• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Campuran Isoniazid Dan Vitamin B6 Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Perhitungan Multikomponen Dan Persamaan Matriks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Campuran Isoniazid Dan Vitamin B6 Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Perhitungan Multikomponen Dan Persamaan Matriks"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR CAMPURAN ISONIAZID DAN VITAMIN B6 DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN PERHITUNGAN

MULTIKOMPONEN DAN PERSAMAAN MATRIKS

OLEH

WARDAH KUMALA SARI NIM 071524081

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENETAPAN KADAR CAMPURAN ISONIAZID DAN VITAMIN B6 DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN PERHITUNGAN

MULTIKOMPONEN DAN PERSAMAAN MATRIKS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH

WARDAH KUMALA SARI NIM 071524081

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR CAMPURAN ISONIAZID DAN VITAMIN B6

DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN PERHITUNGAN MULTIKOMPONEN

DAN PERSAMAAN MATRIKS

OLEH

WARDAH KUMALA SARI NIM 071524081

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal Maret 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt Drs.Chairul A.Dalimunthe,M.Sc.,Apt NIP 195006221980011001 NIP 194907061980021001

Pembimbing II, Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt NIP 195006221980011001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt Dra. Sudarmi, M.Si., Apt NIP 195201041980031002 NIP 195409101983032001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill.,Apt NIP 195101311976031001

Dekan

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan nikmat-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skipsi ini

dengan baik, serta sholawat dan salam tidak lupa saya ucapkan pada junjungan

kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap

gulita ke alam yang terang benderang dengan penuh dengan ilmu pengetahuan,

semoga di yaumil akhir kelak kita mendapat syafa’atnya Amin.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas dan kewajiban bagi setiap

mahasiswa khususnya di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara sebagai

syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi.

Saya menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami kesulitan

dan hambatan. Namun berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, maka

penelitian ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini saya ingin

berterima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumandio Hadisaputra, Apt selaku Dekan Fakultas

Farmasi.

2. Bapak /Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik

penulis selama dalam perkuliahan.

3. Ibu Dra. Siti Nurbaya, Apt selaku Penasehat Akademik penulis yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.

4. Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt selaku pembimbing I, yang telah

banyak memberi saya banyak arahan dan bimbingan dalam penyusunan

(5)

5. Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang

telah banyak memberikan petunjuk dan arahan-arahan dari awal hingga

skripsi ini selesai dengan baik.

6. Asisten Laboratorium Kimia Farmasi Kuanlitatif, teman-teman penulis

angkatan ekstensi 2007, senior, junior serta seluruh pegawai Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu

persatu disini yang telah banyak membantu penulis.

7. Teristimewa kepada Ayahanda H. Hasanuddin Thariq dan Ibunda Hj.

Habsyah yang senantiasa mendo’akan saya sepanjang waktu dan

memberikan bantuan moril dan materil sehingga saya dapat menyelesaikan

pendidikan dengan baik.

8. Abangda M. Reza Pahlevi, S.Hi., Ahmad Hafidzullah Amin, S.Hi., M.A.,

kakanda Fatmawati, S.Pdi., Nurhartatik Khairiyah, S.Pd dan adinda

tersayang Maulana Putra Jauhari yang selalu memberikan semangat pada

saya.

Saya menyadari penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

kesalahan-kesalahan. Kesalahan yang terdapat dari isi skripsi ataupun dari segi tata bahasa,

saya harapkan kritik dan saran yang membanngun agar skripsi ini dapat

bermanfaat dan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2011

Penulis

(6)

PENETAPAN KADAR CAMPURAN ISONIAZID DAN VITAMIN B6

DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN PERHITUNGAN MULTIKOMPONEN

DAN PERSAMAAN MATRIKS

ABSTRAK

Isoniazid merupakan obat yang cukup efektif dalam pengobatan tuberkulosis. Dalam perdagangan Isoniazid sering dikombinasi dengan Vitamin B6 yang bertujuan untuk mencegah efek samping dari Isoniazid berupa neuritis

perifer. Kombinasi bahan aktif tersebut dapat menimbulkan masalah dalam analisis kuantitatif untuk kontrol kualitas sediaan. Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar sediaan tablet kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6 secara

spektrofotometri Ultraviolet dengan perhitungan multikomponen dan persamaan matriks mempergunakan pelarut HCl 0,1N yang diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum masing-masing komponen yaitu INH 266 nm dan Vitamin B6 290 nm.

Diperoleh kadar INH untuk tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) sebesar 103,11% ± 1,54, tablet Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo Putramas) 97,62% ± 0,95, dan tablet Beniazid® (PT. Rocella) 99,86% ± 0,26 dan kadar Vitamin B6

untuk tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) sebesar 101,91% ± 2,78, tablet Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo Putramas) 103,90% ± 1,62, dan tablet Beniazid® (PT. Rocella) 97,73% ± 1,61. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan tablet bernama dagang yang dianalisis memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket untuk Isoniazid, dan untuk Piridoksin Hidroklorida, mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 115,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Uji validasi metode dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80%, 100% dan 120%, masing-masing dengan 3 replikasi. Hasil persen recovery didapat untuk Isoniazid; Kadar rata-rata 97,43%, Standar Deviasi (SD) 2,61 dan Relatif Standar Deviasi (RSD) 2,68% dan untuk Vitamin B6; Kadar rata-rata 98,93%, Standar Deviasi (SD) 1,06 dan Relatif

Standar Deviasi (RSD) 1,07%. Nilai RSD yang diperoleh telah memenuhi syarat RSD yaitu 5-15% untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit. Dari hasil penelitian disimpulkan metode Spektrofotometri Ultraviolet secara perhitungan persamaan multikomponen dan matriks memberikan ketepatan dan ketelitian yang baik.

(7)

MIXED LEVEL OF DETERMINATION OF INH AND VITAMIN B6 IN THE TABLET BY ULTRAVIOLET SPECTROPHOTOMETRY WITH

MULTICOMPONENT CALCULATION AND MATRIX EQUATION

ABSTRACT

Isoniazid is a drug that is effective in the treatment of tuberculosis. In trading Isoniazid is often combined with Vitamin B6 which aims to prevent side effects of Isoniazid in the form of peripheral neuritis. The combination of active ingredients that can cause problems in quantitative analysis for quality control preparations. In this research, determination of the combination tablet Vitamin B6 and Isoniazid by Ultraviolet spectrophotometry with multicomponent calculation and use the matrix equation use HCl 0.1 N as measured at a wavelength of maximum absorbance of each component such as INH and Vitamin B6 266 nm, 290 nm.

Retrieved levels of INH for Pehadoxin ® tablets (PT. Phapros) amounted to 103.11% ± 1.54, tablet Niacifort - 6 ® (PT Ikapharmindo Putramas) 97.62% ± 0.95, and tablets Beniazid ® (PT. Rocella ) 99.86% ± 0.26 and levels of vitamin B6 for Pehadoxin ® tablet (PT. Phapros) amounted to 101.91% ± 2.78, tablet Niacifort - 6 ® (PT Ikapharmindo Putramas) 103.90% ± 1, 62, and tablet Beniazid ® (PT Rocella) 97.73% ± 1.61. This indicates that the tablets were analyzed trade name meets the requirements stated in the levels of Indonesian Pharmacopoeia IV edition (1995) which contains not less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount listed on the label to Isoniazid, and to pyridoxine Hydrochloride, containing not less than 95.0% and not more than 115.0% of the amount listed on the label.

