66 Universitas Kristen Petra 5. DEWATERING
5.1. Pendahuluan
Permasalahan yang banyak ditemui dalam pelaksanaan pembuatan basement adalah keberadaan air tanah di sekitar daerah galian. Galian basement yang terletak di bawah muka air tanah akan mengakibatkan rembesan sehingga air masuk ke dalam galian. Masuknya air di dalam galian mengakibatkan kestabilan dari galian terganggu dan pekerjaan yang harus dilakukan di dalam galian dapat ikut terganggu.
Sebagai contoh pada pekerjaan lantai kerja basement, pada pekerjaan ini diperlukan kondisi di dalam galian kering agar pengecoran dapat dilakukan dengan baik. Untuk menjaga galian tetap dalam keadaan kering, maka dipakailah sistem Groundwater control atau dewatering yang merupakan proses pengurangan sementara tekanan pori atau tinggi muka air tanah, dewatering sendiri dimaksudkan untuk menghindari rembesan memasuki daerah galian karena rembesan dapat mengganggu pekerjaan, meningkatkan kestabilan lereng untuk mencegah kelongsoran, menjaga bagian bawah galian dari heaving yang disebabkan uplift, meningkatkan kepadatan tanah pada bagian bawah galian basement, serta mengeringkan daerah galian sehingga proses pengangkatan material dan pekerjaan dalam lubang galian lebih mudah untuk dilaksanakan.
Berdasarkan masa pelaksanaannya, dewatering dibagi menjadi dua, yakni : a. Dewatering Sementara
Proses pemindahan air pada lokasi galian dilaksanakan hanya selama pelaksanaan pembuatan struktur. Strukur kemudian dibiarkan terendam oleh air. Struktur yang dibuat akan dilapisi water proofing dan water stop bertujuan untuk mencegah rembesan masuk ke dalam bagian struktur.
b. Dewatering Tetap
Dewatering yang dilaksanakan secara terus menerus, walaupun struktur sudah berdiri. Hal ini biasanya digunakan untuk meningkatkan daya dukung tanah sekitar dan untuk menjauhkan air yang bersifat korosif dari struktur.
67 Universitas Kristen Petra Dewatering pada suatu proyek konstruksi kadang akan mengakibatkan terjadinya penurunan (settlement) terhadap area di sekitarnya, kadang sampai mengakibatkan kerusakan pada bangunan struktur yang sudah berdiri.
Dewatering dapat mengakibatkan penurunan dalam beberapa cara:
1. Dewatering yang tidak tepat akan mengakibatkan hilangnya butiran halus dalam tanah.
2. Melalui pemilihan open pumping yang tidak cocok sehingga mengakibatkan terjadinya boiling dan piping, atau hilangnya sebagian tanah pada slope Ketika boiling terjadi di dasar galian akan berakibat dengan terganggunya kekuatan tanah yang berdampak pada kegiatan selanjutnya.
3. Dewatering bertujuan menurunkan muka air tanah, dengan menurunnya muka air tanah maka tanah akan menerima beban lebih dari yang semula diterimanya. Berat tanah di atas muka air tanah akan diperhitungkan sebagai berat total.
5.2. Metode Pelaksanaan Dewatering
Lokasi penggalian, kedalaman galian, letak muka air tanah dan koefisien permeabilitas merupakan hal-hal yang akan sangat mempengaruhi dalam pertimbangan metode dewatering mana yang akan digunakan sehingga pekerjaan dewatering dapat bekerja secara optimal.
Keberhasilan dari usaha menurunkan muka air tanah tergantung dari pemilihan metode dewatering yang dipakai dan pengawasan dari pelaksanaanya. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dengan usaha dan biaya yang minimum, perlu diadakan penyesuaian metode dewatering yang dipakai dengan kondisi yang ada di lapangan.
