• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREMPUAN BERKULIT HITAM AMERIKA DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER: SEBUAH PENDEKATAN FEMINISME RADIKAL TESIS OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEREMPUAN BERKULIT HITAM AMERIKA DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER: SEBUAH PENDEKATAN FEMINISME RADIKAL TESIS OLEH"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PEREMPUAN BERKULIT HITAM AMERIKA DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER:

SEBUAH PENDEKATAN FEMINISME RADIKAL

TESIS

OLEH

ANGGI CITO SARTIKA 097009023/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(2)

PEREMPUAN BERKULIT HITAM AMERIKA DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER:

SEBUAH PENDEKATAN FEMINISME RADIKAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ANGGI CITO SARTIKA 097009023/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(3)

Judul Tesis : PEREMPUAN BERKULIT HITAM AMERIKA DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER: SEBUAH PENDEKATAN FEMINISME RADIKAL

Nama Mahasiswa : Anggi Cito Sartika Nomor Pokok : 097009023

Program Studi : Linguistik

Konsentrasi : Analisis Wacana Kesusastraan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Asmyta Surbakti, M.Si) (Dra. Pujiati. M.Soc, Ph.D)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Dr. Syahron lubis, M.A)

(4)

Tanggal Lulus: 4 Januari 2014 Telah diuji pada

Tanggal: 4 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Asmyta Surbakti, M.Si (………..)

Anggota : 1. Dra. Pujiati. M.Soc, Ph.D (………..………)

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si (………...……...)

3. Dr. T.Thyrhaya Zein, M.A. (………...……...)

(5)

PERNYATAAN Judul Tesis

PEREMPUAN BERKULIT HITAM AMERIKA DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER: SEBUAH

PENDEKATAN FEMINISME RADIKAL

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi- sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Januari 2014 Penulis,

Anggi Cito Sartika

(6)

PEREMPUAN BERKULIT HITAM AMERIKA DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER SEBUAH PENDEKATAN

FEMINISME RADIKAL

ABSTRAK

Perbedaan ras memang pernah terjadi di Amerika di antara bangsa kulit putih dengan kulit hitam. Perempuan berkulit hitam Amerika mendapatkan tindakan diskriminasi ganda. Hal-hal inilah yang mendorong perempuan kulit hitam menuntut hak-haknya untuk keluar dari penindasan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti proses terjadinya feminisme radikal yang terdapat dalam novel The Color Purple (1982), karya Alice Walker. Penelitian ini juga bertujuan untuk meneliti relevansi feminisme radikal pada novel tersebut dengan feminisme radikal yang berkembang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis konten, pendekatan feminisme radikal, dan studi pustaka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel berjudul The Color Purple. Data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan yang mengindikasikan unsur feminisme radikal.

Analisis data dilakukan dalam tiga bagian yaitu pengumpulan data kemudian mereduksi data dan terakhir mengklarifikasi data yang berhubungan dengan unsur- unsur feminisme radikal. Dari hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh–

tokoh perempuan terpilih dalam novel The Color Purple ini mengalami keadaan–

keadaan yang sangat sulit dalam menghadapi pandangan masyarakat umum tentang martabat perempuan lebih rendah daripada laki–laki. Perempuan–perempuan berkulit hitam tidak hanya harus berjuang melawan tindakan semena–mena dari kulit putih, namun juga tindakan semena–mena dari laki–laki kulit hitam yang merupakan keluarga mereka sendiri. Ditemukan juga bahwa tokoh-tokoh perempuan terpilih pada novel ini menunjukkan sikap yang berbeda-beda dalam menghadapi isu tentang feminisme dalam kehidupan mereka masing-masing. Hal–hal ini tentu saja berelevansi dengan kenyataan sosial yang memang terjadi di masyarakat Indonesia.

Memang feminisme di Indonesia tidak terkait dengan masalah rasis atau warna kulit, namun permasalahan tentang kedudukan perempuan dalam sebuah keluarga adalah permasalahan yang sama seperti yang terdapat dalam novel The Color Purple tersebut.

Kata kunci : Unsur feminisme radikal, perempuan berkulit hitam Amerika, The Color Purple

(7)

THE PORTRAYAL OF THE BLACK AMERICAN WOMEN IN THE NOVEL THE COLOR PURPLE BY ALICE WALKER; A RADICAL APPROACH TO

FEMINISM

ABSTRACT

Racial differences are happenned in America among white people with black skin people. American black women got double discrimination. These are the things that encourage black women claim their rights to come out of this suppression. The purpose of this research is to describe the process of radical feminism which is portrayed in the novel The Color Purple written by Alice Walker. This research also has a purpose to describe the relevation between radical feminism in that novel and radical feminism which is improved in Indonesia. This research is using a qualitative methodological research with content analysis, radical feminism approach, and library research. The main source used in this research is a novel entitled The Color Purple. The data in this research are the quotations that indicate elements of radical feminism. Data analysis was done in three parts; data collection and data reduction last then clarify the data associated with the elements of radical feminism. From the results of this research indicate that the selected characters - female characters in the novel The Color Purple experience a state which is very difficult in the face of the public view of the dignity of women is lower than men. Black women not only have to fight against arbitrary action of white men , but also for arbitrary actions of black men in their own family life. It is also found that the selected characters - female characters in this novel shows a different attitude in dealing with the issue of feminism in their lives. This of course relevance with social reality that is occurring in Indonesian society. Indeed feminism in Indonesia is not a racist or a problem related to skin color, but the problem of the position of women in a family is the same problem as it did in the novel The Color Purple.

Keywords : Radical feminism elements, American black women, The Color Purple

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik, Konsentrasi Analisis Wacana Kesusastraan, Sekolah Pascasarjana, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tidak lupa penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si, selaku pembimbing I yang selalu memberikan masukan yang berharga dan juga kepada Ibu Dra. Pujiati, MA., Ph.D, selaku pembimbing II yang selalu sabar membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Dalam penulisan tesis ini, penulis menyatakan bertanggung jawab atas isi yang terdapat di dalamnya serta dengan tangan terbuka menerima kritik, saran, dan berbagai masukan yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Penulis,

Anggi Cito Sartika 097009023

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbal‟alamin, segala puji bagi Allah SWT karena atas segala rahmat, karunia, kasih sayang dan ridho-Nya, serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian studi dan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam- dalamnya dan penghargaan yang setingi-tinginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Dr. M. Husnan Lubis, M.A selaku pembantu dekan I, Drs.

Samsul Tarigan selaku pembantu dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, beserta staff akademik dan administrasinya.

3. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Nurlela, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini serta dengan sabar memberikan dukungan dan motivasi yang luar biasa.

6. Ibu Dra. Pujiati, MA., Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan dan dukungan yang luar biasa.

(10)

7. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si dan Ibu Dr.T.Thyrhaya Zein, M.A.

selaku tim penguji tesis ini yang telah memeriksa dan memberikan saran dalam rangka perbaikan tesis ini.

8. Seluruh dosen pada Program Studi Linguistik, khususnya para dosen Konsentrasi Analisis Wacana Kesusastraan yang telah memberikan ilmu yang berguna selama masa perkuliahan.

9. Seluruh staf di Program Studi Linguistik Uneversitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam urusan Administrasi.

10. Kedua orang tua saya yang telah memberikan segala upaya dalam kelangsungan studi penulis, senantiasa berdo‟a dan mendampingi saya hingga saat-saat tersulit dalam hidup saya. Anggi sayang mama dan papa.

11. Kakak dan adik-adik saya yang selalu mendukung kegiatan-kegiatan saya dan membantu saya di saat-saat saya membutuhkan bantuan mereka. Tidak lupa juga kepada keponakan-keponakanku tersayang; Tata, Yura dan Naya yang selalu mewarnai hari-hari saya dengan senyuman dan tawa mereka. You guys always made my day.

