• Tidak ada hasil yang ditemukan

Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada Bank X)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada Bank X)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN

KREDIT MODAL KERJA

(Studi Pada Bank X)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

FATIYA ROCHIMAH

080200141

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN

KREDIT MODAL KERJA

(Studi Pada Bank X)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

FATIYA ROCHIMAH

080200141

DISETUJUI OLEH,

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP. 196603031985081004 Dr. Hasim Purba, S.H, M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H, M.S

NIP. 196204211988031004 NIP. 195506261986012001

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas anugerah

dan karuniaNya masih diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menjalani

perkuliahan sampai pada menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA

PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA (Studi Pada Bank X)”.

Skripsi ini ditulis dan bermuatan tentang penyebab terjadinya novasi

terhadap debitur pada perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK), bagaimana proses

novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK, dan akibat hukum apabila terjadi

novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH.MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas

(4)

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan waktu dan pikiran dalam membimbing dan

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Sinta Uli, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan

bantuan selama penulis mengikuti kuliah.

9. Kedua orang tua penulis yang senantiasa memberikan doa, perhatian, dan

dukungan sehingga penulis akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Kakak-kakak penulis, Rizky Hindayani, Dina Yulia dan adik penulis

Ahmad Iqbal Maulana Lubis, terima kasih doa dan semangatnya.

11.Pak Abdul Rahim, Pak Suaheli Anggrata, Pak Agus Suprianto, Pak Iing,

dan seluruh jajaran Bank X, terima kasih atas kerja sama dan bantuan

bahannya.

12.Teman- teman terbaik dan terkasih yang telah mewarnai kehidupan

kampus penulis dari semester satu sampai akhir perkuliahan, Rizky

Wirdatul Husna, Faradina, Anggina Rizki Harahap, Erny Suciapriyanti,

Siti Khairunnissa, Fika Habbina, Lidya Ramadhani, dan Berliana. Semoga

(5)

13.BTM. Alladdinsyah, SH beserta jajaran pengurus, yang telah memberikan

ilmu, kasih sayang, dan semangat kepada penulis selama kuliah.

Medan, April 2012

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA A. Pengertian Kredit Modal Kerja ... 16

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja ... 33

C. Jenis-Jenis Kredit Modal Kerja ... 40

D. Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja ... 43

E. Berakhirnya Kredit Modal Kerja ... 46

BAB III NOVASI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERKEMBANGANNYA A. Pengertian Novasi ... 49

(7)

C. Novasi Sebagai Salah Satu Penyebab Hapusnya Perikatan 54

D. Akibat Hukum Terjadinya Novasi ... 57

E. Perbedaan Antara Novasi, Subrogasi, dan Cessie ... 59

BAB IV NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN

KREDIT MODAL KERJA DI BANK X

A. Penyebab Terjadinya Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X ... 66

B. Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X ... 71

C. Akibat Hukum Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

(8)

ABSTRAK

Fatiya Rochimah *

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS ** Sinta Uli P, SH.M.Hum ***

Kemajuan kondisi perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar, menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari pemerintah melalui jasa-jasa bank dan lembaga keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, dan sebagainya. Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber guna memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK). Pemberian KMK kepada pelaku usaha disertai dengan risiko sebagai akibat adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian kredit dengan pelunasan kredit di kemudian hari. Selama jangka waktu kredit berlangsung ada kemungkinan terjadi debitur meninggal dunia ataupun peningkatan status hukum debitur dalam hal debitur adalah badan usaha. Apabila hal ini terjadi maka perlu dilakukan novasi terhadap debitur (novasi subjektif pasif). Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu apa yang menjadi penyebab, bagaimana proses dan akibat hukum novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK merupakan salah satu peristiwa yang menjadi sebab hapusnya perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1381 KUHPerdata, dimana perjanjian KMK awalnya menjadi hapus karena disebabkan adanya suatu pembaharuan utang. Demikian juga terhadap perjanjian accessoir berupa perjanjian jaminan yang mengikuti perjanjian kredit lama menjadi gugur/ berakhir. Dalam pelaksanaan novasi terhadap debitur pada Bank X, untuk debitur baru dibuat perjanjian KMK baru untuk mengganti perjanjian kredit yang lama. Dan demi menjamin pelunasan utang debitur baru semua jaminan tetap dipertahankan dan dilakukan pembaharuan pengikatannya. Novasi subjektif pasif diperlukan apabila debitur meninggal dunia dimana KMKnya belum lunas atau apabila terjadi perubahan status hukum debitur dari CV/ Firma menjadi PT, maka terhadap perjanjian kredit lama harus dilakukan novasi.

Kata Kunci : Novasi, Kredit Modal Kerja, Novasi Subjektif Pasif

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(9)

ABSTRAK

Fatiya Rochimah *

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS ** Sinta Uli P, SH.M.Hum ***

Kemajuan kondisi perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar, menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari pemerintah melalui jasa-jasa bank dan lembaga keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, dan sebagainya. Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber guna memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK). Pemberian KMK kepada pelaku usaha disertai dengan risiko sebagai akibat adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian kredit dengan pelunasan kredit di kemudian hari. Selama jangka waktu kredit berlangsung ada kemungkinan terjadi debitur meninggal dunia ataupun peningkatan status hukum debitur dalam hal debitur adalah badan usaha. Apabila hal ini terjadi maka perlu dilakukan novasi terhadap debitur (novasi subjektif pasif). Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu apa yang menjadi penyebab, bagaimana proses dan akibat hukum novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK merupakan salah satu peristiwa yang menjadi sebab hapusnya perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1381 KUHPerdata, dimana perjanjian KMK awalnya menjadi hapus karena disebabkan adanya suatu pembaharuan utang. Demikian juga terhadap perjanjian accessoir berupa perjanjian jaminan yang mengikuti perjanjian kredit lama menjadi gugur/ berakhir. Dalam pelaksanaan novasi terhadap debitur pada Bank X, untuk debitur baru dibuat perjanjian KMK baru untuk mengganti perjanjian kredit yang lama. Dan demi menjamin pelunasan utang debitur baru semua jaminan tetap dipertahankan dan dilakukan pembaharuan pengikatannya. Novasi subjektif pasif diperlukan apabila debitur meninggal dunia dimana KMKnya belum lunas atau apabila terjadi perubahan status hukum debitur dari CV/ Firma menjadi PT, maka terhadap perjanjian kredit lama harus dilakukan novasi.