Untuk sebagian besar jenis tanah granular, tinggi muka air tanah pada saat konstruksi harus dijaga minimal 2 - 3 feet (30 - 45 cm) dibawah daerah galian, untuk memastikan kondisi kerja kering. Untuk silt dan clay harus dijaga pada kedalaman yang lebih rendah yaitu 5 - 10 feet (0.6 - 1.5 m) dibawah tanah dasar untuk mencegah air naik ke atas permukaan dan membuat dasar galian basah dan lembek.
68 Universitas Kristen Petra Gerakan air tanah dalam silt dan clay sangat berbeda bila dibandingkan dengan granular material. Pada granular material (sand dan gravel) yang perlu diperhitungkan adalah rembesan (seepage) ke dalam lubang galian, yang harus dipompa keluar karena mengganggu pekerjaan di bawah tanah. Sedang pada fine material (silt dan clay) yang perlu diperhatikan adalah mengurangi water content, supaya kekuatan daya dukungn tanah meningkat. Tetapi yang menjadi pertimbangan utama tetaplah bagaimana kita menurunkan level muka air tanah agar sesuai dengan yang kita kehendaki sehingga tidak mengganggu jalannya pekerjaan galian.
Secara garis besar pelaksanaan dewatering dibagi 2 yaitu open pumping dan ground water lowering.
Gambar 5.1. Sistem dewatering: (a) open pumping, (b) ground water lowering.
Sumber : Bazant (1982, p. 76)
Sebagai penggunaan atau panduan praktis dalam pemilihan metode dewatering, di bawah ini disajikan tabel-grafik hubungan kedalaman muka air tanah dan permeabilitas tanah dari beberapa sumber.
69 Universitas Kristen Petra Tabel 5.1. Range of Applications of Dewatering Techniques
Sumber : CIRIA C515 London (2000, p. 137)
Tabel 5.2. Kriteria Pemilihan Metode Dewatering
70 Universitas Kristen Petra Tabel 5.3. Dewatering Systems Applicable to Different Soils
Sumber: Courtesy of Moretrench American Corp (1988, p. 15)
5.3. Pemompaan Terbuka (Open Pumping)
Pada open pumping, pemompaan dilakukan setelah air tanah dibiarkan mengalir keluar secara bebas dari kemiringan galian dan dasar galian. Open pumping sering digunakan untuk formasi batuan, kerikil kepasiran padat dan pasir kasar.
5.3.1. Kolam Pengumpul Air dan Parit (Sumps and Ditches) atau Sumps and
Pumps
Metode ini banyak dipakai, karena merupakan suatu sistem yang paling murah, sederhana pelaksanaannya, serta dapat dikerjakan dengan sangat sedikit perencanaan selain itu metode ini dinilai cocok digunakan pada jenis tanah clay. Untuk pekerjaan-pekerjaan berskala kecil, metode ini masih terus digunakan.
71 Universitas Kristen Petra Gambar 5.2. Sumps and ditches layout
Sumber : Bazant (1982, p. 78)
Gambar 5.3. Dewatering galian terbuka dengan sump and ditch Sumber : Leonard (1974, p. 50)
Dalam metode ini, dewatering dilakukan dengan mengalirkan air yang meresap ke dalam galian menuju parit di sekeliling dasar tepi galian yang dilengkapi dengan kolam kecil penampung yang berupa lubang (gambar 5.3.), dan
72 Universitas Kristen Petra kemudian melalui lubang tersebut air dipompa keluar menuju saluran pembuangan air di luar lokasi proyek.
Metode pemompaan air dari kolam-kolam pengumpul memiliki beberapa kesulitan dan kerugian, antara lain:
Tanah di bagian bawah lereng menjadi lunak / lembek. Hal ini disebabkan karena lambannya drainase yang terjadi pada dasar lereng yang bersangkutan. Mengakibatkan pekerjaan konstruksi terhambat dan mempengaruhi tanah dasarnya. Guna menghindari masalah tersebut maka dapat digunakan terpal. Diperlukan ruang yang cukup besar untuk saluran air dan kolam pengumpul.
