• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fraktur Mandibula

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular. Hilang nya kontinuitas pada bagian rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila penanganan nya tidak benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada tubuh manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi.

Klarifikasi fraktur mandibula dapat terjadi pada letak anatomi pada daerah – daerah deto alveolar, kondius, koronoideus, ramus, sudut mandibula , korpus mandibula, simfisis, dan parasimfisis (Hakim, 2016).

Fraktur terjadi akibat adanya trauma atau keadaan patoogis. Fraktur merupakan suatu kondisi terputus kontiuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya di sebabkan oleh rudapaksa (Sagaran,dkk 2017). Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula yang di sebabkan oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras pada wajah dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula (Reksoputro & Aldino, 2017).

2.2 Etiologi

Menurut Hakim (2016) etiologi insiden fraktur adalah sebagai berikut:

a. Terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 52 kasus (74,1%) b. Terjadi perempuan sebanyak 19 kasus (25,9%)

c. Terjadi pada usia produktif 11-30 tahun (64,1%

d. Terjadi pada lokasi simfisis sebanyak 27 kasus (38,1%).

e. Terjadi karena kecelakaan sepeda motor sebanyak 47 orang (78,4%)

Fraktur yang tidak sempurna merupakan fraktur yang tidak terjadi di

sepanjang tulang sedangkan fraktur lengkap adalah yang terjadi di seluruh tulang

yang patah (Digiulio, 2014). Menurut (Reksodiputro & Aldino,2017)

mengatakan bahwa faktor utama etiologi fraktur mandibula di berbagai negara

sangat bervariasi. Di negara berkembang penyebab utama fraktur mandibula

adalah kecelakaan lalu lintas. Selain itu penyebab lainnya adalah kecelakaan

industri, kecelakaan rumah tangga, kekerasan fisik dan perkelahian.

(2)

Penyebab fraktur menurut (Jitowiyono, 2018) dibedakan menjadi:

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik disebabkan oleh:

1) Cedera langsung yaitu hantaman langsung pada tulang sehingga tulang patah secara langsung.

2) Cedera tidak langsung yaitu hantaman langsung yang jauh dari lokasi benturan.

3) Fraktur yang dikarenakan kontraksi keras yang mendadak.

b. Fraktur Patologik

Tulang yang rusak dikarenakan proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan:

1) Tumor tulang merupakan jaringan yang tumbuh tidak teratasi 2) Infeksi semacam ostemielitis bisa terjadi sebagai dampak infeksi

akut atau bisa muncul proses yang progresif 3) Rakhitis

4) Secara langsung dikarenakan oleh stres tulang yang berkelanjutan.

2.3 Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan secara etiologis, klinis dan radiologis a. Etiologis

1) Fraktur traumatik yang terjadi karena trauma mendadak 2) Fraktur patologis karena kelainan patologis pada tulang 3) Fraktur stres trauma terus menerus di tempat tertentu b. Klinis

1) Fraktur tertutup : fraktur yang tidak sampai ke permukaan kulit 2) Fraktur terbuka : fraktur yang menghasilkan luka hingga keluar 3) Fraktur Komplikasi : fraktur dengan komplikasi

c. Radiologis a. Lokasi b. Konfigurasi c. Ekstensi

d. Hubungan antar fragmen

(3)

Menurut Manalu (2018, sebagaimana dikutip dalam Cahyani, L.N, 2019) klasifikasi fraktur mandibula sebagai berikut:

a. Menunjukkan regio-regio pada mandibula antara lain: simfisis, corpus, sudut, proseus koronoid, raus, proseus kondilar, proseus alveolar.

Fraktur dapatterjadi pada satu atau lebih pada region mandibula.

b. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya gigi penting untuk menentukan pilihan terapi yang akan diberikan.

Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi:

1) Kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, dapat ditangani dengan interdental wiring (pemasangan kawat pada gigi)

2) Kelas 2 : gigi hanya ada di salah satu fraktur

3) Kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua fraktur, penanganan di kelas ini dapat melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.

c. Dengan cara perawatan fraktur mandibula dapat dibedakan menjadi:

1) Fraktur unilateral merupakan fraktur yang terjadi tunggal atau lebih dari satu fraktur pada sisi mandibula.