12. My bestfriends tersayang; Ines, Ai, Keni, Yuna, Kak Tia, Rury yang selalu mendorong saya untuk segera menyelesaikan tesis saya ini. Mereka juga membantu saya dalam proses penyelesaian tesis ini. Kemudian juga untuk Ducks F’maly yang telah mendukung saya dalam proses pembuatan tesis ini. You guys are my another side of my life which inspired me of having passion in my life and you guys are trully my second family in my life. Perbedaan-perbedaan lah yang menyatukan kita semua dalam alunan musik dan gerakan.

(11)

13. My lovely husband, Peter-Michael Murphy who always encourages me to get my thesis done as soon as possible. Dia selalu memberikan nasehat tentang pentingnya masa depan. You always gave me advices to study harder. You don’t know how much you inspiring me with all your thoughts and finally you successfully made me study harder than ever since I met you. You make my life happier now.

Akhir kata, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak disebut namanya namun turut membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

Medan, Desember 2013 Penulis,

Anggi Cito Sartika, 0907009023

(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Data Pribadi

Nama : Anggi Cito Sartika Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/ Tanggal lahir : Medan, 7 Mei 1985

Alamat : Jl. Pematang Pasir No.73 Medan

Agama : Islam

No. Telp : 087867639565

Email : citobok75@hotmail.com

2. Pendidikan Formal

Tahun 1991-1997 : SD Pertiwi Medan Tahun 1997-2000 : SLTP Negeri 11 Medan Tahun 2000-2003 : SMU Negeri 3 Medan

Tahun 2004-2009 : Sastra Inggris (S1) Universitas Sumatera Utara Tahun 2009-2014 : Pasca Sarjana Linguistik Universitas Sumatera Utara

(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 8

1.3 Batasan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Manfaat Teoretis ... 10

1.5.2 Manfaat Praktis... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.2 Konsep ... 14

2.2.1 Feminisme Radikal ... 14

2.2.2 Feminisme Amerika ... 16

2.3 Landasan Teoretis ... 20

2.3.1 Teori Kritik Sastra Feminis ... 20

(14)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode ... 24

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.3 Teknik Analisis Data... .. 27

3.4 Teknik Penyajian Analisis Data... 28

3.5 Data dan Sumber Data... 29

3.5.1 Sumber Data Primer ... 29

3.5.2 Sumber Data Sekunder ... 30

BAB IV ANALISIS FEMINISME RADIKAL DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER 4.1 Feminisme Radikal Dalam Novel The Color Purple ... 32

4.1.1 Celie... 32

4.1.1.1 Patriarkis ... 33

4.1.1.2 Kekerasan seksual fisik dan mental ... 40

4.1.1.3 Seksualitas (termasuk lesbianisme) ... 42

4.1.2 Shug Avery... 46

4.1.2.1 Patriarkis ... 46

4.1.2.2 Kekerasan seksual fisik dan mental ... 57

4.1.2.3 Seksualitas (termasuk lesbianisme) ... 61

4.1.2 Sofia... 63

4.1.3.1 Patriarkis ... 64

4.1.3.2 Kekerasan seksual fisik dan mental ... 71

4.1.3.3 Seksualitas (termasuk lesbianisme) ... 76

(15)

4.1.3 Nettie... 76

4.1.4.1 Patriarkis ... 77

4.1.4.2 Kekerasan seksual fisik dan mental ... 87

4.1.4.3 Seksualitas (termasuk lesbianisme) ... 88

4.2 Relevansi Feminisme Radikal Dalam Novel The Color Purple Dengan Feminisme di Indonesia ... 96

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 100

6.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA

SINOPSIS NOVEL THE COLOR PURPLE

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sastra sering kali dikaitkan dengan kehidupan nyata. Eagleton (1996: 11) menyatakan bahwa sepotong tulisan dapat mulai membicarakan hidup sebagai sejarah atau filsafat dan lalu dinilai sebagai sastra; atau tulisan itu dapat mulai sebagai sastra dan lalu dinilai untuk keunggulan arkeologisnya. Beberapa teks terlahir sastrawi, beberapa lainnya memperoleh kesusastraan, dan beberapa dilekatkan dengan kesusastraan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa karya sastra dihasilkan dan berkaitan dengan fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat atau sosial.

Ketimpangan–ketimpangan terhadap perempuan adalah salah satu fenomena yang terjadi dalam aspek kehidupan. Lahirnya gerakan feminisme juga tidak lepas dari pengaruh berbagai macam aspek. Feminis bukan hanya bagi kaum perempuan, tetapi laki–laki juga. Hal–hal tersebut dijelaskan oleh Prabasmoro (2006 : 23), yaitu;

“Pemikiran dan gerakan feminis lahir dengan konteks tertentu, baik itu budaya, agama (atau yang lebih tepat interpretasi terhadap agama), ras, etnik, keadaan sejarah tertentu dan lain sebagainya.”

“Laki – laki maupun perempuan yang menyadari adanya ketimpangan struktur seperti sudah saya sebutkan tadi pada dasarnya adalah seorang feminis, tidak masalah jika ia tidak ingin dilabeli atau melabeli diri dengan feminis, tetapi mata yang terbuka akan ketimpangan ini menjadikannya feminis.”

(17)

Feminitas dipengaruhi oleh sosial budaya pada suatu kelompok masyarakat dan waktu tertentu. Moi (Prabasmoro, 2006: 22) juga menyatakan bahwa ideologi yang menyadari ketimpangan konstruksi ini, dan kemudian mengarahkan dirinya kepada perubahan atas ketimpangan inilah, yang disebut feminisme.

Feminisme merupakan teori tentang perjuangan perempuan. Goefe (Darma, 2009: 140) mengartikan feminisme sebagai teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan berorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan.

Feminisme memproklamirkan diri sebagai konsep pergerakan yang berjuang untuk mewujudkan emansipasi dan kesejahteraan kaum perempuan. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan dapat dipelajari dari sejarah kelahirannya yang bersamaan dengan kelahiran pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montague dan Marquis de Condorcet. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, Belanda pada tahun 1785.

Menjelang abad ke 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai “universal sisterhood” (persaudaraan universal/sedunia). Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh Charles Fourier pada tahun 1837. Pergerakan pusat Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, the Subjection of Women (penundukan perempuan) pada tahun 1869. Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, timbullah negara-negara baru yang bebas daripada penjajahan. Pada era ini muncullah

(18)

feminisme gelombang kedua (1960), diprakarsai oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous dan Julia Kristeva. Peristiwa utama adalah terlibatnya perempuan dalam hak bersuara di parlemen. Ini langkah awal bagi perempuan memperoleh hak suara dan selanjutnya menyertai politik negara.

Gelombang feminisme di Amerika Serikat menjadi lebih hebat setelah terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan(1963). Beliau memprakarsai organisasi perempuan, National Organization for Woman (NOW), pada tahun 1966. Pergerakan ini menghasilkan perundangan berkaitan dengan Equal Pay Right (1963) yang memastikan kaum perempuan memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik dan gaji yang sama dengan kaum lelaki. Kemudian juga Equal Right Act (1964) , memastikan perempuan mempunyai hak memilih secara penuh dalam segala bidang (Pujiati, 2007: 64). Bell Hooks mengkritik teori feminisme Amerika sebagai sekedar kebangkitan anglo-white-american-feminism karena tidak mampu mengakomodir kehadiran black-female (wanita berkulit hitam) dalam kelahirannya.

Padahal pada kenyataannya, banyak ketidakadilan yang terjadi terhadap perempuan berkulit hitam Amerika pada saat itu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme, diunduh pada 21 Juni 2011)

Seperti yang diketahui bahwa di Amerika dahulunya terjadi perbedaan ras.

