PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN
SUSPENSI MERK X® SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Novia Sarwoning Tyas
NIM : 09 8114 119
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN
SUSPENSI MERK X® SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Novia Sarwoning Tyas
NIM : 09 8114 119
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus yang memberikan hikmat dan pengertian
Papa, Mama, Adikku atas doa, dukungan dan perhatian yang
diberikan kepadaku
Almamaterku Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk
segala anugerah dan penyertaan-Nya kepada penulis selama menyelesaikan
penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.
Skripsi berjudul “Penetapan Kadar Basa Pirantel dalam Sediaan
Suspensi Pirantel Pamoat Merk X® Menggunakan Metode Spektrofotometri
Ultraviolet” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan saran, kritik, dan dukungan
kepada penulis, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku dekan Universitas Sanata
Dharma.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing yang
dengan penuh kesabaran memberikan masukan, pengarahan, dukungan,
semangat, kritik dan saran baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi
ini.
3. Ibu Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen pembimbing
akademik yang memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam
menjalankan studi di Fakultas Farmasi USD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
4. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritik selama penyusunan skripsi.
5. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.
6. PT. Konimex-Solo yang telah bersedia memberikan baku pirantel pamoat
yang berguna dalam skripsi.
7. Mas Bimo, Mas Parlan, dan Mas Kunto selaku staff laboratorium Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis dalam
pengerjaan penelitian di laboratorium.
8. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang telah diberikan.
9. Papa, Mama dan Dian, yang tak pernah berhenti mendoakan, mendukung dan
memberi semangat sampai akhirnya skripsi ini selesai.
10. Agnes sebagai sahabat dan rekan kerja yang telah menyediakan waktu untuk
memberikan saran dan kritik baik dalam hal penyusunan tugas akhir maupun
hal-hal lainnya serta bekerja bersama di laboratorium.
11. Victor sebagai rekan kerja yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi
maupun bekerja bersama di laboratorium.
12. Ko franky dan cik lia sebagai teman yang selalu memberikan pengarahan,
diskusi, semangat, kritik dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
13. Dita, tere, lulu, niken dan nanda sebagai sahabat yang selalu mendukung,
mendoakan dan memberi semangat sampai akhirnya skripsi ini selesai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT... ... xvii
BAB I PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 4
3. Manfaat Penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Pirantel Pamoat ... 6
B. Suspensi ... 7
C. Ekstraksi ... 8
D. Spektrofotometri UV ... 11
E. Landasan Teori ... 16
F. Hipotesis ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18
B. Variabel Penelitian ... 18
1. Variabel bebas ... 18
2. Variabel tergantung ... 18
3. Variabel pengacau terkendali... 18
C. Definisi Operasional ... 19
D. Bahan... 19
E. Alat ... 19
F. Tata Cara Penelitian ... 20
1. Pemilihan dan pengambilan sampel ... 20
2. Uji keseragaman kandungan ... 20
3. Pembuatan larutan stok pirantel pamoat... 20
4. Penetapan panjang gelombang maksimum pengukuran ... 20
5. Pembuatan larutan seri baku dan kurva baku pirantel pamoat ... 21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
6. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel suspensi ... 21
7. Analisis hasil ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 23
A. Larutan pirantel pamoat ... 23
B. Keseragaman kandungan ... 24
C. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 26
D. Pembuatan kurva baku pirantel pamoat ... 29
E. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X® .... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
Kesimpulan ... 35
Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
LAMPIRAN ... 39
BIOGRAFI PENULIS ... 53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Data uji keseragaman kandungan ... 26
Tabel II. Data replikasi kurva baku pirantel pamoat ... 30
Tabel III. Hasil penetapan kadar pirantel pamoat dan basa pirantel
dalam suspensi merk X® ... 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur pirantel pamoat ... 6
Gambar 2. Spektrofotometer single beam ... 15
Gambar 3. Spektrofotometer double beam ... 15
Gambar 4. Spektra absorbansi maksimum pirantel pamoat
pada 3 konsentrasi ... 27
Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom pada pirantel pamoat ... 29
Gambar 6. Hubungan antara kadar pirantel pamoat dengan absorbansi 31
Gambar 7. Spektra pirantel pamoat pada konsentrasi 10µg/mL ... 41
Gambar 8. Spektra absorbansi maksimum pirantel pamoat
pada 3 konsentrasi ... 41
Gambar 9. Spektra blanko DMSO-metanol ... 42
Gambar 10. Spektrum fase polar hasil ekstraksi cair-cair menggunakan
ultrasonikator ... 42
Gambar 11. Spektrum fase organik hasil ekstraksi cair-cair
menggunakan ultrasonikator ... 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Setifikat analisis pirantel pamoat ... 40
Lampiran 2. Hasil scanning panjang gelombang
pirantel pamoat 10 µg/mL ... 41
Lampiran 3. Hasil scanning panjang gelombang pirantel pamoat pada
konsentrasi 10; 20 dan 30 µg/mL ... 41
Lampiran 4. Hasil scanning blanko berisi DMSO dan metanol ... 42
Lampiran 5. Hasil scanning fase polar ekstraksi cair-cair
menggunakan ultrasonikator ... 42
Lampiran 6. Hasil scanning fase organik ekstraksi cair-cair
menggunakan ultrasonikator ... 43
Lampiran 7. Contoh perhitungan kadar larutan baku
pirantel pamoat ... 43
Lampiran 8. Perhitungan persamaan kurva baku pirantel pamoat ... 44
Lampiran 9. Penetapan kadar pirantel pamoat dan basa pirantel
dalam sediaan suspensi merk X®batch 229-18062 ... 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
INTISARI
Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi parasit. Penyakit ini memiliki banyak kerugian bagi penderitanya. Pertolongan pertama yang sering dilakukan adalah pengobatan mandiri menggunakan obat pirantel pamoat yang memiliki khasiat sebagai anthelmintik. Sampel yang digunakan adalah sediaan suspensi oral, yang mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X® dan kesesuaian dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa pirantel tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Pada preparasi sampel dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikator dan pengukuran menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 301 nm, terhadap baku pirantel pamoat.
Kadar yang diperoleh suspensi merk X® mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel 98,40-101,64% release. Kadar basa pirantel tersebut, sesuai dengan kadar yang tertera pada etiket yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV.
Kata kunci : pirantel pamoat, basa pirantel, suspensi, ultrasonikator, spektrofotometri UV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii ABSTRACT
Wormy is a desease caused by parasite infection. The desease gives many negativ effect to the patients. The first aid for the desease is swamedication using a medicine with pyrantel pamoate as an anthelmintik. The sample of this research is an oral suspension, which contain of pyrantel pamoate that equal to pyrantel base. It is necessary to do a determination of pyrantel pamoate in suspension dosage brand X® and get to know about the accordance with the requirements established by the FI IV that is no less than 90.0% and no more than 110.0% of the amount listed on the label.
