• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEAWETAN ALAMI KAYU KALAPI (Kalappia celebica Kosterm) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) SKRIPSI. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEAWETAN ALAMI KAYU KALAPI (Kalappia celebica Kosterm) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) SKRIPSI. Oleh:"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh: TOMY ANKHAR NIM. D1B5 11 007

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO

(2)

ii SKRIPSI

Oleh: TOMY ANKHAR NIM. D1B5 11 007

Diajukan kepada Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar sarjana pada Jurusan Kehutanan

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO

(3)

iii

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN. APABILA DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.

KENDARI, April 2016

TOMY ANKHAR NIM. D1B5 11 007

(4)

iv

Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignarhus Holmgren) Nama : Tomy Ankhar

NIM : D1B5 11 007

Jurusan : Kehutanan

Fakultas : Kehutanan dan Ilmu Lingkungan

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Niken Pujirahayu, S.Hut., MP Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP NIP.19731103 200604 2 001 NIP. 19790929 201404 2 002

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan Dan Ketua Jurusan Kehutanan Ilmu Lingkungan

Prof. Dr. Ir. H. Laode Sabaruddin, M.Si Zulkarnain, S.Hut., M.Si Nip. 19581231 198712 1 001 Nip. 19781025 200501 1 001

(5)

v

Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignarhus Holmgren) Nama : Tomy Ankhar

NIM : D1B5 11 007

Jurusan : Kehutanan

Fakultas : Kehutanan dan Ilmu Lingkungan

Telah diujikan di depan Tim Penguji Skripsi dan telah diperbaiki sesuai saran-saran saat ujian.

Kendari, April 2016

Tim Penguji :

Ketua : . Dr. Ir. Rosmarlinasiah, MP TandaTangan ……… Sekretaris : Asrianti Arief, SP., M.Si TandaTangan ……… Anggota : Niken Pujirahayu, S.Hut., MP TandaTangan ……… Anggota : . Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP TandaTangan ……… Anggota : Nurnaningsih Hamzah, S.Hut., M.Hut TandaTangan ………

(6)

vi

Holmgren). Dibawah bimbingan Niken Pujirahayu, selaku Pembimbing I dan Nurhayati Hadjar, selaku Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) dari serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2015 - Maret 2016. Metode penelitian menggunakan Standar Nasional Indonesia 7207 (2014) tentang pengujian ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu, yang disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL). Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Uji F) dan di uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%.

Pengamatan pada suhu jampot yakni berkisar 290 – 300 C dan memiliki kelembaban 75 % - 80 % hal tersebut sesuai dengan kondisi tempat pengambilan sampel rayap didalam kawasan hutan dan merupakan suhu optimum bagi kehidupan rayap C. curvignathus. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa jumlah rata-rata penurunan bobot pada kayu pangkal bagian teras merupakan persentase penurunan bobot terendah yaitu sebesar 1,77%. Sementara kayu gubal bagian percabangan sebesar 3,42% merupakan penurunan bobot tertinggi. Penurunan bobot pada kayu berindikasi pada perusakan kayu yang disebabkan oleh serangan rayap tanah. Hasil rata-rata persentase penurunan bobot yang diperoleh kemudian menunjukan kayu kalapi termasuk dalam kelas ketahan I (<3,5%) terhadap rayap C. curvignathus.

(7)

vii

Holmgren). Under the guidance of Niken Pujirahayu, as Supervisor I and Nurhayati Hadjar, as Supervisor II.

This study aims to determine the natural durability of wood kalapi (Kalappia celebica Kosterm) against subterranean termites (Coptotermes curvignathus Holmgren). This study took place in October 2015 - March 2016. The research method uses the Indonesian National Standard 7207 (2014) concerning the durability testing of wood against wood destroying organisms, which is based on a completely randomized design (CRD). Data were analyzed using analysis of variance (F test) and in a further test using the Duncan Multiple Range Test (DMRT) with 95% confidence level.

Observations on jampot temperatures ranging 290 – 300 C and humidity 75% - 80% in order to comply with the conditions of sampling sites termites in the forest area and an optimum temperature for the life of termites C. curvignathus. The results of research that has been done shows that the average amount of weight loss on the base of the wooden terrace section is the lowest percentage weight loss that is equal to 1.77%. While the sapwood of branching of 3.42% is the highest weightings. Weight reduction in wood timber indicated on the damage caused by subterranean termites attack. The average yield percentage weight loss obtained later showed kalapi wood included in the resilience of the class I (<3.5%) against termites C. curvignathus.

