pada ketidakberdayaan sama sekali. Realitasnya, masyarakat yang terlihat lemah justru mampu bertahan dengan kondisi keterbatasan yang ada. Oleh karenanya kemampuan tersebut perlu lebih dikembangkan.
Menurut Chambers (1983), pemberdayaan masyarakat adalah “sebuah konsep pembangunan ekonomi yang menerangkan nilai-nilai sosial”. Konsep ini mencerminkan paradigma basis pembangunan yang bersifat people centered development, participatory, empowering dan sustainable (Kartasasmita 1996). Menurut Sidu (2006), pemberdayaan merupakan proses memperoleh dan memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar mampu mengenali potensi yang dimiliki, menentukan kebutuhan dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dihadapi secara mandiri.
7 Menurut Sumardjo (1999), terdapat beberapa ciri-ciri yang menunjukan bahwa suatu masyarakat telah berdaya. Ciri-ciri tersebut yaitu: (1) mampu memahami diri dan potensinya, (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding, (4) memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerja sama, dan (5) bertanggung jawab atas tindakannya.
PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM) merupakan salah satu kegiatan pengembangan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998. PNPM Mandiri sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pengembangan Masyarakat dan Desa 2008).
Sejak tahun 2009, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meresmikan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Pesisir (PNPM KP) yang terintegrasi dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) dibawah koordinasi Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Selain itu, untuk pedesaan kawasan pesisir, dilakukan program pemberdayaan serupa yakni PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir (PNPM Mandiri Perdesaan). Program PNPM dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Terdapat beberapa kegiatan dalam PNPM antara lain pemberdayaan masyarakat/kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana bantuan langsung untuk masyarakat kepada masyarakat secara langsung. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada dibawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Kementrian Dalam Negeri.
Fungsi PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan. Upaya tersebut dilakukan dengan menciptaan kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan, partisipasi seluruh anggota masyarakat merupakan prioritas utama. Partisipasi tersebut mencakup dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya hingga pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.
8
Tabel 1 Prinsip-prinsip PNPM Mandiri Perdesaan Prinsip PNPM Mandiri
Perdesaan Penjelasan
Transparansi dan akuntabilitas
Prinsip ini menempatkan masyarakat sebagai pemilik akses terhadap seluruh informasi
pemberdayaan, proses pengambilan keputusan dan pengelolaan kegiatan secara terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral, teknis, legal dan administratif.
Desentralisasi Memberikan ruang gerak masyarakat yang lebih luas dalam mengelola pembangunan sektoral dan kewilayahan sesuai dengan kapasitas masyarakat. Keberpihakan pada
orang/masyarakat miskin
Segala keputusan yang diambil merupakan
keputusan yan gberpihak pada masyarakat miskin. Otonomi Masyarakat memiliki hak dan wewenak dalam
mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab.
Partisipasi/pelibatan masyarakat
Masyarakat berperan serta secara aktif dalam proses kegiatan program pemberdayaan
Prioritas unggulan Masyarakat memilih program yang diutamakan. Kesetaraan atau keadilan
gender
Laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan hak dan kewajiban dalam proses kegiatan program pemberdayaan.
Bertumpu pada
pembangunan manusia
Pemilihan program berdasarkan pada dampaknya secara langsung terhadap pembangunan manusia, bukan semata pembangunan fisik.
Keberlanjutan Memiliki pertimbangan mengenai pelestarian program atau dampak program.
Sumber: Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pengembangan Masyarakat dan Desa 2008
PNPM Mandiri melakukan sosialisasi kegiatan pemberdayaan pada masyarakat sasaran kegiatan. Sosialisasi dan penyebaran informasi dalam PNPM Mandiri Perdesaan merupakan upaya untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi program dan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat. Sosialisasi PNPM Mandiri mencakup konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, pelaksanaan dan hasil pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat.