This study is a non experimental descriptive research. The sample preparation is done by doing a liquid-liquid extraction using ultrasonicator and measuring using UV spectrophotometer at wavelangeth of 301 nm, with pyrantel pamoate standar.
Based on the result of this study, the amount of pyrantel pamoate which equal to pyrantel base in suspension dosage brand X® is 98.40-101.64% release. The result obtained meet the requirements set by FI IV.
Keyword : pyrantel pamoate, pyrantel base, suspension, ultrasonicator, UV spectrophotometry
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A.Latar Belakang
Di Indonesia, masih banyak terdapat penyakit yang menjadi masalah
utama kesehatan, salah satu contohnya adalah penyakit cacingan. Penyakit
tersebut merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi parasit.
Penyakit tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktivitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak
mengakibatkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan
protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya
manusia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Pertolongan pertama
yang sering dilakukan adalah dengan pengobatan mandiri menggunakan
obat-obatan yang dijual bebas di pasaran. Obat yang banyak dipasarkan untuk
mengobati penyakit cacingan adalah pirantel pamoat yang setara dengan basa
pirantel.
Pirantel pamoat mengandung basa pirantel dan asam pamoat, merupakan
anthelmintik berspektrum luas yang sangat efektif untuk terapi infeksi parasit
seperti cacing (Katzung, 2010). Saat ini, pirantel pamoat telah tersedia dalam
beberapa bentuk sediaan obat, salah satunya yaitu bentuk suspensi oral. Sediaan
suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair, digunakan untuk pemakaian oral (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Adanya bentuk suspensi oral ditujukan
untuk pasien yang sukar menerima tablet atau kapsul, terutama bagi anak-anak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dapat menutupi rasa obat yang tidak enak atau pahit. Suspensi lebih mudah
diabsorpsi daripada tablet atau kapsul karena luas permukaan kontak zat aktif dan
saluran cerna meningkat. Suspensi merk X® merupakan sediaan yang
mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel 125 mg/5 mL.
Salah satu syarat penjaminan mutu adalah kadar obat yang terkandung
harus memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia
atau buku resmi lainnya. Syarat yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi
IV untuk sediaan suspensi oral pirantel pamoat adalah mengandung basa pirantel
C11H14N2S, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang
tertera pada etiket. Untuk itu perlu dilakukan penetapan kadar pirantel pamoat
dalam sediaan suspensi merk X® menggunakan metode yang sudah divalidasi
untuk mengetahui kadar pirantel pamoat dalam suspensi dan kesesuaian dengan
syarat yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV, sehingga kualitas dan
mutu suspensi merk X® terjamin.
Metode yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah spektrofotometri
UV. Pirantel pamoat merupakan senyawa turunan tetrahydropyrimidine yang
memiliki kromofor dan auksokrom sehingga dapat ditetapkan kadarnya secara
spektrofotometri UV. Pada penelitian ini, sebelum diukur menggunakan
spektrofotometer, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan
ultrasonikator pada preparasi sampel dengan tujuan untuk menghilangkan zat
tambahan atau pengotor dalam sampel, sehingga tidak mengganggu absorbansi
saat pengukuran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Metode spektrofotometri memiliki kelebihan antara lain mudah dan cepat
dalam penggunaannya, memiliki selektivitas dan sensitivitas yang cukup baik
untuk penetapan kadar senyawa tunggal dalam suatu sediaan serta merupakan
metode dengan instrumen yang umum digunakan dan dimiliki oleh kebanyakan
laboratorium di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian gabungan dari FanggidaE (2013)
melakukan optimasi pada perbandingan ekstraksi cair-cair dan ultrasonikasi untuk
pemisahan pirantel pamoat dari sediaan suspensi merk X® dan Kurniawan (2013)
melakukan validasi metode analisis spektrofotometri UV pada penetapan kadar
pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®. Hasil optimasi ekstraksi
cair-cair menggunakan corong pisah dan ultasonikasi yang dilakukan FanggidaE
(2013) memiliki kemampuan yang sama optimumnya dalam mengekstraksi zat
aktif pirantel pamoat, namun pada penelitian ini peneliti menggunakan ekstraksi
cair-cair secara ultrasonikasi untuk preparasi sampel. Metode spektrofotometri
UV yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) juga telah memenuhi parameter
validasi yaitu selektivitas, presisi, akurasi, range dan linieritas sehingga pada
penelitian ini sudah ada jaminan bahwa metode yang digunakan dapat dipercaya
dan valid.
1. Perumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan bedasarkan latar belakang tersebut
adalah berapa kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam
sediaan suspensi merk X® dan apakah kadar tersebut memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa pirantel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera
pada etiket?
2. Keaslian Penelitian
Bedasarkan data-data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, masih
jarang ditemukan metode untuk menetapkan kadar pirantel pamoat dalam sediaan
suspensi merk X® secara spektrofotometri UV di Indonesia. Sejauh peneliti
ketahui, determinasi oxantel dan pirantel pamoat pernah dilakukan menggunakan
HPLC (Allender, 1988). Determinasi obat anthelmintik pirantel pamoat dalam
bulk dan sediaan farmasi pernah dilakukan menggunakan metode
electro-analytical (Jain, Jadon and Radhapyari, 2006).
Analisis pirantel pamoat menggunakan metode spektrofotometri yang
pernah dilakukan sebelumnya yaitu penetapan kadar pirantel pamoat dalam
sediaan tablet secara spektrofotometri UV (Agustina, 2010), perbedaan pada
penelitian yang sekarang terkait dengan bentuk sediaan yang dianalisis dan
dilakukan ekstraksi pada sampel untuk menghilangkan zat tambahan atau
pengotor. Selain itu, analisis basa pirantel menggunakan metode spektrofotometri
juga pernah dilakukan yaitu penetapan kadar basa pirantel dalam pirantel pamoat
pada bulk dan sediaan farmasi(Forcier, Mushinky and Wagner, 2006).
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Memberikan informasi tentang penetapan kadar
pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X®
secara spektrofotometri UV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
b. Manfaat Praktis. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang
penjaminan mutu dan kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel
dalam sediaan suspensi merk X® terkait dengan keamanan dan khasiat
penggunaan.
B.Tujuan Penelitian
Bedasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa
pirantel dalam sediaan suspensi merk X® dan mengetahui kesesuaian kadar
pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X®
memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa
pirantel tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang
tertera pada etiket.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pirantel Pamoat
Gambar 1. Struktur pirantel pamoat
Pirantel pamoat (gambar 1) merupakaan garam yang terdiri dari basa
pirantel dan asam pamoat. Rumus molekulnya adalah C11H14N2S·C23H16O6
dengan bobot molekul 594, 7 dan titik leburnya 178-1790 C. Kelarutan pirantel
pamoat praktis tidak larut dalam air dan dalam metanol, larut dalam dimetil
sulfoksida, dan sukar larut dalam dimetil formamida (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Pirantel pamoat
(1-Methyl-2-[(E)-2-(thiophen-2-yl)ethenyl]-1,4,5,6-tetrahydropyrimidine hydrogen 4,4
methylenebis(3-hydroxynaphthalene-2-carboxylate) memiliki khasiat sebagai
anthelmintik yang mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot
cacing sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dan penghambatan kolinesterase. Hal
ini menyebabkan pelumpuhan cacing-cacing, yang diikuti dengan pembuangan
dari saluran intestinal manusia (Katzung, 1989).
