• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Kedokteran. Oleh : Nakia Kalioriza Gurky

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Kedokteran. Oleh : Nakia Kalioriza Gurky"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Kedokteran

Oleh :

Nakia Kalioriza Gurky 180100173

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

TINGKAT PENGETAHUAN KANKER SERVIKS

PADA IBU RUMAH TANGGA SEBAGAI ORANG TUA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2018-2019

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Kedokteran

Oleh :

Nakia Kalioriza Gurky 180100173

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul

“Tingkat Pengetahuan Kanker Serviks Pada Ibu Rumah Tangga Sebagai Orang Tua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019”. Skripsi ini menjadi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA), Sp.PA selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu penulis dalam memberikan bimbingan dan pengarahan serta meluangkan waktu untuk membantu penyusunan skripsi ini.

3. dr. Dedy Dwi Putra Sp.Rad selaku Ketua Penguji yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Bidasari Lubis Sp.A(K) selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. dr. Tasrif Hamdi, M.Ked(An), Sp.An selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.

6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.

7. Seluruh responden yang telah sukarela meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner sehingga penelitian dapat terlaksana.

8. Orang tua, keluarga, dan sahabat penulis yang telah memberi semangat, doa, dan turut memberi saran dalam proses penyusunan skripsi.

(5)

9. Semua pihak yang telah membantu baik dalam bentuk moril dan materil yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan masukan, kritikan, dan saran untuk memperbaiki tulisan ini menjadi lebih baik. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang kedokteran.

Medan, 19 Oktober 2021 Penulis,

Nakia Kalioriza Gurky 180100173

(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... Error! Bookmark not defined.

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... ix

Daftar Singkatan... x

Abstrak ... xi

Abstract ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tingkat Pengetahuan ... 5

2.1.1 Pengertian Pengetahuan ... 5

2.1.2 Tingkat Pengetahuan ... 5

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 7

2.2 Serviks... 8

2.2.1 Anatomi ... 8

2.2.2 Histologi ... 9

2.3 Kanker Serviks ... 10

2.3.1 Definisi ... 10

2.3.2 Epidemiologi ... 10

2.3.3 Klasifikasi ... 12

2.3.4 Etiologi ... 13

2.3.5 Faktor Risiko ... 14

2.3.6 Pencegahan ... 17

2.3.7 Patogenesis ... 18

2.3.8 Tanda dan gejala ... 20

(7)

2.3.9 Diagnosis kanker serviks ... 20

2.3.10 Tata laksana ... 22

2.3.11 Komplikasi ... 25

2.3.12 Prognosis ... 26

2.3.13 Indikasi Rujuk ... 26

2. 4 Kerangka Teori ... 27

2.5 Kerangka konsep ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5 Definisi Operasional ... 31

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 32

3.7 Metode dan Analisa Data ... 33

BAB IV. JADWAL PENELITIAN DAN BIAYA ... 34

4.1 Hasil Penelitian ... 34

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 34

4.2 Hasil Analisa Data ... 35

4.3 Pembahasan ... 46

4.3.1 Karakteristik Responden ... 46

4.3.2 Tingkat Pengetahuan Ibu ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 57

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Anatomi Rahim dan Serviks……….9

2.2 Vaskularisasi Rahim dan Serviks……….9

2.3 Histologi Serviks………..10

2.4 Kerangka Teori……….28

2.5 Kerangka Konsep……….29

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Stadium Kanker Serviks…..……….11

2.2 Prognosis Ketahanan Hidup……….27

2.3 Standar Kompetensi Dokter Indonesia……….28

3.1 Definisi Operasional…..………...32

4.1 Karakteristik Responden………...………….34

4.2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden………....36

4.4 Tingkat Pengetahuan Kanker Serviks Pada Ibu Rumah Tangga Sebagai Orang Tua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019………..37

4.5 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Anatomi dan Definisi Kanker Serviks Berdasarkan Pendidikan………..……….38

4.6 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Etiologi Kanker Serviks Berdasarkan Pendidikan.……….……….38

4.7 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Faktor Risiko Kanker Serviks Berdasarkan Pendidikan………….………..39

4.8 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Gejala Kanker Serviks Berdasarkan Pendidikan……..………..………...………40

4.9 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Deteksi Dini Kanker Serviks Berdasarkan Pendidikan………..……….40

(10)

4.10 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Pencegahan Kanker Serviks Berdasarkan

Pendidikan………...………41 4.11 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Pengobatan Kanker

Serviks Berdasarkan

Pendidikan……….………..42 4.12 Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan

Usia………..………....42 4.13 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Anatomi dan Definisi

Kanker Serviks Berdasarkan Usia………...43 4.14 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Etiologi Kanker

Serviks Berdasarkan

Usia……....………..43 4.15 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Faktor Risiko Kanker

Serviks Berdasarkan Usia………….………...44 4.16 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Gejala Kanker Serviks Berdasarkan Usia………..………...……44 4.17 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Deteksi Dini Kanker

Serviks Berdasarkan Usia………..………..45 4.18 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Pencegahan Kanker

Serviks Berdasarkan Usia………..………..45 4.19 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Pengobatan Kanker

Serviks Berdasarkan Usia……….………46

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A Daftar Riwayat Hidup……….47

B Lembar Orisinalitas……….49

C Ethical Clearance……….50

D Surat Izin Penelitian……….51

E Lembar Penjelasan………...52

F Lembar Persetujuan Penelitian………...….42

G Data Diri Responden………...………43

H Kuesioner…...………...43

I Kunci Jawaban Kuesioner...………46

J Hasil Uji Validitas Kuesioner……….……….47

K Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner………..48

L Master Data Penelitian………....60

M Hasil Olah dan Analisis Data………..62

(12)

DAFTAR SINGKATAN

CDC : Center for Disease Controls and Prevention CIN : Cervical Intraepithelial Neoplasia

FIGO : International Federation on Gynecology and Obstetrics GLOBOCAN : Global Cancer Observatory

HIV : Human Immunodeficiency Virus HPV : Human Papillomavirus

IARC : International Agency for Research on Cancer IVA : Inspeksi Visual dengan Asam Asetat

RI : Republik Indonesia

SEER : Surveillance, Epidemiology, and End Results Program (SEER) TNM : Tumor(T), Nodes(N), and Metastases(M)

WHO : World Health Organization

(13)

ABSTRAK

Latar Belakang. Kanker serviks adalah kanker yang berada di bagian bawah uterus atau leher rahim dan disebabkan oleh infeksi virus Human Papillomavirus (HPV). Wanita dengan pasangan seks yang berganti-ganti, hubungan seks pada usia muda, angka paritas yang tinggi, penggunaan kontrasepsi memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi HPV dan kanker serviks. Di seluruh dunia, kanker serviks menempati kanker keempat yang paling banyak ditemukan pada wanita. Pada tahun 2018, 570.000 wanita didiagnosis kanker serviks dan diperkirakan lebih dari 311.000 kematian yang diakibatkan oleh kanker serviks setiap tahunnya dan 85% terjadi di negara dengan pendapatan menengah ke bawah, Di Indonesia, kanker serviks menempati posisi kedua kanker pada wanita, dan 17.2% wanita di Indonesia mengidap kanker serviks. Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan kanker serviks pada ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019. Metode.

Metode penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional study. Data yang digunakan adalah data primer yaitu jawaban responden melalui kuesioner yang disebarkan dengan Google Form. Hasil. Responden dengan tingkat pengetahuan kategori baik berjumlah 43 orang (50%).