Bangsa kulit putih merendahkan bangsa kulit hitam (Afro-Amerika). Bangsa kulit hitam pertama kali dijual dan diperdagangkan ke selatan Amerika sejak 1607 hingga 1807. Jual beli budak dan praktik-praktik perbudakan lainnya telah merusak lembaga keluarga kulit hitam. Perempuan kulit hitam harus mensosialisasikan semua anak mereka terhadap kenyataan rasisme. Untuk mempersiapkan anak-anak perempuan,

(19)

pada khususnya dalam menghadapi masalah rasisme dan seksisme. Perempuan Kulit Hitam memikul resiko prinsip-prinsip realitas, yaitu di samping menjaga dan mencari nafkah untuk anak-anak, mereka harus ikut menanggung beban rasa frustasi karena rasisme yang dialami oleh para suami. Sebagai anak perempuan, mereka harus tangguh untuk terus menerus menangkal stereotip-stereotip negatif yang disebabkan oleh sejarah, strata sosial dan warna kulit mereka. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tindakan patriarki pada perempuan berkulit hitam Amerika yang dilakukan oleh laki-laki berkulit hitam. Perempuan berkulit hitam Amerika mendapatkan tindakan diskriminasi ganda.

Hal-hal inilah yang mendorong perempuan kulit hitam menuntut hak-haknya untuk keluar dari penindasan ini. Megawangi (1999: 41), menjelaskan bahwa bagi perempuan kulit hitam, minoritas di negara barat seperti Inggris dan Amerika, teori feminis arus utama tidak memberi ruang bahasan yang cukup tentang diskriminasi rasial. Karena itu, mereka mengembangkan “feminisme kulit hitam” (black feminism) untuk menolong perempuan yang terjebak dua hal sekaligus, rasisme dan seksisme.

Apabila dikaitkan pernyataan di atas dengan sejarah sosial budaya Amerika, mendorong terlahirnya feminisme di Amerika khususnya untuk perempuan berkulit hitam. Eagleton (1996: 3) dalam bukunya menyatakan bahwa sastra adalah fakta material yang fungsinya dapat dianalisis lebih seperti orang memeriksa sebuah mesin.

Sastra terbuat dari kata-kata, bukan objek maupun rasa, dan salah untuk melihatnya sebagai ekpresi dari pikiran penulisnya. Beberapa karya sastra lahir terinspirasi dari keadaan ini. Beberapa diantaranya menggambarkan unsur-unsur feminisme.

(20)

Salah satu novel yang mengidentifikasikan unsur-unsur feminisme adalah The Color Purple (1982), karya penulis perempuan Amerika bernama Alice Walker.

Alice Walker lahir pada 9 Februari 1968. Alice Walker adalah perempuan berkulit hitam Amerika pertama yang mendapatkan penghargaan atas karyanya ini, The Color Purple. Novel ini mendapatkan penghargaan Pulitzer Prize for Fiction dan the

National Book Award1 pada tahun 1983.

(http://womenshistory.about.com/od/alicewalker/a/alice_walker.htm, diunduh pada 21 Juni 2001)

Agger (2003: 273) dalam buku Teori Sosial Kritis menyatakan bahwa pada feminis awal era 1960-an, gerakan perempuan berusaha memberdayakan perempuan untuk berbicara dengan suara mereka sendiri tentang pengalaman dan imajinasi mereka sendiri, yang secara alamiah mengarah pada politik budaya feminis. Film seperti Thelma dan Louise, buku seperti The Color Purple dan pertunjukan televisi seperti Kate and Allie mempresentasikan perempuan dengan cara-cara yang tidak pernah terlihat sebelumnya, bukan hanya menjadikan mereka “nyata” namun juga memotret mereka sebagai pengarang dan sebagai agen berpengaruh. Dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa novel The Color Purple memang mempunyai unsur feminisme.

Tidak hanya pernyataan dari Agger saja yang menyatakan bahwa novel ini mengandung unsur feminisme, namun juga ada beberapa pernyataan lagi. John Johnson, seorang berkebangsaan Amerika yang juga seorang pendeta, guru, penulis artikel-artikel di internet dan peneliti tentang sejarah perempuan di dunia pada era

1 The National Book Award : penghargaan buku nasional

(21)

1990-an, menyatakan dalam salah satu artikelnya di internet (http://womenshistory.about.com/od/alicewalker/a/alice_walker.htm, diunduh pada 21 Juni 2001), bahwa Alice Walker merupakan seorang “womanist/feminist” atau aktivis perempuan.

Johnson menyatakan bahwa Alice Walker dikenal atas karya-karyanya yang menggambarkan tentang kehidupan perempuan Afrika-Amerika, tentang bagaimana perempuan-perempuan berkulit hitam harus berjuang keras menghadapi permasalahan-permasalahan seks, ras, dan kemiskinan. Johnson juga memberikan pendapatnya tentang novel The Color Purple ini, bahwa novel ini menggambarkan tentang pengalaman perempuan-perempuan berkulit hitam Amerika. Novel ini menggambarkan perlakuan negatif yang dilakukan oleh laki-laki, khususnya laki-laki kulit hitam terhadap perempuan berkulit hitam.

Ollenburger dan Moore (1996: 27-29) dalam buku yang berjudul Sosiologi Wanita, menyatakan bahwa di dalam beberapa perspektif feminisme radikal, digambarkan bahwa perempuan ditindas oleh sistem-sistem sosial patriarkis, yakni penindasan-penindasan yang paling mendasar. Penindasan berganda seperti rasisme, eksploitasi jasmaniah, heteroseksisme, dan kelas-isme, terjadi secara signifikan dalam hubungannya dengan penindasan partiarkis. Agar perempuan terbebas dari penindasan, perlu mengubah masyarakat yang berstruktur partiarkis. Kemudian dijelaskan dalam buku ini bahwa feminisme lesbianisme juga pantas dimasukkan ke dalam kerangka feminisme radikal.

Kemudian juga Agger (2003: 221) menyatakan bahwa feminisme radikal atau kultural mengacu kepada versi yang sedikit berbeda dalam teori feminis. Agger juga

(22)

mengutip pernyataan Dworkin (1974) yang berpandangan bahwa penindasan atas perempuan terutama terjadi karena patriarki, yang beroperasi baik pada level keluarga dan pada harapan atas heteroseksualitas wajib dan pada level budaya, di mana citra seksis permpuan diobjektifkan sehingga menindas mereka.

Bila dikaitkan dengan novel The Color Purple, bisa dilihat ada kesamaannya dengan ciri-ciri feminisme radikal tersebut, diantaranya; dalam novel The Color Purple terdapat unsur lesbianisme yaitu yang terjadi antara si tokoh utama, Celie, dengan tokoh perempuan lainnya, Shug Avery. Kemudian dalam novel ini, digambarkan bagaimana perempuan-perempuan berkulit hitam mendapatkan penindasan berganda (Ollenburger, 1996). Tidak hanya penindasan rasisme yang didapat dari kulit putih, namun juga tindakan kekerasan partiarkis yang dilakukan oleh laki-laki berkulit hitam itu sendiri. Laki-laki berkulit hitam juga melakukan eksploitasi seks (eksploitasi jasmaniah) terhadap perempuan-perempuan berkulit hitam. Dan kemudian diceritakan dalam novel ini, bagaimana perempuan-perempuan berkulit hitam Amerika ini melakukan perlawanan terhadap laki-laki berkulit hitam.

Sebagai contoh adalah tokoh Sofia dalam nevel ini merupakan tokoh yang berkarakter kuat dan pemberani. Suami Sofia melakukan tindakan kekerasan fisik terhadapnya dan suaminya juga berprilaku patriarkis terhadapnya. Namun Sofia tidak gentar mengahdapi semua perlakuan suaminya itu. Sofia berani melawan bahkan dengan cara kekerasan juga.

Hal-hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut dalam analisis ini. Dalam hal untuk menganalisis bagaimanakah feminisme radikal yang terjadi pada perempuan berkulit

(23)

hitam pada masa itu dan bagaimanakah feminisme itu berkembang dikalangan perempuan berkulit hitam.