9 informasi dengan menggunakan media komunikasi/informasi alternatif lainnya, termasuk kegiatan promosi yang sifatnya terbuka untuk umum (poster, spanduk, buletin, surat kabar, situs web/Blog, radio dan media alternatif lainnya seperti pameran/bazaar, pentas seni dan budaya/Pekan Olah raga dan Kesenian, dan perpustakaan). Persiapan pertemuan sosialisasi dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Sumber: Depatemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pengembangan Masyarakat dan Desa 2008
Pada prinsipnya, sosialisasi dilakukan secara berkesinambungan, tidak hanya melalui forum resmi untuk PNPM Mandiri Perdesaan tetapi juga dalam pertemuan-pertemuan lain secara formal maupun informal. Secara bertahap, sosialisasi PNPM Mandiri Perdesaan dapat dilakukan mulai dari sosialisasi di provinsi hingga di tingkat kabupaten. Sosialisasi juga dilakukan di kalangan akademisi. Dilakukannya sosialisasi di kalangan tersebut bertujuan untuk diperolehnya saran/masukan demi perbaikan pelaksanaan program, juga bantuan upaya peningkatan kapasitas masyarakat dan pelaku program di lapangan.
Dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan, terdapat orang yang bertugas sebagai fasilitator. Fasilitator merupakan pemandu dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Fungsi fasilitator yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan memandu jalannya pertemuan; (2) memotivasi peserta untuk mengemukakan pendapat; dan (3) memandu dan mendampingi peserta dalam mengambil keputusan. Seorang fasilitator perlu dibekali dengan beberapa kemampuan yakni kemampuan dalam kepemimpinan, kemampuan konseptual atau menerjemahkan pemikiran yang rumit menjadi lebih mudah dipahami, dan menimbulkan ide baru, kemampuan komunikasi, kemampuan dalam pengembangan masyarakat, dan kemampuan menjalin hubungan sosial. Proses fasilitasi di masyarakat dilakukan dengan dua tahap yaitu: (1) tahap identifikasi dan penjajakan awal; dan (2) penyebarluasan dan pendampingan.
Menurut Amanah (2005), pemberdayaan dapat dikaji dari program pemberdayaan itu sendiri dan fasilitator program pemberdayaan tersebut. Program pemberdayaan dapat dikaji dari aspek inisiasi dan tujuan program, materi program, dan proses. Fasilitator program dapat dikaji dari aspek peran fasilitator, kompotensi fasilitator, pengawasan dan evaluasi, dan keberlanjutannya. Berikut tabel perbandingan tingkat dukungan dari segi program pemberdayaan dan fasilitator menurut Amanah (2005).
Gambar 1 Bagan Alir Sosialisasi kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
Tujuan Sosialisasi
Sasaran Sosialisasi
- Prasarana - Waktu - Biaya
Evaluasi Sosiali-sasi Materi
Sosialisasi
Metode Sosialisasi
10
Tabel 2 Pemikiran tentang program pemberdayaan dan kemampuan fasilitator program pemberdayaan
Kriteria Kurang Memberdayakan Memberdayakan A. Program pemberdayaan
.
- Program diinisiasi dari sistem sosial masyarakat (kebutuhan), penetapan tujuan oleh masyarakat, difasilitasi oleh lembaga terkait.
.
Materi program
- Fokus hanya pada masalah cara atau teknologi produksi
- Program dirancang dengan mengakomodasi kebutuhan nelayan (klien).
.
Kegiatan - Donasi (pembagian sumbangan)
- Penguatan kapasitas
.
Proses - Berpusat pada pemerintah atau sponsor
- Berpusat pada individu, kelompok, dan masyarakat lokal
- Pendekatan searah - Multi pendekatan, sesuai dengan kesiapan masyarakat - Bias pada
kepentingan pihak luar
- Melibatkan berbagai stakeholder
B. Fasilitator program
1. Peran fasilitator - Menggurui - Belajar bersama, Suasana demokratis, berbagi
- Kemampuan teknis dan non teknis yang memadai, serta memberdayakan
- Terprogram dengan melibatkan masyarakat, tolak ukur keBerhasilan jelas
4. Keberlanjutan - Rendah/kurang inovatif
- Tinggi, masyarakat memiliki kreatifitas dan daya inovatif yang tinggi Sumber: Amanah 2005
11 Kanak-kanak, TPT (Tembok Penahan Tanah) dan irigasi. Program non fisik termasuk dalam Program Peningkatan Kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal. Program peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal merupakan kegiatan yang ditujukan pada pengembangan bakat, potensi dan minat yang dimiliki individu sehingga mampu menciptakan daya saing, peluang tenaga kerja dan mampu meningkatkan kapasitas individu. Program ini direalisasikan dalam bentuk pelatihan. Pelatihan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perdesaan terdiri dari pelatihan pelaku dan pelatihan keterampilan masyarakat. Pelatihan pelaku yang dimaksud adalah pelatihan untuk para calon kader/KPM-D/K. Pelatihan ini dilaksanakan di tingkat RW/Komunitas dan dilakukan dengan wawancara semi terstruktur terhadap warga yang diusulkan oleh aparat ataupun komunitas. Pelatihan ini dilaksanakan setelah pembentukan tim pelaku yang diputuskan melalui Musyawarah Antar Nagari Sosialisasi. Pembentukan tim pelaku memliki beberapa tujuan. Tujuan tersebut antara lain yakni: (1) tersosialisasikannya gambaran umum kegiatan yang akan dilaksanakan; (2) terbentukanya tim KPM-D/N/K Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Nagari/Kelurahan) disetiap dusun/RW; dan (3) diperolehnya gambaran umum kondisi masyarakat.Tahapan musyawarah yang diadakan selama kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dapat dilihat di Lampiran 3.
