PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perilaku dan Karakteristik Habitat Potensial Nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
ABSTRACT
SUWARDI. The Behaviour and characteristics potential of habitat of mosquitoes Anopheles spp. in Riau Village Riau Silip Subdistrict Bangka District Bangka Belitung Province. Under direction of SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI.
Malaria is one of public health problem in Indonesia. The research was carried out to explore the diversity, density and the behavior of Anopheles as malaria vector, including mapping and measuring characteristics of larval potential habitat in Riau Village, Riau Silip Subdistrict, Bangka District. The studies were done from February to May 2011. The Anopheles mosquitoes were collected indoor and outdoor by human landing collection in the evening starting from 6 pm to 6 am. The characteristics of potential habitat and coordinates were measured based on larval collection sites. The result showed that there were four Anopheles spesies i.e. An. letifer, An. barbirostris, An. nigerrimus, and An. indefinitus. The man hour density of mosquitoes indoor and outdoor for An. letifer were 0,12 and 0,13, An. barbirostris 0,06 and 0,04, An. indefinitus 0,02 only at outdoor, and An. nigerrimus was not found biting. The biting activity was peak indoor and outdoor at 7-8 pm and 10-11 pm for An. letifer, and An. barbirostris at 9-10 pm and 11-12 pm. There were seven types of potential habitats i.e. ditches, pool, swamps, former mining pond, wells, and ground hole, however only one larva of An. letifer was found in a pool. The habitat characteristics of An. letifer larva were found at water temperature 24ºC, pH 6.0 to 6.1, salinity 0‰, turbidity 6 NTU, mud bottom habitat, no water plants, and there was tadpoles as predator.
RINGKASAN
SUWARDI. Perilaku dan Karakteristik Habitat Potensial Nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan UPIK KESUMAWATI HADI.
Desa Riau merupakan daerah endemis malaria dengan API pada tahun 2010 sebesar 7,37‰. Desa Riau memiliki kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan yang masih rendah, dan banyaknya genangan air. Terbentuknya kolam akibat penggalian timah (kolong) merupakan tempat perindukan potensial nyamuk vektor malaria. Infomasi tentang perilaku dan karakteristik habitat potensial nyamuk Anopheles sangat penting dipelajari untuk menentukan strategi pemberantasan malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana perilaku dan karakteristik habitat potensial nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung.
Penelitian dilaksanakan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, yang terdiri atas empat dusun, yaitu Dusun Riau, Dusun Simpang Lumut, Dusun Sinar Gunung, dan Dusun Tirus. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, mulai dari bulan Februari-Mei 2011. Metode penelitian terdiri atas penangkapan nyamuk dewasa dengan umpan orang pada malam hari selama 12 jam (Pukul 18.00-06.00 WIB) dengan frekuensi setiap satu minggu sekali selama empat bulan. Larva dikoleksi menggunakan cidukan plastik dengan volume 300 ml pada setiap habitat potensial. Karakteristik habitat potensial yang diamati meliputi jenis habitat, suhu air, salinitas air, derajat keasaman (pH) air, kekeruhan air, dasar habitat, tanaman air, keberadaan predator dan pengambilan titik koordinat untuk pemetaan jenis habitat larva Anopheles spp. dengan menggunakan alat GPS Garmin 60. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data kasus penyakit malaria dan curah hujan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada empat jenis spesies Anopheles spp., yaitu An. letifer, An. barbirostris, An. nigerrimus dan An. indefinitus. Nyamuk yang paling dominan adalah An. letifer dan lebih banyak ditemukan di luar rumah dengan kelimpahan nisbi 42,65%. Urutan kedua adalah An. barbirostris di dalam rumah dengan kelimpahan nisbi 8,82%, sedangkan yang terendah An. nigerrimus dan An. indefinitus dengan angka kelimpahan nisbi masing-masing 1,47%.
Fluktuasi aktivitas mengisap darah hanya terlihat pada An. letifer dan An. barbirostris. Di dalam rumah, aktivitas mengisap darah An. letifer mulai pukul 18.00-06.00 WIB dan puncaknya pada pukul 19.00-21.00 WIB. Nyamuk An. barbirostris menunjukan aktivitas mengisap darah mulai pukul 19.00-01.00 WIB puncaknya pada pukul 21.00-22.00 WIB. Aktivitas mengisap darah An. letifer di luar rumah mulai pukul 18.00-19.00 WIB dengan puncak mengisap darah pukul 22.00-23.00 WIB. Adapun aktivitas mengisap darah An. berbirostris di luar rumah terjadi pada pukul 21.00-01.00 WIB dan puncaknyapada pukul 23.00- 24.00 WIB.
Hubungan kepadatan (MBR) An. letifer dengan kasus malaria (MoPI) di Desa Riau tidak cukup erat (r = -0,57). Begitu pula indeks curah hujan kurang mempengaruhi kepadatan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang tidak erat (r = 0,47) dan nilai koefisien determinasi (R² = 0,22) artinya pengaruh indeks curah hujan terhadap kepadatan nyamuk Anopheles spp. hanya sebesar 22%.
Habitat potensial larva Anopheles spp. yang ditemukan adalah sebanyak 24 habitat terdiri atas tujuh jenis, yaitu parit, kubangan, rawa-rawa, sumur, kolong, kobakan, dan kolam. Larva Anopheles hanya ditemukan pada habitat kubangan dengan kepadatan 0,01 larva/cidukan, sedangkan 23 habitat tidak ditemukan larva Anopheles spp. Karakteristik habitat larva Anopheles yang ditemukan adalah suhu air 24°C, pH 5-7,3, salinitas 0‰, kekeruhan 2-35 NTU, kedalaman 5-2510 cm, dasar habitat lumpur, predator berudu. Saran dalam penelitian antara lain perlu pengamatan yang longitudinal mengingat penularan malaria di Desa Riau sangat potensial karena ditemukannya nyamuk dan habitat potensial Anopheles spp.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Judul Tesis : Perilaku dan Karakteristik Habitat Potensial Nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung Nama : Suwardi
drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini selesai tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dorongan dari semua pihak. Untuk itu penulis pada kesemapatan ini secara khusus menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Ibu Susi Soviana selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Upik Kesumawati Hadi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan ditengah kesibukan tugasnya sehari-hari hingga selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan IPB, dan tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh staf dan Pegawai laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung yang telah memberikan izin tugas belajar dan membantu biaya pendidikan selama penulis menempuh pendidikan pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka beserta seluruh staf dan jajarannya, dan juga kepada karang taruna Desa Riau yang telah ikut membantu selama pelaksanaan penelitian.
Di samping itu ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada isteri tercinta Kartika, anak-anak tercinta Muhammad Za’im Ramadhan, Muhammad Habib, dan Halilah Nur Fauziah, serta ibu dan keluarga yang senantiasa memberikan dorongan moril, serta pengertiannya sehingga penelitian dan tesis ini dapat selesai.
Akhirnya penulis mengharapkan agar tesis ini dapat bermanfaat bagi kita dalam mengemban dan melaksanakan tugas kemasyarakatan.