2) Fraktur bilateral merupakan fraktur yang terjadi akibat kondisi yang menyangkut angulus serta bagian leher kondilar yang berlawanan.

3) Multiple fracture merupakan pola fraktur yang terjadi karena kombinasi kecelakaan langsung dan tidak langsung, trauma pada dagu menyebabkan fraktur pada simpisis.

4) Fraktur kominutif merupakan fraktur yang diakibatkan karena kecelakaan langsung. Fraktur ini terjadi pada simfisis dan parasimpisis

2.4 Patofisiologi

Tingkat keseriusan fraktur bergantung pada penyebab fraktur. Jika hanya

sedikit melewati ambang fraktur maka kemungkinan hanya menyebabkan

keretakan tulang. Jika penyebab fraktur sangat ekstrem seperti kecelakaan

motor yang parah sehingga dapat menyebabkan tulang pecah. Otot yang

menempel pada tulang dapat terganggu saat terjadi fraktur. Otot bisa

mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar. Otot yang besar bisa

(4)

membuat spasme yang kuat terlebih menggeser tulang yang besar seperti femur

meskipun bagian proksimal tulang yang patah tetap pada posisinya. Fragmen

fraktur dapat berotasi dan berpindah atau dapat menimpa segmen tulang

lainnya. Fraktur terbuka atau tertutup dapat menyebabkan rasa nyeri pada

penderita. Fraktur terbuka bisa mengenai jaringan lunak di sekitarnya

kemudian dapat menyebabkan infeksi karena terkontaminasi dengan udara

luar. Infeksi dengan udara luar dapat mengakibatkan kerusakan kulit. Pada

saluran medula, hematoma berlangsung di antara fragmen-fragmen tulang dan

di bawah periostetum. Peradangan akan terjadi di sekitar jaringan tulang yang

terjadi fraktur hingga menyebabkan vasodilatasi, nyeri, edema, kehilangan

fungsi, eksudasi leukosit dan plasma. Salah satu tahap penyembuhan tulang

adalah respon patofisiologis (Widodo, 2016).

(5)

Pathway

Diskontinuitas tulang Pergeseran Nyeri

frakmen tulang Trauma langsung

patologis

Trauma langsung patologis

kondisi Trauma tidak

langsung

FRAKTUR MANDIBULA

Perubahan jaringan sekitar

Kerusakan frakmen tulang

Spesme otot Laserasi kulit

Pergeseran frag tulang

Gangguan fungsi

Defisit perawatan diri : makan

Deformita s

Gangguan komunikasi

verbal

Syok hipovolemik

Pendarahan Putusnya arteri/vena Kerusakan

intergritas kulit dan

jaringan

Edema Protein plasma hilang Pelepasan

histamin Tekanan

kapiler meningkat

Penurunan perfusi jaringan Penekanan pembuluh darah

Memobilisasi asam lemak Melepaskan katekolamin

Reaksi stres klien

Tekanan sesama tulang >

tinggi dr kapiler

emboli Bergabung dengan

trombosit

Menyumbat pembuluh darah

Gangguan perfusi

jaringan

(6)

2.5 Komplikasi

Menurut Ermawan (2019) mengatakan bawah komplikasi yang terjadi setelah terjadi fraktur meliputi kerusakan pembuluh darah, nekrosis avaskular tulang, , kerusakan saraf osifikasi heterotopic, osteoarthritis sekunder, dan kaku sendi. Sedangkan menurut Helmi (2019) secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan lama yaitu sebagai berikut:

2.5.1 Komplikasi awal a. Syok

Meningkatnya permeabilitas kapiler dan kehilangan banyak darah dapat menyebabkan turunnya kadar oktigen dalam tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya syok. Pada kejadian tertentu syok neurogenik berlangsung pada fraktur femur yang disebabkan oleh rasa sakit yang hebat.

b. Kerusakan arteri

Arteri dapat pecah atau rusak ditandai oleh: CRT (Cappilary Refil Time) menurun, nadi tidak ada, bagian distal mengalami sianosis, hematoma lebar serta dingin di ekstremitas disebabkan oleh tindakan pembidaian, tindakan reduksi, perubahan posisi orang dakit dan pembedahan.

c. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan suatu keadaan terjebaknya otot, syaraf, tulang dan pembuluh darah pada jaringan parut akibat edema atau pendarahan yang menekan otot, syaraf dan pembuluh darah.

