• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

OLEH : NIKI AGUSTINA

NIM 060804048

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH : NIKI AGUSTINA

NIM 060804048

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

OLEH : NIKI AGUSTINA

NIM 060804048

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : September 2010

Pembimbing I, Panitia penguji,

(Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt.) (Prof.Dr.rer.nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt) NIP 194809041974122001 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, (Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt.) NIP 194809041974122001

(Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.) (Drs. Syafruddin, MS, Apt.) NIP 195201041980031002 NIP 194811111976031003

(Dra. Siti Nurbaya, Apt.)

NIP 195008261974122001 Medan, September 2010

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Pirantel Pamoat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari metode alternatif pada penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet dan menentukan kesesuaian kadar tablet pirantel pamoat baik nama dagang maupun generik yang beredar di pasaran dengan persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Internasional (The International Pharmacopoeia) edisi IV, 2008.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu dosen penguji yang telah memberikan kritikan, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda Legiman dan Ibunda Nurhaida tercinta, serta abang, kakak dan teman-temanku tersayang atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, September 2010 Penulis,

(5)

Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet

Abstrak

Penyakit karena cacing (helminthiasis) merupakan penyakit yang diderita oleh 90% anak Indonesia. Obat cacing yang paling banyak digunakan saat ini adalah pirantel pamoat. Monografi sediaan tablet pirantel pamoat hanya dijumpai pada Farmakope International (The International Pharmacopoeia) edisi IV, 2008 yang penetapan kadarnya dilakukan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode ini memerlukan konsentrasi pengukuran yang lebih besar serta waktu dan biaya yang lebih lama dan mahal sehingga penelitian ini bertujuan untuk mencari metode alternatif yang lebih murah dan mudah dalam pelaksanaannya serta menentukan kesesuaian kadar tablet pirantel pamoat baik nama dagang maupun generik yang beredar di pasaran dengan persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Internasional edisi IV, 2008.

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu secara Spektrofotometri Ultraviolet dalam pelarut metanol pada panjang gelombang 289 nm. Metode ini memenuhi persyaratan uji validasi dengan persen perolehan kembali 98,50% dan Relative Standard Deviation (RSD) 1,31%, batas deteksi (LOD) 0,4145 mcg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 1,3818 mcg/ml.

Dari hasil penelitian diperoleh kadar tablet pirantel pamoat generik (Kimia Farma) sebesar 95,85% ± 3,29; pirantel pamoat (Indofarma) 100,42% ± 1,73 dan tablet nama dagang Konvermex® (Konimex) sebesar 93,99% ± 3,08; Combantrin® (Pfizer) 98,79% ± 2,35; Wormetrin® (Erela) 102,20% ± 1,51.

Berdasarkan data di atas menunjukkan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet generik dan nama dagang memenuhi persyaratan menurut Farmakope Internasional edisi IV (2008), yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

(6)

Determination of Concentration Pyrantel Pamoat in The Tablet Dosage by Ultraviolet Spectrophotometry

Abstract

Diseases due to worms (helminthiasis) is a disease that was suffered by 90% of Indonesian children. Helminthic most widely used today are pirantel pamoat. Pamoat pirantel tablet monograph was only found in the International Pharmacopoeia, Fourth Edition, in 2008 the establishment whereof performed Thin Layer Chromatography (TLC). This method requires a greater concentration measurements as well as time and cost of a longer and more expensive, so this research aims to find an alternative method which is cheaper and easier in implementation and in determining the suitability of content of tablets pirantel pamoat both branded and generic names on the market with the requirements levels established by the International Pharmacopoeia Fourth Edition, 2008.

The method used in this research by ultraviolet spectrophotometry in methanol as a solvent on a 289 nm wavelength. This method fulfilled the requirements validation test with the percent recovery 98.50% and relative standard deviation (RSD) 1.31%, limit of detection (LOD) 0.4145 mcg/ml and limit of quantitation (LOQ) 1.3818 mcg/ml.

The results were obtained levels pyrantel pamoat generic tablets (Kimia Farma) amounted to 95.85% ± 3.29; pyrantel pamoat (Indofarma) 100.42% ± 1.73 and branded name tablets Konvermex® (Konimex) amounted to 93.99% ± 3.08; Combantrin® (Pfizer) 98.79% ± 2.35; Wormetrin® (Erela) 102.20% ± 1.51.

Based on the above data shows the level of pyrantel pamoat in tablet dosage generic and branded name was fulfilled the requirement of The International Pharmacopoeia, Fourth Edition (2008), which is not less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount indicated on the label.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL ...