Pirantel pamoat memiliki panjang gelombang teoritis 300 nm E1cm1% 366;
ɛ = 21770 M-1.cm-1 dan 288 nm E1cm1% 370; ɛ = 22000 M-1.cm-1 dalam pelarut
metanol (Dibbern, 2002). Pada penelitian ini panjang gelombang teoritis pirantel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
pamoat tidak terdapat absorban dari pelarut yang digunakan, sedangkan nilai
absorptivitas molar dari pirantel pamoat lebih dari 20000 M-1.cm-1, sehingga
mudah untuk dilakukan deteksi secara spektrofotometri UV.
Pirantel pamoat yang akan ditetapkan berbentuk sediaan suspensi oral,
yang mengandung basa pirantel, C11H14N2S, tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
B. Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Pada penelitian ini, menggunakan sediaan
suspensi oral yaitu sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk
penggunaan oral (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Suspensi mengandung komponen-komponen berikut:
1. Zat aktif
Berupa bahan aktif atau komponen utama dari sediaan yang memberikan
efek terapeutik.
2. Zat tambahan
Bahan yang dengan sengaja ditambahkan pada sediaan untuk tujuan tertentu
sehingga memperoleh hasil yang lebih baik. Terdapat bermacam-macam zat
tambahan sesuai dengan fungsinya, yaitu:
a. Zat pengental (suspending agent)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Berfungsi untuk mendispersikan partikel zat aktif yang tidak larut
dalam larutan pembawa serta meningkatkan viskositas sehingga
kecepatan sedimentasi diperlambat.
b. Pemanis
Digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari zat aktif, contoh
sukrosa.
c. Penyedap rasa dan aroma
Digunakan untuk menutupi aroma tidak enak dari zat aktif, contoh
mentol.
d. Pewarna
Digunakan untuk menambah daya tarik suspensi yang disesuaikan
dengan pemberi rasa, contoh rasa jeruk dan diberi warna orange.
e. Pengawet
Digunakan untuk melindungi suspensi dari pertumbuhan
mikroorganisme dengan adanya media air, contoh asam benzoat (Ansel,
1989).
C. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan
menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Berdasarkan fase yang terlibat,
terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair,
namun pada penelitian ini akan dibahas ekstraksi cair-cair (Gandjar dan Rohman,
2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel
atau untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang
mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit.
Pemisahan ekstraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan analit yang
diinginkan terlarut dalam pelarut yang sesuai. Proses pemisahan dengan cara
ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar:
1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan
dipisahkan komponen-komponennya.
2. Proses pembentukkan fase seimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.
Untuk memperoleh hasil baik dalam ekstraksi, perlu dilakukan pemilihan
pelarut yang tepat. Adapun pertimbangan yang dilakukan sebelum ekstraksi yaitu
pelarut yang digunakan mampu melarutkan solute, pelarut memiliki perbedaan
titik didih yang besar dengan solute dan mempunyai kemurnian tinggi.
Prinsip dari ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau
hukum partisi yang menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan yang
konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua
pelarut yang saling tidak campur. Perbandingan konsentrasi pada kesetimbangan
di antara dua pelarut yang tidak saling campur disebut koefisien distribusi atau
koefisien partisi (KD), yang ditulis dengan persamaan berikut:
KD = Corg
[Caq ] ...(1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Corg dan Caq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase
organik dan dalam fase air. Semakin besar konsentrasi analit dalam pelarut
organik maka akan semakin besar nilai koefisien distribusinya. Sebaliknya,
semakin kecil konsentrasi analit dalam pelarut organik maka akan semakin kecil
nilai koefisien distribusinya.
Namun dalam kenyataannya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia
yang berbeda karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi dan kompleksasi atau
polimerisasi sehingga definisinya bisa disebut rasio distribusi (D) atau rasio
partisi, yang ditulis dengan persamaan berikut:
D = Cs org
(Cs )aq ...(2)
(Cs)org dan (Cs)aq masing-masing merupakan konsentrasi total analit
(dalam segala bentuk) dalam fase organik dan fase air. Jika tidak ada interaksi
antar analit yang terjadi pada kedua fase tersebut maka nilai KD dan D adalah
sama (Gandjar dan Rohman, 2007).
Teknik ekstraksi cair-cair yang mulai dikembangkan akhir-akhir ini
adalah menggunakan ultrasonikator. Ultrasonikasi merupakan teknik pemberian
gelombang ultrasonik yaitu merupakan rambatan energi dalam medium yang
bersumber pada gelombang frekuensi tinggi, sehingga membutuhkan medium
untuk merambat sebagai interaksi dengan molekul (Tipler, 2001). Aplikasi
gelombang ultrasonik yang terpenting adalah pemanfaatannya dalam
menimbulkan efek kavitasi akustik (Brennen, 1995).
Pada penelitian Anggraeni (2012) uji disinfeksi bakteri Escherichia coli
menggunakan kavitasi water jet secara ultasonikasi untuk menghilangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
gelembung dan adanya kavitasi digunakan untuk pembentukkan, pertumbuhan,
dan hancurnya gelembung mikro dalam cairan. Gelembung tersebut dapat
terbentuk karena terdapat gaya atau energi yang diberikan pada suatu medium
yang dapat menyebabkan molekul di dalamnya bergetar. Adanya getaran
menyebabkan struktur molekul akan meregang. Jika energi yang diberikan terus
ditingkatkan maka akan dicapai suatu kondisi maksimum dimana gaya
intramolekul tidak dapat lagi menahan struktur molekul, akibatnya molekul itu
pecah dan terbentuklah lubang yang disebut gelembung kavitasi.
Pada penelitian isolasi metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak
metanol daun tanaman srikaya (Tripiana, Teruna dan Balatif, 2013) menggunakan
ultasonikasi sebagai metode ekstraksi. Gelombang ultasonik yang terjadi
menghasilkan rambatan energi yang berupa getaran, sehingga analit-analit yang
terdapat dalam sampel akan keluar dan larut dalam pelarut yang digunakan.
Penelitian lainnya yang melakukan ekstraksi menggunakan metode ultrasonikasi
adalah optimised ultrasonic-assisted extraction of flavonoids from folium
Eucommiae and evaluation of antioxidant activity in multi-test systems in vitro
(Huang, Xue, Niu, Jia and Wang, 2009).