Tingkat pengetahuan baik dapat dicapai oleh 39.5% responden dengan latar belakang pendidikan lanjut (diploma, S1, dan S2). Selain melihat dari latar belakang pendidikan, responden dengan berbagai kelompok usia menunjukkan tingkat pengetahuan baik. Kesimpulan. Tingkat Pengetahuan Kanker Serviks Pada Ibu Rumah Tangga Sebagai Orang Tua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019 dalam kategori baik.

Kata kunci : Kanker Serviks, Human Papillomavirus (HPV), Wanita, Pengetahuan.

(14)

ABSTRACT

Background. Cervical cancer is a cancer located in cervix. Cervical cancer is caused by Human Papillomavirus (HPV) infection. Women with multiple sex partners, sex at a young age, high parity, and contraceptive use have a higher risk of HPV infection and cervical cancer. Worldwide, cervical cancer is the fourth most common cancer in women. In 2018, 570,000 women were diagnosed with cervical cancer and it is estimated that more than 311,000 deaths caused by cervical cancer each year, 85% cases occur in low-middle income countries. In Indonesia, cervical cancer ranks second for cancer in women, and 17.2% in women in Indonesia suffer from cervical cancer. Aim. The purpose of this study is to determine the level of knowledge about cervical cancer among housewives as parents of students from the Faculty of Medicine, University of North Sumatra, batch 2018-2019.

Method. The research method is descriptive with a cross sectional study design. The research used primary data by distributing questionnaire using Google Form to respondents. Result. Respondents with a good level of knowledge are 43 people (50%). The level of good knowledge can be achieved by 39.5% of respondents with advanced educational background (diploma, S1, and S2). In addition to looking at the educational background, respondents with various age groups showed a good level of knowledge. Conclusion. Knowledge Level of Cervical Cancer in Housewives as Parents of Medical Faculty Students, University of North Sumatra Class 2018-2019 in the good category.

Keyword : Cervical Cancer, Human Papillomavirus (HPV), Woman, Knowledge.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks adalah kanker yang berada pada bagian bawah uterus.

Etiologi kanker serviks adalah infeksi Human Papillomavirus (HPV) dan dapat dicegah dengan beberapa macam metode diagnosis serta vaksin HPV (Endalew et al., 2020). Beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kejadian kanker serviks adalah penyakit menular seksual (terutama HPV dan HIV), faktor reproduksi dan seksualitas (pasangan seks yang berganti-ganti, hubungan seks pada usia muda, melahirkan pada usia muda, paritas, dan pil kontrasepsi oral), faktor perilaku (merokok dan obesitas), dan faktor host (genetika). Manifestasi klinis dari kanker serviks adalah pendarahan vagina yang abnormal, cairan vagina yang berbau busuk, dan contact bleeding dikenal sebagai tanda utama dari kanker serviks, dan pada banyak kasus dilaporkan tanpa gejala (Heena et al., 2019).

Di seluruh dunia, kanker serviks adalah kanker keempat yang paling banyak ditemukan pada perempuan dengan perkiraan 517.000 kasus baru pada tahun 2018 dan setidaknya menyebabkan kematian pada wanita dengan kanker. Di Indonesia, kejadian penyakit kanker secara umum masih sangat tinggi. Indonesia menduduki urutan ke-8 di Asia Tenggara dan urutan ke-23 di Asia berdasarkan angka kejadian kanker. Kejadian kanker leher rahim atau kanker serviks sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi di Indonesia, salah satunya yaitu negara yang berpenghasilan rendah-menengah. Pada penduduk di negara berpenghasilan rendah-menengah, konsumsi alkohol, rendahnya konsumsi buah dan sayur, serta infeksi virus Human Papillomavirus (HPV) menyebabkan tingginya kematian akibat kanker dibandingkan yang terjadi di negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2020; Kemenkes, 2019).

(16)

Beberapa usaha untuk mencegah kejadian kanker serviks adalah penggunaan vaksin HPV dan ketersediaan tes skrining kanker serviks seperti pemeriksaan sitologi papanicolaou (Pap test) dan inspeksi visual dengan asam astetat (IVA). Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan. Salah satu kegiatan pemerintah adalah screening melalui metode inspeksi visual asam asetat, pap smear, dan pemeriksaan payudara klinis.

Kegiatan ini dilakukan di puskesmas pada perempuan usia 30-50 tahun.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (2019), hanya 5,07% perempuan di Sumatera Utara yang mendapatkan pemeriksaan dini ini. Sumatera Utara menjadi 10 provinsi terbawah dengan angka pemeriksaan dini yang rendah (Heena et al., 2019; Kemenkes, 2019).

Berdasarkan penelitian Arimina (2016), kejadian kanker serviks meningkat pada perempuan umur >35 tahun dan pada perempuan yang melahirkan 4 kali atau lebih. Pada penelitian Sab’ngatun dan Danik Riawati (2019), kanker serviks didiagnosis pada stadium lanjut. Perempuan memiliki risiko 2-3 kali lipat untuk menderita kanker serviks saat berusia 35-55 tahun. Pada usia yang semakin tua khususnya usia lanjut atau menopaus, terjadi perubahan sel-sel abormal pada mulut rahim (Sab’ngatun & Riawati, 2019).

Masih tingginya tingkat kejadian kanker serviks dan kematian pada perempuan usia produktif menandakan adanya keterbatasan pengetahuan mengenai kanker serviks dan pencegahannya pada kalangan ini. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh keadaan sosial dan ekonomi, tingkat pendidikan serta promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan. Tingkat pengetahuan yang memadai pada komunitas ini tentu saja berdampak baik pada usaha pencegahan kanker serviks, dan diharapkan komunitas ini secara berkala melakukan skrining kanker serviks dan vaksin HPV.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan kanker serviks pada ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019 karena kejadian kanker serviks yang cukup tinggi di Indonesia, dan umumnya didiagnosis pada usia 35-55 tahun. Jika dilihat dari rentang usia ibu sebagai orang tua mahasiswa, maka

(17)

usia ibu yang akan menjadi sampel penelitian juga berada pada rentang usia tersebut. Latar belakang yang berbeda-beda antar ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa baik usia, pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan kanker serviks pada ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2019?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan kanker serviks pada ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menganalisis tingkat pengetahuan kanker serviks pada ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019.

b. Mengidentifikasi pengetahuan kanker serviks pada ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019 berdasarkan tingkat pendidikan dan usia.

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini memberi wawasan bagi ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2019 mengenai kanker serviks dan pencegahannya sehingga ibu memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini kanker serviks.

b. Penelitian ini dapat menjadi acuan data dan informasi untuk kegiatan sosialisasi mengenai kanker serviks dan pencegahannya kepada masyarakat.

c. Penelitian ini menjadi pedoman untuk melakukan kegiatan penyuluhan kanker serviks pada masyarakat dengan cara memahami perbedaan pola pikir masyarakat berdasarkan latar belakang pendidikan dan usia. Kegiatan penyuluhan tersebut diharapkan dapat menyesuaikan karakter populasi, misalnya, dengan bahasa yang sederhana dalam mengedukasi sehingga masyarakat lebih memahami kanker serviks dan pencegahannya.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tingkat Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan berasal dari kata baku “tahu”. Kata tahu memiliki arti mengerti sesudah melihat sedangkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, yang berkenaan mengenai suatu hal (KBBI, 2016).