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pirantel Pamoat ... 5

2.1.1 Sifat Fisikokimia ... 5

2.1.2 Farmakologi ... 6

2.1.3 Efek Samping ... 6

2.1.4 Dosis ... 7

(8)

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet ... 7

2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet ... 7

2.2.2 Hukum Lambert-Beer ... 10

2.2.3 Penggunaan Spektofotometri Ultraviolet ... 11

2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri... 13

2.3 Validasi ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 18

3.1 Alat- alat ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

3.3 Pengambilan Sampel ... 18

3.4 Prosedur Penelitian ... 19

3.4.1 Pembuatan Pereaksi ... 19

3.4.1.1 Pembuatan Akuades Bebas CO2 ... 19

3.4.1.2 Pembuatan NaOH 0,1 N ... 19

3.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Pirantel Pamoat BPFI ... 19

3.4.3 Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ... 19

3.4.4 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi ... 20

3.4.5 Penentuan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet ... 20

3.4.6 Analisis Data Statistik ... 21

3.4.7 Uji Validasi dengan Parameter Akurasi, Presisi, Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 22

3.4.7.1 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery) ... 22

3.4.7.2 Uji Presisi ... 22

(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Pirantel Pamoat BPFI ... 24

4.2 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi ... 26

4.3 Penentuan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet ... 28

4.4 Uji Validasi Metode Spektrofotometri Ultraviolet ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Absorbansi dari Kurva Serapan ... 26 Tabel 2. Data Kurva Kalibrasi dari Pirantel Pamoat BPFI ... 27 Tabel 3. Rentang Kadar Rata-rata Pirantel Pamoat pada Sediaan Tablet ... 28 Table 4. Data Hasil Pengujian Perolehan Kembali Pirantel Pamoat dengan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kurva Serapan Pirantel Pamoat BPFI dalam Pelarut Metanol

(konsentrasi 10 mcg/ml) ... 25 Gambar 2. Kurva Kalibrasi Pirantel Pamoat BPFI dalam Pelarut Metanol

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Persamaan Regresi Pirantel Pamoat BPFI ... 34 Lampiran 2. Data Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet ... 35 Lampiran 3. Perhitungan Statistik Kadar Pitrantel Pamoat pada Tablet

Generik Kimia Farma ... 36 Lampiran 4. Perhitungan Statistik Kadar Pitrantel Pamoat pada Tablet

Generik Indofarma ... 38 Lampiran 5. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet

Konvermex® (Konimex) ... 40 Lampiran 6. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet

Combantrin® (Pfizer) ... 42 Lampiran 7. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet

Wormetrin® (Erela) ... 44 Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran ... 46

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Penimbangan Sampel ... 47 Lampiran 10. Contoh Perhitungan Persentase Perolehan Kembali (% recovery) .. 48 Lampiran 11. Perhitungan Berat Sampel dari Lampiran 10 Setelah

Penimbangan ... 49 Lampiran 12. Contoh Perhitungan Penimbangan Analit pada Persen Perolehan

Kembali ... 51 Lampiran 13. Contoh Perhitungan Penimbangan Bahan Baku pada Persen

Perolehan Kembali ... 52 Lampiran 14. Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali dengan Metode

Penambahan Bahan Baku (Standard Addition Method) dari

Tablet Generik (Kimia Farma) ... 53 Lampiran 15. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Pirantel Pamoat pada

Tablet Generik (Kimia Farma) dengan Metode Penambahan

(13)

(LOQ) ... 55

Lampiran 17. Data Persen Perolehan Kembali (% Recovery) ... 56

Lampiran 18. Data Spesifikasi Sampel ... 57

Lampiran 19. Nilai Distribusi t ... 59

Lampiran 20. Sertifikat Bahan Baku POM... 60

(14)

Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet

Abstrak

Penyakit karena cacing (helminthiasis) merupakan penyakit yang diderita oleh 90% anak Indonesia. Obat cacing yang paling banyak digunakan saat ini adalah pirantel pamoat. Monografi sediaan tablet pirantel pamoat hanya dijumpai pada Farmakope International (The International Pharmacopoeia) edisi IV, 2008 yang penetapan kadarnya dilakukan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode ini memerlukan konsentrasi pengukuran yang lebih besar serta waktu dan biaya yang lebih lama dan mahal sehingga penelitian ini bertujuan untuk mencari metode alternatif yang lebih murah dan mudah dalam pelaksanaannya serta menentukan kesesuaian kadar tablet pirantel pamoat baik nama dagang maupun generik yang beredar di pasaran dengan persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Internasional edisi IV, 2008.

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu secara Spektrofotometri Ultraviolet dalam pelarut metanol pada panjang gelombang 289 nm. Metode ini memenuhi persyaratan uji validasi dengan persen perolehan kembali 98,50% dan Relative Standard Deviation (RSD) 1,31%, batas deteksi (LOD) 0,4145 mcg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 1,3818 mcg/ml.

Dari hasil penelitian diperoleh kadar tablet pirantel pamoat generik (Kimia Farma) sebesar 95,85% ± 3,29; pirantel pamoat (Indofarma) 100,42% ± 1,73 dan tablet nama dagang Konvermex® (Konimex) sebesar 93,99% ± 3,08; Combantrin® (Pfizer) 98,79% ± 2,35; Wormetrin® (Erela) 102,20% ± 1,51.

Berdasarkan data di atas menunjukkan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet generik dan nama dagang memenuhi persyaratan menurut Farmakope Internasional edisi IV (2008), yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

(15)

Determination of Concentration Pyrantel Pamoat in The Tablet Dosage by Ultraviolet Spectrophotometry

Abstract

Diseases due to worms (helminthiasis) is a disease that was suffered by 90% of Indonesian children. Helminthic most widely used today are pirantel pamoat. Pamoat pirantel tablet monograph was only found in the International Pharmacopoeia, Fourth Edition, in 2008 the establishment whereof performed Thin Layer Chromatography (TLC). This method requires a greater concentration measurements as well as time and cost of a longer and more expensive, so this research aims to find an alternative method which is cheaper and easier in implementation and in determining the suitability of content of tablets pirantel pamoat both branded and generic names on the market with the requirements levels established by the International Pharmacopoeia Fourth Edition, 2008.