Maka, hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya yang menjadi alasan-alasan analisis ini berjudul Perempuan Berkulit Hitam Amerika Dalam Novel The Color Purple Karya Alice Walker: Sebuah Pendekatan Feminisme Radikal.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian Perempuan Berkulit Hitam Amerika Dalam Novel The Color Purple Karya Alice Walker: Sebuah Pendekatan Feminisme Radikal ini akan membahas masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah terjadinya feminisme radikal dalam novel The Color Purple ini?

b. Bagaimanakah relevansi feminisme radikal yang ada di novel ini dengan feminisme yang berkembang di Indonesia?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya meneliti beberapa tokoh yang menggambarkan unsur- unsur feminisme radikal dalam novel The Color Purple. Di antaranya; Celie (tokoh utama), Shug Avery, Sofia (menantu Celie), dan Nettie (adik Celie). Unsur-unsur feminisme radikal yang akan diteliti adalah tindakan-tindakan perempuan berkulit hitam dalam novel ini, dalam memperjuangkan hak-hak mereka sebagai perempuan

(24)

terhadap permasalahan-permasalahan sebagai berikut: patriakis, kekerasan seksual, fisik dan mental, seksualitas (termasuk lesbianisme). Unsur-unsur tersebut dikemukakan oleh Ollenburger dan didukung oleh Agger.

1.4 Tujuan Penelitian

Berkenaan dalam masalah di atas, penelitian Perempuan Berkulit Hitam Amerika Dalam Novel The Color Purple Karya Alice Walker: Sebuah Pendekatan Feminisme Radikal ini bertujuan untuk:

a. Untuk meneliti proses terjadinya feminisme radikal dalam novel The Color Purple ini.

b. Untuk meneliti relevansinya feminisme radikal pada novel tersebut dengan feminisme radikal yang berkembang di Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian Perempuan Berkulit Hitam Amerika Dalam Novel The Color Purple Karya Alice Walker; Sebuah Pendekatan Feminisme Radikal ini diantaranya:

1.5.1 Manfaat Teoretis

a. Dapat memperkaya kajian sastra, khususnya dalam meneliti teori feminisme radikal.

(25)

b. Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang pencitraan perempuan dan perjuangan perempuan yang ada pada masyarakat Amerika melalui novel The Color Purple dan relevansinya dengan feminisme di Indonesia.

c. Dapat dijadikan sumber acuan bagi para peneliti sastra feminis berikutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Memberikan gambaran praktis pada kalangan akademis dan masyarakat tentang feminisme radikal dalam kehidupan sebuah negara seperti:

diskriminasi ras, kekerasan patriarki, dan eksploitasi seks yang akan mengancam keharmonisan hidup antara laki - laki dan perempuan.

b. Memberikan pemahaman edukatif kepada masyarakat bagaimana pencitraan dan kedudukan perempuan digambarkan dalam sebuah novel, yang bertujuan emansipatoris demi meningkatkan mutu kehidupan manusia, khususnya masyarakat Indonesia.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian khusus tentang feminisme dalam karya sastra Amerika yang berjudul The Color Purple , sepanjang yang diketahui belum ada. Namun penelitian-

(26)

penelitian mengenai feminisme dalam karya sastra Indonesia dan sastra Inggris cukup sering ditemukan. Di antaranya adalah;

1. Disertasi Herminingrum (2010) dari Universitas Gajah Mada yang berjudul Pembentukan Karakter Budaya Amerika melalui perempuan Afrika Amerika:

Kajian novel-novel karya Toni Morrison adalah suatu penelitian kajian feminisme. Dalam penelitian ini di dapat beberapa informasi tentang bagaimana perempuan-perempuan berkulit hitam Amerika menghadapi isu rasisme dan gender. Penelitian ini tidak hanya tentang perbudakan kulit hitam yang terjadi di Amerika, namun juga diteliti tentang perempuan-perempuan kulit hitam yang berjuang menghadapi penindasan yang dialaminya, baik penindasan yang dilakukan oleh bangsa kulit putih dan juga oleh laki-laki kulit hitam sendiri di Amerika. Penelitian ini membantu untuk mengetahui bagaimana perbudakan sebagai inti gagasan rasisme dan seksisme, yang harus dihadapi oleh perempuan Kulit Hitam, menjadi seperti mata rantai dari generasi. Dalam penelitian ini diungkapkan fakta bahwa apabila pada Era Perbudakan perempuan menjadi komoditas laki-laki Kulit Hitam. Maka, hal- hal inilah yang membantu penelitian ini dalam mendapatkan informasi tentang kehidupan perempuan berkulit hitam dalam sosial masyarakat

Amerika pada era 1980-an khususnya.

(http://pasca.ugm.ac.id/id/promotion_view.php?dc_id=81, diunduh tanggal: 5 juli 2011.

2. Guniesti (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Novel “Out” Karya Kirino Natsuo; Kajian Feminisme, di dalamnya terdapat kajian feminisme,

(27)

yang membantu meneliti novel The Color Purple ini dalam memahami lebih jauh tentang feminisme dan unsur-unsur apa saja yang ada pada feminisme.

Dalam penelitian tersebut telah mengambil kajian feminisme sebagai bahan penelitian, sama seperti penelitian ini. Namun, perbedaannya adalah beliau mengangkat novel karya penulis Jepang sebagai bahan penelitian secara langsung dan mengangkat tentang feminisme yang ada di masyarakat Jepang, sedangkan penelitian ini meneliti tentang feminisme yang terjadi di kalangan perempuan berkulit hitam Amerika pada khususnya.

3. Buku berjudul Teori Sosial Kritis karya Agger (penerjemah: Nurhadi, 2003) membantu dalam mendapatkan informasi tentang teori – teori feminisme yang berkembang di berbagai daerah, termasuk feminisme yang berkembang di Amerika. Buku ini sangat menolong dalam mendapatkan informasi tentang unsur-unsur feminisme, khususnya feminisme radikal. Selain itu juga memberikan informasi bahwa novel The Color Purple tersebut memang mempresentasikan tentang kehidupan perempuan.

4. Buku berjudul Sosiologi Wanita (1996) Ollenburger dan Moore memberikan informasi tentang feminisme radikal yang menjelaskan tentang ciri-ciri atau unsur-unsur feminisme radikal. Beberapa teori didapatkan dari buku ini.

Sebagai contoh, Carole Sheffield, seorang feminis (1984) menegaskan bahwa kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan oleh laki-laki, menggambarkan sistem partriarkis untuk mengontrol perempuan atas tubuh dan kehidupan mereka sendiri, kekerasan ini terjadi dalam bentuk-bentuk serangan seksual, incest(perbuatan zinah), pemukulan dan pelecehan seksual

(28)

terhadap perempuan oleh laki-laki. Teori-teori ataupun informasi seperti ini jelas sekali sangat membantu penelitian ini dalam mengidentifikasi jenis feminisme apa yang tergambar dalam novel The Color Purple sebagai objek penelitian.

5. Sedangkan buku karangan Sofia (2009) memberikan ulasan tentang semacam analisis tentang penggunaan sastra feminisme dalam karya-karya Kuntowijoyo. Buku ini berjudul Aplikasi Kritik Sastra Feminis (2009).

Memang karya-karya yang dibahas sebagai objek penelitian dalam buku ini adalah hasil karangan cerita dari Indonesia, namun mempunyai persamaan yaitu kajiannya juga berupa kajian feminisme. Hal ini tentu saja membantu analisis ini untuk memberikan informasi tentang bagaimana cara mengaplikasikan feminisme untuk menganalisis suatu karya sastra, dalam hal ini novel berjudul The Color Purple ini.

2.2 Konsep

2.2.1 Feminisme Radikal

Feminisme radikal mengacu kepada versi yang sedikit berbeda dalam teori feminis. Dworkin (1974) berpandangan bahwa penindasan atas perempuan terutama terjadi karena patriarki, yang beroperasi baik pada level keluarga dan pada harapan atas heteroseksualitas wajib dan pada level budaya, di mana citra seksis perempuan diobjektifkan sehingga menindas mereka (Agger, 2003:221). Dalam novel The Color Purple ini, unsur patriarkis terlihat dengan jelas di mana hampir semua tokoh laki–

laki mempercayai budaya bahwa perempuan–perempuan di bawah kekuasaan laki–

(29)

laki dan bertanggung jawab melayani keinginan–keinginan laki–laki dalam suatu keluarga.