Test method validation is done by creating 3 concentration of the analyte with a specific range of 80%, 100% and 120%, respectively with 3 replication. Results per cent recovery obtained for Isoniazid; levels on average 97.43%, Standard Deviation (SD) 2.61 and Relative Standard Deviation (RSD) 2.68% and for vitamin B6; levels on average 98.93%, Standard deviation (SD) 1.06 and Relative Standard Deviation (RSD) 1.07%. RSD values obtained in compliance with the requirements of 5-15% RSD for the compounds with trace levels. The final conclusion Ultraviolet Spectrophotometric method for the calculation of multicomponent and matrix equations provide good accuracy and precision.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ...

1

1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan ... 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian Bahan ... 4

2.1.1 ISONIAZIDE (INH) ... 4

2.1.1.1 Sifat Fisikokimia ... 4

2.1.1.2 Kegunaan ... 5

2.1.1.3 Efek Samping ... 5

(9)

2.1.1.5 Farmakologi ... 5

2.1.2 VITAMIN B6 ... 6

2.1.2.1 Sifat Fisikokimia ... 6

2.1.2.2 Kegunaan ... 7

2.1.2.3 Efek Samping ... 7

2.1.2.4 Dosis ... 7

2.1.2.5 Farmakologi ... 7

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet... 7

2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet ... 7

2.2.2 Hukum Lambert Beer ... 9

2.2.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet ... 10

2.2.4 Peralatan untuk Spektrofotometri ... 15

2.3 Validasi ... 16

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Lokasi Penelitian ... 19

3.2 Metode Penelitian ... 19

3.3 Alat ... 19

3.4 Bahan ... 19

3.5 Metode Pengambilan Sampel ... 19

3.6 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.6.1 Pembuatan Pelarut HCl 0,1 N ... 20

3.7 Pembuatan Larutan Induk Baku BPFI ... 20

3.7.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Isoniazid BPFI ... 20

(10)

3.8 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 21

3.8.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Isoniazid BPFI ... 21

3.8.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin B6 BPFI ... 21

3.9 Pembuatan Kurva Serapan Gabungan (Overlay) Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 ... 21

3.10 Penentuan Absorptivitas (α) ... 21

3.10.1

Penentuan Absorptivitas (α) Isoniazid BPFI

21

3.10.2 Penentuan Absorptivitas (α) Vitamin B6 BPFI ... 22

3.11 Penetapan Kadar Sampel ... 22

3.12 Uji Validasi Metode Analisis ... 24

3.12.1 Uji Akurasi ... 24

3.12.2 Penentuan Uji Presisi ... 25

3.12.3 Analisis Data Secara Statistik ... 25

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 27

4.2 Kurva Serapan Gabungan (Overlay) Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 (10:1) ... 30

4.3 Penentuan Absorbtivitas (α) Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 ... 31

4.4 Penetapan Kadar Sampel ... 32

(11)

4.5.1 Penentuan Uji Akurasi dengan Parameter Persen Recovery Menggunakan Metode Penambahan Baku

(Standard Addition Method) ... 33

3.5.2 Penentuan Uji Presisi dengan Parameter Relatif Standar Deviasi (RSD) ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data absorptivitas Isoniazid (20 µ g/ml) dan Vitamin B6

(2 µ g/ml) secara persamaan multikomponen ... 31 Tabel 2. Data absorptivitas Isoniazid (20 µ g/ml) dan Vitamin B6

(2 µ g/ml) secara matriks ... 31 Tabel 3. Hasil penetapan kadar Isoniazid dalam sediaan tablet ... 32 Tabel 4. Hasil penetapan kadar VitaminB6 dalam sediaan tablet ... 32

Tabel 5. Hasil pengujian persen recovery Isoniazid dalam tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) dengan metode penambahan baku

(standard addition method) ... 34 Tabel 6. Hasil pengujian persen recovery Vitamin B6 dalam tablet

Pehadoxin® (PT. Phapros) dengan metode penambahan baku

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva serapan Isoniazid BPFI, konsentrasi 10 µ g/ml dalam

larutan HCl 0,1 N. Panjang gelombang maksimum 266 nm ... ... … 28 Gambar 2. Kurva serapan Vitamin B6 BPFI, konsentrasi 8 µ g/ml dalam

larutan HCl 0,1 N. Panjang gelombang maksimum 290 nm... 29 Gambar 3. Kurva serapan gabungan (overlay) Isoniazid BPFI dan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data absorptivitas ... 39 Lampiran 2. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran Isoniazid dan Vitamin B6 ... .... 40

Lampiran 3. Perhitungan Absorptivitas (α) secara Persamaan Multikomponen....41

Lampiran 4. Perhitungan Absorptivitas (α) secara Matriks ... .. 42 Lampiran 5. Contoh Perhitungan Penimbangan Sampel ... .. 43 Lampiran 6. Hasil Pengukuran Absorbansi Campuran Isoniazid dan

Vitamin B6dalam sediaan tablet diukur pada λ 266 nm dan

λ 290 nm . ... ... 44 Lampiran 7. Analisis Data Statisik untuk Menghitung Kadar

Isoniazid dan Vitamin B6 dalam sampel ... ... 47

Lampiran 8. Data Hasil Penetapan Kadar Isoniazid dan Vitamin B6

dalam Sediaan Tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) Secara

Perhitungan Multikomponen dan Matriks ... ... 49 Lampiran 9. Data Hasil Penetapan Kadar Isoniazid dan Vitamin B6 dalam

Sediaan Tablet Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo Putramas)

Secara Perhitungan Multikomponen dan Matriks ... ... 50 Lampiran 10. Data Hasil Penetapan Kadar Isoniazid dan Vitamin B6

dalam Sediaan Tablet Beniazid® (PT. Rocella) Secara

Perhitungan Multikomponen dan Matriks ... ... 51 Lampiran 11. Contoh Perhitungan Sampel Uji Akurasi dengan Parameter

Persen Recovery Menggunakan Metode Penambahan Baku

(Standard Addition Method) ... ... 52 Lampiran 12. Hasil Uji Akurasi dengan Parameter Persen Recovery pada

Sampel Tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) ... ... 56

Lampiran 13. Data Hasil Persen Recovery Isoniazid dan Vitamin B6 pada

Sampel Tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) dengan Metode

(15)

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Persen Recovery Isoniazid dan Vitamin B6

pada Sampel Tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) dengan

Metode Penambahan Baku (Standard Addition Method).... 60 Lampiran 15. Analisis Data Uji Presisi pada Tablet Pehadoxin®

(PT. Phapros) ... ... 61 Lampiran 16. Analisis Data Uji Presisi pada tablet Niacifort – 6®

(PT. Ikapharmindo Putramas) ... ... 63 Lampiran 17. Analisis Data Uji Presisi pada tablet Beniazid (PT. Rocella) ... 66 Lampiran 18. Analisis Data Uji Presisi Hasil Persen Recovery Isoniazid

Dan Vitamin B6 dalam Sampel Tablet Pehadoxin®

(PT. Phapros) dengan Metode Penambahan Baku

(Standard Addition Method ) ... 68

Lampiran 19. Daftar Spesifikasi Sampel ... 74 Lampiran 20. Nilai Distribusi t ... ... 75 Lampiran 21. Perhitungan Membuat HCl 0,1N ... 76 Lampiran 22. Gambar Sampel Kombinasi Isoniazid 100 mg dan

Vitamin B6 10 mg dalam sediaan tablet ... .... 77

(16)

PENETAPAN KADAR CAMPURAN ISONIAZID DAN VITAMIN B6

DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN PERHITUNGAN MULTIKOMPONEN

DAN PERSAMAAN MATRIKS

ABSTRAK

Isoniazid merupakan obat yang cukup efektif dalam pengobatan tuberkulosis. Dalam perdagangan Isoniazid sering dikombinasi dengan Vitamin B6 yang bertujuan untuk mencegah efek samping dari Isoniazid berupa neuritis

perifer. Kombinasi bahan aktif tersebut dapat menimbulkan masalah dalam analisis kuantitatif untuk kontrol kualitas sediaan. Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar sediaan tablet kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6 secara

spektrofotometri Ultraviolet dengan perhitungan multikomponen dan persamaan matriks mempergunakan pelarut HCl 0,1N yang diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum masing-masing komponen yaitu INH 266 nm dan Vitamin B6 290 nm.

