VI I - 1
BAB VII
RENCANA PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA
Bab ini menjabarkan tentang Profile pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di
Kabupaten Belu yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan
bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan
lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran
perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari arah dan kebijakan, kemudian pemetaan
isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal
perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.
7.1. Pengembangan Permukiman.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman khususnya kawasan RSH dan peningkatan kualitas permukiman kumuh,
sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman pada perdesaan potensial / kawasan pusat pertumbuhan (agropolitan dan
minapolitan), Perdesaan tertinggal dan kawasan perbatasan maupun permukiman pada pulau
VI I - 2
7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
7.1.1.1. Arahan Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan,
antara lain
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang
diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan
perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU
No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:
Tugas
1. Pemerintah Pusat
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan
VI I - 3
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan
nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman.
e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.
2. Pemerintah Provinsi
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas
kabupaten/kota.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan
provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan
permukiman.
e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman lintas kabupaten/kota.
f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
g. Memfasilitasipenyediaanperumahandankawasanpermukimanbagimasyarakat,terutama
bagi MBR.
h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan
strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
VI I - 4
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan
kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman,
lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
Wewenang
1. Pemerintah Pusat
a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah,
perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.
b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.
c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan
dan kawasan permukiman.
d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat nasional.
e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.
f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
VI I - 5
g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman.
h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh.
i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
kawasan permukiman.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat provinsi.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat provinsi.
d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
pada tingkat provinsi.
g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan
perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.
h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
VI I - 6
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat
kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
pada tingkat kabupaten/kota.
7.1.1.2. Lingkup Kegiatan
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas
di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik,
serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.
Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah :
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan
dan perdesaan ;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitaspermukiman
kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di
kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk
VI I - 7
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan
peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
7.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Pengembangan
Permukiman
7.1.2.1. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat
ini adalah :
a. Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan
adaptasi terhadap perubahan iklim.
b. Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga
kumuh perkotaan.
c. Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden
yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
d. Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi
Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
e. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
f. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang
bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan
kumuh.
g. Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
h. Perlunya kerjasama lintas sector untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
i. Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan
permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas
sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi
standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum
secara nasional.
Secara umum arah kebijakan pengembangan kegiatan permukiman di Kabupaten Belu, meliputi
VI I - 8
1. Meningkatkan kualitas permukiman perkotaan dengan pengembangan kegiatan
revitalisasi, perbaikan dan peremajaan kawasan melalui pelaksanaan tridaya
2. Mengendalikan lingkungan perkotaan sesuai dengan fungsinya pada kawasan
perkotaan.
3. Mengetatkan pelarangan pembangunan permukiman formal oleh pengembangan
dikawasan lahan produktif
4. Mengembangkan permukman perdesaan disesuaikan dengan karakter fisik sosial
budaya dan ekonomi masayarakat perdesaan
Adapun usaha pemerintah, dalam hal ini dinas PU cipta karya Kabupaten Belu telah membuat
usulan program sub bidang pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan pada
periode sebelumnya dan pada masa yang akan datang yang telah terealisasi atau belum
terealisasi sesuai tujuan utamanya antara lain:
1. Penyediaan Prasarana dan sarana bagi kawasan RSH di kota Atambua dan kota-kota
lainnya
2. Penataan dan Peremajaan Kawasan
3. Peningkatan Kualitas Permukiman
4. Penyediaan Prasarana dan sarana permukiman
5. Pengembangan Prasarana dan sarana Kawasan Perbatasan
6. Penyediaan Prasarana dan sarana Dalam Rangka Penanganan Bencana
Pemerintah kabupaten Belu mengeluarkan kebijakan sektoral sebagaimana tertera dalam
RPJMD dengan menitikberatkan pada pengembangan sektor dan subsektor. Tentunya
memperhatikan permasalahan wilayah dan potensi-potensi kawasan, Perkembangan jumlah
penduduk yang terus meningkat, penyediaan sarana dan prasarana dasar yang masih terbatas
dan belum tergali beberapa potensi ekonomi, Dengan demikian isu-isu strategis yang menjadi
landasan pemikiran untuk pengembangan Infrastruktur Keciptakaryaan di Kabupaten Belu
adalah :
Tabel 7.1.
Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Belu
No. Isu Strategis Keterangan
1 Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
a. Mengembangkan Kawasan Perkotaan yang mampu memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan berbagai kegiatan perdagangan, jasa dan industri serta kegiatan sosial-ekonomi-budaya lainnya.