Bogor, Februari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juni 1968 di Sungailiat Bangka. Lahir sebagai anak ke empat dari tujuh bersaudara dengan orangtua Bapak Midin Sono dan Ibu Amron.
Pada tahun 1975 penulis masuk Sekolah Dasar di Kecamatan Pemali Sungailiat Bangka, kemudian Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sungailiat Bangka dan lulus tahun 1984, selanjutnya masuk Sekolah Perawat Kesehatan Depkes Palembang di Sungailiat dan lulus tahun 1988, kemudian melanjutkan ke Akademi Keperawatan Depkes Palembang lulus tahun 1995.
Pada 1989 penulis mulai bekerja di Puskesmas Toboali, kemudian Rumah Sakit Umum Daerah Sungailiat, selanjutnya pindah ke Puskesmas Pemali pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka pada tahun 1998.
DAFTAR
ISI
2.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp... 4
2.2 Perilaku Nyamuk Anopheles spp. ...6
2.3 Karakteristik Habitat larva Anopheles spp………... 7
2.3.1 Jenis Habitat ……… ....8
3.3.1 Penangkapan Nyamuk Anopheles spp ... ..19
3.3.2 Identifikasi Nyamuk Anopheles spp ... ..20
3.3.3 Pengumpulan Larva Dan Karakteristik Habitat ... ..20
3.3.3.1 Pengumpulan Larva... 20
3.3.3.2 Pengukuran Karateristik Habitat Larva Anopheles spp... .21
3.3.3.3 Pemetaan Habitat Larva Anopheles spp... .. 22
3.3.4 Pengumpulan Data Sekunder ... ..23
3.4 Analisis Data…. ... ..23
3.4.1 Kepadatan dan Perilaku Nyamuk Anopheles spp ... ..23
3.4.2 Kelimpahan Nisbi Nyamuk Anopheles spp ... ..24
3.4.3 Frekwensi Tertangkap Nyamuk Anopheles spp ... ..24
3.4.4 Dominansi Spesies ... ..24
3.4.5 Karakteristik Habitat larva Anopheles spp ... ..25
3.4.7 Hubungan Kepadatan Anopheles spp. Dengan Kasus
Malaria... ... ..25
3.4.8 Hubungan Kepadatan Anopheles spp. Dengan ICH .... ..25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 26
4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp. ...26
4.2 Perilaku Mengisap Darah Nyamuk Anopheles spp... 32
4.3 Perilaku Istirahat Nyamuk Anopheles spp... 34
4.4 Hubungan MBR Anopheles spp. Dengan Kasus Malaria... 35
4.5 Hubungan MBR Anopheles spp. Dengan ICH.. ... ..38
4.6 Aktivitas Mengisap Darah Pada Malam Hari. ... ..40
4.7 Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp... 43
4.7.1 Jenis Habitat Potensial ...43
4.7.2 Pengukuran Karakteristik Fisik, Kimia, dan Biologi Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp... 52
4.7.3 Pemetaan Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp... ... ..56
5 SIMPULAN DAN SARAN... .60
5.1 Simpulan... 60
5.2 Saran... 60
DAFTAR PUSTAKA... 61
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Keragaman jenis, kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominansi spesies Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang dan
istirahat di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 29
2 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang mengisap darah per
Orang per jam (man hour density) di Desa Riau, Februari-Mei 2011.... 32
3 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. istirahat per orang per jam (man hour density) di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 34
4 Data kasus penyakit malaria di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 36
5 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. mengisap darah orang per malam (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei
2011... 37
6 Jenis habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di
Desa Riau, Februari-Mei 2011... 44
7 Karaktersitik habitat perkembangbiakan An. letifer di Desa Riau,
Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 52
9 Titik koordinat habitat potensial perkembangbiakan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 17
2 Metode penangkapan nyamuk dengan umpan orang di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 19
3 Penangkapan nyamuk istirahat di dalam dan di luar rumah di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 20
8 Hubungan angka kesakitan malaria bulanan (MoPI) dengan
kepadatan nyamuk An. letifer (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 37
9 Hubungan indeks curah hujan (mm/bulan) dengan kepadatan nyamuk Anopheles spp. (MBR) di Desa Riau, Kecataman Riau
Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 39
10 Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang di dalam rumah per orang per jam di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 40
11 Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang di luar rumah per orang per jam di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 42
12 Parit merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 45
13 Kubangan merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 46
14 Rawa-rawa merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
15 Sumur merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 48
16 Kolong merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 49
17 Kobakan merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 50
18 Kolam merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Karakteristik habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 67
2 Angka dominansi nyamuk Anopheles spp. tertangkap dengan umpan orang dan istirahat di dalam dan di luar
rumah di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 68
3 Jumlah hari hujan, curah hujan, dan indeks curah hujan per minggu di Desa Riau,Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 69
3 Hasil uji korelasi pearson (pearson correlation) antara indeks curah hujan (ICH) dengan kepadatan nyamuk Anopheles spp. (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau
Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 70
4 Hasil uji korelasi pearson (pearson correlation) antara kepadatan nyamuk An. letifer (MBR) dengan angka kesakitan malaria bulanan (MoPI) di Desa Riau, Kecamatan Riau
1 PENDAHULUAN
Malaria di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
sangat mempengaruhi angka kematian dan angka kesakitan bayi, anak balita dan
ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja. Penduduk
Indonesia yang tinggal di daerah berisiko tertular malaria diperkirakan 70 %. Dari
484 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan
wilayah endemis malaria (Ditjen PP&PL 2009).
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah endemis malaria
yang tersebar di tujuh kabupaten dan kota dengan tingkat endemisitas 50 kasus
per seribu penduduk. Setiap kabupaten dan kota mempunyai geografis yang
hampir sama dalam hal tempat perindukan nyamuk penular malaria (Anopheles),
seperti kolam-kolam (kolong) bekas galian timah, rawa-rawa, cekungan batuan di
daerah perbukitan, dan air tergenang di pinggir pantai. Kasus malaria dihitung
berdasarkan annual malaria incidence (AMI) dan annual parasite incidence
(API). AMI adalah kasus malaria berdasarkan gejala klinis selama satu tahun di
suatu wilayah per 1000 penduduk, sedangkan API adalah kasus malaria positif
Plasmodium malaria berdasarkan pemeriksaan ulasan darah penderita selama satu
tahun di suatu wilayah per 1000 penduduk (Ditjen PP&PL 2009). Kasus malaria
di Provinsi Bangka Belitung berdasarkan AMI pada tahun 2008-2010 dilaporkan
berturut-turut mengalami peningkatan dan penurunan, yaitu 54,73‰, 58,4‰, dan
50,89‰, sedangkan kasus malaria yang ditemukan berdasarkan API tahun 2008-
2010 mengalami penurunan, yaitu 9,6‰, 8,5‰, dan 4,7‰ (Dinkes Prov. Bangka
Belitung 2011).
