BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular. Hilang nya kontinuitas pada bagian rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila penanganan nya tidak benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada tubuh manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi.
Klarifikasi fraktur mandibula dapat terjadi pada letak anatomi pada daerah – daerah deto alveolar, kondius, koronoideus, ramus, sudut mandibula , korpus mandibula, simfisis, dan parasimfisis (Hakim, 2016).
Fraktur terjadi akibat adanya trauma atau keadaan patoogis. Fraktur merupakan suatu kondisi terputus kontiuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya di sebabkan oleh rudapaksa (Sagaran,dkk 2017). Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula yang di sebabkan oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras pada wajah dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula (Reksoputro & Aldino, 2017).
2.2 Etiologi
Menurut Hakim (2016) etiologi insiden fraktur adalah sebagai berikut:
a. Terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 52 kasus (74,1%) b. Terjadi perempuan sebanyak 19 kasus (25,9%)
c. Terjadi pada usia produktif 11-30 tahun (64,1%
d. Terjadi pada lokasi simfisis sebanyak 27 kasus (38,1%).
e. Terjadi karena kecelakaan sepeda motor sebanyak 47 orang (78,4%)
Fraktur yang tidak sempurna merupakan fraktur yang tidak terjadi di
sepanjang tulang sedangkan fraktur lengkap adalah yang terjadi di seluruh tulang
yang patah (Digiulio, 2014). Menurut (Reksodiputro & Aldino,2017)
mengatakan bahwa faktor utama etiologi fraktur mandibula di berbagai negara
sangat bervariasi. Di negara berkembang penyebab utama fraktur mandibula
adalah kecelakaan lalu lintas. Selain itu penyebab lainnya adalah kecelakaan
industri, kecelakaan rumah tangga, kekerasan fisik dan perkelahian.
Penyebab fraktur menurut (Jitowiyono, 2018) dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik disebabkan oleh:
1) Cedera langsung yaitu hantaman langsung pada tulang sehingga tulang patah secara langsung.
2) Cedera tidak langsung yaitu hantaman langsung yang jauh dari lokasi benturan.
3) Fraktur yang dikarenakan kontraksi keras yang mendadak.
b. Fraktur Patologik
Tulang yang rusak dikarenakan proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan:
1) Tumor tulang merupakan jaringan yang tumbuh tidak teratasi 2) Infeksi semacam ostemielitis bisa terjadi sebagai dampak infeksi
akut atau bisa muncul proses yang progresif 3) Rakhitis
4) Secara langsung dikarenakan oleh stres tulang yang berkelanjutan.
2.3 Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan secara etiologis, klinis dan radiologis a. Etiologis
1) Fraktur traumatik yang terjadi karena trauma mendadak 2) Fraktur patologis karena kelainan patologis pada tulang 3) Fraktur stres trauma terus menerus di tempat tertentu b. Klinis
1) Fraktur tertutup : fraktur yang tidak sampai ke permukaan kulit 2) Fraktur terbuka : fraktur yang menghasilkan luka hingga keluar 3) Fraktur Komplikasi : fraktur dengan komplikasi
c. Radiologis a. Lokasi b. Konfigurasi c. Ekstensi
d. Hubungan antar fragmen
Menurut Manalu (2018, sebagaimana dikutip dalam Cahyani, L.N, 2019) klasifikasi fraktur mandibula sebagai berikut:
a. Menunjukkan regio-regio pada mandibula antara lain: simfisis, corpus, sudut, proseus koronoid, raus, proseus kondilar, proseus alveolar.
Fraktur dapatterjadi pada satu atau lebih pada region mandibula.
b. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya gigi penting untuk menentukan pilihan terapi yang akan diberikan.
Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi:
1) Kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, dapat ditangani dengan interdental wiring (pemasangan kawat pada gigi)
2) Kelas 2 : gigi hanya ada di salah satu fraktur
3) Kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua fraktur, penanganan di kelas ini dapat melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
c. Dengan cara perawatan fraktur mandibula dapat dibedakan menjadi:
1) Fraktur unilateral merupakan fraktur yang terjadi tunggal atau lebih dari satu fraktur pada sisi mandibula.
2) Fraktur bilateral merupakan fraktur yang terjadi akibat kondisi yang menyangkut angulus serta bagian leher kondilar yang berlawanan.
3) Multiple fracture merupakan pola fraktur yang terjadi karena kombinasi kecelakaan langsung dan tidak langsung, trauma pada dagu menyebabkan fraktur pada simpisis.