Kata Kunci : Novasi, Kredit Modal Kerja, Novasi Subjektif Pasif

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya

adalah di bidang perekonomian. Dewasa ini perekonomian Indonesia

menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang cukup tinggi di tengah

ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global.

Kemajuan perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat

yang melakukan usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan

ruang lingkup usaha yang besar, menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha

tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari pemerintah melalui jasa-jasa

bank dan lembaga keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, kerja sama

dagang, simpanan dan sebagainya.

Pada Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) disebutkan bahwa perekonomian

nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi. Untuk mewujudkan

demokrasi ekonomi haruslah melalui pemberian persamaan kesempatan bagi

setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil. Artinya ada kerjasama yang serasi

antara usaha negara, koperasi, dan usaha swasta, dan antara usaha besar,

menengah, dan kecil perlu dikembangkan berdasarkan semangat kekeluargaan

(11)

Agar dalam dunia usaha tercipta keseimbangan yang adil antara usaha

besar, menengah, dan kecil, konsentrasi kekuatan pasar pada usaha besar harus

makin berkurang, yakni dengan cara mendorong lapisan usaha menengah dan

kecil agar tumbuh lebih cepat.

Dalam rangka mengembangkan usaha kecil dan menengah, pemerintah

telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan Usaha Kecil dan

Menengah (UKM), terutama lewat kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit

program untuk pengembangan UKM bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit

program pertama UKM, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja

Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit investasi dan modal kerja

permanen, dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga bersubsidi.

Dewasa ini hampir semua bank baik itu bank umum maupun Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) menyediakan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK).

Peranan bank sangat penting dalam mengatasi hambatan dan kesulitan

yang berkaitan dengan pengadaan modal. Dalam kehidupan masyarakat

sehari-hari tidak dapat dielakkan bahwa tingkat kebutuhan manusia semakin lama akan

semakin meningkat. Dalam upaya meningkatkan taraf dan standar hidupnya

anggota masyarakat akan melakukan berbagai usaha untuk memenuhi

kebutuhannya. Salah satu alternatif pendanaan yang dapat digunakan adalah

melalui bank.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

(12)

dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya harus

berdasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung di dalam ideologi negara

Indonesia yakni Pancasila dan tujuan negara Indonesia dalam UUD Negara RI

Tahun 1945. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan perbankan Indonesia,

diantaranya adalah perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama

bank sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat yang bertujuan

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional dalam peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak.1

Berkaitan dengan fungsi utama bank sebagai lembaga perantara keuangan

(financial intermediation) yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk

menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah negara. Dalam

hal ini, bank menghimpun dana dari masyarakat luas yang mempunyai kelebihan

dana (surplus of funds) yang dikenal dengan istilah dalam dunia perbankan adalah kegiatan funding. Masyarakat menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih masyarakat adalah seperti giro,

tabungan, sertifikat deposito, deposito, dan sebagainya. Dana yang dihimpun

tersebut oleh bank disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan

dana (lack of funds) dalam bentuk pinjaman atau dikenal dengan istilah kredit.

1

(13)

Adapun jenis kredit antara lain kredit investasi, KMK, kredit konsumsi, dan

lain-lain.

Peranan penting dan strategis dari lembaga perbankan sebagaimana

diuraikan di atas menjadikan lembaga perbankan sebagai salah satu sumber guna

memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat

dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam

pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas KMK. Kehadiran sistem KMK

sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang memiliki usaha dalam level kecil dan

menengah. Karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha

perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal

dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas.

Pemberian KMK (working capital credit) bagi masyarakat perorangan atau badan usaha sangat mempengaruhi iklim dunia usaha dan perekonomian

negara pada umumnya. KMK yang diberikan bank kepada pelaku usaha

digunakan untuk membiayai pembelian modal lancar untuk keperluan

meningkatkan produksi dalam operasionalnya yang habis dalam pemakaian,

seperti untuk pembelian barang dagangan, bahan baku, membayar gaji pegawai

atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. KMK

bersifat revolving loan (kredit berulang-ulang) yaitu kredit yang pengambilannya tidak sekaligus tetapi secara berulang-ulang, asalkan masih dalam batas

maksimum dan masih dalam jangka waktu yang diperjanjikan.

Usaha kecil dan menengah merupakan bagian integeral dunia usaha

(14)

strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan

tujuan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil dan menengah merupakan kegiatan

usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan dapat berperan dalam proses

pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong

pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada

umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.2

Dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

Mengingat peranan usaha kecil dan menengah yang sangat strategis dalam

meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya dalam penyediaan lapangan kerja

dan peningkatan pendapatannya, maka pembiayaan usaha kecil dan menengah

perlu mendapat prioritas tinggi. Meskipun faktor permodalan tidak selalu menjadi

penghalang bagi berjalannya suatu usaha kecil dan menengah, namun

ketersediaan dana yang cukup dan sesuai kebutuhan akan sangat mendukung

perkembangan usaha kecil dan menengah.

Salah satu bank milik negara yang secara luas telah menyediakan

pendanaan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk mengembangkan

dan meningkatkan kegiatan usahanya baik berskala besar, kecil dan menengah

adalah Bank X. Bank ini telah membuktikan ikut memberikan kontribusi dalam

pembangunan negara, turut mensejahterakan masyarakat dengan menyediakan

KMK untuk membantu kebutuhan modal usaha, sehingga jutaan masyarakat

Indonesia hidupnya menjadi lebih makmur dan sejahtera.

2

(15)

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Pemberian kredit oleh perbankan memerlukan persyaratan yang

dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit. Perjanjian kredit mempunyai

peranan yang sangat penting karena merupakan dasar hukum dalam hal

penyaluran, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit perbankan. Di samping itu

perjanjian kredit merupakan alat bukti otentik, baik bagi pihak bank sebagai

kreditur ataupun bagi nasabah peminjam dana sebagai debitur dan juga pengaman

yang sangat penting, untuk ”mengcover/melindungi” risiko kerugian yang

mungkin timbul dalam penyaluran kredit.