Lesbian juga pantas dimasukkan dalam kerangka feminisme radikal. Di sini penindasan perempuan dilihat sebagai bentuk penindasan pertama dan juga paling dalam. Kaum feminis lesbian menegaskan kebebasan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan di dalam ruang pribadinya, seperti pilihan seksual, menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk melenyapkan penindasan individual dan juga penindasan terhadap orang-orang lain. Penilaian keseluruhan kaum feminis radikal, yaitu bahwa patriarki bersifat universal, dan memberikan pengertian mengenai penindasan perempuan di dalam semua kondisi budaya dan politik (Ollenburger, 1996: 27-29).

Agger (2003:221) menyatakan bahwa feminisme radikal mirip dengan feminisme lesbian atau separatis lesbian dalam kritiknya atas keluarga heteroseksis sebagai sumber utama penindasan atas perempuan. Kemudian beliau menambahkan bahwa feminisme lesbian merupakan feminis radikal, meski tidak semua feminisme radikal adalah separatis lesbian karena mereka menasehati perempuan untuk berpasangan hanya dengan perempuan (Agger, 2003: 221). Jika dikaitkan dengan novel The Color Purple ini, terlihat bahwa tidak semua tokoh – tokoh utama perempuan dalam novel ini yang memutuskan untuk mengubah orientasi seksualnya menjadi separatis lesbian. Contohnya Nettie (adik Celie) yang tetap pada orientasi seksualnya dan pada akhirnya memutuskan untuk menikah dengan laki – laki yang dicintainya. Nettie berjuang mempertahankan hak – haknya sebagai perempuan, tanpa takut menjalin hubungan dengan laki – laki.

(30)

Feminisme radikal sering dikaitkan dengan lesbianism atau separatis lesbian dalam kritiknya atas keluarga heteroseksis sebagai sumber utama penindasan atas perempuan. Namun, tidak semua feminis radikal adalah separatis lesbian karena separatis lesbian pada dasarnya menyarankan perempuan untuk berpasangan hanya dengan perempuan. Sedangkan, feminism radikal sebenarnya tidak menolak ide tentang mempunyai pasangan hidup laki-laki. Hal ini dapat kita lihat melalui pernyataan Agger (2003: 221-222), yang menyatakan bahwa:

“Feminisme radikal berpandangan bahwa feminis perlu meruntuhkan atau secara radikal memperbaiki keluarga dan menciptakan budaya non-misoginis di mana perempuan tidak dijadikan objek. Feminisme radikal memasukkan tapi tidak terbatas pada kritik tajam atas heteroseksisme, yang tidak hanya berpandangan bahwa semua orang pada dasarnya heteroseksual tapi juga menambahkan bahwa perempuan mendapatkan identitas mereka karena berpasangan (khususnya, menikah) dengan laki- laki dan mempunyai anak.”

Maka dari semua pendapat-pendapat di atas, dapat diambil kesamaan- kesamaan atau pun yang paling cenderung menjadi unsur-unsur paling menonjol dari feminis radikal adalah adanya gerakan atau pun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perempuan dalam menuntut hak-haknya terhadap permasalahan-permasalahan sebagai berikut; patriarkis, kekerasan seksual ataupun fisik dan mental, seksualitas (termasuk lesbianisme) dan hak-hak terhadap reproduksi.

2.2.2 Feminisme Amerika

(31)

Feminisme radikal yang dibahas dalam penelitian ini adalah khususnya feminisme radikal yang terjadi dalam masyarakat Amerika, dan pada akhirnya nanti akan ditarik relevansinya dengan feminisme di Indonesia.

Perempuan di Amerika belum lama mendapatkan hak suara dalam pemilihan umum dan bahkan lebih terlambat lagi di Negara Barat lainnya. Tahun 1869 Wyoming adalah Negara bagian pertama yang memberikan hak suara kepada perempuan; pemerintah federal baru mengikutinya pada tahun 1920. (Agger, 2003:

201)

Pejuang hak pilih kaum perempuan Amerika asli berpandangan bahwa perempuan harus mendapatkan hak suara, menjadi gelombang pertama gerakan perempuan Amerika. Gelombang ke dua gerakan perempuan, yang dimulai pada era 1960-an, berusaha mendapatkan hak aborsi, kesamaan upah, dan perjuangan melawan diskriminasi seks dan pelecehan seksual. (Agger, 2003: 204)

Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Darma (2009: 145-146), dalam bukunya berjudul Analisis Wacana Kritis bahwa gerakan feminisme berkembang di Amerika setelah munculnya publikasi John Stuart Mill (1869) yang berjudul The Subjection of Women (Broto, 2009). Gerakan ini menandai kelahiran feminisme gelombang pertama. Pasca perang dunia kedua, bersamaan dengan munculnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan Eropa, lahirlah gerakan feminisme gelombang kedua, yaitu tahun 1960. Pada saat ini pertama kali perempuan diberi hak suara di parlemen, hak pilih, dan boleh ikut dalam ranah politik kenegaraan. Pelopor feminisme gelombang kedua ini adalah para feminis Prancis. Pada waktu itu gerakan ini sangat santer perjuangannya, di Amerika ditandai dengan munculnya organisasi

(32)

perempuan yang diberi nama Women Liberation. Pada masa ini feminisme berjuang untuk demokrasi hak-hak perempuan yang meliputi hak atas pendidikan, pekerjaan, hak pemilikan, hak pilih, hak menjadi anggota parlemen, hak atas pengaturan kelahiran, dan hak atas perceraian. Pada dasarnya feminis berjuang untuk perbaikan hukum dan kedudukan yang sama antara laki-laki dan perempuan di ruang publik.

Perjuangan gerakan feminisme berkembang lebih luas lagi dengan tuntutan untuk mencapai kesederajatan dan kesetaraan harkat serta kebebasan perempuan untuk memilih dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya baik di ruang domestik maupun di ruang publik. Feminisme di Amerika berkembang dengan munculnya buku Betty Friedan yang berjudul Feminine Mystique. Selanjutnya Betty Friedan mendirikan sebuah organisasi dengan nama National Organization for Women (NOW).

Survei pada bulan Februari 1994 oleh majalah Esquire menyatakan bahwa banyak perempuan Amerika yang berumur antara 18 sampai 25 tahun menolak disebut sebagai feminis (selama mereka mengidentifikasikan feminism dengan doktrin didaktis dan anti laki-laki yang telah mencakup era “pasca feminis” kita), namun mereka juga cukup toleran dengan perempuan dengan identitas lesbian dan biseksual. Melalui pengamatan yang lebih dekat, sebagian besar perempuan ini secara esensial feminis karena mereka mendukung tujuan ekonomis, politis dan kultural feminisme. Feminisme bahkan meluas ke teori homoseksual selama mereka memandang lesbianism sebagai satu posisi subjek yang dapat diterima. (Agger, 2003:

212)

Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty

(33)

Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan.

Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang (http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme, diunduh tanggal: 21 Juni 2011 ).

Anshori (1997:41), menjelaskan tentang feminisme yang terjadi di Amerika, khususnya pada kulit hitam. Amerika serikat yang gemar mempromosikan diri sebagai negara paling demokratis dianggap sering melakukan ironi: diskriminasi rasial, terutama terhadap minoritas kulit hitam, masih terlihat kuat. Gerakan feminisme kulit hitam muncul sebagai respon atas feminisme kulit putih kelas menengah yang tidak menyadari rasisme memiliki pengaruh besar, baik terhadap kelompok dominan maupun minoritas. Sebagian pengamat melihat feminisme kulit hitam sebagai gerakan yang tetap memeluk feminisme arus utama sambil mengembangkan sensitivitas khusus berkaitan dengan rasisme.

Alice Walker adalah perempuan berkulit hitam pertama yang mendapatkan penghargaan Pulitzer di Amerika atas karyanya ini, The Colour Purple, pada tahun 1983. Novel ini juga menceritakan tentang perjuangan beberapa tokoh perempuan dalam mempertahankan harkat dan martabat mereka sebagai perempuan dalam

(34)

lingkungan keluarga mereka dan masyarakat. Novel ini mencerminkan kehidupan sosial khususnya perempuan berkulit hitam pada masa itu.