Keadaan sindorm kompartemen yang diakibatkan oleh komplikasi fraktur terjadi pada fraktur yang terletak dekat dengan persendian.

Tanda yang menjadi ciri khas sindrom kompartemen adalah 5P, yaitu pain (nyeri lokal), pallor (pucat pada bagian distal), paralysis (kelumpuhan tungkai), parestesia (tidak ada sensasi) dan pulsessness (tidak ada perubahan nadi, denyut nadi, perfusi tidak baik, dan CRT>3detik).

d. Infeksi

Trauma pada jaringan menyebabkan sistem jaringan tubuh rusak.

Infeksi berawal pada kulit kemudian masuk ke dalam pada trauma

(7)

ortopedik. Kasus ini terjadi pada kejadian fraktur terbuka, namun juga bisa disebabkan oleh penggunaan ORIF dan OREF atau plat.

e. Avaskular nerkosis

Rusaknya aliran darah ke tulang dapat menyebabkan nerkosis tulang yang diawali oleh adanya Volkman’s Ischemia.

f. Sindrom emboli lemak

Sidrom emboli lemak FES merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada tulang panjang, FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, hipertensi, takikardi, takipnea, dan demam.

2.5.2 Komplikasi Lama

Menurut Helmi (2019) secara umum komplikasi lama sebagai berikut:

a. Delayed Union

Delayed union adalah kegagalan fraktur dalam berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang diperlukan tulang agar sembuh atau tersambung.

Hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan darah ke tulang. Delayed Union merupakan fraktur yang tidak sembuh selama 3-5 bulan.

b. Non-union

Non-union adalah fraktur yang sembuh dalam 6-8 bulan serta tidak terjadi konsolidasi hingga terdapat preudoartrotis (sendi palsu).

Pseudoartrotis dapat berlangsung dengan infeksi maupun tanpa infeksi.

c. Mal-union

Mal-union merupakan kejadian dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terjadi deformitas yang berbentuk varus, angulasi, pemendekan, dan penyilangan.

2.6. Manefistasi Klinis

Menurut Black dan Hawks dalam Widyawati, A (2018) gejala dan tanda fraktur adalah sebagai berikut:

a. Deformitas

(8)

Deformitas terjadi karena pembengkakan pada pendarahan lokal di lokasi fraktur. Spasme otot dapat mengakibatkan deformitas rotasional, pemendekan tungkai dan angulasi. Deformitas yang nyata terjadi di lokasi fraktur.

b. Pembengkakan

Edema atau pembengkakan segera terjadi dikarenakan akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur.

c. Memar

Memar diakibatkan oleh pendarahan pada subkutan di lokasi fraktur d. Spasme otot

Spasme otot involuntar berguna sebagai bidai alami agar dapat mengurangi pergerakan fragmen fraktur.

e. Nyeri

Nyeri akan menyertai fraktur serta ketajaman nyeri akan berbeda pada tiap klien atau pasien yang mengalami fraktur. Nyeri akan semakin meningkat apabila fraktur bergeser karena spasme otot serta fragmen pada fraktur yang saling tindih.

f. Kategangan

Cedera pada lokasi klien menyebabkan ketegangan di atas fraktur.

g. Kehilangan fungsi

Nyeri akibat fraktur menyebabkan hilangnya fungsi. Cedera saraf juga dapat menyebabkan kelumpuhan.

h. Gerakan abnormal dan krepitasi

Gesekan antar fragmen atau gerakan pada posisi tengah tulang menyebabkan gerakan abnormal dan krepitasi.

i. Perubahan neurovaskular

Kerusakan saraf periferyang terkait menyebabkan cedera neurovaskuler.

Pasien dapat menderita kesemutan di sekitar distal dari fraktur.

j. Syok

Syok disebabkan oleh pendarahan besar atau yang tersembunyi.

Menurut (Hakim, et.al, 2016) gejala fraktur mandibula secara umum

biasanya timbul rasa nyeri terus menerus pendarahan oral, fungsi berubah,

(9)

terjadi pembengkakan, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, dan deformitas.