D. Spektrofotometri UV
Spektrofotometri UV adalah teknik analisis yang digunakan dengan cara
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang pada 200-400 nm. Pada
analisis menggunakan spektrofotometri UV, dilakukan pembacaan absorbansi
(penyerapan) atau transmitansi (penerusan) radiasi elektromagnetik oleh suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
molekul. Hasil pembacaan absorbansi disebut sebagai absorban (A) dan tidak
memiliki satuan %T (Mulja dan Suharman, 1995).
Sinar UV memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi
elektronik. Keadaan paling rendah disebut keadaan dasar (ground state).
Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu
atau lebih tingkat energi tereksitasi. Jika molekul dikenakan radiasi
elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik
yang energinya sesuai dan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi
disebut orbital elektron antiikatan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Transisi elektronik yang mungkin terjadi yaitu σ σ*, π π*, n π*,
n σ*. Transisi σ σ* membutuhkan energi sinar yang frekuensinya terletak
diantara UV vakum (kurang dari 180 nm), dan jenis transisi ini kurang begitu
bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri UV. Transisi π π*, n
π* terjadi pada molekul organik yang memiliki gugus fungsional yang tidak
jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang
diperlukan. Jenis transisi ini cocok untuk analisis, sebab senyawa yang dianalisis
berada pada panjang gelombang 200-700 nm. Transisi n σ* terjadi pada
senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron
bukan ikatan (elektron n). Energi yang dibutuhkan kecil dan sinar yang diserap
memiliki panjang gelombang 150-200 nm (Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut hukum Lambert, absorban berbading lurus terhadap ketebalan
kuvet yang disinari. Menurut hukum Beer, hanya berlaku untuk cahaya
monokromatik dan larutan yang sangat encer, absorban berbading lurus dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu
dalam hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa absorban berbanding
lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan kuvet, yang dapat ditulis dalam
persamaan :
A = log 1
T = ɛ.b.c
Keterangan: T = % transmitan
A = absorban
= absorptivitas molar (L.mol-1 .cm-1)
b = tebal larutan (cm)
c = konsentarsi (mol .L-1)
Hubungan antara nilai E1cm1% dengan absorptivitas molar () adalah
sebagai berikut:
= E1cm1% x BM
10 M -1
. cm-1
Nilai merupakan absorptivitas molar atau koefisien ekstingsi. Nilai
tiap molekul atau ion dalam pelarut tertentu memiliki karakter masing-masing,
pada panjang gelombang tertentu serta tidak berpengaruh terhadap konsentrasi
dan panjang gelombang lintasan radiasi (Sastrohamidjojo, 2001). Nilai sangat
mempengaruhi puncak spektra yang dihasilkan suatu zat. Rincian nilai terhadap
puncak spektra adalah: 1-10 M-1.cm-1: sangat lemah; 10-102 M-1.cm-1: lemah; 102
-103 M-1.cm-1: sedang; 103-104 M-1.cm-1: kuat; 104-105 M-1.cm-1: sangat kuat
(Mulja dan Suharman, 1995).
Pada umumnya spektrofotometri UV dalam analisis senyawa organik
digunakan untuk:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan
auksokrom dari suatu senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi struktur bedasarkan panjang gelombang
absorbansi maksimum suatu senyawa organik.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuanitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Aspek penggunaan spektrofotometri UV dalam analisis kualitatif dilihat
dari parameter panjang gelombang maksimum, intensitas, nilai absortivitas molar,
nilai absorptivitas yang spesifik untuk senyawa yang dilarutkan dalam pelarut
tertentu. Aspek dalam analisis kuantitatif, terjadi ketika sampel dikenakan suatu
radiasi dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Analisis
kuantitatif juga dilakukan dengan menggunakan metode regresi yaitu dengan
menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada nilai absorbansi dan
konsentrasi baku yang dibuat dalam beberapa konsentrasi. Absorban sampel yang
didapat setelah pengukuran dimasukkan ke persamaan garis regresi baku pirantel
pamoat. Persyaratannya, pembacaan nilai absorban sampel dan baku tidak jauh
berbeda. Pada pengkuran absorbansi senyawa digunakan pada panjang gelombang
maksimum untuk mendapatkan absorbansi yang maksimum (Mulja dan
Suharman, 1995).
Beberapa alasan harus digunakan panjang gelombang maksimal, yaitu:
a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang maksimal tersebut perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
b. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan
pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi karena pada kurva
datar nilai epsilon yang dihasilkan sama, sehingga absorbansi yang dihasilkan
sesuai dengan konsetrasi yang diukur dan akan menghasilkan garis lurus
antara kosentrasi yang diukur dan absorbansi yang dihasilkan.
c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka akan memberikan kesalahan yang
kecil, ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman,
2007).
Dilihat dari sistem optik spektrofotometer dapat digolongkan menjadi:
[image:33.595.101.504.236.674.2]1. Sistem optik radiasi berkas tunggal (single beam)
Gambar 2. Spektrofotometer single beam
2. Sistem optik radiasi berkas ganda (double beam)
Gambar 3. Spektrofotometer double beam
Spektrofotometer single beam melakukan pengukuran absorbansi dengan
cara, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
absorbansi dari larutan yang dimasukkan. Keuntungan lebih sederhana dan lebih
murah dibandingkan spektrofotometer double beam, kelemahannya adalah tidak
dapat mengkoreksi perubahan respon absorbansi akibat turbiditas sampel atau
perbedaan intensitas cahaya baik dari sumber radiasi maupun dari pengaruh luar.
Spektrofotometer double beam merupakan alat pengembangan dari
spektrofotometer single beam karena keterbatasan yang dimiliki oleh
spektrofotometer single beam. Spektrofotometer double beam memiliki dua sinar
yang dibentuk oleh potongan cermin yang digunakan untuk memecah sinar. Sinar
pertama melewati larutan blanko dan sinar kedua melewati sampel, dengan
dilakukannya sistem ini maka spektrofotometer double beam dapat mengkoreksi
perubahan respon absorbansi akibat perbedaan intensitas cahaya, fluktuasi pada
kelistrikan instrumen dan absorbansi blanko (Haven, Tetrault, and Schenken,
1994).
E. Landasan teori
Suspensi merk X® merupakan suspensi yang mengandung pirantel
pamoat setara dengan basa pirantel 125 mg/5 mL. Dalam rangka penjaminan mutu
obat maka perlu dilakukan penetapan kadar untuk mengetahui kesesuaian kadar
yang tertera pada etiket.
Suspensi oral pirantel pamoat mengandung basa pirantel tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Pirantel pamoat merupakan senyawa yang memiliki kelarutan dalam dimetil
sulfoksida danmemiliki panjang gelombang teoritis 300 nm E1cm1% 366; ɛ = 21770
M-1.cm-1 dan 288 nm E1cm1% 370; ɛ = 22000 M-1.cm-1 dalam pelarut metanol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Pirantel pamoat memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga
kadarnya dapat diukur secara spektrofotometri UV, pada sampel dilakukan
ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikator yang berfungsi untuk
menghilangkan komponen matriks dari analit supaya tidak menganggu saat
pengukuran.