Kasus penyakit malaria berdasarkan AMI di Kabupaten Bangka dari tahun
2008 sampai 2010 mengalami naik turun, yaitu 20,1 ‰, 51,7‰, dan 21,66‰,
sedangkan kasus malaria berdasarkan API mengalami penurunan dari tahun 2008
sampai 2010, yaitu 9,31‰, 4,01‰, dan 1,71‰ 2010 (Dinkes Kabupaten Bangka
2011). Kecamatan Riau Silip merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Bangka
yang memiliki AMI dari tahun 2008 sampai 2010 berturut-turut yaitu 14,5 ‰,
48,09 ‰, 27,26‰, sedangkan kasus malaria berdasarkan API dari tahun 2008
sampai 2010 mengalami naik turun. API tahun 2008-2010 tiga tahun terakhir
Desa Riau termasuk satu di antara desa yang ada di Kecamatan Riau Silip,
dan kasus malaria menurut AMI terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari
tahun 2007 sampai dengan 2010, yaitu 15,22 ‰, 41,01 ‰, 86,36 ‰, dan 99,34‰,
sedangkan kasus positif malaria berdasarkan API terjadi peningkatan dan
penurunan dari tahun 2008 sampai dengan 2010, yaitu 9,86 ‰, 21,29 ‰, 7,37‰.
Walaupun API mengalami penurunan, tetapi pada tahun 2009 mengalami
peningkatan kasus yang cukup signifikan (PKM Riau Silip 2011).
Jenis-jenis nyamuk Anopheles spp. yang telah di konfirmasi sebagai vektor
menularkan penyakit malaria berdasarkan provinsi antara lain di Sumatera Utara
ditemukan An. sundaicus, An. letifer, An. maculatus, An. kochi, dan An.
tesselatus, kemudian di Riau ditemukan An. sundaicus, sumatera Selatan (An.
letifer), Bengkulu (An. subpictus), Lampung (An. sundaicus), DKI (An.
sundaicus), Jawa Barat (An. sundaicus dan An. subpictus), NTB (An. aconitus, An.
sundaicus, An. subpictus, An. maculatus, dan An. balabacencis), Kalimantan
Selatan dan Timur (An. balabacencis), Sulawesi Utara dan Gorontalo (An.
minimus), Maluku (An. farauti) dan Papua Barat (An. punctulatus) (Ditjen PP&PL
2007).
Nyamuk Anopheles dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosis
sempurna (holometabola), yaitu telur, larva (jentik), pupa dan dewasa. Larva dan
pupa memerlukan air untuk kehidupannya (hewan akuatik) sedangkan nyamuk
dewasa di darat (terestrial). Nyamuk merupakan serangga yang sangat sukses
memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang
sifatnya permanen maupun temporer. Nyamuk dapat memanfaatkan berbagai
habitat yaitu danau, aliran air, kolam, air payau, bendungan, saluran irigasi, air
bebatuan, selokan, dan lain-lain yang dapat berperan sebagai tempat bertelur dan
tempat perkembangan larvanya. Aktivitas mengisap darah nyamuk Anopheles
malam hari (nocturnal) (Hadi & Koesharto 2006).
Penularan penyakit malaria di Pulau Bangka disebabkan oleh adanya
keragaman nyamuk Anopheles spp. dan habitat potensial larva nyamuk Anopheles
spp. Hal ini telah dilakukan penelitian di beberapa tempat, seperti di Kolong Ijo,
Desa Bacang, Kotamadya Pangkalpinang, ditemukan An. philippinensis, An.
sedangkan dari penangkapan nyamuk dewasa malam hari ditemukan An.
peditaeniatus dan An. nigerrimus (Qomariah 2004). Begitu pula di Desa Air
Duren ditemukan An. subpictus, An. letifer, An. philippinensis, An. karwari, An.
kochi, dan An. vagus, sedangkan di Kecamatan Sungailiat ditemukan dua spesies
yaitu An. letifer dan An. sundaicus (Dinkes Kab. Bangka 2010).
Faktor lingkungan baik biologi, fisik dan perilaku sosial masyarakat ikut
menunjang terjadinya penularan penyakit malaria. Desa Riau memiliki kondisi
sanitasi lingkungan yang kurang baik, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
lingkungan yang masih rendah, banyaknya genangan air dan terbentuknya kolam
akibat penggalian timah (kolong) merupakan tempat perindukan potensial nyamuk
vektor malaria. Keterbatasan informasi mengenai faktor-faktor risiko kejadian
malaria, bioekologi nyamuk Anopheles dan lingkungan daerah endemis malaria
menyebabkan belum diperoleh cara yang spesifik dan efisien dalam pengendalian
malaria. Penentuan strategi pemberantasan malaria memerlukan data entomologi
dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian malaria (Sitorus
2005).
Infomasi tentang perilaku dan karakteristik habitat potensial nyamuk
Anopheles sangat penting dipelajari dalam menentukan strategi pemberantasan
malaria. Desa yang ada di Kabupaten Bangka belum dilakukan penelitian
entomologi, termasuk Desa Riau Kecamatan Riau Silip. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari bagaimana perilaku nyamuk Anopheles spp. mencari darah,
perilaku mencari tempat istirahat, dan karakteristik habitat potensial nyamuk
Anopheles spp. yang terdiri atas jenis habitat, suhu air, salinitas air, derajat
keasaman (pH) air, kekeruhan air, dasar habitat, tanaman air, keberadaan predator
dan pengambilan titik koordinat untuk pemetaan jenis habitat larva Anopheles spp.
dengan menggunakan global positioning system (GPS) Garmin 60.
Tujuan penelitian adalah (1) mengidentifikasi keragaman nyamuk
Anopheles spp., (2) menganalisis perilaku nyamuk Anopheles spp., dan (3)
menganalisis pemetaan dan karakteristik habitat perkembangbiakan larva
Manfaat penelitian dapat dijadikan sebagai data dasar dan informasi ilmiah,
sehingga pengendalian vektor malaria di Pulau Bangka dapat dikelola dengan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp.
Insekta atau serangga merupakan spesies hewan yang jumlahnya paling
dominan di antara spesies hewan lainnya dalm filum Arthropoda. Nyamuk
termasuk kelas Insekta, ordo Diptera, famili Culicidae, dengan subfamili yaitu
Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia,
Armigeres) dan Anophelinae (Anopeheles). Di seluruh dunia, dilaporkan terdapat
sekitar 3100 spesies dari genus nyamuk. Nyamuk di Indonesia terdiri atas 457
spesies, diantaranya 80 spesies Anopheles, 125 Aedes, 82 Culex, 8 Mansonia,
sedangkan sisanya tidak termasuk begitu mengganggu (O’Connor & Sopa 1981
dalam Hadi & Koesharto 2006).