Kegiatan perkreditan merupakan proses pembentukan asset bank. Kredit

merupakan risk asset bagi bank karena asset bank itu dikuasai pihak luar bank yaitu debitur. Setiap bank menginginkan dan berusaha keras agar kualitas risk asset ini sehat dalam arti produktif dan collectable. Namun kredit yang diberikan kepada debitur selalu ada risiko berupa kredit tidak dapat kembali tepat pada

waktunya yang dinamakan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank karena bank tidak

mungkin menghindarkan adanya keredit bermasalah. Bank hanya berusaha

menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi

ketentuan Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas perbankan.3

3

(16)

Pemberian fasilitas kredit menimbulkan risiko yang harus dihadapi oleh

bank (kreditur). Tingkat risiko (degree of risk) tersebut sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pelunasan kredit

yang akan diterima kemudian hari. Selama jangka waktu pemberian kredit,

banyak peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi terhadap debitur seperti debitur

meninggal dunia, peningkatan status hukum debitur dalam hal debitur adalah

badan usaha, dan sebagainya. Jika debitur meninggal dunia atau dilakukan

peningkatan status hukum debitur pada saat jangka waktu kredit masih

berlangsung maka pihak bank perlu melakukan novasi subjektif pasif (novasi

terhadap debitur).4

Novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK yang dilakukan dimana

jangka waktu kreditnya masih dalam masa angsuran, biasanya terjadi karena,

dimana debitur lama mengalami suatu kesulitan untuk melanjutkan pembayaran

angsuran, atau sebab lain yaitu debitur lama meninggal sehingga ahli warisnya Berdasarkan Pasal 1413 KUHPerdata, novasi atau pembaharuan utang ada

tiga (3) jenis yaitu novasi obyektif, novasi subjektif aktif, dan novasi subjektif

pasif. Novasi subyektif pasif atau disebut juga alih debitur yaitu penggantian

debitur lama oleh debitur baru. Debitur lama sebagai pihak yang berhutang atas

inisiatif debitur sendiri atau inisiatif dari krediturnya dapat mengalihkan utang

debitur lama kepada pihak lain sebagai debitur baru. Dengan penggantian debitur

lama kepada debitur baru berarti membebaskan debitur lama dari kewajiban

membayar utangnya kepada kreditur.

4

(17)

menggantikan posisi debitur lama, dan sebab lainnya karena terjadinya perubahan

status debitur perorangan menjadi Firma (Fa) atau Perseroan Terbatas (PT).

Novasi perlu dilakukan agar usaha debitur yang notabene merupakan kontributor

dalam kemajuan kondisi perekonomian di Indonesia, tetap berlangsung dan dapat

terus beroperasional dengan dukungan fasilitas KMK.

Dalam proses novasi subjektif pasif, ada syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi baik oleh pihak bank sebagai kreditur maupun

debitur lama dan debitur baru. Selain itu juga perlu dibuat beberapa akta atau

dokumen yang perlu dibuat berkaitan dengan proses novasi ini.

Salah satu syarat dilakukannya novasi subjektif pasif debitur sebagaimana

diatur pada Pasal 1415 jo 1417 KUH Perdata yaitu novasi subyektif pasif harus

dilakukan secara tegas tidak boleh hanya dipersangkakan. Artinya novasi terhadap

debitur tersebut harus dilakukan dengan persetujuan dari pihak bank sebagai

kreditur.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap penyebab terjadinya novasi terhadap debitur pada

perjanjian KMK di Bank X, bagaimana proses novasi terhadap debitur pada

perjanjian KMK di Bank X, serta akibat hukum apabila terjadi novasi terhadap

debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Atas dasar uraian-uraian tersebut di atas, penulis mengangkat judul skripsi

“Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada

(18)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis

di atas maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada skripsi

ini yakni sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi penyebab terjadinya novasi terhadap debitur pada

perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X?

2. Bagaimana proses novasi terhadap debitur pada perjanjian Kredit

Modal Kerja di Bank X?

3. Apa akibat hukum apabila terjadi novasi terhadap debitur pada

perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan penulis

dalam penyusunan skripsi yaitu:

1. Untuk mengetahui yang menjadi penyebab terjadinya novasi terhadap

debitur dalam perjanjian KMK di Bank X.

2. Untuk mengetahui proses novasi terhadap debitur pada perjanjian

KMK di Bank X.

3. Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi novasi terhadap

debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

(19)

Adapun penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat

adalah sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoretis, penulisan ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan penulis khususnya dan bagi kalangan akademisi pada

umumnya di bidang hukum perikatan khususnya perjanjian KMK dan

novasi subjektif.

2. Manfaat secara praktis, hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna

dalam memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai proses novasi

terhadap debitur pada perjanjian KMK dan dapat dimanfaatkan untuk

memberikan informasi dan gambaran kepada pihak bank sebagai kreditur,

debitur maupun notaris tentang penggantian debitur pada perjanjian KMK

sehingga dalam pelaksanaanya terhindar dari masalah-masalah dan aman

dari segi hukum.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian

sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif

yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

mengelolah dan menggunakan data sekunder. Namun dalam penelitian hukum

(20)

membantu. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang penyebab

dilakukannya novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK, proses novasi

terhadap debitur pada perjanjian KMK dan akibat hukum dilakukannya novasi

terhadap debitur pada perjanjian KMK tersebut.

2. Metode Pendekatan

Metode yang dipergunakan adalah metode pendekatan yang bersifat

yuridis empiris, yaitu data yang diperoleh berpedoman pada segi-segi yuridis, dan

berpedoman pada segi-segi empiris yang bersifat nyata dan objektif.

Pendekatan yuridis mempergunakan sumber data sekunder, untuk

menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum

perbankan dan hukum perikatan, literatur-literatur yang berkaitan dan jurnal yang

mempunyai korelasi, yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti,

sedangkan pendekatan secara empiris dipergunakan dari sumber data primer,

untuk menganalisa hukum yang berlaku dalam pelaksanaannya.

3. Data dan Sumber data

Pada umumnya data dibagi dua jenis yakni data primer dan data sekunder.

Data primer (primary data) adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber pertama, yakni perilaku individu atau masyarakat. Untuk memperoleh

data primer, perlu dilakukan pengumpulan data langsung kepada masyarakat

dengan cara wawancara, quisioner/angket, pengamatan (observasi) baik secara

partisipatif maupun nonpartisipatif. Data sekunder adalah data yang tidak

(21)

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian, surat kabar,

makalah, dan lain sebagainya.5

4. Alat Pengumpul Data

Pada penulisan skripsi ini digunakan kedua jenis data tersebut yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan dan

peraturan perundang-undangan, sementara data sekunder merupakan hasil

penelitian kepustakaan.

Pada skripsi ini digunakan dua alat pengumpul data :

a. Studi Kepustakaan, yakni penelitian yang dilakukan berdasarkan

bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku,

literatur-literatur, jurnal hukum dan karya tulis ilmiah yang berhubungan

dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Studi lapangan, yakni penelitian yang dilakukan secara langsung pada

objeknya. Pada penelitian skripsi ini penulis mengadakan penelitian

secara langsung dengan melakukan wawancara (interview) dengan staf Bank X. Dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman

untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan.

5. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian disusun secara sistematis dan

kemudian dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya dilakukan penarikan dengan

menggunakan metode deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang

5

(22)

bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dalam upaya menjawab

permasalahan.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan pemeriksaan judul di Kepustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa skripsi dengan judul “Novasi

Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada Bank X)” ,

belum pernah ditulis oleh orang lain.

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan, dan pemikiran penulis

secara pribadi. Oleh karena itu skripsi ini adalah hasil dari karya penulis sendiri

yang disusun dengan cara mempelajari, membaca, mengutip data-data yang ada

pada buku-buku, literatur-liteartur, dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

judul skripsi penulis. Di samping itu juga penulis melakukan penelitian ke

lapangan yaitu Bank X. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli dikerjakan oleh

penulis.

G. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan skripsi sangatlah diperlukan suatu sistematika

penulisan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam memaparkan

materi dari skripsi ini dan juga untuk memudahkan pembaca untuk mengerti isi

dari skripsi ini. Skripsi ini dibahas dalam lima bab yang masing-masing terdiri

dari sub-sub bab. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :

(23)

Pada bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode

Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

MODAL KERJA

Bab ini berisi tentang Pengertian Kredit Modal Kerja, Syarat

Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja, Jenis-Jenis Kredit Modal

Kerja, Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja, dan Berakhirnya

Kredit Modal Kerja.

BAB III : NOVASI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PERDATA DAN PERKEMBANGANNYA

Pada bab ini akan diuraikan tentang Pengertian Novasi dan

Syarat-Syarat Terjadinya Novasi, Novasi Sebagai Salah Satu Penyebab

Hapusnya Perikatan, Akibat hukum Terjadinya Novasi, Perbedaan

Antara Novasi, Subrogasi, dan Cessie

BAB IV : NOVASI PADA PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DI

BANK X

Pada bab ini akan dibahas tentang Penyebab Terjadinya Novasi

Terhadap Debitur Pada Perjanjian KMK, Proses Novasi Terhadap

Debitur Pada Perjanjian KMK, dan Akibat Hukum Apabila Terjadi

(24)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi Kesimpulan dan Saran

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA

A. Pengertian Kredit Modal Kerja

1. Kredit Modal Kerja

Salah satu usaha dari bank adalah memberikan fasilitas kredit kepada

nasabah. KMK merupakan salah satu dari jenis-jenis kredit yang diberikan bank

kepada nasabah. Sebelum menjelaskan tentang pengertian KMK maka akan

dijelaskan terlebih dahulu pengertian kredit.

Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang artinya kepercayaan (faith). Dengan demikian maka perkreditan memiliki unsur utama kepercayaan walaupun kredit itu sendiri bukan hanya sekedar kepercayaan.

Makna kepercayaan di sini mengandung arti, yaitu pihak yang memberikan kredit

(kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi

segala sesuatu yang telah diperjanjikan.

Dalam KUHPerdata tidak ditemukan istilah kredit. Padahal bagi

masyarakat Indonesia, istilah kredit tersebut sudah tidak asing lagi. Dalam

kehidupan sehari-hari, kata kredit selalu diidentikkan dengan utang atau pinjaman

berupa uang atau barang.

Adapun definisi kredit dalam pandangan hukum sebagaimana yang

dirumuskan dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

(26)

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan pengertian-pengertian kredit di atas dapat diketahui bahwa

unsur esensial dari kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai

kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul

karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit

bank oleh debitur antara lain: jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda

jaminan atau agunan, dan lain-lain.6

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar

diterimanya dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

Menurut Thomas Suyatno dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan, unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah :

b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian

prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan

datang.

c. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit

diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh

kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, maka masih selalu

terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang

6

(27)

menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah,

maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi

juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi

modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit

yang menyangkut uanglah yang setiap kali dijumpai dalam praktik

perkreditan.7

Kredit yang diberikan oleh bank umum dan BPR kepada masyarakat

sangat beragam jenisnya. Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari

berbagai segi antara lain :8

a. Kredit Investasi

1. Berdasarkan kegunaan kredit

Kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau

membangun proyek/pabrik baru di mana masa pemakaiannya untuk suatu

periode yang relatif lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk

kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit Modal Kerja

Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam

operasinalnya. Contohnya, KMK diberikan untuk membeli bahan baku,

membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan

proses produksi perusahaan. KMK merupakan kredit yang dicairkan untuk

mendukung kredit investasi yang sudah ada.

7 Ibid.

8

(28)

2. Berdasarkan tujuan pemakaian kredit

c. Kredit Produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau

investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang dan jasa.

Artinya kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan

sesuatu baik berupa barang maupun jasa.

b. Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini

tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang

untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai

contoh kredit pemilikan rumah (KPR), kredit mobil pribadi, dan lain-lain.

c. Kredit Perdagangan

Kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk

membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil

penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada

supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar.

3. Berdasarkan jangka waktu kredit

a. Kredit jangka pendek

Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling

lama satu tahun.

(29)

Kredit yang mempunyai jangka waktu antara satu sampai tiga tahun,

biasanya untuk investasi.

c. Kredit jangka panjang

Kredit yang mempunyai jangka waktu di atas tiga tahun.

4. Berdasarkan jaminan

a. Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut

dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap

kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si

calon debitur.

b. Kredit tanpa jaminan

Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit

jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas

atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang

bersangkutan.

5. Berdasarkan sektor usaha

a. Kredit pertanian

Kredit yang diberikan untuk membiayai sektor perkebunan atau pertanian

rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka

panjang.

b. Kredit peternakan

Kredit yang diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek, misalnya

(30)

c. Kredit industri

Kredit untuk membiayai industri kecil, menengah atau besar.

d. Kredit pertambangan

Jenis usaha yang biasa dibiayai oleh kredit ini biasanya dalam jangka

panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah.

e. Kredit pendidikan

Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan

atau dapat pula berupa kredit untuk mahasiswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka KMK merupakan salah satu jenis kredit

yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk membiayai operasional perusahaan

yang berhubungan dengan pengadaan barang maupun proses produksi sampai

barang tersebut terjual. Pengertian KMK adalah kredit yang dipergunakan untuk

menambah modal kerja suatu perusahaan seperti pembelian bahan baku,

biaya-biaya produksi, pemasaran, dan lain-lain.