Pelatihan keterampilan adalah kegiatan pengembangan bakat dan potensi masyarakat. Kedua pelatihan tersebut termasuk dalam kegiatan di bidang pelayanan pendidikan non formal. Pelatihan ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan menitikberatkan pada pemerataan kesempatan pendidikan dan kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal serta meningkatkan kapasitas rumah tangga miskin. Sasaran dari program pelatihan keterampilan adalah rumah tangga miskin sedangkan sasaran pelatihan pelaku adalah pelaku kegiatan dan pemerintahan lokal setempat.
Pelatihan pelaku pemberdayaan oleh PNPM Mandiri Perdesaan
(1) Pelatihan Pra Tugas
12
atau kecamatan (untuk pelatihan Tim Pemelihara). Proses pelatihan pra tugas meliputi tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
(2) Pelatihan Lanjutan
Pelatihan lanjutan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi kesulitan atau hambatan dan permasalahan yang dihadapi pelaku kegiatan ketika menjalankan tugasnya. Prosesnya meliputi tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
Pelatihan Keterampilan Masyarakat
Pelatihan keterampilan masyarakat merupakan upaya pemberdayaan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan keterampilan tertentu dari anggota masyarakat. Potensi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta meningkatkan kualitas hidupnya. Materi pelatihan ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat baik dibidang ekonomi, kesehatan, keterampilan, dan lain-lain.
Peserta pelatihan dalam kegiatan ini adalah anggota masyarakat nagari yang tergolong miskin namun mempunyai potensi atau dasar keterampilan tertentu yang dapat dikembangkan. Pelatihan ini bertujuan untuk menciptakan daya saing dan peluang tenaga kerja antara lain; kursus menjahit, bengkel otomotif, sablon, buta aksara, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Lokasi dan waktu pelatihan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Fasilitator Kecamatan (F-Kec) memfasilitasi proses pelatihan ini dengan mengundang narasumber atau pelatih yang ahli di bidang yang akan dilatih.
Kegiatan ini merupakan usulan kegiatan masyarakat. Pendanaan pada kegiatan pelatihan ini bersumber dari dana operasional kegiatan atau sumber-sumber lainnya. Selain merupakan usulan dari masyarakat setempat, kegiatan pelatihan dapat pula dilaksanakan karena adanya usulan di luar usulan kegiatan masyarakat. Penyelenggara pelatihan yang berasal dari usulan kegiatan oleh masyarakat terdiri dari UPK, BKAD, yang berkoordinasi dengan F-Kec dan PjOK. Pelatihan pengembangan kapasitas masyarakat yang bersumber dari usulan kegiatan oleh masyarakat dikelola oleh TPK.
Terdapat beberapa ketentuan yang diberlakukan dalam pelatihan keterampilan masyarakat. Ketentuan tersebut antara lain:
(1) Persyaratan bantuan biaya pelatihan adalah anggota rumah tangga miskin usia kerja produktif.
(2) Bantuan dipergunakan untuk pembelian peralatan dan bahan-bahan kursus/pelatihan, membayar honor instruktur, transportasi dan kebutuhan lain yang relevan.
(3) Besarnya bantuan biaya kursus/pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan riil dan harga setempat.