Pemakaian metode ini hanya cocok untuk galian dangkal, dimana kedalaman dasar galian terletak tidak jauh dari muka air tanah. Penggunaan jumlah sumps tergantung dari luas area yang digali, biasanya menggunakan lebih dari satu buah sump.
Di sekeliling sumps harus diberi material penyaring agar partikel-partikel halus dari butiran-butiran tanah tidak ikut terangkut. Bila partikel-partikel halus tersebut terangkut, daya dukung tanah dan kestabilan pondasi bangunan yang ada di sekitar dasar galian akan terganggu.
Gambar 5.4. Kondisi slope : (a) kondisi stabil; (b) kondisi tidak stabil; (c) peningkatan stabilitas slope dengan gravel
73 Universitas Kristen Petra 5.3.2. Metode Cut Off
Pemasangan turap di sekitar dinding galian tidak hanya untuk menahan kemungkinan longsornya dinding galian, selain itu turap juga dipakai untuk menghambat laju aliran air yang terletak di sekitar galian yang hendak memasuki daerah galian. Walaupun turap itu tidak kedap air namun keberadaannya mampu memperpanjang lintasan air sehingga tekanan seepage akan berkurang. Turap dapat berupa Steel sheet pile, Concrete diaphragm wall, dan Secant piles seperti yang telah dijelaskan pada bab 4.
Gambar 5.5. Flownet pada turap Sumber : Leonard (1974, p. 52)
5.4. Ground Water Lowering
Ground water lowering adalah sistem dewatering yang tidak mengijinkan air tanah mencapai kemiringan galian atau dasar galian (untuk mencegah terjadinya heaving akibat gaya uplift). Sistem dewatering yang mengalirkan air tanah melalui sumur-sumur pemompaan yang diletakkan disekitar galian. Metode ini sering digunakan untuk kerikil kepasiran lepas, pasir halus dan lempung dengan koefisien permeabilitas yang kecil hingga yang besar. Jumlah pompa yang dipasang disesuaikan dengan kapasitas dari pompa yang dipakai.
Jenis ground water lowering yang umum digunakan adalah sumuran (Wellpoint Systems), drainase sumur dalam (Deep-Well Drainage), drainase
74 Universitas Kristen Petra Ejector atau Eductor Systems, Horizontal Drainage, Vacuum Dewatering dan Electroosmosis Drainage
5.1. Metode Sumuran (Wellpoint Systems)
Instalasi metode ini diawali dengan pekerjaan pembuatan titik sumur dilanjutkan pemasangan pipa dengan ukuran diameter antara 2 - 4 inchi, ujung bawahnya dilubangi, panjang kira-kira 40 inchi, dan diberi saringan kuningan atau stainless steel dengan ujung tertutup atau ujung yang dapat dimasuki pancaran air (Self-Jetting Tips). Pipa ini mempunyai fungsi sebagai pelindung sumur (Well Casing) dan sebagai tabung penyedotan (Suction Tube).
Gambar 5.6. Bagian-bagian self-jetting tips dan cara kerjanya Sumber : Tomlinson (1998, p. 44)
75 Universitas Kristen Petra Wellpoint biasanya digunakan untuk dewatering pada pekerjaan parit, metode ini cocok dilaksanakan pada tanah granular dan tanah berbatuan, dan kondisi dimana muka air yang akan diturunkan tidak terlalu tinggi, metode ini hanya dapat menurunkan tinggi muka air tanah ± 3 m. Instalasi dengan cara pengeboran mungkin diperlukan untuk tanah kasar atau tanah kohesif. Untuk penggalian dengan skala besar atau bila kedalaman penggalian tanah sampai lebih dari 30 atau 40 feet di bawah muka air tanah, sebaiknya digunakan metode sumur-sumur (Deep-wells).