Menurut Notoadmodjo (2014), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan termasuk pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk perilaku atau tindakan seseorang.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan mempunyai enam tingkatan dalam domain kognitif (Notoadmodjo, 2014), yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu berarti mengingat kembali suatu materi yang telah diterima sebelumnya (recall). Tahu termasuk ke dalam tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur tingkat pengetahuan ini adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan suatu obyek yang diketahui dengan benar dan dapat mengintepretasikan materi tersebut. Orang yang telah paham mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan mengenai obyek atau materi tersebut.

(20)

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sesungguhnya atau kondisi real (sebenarnya).

Contoh aplikasi adalah penggunaan hukum-hukum, metode, prinsip, rumus, dan hal-hal lainnya.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan suatu obyek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi atau hal yang berkaitan satu dengan yang lain. Kemampuan analisis dilihat dari penggunaan kata kerja, misalnya menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian tertentu dalam suatu bentuk keseluruhan. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk membentuk atau menyusun formulasi baru dari fomulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk menilai suatu materi atau obyek. Penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Arikunto (2010), pengukuran tingkat pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Pengetahuan baik apabila responden menjawab 76%-100% pertanyaan dengan benar.

b. Pengetahuan cukup apabila responden dapat menjawab 56%-75%

pertanyaan dengan benar.

c. Pengetahuan kurang apabila responden menjawab <56% pertanyaan dengan benar.

(21)

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain yaitu:

a. Faktor pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk seseorang menerima atau memahami informasi yang berkaitan dengan obyek tertentu. Pengetahuan umumnya diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh orang tua, guru, dan media massa. Pendidikan termasuk salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi.

b. Faktor pekerjaan

Pekerjaan merupakan kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan. Pekerjaan berpengaruh terhadap proses seseorang dalam mengakses informasi yang dibutuhkan mengenai suatu obyek.

c. Faktor pengalaman

Semakin banyak pengalaman seseorang terkait hal-hal tertentu, makan akan semakin bertambah pengetahuan seseorang mengenai hal tersebut. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket terkait materi yang ingin diukur.

d. Keyakinan

Keyakinan seseorang biasanya diperoleh secara turun temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, sehingga keyakinan positif atau negatif dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

e. Sosial budaya

Kebudayaan serta kebiasaaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial, maka tingkat pengetahuannya semakin tinggi pula (Notoadmojo, 2010).

(22)

f. Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang dalam berpikir dan bekerja akan lebih matang. Seseorang juga akan lebih percaya diri dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2011).

2.2 Serviks 2.2.1 Anatomi

Serviks merupakan bagian bawah dari uterus. Serviks berbentuk silindris atau kerucut, dengan panjang 3-4cm dan diameter 2,5cm. Ligamen kardinal dan uterosakral menyokong posisi serviks, meregangkan serviks bagian lateral dan posterior dari serviks dan tulang panggul. Setengah bagian bawah serviks, disebut porsio vaginalis. Porsio vaginalis menonjol ke dalam vagina melalui dinding anteriornya. Setengah bagian atas serviks menetap di atas vagina. Porsio vaginalis menuju vagina melalui lubang yang disebut orifisium eksterna. Porsio supravaginalis bertemu dengan uterus di orifisium interna. Bagian dari serviks yang menghubungkan ke orifisium eksterna disebut ektoserviks. Ektoserviks adalah bagian dari serviks yang dapat kita lihat secara makroskopis melalui pemeriksaan spekulum. Bagian proksimal dari orifisium eksterna disebut endoserviks. Orifisium eksterna perlu diregangkan untuk melihat endoserviks. Kanal endoserviks menghubungkan kavum uterus dengan vagina, dan menghubungkan orifisium interna menuju eksterna, yang menghubungkan uterus ke vagina. Ruang yang mengelilingi serviks di rongga vagina disebut vaginal fornix (Sellors &

Sankaranarayanan, 2003).

Vaskularisasi serviks dimulai dari arteri iliaka interna yang melewati serviks dan arteri tersebut bercabang ke vagina melalui arteri uterus. Sedangkan, vena yang bersirkulasi pada serviks berjalan parallel ke arteri dan menuju plexus vena hipogastrik (Sellors & Sankaranarayanan, 2003).

(23)

Gambar 2.1 Anatomi rahim dan serviks

Gambar 2.2 Vaskularisasi rahim dan serviks

2.2.2 Histologi

Kanalis servikalis dilapisi oleh epitel kolumnar penghasil mukus. Epitel ini berbeda dari epitel uterus. Epitel serviks dilapisi oleh kelenjar serviks dengan tubular bercabang yang membentuk sudut pada kanalis servikalis ke dalam lamina propria. Pada ujung bawah serviks, yaitu ostium serviks yang menonjol ke dalam lumen kanalis vaginalis. Epitel silindris kanalis servikalis berubah menjadi epitel berlapis gepeng tanpa taduk untuk melapisi porsio vagina dan permukaan luar fornix vagina. Endoserviks dilapisi oleh epitel selapis silindris penghasil mukus pada lamina propria yang tebal. Mukosa endoserviks mengandung banyak kelenjar yang menghasilkan mukus. Taut khas pada serviks, zona transformasi, ditemukan

(24)

pada perubahan mendadak epitel kolumnar selapis menjadi epitel kolumnar berlapis (Sellors & Sankaranarayanan, 2003).

Gambar 2.3 Histologi serviks

2.3 Kanker Serviks

2.3.1 Definisi

Kanker merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika sel pada tubuh tumbuh tanpa kendali. Kanker selalu dinamakan sesuai dengan asal organnya.

Maka, kanker serviks adalah suatu keganasan yang berasal dari serviks. Serviks menghubungkan vagina dengan bagian atas dari uterus, dan uterus adalah tempat pertumbuhan bayi ketika wanita hamil. Semua perempuan berisiko terkena kanker serviks. Kejadian kanker serviks paling sering terjadi pada wanita umur 30 atau lebih. (CDC, 2021).

2.3.2 Epidemiologi

Kanker serviks merupakan salah satu kanker dengan angka kejadian yang sangat tinggi di dunia. Kanker serviks merupakan kanker keempat yang paling banyak ditemukan pada perempuan setelah kanker payudara, kanker kolorektal, dan kanker paru-paru dengan perkiraan 517.000 kasus baru pada tahun 2018 dan dapat menyebabkan kematian pada perempuan. Angka kejadian kanker serviks di dunia

(25)

13,1 per 100.000 perempuan, dan angka kejadian ini bervariasi tergantung asal negara (WHO, 2020; Arbyn et al., 2019).

Kejadian kanker secara umum di Indonesia juga masih sangat tinggi.

Indonesia menduduki urutan ke-8 di Asia Tenggara dan urutan ke-23 di Asia berdasarkan angka kejadian kanker. Prevalensi tumor atau kanker di Indonesia juga menunjukkan adanya peningkatan dari 1,4 per 1.000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1.000 penduduk pada tahun 2018. Berdasarkan Kementerian Kesehatan (2019), kejadian kanker serviks di Indonesia sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Global Cancer Observatory mencatat dari 213.546 perempuan dengan kanker di Indonesia, 17,2%

dari angka tersebut adalah perempuan dengan kanker serviks. (Kemenkes, 2019;

GLOBOCAN, 2021)

Kanker serviks menyerang perempuan dengan berbagai usia, diantaranya 15-24 tahun (0,675), usia 25-34 tahun (11,25%), usia 35-44 tahun (31,40%), dan paling sering ditemukan pada usia 45-54 tahun (42,40%). Kanker serviks banyak ditemukan sudah dalam stadium lanjut mencapai 80% diantarannya stadium I (19,1%), stadium II (32,0%), stadium III (40,7%), stadium IV (7,4%) dan tidak diketahui sebanyak 0,7% (Muchlis, 2011).