Jika fraktur ini mengenai korpus mandibula, akan terlihat gerakan yang abnormal pada tempat fraktur sehingga gerakan mandibula menjadi terbatas dan susunan gigi menjadi tidak teratur. Sebagian besar fraktur mandibula terjadi tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan keras atau lunak.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hadira, dkk (2016) adapun pemeriksaan penunjang fraktur mandibula, yaitu :

a. Pemeriksaan labolatorium darah b. Foto toraks

c. Foto polos kepala d. Cervikal

e. CT scan kepala dan panoramik 2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fraktur dilakukan untuk memperbaiki posisi fragmen dan splintage agar fragmen menyatu dengan baik. Penatalaksanaan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan reposisi (Ermawan, dkk :2019). Terdapat 8 penatalaksanaan fraktur menurut Sjamsuhidayat, dkk (2019) sebagai berikut:

a. Pertama : proteksi tanpa imobilisasi atau reposisi

b. Kedua : imobilisasi tanpa reposisi, biasa untuk cedera pada tulang tungkai bawah

c. Ketiga : reposisi dengan manipulasi dan di ikuti oleh mobilisasi, biasa diterapkan pada patah tulang radius distal

d. Keempat : reposisi dengan traksi secara terus menerus, untuk patah tulang yang akan terjadi dislokasi dalam gips.

e. Kelima : reposisi kemudian dilanjutkan dengan imobilisasai dengan fiksasi luar

f. Keenam : reposisi non-operatif dilanjutkan dengan fiksator tulang secara operatif

g. Ketujuh : reposisi operatif dilanjutkan dengan fiksasi interna atau biasa disebut ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

h. Kedelapan : eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis.

(10)

Menurut Istianah, U (2017) menyebutkan beberapa penatalaksanaan medis pada fraktur sebagai berikut:

a. Diagnosa serta penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis serta radiologi dilaksanakan guna mengetahui keadaan fraktur. Pada awal perlu diperiksa bentuk fraktur dan lokasi fraktur guna menentukan tindakan yang perlu untuk melakukan pengobatan.

b. Reduksi

Reduksi bertujuan untuk mengembalikan ukuran dan kesejajaran garis tulang dengan reduksi terbuka atau reduksi tertutup. Reduksi tertutup dilaksanakan dengan traksi manual guna menarik fraktur, agar tulang menjadi sejajar dengan normal. Reduksi terbuka dapat dilakukan jika reduksi tertutup kurang memuaskan atau gagal.

Reduksi terbuka menggunakan alat fiksasi internal guna mempertahankan lokasi hingga penyembuhan tulang solid. Alat fiksasi internal antara lain kawat, pen, plat dan skrup. Alat-alat fiksasi internal dimasukkan ke dalam fraktur melalui ORIF.

Pembedahan ORIF ini akan membuat tulang yang patah dapat tersambung lagi.

c. Retensi

Pemasangan plat berguna untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang menderita fraktur.

d. Rehabilitasi

Mengembalikan fungsi bagian yang mengalami fraktur berfungsi secara normal.

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan 2.9.1 Pengkajian Fokus

a. Pengkajian primer : 1) Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya

penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

(11)

2) Breathing

Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar ronchi/aspirasi

3) Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

b. Pengkajian sekunder 1) Aktivitas/istirahat

- Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena - Keterbatasan mobilitas

2) Sirkulasi

- Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) - Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)

- Tachikardi

- Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera - Cavilary refil melambat

- Pucat pada bagian yang terkena - Masa hematoma pada sisi cedera 3) Neurosensori

- Kesemutan

- Deformitas, krepitasi, pemendekan - Kelemahan

4) Kenyamanan

- Nyeri tiba-tiba saat cidera - Spasme/kram otot

5) Keamanan

- Laserasi kulit

- Perdarahan

(12)

- Perubahan warna - Pembengkakan lokal -

2.9.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul

Menurut (Cahyani, 2019) berikut merupakan diagnosis keperawatan pada pasien fraktur:

1. Nyeri akut b.d agen pencendera fisik di buktikan dengan pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, sulit tidur, tekanan darah meningkat, nafsu makan berubah.

2. Kerusakan intergeritas kulit b.d faktor mekanis dibuktikan dengan kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan.