Apabila ujung-ujung bawah dari deretan pipa berada dibawah suatu lapisan tanah yang memiliki permeabilitas yang relatif rendah, maka tanah diatas lapisan ini kemungkinan besar tidak akan mengalami pengurasan. Untuk mengatasi hal ini di sekeliling pipa diberi penapis pasir (filter) yang untuk mengalirkan air dari lapisan di atasnya.
Gambar 5.7. Berbagai cara pelaksanaan pada well points : (a) Symmetrical well point system (dua sisi) (b) Single stage asymmetrical well point system (satu sisi)
76 Universitas Kristen Petra Sistem pemasangan wellpoint pada satu sisi parit tidak memakan banyak tempat, sehingga menyediakan akses yang baik untuk aktivitas konstruksi. Kelemahan dari sistem ini adalah panjang dari drawdown menyebabkan lebar parit yang dapat dibuat terbatas.
Gambar 5.8. Pemasangan wellpoint pada Satu Sisi Sumber : Tomlinson (1998, p. 46)
Bila galiannya lebar, maka diperlukan dua deretan titik sumur masing-masing pada satu sisi galian Sistem pemasangan wellpoint pada dua sisi parit membuat perubahan dari panjang drawdown yang mana mengakibatkan lebar parit yang dibuat lebih besar dibanding sistem bersisi tunggal untuk kondisi tanah yang serupa. Perbaikan dari drawdown mengurangi resiko dari ketidakstabilan pada dasar parit, air tanah mengalir ke arah wellpoints dan menjauh dari dasar parit (resiko dari seepage).
77 Universitas Kristen Petra Gambar 5.9. Pemasangan wellpoint pada dua sisi
Sumber : Tomlinson (1998, p. 46)
Gambar 5.10. Wellpoint pada galian yang menggunakan sheet pile Sumber : Tomlinson (1998, p. 46)
Sebuah sistem wellpoints terdiri dari serangkaian sumur dangkal berdiameter kecil yang saling berdekatan. Jaringan instansi wellpoint diletakkan sejauh 3 - 12 feet (45 - 180 cm) di sekeliling galian, dihubungkan satu dengan yang lain dengan header pipe 6 - 12 inchi (15 - 30 cm) yang disambungkan ke pompa. Wellpoints tersambung ke headermain dan dipompa dengan high-efficiency vacuum dewatering pump.
78 Universitas Kristen Petra Gambar 5.11. Instalasi well points tahap tunggal dengan sistem melingkar
(Ring System)
Sumber : Leonard (1974, p. 69)
Seandainya muka air tanah yang perlu diturunkan lebih dari 15 - 20 feet (2.25 - 3 m) maka sistem titik sumur bertahap tunggal (Single Stage) tidak dapat diterapkan, untuk itu digunakan sistem titik sumur bertahap (Multiple Stage).
Gambar 5.12. Sistem wellpoint dengan multiple stage Sumber : Puller (1996, p. 112)
79 Universitas Kristen Petra Gambar 5.12. Sistem wellpoint dengan multiple stage (sambungan)
Sumber : Puller (1996, p. 114)
5.2. Metode Drainase Sumur Dalam (Deep-Well Drainage)
Metode ini sangat sesuai untuk deep excavations. Sebuah sistem deep-well terdiri dari barisan sumur bor yang diletakkan dengan jarak antar titik pusatnya sejarak 20 - 200 feet (3 - 300 m), tergantung pada permukaan air tanah yang hendak diturunkan, permeabilitas tanah, dan sumber rembesan. Umumnya sumur-sumur tersebut memiliki diameter 6 - 8 inchi (15 - 20 cm) dengan pelapis yang panjangnya 20 – 75 feet. Penapis atau filter itu bisa dari logam yang berlubang serta dapat juga digunakan penapis kayu yang dikelilingi dengan penyaring bergradasi pasir-kerikil.
Titik sumur dibuat dengan pengeboran, kemudian lubang hasil pengeboran dibersihkan dan di-flush. Kedalaman lubang diukur dengan teliti baru kemudian pipa dipasang. Setelah pipa dimasukkan, sekeliling pipa yang berbatasan dengan tanah diberi gravel sebagai filter air. Kemudian pompa submersible dipasang.