4) Fraktur kominutif merupakan fraktur yang diakibatkan karena kecelakaan langsung. Fraktur ini terjadi pada simfisis dan parasimpisis
2.4 Patofisiologi
Tingkat keseriusan fraktur bergantung pada penyebab fraktur. Jika hanya
sedikit melewati ambang fraktur maka kemungkinan hanya menyebabkan
keretakan tulang. Jika penyebab fraktur sangat ekstrem seperti kecelakaan
motor yang parah sehingga dapat menyebabkan tulang pecah. Otot yang
menempel pada tulang dapat terganggu saat terjadi fraktur. Otot bisa
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar. Otot yang besar bisa
membuat spasme yang kuat terlebih menggeser tulang yang besar seperti femur
meskipun bagian proksimal tulang yang patah tetap pada posisinya. Fragmen
fraktur dapat berotasi dan berpindah atau dapat menimpa segmen tulang
lainnya. Fraktur terbuka atau tertutup dapat menyebabkan rasa nyeri pada
penderita. Fraktur terbuka bisa mengenai jaringan lunak di sekitarnya
kemudian dapat menyebabkan infeksi karena terkontaminasi dengan udara
luar. Infeksi dengan udara luar dapat mengakibatkan kerusakan kulit. Pada
saluran medula, hematoma berlangsung di antara fragmen-fragmen tulang dan
di bawah periostetum. Peradangan akan terjadi di sekitar jaringan tulang yang
terjadi fraktur hingga menyebabkan vasodilatasi, nyeri, edema, kehilangan
fungsi, eksudasi leukosit dan plasma. Salah satu tahap penyembuhan tulang
adalah respon patofisiologis (Widodo, 2016).
Pathway
Diskontinuitas tulang Pergeseran Nyeri
frakmen tulang Trauma langsung
patologis
Trauma langsung patologis
kondisi Trauma tidak
langsung
FRAKTUR MANDIBULA
Perubahan jaringan sekitar
Kerusakan frakmen tulang
Spesme otot Laserasi kulit
Pergeseran frag tulang
Gangguan fungsi
Defisit perawatan diri : makan
Deformita s
Gangguan komunikasi
verbal
Syok hipovolemik
Pendarahan Putusnya arteri/vena Kerusakan
intergritas kulit dan
jaringan
Edema Protein plasma hilang Pelepasan
histamin Tekanan
kapiler meningkat
Penurunan perfusi jaringan Penekanan pembuluh darah
Memobilisasi asam lemak Melepaskan katekolamin
Reaksi stres klien
Tekanan sesama tulang >
tinggi dr kapiler
emboli Bergabung dengan
trombosit
Menyumbat pembuluh darah
Gangguan perfusi
jaringan
2.5 Komplikasi
Menurut Ermawan (2019) mengatakan bawah komplikasi yang terjadi setelah terjadi fraktur meliputi kerusakan pembuluh darah, nekrosis avaskular tulang, , kerusakan saraf osifikasi heterotopic, osteoarthritis sekunder, dan kaku sendi. Sedangkan menurut Helmi (2019) secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan lama yaitu sebagai berikut:
2.5.1 Komplikasi awal a. Syok
Meningkatnya permeabilitas kapiler dan kehilangan banyak darah dapat menyebabkan turunnya kadar oktigen dalam tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya syok. Pada kejadian tertentu syok neurogenik berlangsung pada fraktur femur yang disebabkan oleh rasa sakit yang hebat.
b. Kerusakan arteri
Arteri dapat pecah atau rusak ditandai oleh: CRT (Cappilary Refil Time) menurun, nadi tidak ada, bagian distal mengalami sianosis, hematoma lebar serta dingin di ekstremitas disebabkan oleh tindakan pembidaian, tindakan reduksi, perubahan posisi orang dakit dan pembedahan.
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan suatu keadaan terjebaknya otot, syaraf, tulang dan pembuluh darah pada jaringan parut akibat edema atau pendarahan yang menekan otot, syaraf dan pembuluh darah.
Keadaan sindorm kompartemen yang diakibatkan oleh komplikasi fraktur terjadi pada fraktur yang terletak dekat dengan persendian.
Tanda yang menjadi ciri khas sindrom kompartemen adalah 5P, yaitu pain (nyeri lokal), pallor (pucat pada bagian distal), paralysis (kelumpuhan tungkai), parestesia (tidak ada sensasi) dan pulsessness (tidak ada perubahan nadi, denyut nadi, perfusi tidak baik, dan CRT>3detik).
d. Infeksi
Trauma pada jaringan menyebabkan sistem jaringan tubuh rusak.