Wilayah penyebaran nyamuk Anopheles spp. di Pulau Bangka berdasarkan
zoogeographic termasuk fauna Oriental, begitu juga Pulau Sumatera, Pulau
Kalimantan, Pulau Jawa, dan sebagian Pulau Sulawesi (Rao 1981). Dinas
Kesehatan Kabupaten Bangka (2010) melaporkan bahwa jenis-jenis nyamuk
Anopheles spp. di Desa Air Duren Kecamatan Pemali ditemukan An. subpictus,
An. letifer, An. philippinensis, An. karwari, An. kochi, dan An. vagus, dan di
Kecamatan Sungailiat adalah An. letifer dan An. sundaicus. Adapun di Kelurahan
Bacang, Kotamadya Pangkalpinang ditemukan An. peditaeniatus dan An.
nigerrimus, An. philippinensis, dan An. barbirostris (Qomariah 2004).
Nyamuk Anopheles spp. yang ada di Pulau Sumatera menunjukkan
keragaman yang tidak jauh berbeda dengan nyamuk Anopheles spp. yang ada di
pulau-pulau yang masuk wilayah fauna oriental. Di Desa Segara Kembang
Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan
ditemukan tujuh spesies yaitu An. aconitus, An. annularis, An. kochi, An.
schuefneri, An. vagus, An. barbirostris dan An. nigerrimus (U’din 2005).
Selanjutnya, di Kecamatan Padangcermin Kabupaten Pesawaran ditemukan
sembilan spesies nyamuk Anopheles, yaitu An. sundaicus, An. subpictus, An.
vagus, An. kochi, An. aconitus, An. barbirostris, An. indefinitus, An. maculatus,
dan An. tessellates. Sementara itu, Suwito (2010) melaporkan bahwa Anopheles di
dengan nyamuk Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, tetapi terdapat tiga
spesies yang berbeda yaitu An. annularis, An. minimus, dan An. indefinitus.
Adapun di Desa Pondok Meja, Muaro Jambi, Jambi ditemukan jenis-jenis nyamuk
Anopheles spp. yang beragam, yaitu An. barbirostris, An. vagus, An. nigerrimus,
An. aconitus, An. kochi, An. tesselatus, An. indefinitus, An. umbrosus, An.
schueffneri dan An. peditaeniatus (Maloha 2005).
Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Pulau Jawa menunjukkan
keragaman yang tidak jauh berbeda dengan di Pulau Bangka dan Pulau Sumatera.
Mardiana (2001) menyatakan bahwa nyamuk Anopheles spp. di Kabupaten
Banyuwangi, jawa Timur ditemukan cukup beragam, yaitu An. sundaicus, An.
vagus, An. subpictus, An. flavirostris, An. barbirostris, An. annularis dan An.
indefinitus, sedangkan di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur ditemukan lebih
beragam, yaitu selain nyamuk yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi ditemukan
juga An. maculatus, An. aconitus, An. tessellates dan An. kochi. Sementara
Aprianto (2002) melaporkan bahwa nyamuk Anopheles spp. di Desa Hargotirto
Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta kurang
beragam, yaitu An. maculatus, An. balabacensis, An. vagus, An. annularis.
Selanjutnya, di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Jawa
Tengah terdiri atas sepuluh spesies, yaitu An. aconitus, An. flavirostris, An. vagus,
An. kochi, An. annularis, An. balabacensis, An. barbirostris, An. minimus, An.
maculatus, An. subpictus, dan yang paling dominan adalah An. aconitus (Noor
2002).
Nyamuk Anopheles spp. yang ada di Nusa Tenggara Timur juga
menunjukkan keragaman yang tidak jauh berbeda dengan nyamuk yang masuk
fauna oriental seperti di Pulau Bangka, Pulau Sumatera, dan Pulau Jawa.
Rahmawati (2010) melaporkan bahwa di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat,
Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, An. barbirostris ditemukan lebih
dominan baik di dalam rumah maupun di luar rumah (54,60% dan 51,14%), kemudian An. subpictus (3,34% dan 3,20%), An. indefinitus (9,09% dan 22,73%),
2.2 Perilaku Nyamuk Anopheles spp
Nyamuk Anopheles yang aktif mengisap darah adalah yang betina karena
darah diperlukan untuk perkembangan telurnya. Nyamuk Anopheles apabila aktif
mencari darah maka akan berkeliling sampai ditemukan rangsangan dari inang
yang cocok. Nyamuk Anopheles mencari darah berdasarkan inangnya dibedakan
atas kesukaan mengisap darah hewan (zoofilik), darah manusia (antropofilik) dan
kedua-duanya baik darah hewan maupun darah manusia (zooantropofilik).
Berdasarkan tempat nyamuk mencari darah inangnya dibedakan atas endofagik
dan eksofagik, yakni mengisap darah di dalam dan di luar rumah, sedangkan
berdasarkan tempat istirahat dibedakan endofilik dan eksofilik. Hadi & Koesharto
(2006) menyatakan bahwa beberapa spesies nyamuk memasuki rumah untuk
mencari makan (endofagik) dan istirahat di dalam rumah (endofilik), dan ada
beberapa spesies masuk rumah hanya untuk makan (endofagik) dan menghabiskan
waktu istirahatnya di luar rumah (eksofilik); ada pula yang mengisap darah di luar
rumah (eksofagik) dan istirahat di luar rumah (eksofilik).
Daerah yang disenangi nyamuk adalah suatu daerah yang tersedia tempat
untuk beristirahat, adanya inang yang disukai, dan tempat untuk berkembangbiak
(Ditjen PP&PL 2007). Pertumbuhan dan perkembangan populasi nyamuk pada
habitatnya sangat dipengaruhi ketersediaan sumber pakan (darah) serta
lingkungan yang sesuai, seperti suhu udara, kelembaban udara yang cocok,
tersedia tempat-tempat berkembangbiak dan tempat istirahat. Untuk kepentingan
pengendalian vektor, perilaku nyamuk Anopheles mengisap darah berdasarkan
tempat perlu diketahui, demikian pula dengan waktu puncak aktif mengisap darah
pada waktu malam hari.
Kepadatan vektor, intensitas kontak antara manusia dan vektor merupakan
salah satu faktor penting dalam penularan malaria. Apabila suatu spesies
Anopheles memiliki kemampuan bertahan hidup terhadap infeksi Plasmodium,
masa hidup yang lebih panjang, dan lebih bersifat antropofilik maka akan terjadi
penularan malaria (Rao 1981). Nyamuk Anopheles spp. pada suatu tempat
menunjukkan perilaku yang berbeda-beda. Juliawaty (2008) melaporkan bahwa
perilaku nyamuk An. letifer yang ada di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan
antropofilik dan eksofagik, sedangkan mencari tempat istirahat cenderung bersifat
eksofilik.
Mahmud (2002) melaporkan bahwa perilaku mencari darah An.
balabacensis di desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo
Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung bersifat eksofagik, dan mencari tempat
istirahat cenderung eksofilik. Wardana (2010) menyatakan hal yang sama tentang perilaku An. balabacensis di Desa Lembah Sari, Kecamatan Batu layar,
Kabupaten Lombok Barat, yaitu cenderung bersifat eksofagik, selama empat bulan
penangkapan ditemukan lebih banyak mengisap darah orang di luar rumah
daripada di dalam rumah, di dalam rumah hanya ditemukan pada bulan Juni
dengan kepadatan rata-rata 0,17 ekor/bulan, sedangkan di luar rumah ditemukan
setiap bulan dengan kepadatan rata-rata 3,67 ekor/bulan. Effendi (2002)
melaporkan bahwa An. balabacensis yang ditemukan di Daerah Kokap
Kulonprogo, DI Yogyakarta cenderung bersifat endofagik.