Prinsip dari modal kerja ini adalah penggunaan modal yang akan habis

dalam satu siklus usaha yaitu dimulai dari perolehan uang tunai dari kredit bank

kemudian digunakan untuk membeli barang dagangan atau bahan-bahan baku

kemudian diproses menjadi barang jadi lalu dijual baik secara tunai atau kredit

selanjutnya memperoleh uang tunai kembali. Dalam menjalankan kegiatan

operasionalnya, perusahaan membutuhkan dana yang cukup untuk menjamin

kelangsungan operasinya tersebut.

KMK dan jenis kredit lainnya yang diberikan oleh bank didasarkan atas

(31)

adalah orang yang dipercaya, orang tersebut akan mampu dan mau untuk

mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya disertai imbalan bunga,

menggunakan pinjaman sesuai tujuan. Namun tidak mudah untuk mengetahui

apakah orang yang mengajukan permohonan kredit adalah orang yang dapat

dipercayai.

Oleh karena pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu

bentuk usaha bank untuk mendapatkan keuntungan, maka bank hanya boleh

meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika

benar-benar bahwa si debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya

sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua

belah pihak.

Untuk memperoleh keyakinan bahwa si calon nasabah debitur adalah

orang yang dapat dipercaya, akan mengembalikan pinjaman dari bank sesuai

dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati, pada umumnya

dunia perbankan menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan The five C’s of credit analysis, yang terdiri dari :

a. Penilaian watak (character)

Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk

mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau

mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di

kemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan

(32)

diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan prilaku

calon debitur dalam kehidupan kesehariannya.

b. Penilaian kemampuan (capacity)

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya

dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan

dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya

dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan

pinjamannya.

c. Penilaian terhadap modal (capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh

mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui

kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek

atau usaha calon debitur yang bersangkutan.

Seorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk

kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal.

Misalnya orang yang akan mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk

membeli sebuah rumah maka pemohon kredit harus memiliki modal untuk

membayar uang muka. Uang muka itulah sebagai modal sendiri yang dimiliki

pemohon kredit sedangkan kredit berfungsi sebagai tambahan.

d. Penilaian terhadap agunan (collateral)

(33)

macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang

pokok maupun bunganya.

e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy) Bank harus menganalisa keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik masa

lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil

proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.

Prinsip 5C di atas menjadi dasar pertimbangan dalam pemberian kredit

maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh bank. Sebelum memberikan

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank harus melakukan

penilaian yang saksama terhadap kelima aspek tersebut untuk mencegah

terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari.

Kelima prinsip di atas juga diatur pada penjelasan Pasal 8 UU No. 10

Tahun 1998 tentang Perbankan. Berdasarkan penjelasan Pasal 8, yang mesti

dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari

nasabah debitur. Oleh karena itu setiap pemberian kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asas perkreditan dan

berdasarkan prinsip kehati-hatian.

Pada sasarannya prinsip 5C ini akan dapat memberikan informasi

mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.9

9

(34)

2. Perjanjian Kredit Modal Kerja

Perjanjian yang dikenal dalam bahasa Belanda dengan istilah

overeenkomst , pada Pasal 1313 KUHPerdata dirumuskan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih.

Menurut R.Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang

berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan hukum

antara dua pihak yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu

perikatan antara para pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu

berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung

janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak

yang membuat perjanjian.10

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum perikatan yang diatur

dalam Buku III KUHPerdata. Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi

syarat-syarat sah sebagaimana ditentukan pada Pasal 1320 KUHPerdata agar

perjanjian tersebut bersifat mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Adapun

syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut, antara lain :

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal;

10

(35)

Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan ke dalam dua

kelompok, yaitu :

1. Syarat Subjektif, meliputi syarat (1) dan (2) yang jika dilanggar maka

perjanjian dapat dibatalkan.

2. Syarat Objektif, meliputi syarat (3) dan (4) yang jika dilanggar maka

perjanjian batal demi hukum.

Di dalam hukum perdata khususnya hukum perikatan dikenal beberapa

asas hukum yang menjiwai atau melatarbelakangi perjanjian, antara lain :

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang

berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai

Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”.

2. Asas Konsensualisme

Konsensualisme berasal dari bahasa latin Consensus yang berarti sepakat, maka sesuai dengan artinya bahwa konsensualisme adalah

kesepakatan. Asas ini menetapkan bahwa suatu perjanjian itu sudah

terjadi atau sudah dilahirkan pada saat tercapainya kata sepakat dari

kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi dalam perjanjian

sudah ada dan mempunyai akibat hukum apabila telah ada kata sepakat

mengenai hal-hal pokok dalam suatu perjanjian, kecuali perjanjian

yang bersifat formal.

(36)

Pacta Sunt Servanda berasal dari bahasa Romawi yang artinya setiap janji adalah mengikat dengan kata lain setiap perjanjian harus ditaati

oleh kedua belah pihak.11

4. Asas Itikad Baik

Adapun maksud dari asas ini dalam

perjanjian, tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para

pihak yang telah membuat perjanjian itu.

Perjanjian yang sudah disepakati para pihak yang diwujudkan dengan

penandatanganan perjanjian oleh para pihak harus dilaksanakan

dengan itikad baik atau dalam bahasa Belanda disebut te goeder trouw, dalam bahasa Inggris disebut in good faith, dan dalam bahasa Perancis disebut de bone foi. Pelaksanaan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata

yang menegaskan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan

itikad baik artinya cara menjalankan atau melaksanakan suatu

perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.12

Ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan dan ketentuan-ketentuan

khusus tentang perjanjian bernama diatur di dalam Buku III KUHPerdata yang

berjudul tentang Perikatan (Van Verbintenissen), seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian hibah, perjanjian pinjam meminjam dan

lain-lain. Namun dalam perkembangannya jenis-jenis perjanjian dalam

KUHPerdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam

bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis

11

Ibid, hal. 78.

12

(37)

perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata secara khusus seperti misalnya

perjanjian kredit, perjanjian sewa beli atau leasing dan lain-lain.