Infeksi berawal pada kulit kemudian masuk ke dalam pada trauma
ortopedik. Kasus ini terjadi pada kejadian fraktur terbuka, namun juga bisa disebabkan oleh penggunaan ORIF dan OREF atau plat.
e. Avaskular nerkosis
Rusaknya aliran darah ke tulang dapat menyebabkan nerkosis tulang yang diawali oleh adanya Volkman’s Ischemia.
f. Sindrom emboli lemak
Sidrom emboli lemak FES merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada tulang panjang, FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, hipertensi, takikardi, takipnea, dan demam.
2.5.2 Komplikasi Lama
Menurut Helmi (2019) secara umum komplikasi lama sebagai berikut:
a. Delayed Union
Delayed union adalah kegagalan fraktur dalam berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang diperlukan tulang agar sembuh atau tersambung.
Hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan darah ke tulang. Delayed Union merupakan fraktur yang tidak sembuh selama 3-5 bulan.
b. Non-union
Non-union adalah fraktur yang sembuh dalam 6-8 bulan serta tidak terjadi konsolidasi hingga terdapat preudoartrotis (sendi palsu).
Pseudoartrotis dapat berlangsung dengan infeksi maupun tanpa infeksi.
c. Mal-union
Mal-union merupakan kejadian dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terjadi deformitas yang berbentuk varus, angulasi, pemendekan, dan penyilangan.
2.6. Manefistasi Klinis
Menurut Black dan Hawks dalam Widyawati, A (2018) gejala dan tanda fraktur adalah sebagai berikut:
a. Deformitas
Deformitas terjadi karena pembengkakan pada pendarahan lokal di lokasi fraktur. Spasme otot dapat mengakibatkan deformitas rotasional, pemendekan tungkai dan angulasi. Deformitas yang nyata terjadi di lokasi fraktur.
b. Pembengkakan
Edema atau pembengkakan segera terjadi dikarenakan akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur.
c. Memar
Memar diakibatkan oleh pendarahan pada subkutan di lokasi fraktur d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berguna sebagai bidai alami agar dapat mengurangi pergerakan fragmen fraktur.
e. Nyeri
Nyeri akan menyertai fraktur serta ketajaman nyeri akan berbeda pada tiap klien atau pasien yang mengalami fraktur. Nyeri akan semakin meningkat apabila fraktur bergeser karena spasme otot serta fragmen pada fraktur yang saling tindih.
f. Kategangan
Cedera pada lokasi klien menyebabkan ketegangan di atas fraktur.
g. Kehilangan fungsi
Nyeri akibat fraktur menyebabkan hilangnya fungsi. Cedera saraf juga dapat menyebabkan kelumpuhan.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Gesekan antar fragmen atau gerakan pada posisi tengah tulang menyebabkan gerakan abnormal dan krepitasi.
i. Perubahan neurovaskular
Kerusakan saraf periferyang terkait menyebabkan cedera neurovaskuler.
Pasien dapat menderita kesemutan di sekitar distal dari fraktur.
j. Syok
Syok disebabkan oleh pendarahan besar atau yang tersembunyi.
Menurut (Hakim, et.al, 2016) gejala fraktur mandibula secara umum
biasanya timbul rasa nyeri terus menerus pendarahan oral, fungsi berubah,
terjadi pembengkakan, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, dan deformitas.
Jika fraktur ini mengenai korpus mandibula, akan terlihat gerakan yang abnormal pada tempat fraktur sehingga gerakan mandibula menjadi terbatas dan susunan gigi menjadi tidak teratur. Sebagian besar fraktur mandibula terjadi tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan keras atau lunak.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hadira, dkk (2016) adapun pemeriksaan penunjang fraktur mandibula, yaitu :
a. Pemeriksaan labolatorium darah b. Foto toraks
c. Foto polos kepala d. Cervikal
e. CT scan kepala dan panoramik 2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur dilakukan untuk memperbaiki posisi fragmen dan splintage agar fragmen menyatu dengan baik. Penatalaksanaan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan reposisi (Ermawan, dkk :2019). Terdapat 8 penatalaksanaan fraktur menurut Sjamsuhidayat, dkk (2019) sebagai berikut:
a. Pertama : proteksi tanpa imobilisasi atau reposisi
b. Kedua : imobilisasi tanpa reposisi, biasa untuk cedera pada tulang tungkai bawah
c. Ketiga : reposisi dengan manipulasi dan di ikuti oleh mobilisasi, biasa diterapkan pada patah tulang radius distal
d. Keempat : reposisi dengan traksi secara terus menerus, untuk patah tulang yang akan terjadi dislokasi dalam gips.
e. Kelima : reposisi kemudian dilanjutkan dengan imobilisasai dengan fiksasi luar
f. Keenam : reposisi non-operatif dilanjutkan dengan fiksator tulang secara operatif
g. Ketujuh : reposisi operatif dilanjutkan dengan fiksasi interna atau biasa disebut ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
h. Kedelapan : eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis.