Diperoleh kadar INH untuk tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) sebesar 103,11% ± 1,54, tablet Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo Putramas) 97,62% ± 0,95, dan tablet Beniazid® (PT. Rocella) 99,86% ± 0,26 dan kadar Vitamin B6

untuk tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) sebesar 101,91% ± 2,78, tablet Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo Putramas) 103,90% ± 1,62, dan tablet Beniazid® (PT. Rocella) 97,73% ± 1,61. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan tablet bernama dagang yang dianalisis memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket untuk Isoniazid, dan untuk Piridoksin Hidroklorida, mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 115,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Uji validasi metode dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80%, 100% dan 120%, masing-masing dengan 3 replikasi. Hasil persen recovery didapat untuk Isoniazid; Kadar rata-rata 97,43%, Standar Deviasi (SD) 2,61 dan Relatif Standar Deviasi (RSD) 2,68% dan untuk Vitamin B6; Kadar rata-rata 98,93%, Standar Deviasi (SD) 1,06 dan Relatif

Standar Deviasi (RSD) 1,07%. Nilai RSD yang diperoleh telah memenuhi syarat RSD yaitu 5-15% untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit. Dari hasil penelitian disimpulkan metode Spektrofotometri Ultraviolet secara perhitungan persamaan multikomponen dan matriks memberikan ketepatan dan ketelitian yang baik.

(17)

MIXED LEVEL OF DETERMINATION OF INH AND VITAMIN B6 IN THE TABLET BY ULTRAVIOLET SPECTROPHOTOMETRY WITH

MULTICOMPONENT CALCULATION AND MATRIX EQUATION

ABSTRACT

Isoniazid is a drug that is effective in the treatment of tuberculosis. In trading Isoniazid is often combined with Vitamin B6 which aims to prevent side effects of Isoniazid in the form of peripheral neuritis. The combination of active ingredients that can cause problems in quantitative analysis for quality control preparations. In this research, determination of the combination tablet Vitamin B6 and Isoniazid by Ultraviolet spectrophotometry with multicomponent calculation and use the matrix equation use HCl 0.1 N as measured at a wavelength of maximum absorbance of each component such as INH and Vitamin B6 266 nm, 290 nm.

Retrieved levels of INH for Pehadoxin ® tablets (PT. Phapros) amounted to 103.11% ± 1.54, tablet Niacifort - 6 ® (PT Ikapharmindo Putramas) 97.62% ± 0.95, and tablets Beniazid ® (PT. Rocella ) 99.86% ± 0.26 and levels of vitamin B6 for Pehadoxin ® tablet (PT. Phapros) amounted to 101.91% ± 2.78, tablet Niacifort - 6 ® (PT Ikapharmindo Putramas) 103.90% ± 1, 62, and tablet Beniazid ® (PT Rocella) 97.73% ± 1.61. This indicates that the tablets were analyzed trade name meets the requirements stated in the levels of Indonesian Pharmacopoeia IV edition (1995) which contains not less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount listed on the label to Isoniazid, and to pyridoxine Hydrochloride, containing not less than 95.0% and not more than 115.0% of the amount listed on the label.

Test method validation is done by creating 3 concentration of the analyte with a specific range of 80%, 100% and 120%, respectively with 3 replication. Results per cent recovery obtained for Isoniazid; levels on average 97.43%, Standard Deviation (SD) 2.61 and Relative Standard Deviation (RSD) 2.68% and for vitamin B6; levels on average 98.93%, Standard deviation (SD) 1.06 and Relative Standard Deviation (RSD) 1.07%. RSD values obtained in compliance with the requirements of 5-15% RSD for the compounds with trace levels. The final conclusion Ultraviolet Spectrophotometric method for the calculation of multicomponent and matrix equations provide good accuracy and precision.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Isoniazid diperkenalkan pada tahun 1952 sebagai obat yang cukup efektif

dalam pengobatan tuberkulosis dan sebagian besar penderita dapat disembuhkan

dengan obat ini (Katzung, 1998). Piridoksin HCl (Vitamin B6) ditemukan pada

tahun 1938 dalam bentuk kristal dari kulit beras maupun dari ragi (Schunack,

1998). Isoniazid dalam perdagangan sering dikombinasi dengan Vitamin B6 yang

bertujuan untuk mencegah efek samping dari Isoniazid yang berupa neuritis

perifer.

Kombinasi bahan aktif tersebut dapat menimbulkan masalah dalam

analisis kuantitatif untuk kontrol kualitas sediaan. Masalah ini disebabkan oleh

senyawa yang terkandung mempunyai sifat fisiko kimia yang hampir sama, atau

profil kurva serapan masing-masing komponen saling tumpang tindih pada daerah

tertentu sehingga serapan yang diperoleh merupakan jumlah serapan dari

masing-masing komponen tersebut.. Isoniazid dan Vitamin B6 memiliki struktur molekul

kimia yang mengandung gugus kromofor dan ausokrom.

Dalam USP 30 (2007) dan Farmakope Indonesia edisi IV (1995)

monografi sediaan tablet kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6 belum

dicantumkan. Penetapan kadar tablet Isoniazid bentuk tunggal dapat ditentukan

dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (USP 30, 2007; DitJen POM,

1995), titrasi Nitrimetri (DitJen POM, 1979), titrasi Bromometri (DitJen POM,

(19)

Vitamin B6 bentuk tunggal adalah dengan metode titrasi bebas air dan

spektrofotometri UV.

Menurut Moffat (1986) Isoniazid dapat diidentifikasi secara

spektrofotometri ultraviolet dalam larutan asam dan mempunyai serapan

maksimum pada panjang gelombang 266 nm dengan A = 390a dan dalam larutan 11

basa mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 298 nm sedangkan

Vitamin B6 dapat diidentifikasi dalam asam mempunyai serapan maksimum pada

panjang gelombang 290 nm dengan A = 523a dan dalam larutan buffer phospat 11

pH 6,88 mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 254 nm dengan

1 1

A = 219° atau pada panjang gelombang 324 nm dengan A = 426°. 11

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menetapkan kadar

campuran Isoniazid dan Vitamin B6 dalam sediaan tablet dengan menggunakan

metode spektrofotometri ultraviolet dengan perhitungan multikomponen dan

persamaan matriks. Metode Spektrofotometri Ultraviolet memiliki beberapa

keuntungan antara lain kepekaan yang tinggi, selektifitas yang tinggi, ketelitian

yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya dan dapat digunakan untuk

menentukan senyawa multikomponen (Munson, 1991).