(26)

2.3.3 Klasifikasi

Klasifikasi stadium kanker serviks berdasarkan TNM dan FIGO 2019 (Bhatla et al., 2019).

Tabel 2.1 Stadium kanker serviks.

TNM FIGO Kriteria

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti menunjukkan tumor primer

Tis Karsinoma pre-invasif.

T1 I Karsinoma terbatas pada serviks uteri

T1a IA Karsinoma invasif yang dapat didiagnosis hanya di bawah mikroskop, dengan maksimal kedalaman invasi <5mm

T1a1 IA1 Invasi stromal dengan kedalaman <3mm

T1a2 IA2 Invasi stromal dengan kedalaman ≥3mm dan <5mm

T1b IB Karsinoma invasif dengan kedalaman invasi ≥5mm (lebih besar dari stadium IA), lesi terbatas pada serviks uteri.

T1b1 IB1 Karsinoma invasif dengan kedalaman invasi stroma ≥5mm dengan diameter terbesar <2 cm

T1b2 IB2 Karsinoma invasif dengan diameter terbesar ≥2cm dan <4cm T1b3 IB3 Karsinoma invasif dengan diameter terbesar ≥4cm

T2 II Karsinoma menginvasi melewati uterus, belum mengenai 1/3 bagian bawah vagina, invasi belum mencapai dinding pelvis.

T2a1 IIA1 Karsinoma invasif <4cm dengan diameter terbesar T2a2 IIA2 Karsinoma invasif ≥4cm dengan diameter terbesar

T2b IIB Menginvasi parametrium tapi belum mencapai dinding pelvis.

T3 III Karsinoma mencapai 1/3 bagian bawah vagina dan/atau hingga dinding pelvis dan/atau hingga para aorta nodus limfatik.

T3a IIIA Kanker menginvasi 1/3 bagian bawah vagina, tidak sampai ke dinding pelvis.

T3b IIIB Kanker menginvasi hingga dinding pelvis dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau gagal ginjal (kecuali adanya penyebab lain).

T3c IIIC Kanker menginvasi hingga dinding pelvis dan/atau para aorta nodus limfatikus, tanpa melihat ukuran tumor

T3c1 IIIC1 Metastasis hingga nodus limfatik pelvis T3c2 IIIC2 Metastasis hingga para aorta nodus limfatik

T4 Kanker telah menyebar melewati pelvis atau melibatkan mukosa kandung kemih atau rectum; dengan catatan edema bulosa tidak dapat diklasifikasikan pada stadium IV.

IVA Pertumbuhan kanker hingga ke organ terdekat IVB Menyebar hingga ke organ yang jauh

(27)

2.3.4 Etiologi

Infeksi Human Papillomavirus (HPV) ditetapkan menjadi penyebab utama dari kanker serviks. Cara transmisi HPV paling umum adalah transmisi horizontal melalui vagina, sebagai akibat dari hubungan seksual. Kasus infeksi HPV 90%

sembuh dalam 2 tahun karena sistem imun tubuh, namun infeksi yang menetap membuat infeksi berkembang menjadi lesi prekanker dan kanker serviks (Lafaurie et al., 2018).

Sekitar 200 genotipe HPV telah teridentifikasi. HPV secara umum dikelompokkan menjadi 5 berdasarkan jaringan atau sel pejamu. HPV grup alpha diyakini dapat menginfeksi kulit dan mukosa. HPV dari grup alpha diklasifikasikan lagi menjadi HPV berisiko tinggi dan HPV berisiko rendah. HPV6 dan HPV11 berisiko rendah, sedangkan HPV16 dan HPV 18 berisiko tinggi dan prevalensi paling sering yang menyebabkan kanker serviks (Burd & Dean, 2016).

HPV 16 adalah HPV yang paling berhubungan dengan high-grade cervical intraepithelial neoplasia (CIN 2-3) di zona transformasi (ZT) dan dianggap sebagai prekursor kanker serviks. HPV18 juga merupakan tipe HPV onkogenik dengan risiko tinggi, dan lebih sering dihubungkan dengan adenokarsinoma, yang sedikit ditemukan pada sel glandular di kanal endoservikal (National Cancer Institute, 2021).

Virus yang bersifat onkogenesis mempunyai onkoprotein yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan protein host. HPV E6 dan E7 berfungsi sebagai onkoprotein dominan dengan cara mengubah protein seluler. HPV E6 mendegradasi p53, yang berperan penting di siklus sel dan apoptosis sebagai respon dari kerusakan DNA. HPV E7 menginaktivasi fungsi dari penekan protein retinoblastoma tumor (Rb) (Wuerthner & Wallace, 2016).

(28)

2.3.5 Faktor Risiko a. Infeksi HPV

Infeksi yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) adalah faktor risiko paling penting untuk kanker serviks. HPV adalah kelompok virus yang terdiri dari sekitar 150 jenis. Beberapa diantaranya menyebabkan pertumbuhan papilloma, yang biasa dikenal sebagai kutil (American Cancer Society, 2019).

Sekitar 30-40 jenis HPV dapat menginfeksi berbagai lapisan epitel, termasuk lapisan epitel saluran anogenital dan area mukosa lainnya. Berdasarkan infeksi HPV dan lesi kanker yang dihasilkan, maka HPV diklasifikasikan menjadi Low Risk-HPV (LR-HPV), potential High Risk-HPV (pHR-HPV), dan High Risk- HPV (HR-HPV). LR-HPV tipe 6 dan 11 menyebabkan kutil kelamin atau lesi jinak yang cenderung tidak berkembang menjadi ganas, sedangkan HR-HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyabab utama lesi pra ganas dan lesi ganas sehingga terjadi kanker serviks invasif (Serrano et al., 2017; Stark & Aleksandra, 2018).

Gejala paling umum yang disebabkan oleh HPV adalah kutil. Kutil bisa saja berbentuk flat/ tidak menonjol seperti pada tangan dan kaki, atau kutil pada kelamin (kondiloma akuminata). Virus ini menyebar melalui hubungan seksual dan sekitar 10% orang dewasa di negara maju pernah terinfeksi virus ini di organ reproduksi (Britannica, 2017).

b. Merokok

IARC mengklasifikasikan peran merokok dalam pertumbuhan kasus kanker serviks. Di Britania Raya, sebesar 21% kasus kanker serviks berhubungan dengan merokok (Brown KF, 2018). Sel skuamosa karsinoma pada serviks berisiko 46%

lebih tinggi pada perokok aktif daripada orang yang belum pernah merokok. Risiko sel skuamosa karsinoma pada serviks meningkat sesuai dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Risiko kanker serviks ini tidak berhubungan dengan orang yang sudah tidak merokok lagi, hanya berhubungan pada perokok aktif (Cancer Research UK, 2018).

Pada penelitian sebelumnya menunjukkan kejadian infeksi HPV di serviks pada perempuan yang merokok lebih besar 1,9 kali daripada perempuan yang tidak

(29)

merokok (OR: 1.905, p<0.05). Beberapa hipotesis menunjukkan bahwa tembakau di rokok berkontribusi pada sel karsinogenesis di serviks, dan hipotesis lainnya mengatakan tembakau menghambat respon imun pada HPV (Ono, 2019).

c. Kekebalan tubuh

Human immunodeficiency virus (HIV), virus yang menyebabkan AIDS, melemahkan kekebalan tubuh, dan menyebabkan ODHA berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2020).