Metode spektrofotometri UV digunakan karena cukup selektif dan
sensitif untuk menetapkan kadar pirantel pamoat. Selain itu, prosesnya cepat dan
alatnya mudah digunakan sehingga spektrofotometri UV banyak digunakan untuk
menetapkan kadar senyawa tunggal.
F. Hipotesis
Suspensi merk X® mengandung pirantel pamoat setara dengan basa
pirantel 125 mg/5 mL serta kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan
Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa pirantel tidak kurang dari
90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif. Jenis penelitian non eksperimental karena subjek
penelitian tidak diberi perlakuan. Rancangan penelitian bersifat deskriptif karena
peneliti hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.
B.Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam peneliltian ini adalah kondisi hasil validasi.
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar pirantel pamoat
yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X®.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kemurnian
pelarut yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan pelarut pro analysis yang
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
C. Definisi Operasional
1. Baku pirantel pamoat yang divalidasi adalah baku pirantel pamoat yang
diperoleh dari P.T Konimex – Solo (Certificate of Analysis terlampir di
Lampiran 1).
2. Absorbansi yang diukur merupakan absorbansi pirantel pamoat.
3. Suspensi merk X® mengandung pirantel pamoat yang setara dengan basa
pirantel 125 mg/5 mL.
4. Penetapan kadar dilakukan dengan menetapkan basa pirantel yang didapat
dari hasil konversi pirantel pamoat menjadi basa pirantel.
5. Kadar basa pirantel dalam suspensi merk X® dinyatakan dalam % release.
D. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baku pirantel
pamoat (P.T. Konimex) dengan kemurnian 102,3% secara HPLC, Dimethyl
sulfoxide, metanol, heksan (p.a., E. Merck), aquades (Laboratorium Kimia
Analisis Instrumen Fakultas Farmasi SADHAR), suspensi merk X® kemasan 10
mL dengan nomor batch 229-18062, kertas saring, kapas.
E. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Spektrofotometer
UV-VIS merk Shimadzu UV-1800, kuvet UV merk Hellma, neraca analitik
merk Ohaus kepekaan 0,1 mg (4 angka dibelakang koma satuan gram), hotplate
merk LabTech, mikropipet skala 100-1000 µL merk Socorex, mikropipet skala
10-200 µL merk Gilson pipetman, vortex merk Genie, ultrasonikator merk Retsch
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
UR-275, dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium
analisis.
F. Tata Cara Penelitian
1. Pemilihan dan pengambilan sampel
Sampel yang dipilih adalah sediaan suspensi pirantel pamoat merk X®
yang mencantumkan kandungan pirantel pamoat setara dengan basa pirantel 125
mg/5 mL pada kemasan dengan nomor batch yang sama. Sejumlah 10 buah
sampel dicampur hingga homogen kemudian ditetapkan kadarnya dengan
dilakukan 10 replikasi.
2. Uji keseragaman kandungan
Sejumlah 10 sediaan suspensi diambil dari batch yang sama.
Masing-masing sediaan suspensi ditetapkan kadarnya satu per satu. Sediaan suspensi
memenuhi syarat apabila jumlah zat aktif tiap 10 satuan menghasilkan kadar
antara 85,0% hingga 115,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku
relatif kurang dari atau sama dengan 6,0% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan RI, 1995).
3. Pembuatan larutan stok pirantel pamoat (1,023 mg/mL)
Ditimbang saksama lebih kurang 100 mg baku pirantel pamoat,
kemudian dilarutkan dengan DMSO 8 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 100
mL, selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda.
4. Penetapan panjang gelombang maksimum pengukuran
Dipipet 100; 200 dan 300 µL larutan stok pirantel pamoat (poin 3),
dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, selanjutnya diencerkan dengan metanol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 10; 20 dan 30 µg/mL. Larutan discan
pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang antara 200-400 nm
sehingga diperoleh spektrum absorbansi dan panjang gelombang maksimum.
5. Pembuatan larutan seri baku dan kurva baku pirantel pamoat
Dipipet 100; 150; 200; 250 dan 300 µL dari larutan stok pirantel pamoat
1,023 mg/mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Encerkan
dengan metanol hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 10; 15; 20; 25 dan 30
µg/mL. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang maksimum yang
diperoleh menggunakan spektrofotometer UV. Pembuatan kurva baku direplikasi
sebanyak 3 kali dan dibuat kurva regresi linier yang menyatakan hubungan antara
konsentrasi pirantel pamoat dengan absorbansi yang dihasilkan, kemudian
ditentukan persamaan garis regresi linier dan nilai koefisien korelasinya. Syarat
suatu metode dikatakan memiliki linearitas yang baik adalah apabila nilai
koefisien korelasi (r)-nya ≥ 0,999, terutama untuk penetapan kadar senyawa
tunggal (Snyder et al., 1997).
6. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel suspensi
Sepuluh sampel suspensi merk X® dengan nomor batch yang sama
dikeluarkan isinya dan dicampur hingga homogen. Dipipet sampel yang setara
dengan 50,0374 mg pirantel pamoat, kemudian dilarutkan dengan DMSO 6 mL
dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Encerkan dengan metanol hingga
tanda. Larutan disaring menggunakan kapas dan kertas saring sehingga
didapatkan filtrat yang jernih. Filtrat diambil 10 mL, kemudian dimasukkan ke
Beaker glass dan ditambahkan heksan 30 mL. Lakukan ekstraksi menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
ultrasonikator selama 15 menit. Pisahkan fase metanol dan fase heksan. Ambil
fase metanol kemudian uapkan menggunakan hot plate. Hasil isolasi dilarutkan
metanol, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan encerkan dengan
metanol hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 200,15 µg/mL (Larutan A). Pipet
1000 µL dari larutan A, dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, selanjutnya
diencerkan dengan metanol hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 20,01 µg/mL.
Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 301 nm menggunakan
spektrofotometer UV. Replikasi dilakukan sebanyak 10 kali pada suspensi nomor
batch 229-18062 sehingga didapatkan 10 data absorbansi.