3. Gangguan komunikasi verbal b.d hambatan fisik (fraktur mandibula) di buktikan dengan pasien tidak mampu berbicara, sulit mempertahankan komunikasi,sulit menggunkan espresi wajah atau tubuh

2.9.3 Rencana Keperawatan

No. Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

1

nyeri akut b.d agen

pencendera fisik di buktikan dengan pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, sulit tidur, tekanan darah

meningkat, nafsu makan berubah.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun

Manajemen nyeri (I.08238) Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon

nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor

yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi

pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6. Monitor efek samping pengunaan analgentik Terapeutik

1. Berikan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

1. Keluhan nyeri 5 (menurun) 2. Meringis 5

(menurun) 3. Gelisah

5(menurun)

4.

Kesulitan tidur 5

(menurun)

(13)

( missal : terapi musik, aromaterapi, ternik imajinasi terbimbing, kompres air hangat/

dingin )

2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi merdakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor

nyeri secara mandiri 4. Ajarkan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2

Kerusakan

intergeritas kulit b.d faktor mekanis dibuktikan dengan kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri,

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam di harapkan intergitas kulit dengan kriteria hasil sebagai berikut

perawatan luka (I.14564) observasi

1. Monior karakteristik luka (mis,drainase, warna, ukuran, bau) 2. Monitor tanda-tanda

infeksi Terapeutik

1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

1.Kerusakan jaringan 5 (menurun)

2.Nyeri 5 (menurun)

3.Pendarahan 5 (menurun)

4.Suhu kulit 5 (membaik)

(14)

pendarahan, kemerahan.

2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu

3. Bersikan dengan cairan NaCI atau pembersian nontoksik, sesuai kebutuhan 4. Bersikan jaringan

nekrotik

5. Pasang balutan sesuai jenis luka

6. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka 7. Ganti balutan sesuai

jumlah edukat dan drainase

8. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien

9. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, vitamin C, zinc, asam amino ), sesuai indikasi

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Anjurkan

mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein

3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi

1.

Pemberian anti biotik, jika

perlu

(15)

3.

Gangguan komunikasi verbal b.d hambatan fisik (fraktur mandibula) di buktikan dengan pasien tidak mampu berbicara, sulit

mempertahan kan

komunikasi,s ulit

menggunkan espresi wajah atau tubuh

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan komunikasi dapat teratasi dengan kretria hasil sebagai berikut :

Promosi komunikasi : deficit bicara (I.134992) Observasi

1. Monitor kecepatan tekanan, kualitas, volume,dan diksi bicara

2. Monitor proses kognitif , anatomis, fisiologis yang berkaitan dengan bicara

3. Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang

menganggu bicara 4. Identifikasi prilaku

emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi Terapeutik

1. Gunakan metode komunikasi alternative (mis. Menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan)

2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan

3. Ulangi apa yang di sampaikan pasien 4. Berikan dukungan

psikologis Edukasi

1. Anjurkan berbicara perlahan

Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan berbicara

1. Kemampuan berbicara 5 (meningkat) 2. Kesesuaian kontak

mata dengan tubuh 5 (meningkat) 3. Kontak mata 5

(meningkat)

Referensi

Dokumen terkait

Celah bibir dapat terjadi hanya pada satu sisi kanan atau kiri bibir (unilateral), namun.. juga dapat terjadi pada kedua sisi (bilateral) secara simetris maupun

Asimetris terjadi pada kerusakan saraf perifer (pleksus brakialis) atau fraktur humerus. Tidak ada respons yang terjadi pada defisit neurologis yang berat.

Disabilitas fisik adalah kelainan yang terjadi pada fisik yang terjadi akibat trauma atau akibat bawaan.Disabilitas fisik dibagi menjadi empat yaitu tunadaksa,

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan

3 Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang,ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya frakturya

a) Fraktur Transversal, posisi garis fraktur tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. b) Fraktur Oblik, letak garis fraktur membentuk sudut terhadap sumbu panjang tulang. c)

Penyebab paling umum fraktur korpus vertebra yang bukan disebabkan trauma adalah osteoporosis postmenopausal atau senile.Manifestasi tunggal dari fraktur kompresi

1) Perilaku verbal adalah saluran tunggal, perilaku nonverbal bersifat multisaluran. Kata-kata datang dari satu sumber, tetapi isyarat nonverbal dapat