Suwito (2010) menyatakan bahwa perilaku An. barbirostris yang ada di
Kecamatan Rajabasa dan Kecamatan Padangcermin Lampung Selatan cenderung
bersifat eksofagik, begitu juga di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah
(Jastal 2005) dan di Desa Segara Kembang, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten
Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan (U’din 2005). Salam (2005)
menyatakan bahwa An. kochi di Desa Alat Hantakan, Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan cenderung bersifat eksofagik , hal yang sama di Kecamatan
Rajabasa dan Kecamatan Padangcermin, Lampung Selatan (Suwito 2005).
2.3 Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp.
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup dan
berkembangbiak (Odum 1993). Nyamuk betina biasanya memilih tipe air tertentu
untuk meletakan telurnya di permukaan air. Larva nyamuk Anopheles spp.
ditemukan pada berbagai habitat, tetapi setiap habitat memiliki sifat umum dalam
menyediakan makanan, terutama terdiri atas mikroorganisme dan bahan organik.
Sumber makanan pradewasa nyamuk pada setiap habitat berbeda pada lokasi yang
sumber pakan larva nyamuk Anopheles spp. untuk mempertahankan hidupnya
(Clement 2000).
Larva Anopheles ditemukan berkembangbiak pada berbagai habitat air tawar
kecuali air yang terkontaminasi air limbah atau limbah pabrik bahan kimia.
Meskipun tidak ada larva Anopheles yang ditemukan dalam air laut murni, tetapi
ada beberapa spesies yang dapat berkembang biak di air payau di danau dan anak
sungai yang terhubung dengan laut (Rao 1981). Perkembangan larva nyamuk di
dalam suatu habitat dipengaruhi oleh suhu air, pH air, kedalaman, kekeruhan,
salinitas, cahaya, aliran air, dasar air, plankton dan predator.
Larva Anopheles dapat hidup dengan karakteristik habitat yang bervariasi,
dan hal ini terlihat pada informasi dari beberapa hasil penelitian. Chadijah (2005)
melaporkan bahwa larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, dan An.
tesselatus di Desa Tongoa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah dapat hidup
dan berkembang pada pH 6,5-7, kekeruhan 2,1-21 NTU. Sembiring (2005)
melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di Daerah Pasang Surut Asahan Sumatera
Selatan, dapat hidup dan berkembang pada pH 7,90-8,45 dan kekeruhan 10-14
NTU. Sementara itu, di Dusun Mataram, Lengkong, Kabupaten Sukabumi, larva
Anopheles dapat hidup dan berkembang dengan kekeruhan air 70-150 NTU (Saleh
2002).
2.3.1 Jenis Habitat
Clement (2000) menyatakan bahwa larva nyamuk terdapat pada berbagai
habitat, hal yang sama diyatakan Hadi dan Koesharto (2006) bahwa larva nyamuk
ditemukan pada berbagai jenis habitat, seperti danau, aliran air, kolam, air payau,
bendungan, saluran irigasi, air bebatuan, selokan dan lain-lain. Rueda et al. (2007)
melaporkan bahwa larva Anopheles spp. dapat hidup dan berkembang pada habitat
kolam, sungai, lubang di tanah, rawa-rawa, sawah, irigasi, saluran air di pinggir
jalan, batu karang, pinggiran sungai, sumur, dan air drum.
Kolong merupakan salah satu jenis habitat bekas penggalian timah yang
Banyak ditemukan di Pulau Bangka. Qomariah (2004) menemukan An.
philippinensis, An. peditaeniatus, An. nigerrimus, dan An. barbirostris pada
Belitung, sedangkan di Desa Air Duren Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka,
ditemukan larva Anopheles spp. pada kubangan, parit dan rawa-rawa (Dinkes
Kab. Bangka 2007).
Jenis habitat potensial larva Anopheles spp. yang terdapat di Kecamatan
Rajabasa dan Pesawaran Lampung Selatan sangat beragam, yaitu tambak
terbengkalai, bak benur terbengkalai, kolam, lagun, rawa-rawa, parit, sungai,
sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan, dan kobakan (Suwito 2010). Nyamuk
An. barbirostris dan An. sundaicus di daerah pantai Banyuwangi, Jawa Timur,
dapat hidup dan berkembang pada habitat lagun, kobakan dan mata air (Sinta et
al. 2003). An. maculatus, An. balabacensis dan An. vagus ditemukan pada habitat
sungai dan mata air di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten
Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (Santoso 2002). Jenis habitat An.
albimanus di Artibonite Valley, Haiti, ditemukan pada persawahan, kolam di
tanah, kobakan, dan selokan (Caillouet et al. 2008). Larva Anopheles spp. di Dar
es Salam, Tanzania, ditemukan pada habitat rawa-rawa (Sattler et al. 2005).
2.3.2 Suhu Air
Pengaruh suhu terhadap laju pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk
telah menjadi subjek penelitian hingga saat ini (Clement 2000). Hasil penelitian
dari beberapa tempat menunjukkan bahwa larva Anopheles spp. dapat tumbuh dan
berkembang pada suhu yang bervariasi. Markovich menemukan An. claviger
berkembang di kolam teduh dengan suhu berkisar antara 8°C-16°C, spesies ini
juga ditemukan di kolam padang rumput pada suhu 20°C-30°C (Russel et al.
1963).
Suhu air habitat merupakan bagian penting bagi perkembangan larva (Rao
1981). Larva Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Doro, Halmahera Selatan
dapat hidup dan berkembang dengan rataan suhu 25°C-28°C. Nyamuk An. farauti
ditemukan pada habitat dengan suhu 25°C-30°C, larva An. Vagus dan
An. punctulatus pada suhu 25°C-28°C, An. kochi pada suhu 26°C-28°C, dan
An. minimus pada suhu 25°C-26°C (Mulyadi 2010). Larva An. maculatus dan
An. balabacensis yang terdapat di Desa Hargotrito, Kecamatan Kokap, Kabupaten
pada mata air dengan suhu 24,10°C-26,20°C (Santoso 2002). Larva An. subpictus
di Pulau Pari dan Pulau Tidung dapat hidup dan berkembang pada suhu 27°C
(Ariati et al. 2007). Suwito (2010) melaporkan bahwa larva An. sundaicus
ditemukan pada air bersuhu 26°C, An. barbirostris (27°C), An. indefinites dan An.
subpictus (29°C). Larva Anopheles spp. yang ditemukan dari peneliti-peneliti
tersebut menunjukkan suhu batas normal yaitu antara 24,10°C-29°C.