The method used in this research by ultraviolet spectrophotometry in methanol as a solvent on a 289 nm wavelength. This method fulfilled the requirements validation test with the percent recovery 98.50% and relative standard deviation (RSD) 1.31%, limit of detection (LOD) 0.4145 mcg/ml and limit of quantitation (LOQ) 1.3818 mcg/ml.

The results were obtained levels pyrantel pamoat generic tablets (Kimia Farma) amounted to 95.85% ± 3.29; pyrantel pamoat (Indofarma) 100.42% ± 1.73 and branded name tablets Konvermex® (Konimex) amounted to 93.99% ± 3.08; Combantrin® (Pfizer) 98.79% ± 2.35; Wormetrin® (Erela) 102.20% ± 1.51.

Based on the above data shows the level of pyrantel pamoat in tablet dosage generic and branded name was fulfilled the requirement of The International Pharmacopoeia, Fourth Edition (2008), which is not less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount indicated on the label.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Penyakit karena cacing (helminthiasis) merupakan penyakit yang diderita oleh 90% anak Indonesia. Obat cacing yang paling banyak digunakan saat ini adalah pirantel pamoat. Senyawa ini merupakan turunan tetrahydropyrimidine yang efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh satu jenis cacing atau lebih di usus, beberapa diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Enterobius vermicularis), serta cacing Trichostrongylus colubriformis dan Trichostrongylus orientalis (Anonim, 2010; Sukarban, 1995).

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapeutik yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang dikandung harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya (Depkes RI, 2009).

(17)

Pada Farmakope Indonesia edisi IV, 1995 dan USP (United States Pharmacopoeia) XXX, 2007 monografi pirantel pamoat terdapat dalam bentuk suspensi oral dan bahan baku yang penetapan kadarnya dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), sedangkan monografi sediaan tabletnya terdapat pada Farmakope Internasional (The International Pharmacopoeia) edisi IV, 2008 dimana penetapan kadarnya dilakukan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode KCKT memiliki kekurangan, yaitu menggunakan alat dan biaya operasional yang mahal, sedangkan metode KLT memerlukan konsentrasi pengukuran yang besar dan kedua metode ini membutuhkan waktu analisis yang relatif lama.

Dilihat dari strukturnya, pirantel pamoat mempunyai gugus kromofor dan auksokrom sehingga senyawa ini dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet. Pirantel memberikan spektrum dalam pelarut metanol-asam pada panjang gelombang 315 nm dengan nilai A = 920a (Moffat, 2004), sedangkan pirantel 11 pamoat memiliki serapan maksimum dalam pelarut metanol pada panjang gelombang 300 nm (E1cm1%= 366; ɛ = 21770) dan 288 nm (

% 1 1cm

E = 370; ɛ = 22000); dalam pelarut NaOH 0,1 N pada panjang gelombang 301 nm ( 1%

1cm

E = 382; ɛ = 22720) dan 290 nm ( 1%

1cm

E = 383; ɛ = 22780) (Dibbern, 2002). Senyawa ini praktis tidak larut dalam air, metanol dan etanol, tetapi larut dalam dimetilsulfoksida.

(18)

masih dapat memberikan hasil dengan akurasi dan presisi yang baik. Adapun metode yang dipilih adalah metode Spektrofotometri Ultraviolet. Untuk menguji keabsahan dari metode ini maka dilakukan uji validasi dengan parameter akurasi, presisi, limit deteksi dan limit kuantitasi. Selanjutnya metode ini digunakan untuk menentukan kadar tablet pirantel pamoat, baik generik maupun nama dagang, yang beredar di pasaran.

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah metode Spektrofotometri Ultraviolet menggunakan pelarut metanol dapat digunakan pada penetapkan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet dan memberikan uji validasi metode yang memenuhi syarat? 2. Apakah pirantel pamoat dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan

generik yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Internasional edisi IV, 2008?

1.3Hipotesis

1. Metode Spektrofotometri Ultraviolet menggunakan pelarut metanol dapat digunakan pada penetapkan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet dan memberikan uji validasi metode yang memenuhi syarat.

2. Kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Internasional edisi IV, 2008.

1.4Tujuan Penelitian

(19)
(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirantel Pamoat

2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C11H14N2S. C23H16O6

Sinonim : - Pyrantel Embonate

- (E)-1,4,5,6-Tetrahidro-1-metil-2-[2-(2-thienyl)vinil] pirimidina 4,4’-metilen bis[3-hidroksi-2-naftoat]

- Pyrimidine,1,4,5,6-tetrahydro-1-methyl-2-[2-(2-thienyl) ethenyl]-(E)-compd with 4,4’-methylenebis (3-hydroxy-2-naphtalene carboxylic acid)

- 1,4,5,6-tetrahydro-1-methyl-2-[trans-2-(2-thienyl)-vynil]-pyrimidine embonate

Berat Molekul : 594,68

Suhu Lebur : 1780 sampai 1790

(21)

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, metanol, dan etanol; larut dalam dimetilsulfoksida; sukar larut dalam dimetilformamida (Dibbern, 2002; Moffat, 2004; USP 30, 2007).