2.3 Landasan teoritis

2.3.1 Teori Kritik Sastra Feminis

Beberapa teori-teori kritik sastra didapatkan dari beberapa buku, di antaranya yaitu buku berjudul Teori dan Apresiasi Sastra, karya Sugihasti (2002: 135-142) dikatakan bahwa analisis kritik sastra feminis terhadap wacana cerita dapat ditelusuri melalui salah satu varian pendekatan kritik sastra feminis yang berkembang di Amerika. Seperti diketahui, kritik sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis perempuan pada masa silam.

Boleh dikatakan bahwa hasrat kritikus sastra feminis dapat saja didasari oleh perasaan cinta dan setia kawan terhadap pengarang dan penyair atau penulis-penulis perempuan dari zaman dahulu sampai sekarang. Dapat pula, hasrat mereka didasari oleh perasaan prihatin dan amarah. Kedua hasrat kritikus sastra feminis ini menimbulkan berbagai macam cara mengkritik yang kadang-kadang berpadu. Masih dalam buku ini juga, Djajanegara menyatakan bahwa salah satu dari beberapa ragam kritik sastra feminis itu dalah kritik ideologis. Kritik sastra feminis yang paling banyak dan sekiranya sederhana, mudah dan cepat dipakai adalah kritik ideologis.

Kritik sastra feminis ini melibatkan perempuan, khususnya kaum feminis, sebagai

(35)

pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta stereotipe perempuan dalam karya sastra. Bila dikaitkan dengan analisis ini Alice Walker sebagai pengarang novel, berusaha mengangkat bagaimana stereotipe citra perempuan yang terjadi pada novel The Color Purple ini dan kemudian unsur – unsur apa saja yang mendorong hal ini terjadi. Namun kemudian tokoh – tokoh perempuan yang dijadikan objek analisis ini menunjukkan bagaimana mereka menghadapi dan melawan stereotipe – stereotipe yang ada di masyarakat tersebut.

Apabila dikaitkan dengan novel The Color Purple ini, tokoh-tokoh perempuan yang terpilih untuk dianalisis mencerminkan bagaimana mereka mengambil tindakan- tindakan feminisme radikal dalam menghadapi tindakan-tindakan semena-mena dari tokoh-tokoh laki-laki yang ada pada novel ini.

Yoder (Sugihasti, 2002: 139), menyatakan bahwa di barat, kritik sastra feminis sering dimetaforakan sebagai quilt (selimut kapas). Quilt yang dijahit dan dibentuk dari potongan-potongan kain persegi itu pada bagian bawah dilapisi dengan kain lembut. Jahitan potongan kain itu memakan waktu cukup lama dan biasanya dikerjakan oleh beberapa orang. Kritik sastra feminis diibaratkan sebagai alas yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seorang perempuan dapat sadar membaca karya sastra sebagai perempuan.

Sedangkan Kolodny (Sugihasti, 2002: 139), seorang pengkritik feminis Amerika menyatakan:

“It involved exposing the sexual stereotyping of women, in both our literature and our literary criticism and, as well, demonstrating the inadequacy of established critical schools and methods to deal fairly or sensitively with work written by women.”

(36)

“Itu termasuk membeberkan perempuan menurut stereotipe seksual, baik dalam kesusastraan maupun dalam kritik sastra kita, dan juga menunjukkan bahwa aliran-aliran serta cara-cara yang tidak memadai telah digunakan untuk mengkaji tulisan perempuan secara tidak adil dan tidak peka.”

Menurut Moi (Prabasmoro, 2006), salah satu hal yang penting dalam kritik sastra feminis adalah usaha untuk membebaskan diri dari jerat pertentangan hierarkis antara perempuan dan laki-laki, yang sering dipresentasikan di dalam wacana. Karena adanya faktor kekuasaan di dalam relasi tersebut, adanya dominasi yang satu terhadap yang lain, sudah pada saatnya ada upaya untuk membongkar oposisi biner, oposisi antara maskulinitas dan feminitas.

Endaswara (2008: 147-149) dalam bukunya berjudul Metodologi Penelitian Sastra “Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi” menyatakan bahwa analisis dalam kajian feminisme hendaknya mampu mengungkap aspek-aspek ketertindasan perempuan atas diri pria. Mengapa perempuan secara politis terkena dampak patriarki, sehingga meletakkan perempuan pada posisi inferior. Stereotipe bahwa perempuan hanya pendamping laki-laki, akan menjadi tumpuan kajian feminisme.

Dengan adanya perilaku politis tersebut, apakah perempuan menerima secara sadar ataukah justru marah menghadapi ketidakadilan gender. Jika dianggap perlu, analisis peneliti perlu menganalisis radikalisme perempuan dalam memperjuangkan persamaan hak. Analisis ini memang membahas tentang bagaimana tokoh – tokoh perempuan dalam novel The Colour Purple sadar akan perbedaan yang terjadi antara perempuan dan laki – laki. Alice Walker sebagai penulis novel ini, berusaha menuangkan pemikirannya bagaimana perempuan – perempuan berkulit hitam

(37)

khususnya, memperjuangkan hak – hak mereka sebagai sesama manusia dengan laki – laki.

Beliau juga berpendapat bahwa analisis feminisme seyogyanya mengikuti pandangan Barret, yakni: (1) peneliti hendaknya mampu membedakan material sastra yang digarap penulis laki-laki dan perempuan, keinginan laki-laki dan perempuan, dan hal-hal apa saja yang menarik laki-laki dan perempuan; (2) ideologi sering mempengaruhi hasil karya penulis. Ideologi dan keyakinan laki-laki dengan perempuan tentu saja ada perbedaan yang prinsipil; (3) seberapa jauh kodrat fiksional teks-teks sastra yang dihasilkan pengarang mampu melukiskan keadaan budaya mereka. Perbedaan gender sering mempengaruhi adat dan budaya yang terungkap.

Tradisi laki-laki dan perempuan dengan sendirinya memiliki perbedaan yang harus dijelaskan dalam analisis gender. Kemudian beliau berpendapat bahwa karya sastra yang bernuansa feminis, dengan sendirinya akan bergerak pada sebuah emansipasi.

Kegiatan akhir dari sebuah perjuangan feminisme adalah persamaan derajat, yang hendak mendudukkan perempuan tidak sebagai obyek. Itulah sebabnya, kajian feminisme sastra tetap memperhatikan masalah gender. Yakni, tidak saja terus- menerus membicarakan citra perempuan, tetapi juga sebenarnya kemampuan laki-laki dalam menghadapi serangan gender tersebut.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif, karena sebelum hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan, tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena- fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu (Bungin, 2007:6).

Dalam meneliti novel The Color Purple ini, metode ditekankan terhadap penokohan. Fenomena-fenomena yang diteliti berhubungan dengan unsur-unsur feminisme radikal yang terjadi pada keempat tokoh perempuan yang terpilih yaitu Celie, Shug Avery, Sofia, dan Nettie dalam novel The Color Purple tersebut, dan kemudian relevansinya dengan feminisme di Indonesia.

(39)

Menurut Endraswara (2008: 5), ciri penting dari penelitian kualitatif dalam sastra antara lain:

(1) Peneliti merupakan instrumen kunci yang akan membaca secara cermat sebuah karya sastra, (2) penelitian dilakukan secara deskriptif, artinya terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar jika diperlukan, bukan berbentuk angka, (3) lebih mengutamakan proses dibandingkan hasil, karena karya sastra merupakan fenomena yang banyak mengundang penafsiran, (4) analisis secara induktif, dan (5) makna merupakan andalan utama.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk meneliti feminisme radikal yang terdapat dalam novel The Color Purple karya Alice Walker, pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumentasi atau studi kepustakaan dengan disertai pemahaman secara mendalam.

Informasi yang diperlukan dalam mendukung penelitian dikumpulkan melalui membaca dan mencari referensi yang berkaitan dengan penelitian. Fokus penelitian adalah tentang radikalisme perempuan berkulit hitam Amerika yang dialami beberapa tokoh perempuan dalam novel The Color Purple ini, yaitu; Celie (tokoh utama), Shug Avery (pasangan selingkuhan suami dan juga pasangan lesbian Celie), Sofia (menantu Celie), dan juga Nettie (saudara perempuan Celie).