2.3.3 Salinitas
Pengaruh salinitas terhadap kelarutan oksigen dalam air berbanding terbalik,
semakin tinggi salinitas semakin rendah kadar oksigen terlarut. Air tawar
mempunyai salinitas kurang dari 0,5‰ (Kordi & Tancung 2007 dalam Mulyadi
2010). Larva Anopheles spp. dapat hidup dan berkembang dengan salinitas yang
bervariasi pada berbagai habitat. Mulyadi (2010) melaporkan penemuan larva An.
punctulatus, An. vagus, An. kochi dan An. minimus di Desa Doro, Halmahera
Selatan, Maluku Utara pada air tawar dengan salinitas 0‰, sedangkan An. farauti
ditemukan pada air tawar maupun air payau dengan salinitas berkisar antara 0-
7‰.
Ariati et al. (2007) melaporkan bahwa larva An. subpictus di enam pulau di
Kabupaten Kepulauan Seribu dapat hidup dan berkembang pada kolam rendaman
rumput laut dengan salinitas 9 ‰ dan pada sumur dangkal dengan salinitas 0-5‰.
Sementara melaporkan bahwa larva An. sundaicus di daerah pasang surut Asahan
Sumatera Utara, ditemukan pada alur sungai dengan salinitas rata-rata 1,6 ‰-
2,55‰ per bulan (Sembiring 2005). Adapun larva An. sundaicus di Muara Sungai
Senggigi dapat hidup dan berkembang dengan salinitas 0,33‰, pada Laguna
Kerandangan dengan salinitas 0,80‰, dan Muara Sungai Mangsit dengan salinitas
0,57‰ (Sulistio 2010). Selanjutnya larva An. Sundaicus di Kecamatan Rajabasa,
Lampung Selatan ditemukan pada bak benur terbengkalai pada kisaran salinitas 0-
9 ‰ (Suwito 2010).
2.3.4 pH Air
Nilai pH atau derajat keasaman air merupakan salah satu sifat kimia air yang
Air alami pada umunya mempunyai pH yang bersifat netral, tidak bersifat asam
atau basa, pH netral antara 6-9. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
larva Anopheles spp. hidup dan berkembang pada kisaran pH normal.
Bowolaksono (2001) menyatakan bahwa pH 5 sampai dengan pH 9
merupakan faktor pembatas perkembangan larva An. farauti yang berasal dari
Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Pada pH 6 larva An. farauti mampu
berkembang menjadi imago dalam kondisi laboratorium. Sementara itu, larva
Anopheles di Desa Hargotirto dapat hidup pada pH air 6,78-7,12, dan di mata air
pada pH 6,70-7,20 (Santoso 2002). Selanjutnya, Ariati et al. (2007) melaporkan
bahwa di enam pulau, Kabupaten Kepulauan Seribu, larva An. subpictus dapat
hidup didalam kolam perendaman rumput laut di Pulau Pari dan sumur dangkal di
Pulau Tidung dengan pH 7. Beberapa jenis larva nyamuk Anopheles mampu
hidup dalam konsentrasi alkali yang tinggi dan kondisi air yang asam. Larva An.
culicifacies mampu hidup pada kisaran pH 5,4-9,8 dan larva nyamuk An.
plumbeus pada pH 4,4 hingga 9,3 (Clement 1992).
2.3.5 Kekeruhan Air
Kekeruhan biasanya disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang
bersifat anorganik maupun organik. Zat anorganik biasanya berasal dari proses
pelapukan batuan atau logam, sedangkan organik berasal dari proses pelapukan
tanaman atau hewan. Pada dasarnya zat organik juga merupakan makanan bagi
bakteri atau mikroorganisme yang ada dalam air dan mendukung
perkembangbiakannya sehingga menambah kekeruhan air (Sutriati & Brahmana
2007).
Larva An. sundaicus di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara lebih
banyak ditemukan pada habitat air keruh dengan rerata 10 NTU, sedangkan pada
kekeruhan 14 NTU tidak ada larva An. sundaicus yang tertangkap, tetapi pada
kekeruhan 24-25 NTU dimana dasar kolam tidak terlihat dengan jelas, rerata
An. sundaicus yang tertangkap 14,5 ekor/cidukan, begitu juga pada kekeruhan 4-5 NTU, An. sundaicus yang tertangkap berfluktuasi (Sembiring 2005). Larva An.
indefinitus dan An. balabacensis di Desa Hargotirto ditemukan dengan kekeruhan
Chadijah (2005) melaporkan di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah
ditemukan larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, An. tesselatus pada
habitat kolam dengan naungan dengan tingkat kekeruhan 4,1, 5,7 dan 8 NTU,
sedangkan pada tingkat kekeruhan 15,6 NTU tidak ditemukan larva Anopheles
spp., namun larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, An. tesselatus
ditemukan pada habitat kolam tanpa naungan pada tingkat kekeruhan 6 NTU.
2.3.6 Kedalaman Air
Kedalaman air mempengaruhi tingkat penetrasi cahaya matahari yang
dibutuhkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Pada perairan dangkal
penetrasi cahaya lebih optimum sehingga tingkat produktivitas perairan dangkal
lebih baik daripada perairan yang lebih dalam (Odum 1993). Larva Anopheles
spp. sering ditemukan pada habitat perairan dangkal. Mulyadi (2010) melaporkan
bahwa Larva Anopheles spp. di Desa Doro, Halmahera Selatan, Maluku Utara
pada umumnya ditemukan pada tipe perairan dangkal dengan kisaran kedalaman
air yang menyolok, An. punctulatus dan An. minimus ditemukan pada kedalaman
habitat berkisar antara 2-20 cm, An. vagus pada kedalaman 5-80 cm, An. kochi
pada kedalaman 5-10 cm, sedangkan kedalaman habitat An. farauti berkisar antara
5-120 cm. Sementara itu, Setyaningrum et al. (2007) melaporkan bahwa larva
Anopheles spp. di Desa Way Muli, Lampung Selatan ditemukan pada kedalaman
15 cm pada habitat selokan air mengalir, 100 cm pada rawa-rawa, dan 25 cm pada
selokan air tergenang. Selanjutnya, An. tesselatus di Kecamatan Padangcermin
dan An. indefinitus di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan ditemukan pada
kedalaman air relatif dangkal yaitu 5 cm dan 10 cm (Suwito 2010). Keadaan yang
tidak jauh berbeda di Desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua
Barat, larva An. punctulatus ditemukan pada habitat potensial cekungan batu 5
cm, kolam kangkung 50 cm, bekas galian batu 30 cm, dan bekas tapak roda mobil
10 cm (Suprapto 2010).
Larva Anopheles spp. di Brazil ditemukan dengan kedalaman habitat antara
30-70 cm. Sementara larva An. albimanus di Buena Vista ditemukan dengan
kedalaman air 30-50 cm, larva An. vestitipennis dan larva An. darlingi dengan
terdapat di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, ditemukan pada kedalaman
50-100 cm pada kolam rendaman rumput laut, 30-70 cm pada sumur dangkal,
sedangkan di Pulau Tidung ditemukan pada sumur dengan kedalaman 50-150 cm
(Ariati et al. 2007). Hal yang tidak jauh berbeda larva An. sundaicus di Daerah
Pasang Surut Asahan, Sumatera Selatan ditemukan pada kedalaman habitat 70-75
cm (Sembiring 2005).