2.1.2 Farmakologi

Pirantel pamoat merupakan turunan tetrahydropyrimidine yang berkhasiat sebagai antelmintik dan sangat efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh satu jenis cacing atau lebih di usus, beberapa diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Enterobius vermicularis), serta cacing Trichostrongylus colubriformis dan Trichostrongylus orientalis.

Obat ini bekerja dengan cara menimbulkan depolarisasi pada otot cacing sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dan penghambatan kolinestrese. Hal ini menyebabkan pelumpuhan cacing-cacing, yang diikuti dengan pembuangan dari saluran intestinal manusia (Katzung, 2004; Sukarban, 1995).

2.1.3 Efek Samping

(22)

2.1.4 Dosis

Dosis tunggal sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg untuk dewasa dan anak-anak setengah-2 tablet 10 mg/kg (Tjay, 2007).

2.1.5 Sediaan

Dalam perdagangan pirantel pamoat tersedia dalam bentuk tablet dengan komposisi setara pirantel base 125 mg dan 250 mg serta bentuk suspensi oral dengan komposisi tiap 5 ml mengandung pirantel pamoat setara pirantel base 125 mg dan 250 mg (ISO, 2009).

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet

2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah inframerah dekat 780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 µm atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).

(23)

yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).

Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut gugus kromofor dan hampir semua gugus ini mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π → π*, yang menyerap

pada panjang gelombang maksimum kecil dari 200 nm, misalnya pada >C=C< dan –C ≡ C–. Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung

elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem

konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar (Dachriyanus, 2004).

Gugus fungsi seperti –OH, -O, -NH2, -Cl, dan –OCH3 yang mempunyai

elektron-elektron valensi bukan ikatan (memberikan transisi n → π* ) disebut gugus auksokrom yang tidak dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (pergeseran batokromik) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokromik adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dam bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar (Dachriyanus, 2004; Rohman, 2007).

(24)

a. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu :

• Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

• Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

• Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.

b. Pembuatan kurva kalibrasi

(25)

c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).

2.2.2 Hukum Lambert-Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel (b) yang disinari, dengan bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah.

A = k. b

Menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi.

A = k. c

Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan dalam Hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan sel yang dapat ditulis dengan persamaan :

A = k.c.b

(26)

A= a.b.c (g/liter) atau A= ε. b. c (mol/liter)

Dimana: A = serapan a = absorptivitas b = ketebalan sel c = konsentrasi

ε = absorptivitas molar

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas (a) merupakan konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and Underwood, 1999; Rohman, 2007).

Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan untuk menggantikan absorptivitas. Harga ini, memberikan serapan larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat diperoleh persamaan:

A = A11. b. c

Dimana : A11= absorptivitas spesifik b = ketebalan sel

c = konsentrasi senyawa terlarut (g/100ml larutan)

2.2.3 Penggunaan Spektofotometri Ultraviolet

(27)

1. Aspek Kualitatif

Metode spektroskopi UV-Vis dapat digunakan dalam analisis kualitatif, tetapi hanya sebagai data sekunder atau pendukung, yaitu dengan cara membandingkan spektrum baku pembanding dengan spetrum dari cuplikan yang dianalisis (Mulya, 1995).

2. Aspek Kuantitatif

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi tertentu nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, 2004).

Analisis kuantitatif secara spektrofotometri ultraviolet dapat dilakukan dengan metode regresi dan pendekatan.

1. Metode Regresi

(28)

kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.

2. Metode Pendekatan

Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan C = As. Cb / Ab dimana As = serapan sampel, Ab = serapan standar, Cb = konsentrasi standar, dan C = konsentrasi sampel (Holme dan Peck, 1983).

2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri

Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang masuk ke dalam daerah spektrum ultraviolet itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses ini menggunakan instrumen yang disebut spektrofotometer. Alat ini terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Bassett, 1994; Khopkar, 1990).

Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut: 1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada

panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350- 900 nm.

(29)

3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan lebih.

4. Detektor: berperanan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang.

5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik itu dapat dibaca.

6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik (Day and Underwood, 1981).

2.3 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (WHO, 1992; Rohman, 2007).

(30)

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi dan metode penambahan bahan baku (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.