80 Universitas Kristen Petra Gambar 5.13. Pemasangan pipa pemompaan pada deepwell system
Sumber : Leonard (1974, p. 80)
Beberapa wellpoint mungkin perlu dipasang pada ujung bawah lereng untuk mengatasi rembesan air yang lolos dari sumur dalam. Selain digunakan untuk mengatasi rembesan hal ini untuk menghindari penggunaan Deep-Well yang terlalu dalam sehingga mengakibatkan penurunan muka air tanah yang drastis sehingga berakibat terjadinya konsolidasi.
Gambar 5.14. Metode deep-well yang digabungkan dengan wellpoint Sumber : Leonard (1974, p. 87)
81 Universitas Kristen Petra Masing-masing sumuran dilengkapi dengan multi-stage electric submersible borehole pump. Dihubungkan satu dengan yang lain dengan header pipe yang dihubungkan ke pompa. Pompa biasanya diatur dari pusat dan air biasanya dikumpulkan dalam sebuah jaringan utama baru kemudian dibuang.
Apabila pada daerah yang akan diturunkan tinggi muka air tanahnya terdapat suatu lapisan impermeable ambil contoh clay yang menghalangi proses dewatering, maka salah satu solusi yang dapat kita lakukan adalah dengan menggunakan vertical sand drains. Sand drains akan menghubungkan tanah yang mempunyai permeabilitas yang lebih kecil di atasnya ke lapisan di bawahnya melewati lapisan clay tersebut.
Gambar 5.15. Deepwell yang menembus lapisan impermeable Sumber : Leonard (1974, p. 88)
5.3. Sistem Titik-Sumur Eduktor (Ejector / Eductor Well-Point Systems) Apabila muka air tanah yang harus diturunkan lebih dari 15 atau 20 feet (2.25 – 3 m), sedangkan permeabilitas tanah relatif rendah sehingga kuantitas air tiap sumur terlalu kecil untuk pemakaian pompa sumur dalam berdiameter besar – ditinjau dari segi ekonomi – maka akan lebih menguntungkan jika digunakan sebuah sistem titik sumur “Jet Eductor”.
Sistem ini dapat mengekstrak air bawah tanah dan menghasilkan kondisi vakum bertekanan tinggi di dasar sumur sampai dengan kedalaman 50 meter dan diameter paling kecil sampai dengan 50 mm. Drainase vakum ini dapat secara signifikan meningkatkan kestabilan filty fine sands dan lapisan silts dan clay dengan mengontrol kelebihan tekanan pori.
82 Universitas Kristen Petra Gambar 5.16. Ejector systems
Sumber : Leonard (1974, p. 93)
Prinsip kerja dari sistem ini adalah, mulut pipa (nozzle) ejector yang ada pada ground-level diberi air bertekanan tinggi dan venturi ditelakkan di dasar sumuran. Titik-titik sumuran biasanya berjarak 5 – 25 feet. Aliran air melalui mulut pipa menghasilkan kondisi vakum pada sumur, hal ini menyebabkan air tanah dapat tertarik keluar.
5.4. Horizontal Drainage
Biasanya metode ini dipakai untuk menghindari pekerjaan penggalian terbuka (Open Cut) dalam pemasangan instalasi dewatering. Sistem ini terdiri dari sejumlah pipa berlubang yang dipasang horizontal yang disalurkan ke satu atau lebih tangki beton (reinforced-concrete shafts). Aliran air tanah menuju tangki beton biasanya dipompa keluar dengan pompa turbin. Sistem ini tidak dianjurkan untuk menurunkan air tanah pada tanah yang berlapis-lapis.