VI I - 9
c. Mendorong pihak swasta untuk menanamkan investasinya dalam pengembangan Kawasan Perkotaan.
d. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana Induk Sistem Prasarana agar pengembangan Kawasan Perkotaan dalam jangka panjang memiliki arah yang jelas sesuai dengan arahan fungsinya.
e. Mengembangkan keterkaitan antara Kawasan Perkotaan dengan Kawasan Perdesaan dan kawasan lainnya untuk menciptakan sinergi bagi perkembangan wilayah Kabupaten Belu dan sekitarnya.
f. Pemerintah Kabupaten Belu bertanggungjawab dalam pengembangan dan pengelolaan Kawasan Perkotaan dengan memperhatikan kondisi, karakteristik dan potensi sosial-ekonomi dan prospek pengembangan Kawasan Perkotaan dalam konstelasi wilayah yang lebih luas.
g. Pengawasan dan penertiban pemanfaatan Kawasan Perkotaan dilakukan Pemerintah Kabupaten Belu (Dinas Terkait) untuk menjaga kelestarian lingkungan, keberlangsungan pembangunan dan tata nilai setempat.
2 Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
a. Pengembangan ekonomi perdesaan, perbaikan dan pembangunan prasarana dan sarana dasar di wilayah perdesaan, meningkatkan aksessibilitas ke/dari kawasan perdesaan, mengembangkan dan memperkuat keterkaitan Desa-Kota.
b. Pengembangan Kawasan Agropolitan c. Pengembangan Kawasan Minapolitan
d. Pemgembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan
e. Penyediaan Prasrana dan Sarana dalam rangka penanganan bencana
7.1.2.2. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional
mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500
kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit
Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial
yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun
infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun
infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan
15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kabupaten dalam
menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan
perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur,
peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses
perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.
Untuk kabupaten Belu dokumen perencanaan yang mendukung pembangunan permukiman
VI I - 10
Tabel 7.2.
Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya yang terkait Pengembangan Permukiman
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh,
jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan
infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta
kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan
adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir. Untuk Kawasan Kumuh pada tahun
2014 telah dibuat DED khusus penanganan kawasan kumuh seperti yang sudah ditetapkan
dalam SPPIP, beradasarkan hasil DED tersebut kawasan kumuh di Kota Atambua telah
ditetapkan berdasarkan SK Penjabat Bupati Belu Nomer : PU.188.55/13/VIII/2014 tanggal 25
Agustus 2014, dengan luasan seperti tabel 7.3
Tabel 7.3
Data Kawasan Kumuh (PU.188.55/13/VIII/2014)
No PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan/Peraturan Lainnya Keterangan
No. Peraturan Perihal Tahun
1 Perda No. 3 RPJPD Kab. Belu 2005-2025 2005
2 Perda No. 15 RPJMD Kab. Belu 2009-2014 2009
VI I - 11
Tabel 7.4.Kondisi Kawasan Kumuh di Kota Atambua
KARAKTERISTIK KAWASANf Jumlah Kepala Keluarga di Lokasi Kumuh
(KK) : 563 KK
a Masih banyaknya konstruksi jalan yang rusak dan belum terintegrasi dengan saluran/drainase. b Pembuangan limbah domestik dan limbah industri rumah tangga pada saluran/drainase. c Tidak adanya bak/kantong sampah.
PENILAIAN KEKUMUHAN (FISIK)
DOKUMENTASI Aspek Kriteria dan
Indikator Parameter
Kondisi Bangunan
a. Keteraturan
Bangunan : 76% - 100% Bangunan tidak memiliki keteraturan.
b. Kepadatan
Bangunan : Kepadatan bangunan sebesar < 200 unit/Ha. c. Persyaratan
Teknis :
51% - 75% Bangunan tidak memenuhi persyaratan teknis.
Kondisi Jalan Lingkungan
a. Cakupan
Pelayanan :
Cakupan layanan jalan lingkungan tidak memadai di 51% - 75% luas area.
Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal di 76% - 100% luas area. b. Cakupan
Pelayanan :
76% - 100% Luas area tidak terlayani drainase lingkungan.
Kondisi Penyediaan Air Minum
a. Persyaran
Teknis :
SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25% - 50% luas area.
b. Cakupan
Pelayanan :
Cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25% - 50% populasi.