Dalam penelitian kualitatif relasi metode pengumpulan data dan teknik-teknik penelitian data kadang tidak terelakkan, karena suatu metode pengumpulan data juga sekaligus adalah metode dan teknik penelitian data (Bungin, 2007:107).

Buku-buku yang digunakan, didapatkan dari berbagai sumber seperti perpustakaan, toko buku dan internet. Buku-buku yang dikumpulkan mengandung

(40)

informasi yang luas mengenai penelitian. Selain dari buku-buku, beberapa informasi juga didapatkan dari media internet.

Menurut Bungin (Bungin, 2007:124-125), namun ketika media internet berkembang begitu pesat dan sangat akurat, maka keraguan itu menjadi sirna kecuali bagi kalangan akademisi konvensional-ortodoks yang kurang memahami perkembangan teknologi informasi sajalah yang masih mempersoalkan akurasi media online sebagai sumber data maupun sumber informasi teori. Hal ini disebabkan karena saat ini begitu banyak publikasi teoretis yang disimpan dalam bentuk media online dan disebarkan melalui jaringan internet. Begitu pula saat ini, berbagai institusi telah menyimpan data mereka pada server-server yang dapat dimanfaatkan secara internet maupun melalui internet.

Beberapa informasi diperoleh dari internet, misalnya informasi tentang fenomena adanya indikasi feminisme di dalam novel The Colour Purple tersebut.

Begitu juga dengan informasi-informasi yang menguatkan penelitian ini tentang unsur-unsur feminisme radikal. Masih menurut Bungin (Bungin, 2007:125), metode penelusuran data online yang dimaksud adalah tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti Internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data-informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin, dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Di dalam melakukan pencarian data – data, khususnya teori – teori feminisme radikal yang berhubungan dengan objek penelitian ini, ditemukan beberapa teori yang mempunyai kesamaan – kesamaan, namun juga perbedaan – perbedaan. Sebagai

(41)

contoh adalah teori dari Agger (2003) dengan Dworkin (1974) yang mempunyai kesamaan dalam menyatakan tentang patriarkis yang telah dijelaskan pada bab II sebelumnya. Kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang feminisme radikal ini juga ditemukan. Hal ini mungkin dikarenakan kajian feminisme merupakan salah satu kajian yang baru dalam kajian sastra. Maka, dalam proses analisis berikutnya, beberapa tindakan eksplorasi akan dilakukan.

3.3 Teknik Analisis Data

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada halaman sebelumnya, bahwa relasi metode pengumpulan data dan teknik-teknik penelitian data dilakukan sekaligus secara bersamaan, karena suatu metode pengumpulan data juga sekaligus adalah metode dan teknik analisis data.

Pada penelitian ini digunakan teknik heuristik. Heuristik merupakan pembacaan dari awal sampai akhir secara berurutan. Untuk meneliti citra perempuan dalam novel The Color Purple, maka novel ini sebagai data penelitian harus dibaca secara berurutan, dari awal hingga akhir. Kemudian, setelah heuristik digunakanlah metode hermeneutika. Metode hermeneutika digunakan sesudah pembacaan heuristik (Pradopo, 2001:84)

Ratna (2004: 44) menyatakan bahwa hermeneutika adalah metode yang digunakan untuk seluruh penelitian karya sastra. Hermeneutika sangat relevan untuk menafsirkan gejala, peristiwa, simbol, dan nilai yang terkandung dalam ungkapan bahasa atau kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan manusia.

(42)

Prosedur ini dilakukan dengan membaca buku-buku yang dipilih atau informasi. Kemudian membaca keseluruhan dari novel The Color Purple ini.

Kemudian dipilih data atau diambil beberapa catatan dan kutipan pada dialog atau pernyataan dari novel ini yang berhubungan dengan feminisme radikal. Menandai teks yang dipilih menjadi data utama penelitian. Semua data mengacu pada ide atau tema novel ini, yaitu feminisme radikal, khususnya pada perempuan berkulit hitam Amerika, dan kemudian mencari relevansinya dengan feminisme di Indonesia sebagai tujuan penelitian ini.

3.4 Teknik Penyajian Analisis Data

Teknik penyajian analisis data tesis ini menggunakan metode informal yang menguraikan bahwa secara informal digunakan bentuk deskripsi atau narasi dalam menganalisis data.

Pada langkah ini, novel The Color Purple diteliti berdasarkan unsur-unsur radikalisme yang mana telah dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini disajikan secara deskriptif dan naratif yang menunjukkan bagaimana unsur-unsur radikalisme yang terjadi dengan meneliti karakter, yang mana dalam penelitian ini adalah beberapa tokoh perempuan dalam novel ini yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu Celie, Shug Avery, Sofia, dan Nettie.

Beberapa kutipan dari novel The Color Purple diambil untuk diteliti, yang mana kutipan – kutipan tersebut mengindikasikan adanya unsur – unsur feminisme radikal. Unsur-unsur feminisme yang dimaksud adalah tindakan-tindakan keempat

(43)

tokoh perempuan tersebut dalam menghadapi permasalahan-permasalahan seperti patriarkis, kekerasan seksual fisik dan mental, dan seksualitas (termasuk lesbianisme) Semua data yang dipilih kemudian diteliti untuk mencapai apa yang telah direncanakan untuk tujuan penelitian ini dan akhirnya kesimpulan dapat ditarik dari penelitian.

3.5 Data dan Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel The Color Purple karya Alice Walker.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pustaka deskriptif yang berupa uraian cerita, ungkapan, pernyataan, kata-kata tertulis, dan perilaku yang digambarkan dalam teks. Jenis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah data deskriptif menggunakan pendekatan feminisme radikal.

Kemudian sumber data pendukung lain diperoleh dari buku-buku, internet serta jurnal atau makalah dari berbagai seminar atau diskusi.

3.5.1 Sumber Data Primer

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Judul : The Color Purple Pengarang : Alice Walker

Penerbit : New York: A division of Simon and Schuster, Inc.

Tahun : 1982

(44)

Warna sampul : hitam, putih, ungu dan abu-abu

Gambar sampul : kaki perempuan berkulit hitam yang berdiri di depan pintu, bunga-bunga berwarna ungu dan bagian belakang seekor anjing yang berdiri di sebelah perempuan itu.

3.5.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data-data pendukung di luar data primer, baik buku-buku pendukung maupun data-data dari internet yang berguna bagi penelitian ini.

(45)

BAB IV

ANALISIS FEMINISME RADIKAL DALAM NOVEL THE COLOR PURPLE KARYA ALICE WALKER

Dalam Bab IV ini diuraikan analisis data yang merupakan jawaban terhadap permasalahan–permasalahan yang telah dikemukakan dalam Bab Pendahuluan. Novel The Color Purple dianalisis dengan menggunakan pendekatan Feminisme Radikal.

Analisis tersebut guna menjawab permasalahan–permasalahan yang berkenaan dengan unsur-unsur feminisme radikal dalam novel tersebut yaitu tindakan-tindakan tokoh-tokoh perempuan, Celie, Shug Avery, Sofia, dan Nettie, dalam menghadapi permasalahan-permasalahan seperti : patriarkis, kekerasan seksual fisik dan mental, dan seksualitas (lesbianisme). Pembahasan dalam sub bab berikutnya akan dilakukan dengan cara menganalisis data berupa uraian cerita, ungkapan, pernyataan, kata-kata, dan perilaku yang digambarkan oleh beberapa tokoh-tokoh terpilih di dalam novel The Color Purple yang menyiratkan adanya unsur-unsur feminisme radikal.