13 Pelaku PNPM Mandiri Perdesaan dan tugasnya
dalam kegiatan pemberdayaan di tingkat desa/nagari (1) Kepala desa/ Wali Nagari
Peran Kepala Desa/Wali Nagari adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keBerhasilan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di desa/nagari. Kepala Desa/Wali nagari bersama BPD menyusun peraturan desa/nagari yang relevan dan mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur PNPM Mandiri Perdesaan sebagai pola pembangunan yang partisipatif. Kepala Desa/Wali nagari memiliki tugas sebagai berikut:
(a) Membantu memasyarakatkan tujuan, prinsip dan kebijakan PNPM Mandiri kepada masyarakat dan wilayahnya.
(b) Mewakili wilayahnya dalam urusan kerja sama antar nagari, mengoordinir seluruh kegiatan pembangunan yang ada di desa.
(c) Mengoordinasikan pelaksanaan dan hasil pendataan RTM setiap dusun. (d) Mendorong dan memfasilitasi terbentuknya Badan Kerjasama Antar
Desa/Nagari (BKAD/N).
(e) Turut menyelesaikan perselisihan dan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan. (f) Memeriksa setiap laporan penyelesaian akhir kegiatan PNPM Mandiri
Perdesaan.
(g) Menandatangai dokumen-dokumen yang diperlukan. (2) Badan Permusyawarahan Desa/Nagari (BPD/N)
Badan Permusyawarahan Nagari berperan sebagai lembaga yang mengawasi proses setiap tahapan PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai pelestarian di desa. Badan Permusyawarahan Nagari juga berperan untuk melegalisasikan peraturan nagari yang berkaitan dengan pelembagaan dan pelestarian PNPM Mandiri Perdesaan di nagari.
(3) Tim Pengelola Kegiatan (TPK)
Anggota TPK berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah nagari. Tim ini bertugas sebagai pengelola dan pelaksana kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Tim ini terdiri dari ketua sebagai penanggung jawab operasional kegiatan di desa, mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan administrasi serta keuangan program. Sekretaris dan bendahara bertugas sebagai pembantu ketua dalam administrasi dan keuangan.tambahan anggota TPK dapat dilakukan jika melalui musyawarah informasi hasil tingkat nagari berdasarkan musyawarah penetapan usulan di tingkat antar nagari.
(4) Tim Penulis Usulan
14
Sumber: Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pengembangan Masyarakat dan Desa 2008
Gambar 2 merupakan alur penulisan usulan yang akan diajukan sebagai proposal kegiatan ke PNPM Mandiri Perdesaan. Usulan-usulan tersebut akan diurutkan sesuai dengan prioritas menurut peserta musyawarah.
(5) Tim Pemantau
Tim pemantau berasal dari warga nagari yang secara sukarela menjalankan fungsi pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yang ada di nagari. Anggota Tim Pemantau berasal dari anggota masyarakat yang diilih melalui musyawarah dan kesepakatan musyawarah. Pembiayaannya berasal dari swadaya atau sumber dana yang disepakati dalam musyawarah.
(6) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan/Nagari/Kejorongan (KPMD)
Anggota KPMD/N adalah warga desa terpilih yang memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti dan melaksanakan tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Nagari dan kelompok masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pemeliharaan. Perannya adalah membantu pengelolaan pembangunan di nagari tanpa terikat oleh waktu. Jumlah KPMD/N disesuaikan dengan kebutuhan dari nagari tersebut dengan mempertimbangkan keterlibatan atau peran serta kaum perempuan dan Rumah Tangga Miskin (RTM). Oleh karena itu, terdapat beberapa aspek yang menjadi syarat yakni kerelawanan, bersedia meluangkan waktu dan kejujuran.
Pelaku Kegiatan PNPM Mandiri dan tugasnya dalam kegiatan pemberdayaan di tingkat Kecamatan
(1) Camat
Camat atas nama Bupati berperan sebagai pembina pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di wilayah kecamatan. Camat bertugas membuat Surat Penetapan Camat (SPC) mengenai usulan kegiatan yang
Penetapan usulan nagari hasil kesepakatan Musyawarah Khusus Perempuan dan Musnag
Perencanaan
Daftar setiap kegiatan yang masuk ke nagari dicatat sesuai format yang ada
Maksimum tiga usulan, tiap usulan hanya terdiri atas satu
kegiatan/paket kegiatan
• Formulir usulan nagari
• Formulir pendukung lainnya.
REKAPITULASI USULAN NAGARI (PROPOSAL NAGARI)
15 telah disepakati oleh di musyawarah antar desa yang akan didanai oleh PNPM Mandiri Perdesaan.