Istilah perjanjian kredit tidak ada ditemukan dalam KUHPerdata dan UU

No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, melainkan terdapat dalam instruksi

pemerintah dan beberapa surat edaran, antara lain :13

Beberapa pakar hukum mengemukakan pendapatnya mengenai perjanjian

kredit, diantaranya adalah R. Subekti yang berpendapat bahwa dalam bentuk

apapun juga pemberian kredit itu diadakan, maka pada hakikatnya yang terjadi a. Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 , yang berisi instruksi

kepada bank bahwa dalam memberikan kredit bentuk apapun, bank wajib

mempergunakan “akad perjanjian kredit”.

b. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit 1 No. 2/539/UPK/Pemb/1996;

dan

c. Surat Edaran Bank Negara Indonesia No. 2/634/Pemb/1996 tentang

Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan.

UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan belum memberikan rumusan

dan pengertian tentang perjanjian kredit secara eksplisit. Meskipun demikian

dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ditentukan

bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain. Namun undang-undang tersebut tidak

menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana untuk persetujuan pinjam

meminjam tersebut.

13

(38)

adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam

KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata.14

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian kredit adalah perjanjian

pendahuluan yang bersifat konsensuil sedangkan penyerahan uangnya bersifat riil.

Dalam aspek konsensuil dan riil perjanjian kredit memiliki identitas sendiri

dengan sifat-sifat umum sebagai berikut: pertama, merupakan perjanjian

pendahuluan (voorovereenkomst) dari perjanjian penyerahan uang; kedua, perjanjian kredit bersifat konsensuil; ketiga, perjanjian penyerahan uangnya

bersifat riil; keempat, perjanjian kredit termasuk dalam jenis perjanjian standar;

kelima, perjanjian kredit banyak dicampuri pemerintah; keenam, perjanjian kredit

lazimnya dibuat secara rekening koran; ketujuh, perjanjian kredit harus

mengandung perjanjian jaminan; kedelapan, perjanjian kredit dalam riil adalah

perjanjian sepihak; kesembilan, perjanjian kredit dalam aspek konsensuil adalah

perjanjian timbal balik.15

Tan Kamello berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah suatu

proses perjanjian untuk mendapatkan peminjaman uang yang didahului dengan

mengadakan permufakatan dan diakhiri dengan penyerahan. Momentum

terjadinya dua hubungan hukum tersebut berbeda. Perjanjian kredit lahir pada saat

ditandatangani formulir perjanjian kredit bank, yang memiliki sifat

konsensuil-obligatoir, sedangkan penyerahan uang (levering) menyusul kemudian setelah ada

14

Rachmadi Usman, Op.cit, hal.261.

15

(39)

pernyataan dari bank bahwa nasabah debitur dibolehkan mengambil uang

(pinjaman), yang sifatnya riil.16

Pendapat lain diungkapkan oleh Remy Sjahdeini, yang mengatakan bahwa

perjanjian kredit tidak identik dengan perjanjian pinjam uang sebagaimana

tertuang dalam KUHPerdata.17 Terdapat ciri khusus dari perjanjian kredit yang

membedakannya dari perjanjian pinjam uang biasa. Selanjutnya Remy

membedakan perjanjian kredit bank dengan perjanjian pinjam meminjam, sebagai

berikut :18

NO. Perjanjian Kredit Bank Perjanjian Peminjaman Uang

1 Bersifat konsensual Bersifat riil

2 Syarat mengenai penggunaan

pinjaman harus sesuai tujuan

Tujuan penggunaan bebas

3 Cara pengambilan pinjaman

tertentu (cek, perintah

pembayaran, pemindahbukuan)

Penyerahan pinjaman/uang secara

sekaligus

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit bank tidak

identik dengan perjanjian pinjam-meminjam uang sebagaimana dimaksud dalam

KUHPerdata. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam

KUHPerdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan

dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti

16

Ibid, hal 61.

17

Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010, hal.148.

18

(40)

ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPerdata bahwa semua perjanjian baik yang

mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama

khusus, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab I dan

Bab II Buku Ketiga KUHPerdata.

Dalam membuat perjanjian kredit, terdapat beberapa judul dalam praktik

perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian

kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan

lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda, tetapi

secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman

berbentuk uang.19

Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani bank dan debitur

maka tidak ada pemberian kredit. Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan

perjanjian jaminan maka perjanjian kredit adalah perjanjian pokok sedangkan

perjanjian jaminan adalah perjanjian ikutan atau assesoir artinya ada dan

berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok (perjanjian

kredit). Sebagai contoh jika perjanjian kredit berakhir karena ada pelunasan utang

maka secara otomatis perjanjian jaminan akan menjadi hapus atau berakhir. Tetapi Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank

sendiri belum terdapat kesepakatan. Masing-masing bank memiliki standar

tersendiri mengenai isi perjanjian kredit dan tahapan dalam proses pemberian

kredit.

19

(41)

sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau berakhir misalnya barang yang

menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit tidak berakhir. Jadi perjanjian

kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada jaminan tanpa ada

perjanjian kredit.20

Jaminan perorangan atau jaminan pribadi (personal guaranty), yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya

kewajiban-kewajiban si debitur. Pada praktek yang sebenarnya jaminan

kebendaan yang lebih banyak dipraktekkan. Jaminan kebendaan merupakan suatu

tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan

debiturnya, ataupun antara kreditur dengan seseorang pihak ketiga guna menjamin

dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur.

Sebagaimana objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam suatu

utang-piutang, secara umum jaminan kredit perbankan dapat dikelompokkan

menjadi tiga kelompok, yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak, dan jaminan

perorangan. (penanggungan utang).

21

Jaminan berupa tanah maka pembebanannya adalah dengan menggunakan

hak tanggungan atas tanah, sedangkan jika yang dijadikan jaminan adalah kapal

laut atau pesawat udara, maka pembebanannya dengan menggunakan hipotik.

Sementara itu, kalau yang dijadikan jaminan adalah benda bergerak, maka

pembebanannya dengan menggunakan gadai dan fidusia.

20

Ibid, hal. 98.

21

(42)

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja

Dalam pemberian suatu KMK oleh bank kepada debitur, pertama-tama

selalu dimulai dengan pengajuan permohonan kredit oleh calon nasabah debitur

yang bersangkutan. Terhadap permohonan pemberian kredit tersebut terdapat dua

kemungkinan jawaban, yakni penerimaan atau penolakan permohonan KMK

tersebut. Apabila permohonan tersebut ditolak maka tahapan permohonan

pemberian KMK terhenti, namun bila permohonan tersebut diterima (layak untuk

diberikan) maka untuk terlaksananya pemberian/pelepasan KMK tersebut terlebih

dahulu haruslah diadakan suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk

perjanjian KMK secara tertulis (biasa disebut akad kredit).