Sistem kekebalan tubuh sangat penting untuk (membunuh) sel kanker dan memperlambat pertumbuhan serta metastasis. Perempuan dengan HIV, empat sampai lima kali lipat lebih cenderung berkembang dari pra-kanker serviks menjadi kanker serviks invasif (UNAIDS, 2020). Menurut WHO, 5% kasus kanker serviks sedunia diakibatkan oleh HIV.

d. Infeksi Chlamydia

Perempuan yang terinfeksi Chlamydia trachomatis memiliki risiko lebih tinggi pada kanker serviks. C. trachomatis adalah salah satu penyebab paling sering penyakit menular seksual. Penelitian menunjukkan infeksi C. trachomatis berulang meningkatkan risiko neoplasia serviks, dan juga infeksi HPV menetap. Penelitian lain menyatakan bahwa hubungan HPV dan C. trachomatis melalui 2 mekanisme;

Pertama, infeksi HPV di basal keratin dari epitelium membutuhkan abrasi mikro dan infeksi Chlamydia bisa menyebabkan kerusakan epitel, sehingga memungkinkan virus untuk masuk. Kedua, infeksi Chlamydia dapat mengganggu respon kekebalan tubuh terhadap virus (Zhu H et al., 2016).

e. Lama penggunaan kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi hormonal berperan sebagai alat yang mempertinggi pertumbuhan neoplasma. Hal ini ditunjukkan pada hasil penelitian Darmayani tahun 2015 bahwa kontrasepsi hormonal memiliki pengaruh pada kejadian kanker serviks. Penggunaan kontrasepsi hormonal membuat viskositas mukosa serviks mendukung keberadaan agen karsinogenik yang ditransmisikan melalui hubungan

(30)

seksual. Lama penggunaan kontrasepsi juga berpengaruh karena mempertebal mukosa serviks. Penebalan mukosa serviks yang abnormal dapat mengarah ke kanker serviks (Kusmiyanti et al., 2019).

f. Paritas

Paritas adalah kemampuan perempuan untuk melahirkan secara normal.

Pada proses persalinan, bayi bergerak melalui mulut rahim sehingga terjadi robekan selaput serviks dan ada kemungkinan sedikit merusak jaringan epitel di tempat tersebut (Wikjosastro, 2005). Pada kasus perempuan yang melahirkan sering dengan jarak yang terlalu dekat, kerusakan jaringan epitel ini berkembang ke arah pertumbuhan sel abnormal yang berpotensi ganas. Pada persalinan yang sering mempunyai kesempatan untuk terkontaminasi oleh virus yang menyebabkan infeksi. Bakteri tersebut ada karena karena kebersihan vagina yang tidak terawat sehingga dapat berkembang menjadi keganasan (Rasjidi, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Raden (2013), menunjukkan bahwa responden dengan paritas ≥3 berisiko 4,32 kali lebih tinggi terkena kanker serviks dibandingkan seseorang dengan paritas <3 kali. Penelitian ini juga didukung oleh Darmayanti et al. (2015), bahwa adanya hubungan paritas >3 dengan lesi pra kanker. Hal ini juga memungkinkan terjadi disebabkan meningkatnya hubungan seksual. Beberapa penelitian juga menyatakan perubahan hormon selama masa kehamilan membuat perempuan lebih rentan terhadap infeksi HPV (Darmayanti et al., 2015).

g. Hubungan seksual pada usia muda

Salah satu penyebab kanker serviks adalah kawin di usia muda, terutama di bawah 17 tahun. Penelitian Setyarini menunjukkan bahwa responden yang menikah pada usia ≤ 20 tahun berisiko terkena kanker serviks 5 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang menikah pada usia >20 tahun (15). Penelitian Louie menyatakan usia muda saat berhubungan seksual pertama kali menjadi faktor risiko kanker serviks di 8 negara berkembang. Perempuan yang berhubungan seksual

(31)

pertama kali pada umur 17-20 tahun memiliki risiko 1,8 kali lebih besar untuk terkena kanker serviks (Ningsih et al., 2017).

h. Status ekonomi

Status ekonomi yang rendah berhubungan dengan angka kejadian dan angka kematian kanker serviks yang tinggi. Status ekonomi yang rendah juga berhubungan dengan latar belakang pendidikan yang rendah. Perempuan dengan status ekonomi rendah atau pendapatan rendah tidak mempunyak akses memadai di fasilitas kesehatan, termasuk skrining kanker serviks dengan tes Pap atau tes HPV. (American Cancer Society, 2020).

i. Pasangan seksual berganti-ganti

Perempuan dengan pasangan seksual yang lebih dari satu atau berganti- ganti sangat rentan terhadap infeksi HPV dan kanker serviks. Bahkan, mereka juga rentan dengan berbagai infeksi virus lainnya. Risiko terkena kanker serviks meningkat 10 kali lipat jika perempuan memiliki pasangan seksual lebih dari satu (Sari, Mudigdo & Nurdiati, 2016).

2.3.6 Pencegahan

Ada berbagai cara untuk mencegah kanker serviks. Salah satunya adalah vaksinasi HPV. Vaksin HPV direkomendasikan pada usia muda mulai dari 11-12 tahun, namun bisa mulai diberikan pada anak berusia 9 tahun. HPV tetap direkomendasikan pada semua orang sampai umur 26 tahun (CDC, 2021).

Cara lain untuk mencegah kanker serviks adalah dengan skrining. Skrining bertujuan untuk deteksi dini lesi pra kanker. Skrining yang dapat dilakukan adalah pap smear. Pap smear berguna untuk mendeteksi perubahan sel di serviks pada tahap awal dan mencegah terjadinya kanker serviks. Wanita disarankan melakukan pap smear mulai usia 21 tahun. Jika hasil pap smear normal, maka dapat dilakukan pap smear kembali 3 tahun kemudian, Tes DNA-HPV juga dapat membantu untuk mendeteksi adanya infeksi virus HPV pada serviks (CDC, 2021).

(32)

Penggunaan alat kontrasepsi juga menjadi salah satu langkah untuk mencegah kanker serviks. Penggunaan kondom dan spermisida dapat mencegah penularan virus HPV yang ditransmisikan melalui hubungan seksual. Selain itu, aktif seksual sesuai usia mulai dari usia 21 tahun dan hindari merokok juga menjadi langkah pencegahan kanker serviks (CDC, 2021; American Cancer Society, 2019).

2.3.7 Patogenesis

Human papillomavirus adalah virus kecil, tidak memiliki amplop, dan memiliki untai ganda DNA, anggota dari famili Papillomaviridae. DNA pada virus ini menyandi 6 jenis protein yaitu protein E1, E2, E4, E5, E6, E7. Protein ini berfungsi menjaga keberlangsungan hidup virus. DNA virus ini juga menyandi protein L1 dan L2 (Evriarti & Yasmon, 2019).

Infeksi HPV terjadi pada lapisan basal dari epitel pipih berlapis. Infeksi ini mengaktifkan proliferasi sel di epitel dan menginfeksi sel sehingga terjadi perubahan yang abnormal, mulai dari hiperplasia jinak menjadi displasia dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sebagai cara untuk replikasi efektif, HPV harus memanfaatkan sel pejamu. Protein virus mengikat E6 pada p53 (protein penekan tumor) sehingga menghasilkan p53 imatur. Protein E7 mengikat ke protein penekan tumor yaitu retinoblastoma (rb) sehingga retinoblastoma terhambat fungsinya. Protein virus ini menjadi mediasi dari potensi virus onkogenik dan perbedaan protein ini yang membedakan HPV yang berisiko rendah mau pun berisiko tinggi (Hahn et al., 2019; Pang & Thierry, 2013).