83 Universitas Kristen Petra Gambar 5.17. Instalasi sumur horizontal (horizontal well)
Sumber : Leonard (1974, p. 89)
5.5. Metode Vacuum Dewatering
Metode Vacuum dewatering ini dapat digunakan pada berbagai jenis tanah seperti permeabilitas rendah, silts, sandy silts, termasuk tanah yang berlapis-lapis. Pada sistem ini air yang terkumpul bukan hanya karena gaya gravitasinya, tetapi juga karena efek pemvakuman. Sistem ini terdiri dari sumur-sumur dengan sekat atau selubung pipa yang dilapisi dengan suatu saringan pasir sampai beberapa kaki dari permukaan. Bagian yang tersisa pada ujung lubang ditutup atau ditancapkan pada tanah yang kedap air. Besar kecilnya air yang menuju sumur dapat diatur dengan mengatur kevakuman pada sekat sumur dan filter pasir.
Gambar 5.18. Sistem sumur vakum Sumber : Leonard (1974, p. 107)
84 Universitas Kristen Petra Pada metode vakum, spasi antara titik-titik sumur adalah 3 feet (45 cm). Untuk setiap 500 feet dari satu barisan titik sumur dipakai pompa 6 inchi. Satu atau dua pompa vakum dilekatkan ke jalur pipa utama. Pompa-pompa vakum tersebut bekerja secara kontinu. Dalam praktek berhasil tidaknya metode ini ditentukan oleh kualitas dari pompa vakum yang digunakan, disamping ketrampilan dan pengalaman dari pelaksananya.
5.6. Metode Elektroosmosis (Drainage by Electroosmosis)
Kebanyakan tanah-tanah yang memerlukan dewatering dapat dilaksanakan dengan satu atau kombinasi dari metode-metode yang telah disebutkan sebelumnya. Walaupun ada beberapa jenis tanah seperti lempung (silt), lanau berlempung (clayey silt), dan pasir halus yang berlanau dan berlempung (fine clayey silty sand) yang tidak dapat dikuras dengan baik dengan memakai metode yang ada sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini dapat dipakai kombinasi antara sumur-sumur dengan bantuan aliran listrik, metode ini dikenal sebagai metode elektroosmosis.
Gambar 5.19. Metode elektroosmosis Sumber : Leonard (1974, p. 109)
Prinsip dasar dari metode ini adalah memindahkan air tanah dengan bantuan elektroda positif (anoda) dan elektroda negatif (katoda). Jika dua elektroda ini dimasukkan ke dalam tanah yang jenuh air dan secara langsung aliran listrik diberikan diantara kedua elektroda tersebut, maka air yang ada dalam tanah akan dipindahkan melalui tanah dari elektroda positif (anoda) ke elektroda
85 Universitas Kristen Petra negatif (katoda), (Gambar 5.19). Dengan membuat sumur katoda, maka air akan dipindahkan dengan pemompaan.
5.5. Sumur Pemantau dan Piezometer
Sumur pemantau adalah sumur yang menggunakan saringan atau tidak, dengan bukaan (tempat masuk air tanah) di seluruh panjang / kedalaman sumur. Dengan kata lain, air tanah dapat masuk ke dalam sumur melalui semua lapisan tanah tempat sumur tersebut dibuat.
Piezometer adalah alat pengukur muka air tanah atau tekanan air tanah, biasanya dilengkapi dengan sistem saringan yang memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya alat ini serupa dengan sumur pemantau, tetapi bukaan / saringannya hanya terdapat pada ujungnya saja. Muka air yang terbaca pada piezometer disebut ambang piezometrik.
Gambar 5.20. Bagian-bagian piezometer Sumber : Canterbury (2006, p. 27)
86 Universitas Kristen Petra 5.6. Pembuangan Air Dewatering
Air hasil dewatering harus dikeluarkan dari area proyek agar tidak
mengganggu jalannya pekerjaan konstruksi serta mencegah air masuk kembali ke area galian. Cara untuk membuang air hasil dewatering ada 2; pada umumnya proyek-proyek menggunakan sungai / saluran kota, dan alternatif lainnya adalah menggunakan recharging well.