(2) Penanggung jawab Operasional Kegiatan (PjOK)
Penanggung jawab Operasional Kegiatan (PjOK) merupakan seorang Kasi permberdayaan masyarakat atau pejabat lainnya yag memiliki tugas pokok sejenis di kecamatan berdasarkan Surat Keputusan Bupati. PjOK bertanggung jawab atas penyelenggaraan operasional kegiatan dan keberhasilan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di tingkat kecamatan.
(3) Tim Verifikasi (TV)
Tim Verifikasi merupakan kelompok kerja yang terdiri dari anggota masyarakat. Anggota TV memiliki pengalaman dan keahlian khusus di bidang teknik prasarana, simpan pinjam, pendidikan, kesehatan atau pelatihan keterampilan masyarakat sesuai yang diusulkan. Peran TV adalah melakukan pemeriksaan serta penilaian usulan kegiatan dari semua desa peserta kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Selanjutnya, TV membuat surat rekomendasi kepada musyawarah antar desa sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan. Penugasan ini diperoleh dari BKAD (Badan Kerja sama Antar Desa).
(4) Unit Pengelola Kegiatan (UPK)
Unit Pengelola Kegiatan merupakan kesatuan pengelola dan operasional pelaksanaan kegiatan antar desa. Pengurus UPK sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Pengurus UPK berasal dari anggota masyarakat yang direkomendasikan dan dipilih oleh desa melalui musyawarah desa. Penugasan UPK diperoleh dari BKAD. Tugas UPK adalah menjalankan pengelolaan dana program dan dana perguliran.
(5) Badan Pengawas UPK (BP-UPK)
Badan pengawas UPK memiliki peran sebagai pengawas pengelola kegiatan, administrasi, dan keuangan yang dilakukan oleh UPK. Badan pengawas ini dibentuk melalui musyawarah antar desa, sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang yakni ketua dan anggota. Tugas BP-UPK diperoleh dari BKAD.
(6) Fasilitator Kecamatan (F-Kec)
Fasilitator Kecamatan (F-Kec) merupakan pendamping masyarakat dalam melaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan. F-Kec berperan sebagai fasilitator dalam setiap tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Selain itu, F-Kec juga berperan untuk membimbing kader atau pelaku-pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di desa maupun di kecamatan.
(7) Pendamping Lokal (PL)
Pendamping Lokal (PL) merupakan tenaga pendamping masyarakat yang membantu fasilitator. Pelaku PL berasal dari masyarakat. Di setiap kecamatan, terdapat minimal satu pendamping lokal.
(8) Tim Pengamat (TP)
16
Pengamat juga memberikan masukan atau saran agar MAD berlangsung secara partisipatif.
(9) Badan Kerja sama Antar Desa (BKAD)
Badan Kerja sama Antar Desa (BKAD) adalah lembaga lintas desa yang dibentuk secara sukarela atas dasar kesepakatan lebih dari dua desa di satu wilayah dalam satu kecamatan atau antar kecamatan. Tujuan dibentuknya BKAD adalah untuk:
(a) Melindungi dan melestarikan hasil program yang terdiri dari kelembagaan UPK, sarana-prasarana, hasil kegiatan bidang pendidikan, dan dana bergulir.
(b) Menjadi payung hukum kelembagaan UPK, BP-UPK, TV, TPK, dan lain-lain.
(c) Merumuskan, membahas, dan menetapkan rencana strategis untuk mengembangkan UPK di bidang pengelolaan dana bergulir, pelaksanaan program, dan pelayanan usaha kelompok.
(d) Mengawasi, memeriksa, serta mengevaluasi kinerja UPK. (10) Setrawan Kecamatan
Setrawan Kecamatan (SK) merupakan pegawai negeri sipil (diutamakan) di lingkungan kecamatan yang telah dibekali kemampuan khusus untuk tugas mengakselerasi perubahan sikap mental di lingkungan pemerintah kecamatan dan perubahan tata pemerintahan serta mendampingi masyarakat dalam manajemen pembangunan partisipatif. Setrawan Kecamatan dalam PNPM Mandiri Perdesaan juga turut serta dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan.