7. Analisis hasil
Hasil yang diperoleh berupa nilai absorbansi, kemudian nilai absorbansi
yang didapat dimasukkan ke persamaan kurva baku dan diperoleh kadar terukur
pirantel pamoat. Kadar pirantel pamoat dikonversikan menjadi basa pirantel
dengan cara:
Massa pirantel pamoat
Massa Relatif pirantel pamoat (594,7) =
Massa basa pirantel Massa Relatif basa pirantel (206,3)
Massa Basa Pirantel = Massa Relatif pirantel pamoat (594,7)
Massa pirantel pamoat X Massa Relatif basa pirantel (206,3
Kadar basa pirantel yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan
syarat yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV. Sediaan suspensi
pirantel pamoat adalah suspensi yang mengandung pirantel pamoat dalam cairan
pembawa yang sesuai. Mengandung basa pirantel C11H14N2S, tidak kurang dari
90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket (Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode spektrofotometri UV dapat digunakan untuk menetapkan kadar
pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X® yang diawali dengan melakukan
optimasi dan validasi. Pada tahap optimasi metode ekstraksi cair-cair
menggunakan corong pisah dan ultasonikasi yang dilakukan oleh FanggidaE
(2013) memiliki kemampuan yang sama optimumnya dalam mengekstraksi zat
aktif pirantel pamoat. Nilai recovery dari metode ekstraksi cair-cair menggunakan
corong pisah dalam rentang 98,38-101,29%, sedangkan metode ekstraksi cair-cair
menggunakan ultrasonikasi dalam rentang 99,29-100,96%. Recovery yang
dihasilkan dari kedua ekstraksi tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan AOAC
untuk recovery yaitu 98-102% dari kadar analit 100%. Pada penetapan kadar
pirantel pamoat dalam suspensi merk X®, peneliti menggunakan metode ekstraksi
cair-cair ultrasonikasi untuk preparasi sampel, karena metode ini lebih efisien
pelarut dan waktu, perlakuannya juga lebih mudah. Pada tahap validasi metode
yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) diperoleh hasil validitas yang baik untuk
selektivitas, linieritas, range, akurasi dan presisi.
A. Larutan Pirantel Pamoat
Pirantel pamoat baku yang digunakan merupakan senyawa yang
berbentuk serbuk yang larut dalam dimetil sulfoksida dan memiliki tingkat
kemurnian 102,3% secara HPLC (CoA pada lampiran 1). Pada pembuatan larutan
pirantel pamoat digunakan dua pelarut untuk membantu pirantel pamoat terlarut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Pelarut pertama dimetil sulfoksida karena pirantel pamoat larut dalam dimetil
sulfoksida dan pelarut kedua metanol karena pada panjang gelombang maksimum
teoritis digunakan pelarut metanol (Dibbern, 2002). Dimetil sulfoksida yang
digunakan memiliki tingkat kemurnian 99,9% dan memiliki UV Cut off 268nm,
sedangkan metanol dengan tingkat kemurnian 99,85% dan memiliki UV Cut off
205nm (Snyder et al., 2010). Dimetil sulfoksida dan metanol dipilih karena
memenuhi kriteria yang baik untuk analisis secara spektrofotometri ini,
diantaranya tidak memberikan absorbansi pada daerah yang sama dengan analit,
tidak berinteraksi dengan analit dan memiliki kemurnian yang cukup tinggi jika
digunakan untuk keperluan analisis.
B.Keseragaman Kandungan
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penetapan pirantel
pamoat dalam sediaan suspensi merk X® ini merupakan probability sampling
secara simple random sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan secara
random sehingga setiap unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
diambil sebagai sampel. Cara random merupakan usaha untuk mendapatkan
sampel yang representatif karena adanya bias pemilihan dapat diperkecil sekecil
mungkin (Nasution, 2003).
Sampel yang digunakan berupa sediaan suspensi dari satu jenis merk
dengan zat aktif pirantel pamoat. Dalam satu jenis merk tersebut diambil 10
suspensi dengan nomor kode produksi batch yang sama. Pemilihan nomor kode
produksi yang sama bertujuan untuk mendapatkan kriteria homogenitas karena
mengalami proses produksi yang sama. Pada penelitian ini dilakukan penetapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel pada satu nomor kode
produksi untuk mengetahui apakah metode yang telah tervalidasi dapat
diaplikasikan pada sampel suspensi pirantel pamoat. Tahap awal identifikasi
sebelum dilakukan penetapan kadar, dilakukan uji keseragaman kadungan, yang
berfungsi untuk mengetahui kadar zat aktif tiap sediaan sesuai dengan dosis terapi
dan untuk melihat keseragaman masing-masing sediaan sesuai yang
dipersyaratkan Farmakope Indonesia edisi IV. Sampel yang digunakan untuk uji
keseragaman kandungan berjumlah 10 suspensi (Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan RI, 1995), tujuannya agar pemilihan sampel representatif yaitu
sampel yang dianalisis benar-benar mencerminkan populasi yang diwakilinya dan
dilakukan 10 replikasi untuk menjamin reprodusibilitas dari kadar yang didapat.
Persyaratan keseragaman dosis terpenuhi, jika jumlah zat aktif dari
masing-masing sediaan tiap 10 satuan menghasilkan kadar antara 85,0% hingga 115,0%
dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama
dengan 6,0% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Berikut ini adalah tabel hasil pengujian keseragaman kandungan sediaan suspensi
pirantel pamoat merk X®:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Tabel I. Data uji keseragaman kandungan
aSamp el
Absorbansi Kadar
pirantel pamoat terukur (µg/mL) Bobot terukur pirantel pamoat (mg/100mL) % release Kadar pirantel pamoat Bobot terukur basa pirantel (mg/5mL) % release Kadar basa pirantel
1 0,765 19,985 49,9625 99,85 359,96 99,90
2 0,770 20,110 50,275 100,47 362,21 100,52
3 0,751 19,635 49,0875 98,10 353,66 98,15
4 0,754 19,710 49,275 98,48 355,01 98,52
5 0,759 19,835 49,5875 99,10 357,26 99,15
6 0,781 20,385 50,9625 101,85 367,16 101,89
7 0,768 20,06 50,15 100,23 361,31 100,27
8 0,773 20,185 50,4625 100,85 363,56 100,90
9 0,760 19,860 49,65 99,23 357,71 99,27
10 0,759 19,835 49,5875 99,10 357,26 99,15
Rata-rata 19,96
SD 0,229431655
CV (%) 1,15
Pada tabel I, dapat dilihat bahwa semua sampel memenuhi persyaratan
keseragaman kandungan, karena tidak ditemukan sampel yang kadar dan nilai
simpangan baku relatifnya atau koefisien variasi kurang atau melebihi persyaratan
yang telah ditentukan Farmakope edisi IV. Kadar basa pirantel 10 sampel terdapat
pada rentang 98,15-101,89% release, kadar tersebut memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Farmakope Indonesia IV yaitu 85-110%. Simpangan baku relatif
atau koefisien variasi dari 10 sampel adalah 1,15%, nilai simpangan baku relatif
atau koefisien variasi memenuhi syarat yang ditetapkan Farmakope Indonesia IV
untuk syarat kurang dari atau sama dengan 6,0%.
C. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang maksimum merupakan parameter yang sangat
penting dalam analisis secara spektrofotometri. Tujuan penetuan penelitian ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
untuk menetapkan panjang gelombang maksimum dari pirantel pamoat. Panjang
gelombang maksimum yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengukur
absorbansi pirantel pamoat. Pemilihan panjang gelombang maksimum, karena
pada panjang gelombang maksimum memberikan kepekaan yang maksimal
sehingga setiap perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang
paling besar.
Pengukuran panjang gelombang maksimum pada pirantel pamoat
dilakukan pada tiga konsentrasi yang berbeda, tujuannya untuk melihat apakah
dengan adanya perbedaan konsentrasi akan memberikan hasil panjang gelombang
maksimum yang sama atau tidak. Konsentrasi larutan pirantel pamoat yang
digunakan adalah 10; 20 dan 30 µg/mL dalam metanol. Pengukuran panjang
gelombang maksimum dilakukan dengan scanning pada panjang gelombang
200-400 nm. Pemilihan rentang panjang gelombang ini dilakukan untuk mencakup
daerah UV yang terletak pada panjang gelombang antara 200-400 nm. Berikut
[image:45.595.99.512.319.711.2]ditampilkan spektra hasil pengukuran panjang gelombang maksimum:
Gambar 4. Spektra absorbansi maksimum pirantel pamoat pada 3 konsentrasi
λ = 301 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Menurut Dibbern (2002) panjang gelombang maksimum teoritis pirantel
pamoat dalam pelarut metanol adalah pada 288 dan 300 nm. Pada Farmakope
Indonesia edisi IV, toleransi yang diperkenankan lebih kurang 1 nm untuk
jangkauan 200-400 nm terhadap panjang gelombang hasil percobaan. Bedasarkan
percobaan data hasil pengukuran panjang gelombang maksimum pirantel pamoat
yaitu 301 nm. Hasil panjang gelombang tersebut tidak menyimpang lebih dari 1
nm dari panjang gelombang teoritis (300 nm), sehingga dapat dipastikan bahwa
senyawa tersebut merupakan pirantel pamoat. Bergesernya panjang gelombang
maksimum yang didapatkan dari hasil percobaan disebabkan karena kondisi
penelitian, spesifikasi dari alat dan bahan-bahan yang digunakan berbeda.
Penetapan panjang gelombang maksimum pada pirantel pamoat
digunakan acuan 300 nm karena pada percobaan ini, panjang gelombang 300 nm
tidak terdapat gangguan absorbansi pelarut. Pelarut yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dimetil sulfoksida (DMSO) yang memiliki UV Cut off 268
nm dan metanol pada 205 nm (Snyder et al., 2010).
Suatu senyawa dapat diukur absorbansinya pada daerah UV apabila
senyawa tersebut memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor
mengandung elektron valensi dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah,
sedangkan gugus auksokrom merupakan gugus fungsional yang mempunyai
elektron bebas mengakibatkan pergeseran pita absorbansi menuju ke panjang
gelombang yang lebih besar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom pada pirantel pamoat
D. Pembuatan Kurva Baku Pirantel Pamoat
Persamaan kurva baku menyatakan hubungan linier antara konsentrasi
analit dengan absorbansi. Persamaan kurva baku yang diperoleh dan memenuhi
syarat kemudian digunakan untuk menetapkan kadar sampel.
Kurva baku dibuat dalam lima seri konsentrasi, yaitu 10; 15; 20; 25 dan
30 µg/mL dan dibuat replikasi 3 kali. Seri baku tersebut dipilih bedasarkan
rentang dimana konsentrasi pirantel pamoat dan absorbansi yang menunjukkan
nilai linieritas yang baik, dinyatakan dalam koefisien kolerasi (r). Menurut Snyder
et al. (1997), syarat suatu metode dikatakan memiliki linieritas yang baik adalah
apabila nilai koefisien kolerasinya ≥ 0,999, terutama jika digunakan untuk
menetapkan kadar senyawa utama. Data persamaan kurva baku pirantel pamoat
yang diperoleh disajikan pada tabel II berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Tabel II. Data replikasi kurva baku pirantel pamoat
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Kadar pirantel pamoat (µg/mL)
Absorbansi I Kadar
pirantel pamoat (µg/mL)
Absorbansi II Kadar pirantel pamoat (µg/mL)
Absorbansi III
10,230 0,367 10,230 0,398 10,2402 0,384
15,345 0,587 15,345 0,593 15,3603 0,588
20,460 0,787 20,460 0,823 20,4805 0,800
25,575 0,991 25,575 1,038 25,6006 1,001
30,690 1,188 30,690 1,217 30,7207 1,180
Persamaan kurva
baku
y = 0,0400x
– 0,0344
y = 0,0407x
– 0,0194
y = 0,0392x – 0,0114
Koefisien kolerasi
(r)
0,9998 0,9992 0,9996
Pengukuran absorbansi pirantel pamoat untuk kurva baku dilakukan pada
panjang gelombang maksimum, yaitu 301 nm. Bedasarkan hasil pengukuran
absorbansi pirantel pamoat, seperti yang tertera pada tabel II, kemudian dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan persamaan kurva baku dan didapatkan nilai r.
Persamaan kurva baku dipilih yang memiliki rentang linieritas paling baik, sesuai
dengan persyaratan Snyder et al. (1997), Persamaan kurva baku replikasi
menghasilkan nilai r = 0,9998; replikasi II menghasilkan nilai r = 0,9992; replikasi
III menghasilkan nilai r = 0,9996. Ketiga replikasi tersebut menghasilkan nilai r >
0,999 sesuai yang disyaratkan, namun digunakan persamaan kurva baku replikasi
I untuk menetapkan kadar karena mempunyai nilai r paling besar, hal tersebut
menunjukkan bahwa hubungan antara kadar pirantel pamoat dengan
absorbansinya semakin proporsional. Berikut gambar hubungan antara kadar
pirantel pamoat dengan absorbansinya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Gambar 6. Hubungan antara kadar pirantel pamoat dengan absorbansi
E. Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Suspensi Merk X®
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar pirantel pamoat
dalam sampel. Pada penelitian ini menggunakan 10 buah sampel dengan nomor
batch yang sama, dilakukan 10 replikasi. Baku yang digunakan dari Ipca (CoA
lampiran 1) adalah pirantel pamoat, maka pencuplikan sampel pirantel pamoat
dilakukan dengan mengkonversikan basa pirantel terlebih dahulu menjadi pirantel
pamoat dengan cara membagikan berat molekul pirantel pamoat dengan berat
molekul basa pirantel, kemudian dikalikan dengan kandungan basa pirantel yang
tertera pada etiket terdapat pada (lampiran 9). Untuk penetapan kadar basa
pirantel, dilakukan juga konversi dengan cara yang sama seperti saat pencuplikan
sampel pirantel pamoat.
Sediaan suspensi pirantel pamoat merk X® digojog terlebih dahulu
sebelum dilakukan pencuplikan. Sampel dicuplik dan dilarutkan dengan DMSO
kemudian ditambahkan metanol sampai jumlah yang diinginkan. DMSO
y = 0,0400x - 0,0344 r = 0,9998
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4
0 10 20 30 40
A b so r b an si
Kadar pirantel pamoat (µg/mL) Replikasi I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
berfungsi untuk membantu kelarutan analit dalam metanol sehingga analit
terdistribusi secara merata. Larutan sampel kemudian disaring menggunakan
kertas saring yang bagian atasnya ditambahkan sedikit kapas. Penyaringan ini
berfungsi untuk menghilangkan bahan tambahan selain analit yang tidak terlarut,
sehingga tidak mengganggu dalam proses pengukuran pada spektrofotometer
karena salah satu syarat larutan untuk diukur pada spektrofotometer adalah jernih.