2.3.7 Dasar Habitat
Larva Anopheles spp. di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara, ditemukan pada rawa-rawa yang dasarnya terdiri atas tanah keras dan liat
sehingga terjadinya kekeruhan sangat kecil meskipun air pasang (Sembiring
2005).
Suwito (2010) melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di Kecamatan
Rajabasa dan Padangcermin ditemukan pada dasar habitat lumpur, begitu pula di
Desa Way Muli, Lampung Selatan (Setyaningrum et al. 2007). An. farauti, An.
punctulatus, An. vagus, dan An. kochi di Desa Doro Halmahera Selatan Maluku
Utara, ditemukan pada perairan berdasar lumpur, meskipun keempat spesies
nyamuk Anopheles tersebut ditemukan juga pada dasar pasir dan kerikil, sedangkan An. minimus hanya terdapat pada habitat dengan dasar pasir dan kerikil
(Mulyadi 2010). An. punctulatus di Desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak,
Provinsi Papua Barat, ditemukan pada habitat berdasar lumpur (Suprapto 2010).
Namun, di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo,
Yogyakarta, An. maculatus lebih menyukai habitat dengan dasar batu dan tanah, sedangkan An. balabacensis lebih menyukai habitat dengan dasar batu
dibandingkan dasar habitat pasir dan tanah (Santoso 2002).
Nyamuk Anopheles spp. sering ditemukan pada habitat lumpur,
kemungkinan disebabkan pada perairan dengan dasar lumpur banyak terdapat
tumbuhan air, seperti ganggang, lumut, rumput, teratai, kangkung, lompong, dan
pakis. Dasar habitat tidak berpengaruh langsung terhadap larva Anopheles, karena
lumpur, tanah liat, pasir mengendap pada bagian dasar habitat, sedangkan larva
Partikel lumpur akan berpengaruh terhadap kejernihan air apabila terjadi
pergerakan pada badan air.
2.3.8 Tanaman Air
Larva Anopheles spp. memanfaatkan tanaman di atas permukaan air
sebagai tempat meletakkan telur dan berlindung dari predator (Depkes 2007).
Larva nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Way Muli, Kecamatan
Rajabasa, Lampung Selatan ditemukan pada habitat perairan yang di sekitarnya
terdapat tumbuhan berkayu, dan pada selokan air mengalir yang terdapat satu
jenis tumbuhan yaitu bandotan (Ageratum conizoides) (Setyaningrum et al. 2002).
Habitat larva Anopheles spp. yang ada di Desa Doro, Kabupaten Halmahera
Selatan, Provinsi Maluku Utara terdapat tanaman air, yaitu ganggang dan
tanaman bakau (Mulyadi 2010). Hal yang sama di Desa Senggigi Kecamatan
Batulayar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat ditemukan
larva nyamuk Anopheles berkumpul pada tempat yang tertutup tanaman air yang
mengapung seperti ganggang, sampah yang terapung, dan pinggiran habitat yang
berumput (Sulistio 2010).
Suwito (2010) melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di kecamatan
Rajabasa ditemukan pada perairan yang ada maupun tidak ada gulma air, yaitu
An. sundaicus, An. subpictus, An. vagus, An. kochi, An. annularis, An. aconitus dan An. barbirostris, sementara larva An. tesselatus hanya ditemukan pada
perairan tidak terdapat gulma, sedangkan An. indefinitus dan An. minimus hanya
ditemukan pada perairan yang terdapat gulma. Di Kecamatan Padangcermin
hanya larva An. indefinitus dan An. tesselatus yang ditemukan pada perairan yang
terdapat gulma, selebihnya An. sundaicus, An. subpictus, An. vagus, An. kochi,
An. maculatus, An. aconitus, An. barbirostris pada perairan yang tidak terdapat
gulma.
Larva An. maculatus di Desa Hargotirto, Kulonprogo, DIY selain ditemukan
pada perairan yang terdapat naungan, juga ditemukan juga pada perairan yang
tidak terdapat naungan (Santoso 2002). Larva An. sundaicus di Daerah Pasang
Surut Asahan Sumatera Utara ditemukan pada habitat kolam yang terdapat
2.3.9 Keberadaan Predator
Predator merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan larva
nyamuk di suatu habitat. Predator memiliki peranan yang penting dalam
menyeimbangkan kepadatan larva nyamuk untuk mencegah terjadinya ledakan
populasi. Larva nyamuk Anopheles spp. biasanya tidak banyak ditemukan di
tempat-tempat yang terdapat binatang air terutama hewan predator.
Sembiring (2005) melaporkan bahwa di Pantai Asahan Sumatera Utara
terdapat ikan-ikan kecil pada habitat larva An. sundaicus yang diduga sebagai
predator. Chadijah (2005) menyatakan bahwa predator nyamuk Anopheles spp.
yang ada di Desa Tongoa, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah,
ditemukan pada tiga habitat yang berbeda-beda. Habitat kolam dengan naungan
ditemukan ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) dan capung (Libellula sp.),
habitat kolam tanpa naungan ditemukan berudu/kecebong, sedangkan pada habitat
genangan air tanpa naungan yang tidak permanen tidak ditemukan predator pada
setiap pengambilan sampel.
2.4 Curah Hujan
Faktor lingkungan fisik berupa iklim makro dan mikro (cuaca) berpengaruh
terhadap perkembangbiakan, pertumbuhan, umur, dan distribusi vektor malaria.
Curah hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah
jumlah tempat perkembangbiakan larva Anopheles spp. Curah hujan yang tinggi
akan menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor karena larvanya
hanyut dan mati. Curah hujan yang sedang dengan jangka waktu lama akan
memperbesar kesempatan nyamuk berkembangbiak secara optimal (Ditjen
PP&PL 2007).
Hasil penelitian dari beberapa tempat menunjukan bahwa curah hujan
kurang mempengaruhi perkembangbiakan larva Anopheles spp. Hasil penelitian
Effendi (2002) di Desa Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, menyatakan
44,9% rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles yang tertangkap dipengaruhi oleh
keadaan curah hujan, sedangkan sisanya sebesar 55,1% dipengaruhi oleh faktor
indeks curah hujan (ICH) dari bulan April-Juli 2004 sekitar 48,55-112,35 mm.
Pada habitat kolam dengan naungan ditemukan larva An. barbirostris, An.
nigerrimus, An. kochi, dan An. tesselatus pada semua kisaran ICH, habitat kolam
tanpa naungan ditemukan larva Anopheles yang sama pada ICH 80,8 ml,
sedangkan habitat genangan air tanpa naungan yang bersifat tidak permanen
ditemukan Anopheles yang sama pada ICH terendah yaitu 48,52 ml. Udin (2005)
melaporkan bahwa di Desa Segara Kembang, Sumatera Selatan, pada curah hujan
208 mm ditemukan gigitan nyamuk paling tinggi adalah An. aconitus terjadi pada
bulan Februari dan Maret 2004 dengan angka gigitan yang sama (0,61
ekor/orang/malam), kemudian pada bulan Juli curah hujan mengalami
peningkatan dan tertinggi selama penelitian (209 mm), tetapi tidak diikuti
kecenderungan meningkatnya angka gigitan An. conitus (0,11 ekor/orang/malam).