Partisipasi dalam Program Pemberdayaan
Partisipasi adalah keterlibatan individu ataupun kelompok dalam interaksi sosial sebagai bentuk kepedulian terhadap suatu kegiatan. Keterlibatan tersebut dapat berbentuk sumbangan dana, tenaga, ataupun ide. Keputusan untuk turut berpartisipasi merupakan bentuk kesadaran individu terhadap suatu kondisi yang ada.
17 oleh faktor tertentu terutama ketersediaan sarana dan prasarana fisik, kelembagaan (formal dan lokal), kepemimpinan (formal dan lokal), peraturan dan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah desa. Secara umum dapat dirumuskan mengenai faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yaitu: (1) Keadaan sosial masyarakat, (2) kegiatan program pembangunan, (3) keadaan alam sekitar (Sastropoetro 1988).
Tabel 3 Tangga partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasi Arnstein No
. Tangga Partisipasi Hakekat Kesertaan
Tingkatan Pembagian Kekuasaan 1. Manipulasi
(Manipulation)
Permainan oleh 3. Pemberitahuan
(Informing)
(Consultation)
Masyarakat didengar, tapi tidak selalu dipakai sarannya 5. Penentraman
(Placation)
Saran Masyarakat diterima tapi tidak selalu dilaksanakan kekuasaan ada di
masyarakat atau seluruh program) 8. Kontrol Masyarakat
(Citizen Kontrol)
Sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat Sumber: Arnstein 1969
Partisipasi masyarakat menggambarkan proses pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Gradasi peserta dapat digambarkan dalam Tabel 3 sebagai sebuah tangga dengan delapan tingkatan yang menunjukkan peningkatan partisipasi tersebut (Arnstein 1969).
18
Kelembagaan
Kelembagaan adalah aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat yang membantu anggotanya agar dapat saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kelembagaan juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi. Rumusan batasan kelembagaan tersebut didasarkan pada berbagai sumber rujukan.
Kelembagaan sosial merupakan terjemahan langsung dari istilah social-institution. Kelembagaan merupakan prilaku yang berulang, bersifat stabil, dan menjadi nilai dalam suatu masyarakat (Cohen dan Uphoff 1977). Ostrom (1985) mendefinisikan kelembagaan sebagai aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota untuk mengatur hubungan yang saling mengikat dan tergantung satu sama lain.
Kelembagaan merupakan suatu konsep dan bukan sesuatu yang kongkrit. Dengan demikian, kelembagaan memiliki aspek kultural dan struktural. Aspek kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, sedangkan aspek struktural berupa berbagai peranan sosial. Menurut Uphoff (1986), kelembagaan dapat berwujud organisasi dan sebaliknya. Kelembagaan adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif, sedangkan organisasi merupakan struktur dari peran-peran yang diakui oleh masyarakat.
Terdapat dua perspektif mengenai kelembagaan sosial berdasarkan penjelasan diatas. Pertama, perspektif yang memandang kelembagaan maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial (kelompok-kelompok), dengan kelembagaan sebagai sesuatu yang bersifat universal dan penting. Kedua, perspektif yang memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak dan memandang asosiasi sebagai bentuk organisasi yang konkrit.
Menurut Soekanto (1990), terdapat beberapa ciri-ciri pokok yang membedakan kelembagaan sosial dengan konsep lain seperti grup, asosiasi, dan organisasi. Ciri tersebut antara lain:
(1) Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya.
(2) Memiliki kekekalan tertentu. (3) Mempunyai tujuan.
(4) Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan tujuan.
(5) Mempunyai alat untuk mencapai tujuan. (6) Mempunyai tradisi tertulis dan tidak tertulis.
19 Uphof (1986) mengelompokkan kelembagaan berdasarkan sektor-sektor sosial ditingkat lokalitas seperti sektor publik, sektor partisipatori, dan sektor swasta. Berdasarkan pengelompokkan oleh Uphoff tersebut, pemberdayaan dapat dikategorikan sebagai kelembagaan di sektor publik dan sektor partisipatori. Hal tersebut ditinjau dari konsep pemberdayaan yakni tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan tujuan kegiatannya.