% Perolehan Kembali = x100%

C B A

Keterangan : A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

C = konsentrasi baku yang ditambahkan

Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi). Presisi dapat diartikan pula sebagai derajat reprodusibilitas atau keterulangan dari prosedur analisis. Ada 4 macam ukuran ketepatan, yaitu :

a. Kisaran (range) merupakan selisih hasil penetapan yang paling besar dengan yang paling kecil. Semakin kecil selisihnya berarti hasilnya semakin tepat. b. Deviasi rata-rata (mean deviation) merupakan deviasi masing-masing hasil

(31)

(positif atau negatif) dan dirumuskan sebagai berikut : =

c. Standar deviasi (SD) merupakan akar jumlah kuadrat deviasi masing-masing hasil penetapan terhadap mean dibagi dengan derajat kebebasannya yang dinyatakan dalam rumus berikut :

Keterangan : X = nilai dari masing-masing pengukuran = rata-rata (mean) dari pengukuran N = frekuensi penetapan

N-1 = derajat kebebasan

d. Standar deviasi relatif (relative standard deviation, RSD) merupakan ukuran ketepatan relatif dan umumnya dinyatakan dalam persen. RSD dirumuskan dengan persamaan :

RSD =

Keterangan : RSD = Relative Standard Deviation (%)

SD = Standard Deviation

= rata-rata

Kespesifikan dari suatu metode analisis adalah kemampuannya untuk mengukur kadar analit secara khusus dengan akurat, disamping komponen lain yang terdapat dalam matriks sampel.

(32)

Batas deteksi (limit of detection) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi = Slope

xSB 3

Batas kuantitasi (limit of quantitation) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Batas Kuantitasi = Slope

xSB 10

Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu.

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret sampai Juli 2010.

3.1 Alat – Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer ultraviolet/visible (UV mini Shimadzu 1240), neraca analitik (AND GF-200), dan alat-alat gelas.

3.2 Bahan – Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah metanol p.a (E. Merck), natrium hidroksida p.a (E. Merck), akuades (Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif), pirantel pamoat baku (PT. Konimex), pirantel pamoat baku (BPFI), tablet pirantel generik (Kimia Farma dan Indofarma) dengan komposisi setara 125 mg pirantel base, tablet nama dagang Combantrin® (Pfizer), Konvermex® (Konimex), dan Wormetrin® (Erela) dengan komposisi setara 250 mg pirantel base.

3.3 Pengambilan Sampel

(34)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan Pereaksi

3.4.1.1 Pembuatan Akuades Bebas CO2

Didihkan akuades selama 5 menit, tutup dan diamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara (DitJen POM, 1995).

3.4.1.2 Pembuatan NaOH 0,1N

Larutkan 4,001 gram NaOH dalam akuades bebas CO2 hingga 1000 ml

(DitJen POM, 1979).

3.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Pirantel Pamoat BPFI

Timbang seksama 50,0 mg pirantel pamoat BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan NaOH 0,1N dan metanol masing-masing 5 ml, dikocok hingga larut, lalu dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1.000 mcg/ml, larutan ini disebut Larutan Induk Baku I (LIB I). Dari larutan ini dipipet 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan metanol sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 mcg/ml (LIB II).

3.4.3 Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

(35)

kemudian diukur serapan pada rentang panjang gelombang 200 – 400 nm (hasil dapat dilihat pada gambar 1 dan tabel 1 halaman 25-26)

3.4.4 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

Dipipet larutan induk baku II (100 mcg/ml) 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml; 3 ml; 3,5 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan metanol hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 6; 8; 10; 12; 14 mcg/ml. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh, sebagai blanko digunakan metanol dengan penambahan 5 ml NaOH 0,1N terlebih dahulu, kemudian dihitung persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (hasil dapat dilihat pada gambar 2 dan tabel 2 halaman 27).

3.4.5 Penentuan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet

(36)

Penetapan kadar ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi, yaitu: Y = aX + b

3.4.6 Analisis Data Statistik

Untuk menghitung Standard Deviation (SD) digunakan rumus :

Untuk mengetahui apakah data diterima atau ditolak digunakan rumus seperti di bawah ini :

Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 99% dengan derajat kebebasan dk= n-1, digunakan rumus :

µ = X ± t(1-1/2α)dk x

n SD

Keterangan :

µ = interval kepercayaan X = kadar rata-rata sampel X = kadar sampel

t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaaan

dk = derajat kebebasan

(37)

3.4.7 Uji Validasi dengan Parameter Akurasi, Presisi, Batas Deteksi, dan Batas Kuantitasi

3.4.7.1 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery)

Uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan baku (Standard Addition Method), yaitu dengan membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80 %, 100 %, 120 % dihitung dari kesetaraan penimbangan pirantel pamoat pada penetapan kadar sampel, dimana masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Setiap rentang spesifik mengandung 70 % analit dan 30 % baku pembanding, kemudian dianalisa dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel (hasil dapat dilihat pada tabel 4 halaman 29).

Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Recovery Keterangan :

A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku

C = konsentrasi baku yang ditambahkan 3.4.7.2 Uji Presisi

Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD (Relative Standard Deviation) dengan rumus :

(38)

Keterangan :

RSD = Relative Standard Deviation SD = Standard Deviation

X = Kadar Rata-rata Pirantel Pamoat dalam Sampel

3.4.7.3 Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Untuk menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) dapat digunakan rumus :

Keterangan :

SB = Simpangan Baku

LOD = Batas Deteksi (Limit Of Detection) LOQ = Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)

2 )

( 2

− − =

n Yi Y SB

Slope SB x LOD=3

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pirantel memberikan spektrum dalam pelarut metanol-asam pada panjang gelombang 315 nm dengan nilai A = 920a (Moffat, 2004), sedangkan pirantel 11 pamoat memiliki serapan maksimum dalam pelarut metanol pada panjang gelombang 300 nm (E1cm1%= 366; ɛ = 21770) dan 288 nm (

% 1 1cm

E = 370; ɛ = 22000); dalam pelarut NaOH 0,1 N pada panjang gelombang 301 nm ( 1%

1cm

E = 382; ɛ = 22720) dan 290 nm ( 1%

1cm

E = 383; ɛ = 22780) (Dibbern, 2002). Dari orientasi yang dilakukan masing-masing menggunakan pelarut metanol-asam, metanol, dan NaOH 0,1N diperoleh hasil bahwa pirantel pamoat tidak larut dalam ketiga pelarut tersebut, tetapi dengan terlebih dahulu menambahkan 5 ml NaOH 0,1N dan kemudian diencerkan dengan metanol ternyata pirantel pamoat dapat larut.