Kondisi Pengelolaan Air Limbah
a. Persyaran
Teknis :
Pengelolaan Air Limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 76% - 100% luas area. b. Cakupan
Pelayanan :
Cakupan pengolahan air limbah tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi.
Kondisi Pengelolaan Persampahan
a. Persyaran
Teknis :
Pengelolaanpersampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 76% - 100% luas area. b. Cakupan
Pelayanan :
Cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadap 76% - 100%% populasi.
Kondisi Pengaman Kebakaran
a. Persyaran
Teknis :
Pasokan air damkar tidak memadai di 51% - 76% luas area.
b. Cakupan
Pelayanan :
Jalan lingkungan untuk mobil damkar tidak memadai di 76% - 100% luas area. TINGKAT KEKUMUHAN : KUMUH BERAT
PENILAIAN PERTIMBANGAN LAIN (NON-FISIK)
Kriteria dan Indikator Parameter
Nilai Strategis Lokasi : Lokasi terletak pada fungsi strategis kawasan/wilayah.
Kepadatan Penduduk : Kepadatan Penduduk Pada Lokasi sebesar 201 - 499 jiwa/Ha
Potensi Sosial Ekonomi : Lokasi tidak memiliki potensi sosial ekonomi tinggi yang potensial dikembangkan.
Dukungan Masyarakat : Dukungan masyarakat terhadap proses penanganan kekumuhan tinggi.
VI I - 12 PENILAIAN LEGALITAS LAHAN
Kriteria dan Indikator Parameter
Status Tanah :
Keseluruhan Lokasi Memiliki Kejelasan Status Tanah, Baik Dalam Hal Kepemilikan Maupun Izin Pemanfaatan Tanah Dari Pemilik Tanah (Status Tanah Legal)
Kesesuaian RTR : Keseluruhan Lokasi Berada Pada Zona Permukiman Sesuai RTR (Sesuai)
Persyaratan Administrasi Bangunan (IMB) :
Sebagian atau Keseluruhan Lokasi Berada Tidak Pada Zona Permukiman Sesuai RTR (Tidak Sesuai)
STATUS LAHAN : LEGAL
SKALA PRIORITAS PENANGANAN : 1
REKOMENDASI POLA PENANGANAN : PEMUKIMAN KEMBALI ATAU PEREMAJAAN
PROGRAM PENANGANAN FISIK : REHABILITASI JALAN DAN DRAINASE, PEMBUATAN
BAK/KANTONG SAMPAH
VI I - 13
Tabel 7.5
Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan di Kabupaten Belu
No Infrastruktur Terbangun Lokasi Satuan Kondisi
1 Jalan Lingkungan Kawasan Pintu Masuk
Motamasin Kawasan Baik
2 Pelataran Parkir Kawasan Pintu Masuk
Motamasin Kawasan Baik
3 Pengaman tebing dan pelengkapnya Kawasan Pintu Masuk Motamasin Kawasan Baik
4 Jalan Lingkungan Kawasan Desa Welaus Kec.
Kobalima Timur Kawasan Baik
5
Jalan Lingkungan Kawasan Desa Alas Selatan, Kec. Kobalima
Timur
Kawasan Baik
6 Jalan Lingkungan Kawasan Silawan Kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik
7 Jalan Lingkungan Kawasan Kabuna, Kec.
kakuluk Mesak Kawasan Baik
8 Jalan Lingkungan Kawasan Kanebebi, Kec.
Kalkuluk Mesak Kawasan Baik
9 Jalan Lingkungan Kawasan Kewar Kec.
Lamaknen Kawasan Baik
10 Jalan Lingkungan Kawasan Perumahan Translok Wemamfani
Desa Kabuna, Kec. Kakuluk
Mesak Kawasan Baik
11 Jalan Lingkungan Kawasan Perumahan Translok Halibada Desa Silawan Kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik
12 Jalan Lingkungan Kawasan Haekesak, Desa
Tohe Kec. Reihat Kawasan Baik
13 Jalan Lingkungan Kawasan Sadi desa Sadi
kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik
14 Jalan Lingkungan Kawasan Dafala Desa
Dafala Kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik
15 Jalan Lingkungan Kawasan Kolam Susuk, Desa Dualaos, Kecamatan Kakuluk Mesak Kawasan Baik
16
Jalan Lingkungan Kawasan Lakafehan, Desa Dualaos Kec. Kakuluk
Mesak
Kawasan Baik
17 Jalan Lingkungan Kawasan Fatuala Desa
Jenilu Kec. Kakuluk Mesak Kawasan Baik
7.1.2.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan Pengembangan Permukiman
1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih
terbatas.