Salah satu yang mendasari harus dibuatnya perjanjian ini adalah bunyi

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan dimana disebutkan bahwa kredit

diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara

bank dengan pihak lain. Adapun filosofi harus dibuatnya perjanjian KMK adalah

berfungsinya perjanjian kredit itu sebagai alat bukti, dan sebagaimana diketahui

bahwa surat-surat perjanjian yang ditandatangani adalah merupakan suatu akta.22

22

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, 1998, hal. 139-140.

Di dalam Undang-Undang Perbankan tidak ditentukan bentuk dari perjanjian

kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun

lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau

(43)

dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standards contract) dan juga dapat dibuat di bawah tangan ataupun notariil.23

1. Perjanjian Kredit Di Bawah Tangan

Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang

digunakan bank dalam melepas kreditnya yaitu:

Perjanjian kredit ini hanya dibuat antara bank selaku kreditur dan

debitur tanpa adanya saksi. Perjanjian kredit ini banyak mengandung

kelemahan dan terkadang mengalami banyak hambatan dalam

pembuktian di pengadilan,

2. Perjanjian Kredit Notariil (Otentik)

Perjanjian kredit ini dibuat dihadapan notaris , dan sering disebut

dengan perjanjian kredit notariil (otentik) atau perjanjian kredit dengan

akta otentik. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah

akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang

dibuat oleh atau di hadapan pegawai yang berwenang untuk itu,

berdasarkan tempat dimana akta tersebut dibuatnya.

Pada perjanjian KMK Bank X, perjanjian dibuat dengan akta di bawah

tangan dan dalam bentuk perjanjian baku. Dimana yang berarti perjanjian ini

dibuat oleh para pihak dalam hal ini bank sebagai kreditur dan debitur, tidak

melalui perantara Pejabat yang berwenang (pejabat umum), isi dan

klausula-klausula perjanjian KMK ini diserahkan sepenuhnya kepada pihak bank

(kreditur), namun tetap harus dipedomani bahwa rumusan perjanjian tersebut

23

(44)

tidak boleh tidak jelas (kabur) dan harus memperhatikan keabsahan dan

persyaratan secara hukum.24

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kebatalan

dari perjanjian yang bersangkutan. Selain itu juga harus diperhatikan bahwa isinya

tidak boleh merugikan salah satu pihak. Secara umum biasanya perjanjian KMK

ini berisi definisi-definisi, jumlah kredit (pinjaman), besarnya bunga dan denda,

jangka waktu, angsuran dan cara pembayaran, agunan, wanprestasi, timbul dan

berakhirnya hak dan kewajiban, serta hukum yang berlaku bagi perjanjian

tersebut.

Pemberian kredit perbankan di Indonesia tunduk kepada ketentuan UU

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.

10 Tahun 1998 dan peraturan pelaksanaannya, antara lain yang dikeluarkan oleh

Bank Indonesia dan peraturan intern masing-masing bank. Adapun mengenai

perjanjian kreditnya, sebagai salah satu perjanjian, tunduk kepada ketentuan

hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian

terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata, Buku Ketiga tentang Perikatan.

Oleh karena itu, sahnya perjanjian kredit modal kerja berlaku dengan

sendirinya ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai

syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian para

pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini:

24

(45)

Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang

bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki

oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu

bertemu dalam “sepakat” (konsensus) tersebut.25

Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dalam KUHPerdata menganut

asas konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian itu menganut suatu asas

bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa

perjanjian itu (dan dengan demikian ”perikatan” yang ditimbulkan karenanya)

sudah dilahirkan pada saat tercapainya konsensus. Jika sudah tercapai sepakat

tersebut, maka sudah mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

26

Badrulzaman, Mariam Darus mengatakan bahwa “kata sepakat

mengadakan perjanjian berarti kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan

kehendak. Para pihak tidak mendapatkan suatu tekanan yang mengakibatkan

adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.”

Namun ada perkecualian

terhadap asas ini yaitu bagi perjanjian-perjanjian riil yang membutuhkan

formalitas-formalitas tertentu selain kata sepakat.

27

25

R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 3

26

Ibid, hal. 3-4

27

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, FH USU, 1974, hal.163.

Ini berarti bahwa sepakat mengandung kebebasan antara para pihak yang

artinya betul-betul atas kemauan secara sukarela dari para pihak, tidak ada

(46)

Kesepakatan karena paksaan, penipuan maupun kekhilafan maka

kesepakatan itu tidaklah sah (Pasal 1321 KUHPerdata).

2. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat

perjanjian. Artinya orang-orang yang membuat perjanjian harus dalam keadaan

“cakap berbuat” atau “berwenang berbuat” (bevoegd).

Seorang pemohon kredit harus mampu melakukan perbuatan hukum yaitu

orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran serta tidak dilarang oleh

undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum.

Mengenai cakap atau tidaknya seseorang dalam membuat suatu perjanjian

dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:

“setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia

oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”

Dari ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa selama tidak dilarang oleh

undang-undang untuk membuat suatu perikatan maka seseorang dianggap cakap. Adapun

orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan dalam Pasal

1330 KUHPerdata, yaitu:

1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang

(47)

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47

menetapkan bahwa orang yang dianggap telah dewasa jika sudah berumur 18

tahun ke atas atau sebelum umur 18 tahun tetapi telah melangsungkan

perkawinan. Ketentuan dewasa ini berlaku untuk seluruh warga negara tanpa

membeda-bedakan golongan penduduknya. Dengan demikian, umur dewasa 21

tahun sebagaimana ditentukan dalam KUHPerdata, sudah tidak berlaku lagi. Hal

ini juga telah dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Agung, antara lain dalam

putusannya No. 477 K / Sip / 1976, tanggal 13 Oktober 1976.28

1. Orang yang dungu (onnoozelheid);

Orang yang belum

dewasa yang berarti orang di bawah umur 18 tahun dan belum pernah kawin

dianggap belum dapat melakukan perbuatan hukum. Jadi hanya orang yang sudah

dewasalah yang bisa mengajukan permohonan kredit.

Tentang orang-orang di bawah pengampuan yang dianggap tidak cakap

atau tidak berwenang (bevoegd) dalam membuat perjanjian adalah orang-orang:

2. Orang gila (tidak waras pikiran);

3. Orang yang mata gelap atau pemarah (razemij); 4. Orang yang boros. (Lihat Pasal 433 KUHPerdata)

Untuk melakukan tindakan hukum, orang yang belum dewasa

(minderjaring/underage) diwakili oleh orang tuanya atau walinya, sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya (mental incompetent/ intoxicated person) diwakili oleh pengampunya (curator) karena dianggap tidak mampu (ombevoegd) untuk bertindak sendiri.