5.6.1. Sungai / Saluran kota
Pada umunya air hasil dewatering akan dibuang / dialirkan ke sungai atau saluran kota. Tetapi dalam prakteknya hal-hal berkaitan tentang persyaratan air yang diijinkan untuk dibuang serta debit air yang boleh dialirkan melalui sungai atau saluran kota semuanya diatur dalam peraturan AMDAL daerah setempat.
5.6.2. Recharging Well
Recharging Well merupakan alternatif pembuangan air dewatering jika di sekitar lokasi proyek tidak terdapat sungai ataupun saluran air kota. Recharging Well merupakan sumur seperti pada umumnya, guna mengalirkan air dewatering kembali ke lapisan aquiefer.
Fungsi sumur pengisian atau Recharging Well yaitu untuk memasukkan air ke dalam tanah sehingga terjadi kesetimbangan muka air tanah, selain itu juga untuk menanggulangi penurunan akibat pemompaan sumur dewatering.
Gambar 5.21. Ilustrasi pengisian kembali air ke dalam tanah untuk menghindari penurunan akibat dewatering pada bangunan sekitar
87 Universitas Kristen Petra 5.7. Bentuk Galian
Bentuk galian adalah salah satu faktor yang mempengaruhi lay-out dari sistem drainase tersebut. Bentuk galian yang sering kita temui adalah bentuk lingkaran, karena pada bentuk ini semua sisi sumuran akan dapat memompa jumlah air yang sama.
Gambar 5.22. Bentuk galian untuk sumuran Sumber : Leonard (1974, p. 109)
Pada galian berbentuk kotak tidak mungkin untuk mendapatkan sharing yang ideal, terutama pada bagian sudut-sudutnya. Pada galian berbentuk persegi panjang, sisi yang lebih pendek akan lebih tidak efektif dalam mengalirkan air ke bagian tengah sumur jika disbanding dengan sisi panjangnya. Hal-hal seperti ini harus dipertimbangkan dalam mendesain suatu sistem drainase. Sedangkan sharing paling ideal ditemui pada galian berbentuk lingkaran, dimana semua bagian akan menerima jumlah air yang sama. Hal ini pada akhirnya akan berpengaruh pada jumlah sumuran, dimana bila kita menggunakan sumuran berbentuk lingkaran akan lebih sedikit jika dibandingkan kita menggunakan sumuran berbentuk kotak atau persegi panjang.
5.8. Pompa untuk Open Pumping
Beberapa tipe pompa yang cocok digunakan untuk open pumping adalah: Hand-lift diaphragm. Output dari 20 liter/min untuk diameter 30 mm, sampai
dengan 250 liter/min untuk diameter 100 mm. Cocok untuk pemompaan dengan kapasitas yang kecil.
88 Universitas Kristen Petra Motor-driven diaphragm. Output dari 350 liter/min untuk diameter 75 mm,
sampai dengan 600 liter/min untuk diameter 100 mm. Dapat mengatasi jenis tanah sand dan silt dalam batasan tertentu.
Pneumatic sump pumps. Pada tekanan udara 7 bar output dari 450 liter/min untuk kedalamam 15 m sampai dengan 900 liter/min untuk kedalaman 3 m. Dapat digunakan pada jenis tanah sand dan silt dalam batasan tertentu.
Self-priming centrifugal. Pompa jenis ini umum digunakan untuk memompa air bersih. Output 750 liter/min untuk diameter 50 mm sampai dengan 7000 liter/min untuk diameter 200 mm. Sand dan silt yang terkandung dalam lumpur dapat menyebabkan wear yang berlebih pada impeller untuk jangka waktu pemompaan yang cukup lama, karena itu penting untuk memiliki material penyaringan yang efisien di sekitar sumuran atau pompa.
Rotary displacement (Monopump). Dapat digunakan untuk silt dan sand dalam jumlah yang cukup besar. Output pompa 75 mm adalah 550 liter/min untuk kedalama 6 m.