Untuk menguji validasi metode, dilakukan uji akurasi (ketepatan) dengan

parameter persen recovery dengan metode penambahan baku (standard addition

method) dan uji presisi (ketelitian) dengan parameter Relatif Standar Deviasi

(RSD).

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6 dalam bentuk sediaan tablet

(20)

perhitungan multikomponen dan persamaan matriks yang memenuhi uji

validasi metode?

2. Apakah kadar kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6 dalam bentuk sediaan

tablet yang beredar dipasaran memenuhi persyaratan kadar yang

ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi IV?

1.3Hipotesis

1. Metode Spektrofotometri Ultraviolet dapat digunakan untuk menetapkan

kadar kombinasi Isoniazid dan vitamin B6 dalam bentuk sediaan tablet dan

memenuhi uji validasi metode.

2. Kadar kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6 dalam bentuk sediaan tablet yang

terdapat dipasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope

Indonesia Edisi IV.

1.4Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menentukan validasi spektrofotometri ultraviolet pada penetapan

kadar tablet kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6.

2. Untuk menentukan kesesuaian kadar kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6

yang terdapat dipasaran dengan persyaratan kadar yang ditetapkan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan

2.1.1 ISONIAZIDE (INH) 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia

Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C6H7N3O

Berat Molekul : 137,14

Nama Kimia : Asam Isonikotinat Hidrazida

Kandungan : Tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0%

C6H7N3O, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan.

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur

putih; tidak berbau, perlahan – lahan dipengaruhi oleh

udara dan cahaya.

Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol;

sukar larut dalam kloroform dan dalam eter.

pH : Antara 6,0 dan 7,5

Baku Pembanding : Sebelum digunakan lakukan pengeringan pada suhu

(22)

2.1.1.2 Kegunaan

Isoniazid berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. Tuberculosis

(dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh

pesat (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002)

2.1.1.3 Efek Samping

Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran

pencernaan lain, neuritis perifer (paling sering terjadi dengan dosis

5mg/kgBB/hari), neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus,

diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering,

gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, hiperglikemia, asidosis metabolik,

ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.

2.1.1.4 Dosis

Oral/i.m. dewasa dan anak-anak 1 dd 4-8 mg/kg/hari sehari atau 1 dd

300-400 mg. Profilaksis 5-10 mg/kg/hari. (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).

2.1.1.5 Farmakologi

Isoniazid menghambat sintesis dari mycolic acid yang merupakan

komponen penting dari dinding sel mikobakteri. Resorpsinya dari usus sangat

cepat; difusinya kedalam jaringan dan cairan tubuh baik sekali, bahkan menembus

jaringan yang sudah mengeras. Didalam hati INH diasetilasi oleh enzim

asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya ringan sekali, plasma – t½ nya

antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi. Eksresinya terutama

melalui ginjal (75-95% dalam 24 jam) dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid.

(23)

2.1.2 VITAMIN B6

2.1.2.1 Sifat Fisikokimia

Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C8H11NO3.HCI

Berat Molekul : 205,64

Nama Kimia : Piridoksol hidroklorida

Pyridoxini Hydrochloridum

Kandungan : Tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0%

C8H11NO3.HCI, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan.

Pemeriaan : Hablur atau serbuk hablur putih atau hampir putih;

stabil di udara; secara perlahan-lahan dipengaruhi oleh

cahaya matahari.

Kelarutan : Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; tidak

larut dalam eter

pH : lebih kurang 3

Baku Pembanding : Sebelum digunakan lakukan pengeringan dalam

hampa udara diatas silika gel p selama 4 jam.

(24)

2.1.2.2 Kegunaan

Vitamin B6 selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6

dengan gejala berupa kelainan kulit (dermatitis), peradangan lendir mulut dan

lidah- kelainan susunan syaraf pusat dan gangguan eritopoetik berupa anemia

hipokrom mikrositer, juga diberikan bersama vitamin B lainnya.

2.1.2.3 Efek Samping

Jarang terjadi dan berupa reaksi alergi. Penggunaan lama dari 500mg/hari

dapat mencetuskan ataxia (jalan limbung) dan neuropati serius (Tjay, T.H. dan

Rahardja, K., 2002).

2.1.2.4 Dosis

Oral selama terapi dengan antagonis-piridoksin 10-100mg (HCl) sehari,

profilaksis 2-10mg (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).

2.1.2.5 Farmakologi

Didalam hati Vitamin B6 dengan bantuan ko-faktor riboflavin dan

magnesium diubah menjadi zat aktifnya piridoksal-5-fosfat (P5P). Zat ini

berperan penting sebagai ko-enzim pada metabolisme protein dan asam-asam

amino (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet

2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan radiasi dengan panjang

gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

(25)

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan

atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,1990).

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara

radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang

sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet,

cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang

untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm,

daerah infra merah dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-40 µm atau

4000-250 cm-1 ( Ditjen POM, 1995).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik

aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonyugasi dan atau atom yang

mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari

tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi.

Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit

yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif

(Satiadarma, 2004).

Panjang gelombang cahaya ultraviolet dan cahaya tampak bergantung

pada mudahnya promosi elektron, dimana molekul-molekul yang memerlukan

lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang

gelombang yang lebih pendek sedangkan molekul yang memerlukan energi lebih

sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa

yang menyerap cahaya dalam daerah tampak mempunyai elektron yang lebih

mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang

(26)

Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah

tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak

jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π → π*, yang menyerap pada

λmax kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -C≡C-.

Khromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π

pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konyugasi,

perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil

sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar.

Gugus fungsi seperti –OH, -NH2 dan –Cl yang mempunyai

elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi

pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada

daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka

pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek

batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu

pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali

terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah

dari non polar ke pelarut polar (Noerdin, 1985; Dachriyanus, 2004).

2.2.2 Hukum Lambert Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel

yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya

monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan

konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu

dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus

(27)

A = a . b . C

Dimana: A = serapan (tanpa dimensi)

a = absorptivitas (l g-1 cm-1)

b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi(g. l-1)

Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari

ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik

untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.

Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering

digunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga ini memberikan serapan larutan 1%

(b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat diperoleh persamaan:

A = A . b . C 11

Dimana: A = absorptivitas spesifik (ml g11 -1 cm-1)

b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan)

2.2.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet

Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa

organik digunakan untuk:

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan

auksokrom dari suatu senyawa organik

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan

maksimum suatu senyawa

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan

(28)

Analisis kualitatif

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat

terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat

mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena

itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan.

Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan

parameter panjang gelombang puncak absorpsi maksimum, λmax, nilai

absorptivitas, a, nilai absorptivitas molar, ε, atau nilai ekstingsi, A1%, 1 cm, yang

spesifik untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH tertentu

(Satiadarma, 2002).

Analisis Kuantitatif

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis

kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang

mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai

detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul

adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding

dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar

analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus

khromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaannya

cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10 sampai 20 µg/ml, tetapi

untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi

yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar

(29)

apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi khromofor atau dapat

disambungkan dengan suatu pereaksi khromofor (Satiadarma, 2004).

Analisis kuantitatif dengan metode Spektrofotometri UV dapat

digolongkan atas beberapa pelaksanaan pekerjaan, yaitu;

1. Analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen)

a. Metode Regresi

Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan

persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi

standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5

rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan yang linier,

kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi.

Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.

b. Metode Pendekatan

Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan

serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Syarat

cara pendekatan yaitu serapan sampel tidak jauh berbeda dengan serapan baku

pembanding. Konsentrasi sampel (Cs) dihitung dengan rumus:

AP = a. b. Cp / As = a. b. Cs

Keterangan:

Ap = Absorbansi baku pembanding

As = Absorbansi sampel

Cp = Konsentrasi baku pembanding

(30)

2. Analisis Kuantitatif Campuran Dua Macam Komponen atau Lebih

Analisis campuran dua atau lebih bahan kadang-kadang ditentukan secara

simultan dalam sekali pengamatan tanpa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada

asumsi bahwa absorbansi total dari campuran komponen merupakan jumlah

serapan masing-masing komponen tersebut.

Ada tiga kemungkinan analisis campuran dua komponen atau lebih, yaitu;

a. Spektrum tanpa tumpang tindih (Overlap)

Spektrum tidak saling tumpang tindih memungkinkan untuk menemukan

suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak menyerap, serta

panjang gelombang serapan maksimum dimana Y menyerap dan X tidak

menyerap (Gambar 1). Komponen X dan Y masing-masing diukur pada λ1 dan

[image:30.596.182.461.416.592.2]

λ2.

Gambar 1. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih

pada pada kedua panjang gelombang yang digunakan)

b. Spektrum tumpang tindih satu arah

Spektrum dari X dan Y tumpang tindih satu arah (Gambar 2). Y tidak

mengganggu pengukuran X pada λ1 tetapi X menyerap cukup banyak bersama

(31)

sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari serapan larutan pada λ1.

Kemudian serapan yang diberikan oleh konsentrasi X pada λ2 dihitung dari

absorptivitas molar X pada λ2 yang sebelumnya telah diketahui. Serapan ini

dikurangkan dari serapan terukur larutan pada λ2 sehingga diperoleh serapan

yang disebabkan oleh komponen Y. Kemudian konsentrasi Y dapat dihitung

[image:31.596.184.457.254.432.2]

dengan cara yang biasa.

Gambar 2. Spektrum absorbs senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah, X

dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung dari Y).

c. Spektrum tumpang tindih dua arah

Spektrum dari X dan Y saling tumpang tindih dua arah (Gambar 3), pada

keadaan ini tidak ada panjang gelombang serapan maksimum dimana X dan Y

menyerap tanpa gangguan. Maka perlu penyelesaian dua persamaan dengan

dua variabel yang tidak diketahui. Hal ini karena serapan total dari campuran

beberapa komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen

tersebut. Sehingga konsentrasi X dan Y yang belum diketahui dalam kedua

persamaan dapat diukur dengan mudah. Dengan ditentukan bila nilai-nilai

(32)

komponen X dan Y pada kedua panjang gelombang itu. Pada perinsipnya

persamaan-persamaan dapat disusun untuk berbagai komponen, asal nilai

absorbansi diukur pada panjang gelombang yang sama banyak dengan

[image:32.596.161.480.197.430.2]

komponen itu.

Gambar 3. Spektrum absorbsi X dan Y (tumpang tindih dua arah. Tidak ada

panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)

(Day and Underwood, 1999)

2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer

yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi (Khopkar, 1990; Day and Underwood, 1999).

Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer ditunjukkan secara skematik dalam

(33)

Keterangan Gambar :

1. Suatu sumber energi radiasi yang berkesinambungan yang meliputi daerah

spektrum, dimana instrumen itu dirancang untuk beroperasi.

2. Monokromator, yang merupakan suatu alat untuk mengisolasi suatu berkas

sempit cahaya pada panjang gelombang tertentu dari spektrum luas yang

dipancarkan oleh sumber.

3. Kuvet sebagai wadah untuk sampel.

4. Detektor yang merupakan suatu transducer yang mengubah energi radiasi

menjadi isyarat listrik sehingga dapat mendeteksi sinyal yang dipancarkan.

5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat

isyarat listrik dapat untuk diamati.

6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik.

(Day and Underwood, 1999)

2.3 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada

prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Sumber Monokromator Kuvet Detektor

Penguat

Pembacaan, pengamatan Bagian optik

Bagian listrik

1 2 3 4

5

(34)

Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi,

kespesifikan, limit deteksi, limit kuantitasi, kelinieran dan rentang.

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan

melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode

penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi,

sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam

campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan

hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar

sebenarnya). Dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel

yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai

120% dari kadar analit yang diperkirakan), dicampur dan dianalisis kembali.

Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang

diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan

sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.

% perolehan kembali = * x100% c

c c

A A f

Keterangan: c f = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan

larutan baku

A

c = Konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku

*

A

c = Konsentrasi baku yang ditambahkan

Presisi (keseksamaan) adalah derajat kesesuain diantara masing-masing

(35)

yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi

standar atau deviasi standar relative (RSD). Presisi dapat diartikan pula sebagai

derajat reprodusibilitas (ketertiruan) atau repeatabilitas (keterulangan)

(satiadarma, 2004; WHO, 1992). Nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan

untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk

senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara 5-15% (Rohman,

2007).

Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah

yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan

dengan blanko. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi =

slope SB x

3

Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih

dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria ceermat

dan seksama. Batas Kuantitasi =

slope SB x

10

Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan

bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara secara matematika,

proporsional dengan konsentrasi analitt dalam sampel dalam batas rentang

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas

Farmasi Unuversitas Sumatera Utara.

3.2Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental.

3.3Alat

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer ultraviolet/visibel (UV

mini 1240 Shimadzu), neraca Listrik (Boeco Germany), oven dan alat-alat gelas.

3.4Bahan

Bahan – bahan yang digunakan adalah Isoniazid Baku Pembanding

Farmakope Indonesia (BPFI), Vitamin B6 BPFI, Asam Klorida (Merck), aquadest,

tablet Pehadoxin® (PT. Phapros), tablet Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo

Putramas), tablet Beniazid® (PT. Rocella).

3.5Metode Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah tablet kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6

dengan nama dagang dengan komposisi Isoniazid 100mg dan Vitamin B6 10mg

(10:1). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif dan

diasumsikan semua nama dagang yang dijual adalah homogen. Pemilihan cara

pengambilan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah

(37)

3.6Pembuatan Pereaksi

3.6.1 Pembuatan pelarut HCl 0,1N

Diencerkan 8,5 ml HCl 37% dengan 1 liter akuadest (DitJen POM, 1979).

3.7Pembuatan Larutan Induk Baku BPFI

3.7.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Isoniazid BPFI

Ditimbang dengan seksama 50mg Isoniazid BPFI kemudian dimasukkan

kedalam labu tentukur 50ml, dilarutkan dengan HCl 0,1N hingga larut,

dicukupkan volume dengan HCl 0,1N sampai 50ml (LIB I).

Konsentrasi LIB I : x g mg g ml

ml mg / 1000 / 1000 50 50 µ µ =

Dari larutan LIB I dipipet 5ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50ml,

diencerkan dengan HCl 0,1N sampai garis tanda (LIB II).

Konsentrasi LIB II : x g ml g ml

ml ml / 100 / 1000 50 5 µ µ =

3.7.2 Pembuatan larutan induk baku Vitamin B6 BPFI

Ditimbang dengan seksama 50mg Vitamin B6 BPFI kemudian dimasukkan

kedalam labu tentukur 50ml, dilarutkan dengan HCl 0,1N hingga larut,

dicukupkan volume dengan HCl 0,1N sampai 50ml (LIB I).