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Pirantel Pamoat BPFI

(40)

mcg/ml dimana konsentrasi ini memberikan serapan yang masih diterima oleh Hukum Lambert-Beer (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 32).

Menurut Dibbern (2002) pirantel pamoat memiliki serapan maksimum dalam pelarut metanol pada panjang gelombang 300 nm dan 288 nm. Dari hasil penentuan panjang gelombang dengan konsentrasi pengukuran yaitu 10 mcg/ml diperoleh panjang gelombang maksimum pirantel pamoat pada 289 nm dengan serapan 0,4442, sedangkan untuk panjang gelombang 300 nm tidak terbaca pada hasil pengukuran seperti terlihat pada Gambar 1 dan Tabel 1. Adanya perbedaan panjang gelombang ini masih dalam batas-batas yang diterima menurut Farmakope Indonesia edisi IV.

(41)

Tabel 1. Data Absorbansi dari Kurva Serapan

Selanjutnya, untuk penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet generik dan nama dagang yang beredar di pasaran dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

4.2 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

(42)

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Pirantel Pamoat BPFI dalam Pelarut Metanol pada Panjang Gelombang 289 nm

(43)

4.3 Penentuan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet

Dalam perdagangan sediaan tablet pirantel pamoat dijumpai dengan nama generik dan nama dagang dengan komposisi 125 mg dan 250 mg pirantel base.

Pada penelitian ini, Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI) yang digunakan adalah pirantel pamoat maka pada penetapan kadar tabletnya, pirantel base terlebih dahulu dikonversikan menjadi pirantel pamoat dengan cara membagikan berat molekul pirantel pamoat (594,68) dengan berat molekul pirantel base (206,3), kemudian dikalikan dengan kandungan pirantel yang tertera pada etiket (contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 46).

Hasil penentuan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Rentang kadar rata-rata pirantel pamoat pada sediaan tablet

No Nama Sediaan Kadar Rata-rata

%

Kadar Sebenarnya %

1. Pirantel Pamoat Generik KF 95,85 95,85 ± 3,29 2. Pirantel Pamoat Generik

Indofarma

100,42 100,42 ± 1,73

3. Konvermex® (Konimex) 93,99 93,99 ± 3,08 4. Combantrin® (Pfizer) 98,79 98,79 ± 2,35 5. Wormetrin® (Erela) 102,20 102,20 ± 1,51

(44)

4.4 Uji Validasi Metode Spektrofotometri Ultraviolet

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi dengan metode penambahan bahan baku (standard addition method) terhadap sampel tablet pirantel pamoat generik (Kimia Farma) yang meliputi uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery), uji presisi dengan parameter RSD (Relative Standard Deviation), batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ).

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, dan 120% dihitung dari kesetaraan penimbangan pirantel pamoat pada penetapan kadar sampel, masing-masing dengan 3 kali replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70% sampel dan 30% baku pembanding (contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 47).

Tabel 4. Data hasil pengujian perolehan kembali Pirantel Pamoat dengan metode penambahan baku standar (standard addition method)

(45)

Dari data di atas diperoleh kadar rata-rata persen recovery, yaitu 98,50 % dengan Standard Deviation (SD) sebesar 1,29. Hasil persen perolehan kembali ini memenuhi persyaratan uji akurasi dimana rentang rata-rata hasil perolehan kembali adalah 98-102%. Sedangkan dari hasil uji presisi dengan parameter Relative Standard Deviation (RSD) adalah 1,31%. Hasil Relative Standard Deviation (RSD) ini memenuhi persyaratan presisi, dimana nilai RSD yang diizinkan adalah ≤ 2%.

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tablet dapat dilakukan menggunakan metode Spektrofotometri Ultraviolet dalam pelarut metanol dengan penambahan 5 ml NaOH 0,1N terlebih dahulu. Metode ini memberikan uji validasi dengan parameter akurasi dan presisi yang memenuhi syarat dengan batas deteksi (LOD) sebesar 0,4145 mcg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) sebesar 1,3818 mcg/ml.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tablet yang dianalisis baik generik maupun nama dagang memenuhi persyaratan kadar tablet menurut Farmakope Internasional edisi IV (2008), yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket, dan ini menunjukkan bahwa tablet generik sama baiknya dengan tablet nama dagang.

5.2 Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). The United States Pharmacopoeia 30 – The National Formulary 25. United States Pharmacopoeia Convention, Inc. Electronic version. Anonim. (2010). Satuan Acara Penyuluhan Penyakit Cacing.