Menurut Istianah, U (2017) menyebutkan beberapa penatalaksanaan medis pada fraktur sebagai berikut:
a. Diagnosa serta penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis serta radiologi dilaksanakan guna mengetahui keadaan fraktur. Pada awal perlu diperiksa bentuk fraktur dan lokasi fraktur guna menentukan tindakan yang perlu untuk melakukan pengobatan.
b. Reduksi
Reduksi bertujuan untuk mengembalikan ukuran dan kesejajaran garis tulang dengan reduksi terbuka atau reduksi tertutup. Reduksi tertutup dilaksanakan dengan traksi manual guna menarik fraktur, agar tulang menjadi sejajar dengan normal. Reduksi terbuka dapat dilakukan jika reduksi tertutup kurang memuaskan atau gagal.
Reduksi terbuka menggunakan alat fiksasi internal guna mempertahankan lokasi hingga penyembuhan tulang solid. Alat fiksasi internal antara lain kawat, pen, plat dan skrup. Alat-alat fiksasi internal dimasukkan ke dalam fraktur melalui ORIF.
Pembedahan ORIF ini akan membuat tulang yang patah dapat tersambung lagi.
c. Retensi
Pemasangan plat berguna untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang menderita fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi bagian yang mengalami fraktur berfungsi secara normal.
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan 2.9.1 Pengkajian Fokus
a. Pengkajian primer : 1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
2) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar ronchi/aspirasi
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
b. Pengkajian sekunder 1) Aktivitas/istirahat
- Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena - Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
- Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) - Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
- Tachikardi
- Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera - Cavilary refil melambat
- Pucat pada bagian yang terkena - Masa hematoma pada sisi cedera 3) Neurosensori
- Kesemutan
- Deformitas, krepitasi, pemendekan - Kelemahan
4) Kenyamanan
- Nyeri tiba-tiba saat cidera - Spasme/kram otot
5) Keamanan
- Laserasi kulit
- Perdarahan
- Perubahan warna - Pembengkakan lokal -
2.9.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul
Menurut (Cahyani, 2019) berikut merupakan diagnosis keperawatan pada pasien fraktur:
1. Nyeri akut b.d agen pencendera fisik di buktikan dengan pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, sulit tidur, tekanan darah meningkat, nafsu makan berubah.
2. Kerusakan intergeritas kulit b.d faktor mekanis dibuktikan dengan kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d hambatan fisik (fraktur mandibula) di buktikan dengan pasien tidak mampu berbicara, sulit mempertahankan komunikasi,sulit menggunkan espresi wajah atau tubuh
2.9.3 Rencana Keperawatan
No. DiagnosaKeperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1
nyeri akut b.d agen
pencendera fisik di buktikan dengan pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, sulit tidur, tekanan darah
meningkat, nafsu makan berubah.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun
Manajemen nyeri (I.08238) Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon
nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor
yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi
pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Monitor efek samping pengunaan analgentik Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
1. Keluhan nyeri 5 (menurun) 2. Meringis 5
(menurun) 3. Gelisah
5(menurun)
4.Kesulitan tidur 5
(menurun)
( missal : terapi musik, aromaterapi, ternik imajinasi terbimbing, kompres air hangat/
dingin )
2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi merdakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri 4. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2Kerusakan
intergeritas kulit b.d faktor mekanis dibuktikan dengan kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri,
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam di harapkan intergitas kulit dengan kriteria hasil sebagai berikut
perawatan luka (I.14564) observasi
1. Monior karakteristik luka (mis,drainase, warna, ukuran, bau) 2. Monitor tanda-tanda
infeksi Terapeutik
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
1.Kerusakan jaringan 5 (menurun)
2.Nyeri 5 (menurun)
3.Pendarahan 5 (menurun)
4.Suhu kulit 5 (membaik)
pendarahan, kemerahan.
2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
3. Bersikan dengan cairan NaCI atau pembersian nontoksik, sesuai kebutuhan 4. Bersikan jaringan
nekrotik
5. Pasang balutan sesuai jenis luka
6. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka 7. Ganti balutan sesuai
jumlah edukat dan drainase
8. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
9. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, vitamin C, zinc, asam amino ), sesuai indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Anjurkan
mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
1.
Pemberian anti biotik, jika
perlu
3.