Saat virus menginfeksi sel basal, replikasi virus terjadi lamban namun konstan. Saat sel pejamu sudah matang dan tidak berdiferensiasi, replikasi genom HPV mulai meningkat. Gen E6 dan E7 mengaktifkan onkoprotein, gen L1 dan L2 mulai diekspresi. Pada tahap ini mulai terjadi perubahan sel abnormal, dan masih akan menginfeksi sel epitel lainnya. Perubahan ini terhitung CIN tahap I (Moody

& Laimins, 2010).

Protein E6 berikatan dengan protein selular yang disebut E6-AP (E6 associated protein) membentuk ubiquiting ligase E3 dengan target degradasi protein penekan tumor p53. Interaksi E6-p53 adalah kunci dari E6 yang mengakibatkan

(33)

malignansi melalui degradasi p53. Degradasi ini berlangsung terus menerus sehingga terjadi akumulasi dari mutasi genetik pada sel yang terinfeksi. Hilangnya p53 mengakibatkan perkembangan tumor tahap awal (Mammas & Sourvinos, 2008).

Protein E7 mengikat bentuk aktif dari p105rb dan anggota famili retinoblastoma sehingga mengakibatkan hilangnya kompleks pRb/E2F dimana pRb/E2F berfungsi menekan transkripsi gen yang dibutuhkan untuk progresi siklus sel. P53 dan pRb saling berhubungan dalam satu siklus: fosforilasi p105Rb mengakibatkan lepasnya kompleks Rb/E2F yang diperantai oleh cyclin-dependent kinase (cdk), dan dihambat oleh p21 yang merupakan target transkripsi dari p53 (Fischer et al., 2017).

Sebagian besar sel kanker serviks mempunyai gen p53 dan p105Rb dalam tipe ganas. Namun, aktivitas gen tersebut dihambat oleh ekspresi protein E6 dan E7 dari HPV. Apabila ekspresi onkogen E6 dan E7 dihambat, maka p53 dan retinoblastoma aktif sehingga sel kanker serviks sehingga penuaan sel dan apoptosis terhambat (Fischer et al., 2017).

Tiga pola utama pada pra kanker yaitu:

1. CIN I (Cervical Intraepithelial Neoplasia I) atau Low Grade Squamous Intraepithelial Lesions (LSILs). Pada tahap ini, dimulai infeksi sel sehingga terjadi perkembangan sel abnormal. Perubahan ini masih dalam skala yang sangat kecil dan respon imun sebenarnya masih dapat mengeliminasi infeksi pada tahap ini. Namun, jika terjadi toleransi, infeksi HPV akan menetap.

2. CIN II (Cervical Intraepithelial Neoplasia II) atau High Grade Squamous Intraepithelial Lesions (HSILs). Infeksi HPV yang persisten menyebabkan lesi semakin luas, dan sel sel semakin menunjukkan sel abnormal pra kanker.

3. CIN III (Cervical Intraepithelial Neoplasia III). Pada tahap ini, lapisan permukaan serviks dipenuhi semakin banyak sel abnormal. Kanker serviks yang berkembang dari CIN III, akhirnya menjadi kanker serviks (Margareth, 2012).

(34)

Pada CIN tingkat tinggi, DNA HPV sudah masuk secara sempurna ke genom sel pejamu dan terganggunya gen protein E2. Sehingga, protein E2 sebagai regulator protein E5 dan E7 juga terganggu dan meningkatkan ekspresi protein E6 dan E7 (Evriarti & Yasmon, 2019).

2.3.8 Tanda dan gejala

Umumnya, gejala tidak terjadi sampai kanker bertumbuh besar dan mengganggu jaringan terdekat. Gejala paling umum adalah:

- Pendarahan vagina secara tidak normal, misalnya pendarahan setelah berhubungan intim, pendarahan setelah menopaus, bercak-bercak darah diluar masa menstruasi, atau masa menstruasi lebih lama daripada biasanya.

- Keputihan – keputihan yang bisa saja mengandung darah atau terjadi dimasa menstruasi atau setelah menopaus.

- Kesakitan saat berhubungan intim

- Nyeri panggul dan pinggang (American Cancer Society, 2020).

Pada stadium lebih lanjut, gejala dapat berupa nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena kanker membesar hingga menekan organ lain, sehingga didapati gejala obstruksi ureter, hingga oligouria mau pun anuria (Kementerian Kesehatan, 2017). Gejala lain termasuk edema di kaki dan hematuria atau darah di urin (Anwar, 2011).

2.3.9 Diagnosis kanker serviks

Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)

Metode IVA ini dapat mendeteksi kanker serviks dari lesi prakanker hingga lesi kanker invasif. Diagnosis melalui metode ini dapat dilihat secara kasat mata atau makroskopis. Pemeriksaan dengan metode IVA menggunakan spekulum untuk melihat vagina yang sebelumnya sudah dipoles dengan asam asetat 3-5%. Setelah dipoles, lihat vagina melalui spekulum dan arahkan lampu ke arah vagina (WHO, 2017).

(35)

Pada serviks yang normal, epitel pada serviks hanya memiliki sedikit protein yang dapat bereaksi dengan asam asetat, sehingga tidak timbul bercak putih setelah dipoles asam asetat. Sedangkan, pada lesi prakanker akan timbul bercak putih pada vagina. Semakin tinggi stadium kanker serviks, maka akan timbul bercak putih yang semakin jelas (WHO, 2017).

Pap smear

Menurut Mastutik (2015), Papa nicolaou smear atau yang popular disebut pap smear merupakan salah satu metode skrining kanker serviks dengan ilmu sitologi. Pemeriksaan ini tidak hanya untuk mendeteksi kanker serviks, namun juga efektif untuk mendeteksi lesi prakanker. Metode pap smear telah dilakukan di negara maju dan berhasil menekan angka kejadian kanker serviks di negara tersebut. Kriteria klasifikasi sel kanker serviks berdasarkan Papanicolaou, yaitu:

Kelas I : Tidak ada sel atipik atau abnormal

Kelas II : Gambaran sitologi atipikal, namun tidak ada tanda keganasan Kelas III : Dicurigai keganasan, dysplasia ringan sampai sedang

Kelas IV : Gambaran sitologi keganasan, dijumpai dysplasia berat Kelas V : Gambaran sitologi keganasan

Tes DNA HPV

Tes ini dapat dilakukan bersamaan dengan pap smear. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi adanya virus atau tidak. Di beberapa tes DNA HPV, tes ini dapat mendeteksi virus secara spesifik HPV tipe 16 atau 18, sehingga dapat membantu kita mengidentifikasi prognosis perkembangan infeksi virus ini hingga menjadi lesi kanker. Tes ini tidak untuk mendiagnosis adanya lesi kanker atau tidak. Tes ini hanya mengindikasikan infeksi HPV dan kemungkinan infeksi HPV untuk berkembang menjadi lesi kanker (WHO, 2017).

Kolposkopi

Kolposkopi adalah metode pemeriksaan serviks dengan alat kolposkop diberi pencahayaan dan pembesaran yang cukup. Objek utama dari kolposkopi adalah serviks, tetapi diperluas sampai vulva dan vagina. Kolposkopi juga dapat

(36)

mendeteksi lesi pra kanker dan beberapa lesi inflamasi di genitalia perempuan (Primadiarti & Lumintang, 2011).

Biopsi

Sebelum metode ini, dilakukan tes pap smear dan kolposkopi. Jika metode tersebut menunjukkan sel abnormal, dilanjutkan dengan biopsi. Metode biopsi adalah pengambilan sedikit jaringan serviks untuk diteliti ahli patologi (Kemenkes, 2017).