Filtrat yang jernih ini kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan
ultrasonikator, tujuannya untuk memisahkan analit dari komponen matriks
sampel, seperti bahan tambahan dalam suspensi. Ekstraksi ini menggunakan
aplikasi gelombang akustik yang merambat pada mediumnya yaitu air,
perambatan gelombang ini menghasilkan getaran yang digunakan untuk
pengadukan menimbulkan pemanasan lokal pada cairan sehingga analit yang
terdapat dalam sampel keluar dan larut dalam pelarut yang digunakan. Metode
ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikasi lebih dipilih untuk menetapkan
kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®,karena metode ini lebih
efisien pelarut dan waktu, perlakuannya juga lebih praktis dengan adanya
gelombang akustik ekstraksi dapat berlangsung sendiri.
Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®
digunakan metode spektrofotometri UV yang telah tervalidasi, panjang
gelombang pengukuran yang digunakan yaitu 301 nm. Analisis kuantitatif yang
dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi pada persamaan kurva baku y =
0,0400x – 0,0344 dan hasil yang diperoleh terdapat dalam tabel III berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Tabel III. Hasil penetepan kadar pirantel pamoat dan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk x®
Replik asi
Absorbansi Kadar
pirantel pamoat terukur (µg/mL) Bobot terukur pirantel pamoat (mg/100mL) % release Kadar pirantel pamoat Bobot terukur basa pirantel (mg/5m L)
% release
Kadar basa pirantel
1 0,759 19,835 49,5875 99,10 357,26 99,16
2 0,766 20,01 50,025 99,98 360,41 100,02
3 0,769 20,085 50,2125 100,35 361,76 100,40
4 0,774 20,21 50,525 100,97 364,01 101,02
5 0,753 19,685 49,2125 98,35 354,56 98,40
6 0,758 19,81 49,525 98,98 356,81 99,02
7 0,761 19,885 49,7125 99,35 358,16 99,40
8 0,766 20,01 50,025 99,98 360,41 100,02
9 0,779 20,335 50,8375 101,60 366,26 101,64
10 0,769 20,085 50,2125 100,35 361,76 100,40
Rata-rata 19,995
SD 0,196214169
CV (%) 0,98
Pada penetapan kadar ini dapat diketahui ketelitian yang berupa
repeatability, yaitu derajat kedekatan hasil yang diperoleh pada kondisi kerja yang
sama dalam waktu pengukuran yang dekat (Snyder et al., 1997). Penetuan
ketelitian pada sampel dilakukan 10 replikasi dengan kondisi kerja yang sama.
Ketelitian dinyatakan dengan koefisien variasi (CV) atau simpangan baku relatif
(RSD). Pada penelitian ini simpangan baku relatif atau koefisien variasi yang
diperoleh dari penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®
pada batch yang sama yaitu sebesar 0,98%. Nilai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi tersebut masuk dalam persyaratan yang ditentukan untuk kadar
analit 100% yaitu ≤ 2% Horwitz cit., Gonzales and Herrador (2007), sehingga
dapat dikatakan bahwa metode spektrofotometri UV pada penetapan kadar
pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X® memiliki ketelitian yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Kadar pirantel pamoat yang diperoleh, dikonversikan menjadi basa
pirantel dan dilihat kesesuaian kadar yang diperoleh dengan persyaratan
Farmakope Indonesia edisi IV. Kadar basa pirantel pada tabel III, terdapat pada
rentang 98,40-101,64% release. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa suspensi
pirantel pamoat mengandung basa pirantel C11H14N2S, tidak kurang dari 90% dan
tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa preparasi sampel dengan ekstraksi cair-cair menggunakan
ultrasonikator dan pengukuran hasil menggunakan spektrofotometer UV dapat
diaplikasikan untuk menetapkan kadar suspensi merk X® yang mengandung
pirantel pamoat setara dengan basa pirantel. Kadar suspensi merk X® yang
mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel sesuai dengan yang
tertera pada label kemasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Kadar yang diperoleh dari suspensi merk X® mengandung pirantel
pamoat setara dengan basa pirantel adalah 98,40-101,64% release dan kadar basa
pirantel tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV yakni tidak
kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.
B. Saran
Perlu dilakukan penetapan kadar pirantel pamoat pada sediaan lain
dengan menggunakan metode spektrofotometri UV yang preparasi sampelnya
dilakukan dengan cara ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N., 2010, Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, pp. 2.
Anggraeni, D. M., 2012, Uji Disinfeksi Bakteri Escherichia Coli Menggunakan Kavitasi Water Jet, Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 3-11.
Allender, W., 1988, High-Performance Liquid Chromatographic Determination of Oxantel and Pyrantel Pamoate, Journal of Chromatography.,26 (9), 470-472.
Ansel, C., Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, University of Indonesia Press, Jakarta, pp. 354.
Brennen, E. C., 1995, Cavitation and Bubble Dynamics, Oxford University Press, England, pp. 45.
Dachriyanus, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri,
Skripsi, Universitas Andalas, Padang, pp.1.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Pedoman Pengendalian
Cacingan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
424/MENKES/SK/VI/2006, pp. 1-3.
Dibbern, H.W., 2002, UV and IR Spectra : Pharmaceutical Substances (UV and
IR) and Pharmaceutical and Cosmetic Excipients (IR), Edition Cantor
Aulendorf, Jerman, pp. 230-234.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope
Indonesia, jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
pp.719-720, 999-1001.
FanggidaE, A. P. V., 2013, Perbandingan Ekstraksi Cair-Cair Dan Ultrasonikasi Untuk Pemisahan Pirantel Pamoat Dari Sediaan Suspensi Merk X®,
Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pp. 34-41.
Forcier, A. G., Mushinsky, F. R., and Wagner, L. R., 2006, Spectrophotometric determination of pyrantel in pyrantel pamoate bulk samples and pharmaceutical formulations, J. Pharm. Sci., 60, 111-113.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 46-49, 220-262.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gonzales, A. G. and Herrador, M A., 2007, A Practical Guide to Analytical Method Validation, Including Measurement Uncertainty and Accuracy Profiles, Trends Anal. Chem., 26 (3), pp. 232-234.
Haven, M. C., Tetrault, G. A., and Schenken, J. R., 1994, Laboratory
Instrumentation, John Wiley & Sons, Inc., New York, pp.88-90.
Huang, W., Xue, A., Niu, H., Jia, Z., and Wang, J., 2009, Optimised Ultrasonic-Assisted Extraction of Flavonoids From Folium Eucommiae and Evaluation Of Antiox