28

(48)

Mengenai ketentuan ketiga pada Pasal 1330 KUHPerdata di atas telah

dikesampingkan oleh Mahkamah Agung melalui Surat Edaran No. 3/1963 tanggal

5 September 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan

Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia bahwa perempuan adalah cakap sepanjang

memenuhi syarat telah dewasa dan tidak di bawah pengampuan.

Persyaratan kecakapan seseorang yang membuat perjanjian sangat

diperlukan karena hanya orang yang cakap yang mampu memahami dan

melaksanakan isi perjanjian yang dibuat.

3. Suatu hal tertentu

Yaitu apa-apa yang diperjanjikan harus jelas baik mengenai obyek

perjanjian maupun hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 1333 KUHPerdata

memberi petunjuk bahwa mengenai perjanjian yang menyangkut tentang barang

paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya kemudian.

Ketentuan tersebut menunjukkan dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi

obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik. Suatu perjanjian

yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi hukum,

perjanjian dianggap tidak pernah ada (terjadi).

4. Suatu sebab yang halal

Syarat terakhir pada ketentuan ini adalah suatu sebab (causa) yang halal,

artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang

diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran dari suatu sebab yang

(49)

a. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan

undang-undang yang berlaku.

b. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan.

c. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban

umum.

Mengenai suatu sebab yang halal ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1335 sampai

1337. Dengan demikian apabila suatu perjanjian dibuat tanpa memperhatikan atau

melanggar ketentuan-ketentuan di atas, maka perjanjian yang dibuat tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dapat dikatakan batal demi hukum.

C. Jenis-Jenis Kredit Modal Kerja

Berdasarkan bentuk dan sifatnya, KMK pada Bank X dapat dibagi sebagai

berikut:

a. Aflopend

adalah kredit yang diberikan kepada nasabah yang pelunasannya

dilaksanakan secara angsuran sesuai dengan jadwal pelunasan yang

disetujui.

Kriteria KMK Aflopend adalah:

1) Jangka waktu maksimum tiga tahun

2) Terdapat jadwal angsuran

3) Tidak dapat ditarik kembali

(50)

adalah kredit jangka pendek untuk memenuhi modal kerja usaha. Mutasi

penarikan dan penyetoran dapat dilakukan secara berulang, dengan batas

penarikan dan penyetoran dapat dilakukan secara berulang, dengan batas

penarikan setinggi-tingginya sampai maksimum kredit.

Kriteria KMK Revolving adalah :

1) Jangka waktu maksimum satu tahun dan dapat diperpanjang

2) Tidak mempunyai jadwal pembayaran kembali yang tetap

3) Debitur dapat bertransaksi (tarik/setor) berulang

Kredit modal kerja dapat diperpanjang jangka waktunya, apabila terdapat

indikator seperti :

1. Realisasi penjualan mencapai target penjualan yang ditetapkan

sebelumnya.

2. Realisasi produksi mencapai target produksi yang ditetapkan

sebelumnya.

3. Tidak ada hal-hal yang negatif.

4. KMK tersebut betul-betul masih diperlukan.

5. Prospek usaha baik.

Maksimal nominal Kredit Modal Kerja yang diberikan, ditentukan berdasarkan

segmentasi. Adapun pembagian segmentasi debitur Bank X sebagai berikut :

1. Segmen usaha kecil :

a. Bank X Kredit Usaha Rakyat (KUR), maksimal kredit s/d Rp. 500

(51)

b. Bank X Wira Usaha (BWU), maksimal kredit Rp. 50 juta s/d 1

Milyar.

c. Bank X Usaha Berkembang, maksimal kredit di atas Rp. 1 Milyar s/d

Rp. 3 Milyar.

d. Bank X Usaha Maju, maksimal kredit di atas Rp.3 Milyar s/d Rp.10

Milyar.

2. Segmen usaha menengah

3. Segmen usaha besar/ korporasi29

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), usaha kecil adalah usaha ekonomi

produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan

usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari usaha menengah atau usaha besar.

Kriteria usaha kecil sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) UU No. 20 Tahun

2008, adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling

banyak Rp. 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha); atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebi dari Rp. 300 juta sampai

dengan Rp. 2,5 Milyar.

29

(52)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No. 20 Tahun 2008 tentang

UMKM, usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar.

Kriteria usaha menengah mengacu kepada Pasal 6 ayat (3) UU No. 20

Tahun 2008, ditetapkan sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan

paling banyak Rp. 10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha, atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 Milyar sampai

dengan paling banyak Rp. 50 Milyar.

D. Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja

Prosedur pemberian KMK merupakan tahapan-tahapan yang dilalui untuk

memberikan KMK. Prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia

perbankan secara umum sama, antara satu bank dengan bank lainnya memiliki

prosedur yang tidak jauh berbeda. Dengan kata lain prosedur pemberian kredit

antara satu bank dengan bank lain tidak terlau kontras perbedaannya. Hal yang

menjadi perbedaan mungkin terletak pada bagaimana tujuan bank tersebut serta

persyaratan yang ditetapkan dengan pertimbangan-pertimbangan masing-masing.

Tujuan utama dari prosedur ini untuk mempermudah bank menilai kelayakan

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero

Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan, Bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur/nasabah dalam perjanjian kredit bank pada PT.. Bank Mandiri Regional I/Sumatera

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero

Alih debitur yang dilaksanakan pada Bank Tabungan Negara Cabang Palu, merupakan suatu proses meneruskan hutang debitur lama, oleh karena itu dalam proses alih

Alih debitur yang dilaksanakan pada Bank Tabungan Negara Cabang Palu, merupakan suatu proses meneruskan hutang debitur lama, oleh karena itu dalam proses alih

Yang menjadi pihak dalam Kredit Pemilikan Rumah Bank Sumut Cabang Kabanjahe adalah debitur dan Kreditur yaitu Bank Sumut,calon debitur harus memenuhi syarat, yaitu Warga

sepakat membuat kontrak 6 , disini pihak konsumen selaku debitur hanya dihadapkan terhadap 2 pilihan saja, dimana pihak debitur hanya bisa mensepakati perjanjian

kepada pihak penjual/pengembang. Debitur berkewajiban membayar biaya-biaya yang diperlukan guna persiapan perjanjian kredit. Hak dan kewajiban kreditur yang meliputi