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi termasuk radiografi, CT, MRI, dan ultrasonografi.

Tumor harus minimal stadium IB untuk dapat terlihat secara radiografi. MRI adalah modalitas pencitraan pilihan untuk menggambarkan tumor primer dan menilai persebaran lokal sedangkan persebaran metastasis dapat dinilai lebih baik dengan CT atau PET. CT scan secara umum berguna untuk menilai tumor pada stadium lanjut. Hal ini terutama untuk menilai adenopati dan menentukan stadium lanjut, serta memantau metastasis jauh. USG juga dapat menjadi pemeriksaan tambahan yang berguna untuk menunjukkan ukuran, invasi tumor, dan gambaran hidronefrosis (Puteri, 2020).

2.3.10 Tata laksana

Ada berbagai metode terapi untuk kanker serviks, diantaranya adalah operasi, radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi dan lainnya. Zaman sekarang, operasi dan radioterapi menjadi pilihan utama. Tata laksana metode terapi berdasar stadium klinis, derajat patologi, dan ukuran tumor. Pada stadium dini, operasi atau radioterapi membawa prognosis yang cukup baik. Namun, pada stadium lanjut, dibutuhkan terapi gabungan.

Terapi berdasarkan tingkat karsinoma intraepitel (CIN), yaitu:

a. CIN I

Menurut data statistik, hanya 15% pasien CIN I mengalami perkembangan lesi, 20% dengan lesi menetap, dan 65% lesi sembuh secara

(37)

spontan. Maka, untuk terapi CIN I dapat dipilih terapi fisika atau observasi lebih lanjut.

b. CIN II

Terapi yang dapat dilakukan adalah terapi konservatif/konisasi seperti laser, krioterapi, elektrokoagulasi, konisasi pisau dingin, LEEP.

Dengan LEEP, didapatkan sim untuk pemeriksaan patologi dan dapat menegakkan karsinoma in situ atau mikro invasif yang sebelumnya tidak ditegakkan di praterapi.

c. CIN III

Pada CIN III, sel mengalami hiperplasia atipik berat dan karsinoma in situ. Padda tahap ini, diperlukan terapi konisasi untuk pasien dengan usia lanjut atau pasien yang tidak memerlukan organ reproduksi lagi dapat dilakukan histerektomi total (Desen, 2011).

Tata laksana lesi prakanker serviks menurut Kementerian Kesehatan (2017), yaitu:

a. Krioterapi

Metode ini digunakan untuk menghancurkan lapisan epitel serviks dengan metode pembekuan -20°C selama 6 menit (Teknik freeze thaw freeze). Mekanisme kerusakan sel, yaitu:

1. Sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut

2. Konsentrasi elektrolit pada sel abnormal atau terganggu 3. Syok akibat suhu hingga denaturasi kompleks lipid protein 4. Mikrovaskular tetap

b. Elektrokauter

Metode ini menggunakan elektrokauter atau radiofrekuensi. Metode ini mengeksisi loop diathermy jaringan lesi prakanker pada zona transformasi. Jaringan ini akan diperiksa secara histopatologik untuk menentukan terapi lanjutan.

c. Diatermi elektrokoagulasi

Diatermi elektrokoagulasi mampu menghancurkan jaringan serviks lebih luas dari pada metode elektrokauter. Metode ini memungkinkan untuk

(38)

menghancurkan jaringan serviks sampai 1 cm. Metode ini harus dilakukan dengan anestesi umum.

d. Laser

Sinar laser merupakan suatu muatan listrik yang dilepaskan dalam tabung berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga menghasilkan panjang gelombang 10,6u. Melalui laser, lapisan paling luar serviks menguap sedangkan jaringan dibawahnya mengalami nektroik.

Volume jaringan yang menguap sebanding dengan lama penyinaran.

Tata laksana kanker invasif berdasarkan stadium menurut NCCN Clinical Practice Guidelines In Oncology (2019), yaitu:

b. Stadium IA1 dengan LVSI negatif

Konisasi dengan free margin tanpa histerektomi. Jika margin positif, lakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Jika fertilitas tidak perlu dipertahankan, lakukan histerektomi total.

c. Stadium IA1 dengan LVSI positif dan Stadium IA2

Konisasi dengan free margin. Jika margin positif, lakukan rekonisasi atau trakelektomi serta limfadenektomi pelvis.

d. Stadium IB1 dan IIA

Pilihan operatif yaitu dengan melakukan radikal histerektomi serta limfadenektomi dan/atau diseksi para aorta nodus limpatik. Pilihan non operatif dengan EBRT pelvis dan brakiterapi dan/atau kemoterapi konkuren.

e. Stadium IB2 dan IIA2

- EBRT pelvis dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi

- Histerektomi radikal dengan limfadenektomi dan/atau para aorta nodus limpatik diseksi.

- EBRT pelvis dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi dan kemoterapi neoadjuvan.

f. Stadium IIB

- Kemoradiasi (rekomendasi A)

(39)

- Radiasi (rekomendasi B)

- Kemoterapi neoadjuvan (rekomendasi C), kemoterapi dan dilanjutkan dengan

- Histerektomi ultraradikal dan limfadenektomi pelvis g. Stadium IIIB dengan CKD

- Nefrostomi atau hemodialisa jika dibutuhkan - Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin - Radiasi

h. Stadium IV A tanpa CKD

- Direkomendasikan untuk kolostomi apabila dengan fistula rektovagina - Kemoradiasi paliatif, atau

- Radiasi paliatif

i. Stadium IV A dengan CKD atau IVB - Paliatif

- Kemoterapi paliatif dapat dipertimbangkan jika tidak ada kontraindikasi.

2.3.11 Komplikasi

Komplikasi pada stadium lebih lanjut serupa dengan komplikasi kanker pada umumnya. Komplikasi dapat termasuk gagal ginjal, hidronefrosis, nyeri, edema pada limfe, gangguan pendarahan, dan fistula. Pada kasus yang jarang dapat terjadi gangguan penglihatan, misalnya kebutaan (Pergialiaotis V et al., 2019).

Komplikasi pada kanker serviks juga dapat muncul sebagai efek samping dari stadium lanjut mau pun akibat terapi, misalnya menopaus dini, vagina menyempit, edema pada limfe, gangguan emosional. Pada stadium lanjut, komplikasi dapat berupa gagal ginjal, hidronefrosis, terjadinya pembekuan darah di kaki, pendarahan di vagina atau dubur, dan fistula (National Health Service United Kingdom, 2018).

(40)

2.3.12 Prognosis

Prognosis kanker serviks dapat dilihat dari persentase ketahanan hidup dalam 5 tahun. Data SEER memantau ketahanan hidup perempuan kanker serviks dalam 5 tahun di Amerika Serikat. Namun, data SEER tidak mengelompokkan kanker serviks berdasarkan stadium FIGO, namun berdasar:

a. Lokal : tidak ada tanda kanker telah menyebar di luar uterus atau serviks b. Region : kanker menyebar melewati serviks dan uterus mendekati limfe.

c. Berjarak : kanker menyebar ke organ terdekat misalnya kandung kemih, dubur atau organ yang jauh misalnya paru-paru mau pun tulang (National Cancer Institute, 2021).

Menurut data SEER yang dikelola oleh National Cancer Institute (2021), berikut persentase ketahanan hidup perempuan kanker serviks pada tahun 2010 dan 2016.

Tabel 2.2 Prognosis ketahanan hidup.