Djajanegara (Sugihasti, 2002: 135) menyatakan bahwa salah satu dari beberapa ragam kritik sastra feminis itu dalah kritik ideologis. Kritik sastra feminis yang paling banyak dan sekiranya sederhana, mudah dan cepat dipakai adalah kritik ideologis. Kritik sastra feminis ini melibatkan perempuan, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta stereotipe perempuan dalam karya sastra. Bila dikaitkan dengan analisis ini Alice Walker sebagai pengarang novel, berusaha mengangkat bagaimana stereotipe citra perempuan yang terjadi pada novel The Color Purple ini, yaitu Celie, Shug Avery,

(46)

Sofia, dan Nettie, dan kemudian tokoh–tokoh perempuan yang dijadikan objek analisis ini menunjukkan bagaimana mereka menghadapi dan melawan stereotipestereotipe yang ada di masyarakat tersebut.

Berikut adalah uraian analisisnya.

4.1 Feminisme Radikal Dalam Novel The Color Purple 4.1.1 Celie

Awal cerita novel ini, Celie adalah seorang perempuan muda kulit hitam berumur 14 tahun yang rentan tertindas. Masa mudanya penuh dengan penindasan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri, yang belakangan diketahui sebagai ayah tirinya, Alfonso.

Alfonso jugalah yang telah memaksa Celie untuk menikah dengan laki–laki pilihannya, Mr._____ (Albert). Masa–masa pernikahan Celie dengan Mr._____

dipenuhi dengan ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan Mr._____ terhadap Celie. Namun, pada akhirnya, tiga puluh tahun kemudian, Celie akhirnya memutuskan untuk meninggalkan suaminya itu. Kemudian akan dijelaskan bagaimana Celie menjalani masa–masa sulit dalam hidupnya sejak Ia belum menikah, kemudian masuk ke kehidupan pernikahannya, dan pada akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah suaminya dan memulai hidup baru.

Segala rintangan Celie hadapi dalam hidupnya untuk mencapai kebahagiaan dan pada akhirnya kebebasan dan hak-haknya sebagai perempuan. Berbagai unsur- unsur feminisme yang Celie tunjukkan dalam menghadapi penindasan yang dilakukan beberapa kaum lelaki di dalam kehidupannya.

(47)

Berikut ini akan dianalisis bagaimana Celie menghadapi stereotipe–stereotipe yang terjadi padanya sebagai salah satu tokoh perempuan dalam novel ini.

4.1.1.1 Patriarkis

Ollenburger dan Moore (1996: 27-29) dalam buku yang berjudul Sosiologi Wanita, menyatakan bahwa di dalam beberapa perspektif feminisme radikal, digambarkan bahwa perempuan ditindas oleh sistem-sistem sosial patriarkis.

Dalam novel ini, digambarkan bagaimana perempuan-perempuan berkulit hitam mendapatkan penindasan berganda (Ollenburger, 1996). Tidak hanya penindasan rasisme yang didapat dari kulit putih, namun juga tindakan kekerasan partiarkis yang dilakukan oleh laki-laki berkulit hitam itu sendiri.

Dan kemudian diceritakan dalam novel ini, bagaimana perempuan-perempuan berkulit hitam Amerika melakukan perlawanan terhadap laki-laki berkulit hitam.

Namun dalam hal ini, tokoh Celie yang di analisis terlebih dahulu. Masa–masa mudanya bersama keluarganya, Celie adalah anak perempuan yang penakut, Ia tidak berani melawan penindasan–penindasan yang dihadapinya, terutama yang dilakukan oleh ayah tirinya, Alfonso. Ibunya yang sakit parah sebelum dia meninggal , membuat Celie harus menanggung semua pekerjaan di rumahnya sebagai anak perempuan tertua, termasuk melayani ayahnya. Berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya itu. Ayahnya, Alfonso, bertindak kasar dan sangat membatasi pergaulan Celie ke masyarakat. Namun Celie muda pada saat itu, tidak bisa berbuat apa – apa. Celie hanya bisa meratapi nasibnya dan berbicara kepada Tuhan atas semua penderitannya.

(48)

Namun seiring dengan berjalannya waktu, Celie pun menikah dengan Mr_____. Pada masa pernikahannya, Celie bertemu dengan Shug, perempuan selingkuhan suaminya. Awal pertemuannya dengan shug, Celie membencinya.

Namun seiring dengan waktu, mereka tinggal di rumah yang sama, Celie lebih mengenal kharakter Shug dan mulai terpengaruh dengan cara pandang Shug sebagai seorang perempuan yang lebih kuat.

Celie pun perlahan–lahan menyadari posisinya sebagai seorang perempuan, yang mempunyai derajat yang sama dengan laki–laki. Berikut ini akan di analisis beberapa kutipan–kutipan dari novel tersebut, The Color Purple.

What your real name? I ast her. She say, Mary Agnes.

Make Harpo call you by your real name, I say, Then maybe he see you even when he trouble. (Walker, 1982:84)

„Siapa nama asli kamu? Saya bertanya. Dia berkata, Mary Agnes.

Suruh harpo memanggil kamu dengan nama asli, Saya berkata, Mungkin nanti dia akan sadar akan kehadiranmu bahkan pada saat Ia bermasalah.‟

Dari kutipan diatas, Celie menasehati kekasih anak laki–lakinya (Harpo), bernama Mary Agnes, untuk meminta Harpo memanggilnya dengan sebutan nama aslinya. Disini Celie bermaksud menggambarkan bahwa perempuan juga punya hak yang sama dalam masalah pengakuan sebagai sesama manusia, perempuan dan laki–

laki mempunyai derajat yang sama dalam identitas diri. Seorang perempuan juga mempunyai hak yang sama dalam menunjukkan identitas diri.

(49)

You a lowdown dog is whas wrong, I say. Its time to leave you and enter into the Creation. And your dead body just the welcome mat I need. (Walker, 1982:199)

„Anda anjing rendahan yang ada apa, saya berkata. Ini saatnya untuk meninggalkan Anda dan masuk ke dalam Penciptaan. Dan mayat Anda hanya keset yang saya butuhkan.‟

Dari kutipan di atas, Celie dengan beraninya menyebut suaminya, Mr._____, dengan sebutan dog (anjing). Selama ini untuk menentang perkataan suaminya saja, Celie tidak berani. Kemudian Celie menyatakan keinginannya untuk meninggalkan suaminya itu, dan membentuk kehidupan barunya, tanpa suaminya. Padahal pada masa itu, seorang istri tidak boleh sama sekali meninggalkan suaminya, seorang istri seharusnya tetap berada di rumah.

Hold on, say Harpo.

Oh, hold on hell, I say. If you hadn’t tried to rule over Sofia the white folks never would have caught her.

Sofia so surprise to hear me speak up she ain’t chewed for ten minutes. (Walker, 1982:200)

„Tunggu, Harpo berkata.

Oh, enak saja tunggu, saya berkata. Jika kamu tidak mencoba untuk menguasai Sofia orang – orang berkulit putih tidak akan menangkapnya.

Sofia sangat terkejut karena mendengar saya berbicara Ia tidak mengunyah selama sepuluh menit.‟

Kutipan di atas menunjukkan bahwa I (sebagai Celie), mengekspresikan pendapatnya bahwa Harpo selama ini berusaha untuk mengatur hidup istrinya, Sofia, hal inilah justru yang membuat Sofia berubah menjadi pribadi yang pemberontak.

Memang sejak awal alur cerita pada novel ini, karakter seorang Sofia sudah terlihat

Referensi

Dokumen terkait

Pada Bab II, penulis akan menguraikan mengenai teori mitos yang terkait dengan objek yang diteliti, yaitu mengenai: Sejarah koinobori ( 鯉のぼり ); Mitos apa yang berhubungan

[r]

(2) Jikalau masa kerja termaksud dalam ayat (1) di atas menurut Peraturan lama belum atau tidak dihitung sebagai masa kerja untuk menghitung pensiun, maka masa kerja itu harus

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bengkulu Utara. Kepala LPSE Kabupaten

dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove. dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam

dibarengi dengan perencanaan yang matang yang mengacu pada kondisi.. topografi dan geografi setempat, kondisi lalu lintas, tersedianya

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri ( Acetobacter xylinum ) dari limbah ketela pohon ( Manihot

Improvement of the accountability of the education organization: Organizing education in collaboration with an international education institution will improve. accountability,