Konsentrasi LIB I : x g mg g ml

ml mg / 1000 / 1000 50 50 µ µ =

Dari larutan LIB I dipipet 2,5ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50ml,

diencerkan dengan HCl0,1 N sampai garis tanda (LIB II).

Konsentrasi LIB II : x g ml g ml

(38)

3.8Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

3.8.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Isoniazid BPFI

Dipipet sebanyak 2,5ml LIB II Isoniazid BPFI, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 25ml, dicukupkan volume dengan HCl 0,1N sampai 25ml, diperoleh

kadar 10µg/ml. Diukur serapannya pada λ 200 – 350nm sehingga diperoleh

panjang gelombang maksimum (Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 1

dihalaman 27)

3.8.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin B6 BPFI

Dipipet sebanyak 4ml LIB II vitamin B6 BPFI, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 25ml, dicukupkan volume dengan HCl 0,1N sampai 25ml, diperoleh

kadar 8µg/ml. Diukur serapannya pada λ 200 – 350nm sehingga diperoleh

panjang gelombang maksimum (Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 2

dihalaman 29)

3.9Pembuatan Kurva Serapan Gabungan (Overlay) Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 BPFI (10:1)

Larutan Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 BPFI dibuat dengan konsentrasi

masing 20µg/ml dan 2µg/ml (10:1). Kemudian diukur serapan

masing-masing pada rentang panjang gelombang 240-310nm. Kurva serapan yang

diperoleh masing-masing dibuat dengan cara overlay pada kerangka yang sama

(Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 3 dihalaman 30).

3.10 Penentuan Absorptivitas (α)

3.10.1 Penentuan Absorptivitas (α) Isoniazid BPFI

Larutan Induk Baku II Isoniazid BPFI (100µg/ml), dipipet sebanyak 5ml

(39)

garis tanda, konsentrasi larutan menjadi 20µg/ml. Diukur serapannya pada λmax

Isoniazid dan pada λmax Vitamin B6 dengan menggunakan larutan HCl 0,1N

sebagai blanko.

3.10.2 Penentuan Absoptivitas (α) Vitamin B6 BPFI

Larutan Induk Baku II Vitamin B6 BPFI (50 µg/ml) dipipet sebanyak 1ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volume dengan HCl 0,1N

sampai garis tanda, konsentrasi larutan menjadi 2µg/ml. Diukur serapan pada

λmax Isoniazid dan pada λmax Vitamin B6 dengan menggunakan larutan HCl

0,1N sebagai blanko.

3.11 Penetapan Kadar Sampel

Sejumlah 20 tablet ditimbang seksama dan diserbukkan homogen.

Sejumlah serbuk timbang seksama setara 50mg Isoniazid dan 5mg Vitamin B6,

Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 100ml dilarutkan dengan HCl

0,1N, dicukupkan dengan HCl 0,1N sampai garis tanda dan disaring, 10ml filtrat

pertama dibuang, filtrat selanjutnya ditampung (konsentrasi teoritis Isoniazid

500µg/ml dan Vitamin B6 50µg/ml).

Filtrat ini dipipet 1ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25ml diencerkan

dengan HCl 0,1N sampai garis tanda, diperoleh konsentrasi teoritis Isoniazid

20µg/ml dan Vitamin B6 2µg/ml. Kemudian diukur serapannya pada λmax

Isoniazid dan pada λmax Vitamin B6 dengan menggunakan larutan HCl 0,1N

sebagai blanko. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Kadar dapat dihitung menggunakan persamaan multikomponen dan secara

(40)

- Persamaan multikomponen: ) 2 ... ... ... . . . . ) 1 ... ... ... . . . . 2 2 2 1 1 1 y y x x y x y y x x y x C b a C b a A A A C b a C b a A A A + = + = + = + = λ λ λ λ λ λ Keterangan: 1 λ

A = Absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang pertama

2

λ

A = Absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang kedua

x

a = Absorptivitas bahan berkhasiat pertama

y

a = Absorptivitas bahan berkhasiat kedua

b = Tebal kuvet (1cm)

x

C = Konsentrasi bahan berkhasiat pertama

y

C = Konsentrasi bahan berkhasiat kedua

- Matriks:

[

]

[ ]

b b b b b b b b b b b b y x y x A x A x Y y x y x y A y A X " " ' ' " "' ' ' " " ' ' "' " ' ' ε ε ε ε ε ε ε ε ε ε ε ε = =
(41)

Keterangan:

[ ]

X = Konsentrasi bahan berkhasiat 1

[ ]

Y = Konsentrasi bahan berkhasiat 2

'

A = Absorbansi pada panjang gelombang maksimum x

"

A = Absorbansi pada panjang gelombang maksimum y

b x

'

ε = Absorptivitas x pada panjang gelombang maksimum x

b x

"

ε = Absorptivitas x pada panjang gelombang maksimum y

b y

'

ε = Absorptivitas y pada panjang gelombang maksimum x

b y

"

ε = Absorptivitas y pada panjang gelombang maksimum y

3.12 Uji Validasi Metode Analisis

Berdasarkan WHO (1992) Validasi adalah suatu tindakan penilaian

terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk

penggunaannya.

Uji validasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji akurasi dengan

parameter % perolehan kembali menggunakan metode penambahan baku

(standard addition method) dan uji presisi dengan parameter Relatif Standar

Deviasi (WHO, 1992).

3.12.1 Uji Akurasi

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (recovery)

dilakukan secara metode penambahan baku (standard addition method) dengan

membuat 3 konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80, 100 dan 120%,

(42)

30% baku pembanding kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti

pada penetapan kadar sampel.

Menurut WHO (1992), perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

% perolehan kembali = * x100% c

c c

A A f

Keterangan: c f = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan

larutan baku

A

c = Konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku

*

A

c = Konsentrasi baku yang ditambahkan

3.12.2 Penentuan Uji Presisi

Uji presisi (ketelitian) ditentukan dengan parameter Relatif Standar

Deviasi (RSD) dengan rumus:

% 100 x X SD

RSD= (Day, Jr. R.A. 1989)

Keterangan: RSD = Relatif standar deviasi

SD = Standar deviasi

X = Kadar rata-rata sampel

3.12.3 Analisis Data Secara Statistik

Untuk menghitung standar deviasi dapat digunakan rumus:

( )

1

2

− −

=

n X X

SD (Day, Jr. R.A. 1989 & Basset, J. et.al. 1994)

Keterangan: SD = Standar deviasi

(43)

X = Kadar rata-rata sampel

n = Jumlah perlakuan

Menelaah apakah semua data yang diperoleh dapat diterima atau ditolak

dengan melihat t hitung dan t tabel.

(

)

n SD

X X th

/

= (Basset, J. et. al. 1994)

Keterangan: t h = t hitung

SD = Standar deviasi

X = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel

n = Jumlah perlakuan

Data diterima jika: -t tabel < t hitung < t tabel

Data ditolak jika: -t tabel > t hitung > t tabel

Untuk mencari kadar sebenarnya dengan kepercayaan 99%, nilai α = 0,01;

dk = n – 1 dapat menggunakan rumus:

( )

n SD x t

X 1/2α,dk

µ = ± (Basset, J. et. Al. 1994)

Keterangan: μ = Interval kepercayaan

X = Kadar rata-rata sampel

dk = Derajat kebebasan (n-1)

(1/2α)

t = Harga t tabel sesuai dk (n-1)

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Hasil pengukuran yang maksimum dari masing-masing komponen;

Isoniazid dan Vitamin B6 diperoleh pada pengukuran di panjang gelombang yang

memberikan serapan maksimum pada masing-masing komponen dengan

konsentrasi INH BPFI 10µg/ml dan Vitamin B6 BPFI 8µg/ml dan kurva serapan

dari masing-masing komponen dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.