Pendekatan merupakan suatu metode atau cara untuk mencari tahu dan menjelaskan suatu fenomena, peristiwa, dan lain-lain. Menurut Apter (1996) pendekatan merupakan suatu cara pandang untuk menjelaskan suatu fenomena. Pendekatan kelembagaan menurut Mahler dan MacInnis (2002) merupakan cara pandang terhadap suatu fenomena dengan memposisikan negara sebagai fokus utama dan menonjolkan segi konstitusional dan yuridis. Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan institusional atau pendekatan legal-institusional. Pendekatan ini bersifat sangat formal dan deskriptif karena menggambarkan berbagai lembaga-lembaga pemerintah dan saluran demokrasi yang ada. Pendekatan kelembagaan sangat menekankan pada nilai (bersifat normatif) dan moral (seperti halnya pada kajian filsafat politik). Metode yang digunakan dalam pendekatan kelembagaan bersifat deduktif, deskriptif, historis-komparatif, dan preskriptif.
Pendekatan deduktif yakni suatu cara pandang yang menggunakan logika untuk menarik kesimpulan berdasarkan premis yang ada (Shurter dan Pierce 1996). Dalam pendekatan deduktif dapat ditarik lebih dari satu kesimpulan. Pendekatan kelembagaan bersifat deskriptif yakni cenderung berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya (Mahler dan Maclnnis 2002). Riset empiris selalu berupaya untuk deskriptif sehingga pendekatan kelembagaan sesuai untuk riset tersebut. Menurut Reigeluth (1983), preskriptif adalah adanya upaya individu/kelompok untuk mempengaruhi individu/kelompok lain agar mau belajar atau berorientasi untuk mencapai tujuan. Menurut Ahmadi (2007) historis-komparatif merupakan upaya membandingkan suatu kelompok/masyarakat dengan kelompok/masyarakat lainnya berdasarkan latar belakang budaya atau struktur masyarakat sehingga didapat kesimpulan secara umum.
20
Kerangka Pemikiran
Permasalahan umum dalam penelitian ini adalah bagaimana keefektivan kelembagaan dalam program PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir yang diadakan jika ditinjau dari partisipasi masyarakat dengan merumuskan beberapa permasalahan khusus. Peneliti mencoba menjawab permasalahan tersebut dengan mengemukakan beberapa variabel seperti karakteristik individu, tipe partisipasi, intervensi dari luar, keefektivan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir dan tingkat keberdayaan masyarakat sebagai penerima program.
Keterangan:
: terdapat hubungan
Partisipasi masyarakat merupakan langkah awal untuk memajukan masyarakat dalam program pemberdayaan. Keputusan untuk berartisipasi dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu masyarakat. Karakter individu tersebut mencakup umur, tingkat pendidikan, akses terhadap jaringan informasi, pekerjaan, dan status keikutsertaan dalam program pemberdayaan.
Pada kegiatan pemberdayaan yang masih on going, dilakukan pengukuran partisipasi dengan menggunakan tingkatan partisipasi menurut Arnstein. Selain itu, adanya intervensi dari luar juga memiliki pengaruh terhadap fungsi kelembagaan yang ada di masyarakat, terutama kelembagaan yang memiliki hubungan dengan kegiatan pemberdayaan. Keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan
Gambar 3 Kerangka berpikir keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Kawasan Pesisir dalam partisipasi masyarakat terhadap
program pemberdayaan tahun 2013 X2 : Tingkat Partisipasi
Y1 : Keefektivan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan Y1.1Tingkat Kepemilikan Y1.2 Proporsi Manfaat dengan
Pembiayaan
Y1.3TingkatKeteraturan Kolektif
Y1.4 IntensitasPengawasan
Penggunaan Sumber daya Y1.5 KetepatanPemberian Sanksi X3 : Intervensi dari luar
X3.1 Intensitas Pemberdayaan
X3.2 Tingkat Dukungan
Program
X1:Karakteristik individu X 1.1 Umur
X1.2 TingkatPendidikan
X 1.3 Akses terhadap informasi X 1.4 Pekerjaan
X1.5 Status Keikutsertaan dalam PNPM Mandiri Perdesaan KP
21 Kawasan Pesisir dapat ditinjau dari tingkat kepemilikan, proporsi manfaat dengan pembiayaan, tingkat keteraturan kolektif, tingkatpengawasan penggunaan sumberdaya, dan ketepatan pemberian sanksi. Keefektivan kelembagaan ini juga dapat membuktikan seberapa berdayanya suatu masyarakat.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan, dalam kajian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:
(1) Karakteristik individu berhubungan nyata dengan keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan.
(2) Karakteristik individu berhubungan nyata dengan partisipasi dalam PNPM Mandiri Perdesaan.