Sementara di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah, populasi larva nyamuk
Anopheles lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan padi dimana saat padi
membutuhkan air, kepadatan nyamuk juga meningkat dan pada saat musim panen
atau mengolah sawah, kepadatan nyamuk juga menurun (Jastal 2005). Selanjutnya
Suprapto (2010) melaporkan bahwa hubungan indeks curah hujan dengan
kepadatan An. punctulatus di Desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak, Porovinsi
Papua Barat, menunjukkan ada kecenderungan meningkat pada saat ICH
menurun. Saat ICH tertingi pada bulan Juli (486,5 mm), pada saat itu rataan
kepadatan An. punctulatus berada pada posisi terendah (0,59 ekor/orang/malam),
sedangkan ICH terendah pada bulan Agustus (245,2 mm), rataan kepadatan An.
punctulatus (3,17 ekor/orang/malam) dan merupakan kepadatan tertinggi selama
empat bulan. Adapun curah hujan di daerah pantai pasang surut Asahan Sumatera
Utara tidak mempengaruhi kepadatan larva Anopheles, pada saat curah hujan
terendah di bulan Mei (14 mm) larva tertangkap rata-rata 2,5 larva/cidukan,
sedangkan saat curah hujan tinggi (192 mm) di bulan Juli, tidak ada larva yang
tertangkap. Bila dilihat bulan Maret dan Februari, dengan curah hujan masing-
masing 85 mm dan 52 mm, larva tertangkap juga rendah yaitu masing-masing 4,5
3 BAHAN DAN METODE
3. 1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten
Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak
di wilayah bagian utara Pulau Bangka. Secara administratif Desa Riau termasuk
ke dalam wilayah Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, dan terdiri atas
Penduduk Desa Riau berjumlah 2.577 jiwa. Sebagian besar penduduk
bermata pencaharian sebagai buruh tambang timah inkonvensional, petani,
pedagang, dan sebagian kecil pegawai negeri sipil. Letak Desa Riau sekitar 40 km
dari ibukota kabupaten, dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Riau Silip.
Berdasarkan data dari Puskesmas Riau Silip tahun 2010, Desa Riau merupakan
daerah endemis malaria.
3. 2 Waktu Penelitian
Penangkapan nyamuk dilakukan selama empat bulan, sejak Februari
hingga Mei 2011 pada malam hari selama 12 jam (18.00-06.00 WIB) dengan
frekuensi setiap satu minggu sekali. Sehingga total penangkapan sebanyak 16 kali,
dimulai pada minggu kedua bulan Februari sampai dengan minggu ketiga bulan
Mei 2011. Desa Riau terdiri atas empat dusun, dan tiap dusun dipilih tiga rumah
sebagai tempat dilakukannya penangkapan dengan frekuensi satu bulan sekali
selama empat bulan (Februari-Mei 2011). Dari hasil penangkapan nyamuk
kemudian dilakukan identifikasi keragaman nyamuk Anopheles spp, analisis
kepadatan nyamuk Anopheles spp., analisis perilaku nyamuk Anopheles spp.,
pengukuran karakteristik habitat dan penandaan titik koordinat habitat larva
Anopheles spp. menggunakan global positioning system (GPS) Garmin 60.
Pengukuran GPS dilakukan selama empat bulan dengan frekuensi satu bulan
sekali, dan dilakukan pada siang hari dari pukul 07.00-12.00 WIB.
3. 3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif non eksperimental, yang
terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu : 1) Penangkapan nyamuk Anopheles spp., 2)
Identifikasi nyamuk Anopheles spp., 3) Pengumpulan larva nyamuk Anopheles
spp., 4) Pengukuran karakteristik dan pengamatan karakteristik habitat
perkembangbiakan larva Anopheles spp., 5) Penandaan titik koordinat sebaran
3.3.1 Penangkapan nyamuk Anopheles spp.
Penangkapan nyamuk dewasa malam hari dilakukan dengan menggunakan
metode menangkap nyamuk yang hinggap dengan umpan manusia (human
landing collection) dan nyamuk istirahat (resting collection) di dalam dan di luar
rumah (WHO 2003). Pemilihan tiga rumah di tiap dusun berdasarkan pada ada
tidaknya habitat potensial Anopheles spp. dan adanya penghuni rumah yang positif Plasmodium berdasarkan hasil pemeriksaan ulas darah oleh petugas
kesehatan. Penangkapan nyamuk istirahat dilakukan terhadap nyamuk-nyamuk
yang hinggap di dinding dan di sekitar rumah baik di dalam dan di luar rumah.
Jumlah kolektor (penangkap nyamuk) enam orang, pada setiap rumah rumah
ditempatkan satu kolektor di dalam rumah dan satu kolektor di luar rumah. Waktu
penangkapan dilakukan pada malam hari selama 12 jam dari pukul 18.00-06.00
WIB. Setiap jam penangkapan terdiri atas 40 menit digunakan untuk menangkap
nyamuk yang hinggap di badan, 10 menit menangkap nyamuk yang istirahat di
dalam rumah dan di luar rumah, dan 10 menit untuk istirahat kolektor.
Kolektor sebagai umpan duduk di dalam (Gambar 2) atau di luar rumah
(Gambar 3) di tempat penghuni rumah biasa duduk-duduk santai, celana digulung
sampai lutut, bila ada nyamuk yang hinggap atau siap mengisap darah, ditangkap
dengan menggunakan aspirator. Nyamuk yang tertangkap dimasukan dalam gelas
kertas (paper cup) yang terpisah setiap jamnya
A
B
Gambar 3 Penangkapan nyamuk istirahat di dalam (A) dan di luar rumah (B) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
3.3.2 Identifikasi Nyamuk Anopheles spp.
Nyamuk dewasa yang tertangkap dengan umpan orang malam hari dan
nyamuk istirahat, serta nyamuk yang berasal dari hasil pemeliharaan (rearing)
larva yang ditemukan pada habitat, dimatikan dengan kloroform, kemudian
diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Identifikasi berdasarkan panduan buku:
Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles di Sumatera-Kalimantan (Ditjen PP&PL
2000).
3.3.3 Pengumpulan Larva Dan Karakteristik Habitat
Survei larva terdiri atas pengumpulan larva, pengukuran karakteristik dan
penandaan titik koordinat habitat potensial larva Anopheles spp.
3.3.3.1 Pengumpulan Larva
Larva dikumpulkan menggunakan cidukan plastik dengan volume 300 cc.
Pencidukan larva dilakukan oleh dua orang dengan frekuensi lima kali per orang
untuk setiap habitat. Pencidukan dilakukan di pinggir dan di tengah habitat
perkembangbiakan secara merata bila habitat tidak luas. Larva Anopheles spp.
yang tertangkap dipelihara, diberi makan serbuk hati, dan diidentifikasi setelah