Stadium SEER Ketahanan hidup dalam 5 tahun

Lokal 92%

Region 58%

Berjarak 17%

Semua stadium SEER 66%

2.3.13 Indikasi Rujuk

Tabel 2.3 Standar Kompetensi Dokter Indonesia

Tumor Keganasan pada Organ Genital

81 Karsinoma serviks 2

Tingkat kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Lulusan dokter harus dapat mendiagnosis klinis terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang tepat untuk penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga harus dapat menindaklanjuti pasien sesudah kembali dari rujukan (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).

(41)

2. 4 Kerangka Teori

Gambar 2.4 Kerangka teori

Infeksi HPV pada organ reproduksi

wanita Faktor Risiko

Kanker Serviks Tanda dan gejala

Komplikasi Prognosis Deteksi Dini dan Diagnosis

Tingkat Pengetahuan

• - Pendidikan

• - Pengalaman

• - Sosial budaya

• - Umur

• - Keyakinan

Tata laksana

Wanita dengan:

- kekebalan tubuh rendah -infeksi saluran reproduksi -penggunaan kontrasepsi -kehamilan pada usia muda -pasangan seksual berganti-ganti -konsumsi rokok

Indikasi Rujuk

(42)

2.5 Kerangka konsep

Gambar 2.5 Kerangka konsep

Ibu rumah tangga sebagai orang tua mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-

2019

Tingkat pengetahuan terhadap kanker

serviks

-

BAIK (76%-100%) -SEDANG (56-75%) -BURUK (<56%)

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini berjudul “Tingkat Pengetahuan Kanker Serviks Pada Ibu Rumah Tangga Sebagai Orang Tua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019”. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan metode cross sectional study. Cara mengumpulkan data adalah melalui kuesioner online dengan platform Google Form yang akan dilakukan oleh peneliti.

Desain penelitian yang akan digunakan adalah descriptive cross sectional dengan memberi kuesioner daring kepada ibu rumah tangga dari orang tua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019. Maka, penelitian ini adalah penelitian cross sectional yang meneliti variabel independen dan variabel dependen melalui data yang dikumpulkan.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengisi kuesioner secara daring melalui Google Form. Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2021 sampai dengan bulan Oktober 2021.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah Ibu dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019 berjumlah 497.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah ibu rumah tangga dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019 yang memenuhi kriteria inklusi.

Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan cara purposive sampling. Menurut Sugiyono (2018),

(44)

non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama pada seluruh populasi. Purposive sampling adalah salah satu cara dari non probability sampling yang menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini meliputi:

1. Ibu rumah tangga sebagai orang tua dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2019

2. Bersedia menjawab kuesioner yang diberikan Kriteria eksklusi:

1. Ibu yang sudah meninggal dunia 2. Kuesioner tidak diisi secara lengkap

Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin dapat digunakan untuk menentukan jumlah sampel minimal jika populasi sudah diketahui jumlahnya. (Sugiyono, 2018). Pada penelitian ini, sampel berjumlah 83 orang.

n = N / (1 + (N x e²))

Keterangan

n = besar sampel minimal

N = jumlah populasi = 497 orang

e = Toleransi kesalahan (10% atau 0.01) 3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari sumber data. Data dikumpulkan melalui kuesioner online yang akan diisi oleh 83 orang.

(45)

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Pengetahuan Kemampuan

responden menjawab segala sesuatu berkaitan dengan kanker serviks

Kuesioner Kuesioner berisi 18 pertanyaan

Jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0.

Kritieria klasifikasi pengetahuan menurut Arikunto (2010) sebagai berikut:

1. Kurang:

<56%

2. Cukup:

56-75%

3. Baik: 76- 100%

Ordinal

2 Usia Lama hidup

seseorang dihitung dari tahun lahirnya

Kuesioner Kuesioner • ≥36 - ≤45 tahun

• >45 - ≤55 tahun

• >55 - ≤65 tahun

• >65 tahun

Interval

(46)

3 Pendidikan Kegiatan untuk menambah ilmu dan kemampuan

Kuesioner Kuesioner • SD

• SMP

• SMA

• Diploma

• S1

• S2

• S3

Ordinal

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Uji validitas merupakan metode untuk menunjukkan alat ukur penelitian tepat, benar, dan akurat. Alat ukur pada penelitian ini merupakan kuesioner daring di Google Form yang telah diuji validitas dengan SPSS (Statistical Products and Service Solution). Pada tahap awal, kuesioner berisi 18 pertanyaan dan setelah dilakukan uji validitas, semua pertanyaan. Uji validitas yang digunakan oleh peneliti adalah korelasi Univariate (Pearson). Metode ini mengorelasikan setiap skor setiap pertanyaan dengan skor total. Kemudian, hasil korelasi dibandingkan dengan nilai r tabel. Nilai r tabel untuk 50 orang responden dengan taraf signifikan 0.05 adalah 0.279. Hasil korelasi Pearson menunjukkan r hitung > r tabel maka pertanyaan valid. Maka pada penelitian ini, kuesioner yang akan digunakan berjumlah 18 pertanyaan.

Reliabilitas adalah indeks untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk alat pengumpulan data. Uji reliabilitas menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Products Service Solutions). Seluruh pertanyaan yang valid dilakukan uji reliabilitas dengan koefisien reliabilitas alpha.

Pertanyaan reliabel jika nilai alpha >0,6.

(47)

3.7 Metode dan Analisa Data

Data yang dikumpulkan melalui sumber data akan diolah melalui langkah-langkah berikut:

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan lembar kuesioner mulai dari identitas sumber, kesediaan untuk mengisi kuesioner, dan memastikan semua pertanyaan telah dijawab.

2. Coding

Setiap lembar kuesioner diberi kode angka khas untuk membantu dalam proses tabulasi dan analisa data.

3. Entry

Data dimasukkan ke dalam SPSS (Statistical Product and Service Solution).

4. Cleaning data

Pemeriksaan terhadap semua data untuk menghindari kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving & Analysis

Penyimpanan data untuk masuk ke tahap selanjutnya yaitu analisis. Data akan disajikan dalam bentuk tabel yaitu frekuensi dan persentase.

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi rahim dan serviks
Gambar 2.3 Histologi serviks
Gambar 2.4 Kerangka teori
Gambar 2.5 Kerangka konsep
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai kemam- puan peserta didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu di berbagai macam konteks

 Dalam rangka memberikan pelayanan informasi publik yang cepat, tepat, dan sederhana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan

Jumlah nilai produksi pendapatan dari usaha rumah tangga (B5RBJUMLAH) File: M2_B123_TW2 Gambaran Tipe: Kontinyu Format: numeric Desimal: 0 Range: 0-750000000. Pertanyaan

Kalau belum cukup untuk biaya hidup di Jakarta, tidak usah mengirim uang lagi.. Insya Allah, Bapak masih bisa membiayai Nani

Menganalisis pola pemakaian air bersih pada gedung perkantoran pemerintahan yang menjadi obyek penelitian, data fluktuasi yang diperoleh digunakan sebagai kriteria penentuan

individu anak tunggal dewasa muda. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor penyebab kesepian pada anak tunggal dewasa muda adalah faktor internal dan eksternal. Cara yang

Hasil penelitian ini adalah: Konjektur pelabelan latis menggunakan metode dilworth yaitu graf latis faktor dimana adalah bilangan bulat positif non prima yang habis dibagi oleh

Dalam metode harga pokok rata-rata tertimbang, untuk menghitung harga pokok per satuan kumulatif produk yang dihasilkan departemen setelah departemen produksi