(3) Partisipasi berhubungan nyata dengan keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan.
(4) Intervensi dari luar berhubungan nyata dengan keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan.
(5) Keefektivan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan berhubungan nyata dengan tingkat keberdayaan.
(6) Intervensi dari luar berhubungan nyata dengan tingkat keberdayaan masyarakat.
Definisi Operasional
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
X.1 Karakteristik individu merupakan kondisi atau keadaan spesifik responden yang berkaitan langsung dengan dirinya. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan akses terhadap jaringan informasi serta keikutsertaannya dalam kelompok.
X1.1 Umur merupakan jumlah tahun usia yang dihitung sejak dilahirkan sampai dilakukannya penelitian ini. Indikatornya adalah penyataan responden terkait jumlah tahun usia responden sejak dilahirkan sampai dilakukannya penelitian ini. Pengukurannya dengan skala rasio.
X1.2 Tingkat pendidikan merupakan jenjang dalam sekolah formal yang dicapai oleh responden. Indikator dari tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti oleh responden. Pengukuran dengan skala ordinal. Pengelompokkan berdasarkan himbauan wajib belajar sembilan tahun oleh pemerintah (Tabel 4).
Tabel 4 Kategori tingkat pendidikan
Kategori Pendidikan Terakhir
Rendah Tidak sekolah.
Sedang SD, SLTP/SMP.
Tinggi SLTA/SMA, Perguruan tinggi
22
X1.4 Akses terhadap informasi merupakan kemudahan responden dalam menjangkau sumber-sumber pengetahuan yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat pesisir. Indikatornya adalah tersedianya sumber informasi yang dapat diperoleh oleh responden.. Pengukurannya menggunakan skala nominal berdasarkan pernyataan responden terkait dengan kemudahan dalam menjangkau informasi yang dibutuhkan.
X1.5 Status keikutsertaan dalam PNPM Mandiri Perdesaan merupakan identitas responden dalam program pemberdayaan masyarakat (PNPM Mandiri Perdesaan). Indikatornya adalah responden yang mengikuti program peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal PNPM Mandiri Perdesaan. Pengukurannya dengan data nominal yakni “peserta program pelatihan Program Peningkatan Kapasitas Masyarakat“ dan “non peserta pelatihan Program Peningkatan Kapasitas Masyarakat”.
X.2 Partisipasi merupakan suatu bentuk keterlibatan responden dalam suatu kegiatan. Indikatornya adalah keterlibatan individu dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Pengukuran dilakukan dengan mengadopsi tangga partisipasi Arnstein (1969). Kedelapan tangga tersebut sebelumnya dipersempit menjadi tiga kategori yaitu non-partisipasi (tangga 1 dan 2), tokenisme (tangga 3 – 5) dan Citizen Power (kontrol masyarakat) (tangga 6 – 8) melalui pertanyaan dengan pilihan jawaban sebagai berikut:
Tidak Pernah/TP), diberi skor 1 Jarang /JR), diberi skor 2 Sering/SR, diberi skor 3 Selalu/SL), diberi skor 4
X.3 Intervensi dari luar merupakan kegiatan yang diadakan oleh pihak diluar masyarakat yang akan diberdayakan/dimajukan. Intervensi ini mencakup intensitas pemberdayaan dan tingkat dukungan program.
X3.1 Intensitas program pemberdayaan merupakan kuantitas kegiatan pertemuan yang dilakukan dalam satu periode kegiatan. Indikator dari variabel ini adalah frekuensi kegiatan aktif/pertemuan yang dilakukan dalam satu periode kegiatan program pemberdayaan. Pengukurannya dengan skala ordinal yakni tinggi, sedang dan rendah melalui pertanyaan dengan pilihan jawaban sebagai berikut:
Tidak Pernah/TP, diberi skor 1 Jarang /JR, diberi skor 2 Sering/SR, diberi skor 3 selalu/SL, diberi skor 4
X3.2 Tingkat dukungan program merupakan sarana dan prasarana yang tersedia untuk memfasilitasi terlaksananya program dengan baik. Indikator dari tingkat dukungan mencakup pemikiran tentang program pemberdayaan dan kemampuan fasilitator. Pengukuran dengan skala ordinal yakni tinggi, sedang dan rendah melalui pertanyaan dengan pilihan jawaban sebagai berikut: