• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk `X` secara spektrofotometri ultraviolet.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk `X` secara spektrofotometri ultraviolet."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN

SUSPENSI MERK X® SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Novia Sarwoning Tyas

NIM : 09 8114 119

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(2)

i

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN

SUSPENSI MERK X® SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Novia Sarwoning Tyas

NIM : 09 8114 119

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(3)

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(4)

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang memberikan hikmat dan pengertian

Papa, Mama, Adikku atas doa, dukungan dan perhatian yang

diberikan kepadaku

Almamaterku Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(6)

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(7)

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(8)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk

segala anugerah dan penyertaan-Nya kepada penulis selama menyelesaikan

penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

Skripsi berjudul “Penetapan Kadar Basa Pirantel dalam Sediaan

Suspensi Pirantel Pamoat Merk X® Menggunakan Metode Spektrofotometri

Ultraviolet” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan

dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan saran, kritik, dan dukungan

kepada penulis, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku dekan Universitas Sanata

Dharma.

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing yang

dengan penuh kesabaran memberikan masukan, pengarahan, dukungan,

semangat, kritik dan saran baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi

ini.

3. Ibu Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen pembimbing

akademik yang memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam

menjalankan studi di Fakultas Farmasi USD.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(9)

viii

4. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran dan kritik selama penyusunan skripsi.

5. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.

6. PT. Konimex-Solo yang telah bersedia memberikan baku pirantel pamoat

yang berguna dalam skripsi.

7. Mas Bimo, Mas Parlan, dan Mas Kunto selaku staff laboratorium Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis dalam

pengerjaan penelitian di laboratorium.

8. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang telah diberikan.

9. Papa, Mama dan Dian, yang tak pernah berhenti mendoakan, mendukung dan

memberi semangat sampai akhirnya skripsi ini selesai.

10. Agnes sebagai sahabat dan rekan kerja yang telah menyediakan waktu untuk

memberikan saran dan kritik baik dalam hal penyusunan tugas akhir maupun

hal-hal lainnya serta bekerja bersama di laboratorium.

11. Victor sebagai rekan kerja yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi

maupun bekerja bersama di laboratorium.

12. Ko franky dan cik lia sebagai teman yang selalu memberikan pengarahan,

diskusi, semangat, kritik dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi

ini.

13. Dita, tere, lulu, niken dan nanda sebagai sahabat yang selalu mendukung,

mendoakan dan memberi semangat sampai akhirnya skripsi ini selesai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(10)

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT... ... xvii

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(12)

xi

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Pirantel Pamoat ... 6

B. Suspensi ... 7

C. Ekstraksi ... 8

D. Spektrofotometri UV ... 11

E. Landasan Teori ... 16

F. Hipotesis ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18

B. Variabel Penelitian ... 18

1. Variabel bebas ... 18

2. Variabel tergantung ... 18

3. Variabel pengacau terkendali... 18

C. Definisi Operasional ... 19

D. Bahan... 19

E. Alat ... 19

F. Tata Cara Penelitian ... 20

1. Pemilihan dan pengambilan sampel ... 20

2. Uji keseragaman kandungan ... 20

3. Pembuatan larutan stok pirantel pamoat... 20

4. Penetapan panjang gelombang maksimum pengukuran ... 20

5. Pembuatan larutan seri baku dan kurva baku pirantel pamoat ... 21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(13)

xii

6. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel suspensi ... 21

7. Analisis hasil ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

A. Larutan pirantel pamoat ... 23

B. Keseragaman kandungan ... 24

C. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 26

D. Pembuatan kurva baku pirantel pamoat ... 29

E. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X® .... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 39

BIOGRAFI PENULIS ... 53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Data uji keseragaman kandungan ... 26

Tabel II. Data replikasi kurva baku pirantel pamoat ... 30

Tabel III. Hasil penetapan kadar pirantel pamoat dan basa pirantel

dalam suspensi merk X® ... 33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur pirantel pamoat ... 6

Gambar 2. Spektrofotometer single beam ... 15

Gambar 3. Spektrofotometer double beam ... 15

Gambar 4. Spektra absorbansi maksimum pirantel pamoat

pada 3 konsentrasi ... 27

Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom pada pirantel pamoat ... 29

Gambar 6. Hubungan antara kadar pirantel pamoat dengan absorbansi 31

Gambar 7. Spektra pirantel pamoat pada konsentrasi 10µg/mL ... 41

Gambar 8. Spektra absorbansi maksimum pirantel pamoat

pada 3 konsentrasi ... 41

Gambar 9. Spektra blanko DMSO-metanol ... 42

Gambar 10. Spektrum fase polar hasil ekstraksi cair-cair menggunakan

ultrasonikator ... 42

Gambar 11. Spektrum fase organik hasil ekstraksi cair-cair

menggunakan ultrasonikator ... 43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Setifikat analisis pirantel pamoat ... 40

Lampiran 2. Hasil scanning panjang gelombang

pirantel pamoat 10 µg/mL ... 41

Lampiran 3. Hasil scanning panjang gelombang pirantel pamoat pada

konsentrasi 10; 20 dan 30 µg/mL ... 41

Lampiran 4. Hasil scanning blanko berisi DMSO dan metanol ... 42

Lampiran 5. Hasil scanning fase polar ekstraksi cair-cair

menggunakan ultrasonikator ... 42

Lampiran 6. Hasil scanning fase organik ekstraksi cair-cair

menggunakan ultrasonikator ... 43

Lampiran 7. Contoh perhitungan kadar larutan baku

pirantel pamoat ... 43

Lampiran 8. Perhitungan persamaan kurva baku pirantel pamoat ... 44

Lampiran 9. Penetapan kadar pirantel pamoat dan basa pirantel

dalam sediaan suspensi merk X®batch 229-18062 ... 47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(17)

xvi

INTISARI

Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi parasit. Penyakit ini memiliki banyak kerugian bagi penderitanya. Pertolongan pertama yang sering dilakukan adalah pengobatan mandiri menggunakan obat pirantel pamoat yang memiliki khasiat sebagai anthelmintik. Sampel yang digunakan adalah sediaan suspensi oral, yang mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X® dan kesesuaian dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa pirantel tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Pada preparasi sampel dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikator dan pengukuran menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 301 nm, terhadap baku pirantel pamoat.

Kadar yang diperoleh suspensi merk X® mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel 98,40-101,64% release. Kadar basa pirantel tersebut, sesuai dengan kadar yang tertera pada etiket yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV.

Kata kunci : pirantel pamoat, basa pirantel, suspensi, ultrasonikator, spektrofotometri UV

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(18)

xvii ABSTRACT

Wormy is a desease caused by parasite infection. The desease gives many negativ effect to the patients. The first aid for the desease is swamedication using a medicine with pyrantel pamoate as an anthelmintik. The sample of this research is an oral suspension, which contain of pyrantel pamoate that equal to pyrantel base. It is necessary to do a determination of pyrantel pamoate in suspension dosage brand X® and get to know about the accordance with the requirements established by the FI IV that is no less than 90.0% and no more than 110.0% of the amount listed on the label.

This study is a non experimental descriptive research. The sample preparation is done by doing a liquid-liquid extraction using ultrasonicator and measuring using UV spectrophotometer at wavelangeth of 301 nm, with pyrantel pamoate standar.

Based on the result of this study, the amount of pyrantel pamoate which equal to pyrantel base in suspension dosage brand X® is 98.40-101.64% release. The result obtained meet the requirements set by FI IV.

Keyword : pyrantel pamoate, pyrantel base, suspension, ultrasonicator, UV spectrophotometry

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A.Latar Belakang

Di Indonesia, masih banyak terdapat penyakit yang menjadi masalah

utama kesehatan, salah satu contohnya adalah penyakit cacingan. Penyakit

tersebut merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi parasit.

Penyakit tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,

kecerdasan dan produktivitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak

mengakibatkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan

protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya

manusia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Pertolongan pertama

yang sering dilakukan adalah dengan pengobatan mandiri menggunakan

obat-obatan yang dijual bebas di pasaran. Obat yang banyak dipasarkan untuk

mengobati penyakit cacingan adalah pirantel pamoat yang setara dengan basa

pirantel.

Pirantel pamoat mengandung basa pirantel dan asam pamoat, merupakan

anthelmintik berspektrum luas yang sangat efektif untuk terapi infeksi parasit

seperti cacing (Katzung, 2010). Saat ini, pirantel pamoat telah tersedia dalam

beberapa bentuk sediaan obat, salah satunya yaitu bentuk suspensi oral. Sediaan

suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang

terdispersi dalam fase cair, digunakan untuk pemakaian oral (Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Adanya bentuk suspensi oral ditujukan

untuk pasien yang sukar menerima tablet atau kapsul, terutama bagi anak-anak,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(20)

2

dapat menutupi rasa obat yang tidak enak atau pahit. Suspensi lebih mudah

diabsorpsi daripada tablet atau kapsul karena luas permukaan kontak zat aktif dan

saluran cerna meningkat. Suspensi merk X® merupakan sediaan yang

mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel 125 mg/5 mL.

Salah satu syarat penjaminan mutu adalah kadar obat yang terkandung

harus memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia

atau buku resmi lainnya. Syarat yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi

IV untuk sediaan suspensi oral pirantel pamoat adalah mengandung basa pirantel

C11H14N2S, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang

tertera pada etiket. Untuk itu perlu dilakukan penetapan kadar pirantel pamoat

dalam sediaan suspensi merk X® menggunakan metode yang sudah divalidasi

untuk mengetahui kadar pirantel pamoat dalam suspensi dan kesesuaian dengan

syarat yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV, sehingga kualitas dan

mutu suspensi merk X® terjamin.

Metode yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah spektrofotometri

UV. Pirantel pamoat merupakan senyawa turunan tetrahydropyrimidine yang

memiliki kromofor dan auksokrom sehingga dapat ditetapkan kadarnya secara

spektrofotometri UV. Pada penelitian ini, sebelum diukur menggunakan

spektrofotometer, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan

ultrasonikator pada preparasi sampel dengan tujuan untuk menghilangkan zat

tambahan atau pengotor dalam sampel, sehingga tidak mengganggu absorbansi

saat pengukuran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(21)

3

Metode spektrofotometri memiliki kelebihan antara lain mudah dan cepat

dalam penggunaannya, memiliki selektivitas dan sensitivitas yang cukup baik

untuk penetapan kadar senyawa tunggal dalam suatu sediaan serta merupakan

metode dengan instrumen yang umum digunakan dan dimiliki oleh kebanyakan

laboratorium di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian gabungan dari FanggidaE (2013)

melakukan optimasi pada perbandingan ekstraksi cair-cair dan ultrasonikasi untuk

pemisahan pirantel pamoat dari sediaan suspensi merk X® dan Kurniawan (2013)

melakukan validasi metode analisis spektrofotometri UV pada penetapan kadar

pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®. Hasil optimasi ekstraksi

cair-cair menggunakan corong pisah dan ultasonikasi yang dilakukan FanggidaE

(2013) memiliki kemampuan yang sama optimumnya dalam mengekstraksi zat

aktif pirantel pamoat, namun pada penelitian ini peneliti menggunakan ekstraksi

cair-cair secara ultrasonikasi untuk preparasi sampel. Metode spektrofotometri

UV yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) juga telah memenuhi parameter

validasi yaitu selektivitas, presisi, akurasi, range dan linieritas sehingga pada

penelitian ini sudah ada jaminan bahwa metode yang digunakan dapat dipercaya

dan valid.

1. Perumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan bedasarkan latar belakang tersebut

adalah berapa kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam

sediaan suspensi merk X® dan apakah kadar tersebut memenuhi persyaratan yang

ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa pirantel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(22)

4

tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera

pada etiket?

2. Keaslian Penelitian

Bedasarkan data-data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, masih

jarang ditemukan metode untuk menetapkan kadar pirantel pamoat dalam sediaan

suspensi merk X® secara spektrofotometri UV di Indonesia. Sejauh peneliti

ketahui, determinasi oxantel dan pirantel pamoat pernah dilakukan menggunakan

HPLC (Allender, 1988). Determinasi obat anthelmintik pirantel pamoat dalam

bulk dan sediaan farmasi pernah dilakukan menggunakan metode

electro-analytical (Jain, Jadon and Radhapyari, 2006).

Analisis pirantel pamoat menggunakan metode spektrofotometri yang

pernah dilakukan sebelumnya yaitu penetapan kadar pirantel pamoat dalam

sediaan tablet secara spektrofotometri UV (Agustina, 2010), perbedaan pada

penelitian yang sekarang terkait dengan bentuk sediaan yang dianalisis dan

dilakukan ekstraksi pada sampel untuk menghilangkan zat tambahan atau

pengotor. Selain itu, analisis basa pirantel menggunakan metode spektrofotometri

juga pernah dilakukan yaitu penetapan kadar basa pirantel dalam pirantel pamoat

pada bulk dan sediaan farmasi(Forcier, Mushinky and Wagner, 2006).

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Memberikan informasi tentang penetapan kadar

pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X®

secara spektrofotometri UV.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(23)

5

b. Manfaat Praktis. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang

penjaminan mutu dan kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel

dalam sediaan suspensi merk X® terkait dengan keamanan dan khasiat

penggunaan.

B.Tujuan Penelitian

Bedasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa

pirantel dalam sediaan suspensi merk X® dan mengetahui kesesuaian kadar

pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X®

memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa

pirantel tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang

tertera pada etiket.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(24)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pirantel Pamoat

Gambar 1. Struktur pirantel pamoat

Pirantel pamoat (gambar 1) merupakaan garam yang terdiri dari basa

pirantel dan asam pamoat. Rumus molekulnya adalah C11H14N2S·C23H16O6

dengan bobot molekul 594, 7 dan titik leburnya 178-1790 C. Kelarutan pirantel

pamoat praktis tidak larut dalam air dan dalam metanol, larut dalam dimetil

sulfoksida, dan sukar larut dalam dimetil formamida (Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Pirantel pamoat

(1-Methyl-2-[(E)-2-(thiophen-2-yl)ethenyl]-1,4,5,6-tetrahydropyrimidine hydrogen 4,4

methylenebis(3-hydroxynaphthalene-2-carboxylate) memiliki khasiat sebagai

anthelmintik yang mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot

cacing sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dan penghambatan kolinesterase. Hal

ini menyebabkan pelumpuhan cacing-cacing, yang diikuti dengan pembuangan

dari saluran intestinal manusia (Katzung, 1989).

Pirantel pamoat memiliki panjang gelombang teoritis 300 nm E1cm1% 366;

ɛ = 21770 M-1.cm-1 dan 288 nm E1cm1% 370; ɛ = 22000 M-1.cm-1 dalam pelarut

metanol (Dibbern, 2002). Pada penelitian ini panjang gelombang teoritis pirantel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(25)

7

pamoat tidak terdapat absorban dari pelarut yang digunakan, sedangkan nilai

absorptivitas molar dari pirantel pamoat lebih dari 20000 M-1.cm-1, sehingga

mudah untuk dilakukan deteksi secara spektrofotometri UV.

Pirantel pamoat yang akan ditetapkan berbentuk sediaan suspensi oral,

yang mengandung basa pirantel, C11H14N2S, tidak kurang dari 90,0% dan tidak

lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

B. Suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut

yang terdispersi dalam fase cair. Pada penelitian ini, menggunakan sediaan

suspensi oral yaitu sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam

pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk

penggunaan oral (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Suspensi mengandung komponen-komponen berikut:

1. Zat aktif

Berupa bahan aktif atau komponen utama dari sediaan yang memberikan

efek terapeutik.

2. Zat tambahan

Bahan yang dengan sengaja ditambahkan pada sediaan untuk tujuan tertentu

sehingga memperoleh hasil yang lebih baik. Terdapat bermacam-macam zat

tambahan sesuai dengan fungsinya, yaitu:

a. Zat pengental (suspending agent)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(26)

8

Berfungsi untuk mendispersikan partikel zat aktif yang tidak larut

dalam larutan pembawa serta meningkatkan viskositas sehingga

kecepatan sedimentasi diperlambat.

b. Pemanis

Digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari zat aktif, contoh

sukrosa.

c. Penyedap rasa dan aroma

Digunakan untuk menutupi aroma tidak enak dari zat aktif, contoh

mentol.

d. Pewarna

Digunakan untuk menambah daya tarik suspensi yang disesuaikan

dengan pemberi rasa, contoh rasa jeruk dan diberi warna orange.

e. Pengawet

Digunakan untuk melindungi suspensi dari pertumbuhan

mikroorganisme dengan adanya media air, contoh asam benzoat (Ansel,

1989).

C. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan

menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Berdasarkan fase yang terlibat,

terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair,

namun pada penelitian ini akan dibahas ekstraksi cair-cair (Gandjar dan Rohman,

2007).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(27)

9

Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel

atau untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang

mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit.

Pemisahan ekstraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan analit yang

diinginkan terlarut dalam pelarut yang sesuai. Proses pemisahan dengan cara

ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar:

1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan

dipisahkan komponen-komponennya.

2. Proses pembentukkan fase seimbang.

3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.

Untuk memperoleh hasil baik dalam ekstraksi, perlu dilakukan pemilihan

pelarut yang tepat. Adapun pertimbangan yang dilakukan sebelum ekstraksi yaitu

pelarut yang digunakan mampu melarutkan solute, pelarut memiliki perbedaan

titik didih yang besar dengan solute dan mempunyai kemurnian tinggi.

Prinsip dari ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau

hukum partisi yang menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan yang

konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua

pelarut yang saling tidak campur. Perbandingan konsentrasi pada kesetimbangan

di antara dua pelarut yang tidak saling campur disebut koefisien distribusi atau

koefisien partisi (KD), yang ditulis dengan persamaan berikut:

KD = Corg

[Caq ] ...(1)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(28)

10

Corg dan Caq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase

organik dan dalam fase air. Semakin besar konsentrasi analit dalam pelarut

organik maka akan semakin besar nilai koefisien distribusinya. Sebaliknya,

semakin kecil konsentrasi analit dalam pelarut organik maka akan semakin kecil

nilai koefisien distribusinya.

Namun dalam kenyataannya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia

yang berbeda karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi dan kompleksasi atau

polimerisasi sehingga definisinya bisa disebut rasio distribusi (D) atau rasio

partisi, yang ditulis dengan persamaan berikut:

D = Cs org

(Cs )aq ...(2)

(Cs)org dan (Cs)aq masing-masing merupakan konsentrasi total analit

(dalam segala bentuk) dalam fase organik dan fase air. Jika tidak ada interaksi

antar analit yang terjadi pada kedua fase tersebut maka nilai KD dan D adalah

sama (Gandjar dan Rohman, 2007).

Teknik ekstraksi cair-cair yang mulai dikembangkan akhir-akhir ini

adalah menggunakan ultrasonikator. Ultrasonikasi merupakan teknik pemberian

gelombang ultrasonik yaitu merupakan rambatan energi dalam medium yang

bersumber pada gelombang frekuensi tinggi, sehingga membutuhkan medium

untuk merambat sebagai interaksi dengan molekul (Tipler, 2001). Aplikasi

gelombang ultrasonik yang terpenting adalah pemanfaatannya dalam

menimbulkan efek kavitasi akustik (Brennen, 1995).

Pada penelitian Anggraeni (2012) uji disinfeksi bakteri Escherichia coli

menggunakan kavitasi water jet secara ultasonikasi untuk menghilangkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(29)

11

gelembung dan adanya kavitasi digunakan untuk pembentukkan, pertumbuhan,

dan hancurnya gelembung mikro dalam cairan. Gelembung tersebut dapat

terbentuk karena terdapat gaya atau energi yang diberikan pada suatu medium

yang dapat menyebabkan molekul di dalamnya bergetar. Adanya getaran

menyebabkan struktur molekul akan meregang. Jika energi yang diberikan terus

ditingkatkan maka akan dicapai suatu kondisi maksimum dimana gaya

intramolekul tidak dapat lagi menahan struktur molekul, akibatnya molekul itu

pecah dan terbentuklah lubang yang disebut gelembung kavitasi.

Pada penelitian isolasi metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak

metanol daun tanaman srikaya (Tripiana, Teruna dan Balatif, 2013) menggunakan

ultasonikasi sebagai metode ekstraksi. Gelombang ultasonik yang terjadi

menghasilkan rambatan energi yang berupa getaran, sehingga analit-analit yang

terdapat dalam sampel akan keluar dan larut dalam pelarut yang digunakan.

Penelitian lainnya yang melakukan ekstraksi menggunakan metode ultrasonikasi

adalah optimised ultrasonic-assisted extraction of flavonoids from folium

Eucommiae and evaluation of antioxidant activity in multi-test systems in vitro

(Huang, Xue, Niu, Jia and Wang, 2009).

D. Spektrofotometri UV

Spektrofotometri UV adalah teknik analisis yang digunakan dengan cara

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan

atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang pada 200-400 nm. Pada

analisis menggunakan spektrofotometri UV, dilakukan pembacaan absorbansi

(penyerapan) atau transmitansi (penerusan) radiasi elektromagnetik oleh suatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(30)

12

molekul. Hasil pembacaan absorbansi disebut sebagai absorban (A) dan tidak

memiliki satuan %T (Mulja dan Suharman, 1995).

Sinar UV memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi

elektronik. Keadaan paling rendah disebut keadaan dasar (ground state).

Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu

atau lebih tingkat energi tereksitasi. Jika molekul dikenakan radiasi

elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik

yang energinya sesuai dan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi

disebut orbital elektron antiikatan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Transisi elektronik yang mungkin terjadi yaitu σ σ*, π π*, n π*,

n σ*. Transisi σ σ* membutuhkan energi sinar yang frekuensinya terletak

diantara UV vakum (kurang dari 180 nm), dan jenis transisi ini kurang begitu

bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri UV. Transisi π π*, n

π* terjadi pada molekul organik yang memiliki gugus fungsional yang tidak

jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang

diperlukan. Jenis transisi ini cocok untuk analisis, sebab senyawa yang dianalisis

berada pada panjang gelombang 200-700 nm. Transisi n σ* terjadi pada

senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron

bukan ikatan (elektron n). Energi yang dibutuhkan kecil dan sinar yang diserap

memiliki panjang gelombang 150-200 nm (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut hukum Lambert, absorban berbading lurus terhadap ketebalan

kuvet yang disinari. Menurut hukum Beer, hanya berlaku untuk cahaya

monokromatik dan larutan yang sangat encer, absorban berbading lurus dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(31)

13

konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu

dalam hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa absorban berbanding

lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan kuvet, yang dapat ditulis dalam

persamaan :

A = log 1

T = ɛ.b.c

Keterangan: T = % transmitan

A = absorban

 = absorptivitas molar (L.mol-1 .cm-1)

b = tebal larutan (cm)

c = konsentarsi (mol .L-1)

Hubungan antara nilai E1cm1% dengan absorptivitas molar () adalah

sebagai berikut:

 = E1cm1% x BM

10 M -1

. cm-1

Nilai  merupakan absorptivitas molar atau koefisien ekstingsi. Nilai 

tiap molekul atau ion dalam pelarut tertentu memiliki karakter masing-masing,

pada panjang gelombang tertentu serta tidak berpengaruh terhadap konsentrasi

dan panjang gelombang lintasan radiasi (Sastrohamidjojo, 2001). Nilai  sangat

mempengaruhi puncak spektra yang dihasilkan suatu zat. Rincian nilai  terhadap

puncak spektra adalah: 1-10 M-1.cm-1: sangat lemah; 10-102 M-1.cm-1: lemah; 102

-103 M-1.cm-1: sedang; 103-104 M-1.cm-1: kuat; 104-105 M-1.cm-1: sangat kuat

(Mulja dan Suharman, 1995).

Pada umumnya spektrofotometri UV dalam analisis senyawa organik

digunakan untuk:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(32)

14

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan

auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi struktur bedasarkan panjang gelombang

absorbansi maksimum suatu senyawa organik.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuanitatif dengan

menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Aspek penggunaan spektrofotometri UV dalam analisis kualitatif dilihat

dari parameter panjang gelombang maksimum, intensitas, nilai absortivitas molar,

nilai absorptivitas yang spesifik untuk senyawa yang dilarutkan dalam pelarut

tertentu. Aspek dalam analisis kuantitatif, terjadi ketika sampel dikenakan suatu

radiasi dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Analisis

kuantitatif juga dilakukan dengan menggunakan metode regresi yaitu dengan

menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada nilai absorbansi dan

konsentrasi baku yang dibuat dalam beberapa konsentrasi. Absorban sampel yang

didapat setelah pengukuran dimasukkan ke persamaan garis regresi baku pirantel

pamoat. Persyaratannya, pembacaan nilai absorban sampel dan baku tidak jauh

berbeda. Pada pengkuran absorbansi senyawa digunakan pada panjang gelombang

maksimum untuk mendapatkan absorbansi yang maksimum (Mulja dan

Suharman, 1995).

Beberapa alasan harus digunakan panjang gelombang maksimal, yaitu:

a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada

panjang gelombang maksimal tersebut perubahan absorbansi untuk setiap

satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(33)

15

b. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan

pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi karena pada kurva

datar nilai epsilon yang dihasilkan sama, sehingga absorbansi yang dihasilkan

sesuai dengan konsetrasi yang diukur dan akan menghasilkan garis lurus

antara kosentrasi yang diukur dan absorbansi yang dihasilkan.

c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka akan memberikan kesalahan yang

kecil, ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman,

2007).

Dilihat dari sistem optik spektrofotometer dapat digolongkan menjadi:

[image:33.595.101.504.236.674.2]

1. Sistem optik radiasi berkas tunggal (single beam)

Gambar 2. Spektrofotometer single beam

2. Sistem optik radiasi berkas ganda (double beam)

Gambar 3. Spektrofotometer double beam

Spektrofotometer single beam melakukan pengukuran absorbansi dengan

cara, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(34)

16

absorbansi dari larutan yang dimasukkan. Keuntungan lebih sederhana dan lebih

murah dibandingkan spektrofotometer double beam, kelemahannya adalah tidak

dapat mengkoreksi perubahan respon absorbansi akibat turbiditas sampel atau

perbedaan intensitas cahaya baik dari sumber radiasi maupun dari pengaruh luar.

Spektrofotometer double beam merupakan alat pengembangan dari

spektrofotometer single beam karena keterbatasan yang dimiliki oleh

spektrofotometer single beam. Spektrofotometer double beam memiliki dua sinar

yang dibentuk oleh potongan cermin yang digunakan untuk memecah sinar. Sinar

pertama melewati larutan blanko dan sinar kedua melewati sampel, dengan

dilakukannya sistem ini maka spektrofotometer double beam dapat mengkoreksi

perubahan respon absorbansi akibat perbedaan intensitas cahaya, fluktuasi pada

kelistrikan instrumen dan absorbansi blanko (Haven, Tetrault, and Schenken,

1994).

E. Landasan teori

Suspensi merk X® merupakan suspensi yang mengandung pirantel

pamoat setara dengan basa pirantel 125 mg/5 mL. Dalam rangka penjaminan mutu

obat maka perlu dilakukan penetapan kadar untuk mengetahui kesesuaian kadar

yang tertera pada etiket.

Suspensi oral pirantel pamoat mengandung basa pirantel tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Pirantel pamoat merupakan senyawa yang memiliki kelarutan dalam dimetil

sulfoksida danmemiliki panjang gelombang teoritis 300 nm E1cm1% 366; ɛ = 21770

M-1.cm-1 dan 288 nm E1cm1% 370; ɛ = 22000 M-1.cm-1 dalam pelarut metanol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(35)

17

Pirantel pamoat memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga

kadarnya dapat diukur secara spektrofotometri UV, pada sampel dilakukan

ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikator yang berfungsi untuk

menghilangkan komponen matriks dari analit supaya tidak menganggu saat

pengukuran.

Metode spektrofotometri UV digunakan karena cukup selektif dan

sensitif untuk menetapkan kadar pirantel pamoat. Selain itu, prosesnya cepat dan

alatnya mudah digunakan sehingga spektrofotometri UV banyak digunakan untuk

menetapkan kadar senyawa tunggal.

F. Hipotesis

Suspensi merk X® mengandung pirantel pamoat setara dengan basa

pirantel 125 mg/5 mL serta kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan

Farmakope Indonesia edisi IV yakni mengandung basa pirantel tidak kurang dari

90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(36)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan

rancangan penelitian deskriptif. Jenis penelitian non eksperimental karena subjek

penelitian tidak diberi perlakuan. Rancangan penelitian bersifat deskriptif karena

peneliti hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.

B.Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam peneliltian ini adalah kondisi hasil validasi.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar pirantel pamoat

yang setara dengan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk X®.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kemurnian

pelarut yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan pelarut pro analysis yang

memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(37)

19

C. Definisi Operasional

1. Baku pirantel pamoat yang divalidasi adalah baku pirantel pamoat yang

diperoleh dari P.T Konimex – Solo (Certificate of Analysis terlampir di

Lampiran 1).

2. Absorbansi yang diukur merupakan absorbansi pirantel pamoat.

3. Suspensi merk X® mengandung pirantel pamoat yang setara dengan basa

pirantel 125 mg/5 mL.

4. Penetapan kadar dilakukan dengan menetapkan basa pirantel yang didapat

dari hasil konversi pirantel pamoat menjadi basa pirantel.

5. Kadar basa pirantel dalam suspensi merk X® dinyatakan dalam % release.

D. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baku pirantel

pamoat (P.T. Konimex) dengan kemurnian 102,3% secara HPLC, Dimethyl

sulfoxide, metanol, heksan (p.a., E. Merck), aquades (Laboratorium Kimia

Analisis Instrumen Fakultas Farmasi SADHAR), suspensi merk X® kemasan 10

mL dengan nomor batch 229-18062, kertas saring, kapas.

E. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Spektrofotometer

UV-VIS merk Shimadzu UV-1800, kuvet UV merk Hellma, neraca analitik

merk Ohaus kepekaan 0,1 mg (4 angka dibelakang koma satuan gram), hotplate

merk LabTech, mikropipet skala 100-1000 µL merk Socorex, mikropipet skala

10-200 µL merk Gilson pipetman, vortex merk Genie, ultrasonikator merk Retsch

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(38)

20

UR-275, dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium

analisis.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pemilihan dan pengambilan sampel

Sampel yang dipilih adalah sediaan suspensi pirantel pamoat merk X®

yang mencantumkan kandungan pirantel pamoat setara dengan basa pirantel 125

mg/5 mL pada kemasan dengan nomor batch yang sama. Sejumlah 10 buah

sampel dicampur hingga homogen kemudian ditetapkan kadarnya dengan

dilakukan 10 replikasi.

2. Uji keseragaman kandungan

Sejumlah 10 sediaan suspensi diambil dari batch yang sama.

Masing-masing sediaan suspensi ditetapkan kadarnya satu per satu. Sediaan suspensi

memenuhi syarat apabila jumlah zat aktif tiap 10 satuan menghasilkan kadar

antara 85,0% hingga 115,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku

relatif kurang dari atau sama dengan 6,0% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat

dan Makanan RI, 1995).

3. Pembuatan larutan stok pirantel pamoat (1,023 mg/mL)

Ditimbang saksama lebih kurang 100 mg baku pirantel pamoat,

kemudian dilarutkan dengan DMSO 8 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 100

mL, selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda.

4. Penetapan panjang gelombang maksimum pengukuran

Dipipet 100; 200 dan 300 µL larutan stok pirantel pamoat (poin 3),

dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, selanjutnya diencerkan dengan metanol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(39)

21

hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 10; 20 dan 30 µg/mL. Larutan discan

pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang antara 200-400 nm

sehingga diperoleh spektrum absorbansi dan panjang gelombang maksimum.

5. Pembuatan larutan seri baku dan kurva baku pirantel pamoat

Dipipet 100; 150; 200; 250 dan 300 µL dari larutan stok pirantel pamoat

1,023 mg/mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Encerkan

dengan metanol hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 10; 15; 20; 25 dan 30

µg/mL. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang maksimum yang

diperoleh menggunakan spektrofotometer UV. Pembuatan kurva baku direplikasi

sebanyak 3 kali dan dibuat kurva regresi linier yang menyatakan hubungan antara

konsentrasi pirantel pamoat dengan absorbansi yang dihasilkan, kemudian

ditentukan persamaan garis regresi linier dan nilai koefisien korelasinya. Syarat

suatu metode dikatakan memiliki linearitas yang baik adalah apabila nilai

koefisien korelasi (r)-nya ≥ 0,999, terutama untuk penetapan kadar senyawa

tunggal (Snyder et al., 1997).

6. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel suspensi

Sepuluh sampel suspensi merk X® dengan nomor batch yang sama

dikeluarkan isinya dan dicampur hingga homogen. Dipipet sampel yang setara

dengan 50,0374 mg pirantel pamoat, kemudian dilarutkan dengan DMSO 6 mL

dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Encerkan dengan metanol hingga

tanda. Larutan disaring menggunakan kapas dan kertas saring sehingga

didapatkan filtrat yang jernih. Filtrat diambil 10 mL, kemudian dimasukkan ke

Beaker glass dan ditambahkan heksan 30 mL. Lakukan ekstraksi menggunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(40)

22

ultrasonikator selama 15 menit. Pisahkan fase metanol dan fase heksan. Ambil

fase metanol kemudian uapkan menggunakan hot plate. Hasil isolasi dilarutkan

metanol, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan encerkan dengan

metanol hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 200,15 µg/mL (Larutan A). Pipet

1000 µL dari larutan A, dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, selanjutnya

diencerkan dengan metanol hingga tanda dan diperoleh konsentrasi 20,01 µg/mL.

Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 301 nm menggunakan

spektrofotometer UV. Replikasi dilakukan sebanyak 10 kali pada suspensi nomor

batch 229-18062 sehingga didapatkan 10 data absorbansi.

7. Analisis hasil

Hasil yang diperoleh berupa nilai absorbansi, kemudian nilai absorbansi

yang didapat dimasukkan ke persamaan kurva baku dan diperoleh kadar terukur

pirantel pamoat. Kadar pirantel pamoat dikonversikan menjadi basa pirantel

dengan cara:

Massa pirantel pamoat

Massa Relatif pirantel pamoat (594,7) =

Massa basa pirantel Massa Relatif basa pirantel (206,3)

Massa Basa Pirantel = Massa Relatif pirantel pamoat (594,7)

Massa pirantel pamoat X Massa Relatif basa pirantel (206,3

Kadar basa pirantel yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan

syarat yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV. Sediaan suspensi

pirantel pamoat adalah suspensi yang mengandung pirantel pamoat dalam cairan

pembawa yang sesuai. Mengandung basa pirantel C11H14N2S, tidak kurang dari

90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(41)

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode spektrofotometri UV dapat digunakan untuk menetapkan kadar

pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X® yang diawali dengan melakukan

optimasi dan validasi. Pada tahap optimasi metode ekstraksi cair-cair

menggunakan corong pisah dan ultasonikasi yang dilakukan oleh FanggidaE

(2013) memiliki kemampuan yang sama optimumnya dalam mengekstraksi zat

aktif pirantel pamoat. Nilai recovery dari metode ekstraksi cair-cair menggunakan

corong pisah dalam rentang 98,38-101,29%, sedangkan metode ekstraksi cair-cair

menggunakan ultrasonikasi dalam rentang 99,29-100,96%. Recovery yang

dihasilkan dari kedua ekstraksi tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan AOAC

untuk recovery yaitu 98-102% dari kadar analit 100%. Pada penetapan kadar

pirantel pamoat dalam suspensi merk X®, peneliti menggunakan metode ekstraksi

cair-cair ultrasonikasi untuk preparasi sampel, karena metode ini lebih efisien

pelarut dan waktu, perlakuannya juga lebih mudah. Pada tahap validasi metode

yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) diperoleh hasil validitas yang baik untuk

selektivitas, linieritas, range, akurasi dan presisi.

A. Larutan Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat baku yang digunakan merupakan senyawa yang

berbentuk serbuk yang larut dalam dimetil sulfoksida dan memiliki tingkat

kemurnian 102,3% secara HPLC (CoA pada lampiran 1). Pada pembuatan larutan

pirantel pamoat digunakan dua pelarut untuk membantu pirantel pamoat terlarut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(42)

24

Pelarut pertama dimetil sulfoksida karena pirantel pamoat larut dalam dimetil

sulfoksida dan pelarut kedua metanol karena pada panjang gelombang maksimum

teoritis digunakan pelarut metanol (Dibbern, 2002). Dimetil sulfoksida yang

digunakan memiliki tingkat kemurnian 99,9% dan memiliki UV Cut off 268nm,

sedangkan metanol dengan tingkat kemurnian 99,85% dan memiliki UV Cut off

205nm (Snyder et al., 2010). Dimetil sulfoksida dan metanol dipilih karena

memenuhi kriteria yang baik untuk analisis secara spektrofotometri ini,

diantaranya tidak memberikan absorbansi pada daerah yang sama dengan analit,

tidak berinteraksi dengan analit dan memiliki kemurnian yang cukup tinggi jika

digunakan untuk keperluan analisis.

B.Keseragaman Kandungan

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penetapan pirantel

pamoat dalam sediaan suspensi merk X® ini merupakan probability sampling

secara simple random sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan secara

random sehingga setiap unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

diambil sebagai sampel. Cara random merupakan usaha untuk mendapatkan

sampel yang representatif karena adanya bias pemilihan dapat diperkecil sekecil

mungkin (Nasution, 2003).

Sampel yang digunakan berupa sediaan suspensi dari satu jenis merk

dengan zat aktif pirantel pamoat. Dalam satu jenis merk tersebut diambil 10

suspensi dengan nomor kode produksi batch yang sama. Pemilihan nomor kode

produksi yang sama bertujuan untuk mendapatkan kriteria homogenitas karena

mengalami proses produksi yang sama. Pada penelitian ini dilakukan penetapan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(43)

25

kadar pirantel pamoat yang setara dengan basa pirantel pada satu nomor kode

produksi untuk mengetahui apakah metode yang telah tervalidasi dapat

diaplikasikan pada sampel suspensi pirantel pamoat. Tahap awal identifikasi

sebelum dilakukan penetapan kadar, dilakukan uji keseragaman kadungan, yang

berfungsi untuk mengetahui kadar zat aktif tiap sediaan sesuai dengan dosis terapi

dan untuk melihat keseragaman masing-masing sediaan sesuai yang

dipersyaratkan Farmakope Indonesia edisi IV. Sampel yang digunakan untuk uji

keseragaman kandungan berjumlah 10 suspensi (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan RI, 1995), tujuannya agar pemilihan sampel representatif yaitu

sampel yang dianalisis benar-benar mencerminkan populasi yang diwakilinya dan

dilakukan 10 replikasi untuk menjamin reprodusibilitas dari kadar yang didapat.

Persyaratan keseragaman dosis terpenuhi, jika jumlah zat aktif dari

masing-masing sediaan tiap 10 satuan menghasilkan kadar antara 85,0% hingga 115,0%

dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama

dengan 6,0% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Berikut ini adalah tabel hasil pengujian keseragaman kandungan sediaan suspensi

pirantel pamoat merk X®:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(44)
[image:44.595.100.512.135.560.2]

26

Tabel I. Data uji keseragaman kandungan

aSamp el

Absorbansi Kadar

pirantel pamoat terukur (µg/mL) Bobot terukur pirantel pamoat (mg/100mL) % release Kadar pirantel pamoat Bobot terukur basa pirantel (mg/5mL) % release Kadar basa pirantel

1 0,765 19,985 49,9625 99,85 359,96 99,90

2 0,770 20,110 50,275 100,47 362,21 100,52

3 0,751 19,635 49,0875 98,10 353,66 98,15

4 0,754 19,710 49,275 98,48 355,01 98,52

5 0,759 19,835 49,5875 99,10 357,26 99,15

6 0,781 20,385 50,9625 101,85 367,16 101,89

7 0,768 20,06 50,15 100,23 361,31 100,27

8 0,773 20,185 50,4625 100,85 363,56 100,90

9 0,760 19,860 49,65 99,23 357,71 99,27

10 0,759 19,835 49,5875 99,10 357,26 99,15

Rata-rata 19,96

SD 0,229431655

CV (%) 1,15

Pada tabel I, dapat dilihat bahwa semua sampel memenuhi persyaratan

keseragaman kandungan, karena tidak ditemukan sampel yang kadar dan nilai

simpangan baku relatifnya atau koefisien variasi kurang atau melebihi persyaratan

yang telah ditentukan Farmakope edisi IV. Kadar basa pirantel 10 sampel terdapat

pada rentang 98,15-101,89% release, kadar tersebut memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh Farmakope Indonesia IV yaitu 85-110%. Simpangan baku relatif

atau koefisien variasi dari 10 sampel adalah 1,15%, nilai simpangan baku relatif

atau koefisien variasi memenuhi syarat yang ditetapkan Farmakope Indonesia IV

untuk syarat kurang dari atau sama dengan 6,0%.

C. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Panjang gelombang maksimum merupakan parameter yang sangat

penting dalam analisis secara spektrofotometri. Tujuan penetuan penelitian ini,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(45)

27

untuk menetapkan panjang gelombang maksimum dari pirantel pamoat. Panjang

gelombang maksimum yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengukur

absorbansi pirantel pamoat. Pemilihan panjang gelombang maksimum, karena

pada panjang gelombang maksimum memberikan kepekaan yang maksimal

sehingga setiap perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang

paling besar.

Pengukuran panjang gelombang maksimum pada pirantel pamoat

dilakukan pada tiga konsentrasi yang berbeda, tujuannya untuk melihat apakah

dengan adanya perbedaan konsentrasi akan memberikan hasil panjang gelombang

maksimum yang sama atau tidak. Konsentrasi larutan pirantel pamoat yang

digunakan adalah 10; 20 dan 30 µg/mL dalam metanol. Pengukuran panjang

gelombang maksimum dilakukan dengan scanning pada panjang gelombang

200-400 nm. Pemilihan rentang panjang gelombang ini dilakukan untuk mencakup

daerah UV yang terletak pada panjang gelombang antara 200-400 nm. Berikut

[image:45.595.99.512.319.711.2]

ditampilkan spektra hasil pengukuran panjang gelombang maksimum:

Gambar 4. Spektra absorbansi maksimum pirantel pamoat pada 3 konsentrasi

λ = 301 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(46)

28

Menurut Dibbern (2002) panjang gelombang maksimum teoritis pirantel

pamoat dalam pelarut metanol adalah pada 288 dan 300 nm. Pada Farmakope

Indonesia edisi IV, toleransi yang diperkenankan lebih kurang 1 nm untuk

jangkauan 200-400 nm terhadap panjang gelombang hasil percobaan. Bedasarkan

percobaan data hasil pengukuran panjang gelombang maksimum pirantel pamoat

yaitu 301 nm. Hasil panjang gelombang tersebut tidak menyimpang lebih dari 1

nm dari panjang gelombang teoritis (300 nm), sehingga dapat dipastikan bahwa

senyawa tersebut merupakan pirantel pamoat. Bergesernya panjang gelombang

maksimum yang didapatkan dari hasil percobaan disebabkan karena kondisi

penelitian, spesifikasi dari alat dan bahan-bahan yang digunakan berbeda.

Penetapan panjang gelombang maksimum pada pirantel pamoat

digunakan acuan 300 nm karena pada percobaan ini, panjang gelombang 300 nm

tidak terdapat gangguan absorbansi pelarut. Pelarut yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dimetil sulfoksida (DMSO) yang memiliki UV Cut off 268

nm dan metanol pada 205 nm (Snyder et al., 2010).

Suatu senyawa dapat diukur absorbansinya pada daerah UV apabila

senyawa tersebut memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor

mengandung elektron valensi dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah,

sedangkan gugus auksokrom merupakan gugus fungsional yang mempunyai

elektron bebas mengakibatkan pergeseran pita absorbansi menuju ke panjang

gelombang yang lebih besar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(47)
[image:47.595.99.512.104.632.2]

29

Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom pada pirantel pamoat

D. Pembuatan Kurva Baku Pirantel Pamoat

Persamaan kurva baku menyatakan hubungan linier antara konsentrasi

analit dengan absorbansi. Persamaan kurva baku yang diperoleh dan memenuhi

syarat kemudian digunakan untuk menetapkan kadar sampel.

Kurva baku dibuat dalam lima seri konsentrasi, yaitu 10; 15; 20; 25 dan

30 µg/mL dan dibuat replikasi 3 kali. Seri baku tersebut dipilih bedasarkan

rentang dimana konsentrasi pirantel pamoat dan absorbansi yang menunjukkan

nilai linieritas yang baik, dinyatakan dalam koefisien kolerasi (r). Menurut Snyder

et al. (1997), syarat suatu metode dikatakan memiliki linieritas yang baik adalah

apabila nilai koefisien kolerasinya ≥ 0,999, terutama jika digunakan untuk

menetapkan kadar senyawa utama. Data persamaan kurva baku pirantel pamoat

yang diperoleh disajikan pada tabel II berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(48)
[image:48.595.98.512.134.596.2]

30

Tabel II. Data replikasi kurva baku pirantel pamoat

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

Kadar pirantel pamoat (µg/mL)

Absorbansi I Kadar

pirantel pamoat (µg/mL)

Absorbansi II Kadar pirantel pamoat (µg/mL)

Absorbansi III

10,230 0,367 10,230 0,398 10,2402 0,384

15,345 0,587 15,345 0,593 15,3603 0,588

20,460 0,787 20,460 0,823 20,4805 0,800

25,575 0,991 25,575 1,038 25,6006 1,001

30,690 1,188 30,690 1,217 30,7207 1,180

Persamaan kurva

baku

y = 0,0400x

– 0,0344

y = 0,0407x

– 0,0194

y = 0,0392x – 0,0114

Koefisien kolerasi

(r)

0,9998 0,9992 0,9996

Pengukuran absorbansi pirantel pamoat untuk kurva baku dilakukan pada

panjang gelombang maksimum, yaitu 301 nm. Bedasarkan hasil pengukuran

absorbansi pirantel pamoat, seperti yang tertera pada tabel II, kemudian dilakukan

perhitungan untuk mendapatkan persamaan kurva baku dan didapatkan nilai r.

Persamaan kurva baku dipilih yang memiliki rentang linieritas paling baik, sesuai

dengan persyaratan Snyder et al. (1997), Persamaan kurva baku replikasi

menghasilkan nilai r = 0,9998; replikasi II menghasilkan nilai r = 0,9992; replikasi

III menghasilkan nilai r = 0,9996. Ketiga replikasi tersebut menghasilkan nilai r >

0,999 sesuai yang disyaratkan, namun digunakan persamaan kurva baku replikasi

I untuk menetapkan kadar karena mempunyai nilai r paling besar, hal tersebut

menunjukkan bahwa hubungan antara kadar pirantel pamoat dengan

absorbansinya semakin proporsional. Berikut gambar hubungan antara kadar

pirantel pamoat dengan absorbansinya:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(49)
[image:49.595.97.513.105.582.2]

31

Gambar 6. Hubungan antara kadar pirantel pamoat dengan absorbansi

E. Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Suspensi Merk X®

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar pirantel pamoat

dalam sampel. Pada penelitian ini menggunakan 10 buah sampel dengan nomor

batch yang sama, dilakukan 10 replikasi. Baku yang digunakan dari Ipca (CoA

lampiran 1) adalah pirantel pamoat, maka pencuplikan sampel pirantel pamoat

dilakukan dengan mengkonversikan basa pirantel terlebih dahulu menjadi pirantel

pamoat dengan cara membagikan berat molekul pirantel pamoat dengan berat

molekul basa pirantel, kemudian dikalikan dengan kandungan basa pirantel yang

tertera pada etiket terdapat pada (lampiran 9). Untuk penetapan kadar basa

pirantel, dilakukan juga konversi dengan cara yang sama seperti saat pencuplikan

sampel pirantel pamoat.

Sediaan suspensi pirantel pamoat merk X® digojog terlebih dahulu

sebelum dilakukan pencuplikan. Sampel dicuplik dan dilarutkan dengan DMSO

kemudian ditambahkan metanol sampai jumlah yang diinginkan. DMSO

y = 0,0400x - 0,0344 r = 0,9998

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

0 10 20 30 40

A b so r b an si

Kadar pirantel pamoat (µg/mL) Replikasi I

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(50)

32

berfungsi untuk membantu kelarutan analit dalam metanol sehingga analit

terdistribusi secara merata. Larutan sampel kemudian disaring menggunakan

kertas saring yang bagian atasnya ditambahkan sedikit kapas. Penyaringan ini

berfungsi untuk menghilangkan bahan tambahan selain analit yang tidak terlarut,

sehingga tidak mengganggu dalam proses pengukuran pada spektrofotometer

karena salah satu syarat larutan untuk diukur pada spektrofotometer adalah jernih.

Filtrat yang jernih ini kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan

ultrasonikator, tujuannya untuk memisahkan analit dari komponen matriks

sampel, seperti bahan tambahan dalam suspensi. Ekstraksi ini menggunakan

aplikasi gelombang akustik yang merambat pada mediumnya yaitu air,

perambatan gelombang ini menghasilkan getaran yang digunakan untuk

pengadukan menimbulkan pemanasan lokal pada cairan sehingga analit yang

terdapat dalam sampel keluar dan larut dalam pelarut yang digunakan. Metode

ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikasi lebih dipilih untuk menetapkan

kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®,karena metode ini lebih

efisien pelarut dan waktu, perlakuannya juga lebih praktis dengan adanya

gelombang akustik ekstraksi dapat berlangsung sendiri.

Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®

digunakan metode spektrofotometri UV yang telah tervalidasi, panjang

gelombang pengukuran yang digunakan yaitu 301 nm. Analisis kuantitatif yang

dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi pada persamaan kurva baku y =

0,0400x – 0,0344 dan hasil yang diperoleh terdapat dalam tabel III berikut ini:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(51)
[image:51.595.98.510.150.566.2]

33

Tabel III. Hasil penetepan kadar pirantel pamoat dan basa pirantel dalam sediaan suspensi merk x®

Replik asi

Absorbansi Kadar

pirantel pamoat terukur (µg/mL) Bobot terukur pirantel pamoat (mg/100mL) % release Kadar pirantel pamoat Bobot terukur basa pirantel (mg/5m L)

% release

Kadar basa pirantel

1 0,759 19,835 49,5875 99,10 357,26 99,16

2 0,766 20,01 50,025 99,98 360,41 100,02

3 0,769 20,085 50,2125 100,35 361,76 100,40

4 0,774 20,21 50,525 100,97 364,01 101,02

5 0,753 19,685 49,2125 98,35 354,56 98,40

6 0,758 19,81 49,525 98,98 356,81 99,02

7 0,761 19,885 49,7125 99,35 358,16 99,40

8 0,766 20,01 50,025 99,98 360,41 100,02

9 0,779 20,335 50,8375 101,60 366,26 101,64

10 0,769 20,085 50,2125 100,35 361,76 100,40

Rata-rata 19,995

SD 0,196214169

CV (%) 0,98

Pada penetapan kadar ini dapat diketahui ketelitian yang berupa

repeatability, yaitu derajat kedekatan hasil yang diperoleh pada kondisi kerja yang

sama dalam waktu pengukuran yang dekat (Snyder et al., 1997). Penetuan

ketelitian pada sampel dilakukan 10 replikasi dengan kondisi kerja yang sama.

Ketelitian dinyatakan dengan koefisien variasi (CV) atau simpangan baku relatif

(RSD). Pada penelitian ini simpangan baku relatif atau koefisien variasi yang

diperoleh dari penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X®

pada batch yang sama yaitu sebesar 0,98%. Nilai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi tersebut masuk dalam persyaratan yang ditentukan untuk kadar

analit 100% yaitu ≤ 2% Horwitz cit., Gonzales and Herrador (2007), sehingga

dapat dikatakan bahwa metode spektrofotometri UV pada penetapan kadar

pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk X® memiliki ketelitian yang baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(52)

34

Kadar pirantel pamoat yang diperoleh, dikonversikan menjadi basa

pirantel dan dilihat kesesuaian kadar yang diperoleh dengan persyaratan

Farmakope Indonesia edisi IV. Kadar basa pirantel pada tabel III, terdapat pada

rentang 98,40-101,64% release. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa suspensi

pirantel pamoat mengandung basa pirantel C11H14N2S, tidak kurang dari 90% dan

tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa preparasi sampel dengan ekstraksi cair-cair menggunakan

ultrasonikator dan pengukuran hasil menggunakan spektrofotometer UV dapat

diaplikasikan untuk menetapkan kadar suspensi merk X® yang mengandung

pirantel pamoat setara dengan basa pirantel. Kadar suspensi merk X® yang

mengandung pirantel pamoat setara dengan basa pirantel sesuai dengan yang

tertera pada label kemasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(53)

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Kadar yang diperoleh dari suspensi merk X® mengandung pirantel

pamoat setara dengan basa pirantel adalah 98,40-101,64% release dan kadar basa

pirantel tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV yakni tidak

kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.

B. Saran

Perlu dilakukan penetapan kadar pirantel pamoat pada sediaan lain

dengan menggunakan metode spektrofotometri UV yang preparasi sampelnya

dilakukan dengan cara ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikator.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(54)

36

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, N., 2010, Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, pp. 2.

Anggraeni, D. M., 2012, Uji Disinfeksi Bakteri Escherichia Coli Menggunakan Kavitasi Water Jet, Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 3-11.

Allender, W., 1988, High-Performance Liquid Chromatographic Determination of Oxantel and Pyrantel Pamoate, Journal of Chromatography.,26 (9), 470-472.

Ansel, C., Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, University of Indonesia Press, Jakarta, pp. 354.

Brennen, E. C., 1995, Cavitation and Bubble Dynamics, Oxford University Press, England, pp. 45.

Dachriyanus, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri,

Skripsi, Universitas Andalas, Padang, pp.1.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Pedoman Pengendalian

Cacingan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

424/MENKES/SK/VI/2006, pp. 1-3.

Dibbern, H.W., 2002, UV and IR Spectra : Pharmaceutical Substances (UV and

IR) and Pharmaceutical and Cosmetic Excipients (IR), Edition Cantor

Aulendorf, Jerman, pp. 230-234.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope

Indonesia, jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,

pp.719-720, 999-1001.

FanggidaE, A. P. V., 2013, Perbandingan Ekstraksi Cair-Cair Dan Ultrasonikasi Untuk Pemisahan Pirantel Pamoat Dari Sediaan Suspensi Merk X®,

Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pp. 34-41.

Forcier, A. G., Mushinsky, F. R., and Wagner, L. R., 2006, Spectrophotometric determination of pyrantel in pyrantel pamoate bulk samples and pharmaceutical formulations, J. Pharm. Sci., 60, 111-113.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 46-49, 220-262.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(55)

37

Gonzales, A. G. and Herrador, M A., 2007, A Practical Guide to Analytical Method Validation, Including Measurement Uncertainty and Accuracy Profiles, Trends Anal. Chem., 26 (3), pp. 232-234.

Haven, M. C., Tetrault, G. A., and Schenken, J. R., 1994, Laboratory

Instrumentation, John Wiley & Sons, Inc., New York, pp.88-90.

Huang, W., Xue, A., Niu, H., Jia, Z., and Wang, J., 2009, Optimised Ultrasonic-Assisted Extraction of Flavonoids From Folium Eucommiae and Evaluation Of Antiox

Gambar

Tabel I. Data uji keseragaman kandungan ......................................
Gambar 1. Struktur pirantel pamoat
Gambar 2. Spektrofotometer single beam
Tabel I. Data uji keseragaman kandungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KADAR NATRIUM DIKLOFENAK DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar omeprazol dalam sediaan kapsul dengan spektrofotometri ultraviolet dalam larutan asam H 2 SO 4 0,2 M pada panjang..

Metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar ketoprofen dalam sediaan tablet karena pada hasil uji validasi, metode ini menunjukkan akurasi dan

Apakah kadar kloramfenikol dan prednisolon dalam sediaan krim yang ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet dengan metode panjang gelombang berganda memenuhi

Hal ini menunjukkan bahwa kadar clopidogrel dalam sediaan tablet generik dan tablet dengan nama dagang memenuhi persyaratan seperti yang tertera pada United State Pharmacopeia

Hal ini menunjukkan bahwa kadar clopidogrel dalam sediaan tablet generik dan tablet dengan nama dagang memenuhi persyaratan seperti yang tertera pada United State Pharmacopeia

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari metode alternatif pada penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet dan menentukan kesesuaian kadar tablet pirantel pamoat baik

Metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet dan metode ini memenuhi uji validasi dengan parameter akurasi