2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah
terpencil, dan kawasan perbatasan.
3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
VI I - 14
1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya
sektor Pengembangan Permukiman.
3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-
Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya
khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur
permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
6) Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum
secara nasional. Namun sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat
permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik. Penjabaran
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan
sebagai informasi awal dalam perencanaan.Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Belu serta
merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan
pengembangan permukiman yang ada diwilayah Kabupaten Belu.
Tabel 7.6
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Kabupaten Belu
No Aspek Pengembangan Permukiman Permasalahan Yang Dihadapi Pengembangan Tantangan Alternatif Solusi
1  Terjadinya kerusakan
lingkungan dan pencemaran di sekitar kawasan tangkapan air
dan sumber mata air.
VI I - 15
Tabel 7.7
Matriks Identifikasi Potensi dan Masalah Kawasan Permukiman Prioritas
LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH
KELURAHAN BERDAO
 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan menjadi pusat perdagangan kota  Terdapatnya saluran alami (kali kecil)
yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer
 Adanya Bantuan dari Kemenpera berupa program stimulan perbaikan rumah sebanyak 20 rumah
 Didominasi oleh Kawasan terbangun khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.
 Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua
 Sistem perpipaan telah menjangkau wilayah kelurahan Berdao
 Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area sekitar saluran drainase primer)
 Dengan kepadatan bangunan yang tinggi, jalan lingkungan di kawasan Kelurahan Berdao sangat terbatas dan berada pada sela-sela bangunan yang rentan terhadap bencana kebakaran.
 ± 150 rumah tidak layak huni dan kumuh belum terdata di kelurahan  Adanya pemukiman yang tidak
terakses secara baik dari jalan  Walaupun sistem perpipaan telah
menjangkau wilayah kelurahan Berdao namun tidak semua penduduk mendapat pelayanan air bersih.
VI I - 16
LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH
 Telah dilengkapi TPS (Tempat Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua
sampah dan limbah ke saluran drainase)
 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan
 Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) di beberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas
saluran drainase primer
 Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase
 Tidak berfungsi optimal TPS dan bak sampah yang ada
 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah perlu ditingkatkan.
KELURAHAN BEIRAFU
 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan merupakan area pusat perdagangan dalam kota
 Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer
 Adanya Bantuan dari Kemenpera berupa program stimulan perbaikan rumah sebanyak 20 rumah pada tahun 2011
 Rumah-rumah yang tidak layak huni telah terdaftar sebanyak 68 unit di kelurahan untuk mendapatkan bantuan  Didominasi oleh Kawasan terbangun
khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.
 Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua
 Banyak terdapatnya sumber air tanah (sumur gali)
 Telah dilengkapi TPS (Tempat Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua
 Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area saluran drainase primer)
 ± 150 rumah tidak layak huni dan kumuh belum terdata di kelurahan  Adanya pemukiman yang tidak
terakses secara baik dari jalan  Sanitasi lingkungan yang buruk
terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah ke saluran drainase)
 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan
 Adanya saluran drainase primer yang tidak terhubung/terputus
 Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) dibeberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas
saluran drainase primer
 Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase
 Kualitas air dari sumur gali diragukan mutu bakunya untuk di konsumsi sebagai air minum
 Tidak berfungsi optimal TPS dan bak sampah yang ada
 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah di Kelurahan Beirafu belum sesuai kebutuhan
KELURAHAN
 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai arah dan merupakan pusat kota Atambua
 Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer
 Adanya pasar ikan yang cenderung kumuh
 Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area saluran drainase primer)
VI I - 17
LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH
KOTA ATAMBUA
 Didominasi oleh Kawasan terbangun khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.
 Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua
 Tersedianya jaringan perpipaan air bersih dari PDAM
 Banyak terdapatnya sumber air permukaan (sumur gali)  Telah dilengkapi TPS (Tempat
Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pelayanan pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua
terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah kesaluran drainase)
 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan
 Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) dibeberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas
saluran drainase primer
 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah di belum memadai
KELURAHAN TENUKIIK
 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan pusat perdagangan kota
 Terdapatnya saluran alami (sungai kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer
 Masih tersedianya lahan untuk pengembangan pemukiman
 Jalan Utama kawasan dalam kondisi baik dan berupa perkerasan
aspal/hotmix.
 Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua
 Banyak terdapatnya sumber air permukaan (sumur gali)
 Secara topografis berada pada dataran yang cenderung lebih rendah daripada area sekitarnya sehingga menjadi pusat limpasan air ditambah dengan kondisi drainase yang buruk sehingga merupakan area yang sangat rawan banjir dan genangan.  Sanitasi lingkungan yang buruk
terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah kesaluran drainase)
 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan
 Adanya gorong-gorong yang tidak didesain mengikuti aliran air di saluran primer
 Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase dan dilewati mobil-mobil tangki dengan tonase yang besar  Kualitas air dari sumur gali diragukan
mutu bakunya
 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah belum optimal yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer
 Masih tersedianya lahan untuk pengembangan pemukiman
 Jalan Utama kawasan (Jalan M. Yamin) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.
 Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN
 Sanitasi lingkungan yang buruk, terutama di area permukiman masyarakat kurang mampu
 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan
 Banyaknya ruas jalan yang rusak dan perlu peningkatan
 Pada area tertentu mudah mengalami genangan karena berada pada DAS
VI I - 18
LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH
Kota Atambua
 Banyak terdapatnya sumber air tanah (sumur gali)
 Kualitas air dari sumur gali diragukan mutu bakunya
 Kapasitas dan pemanfaatan TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah secara umum belum optimal
7.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai
bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan
binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan
lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung
dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah :
1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak
huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan
2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan
berkelanjutan.
Untuk itu, Kementrian Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan
dan Lingkungan mempunyai kewajiban untukmeningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar
mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun
anggaran 2007, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan
dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan
Kabupaten/Kota.
Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan
secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus
disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatifdan responsif. Selaras
dengan upaya pencapaian target Millenium (MDGs), yakni: mengurangi sampai setengahnya,
sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); dan mengurangi
sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air
minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas lingkungan
permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarakat setempat, kelompk
VI I - 19
7.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
7.2.1.1. Arahan Kebijakan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai
bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan
binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan
lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan
antara lain :
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat
bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya
pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah
dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan
yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan
secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya
persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang
ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur
bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan
keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan
VI I - 20
bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang
peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran
masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam
peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian
pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL,
maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa
RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi
kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan
rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen
RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator
pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta
sektor-sektornya.
7.2.1.2. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan
VI I - 21
Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan,
pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan
termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan
dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan termasuk gedung dan rumah Negara ;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan
gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan ;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan
dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana
alam dan kerusuhan social ;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan ; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu
kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan
seperti ditunjukkan pada Gambar 7.2
Gambar 7.2
Lingkup Tugas Penataan Bangunan dan Lingkungan
VI I - 22
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi
peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
 Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman
kumuh dan nelayan;
 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
 Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
 Pelatihan teknis.
 Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
 Paket dan Replikasi.
7.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
7.2.2.1. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda Nasional
dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah
satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan
program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional
lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat
dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan
Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya
tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta
VI I - 23
terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai
peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada
tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan
global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi
yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun
1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai
10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang
berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak
sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu
strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada,
pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu
sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta
pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14
Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human
Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam
penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut :
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL ;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan ;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan ;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah
berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan
lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
VI I - 24
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di
kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan
mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar
11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU
PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan
kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan
daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang
meliputi :
a) Revitalisasi,
b) RTH,
c) BangunanTradisional/bersejarah dan
d) Penanggulangan kebakaran,
bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati
diri, produktif dan berkelanjutan.
Adapun isu-isu strategis sektor PBL di kabupaten Belu seperti dalam tabel 7.8. berikut ini
Tabel 7.8
Isu-Isu Strategis Sektor PBL Kabupaten Belu
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL
1 Penataan Lingkungan Permukiman 1. Terbangunnya perumahan dan permukiman yang layak huni.
2. Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh.
VI I - 25
7.2.2.2. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2013 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan
jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas
infrastruktur permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah
sejumlah 10.925 kelurahan / desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda
Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2013 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk
RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2
Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota
dengan kesepakatan bersama.
Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi eksisting di daerah
masing-masing, yang mencakup kondisi terkait peraturan daerah, kegiatan penataan
lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara, serta
capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan
Untuk kabupaten Belu dokumen perencanaan yang mendukung penataan bangunan dan
lingkungan yang sudah mempunyai kekuatan hukum seperti pada tabel 7.9. di bawah ini
Tabel 7.9
Peraturan Daerah/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
Untuk kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman di Kabupaten Belu dapat menggambarkan
kondisi eksistingnya seperti pada table 6.10 2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara
1. Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk bangunan gedung dan rumah negara
2. Menjaga kelestarian nilai-nilai arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya).
3 Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulangan Kemiskinan
1. Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu menata lingkungan perumahan.
2. Terciptanya pertumbuhan usaha ekonomi produktif dan keswadayaan masyarakat.
No
PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan
Lainnya Keterangan
No. Peraturan Tentang Tahun
1 17 Bangunan Gedung 2006
VI I - 26
Tabel 7.10
Kondisi Penataan Lingkungan Permukiman di Kabupaten Belu
Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kabupaten Belu
belum dapat digambarkan kondisi eksistingnya karena ketiadaan data pendukung dan rumah
Negara.
7.2.2.3. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan
tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih
melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna
pengembangan lingkungan permukiman;
 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama
kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
 Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang
diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas
lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
 Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
VI I - 27  Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang
mendapat perhatian;
 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
 Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah
raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan
pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di
daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Tabel 7.11
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Belu
No Aspek PBL Permasalahan Yang Dihadapi Pengembangan Tantangan Alternatif Solusi
I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman 1 Aspek Teknis  Masih kurang
diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
VI I - 28  Menurunnya fungsi
kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
2 Aspek Kelembagaan Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan
permukiman 3 Aspek Pembiayaan Masih rendahnya
dukungan pemda
VI I - 29
II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara 1 Aspek Teknis
2 Aspek Kelembagaan
3 Aspek Pembiayaan
4 Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta
5 Aspek Lingkungan Permukiman
III Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulangan Kemiskinan
1 Aspek Teknis
2 Aspek Kelembagaan
Lembaga yang
3 Aspek Pembiayaan
VI I - 30
7.3. Sistim Penyediaan Air Minum
7.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan SPAM
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan
konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem
fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah
badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha
swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan
system penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku,
penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) antara lain :
1) UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang
(RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SistemPenyediaan Air
Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan system fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peranmasyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas
kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
VI I - 31 Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan.
SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit
distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan
perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan,
terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.
Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang
pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup :
a. Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan
air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
c. Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
d. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan
VI I - 32
7.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
7.3.2.1. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk
mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian
konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat
Jenderal Cipta Karya.
Isu-isu strategis tersebut adalah :
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum
2. Pengembangan Pendanaan
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum
6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat
7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan
Penerapan Inovasi Teknologi
Pola penyusunan RPIJM Kabupaten Belu bidang Air Minum harus memperhatikan Rencana
Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM), bagi Kabupaten Belu yang
belum mempunyai RI-SPAM hendaknya dilakukan penyusunan RI-SPAM terlebih dahulu untuk
jangka waktu sekurang-kurangnya selama 15 tahun. RIS-SPAM merupakan rencana jangka
panjang suatu wilayah baik di dalam Kabupaten/Kota, antar Kabupaten/Kota dan antar propinsi.
Hal ini dimungkinkan karena dalam pengembangan dan penyelenggaraan sistem penyediaan
Air Minum tergantung dengan posisi dan letak unit-unit SPAM dan cakupan pelayanannya.
Strategi pengembangan yang akan dicapai adalah :
a. Strategi peningkatan distribusi air minum ke wilayah perkotaan;
b. Strategi penyusunan rencana induk air minum Kota Atambua;
c. Strategi pengembangan cakupan pelayanan air minum;
d. Strategi peningkatan kinerja PDAM;
e. Strategi penanganan kebocoran distribusi air minum;
f. Strategi pengembangan SPAM IKK;
g. Strategi penyediaan air minum perpipaan dan non perpipaan;
h. Strategi pemberdayaan masyarkat dan swasta dalam pengembangan SPAM;
i. Strategi pengelolaan aset manajemen PDAM;
VI I - 33
k. Strategi peningkatan kapasitas institusi pengelola air minum;
l. Strategi peningkatan akses air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah;
m. Strategi pengembangan sistem informasi manajemen penyediaan air minum;
n. Strategi penanganan air minum pada daerah bencana;
o. Studi potensi sumber daya air;
p. Strategi penambahan supply sumber air baku baru;
q. Strategi pendanaan melalui KPS;
r. Strategi kelembagaan yang lintas sektoral dan lintas administratif.