Diambil dari : URL HYPERLINK

http://rastirainiawordpress.com/SATUAN-ACARA-PENYULUHAN-PENYAKIT-CACINGAN.html

Bassett, J., dkk. (1994). Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerjemah Pujaatmaka,A.H. Edisi ke IV. Jakarta: EGC: hal 809

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press: hal. 1

Day, R.A., dan Underwood, A.L. (1999). Analisis Kimia Kuantitatif. Penerjemah: Pujaatmaka, A.H. Edisi ke V. Jakarta: Erlangga: hal. 393, 396-403

Depkes RI. (1989). Informasi Tentang Obat Generik. Jakarta. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. hal. 3-4

Depkes RI. (2009). Undang-undang RI No. 36 Tentang Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal. 40

Dibbern, H.W., dkk. (2002). UV and IR Spectra : Pharmaceutical Substances (UV and IR) and Pharmaceutical and Cosmetic Excipients (IR). Jerman: Editio Cantor Aulendorf

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi ke III. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal. 748

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi ke IV. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal. 719, s1061, 1066

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar: hal. 220-255

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitunganya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol 1(3). hal. 117-135

Holme, D.J. dan Peck, H. (1983). Analytical Biochemistry. London: Longman: hal. 40

ISO. (2009). Combantrin. Volume 44. Jakarta. PT. ISFI Penerbitan. hal. 80

(48)

Moffat, A.C., dkk. (2004). Clarke‘s Analysis Of Drug And Poisons. Thirth edition London: Pharmaceutical Press. Electronic version

Mulya, M., dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press: Hal. 40

Munson, J. W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Penerjemah Harjana. Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press: hal. 334.

Roth, J.H., dan Blaschke, G., (1998). Analisis Farmasi. Penerjemah: Kisman, dkk. Yogyakarta: UGM Press: hal. 355-357

Sartono. (1993). Apa yang Sebenarnya Anda Ketahui tentang Obat-Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: hal. 78

Satiadarma, K., dkk. (2004). Azas Pengembangan Prosedur Analisis. Surabaya: Airlangga University Press: hal. 87-91

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Edisi ke VI. Bandung: Tarsiti: hal. 491

Sukarban, S. (1995). Antelmintik, dalam Farmakologi dan Terapi. Editor: Ganiswara, S.G. Edisi ke V. Jakarta: UI-Press: hal. 530

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo: hal. 193

(49)

Lampiran 1. Perhitungan Persamaan Regresi Pirantel Pamoat BPFI

(50)
(51)

Lampiran 3. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet Generik distribusi t diperoleh nilai ttabel = 4,03

(52)

Karena thitung≤ ttabel maka data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara :

µ = X ± t(1-1/2α)dk x

n SD

= 95,85 ± ( 4,03 x 6 0143 , 2

)

(53)

Lampiran 4. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet Generik distribusi t diperoleh nilai ttabel = 4,03

(54)

Karena thitung≤ ttabel maka data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara :

µ = X ± t(1-1/2α)dk x

n SD

= 100,415 ± ( 4,03 x 6 0508 , 1

)

(55)

Lampiran 5. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet Konvermex® (Konimex)

No Kadar [X] (%) Xi - X (Xi – X)2 distribusi t diperoleh nilai ttabel = 4,03

(56)

Karena thitung≤ ttabel maka data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara :

µ = X ± t(1-1/2α)dk x

n SD

= 93,99 ± ( 4,03 x 6 8751 , 1

)

(57)

Lampiran 6. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet Combantrin® (Pfizer)

No Kadar [X] (%) Xi - X (Xi – X)2 distribusi t diperoleh nilai ttabel = 4,03

(58)

Karena thitung≤ ttabel maka data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara :

µ = X ± t(1-1/2α)dk x

n SD

= 98,79 ± ( 4,03 x 6 4260 , 1

)

(59)

Lampiran 7. Perhitungan Statistik Kadar Pirantel Pamoat pada Tablet distribusi t diperoleh nilai ttabel = 4,03

(60)

Karena thitung≤ ttabel maka data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara :

µ = X ± t(1-1/2α)dk x

n SD

= 102,20 ± ( 4,03 x 6 9174 , 0

)

(61)
(62)

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Penimbangan Sampel

Berat 20 tablet = 11138 mg

Kandungan pirantel pamoat pada etiket = setara dengan pirantel base 125 mg Kandungan pirantel pamoat dalam tablet =

=

= 360,3248 mg Dibuat larutan uji dengan kadar lebih kurang 10 mcg/ml.

Ditimbang seksama serbuk setara dengan 50,0 mg pirantel pamoat, maka berat sampel yang ditimbang adalah :

Berat penimbangan sampel =

= 77,2775 mg

Sampel yang telah ditimbang dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, lalu ditambahkan NaOH 0,1N dan metanol masing-masing 5 ml, dikocok hingga larut dan diencerkan dengan metanol sampai garis tanda.

Kadar larutan uji = = 1000 mcg/ml

Setelah disaring, kemudian filtrat larutan uji dipipet 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda.

Kadar larutan uji = = 100 mcg/ml

Lalu dipipet lagi 2,5 ml larutan uji, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda.