Sinking pumps. Cocok digunakan untuk pekerjaan lubang atau ruang terbatas dimana pompa harus diturunkan dengan mengacu falling water table. Output dari 300 liter/min untuk diameter 50 mm sampai dengan 4000 liter/min untuk diameter 150 mm. Dapat memompa samapi kedalaman 60 m.
5.9. Petunjuk Praktis Pemilihan Metode Dewatering
Pada umumnya yang dipraktekkan di lapangan merupakan modifikasi ataupun penyederhanaan dari metode yang telah ada, ataupun berupa gabungan dari beberapa metode yang ada. Di sini kami berusaha secara ringkas untuk menampilkan pemakaian dewatering sebagai berikut;
Kasus Pertama
Galian tanpa turap (Open Cut) pada jenis tanah gravel atau sand dengan tinggi muka air tanah yang tidak terlalu tinggi. Air mengalir masuk ke daerah galian dari dinding dan dasar galian, seperti tampak pada gambar 5.23.
Metode dewatering yang digunakan diharapkan mampu mengalirkan air dari dalam galian dan menjaga galian tetap kering.
89 Universitas Kristen Petra Gambar 5.23. Galian tanpa turap
Sumber : Bauer (1998, p. 11)
Pada kasus ini diperkirakan metode yang cocok digunakan adalah dengan metode sumuran (Wellpoint atau Deep-Well) untuk menurunkan muka air tanah yang diletakkan di luar atau dalam daerah galian (gambar 5.25), metode sump & pump dapat digunakan pada kasus ini tetapi tidak disarankan karena dapat mengganggu kestabilan lereng. Pompa penyedot diletakkan di atas sumuran dan air dialirkan keluar melalui saluran pembuang.
Gambar 5.24. Pemakaian sumuran untuk menurunkan M.A.T Sumber : Bauer (1998, p. 11)
90 Universitas Kristen Petra Kasus Kedua
Galian dengan memakai turap (asumsi turap tidak kedap air), dimana kondisi tinggi muka air tanah berada di atas galian dan lapisan bawah galian adalah lapisan impermeable. Untuk lebih jelasnya dapat dlilihat pada gambar 5.26.
Gambar 5.25. Galian dengan turap Sumber : Bauer (1998, p. 12)
Metode dewatering yang digunakan diharapkan mampu mengeluarkan air dari dalam galian, menurunkan muka air tanah, dan menjaga galian tetap kering.
Pada kasus ini diperkirakan solusi yang cocok digunakan adalah dengan menurunkan muka air tanah dengan menggunakan sumuran di luar daerah galian, pompa penyedot di atas sumuran (gambar 5.27). Pada dasar galian dibuat parit untuk mengumpulkan air yang tidak tersedot oleh sumuran dan mengeluarkan dengan sump pump.
Gambar 5.26. Menurunkan M.A.T dengan sumuran di luar galian Sumber : Bauer (1998, p. 12)
91 Universitas Kristen Petra Kasus Ketiga
Galian dengan turap (asumsi turap kedap air) dasar galian adalah lapisan permeable sehingga air dapat mengalir masuk dari dasar galian. Yang perlu diwaspadai disini adalah adanya gaya uplift (gambar 5.27).
Gambar 5.27. Galian dengan turap dan dasar galian lapisan permeable Sumber : Bauer (1998, p. 12)
Metode dewatering yang digunakan diharapkan dapat menjaga agar daerah galian tetap kering, menurunkan muka air tanah dan menjaga agar dasar galian tidak terangkat oleh gaya uplift.
Solusi yang dapat dipilih untuk menurunkan muka air tanah adalah dengan menggunakan sumuran di dalam daerah galian sampai di bawah dasar galian (gambar 5.28).
Gambar 5.28. Menurunkan M.A.T di bawah dasar galian Sumber : Bauer (1998, p. 13)