(45)
[image:45.596.157.465.85.355.2]

Gambar 1. Kurva serapan Isoniazid BPFI, konsentrasi 10µ g/ml dalam larutan

(46)

Gambar 2. Kurva serapan Vitamin B6 BPFI, konsentrasi 8µg/ml dalam larutan

HCl 0,1N. Panjang gelombang maksimum 290nm.

Dari hasil penentuan panjang gelombang maksimum dalam pelarut HCl

0,1N secara spektrofotometri ultraviolet pada gambar 1 dan 2 diperoleh serapan

maksimum larutan Isoniazid BPFI pada panjang gelombang 266nm & 215nm, dan

larutan Vitamin B6 BPFI pada panjang gelombang 290nm.

Menurut Moffat (1986), Isoniazid dalam larutan asam memberikan

serapan maksimum pada panjang gelombang 266nm dengan A = 390a dan dalam 11

larutan basa memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 298nm

sedangkan Vitamin B6 dalam asam memberikan serapan maksimum pada panjang

gelombang 290nm dengan A = 523a dan dalam larutan buffer phospat pH 6,88 11

memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 254nm dengan A = 11

219a atau pada panjang gelombang 324nm dengan A = 426a. 11

Karena pelarut yang digunakan adalah larutan asam maka pengukuran

selanjutnya akan dilakukan pada λmaksimum INH 266nm karena pada λ 215nm

[image:46.596.172.453.85.301.2]
(47)

4.2 Pembuatan Kurva Serapan Gabungan (overlay) Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 BPFI (10:1)

Larutan Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 BPFI dibuat dengan konsentrasi

20µg/ml dan 2µg/ml. Perbandingan konsentrasi yang dibuat sesuai dengan

perbandingan zat berkhasiat yang terdapat dalam sediaan tablet. Kemudian diukur

serapannya pada rentang panjang gelombang 240 – 310nm. Kurva serapan

masing-masing dibuat dengan cara overlay pada kerangka yang sama. Diperoleh

kedua spektra saling tumpang tindih dimana spektra absorpsi Isoniazid

mempengaruhi spektra absorpsi Vitamin B6 dan spektra absorpsi Vitamin B6 juga

mempengaruhi spektra absorpsi Isoniazid sehingga serapan yang terukur pada

panjang gelombang maksimum Isoniazid merupakan serapan Isoniazid dan

Vitamin B6. Begitu juga sebaliknya serapan yang terukur pada panjang gelombang

maksimum Vitamin B6 merupakan serapan Isoniazid dan Vitamin B6. Kurva

serapan dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Kurva serapan gabungan (overlay) Isoniazid BPFI dan Vitamin B6

BPFI (10:1)

INH

[image:47.596.152.507.469.714.2]
(48)

4.3 Penentuan Absorbtivitas (α) Isoniazid BPFI dan Vitamin B6 BPFI

Penentuan absorbtivitas dari masing-masing komponen dengan mengukur

serapan Isoniazid BPFI dengan konsentrasi 20µg/ml dan Vitamin B6 BPFI 2µg/ml

pada panjang gelombang 266nm dan 290nm.

Absorptivitas (α) secara persamaan multikomponen diperoleh dengan

membagi harga serapan dengan konsentrasi (α = A / b x C), sedangkan

absorptivitas (α) secara matriks diperoleh dengan menggunakan persamaan

C x b x A ( cm)

% 1 1

α

= .

Hasil perhitungan absorptivitas secara persamaan multikomponen dapat

dilihat pada tabel 1 dibawah ini dan contoh perhitungan dapat dilihat pada

lampiran 3 dihalaman . Sedangkan secara matriks dapat dilihat pada tabel 2

[image:48.596.110.514.442.571.2]

dibawah ini dan contoh perhitungan pada lampiran 4 dihalaman .

Tabel 1. Data absorptivitas Isoniazid (20 µg/ml) dan Vitamin B6 (2 µg/ml) secara

persamaan multikomponen

No Baku

Pembanding

Absorbansi (A) Absorptivitas (α)

λ 266 nm λ 290 nm λ 266 nm λ 290 nm

1 Isoniazid 0,7598 0,1184 0,03799 0,00592

2 Vitamin B6 0,0107 0,0798 0,00535 0,0399

Tabel 2. Data absorptivitas Isoniazid (20 µg/ml) dan Vitamin B6 (2 µg/ml) secara

matriks

No Baku

Pembanding

Absorbansi (A) Absorptivitas (α)

λ 266 nm λ 290 nm λ 266 nm λ 290 nm

1 Isoniazid 0,7598 0,1184 379,9 59,2

[image:48.596.112.513.595.731.2]
(49)

4.4 Penetapan Kadar Sampel

Dari hasil penetapan kadar campuran Isoniazid dan Vitamin B6 secara

perhitungan persamaan multikomponen dan matriks diperoleh kadar yang tidak

[image:49.596.114.512.208.363.2]

berbeda.

Tabel 3. Hasil penetapan kadar Isoniazid dalam sediaan tablet No Tablet Kadar rata-rata

(%) SD

RSD (%)

Kadar (%)

1 Pehadoxin

®

(PT. Phapros) 103,11 0,94 0,91 103,11 ± 1,54

2

Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo Putramas)

97,62 0,58 0,59 97,62 ± 0,95

3 Beniazid

®

(PT. Rocella) 99,86 0,18 0,18 99,86 ± 0,26

Tabel 4. Hasil penetapan kadar VitaminB6 dalam sediaan tablet No Tablet Kadar rata-rata

(%) SD

RSD (%)

Kadar (%)

1 Pehadoxin

®

(PT. Phapros) 101,91 1,69 1,66 101,91 ± 2,78

2

Niacifort – 6® (PT. Ikapharmindo Putramas)

103,90 0,79 0,76 103,90 ± 1,62

3 Beniazid

®

(PT. Rocella) 97,73 0,98 1,00 97,73 ± 1,61

Berdasarkan tabel diatas semua sediaan tablet yang dianalisis memenuhi

persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995)

yaitu mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari

jumlah yang tertera pada etiket untuk Isoniazid, dan untuk VitaminB6,

mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 115,0% dari jumlah

(50)

4.5 Pengujian Validasi Metode Meliputi Akurasi dan Presisi

Menurut WHO (1992) Uji validasi metode antara lain meliputi akurasi,

presisi, spesifitas, linearitas dan rentang, Batas deteksi dan batas kuantitasi,

ketangguhan dan kekuatan. Namun tidak selamanya parameter untuk

mengevaluasi validasi metode diuji (Rohman, 2007).

Dalam penelitian ini uji validasi metode yang dilakukan adalah akurasi

dengan parameter persen recovery menggunakan metode penambahan baku

(standard addition method) dan presisi dengan parameter Relatif Standar Deviasi

(RSD) dalam sediaan tablet Pehadoxin® (PT. Phapros).