(63)

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Persentase Perolehan Kembali (% recovery)

Berat 20 tablet = 11.138 mg

Kandungan pirantel pamoat pada etiket = setara dengan pirantel base 125 mg Kandungan pirantel pamoat dalam tablet =

=

= 360,3248 mg

Berat kesetaraan penimbangan sampel pada penetapan kadar = 50 mg Perolehan 80%

Sampel yang ditimbang = x mg mg

mg

Sampel yang ditimbang = x mg mg

mg

Sampel yang ditimbang = x mg mg

(64)

Lampiran 11. Perhitungan Berat Sampel dari Lampiran 10 Setelah Penimbangan

Perolehan 80% - Pirantel Pamoat :

Analit = xkandunganzatkhasiatx kadarrata rata tablet

Perolehan 100% - Pirantel Pamoat :

(65)

Perolehan 120% - Pirantel Pamoat :

(66)

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Penimbangan Analit pada Persen

Sampel yang telah ditimbang dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan NaOH 0,1N dan metanol masing-masing 5 ml, dikocok hingga larut dan diencerkan dengan metanol sampai garis tanda.

Kadar larutan uji = = 533,34 mcg/ml

Setelah disaring, kemudian filtrat larutan uji dipipet 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda. Kadar larutan uji = = 53,334 mcg/ml Lalu dipipet lagi 2,5 ml larutan, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda.

(67)

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Penimbangan Bahan Baku pada Persen

Bahan baku yang telah ditimbang di masukkan dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan NaOH 0,1N dan metanol masing-masing 5 ml, dikocok hingga larut dan diencerkan dengan metanol sampai garis tanda.

Kadar larutan uji = = 239,52 mcg/ml

Kemudian dipipet 5 ml larutan, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda.

Kadar larutan uji = = 23,952 mcg/ml Lalu dipipet lagi 2,5 ml larutan, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda.

(68)

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali dengan Metode Penambahan Bahan Baku (Standard Addition Method) dari Tablet Generik (Kimia Farma)

% Recovery x100%

C B A− =

Dimana:

A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku

C = Konsentrasi baku yang ditambahkan

% Recovery Pirantel Pamoat = 100%

/ 3952 , 2

/ 5,3334 /

,6755

x ml

mcg

ml mcg ml

mcg

7

(69)

Lampiran 15. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Pirantel Pamoat pada Tablet Generik (Kimia Farma) dengan Metode Penambahan Baku

(Standard Addition Method)

No Konsentrasi

(70)

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Persamaan garis regresinya adalah Y = 0,04487 X + 0,0034

(71)

Lampiran 17. Data Persen Perolehan Kembali (% Recovery)

a. Perolehan 80%

b. Perolehan 100%

(72)

Lampiran 18. Daftar Spesifikasi Sampel

1. Pyrantel (PT. Kimia Farma) No. Batch : I91598B

No. Reg : GTL8912511510A2 Expire Date : September 2014

Komposisi : Pirantel ……… 125 mg 2. Pyrantel (PT. Indofarma)

No. Batch : 0705011

No. Reg : GTL8920902610A1 Expire Date : Desember 2012

Komposisi : Pirantel ……… 125 mg 3. Konvermex® (PT. Konimex)

No. Batch : DEC08A01

No. Reg : DTL 0413022204 A1 Expire Date : Desember 2012

Komposisi : Pirantel Pamoat setara dengan Pirantel base 250 mg 4. Combantrin® (PT. Pfizer)

No. Batch : LCN 681993

No. Reg : DTL 7219802210B1 Expire Date : Juli 2012

Komposisi : Pirantel Pamoat setara dengan Pirantel base 250 mg 5. Wormetrin® (PT. Erela)

No. Batch : BN T. 434409

(73)

Expire Date : Desember 2014

(74)
(75)
(76)

Gambar

Gambar 1. Kurva serapan Pirantel Pamoat BPFI dalam pelarut metanol (konsentrasi 10 mcg/ml)
Tabel 1. Data Absorbansi dari Kurva Serapan
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Pirantel Pamoat BPFI dalam Pelarut Metanol pada Panjang Gelombang 289 nm
Tabel 3. Rentang kadar rata-rata pirantel pamoat pada sediaan tablet
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar atorvastatin dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran apakah memenuhi persyaratan mutu obat, sehingga dengan

Metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar ketoprofen dalam sediaan tablet karena pada hasil uji validasi, metode ini menunjukkan akurasi dan

Penetapan kadar domperidone dalam sediaan tablet dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut metanol dan diukur serapannya pada panjang gelombang 286 nm. Kadar

Penetapan kadar domperidone dalam sediaan tablet dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut metanol dan diukur serapannya pada panjang gelombang 286 nm.. Kadar

Penetapan kadar domperidone dalam sediaan tablet dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut metanol dan diukur serapannya pada panjang gelombang 286 nm.. Kadar

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melakukan penetapan kadar domperidone secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut metanol untuk menentukan apakah sediaan

Apakah kadar teofilin dan efedrin HCl pada sediaan tablet memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V Tahun 2014 yang ditentukan dengan metode spektrofotometri secara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar metronidazol dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik secara Spektrofotometri Fourier Transform