Isu-isu strategis yang ada di kabupaten Belu ini akan menjadi dasar dalam pengembangan
infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan
program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang
diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
7.3.2.2. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum di kabupaten Belu secara umum adalah :
a. Aspek Teknis
Kebutuhan akan air bersih di Kabupaten Belu mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, hal ini bisa dilihat dari semakin meningkatnya jumlah penduduk khususnya di
Kawasan Kota Atambua sebagai akibat dari kota Atambua sebagai daerah perbatasan dan
pintu masuk menuju negara Timor Leste. Berdasarkan data pelayanan Air Bersih dari
PDAM untuk Tahun 2011 diketahui bahwa tingkat pelayanan baru mencapai 6,13% atau
22.068 SR dengan kapasitas produksi kurang lebih 40,07 liter/detik. Pelayanan PDAM ini
baru sebatas pada Kota Atambua saja, sedangkan untuk kawasan-kawasan yang lain,
masyarakat mengusuhakan sendiri kebutuhan air bersih dengan cara mengambil langsung
ke mata air, mengambil di sumur-sumur yang dibangun sendiri ataupun yang dibangun oleh
lembaga-lembaga lainnya ataupun melalui Hidran Umum (HU) yang telah dibangun oleh
Pemerintah khusus kawasan perdesaan. Untuk meningkatkan pelayanan air bersih
khususnya di Kota Atambua, pemerintah pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum telah
membangun bendungan Haikrit dan bendungan Haliwen yang dapat digunakan selain itu
keperluan pertanian juga sebagai sumber air baku untuk kepentingan pelayanan air minum
bagi masyarakat di Kota Atambua dan sekitarnya. Berdasarkan data capaian MDG’s untuk
VI I - 34
bersih di Kabupaten Belu tahun 2011 baru mencapai 38,32%. Berdasarkan tabel 4.15,
presentasi Pelayanan air minum dari air ledeng meteran dan ledeng eceran hanya sebesar
3,46%. Sedangkan presentasi terbesar konsumsi air minum untuk Masyarakat berasal dari
Sumur Terlindung sebesar 39,15%.
b. Sistem Non Perpipaan
Sarana dan prasarana penyedian dan pengelolaan air di Kota Atambua pada umumnya
menggunakan sumur gali sedalam 10 – 20 meter. Kondisi air cukup baik dan mencukupi
kebutuhan masyarakat. Karena ruang yang terbatas, jumlah titik sumur juga terbatas.
Dengan demikian, sebuah sumur digunakan untuk banyak keluarga. Distribusi air dari
sumur ke rumah, sebagian warga menggunakan pipa dan pompa air yang diupayakan
secara pribadi. Karena tidak terkoordinir dengan baik, bahkan terdapat sebuah sumur
dengan lebih dari 25 sistem pompa. Sebagian sumur masih menggunakan sistem timba
dengan ember dan menjadi satu dengan fasilitas MCK. Lokasi sumur yang berdekatan
dengan MCK dan saluran drainase penuh sampah dan limbah membuat air sumur rentan
terhadap pencemaran. Perlu dilakukan upaya penataan sanitasi secara menyeluruh agar
kondisi kesehatan lingkungan dan masyarakat dapat lebih baik.
c. Sistem Perpipaan
Daerah pelayanan air minum yang menggunakan sistem perpipaan masih terbatas, saat ini
daerah yang sudah mendapat pelayanan air bersih dari PDAM hanya di Kota Atambua.
Sistem produksi, distribusi dan pelayanan PDAM memerlukan peningkatan. Sistem
perpipaan perlu diperbaiki karena banyak pipa yang rusak, sehingga tingkat kebocoran
sangat tinggi hingga 30% lebih. Kinerja alat pengolahan juga rendah karena alat yang lama.
Sumber air baku belum tergali dengan maksimal dan belum dapat memenuhi kebutuhan
penduduk wilayah perencanaan. Diperlukan studi sumber daya air yang lengkap sehingga
potensi dapat tergali lebih maksimal. Lebih utamanya diperlukan sebuah Rencana Induk
VI I - 35