4.5.1 Penentuan Uji Akurasi dengan Parameter Persen Recovery Menggunakan Metode Penambahan Baku (Standard Addition Method)

Uji akurasi dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spike-

placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method)

(WHO, 1992). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penambahan

baku (standard addition method) dengan parameter persen recovery terhadap

sampel tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) karena sampel mengandung bahan

penyusun tablet (matriks) yang tidak diketahui komposisinya.

Uji akurasi dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi analit dengan

rentang spesifik 80, 100 dan 120%, masing-masing dengan 3 replikasi dan setiap

rentang spesifik mengandung 70% analit dan 30% baku pembanding (Indrayanto

dan Yuwono, 2003).

Diperoleh data hasil pengujian persen recovery Isoniazid dan Vitamin B6

(51)
[image:51.596.116.513.112.314.2]

Tabel 5. Hasil pengujian persen recovery Isoniazid dalam tablet Pehadoxin® (PT. Phapros) dengan metode penambahan baku (standard addition method)

No Rentang Spesifik (%)

Serapan

Recovery (%) λ 266 (nm) λ 290 (nm)

1

80

1,1682 0,3003 101,56

2 1,1721 0,2991 102,71

3 1,1721 0,2994 102,71

4

100

1,2450 0,3142 97,92

5 1,2422 0,3182 97,33

6 1,2487 0,3269 98,50

7

120

1,3048 0,3363 94,93

8 1,2985 0,3362 93,71

9 1,3016 0,3369 94,35

Kadar rata-rata = 97,43

Standar deviasi = 2,61

Relatif standar deviasi (%) = 2,68

Tabel 6. Hasil pengujian persen recovery Vitamin B6 dalam tablet Pehadoxin®

(PT. Phapros) dengan metode penambahan baku (standard addition

method)

No Rentang Spesifik (%)

Serapan

Recovery (%) λ 266 (nm) λ 290 (nm)

1

80

1,1682 0,3003 103,12

2 1,1721 0,2991 98,96

3 1,1721 0,2994 100,00

4

100

1,2450 0,3142 97,50

5 1,2422 0,3182 96,67

6 1,2487 0,3269 113,33

7

120

1,3048 0,3363 97,86

8 1,2985 0,3362 99,28

9 1,3016 0,3369 100,00

Kadar rata-rata = 98,93

Standar deviasi = 1,06

Relatif standar deviasi (%) = 1,07

Dari hasil penelitian ini didapatkan kadar rata-rata persen recovery, untuk

Isoniazid 97,43% dan Vitamin B6 98,93%. Hasil persen recovery ini memenuhi

persyaratan uji akurasi sehingga dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang

[image:51.596.114.513.367.581.2]
(52)

4.5.2 Penentuan Uji Presisi dengan Parameter Relatif Standar Deviasi (RSD)

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku relatif. Presisi seringkali diekspresikan

dengan SD atau standar deviasi dan RSD atau standar deviasi relatif dari

serangkaian data. (Rohman, 2007).

Adapun uji presisi ini dilakukan pada sampel tablet Pehadoxin® (PT.

Phapros) dan hasil yang diperoleh untuk Isoniazid diperoleh Standar Deviasi (SD)

2,61 dan Relatif Standar Deviasi (RSD) 2,68% sedangkan untuk Vitamin B6

Standar Deviasi (SD) 1,06 dan Relatif Standar Deviasi (RSD) 1,07%.

Nilai Relatif Standar Deviasi (RSD) yang diperoleh dari pengukuran

sediaan tablet yang dianalisis telah memenuhi syarat RSD yaitu 5-15% untuk

senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit (Rohman, 2007). Dapat disimpulkan

bahwa metode yang digunakan memenuhi persyaratan uji validasi metode

sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar kombinasi Isoniazid dan

(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan

kadar tablet kombinasi Isoniazid dan Vitamin B6 dan memenuhi uji

validasi metode dengan parameter akurasi dan presisi.

2. Sediaan tablet kombinasi bernama dagang yang dianalisis memenuhi

persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV

(1995).

5.2 Saran

1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penetapan kadar

Isoniazid dan Vitamin B6 dalam bentuk campuran dengan menggunakan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., et.al. (1994). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis

Including elementary Instrumental Analysis. 4th Ed. Alih bahasa, A.

Hadyana P., L. Setiono. Penerbit E.G.C. Jakarta.

Dachriyanus (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri. Andalas University Press. Padang.

Day, R.A dan Underwood, A.L. (1981). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi keempat. Penerjemah : Soendoro, R. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Ditjen POM. (1972). Farmakope Indonesia. Edisi kedua. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Fessenden dan Fessenden. (1992). Kimia Organik. Jilid II. Edisi ketiga. Penerjemah: Pudjaatmaka, A.H. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.1 (3).

Harris, D.C. (1995). Quantitative Chemical Analysis. Fourth edition. W.H. Freeman and company. New York.

Holme, D. J., and Peck, H. (1983). Analytical Biochemistry. Longman Inc. London.

Indrayanto & Yuwono. (2003). Encyclopedia of Chromatography. Suplemen.

Katzung, B.G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah dan Editor Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Khopkar, S.M., (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah A. Saptoraharjo. Cetakan Pertama. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Moffat, A.C., et al. (1986). Clarke’s Isolation and Identification of Drug. Second Edition. The Pharmaceutical Press. London.

(55)

Noerdin, D. (1985). Elusidasi Struktur Senyawa Organik Dengan Cara

Spektroskopi Ultralembayung dan Inframerah. Penerbit Angkasa.

Bandung.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar. Jakarta.

Roth, J.H., and Blaschke, G. (1998). Analisis Farmasi. Penerjemah: Kisman, dkk. Cetakan Ketiga. Penerbit UGM Press. Yogyakarta.

Satiadarma, K., dkk. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Cetakan Pertama. Airlangga Universitry Press. Surabaya.

Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M. (1998). Senyawa Obat. Penerbit Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Edisi kelima. Penerbit Tarsito. Bandung.

Tjay, T.H dan Raharjo, K. (2002). Obat-obat Penting. Penerbit PT Elek Media Komputindo. Jakarta

USP Pharmacopeia. (2007). The National Formulary. 30th Edition. The United State Pharmacopeia Convention.

WHO, 1992. Validation of Analytical Procedures Used in the Examination of

(56)

Gambar

Gambar 1. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih pada pada kedua panjang gelombang yang digunakan)
Gambar 2. Spektrum absorbs senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah, X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung dari Y)
Gambar 3. Spektrum absorbsi X dan Y (tumpang tindih dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)
Gambar 1. Kurva serapan Isoniazid BPFI, konsentrasi 10µg/ml dalam larutan HCl 0,1N. Panjang gelombang maksimum 266nm
+7

Referensi

Dokumen terkait

VARSE memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida dengan kadar 97,59 %, tidak kurang dari 95,00

PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE.. SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Persyaratan tablet tunggal untuk deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam3. Farmakope Indonesia edisi V (2014) adalah mengandung tidak kurang

yang terdapat dalam tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope. Indonesia Edisi IV atau tidak, sehingga dapat dengan

Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida dan Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza Secara Spektrofotometri Derivatif.. Majalah

Penetapan Kadar Rifampisin dan Isoniazid dalam Sediaan Tablet Secara Multikomponen dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet.. Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera

Kadar piroksikam dalam sediaan kapsul dengan nama dagang dan generik yang beredar dipasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi V tahun 2014b.

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan sampel tablet metronidazole 500 mg OGB dan bermerek dagang memenuhi persyaratan parameter uji Farmakope Indonesia edisi IV