(8)

viii

Rahmat dan Hidayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keawetan Alami Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo Kendari.

Seiring dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada Ibu Niken Pujirahayu, S.Hut., MP selaku pembimbing I dan Ibu Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat berjalan dengan baik.

Ucapan rasa cinta dan terima kasih yang tulus kepada motivasi terbesarku Ayahanda Alm. Rasmin Hasimu dan Ibunda Rosnian atas segala perhatian, kasih sayang dan doa yang tiada henti kepada penulis, serta saudara dan saudariku Agus Salim, SP., Hasriani, SE., Rahman, dan Fitriani, yang selalu membantu dan menasihatku selama menempuh pendidikan, serta seluruh keluarga atas motivasi dan kebersamaan yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada :

(9)

ix

Lingkup Fakultas kehutanan dan Ilmu Lingkungan.

3. Dosen di lingkungan Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Haluoleo. 4. Pegawai administrasi Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.

5. Kepala Laboratorium Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Haluoleo beserta stafnya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Kepada rekan-rekan mahasiswa Jurusan dan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan dan keluarga besar KAWAN serta THH 2011: Yhan Nuris Tandisau, S.hut, Aris tofan, S.Hut, Cici Amalia, S.Hut, Muh. Yamin, S.hut, Haswan Pratama, Muh. Khaerudin, Hendri Banowu, Rosnawati, Siti Hartati, Megawati, Yastin, Siti Hardianti, Herawati, Sarmila, Adhi Sumarta, Yonrifan Setiawan, Riska Srijayanti, Adi Saputra, Yonardi Bongakaraeng, Ikbal Hambali, Kalambang Adji Sasmita, Aris Setiawan, Ardi dan Isvan Jaya Purwanto. Seniorku angkatan 2010 Oktovan Dwi Yanto, Wahab, S.Hut, Kosim, Arwan, Adnan. Seluruh teman-teman seperjuangan tanpa terkecuali yang telah memberi semangat dan telah banyak membantu penulis baik tenaga, pikiran maupun nasihat.

7. Kepada para my sohib Ibrahim S.Hut Armin, Harlis, Arbawan Purnawan dan Budiman yang telah banyak membantu selama penulis melakukan penelitian dan menemani baik dalam suka maupun duka selama menempuh pendidikan.

(10)

x

kesempurnaan, Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan saran yang sifatnya membangun dalam penyempurnan skripsi ini. Penulis juga sangat mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Kendari, April 2016

(11)

xi HALAMAN JUDUL ……….... PERNYATAAN ………... HALAMAN PENGESAHAN ………... HALAMAN PERSETUJUAN ……… ABSTRAK ………... ABSTRACT ...………... UCAPAN TERIMA KASIH ………... DAFTAR ISI …..……….………... DAFTAR TABEL …...………..….…….…... DAFTAR GAMBAR ...……… DAFTAR LAMPIRAN.……….…….…... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... B. Rumusan Masalah ……..……….…. C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ..………. II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kayu Kalapi………... B. Keawetan Alami Kayu... C. Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Sebagai Serangga Perusak Kayu ………..…………...……….. III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ... B. Bahan dan Alat ... C. Rancangan Penelitian ..……… D. Prosedur Penelitian ……….. E. Variabel yang Diamati ..……….. F. Analis Data ..……… ii iii iv v vi vii viii xi xiii xiv xv 1 4 4 4 5 6 10 19 19 20 20 25 27

(12)

xii

a.2. Mortalitas Rayap……… a.3. Pengukuran Intensitas Rayap ……… a.4. penentuan Ketahanan Kayu ……….. a.5. Kelas Ketahanan Kayu ………. B. Pembahasan

a.1. Penurunan Bobot Sampel Uji………... a.2. Mortalitas Rayap……… a.3. Pengukuran Intensitas Rayap ……… a.4. penentuan Ketahanan Kayu ……….. a.5. Kelas Ketahanan Kayu ………. V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……... B. Saran……...…...………...………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 31 31 32 33 35 37 42 45 46 49 49

(13)

xiii 1 2 3 4 5 6 7 8

Klasifikasi Intensitas Serangan Rayap Tanah Secara Visual...

Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah... Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam...……... Hasil Uji Lanjut Penurunan Bobot Letak Kayu Dalam Batang dan Cabang Terhadap Serangan Rayap Tanah...

Pengaruh Perlakuan Letak Kayu Terhadap Rata-Rata Persentase Mortalitas Rayap...

Intensitas Serangan Rayap Terhadap Kayu Kalapi...

Hasil Ketahanan Kayu Terhadap Rayap C. Curvignathus...

Kelas Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah...

26 27 30 30 31 31 32 33

(14)

xiv 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Siklus Hidup Rayap Tanah………. Contoh Bentuk Kepala, dan Mandibel Genus Coptotermes……..… Pengambilan Contoh Uji ………..… Perlakuan Pengujian Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah…… Bagan Contoh Pengujian Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus………... Pengujian Sampel Kayu Kalapi Terhadap Rayap C. curvignathus Contoh Serangan Rayap Pada Pohon Dan Kayu Yang Mati………. Koloni Rayap C. curvignathus Pada Gundukan Tanah………. Tampilan Serangan Rayap Pada Sampel Uji Setelah Pengujian…...

12 18 21 25 29 35 40 40 44

(15)

xv 1 2 3 4 5 6 7 8

Daftar Riwayat Hidup ……….… Denah Penelitian ……….… Rata – Rata Persentase Penurunan Bobot Sampel Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm)………...… Analisis Mortalitas Rayap ………...… Pengukuran Intensitas Serangan Rayap………...… Penentuan Ketahanan Kayu……….… Penentuan Kelas Ketahanan Kayu………...… Dokumentasi Penelitian………...… 55 56 57 57 58 59 60 61

(16)
(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan hasil hutan berupa kayu tidak pernah mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya populasi manusia, sementara hal tersebut tidak sejalan dengan kemampuan hutan alam untuk memproduksi kayu yang makin hari makin menurun. Kayu sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat memiliki karakteristik yang multifungsi yang dapat digunakan untuk pembangunan maupun produksi lain yang sesuai dengan kebutuhan manusia, namun disamping sifat-sifat kayu yang menguntungkan kayu juga memiliki kelemahan yaitu sangat mudah diserang oleh organisme perusak kayu. Penggunaan kayu untuk konstruksi maupun pembangunan kebanyakan tidak didasari dengan pengetahuan tentang tingkat ketahanan alami terhadap serangan organisme perusak kayu, sehingga penggunaan masa umur kayu relatif singkat atau cepat rusak.

Nandika et al, (2003) mengatakan bahwa salah satu faktor perusak kayu yang paling besar yaitu rayap tanah yang sampai saat ini merupakan ancaman terbesar dalam kerusakan material berbahan baku kayu. Rata-rata persentase serangan rayap pada bangunan perumahan di kota-kota besar mencapai lebih dari 70%. Pengalaman selama beberapa tahun ini menunjukkan bahwa rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu di Indonesia. Kerusakan bukan hanya terjadi pada konstruksi bangunan gedung, tetapi juga komponen arsitektur, meubel, buku serta barang-barang lain yang disimpan di dalam bangunan. Bahkan saat ini bahaya rayap tidak hanya

(18)

mengancam bangunan sederhana, tetapi juga bangunan-bangunan mewah dan berlantai banyak.

Serangan yang dilakukan oleh serangga perusak kayu sejatinya dapat diminimalisir dengan cara melakukan proses pengawetan. Pengawetan kayu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan pengawetan secara alami dan dengan menggunakan bahan kimia. Dari kedua perlakuan pengawetan tersebut penggunaan bahan kimia diyakini ampuh dalam menghambat serangan organisme perusak kayu namun selain membutuhkan biaya yang cukup besar jika dilihat dari sisi lingkungan penggunaan bahan kimia dalam proses pengawetan dapat mencemari dan merusak keadaan lingkungan sekitar. Untuk menghindari kerusakan tersebut, perlakuan pengawetan secara alami menjadi solusi untuk perlakuan pengawetan. Pada dasarnya kayu telah memiliki kandungan alami dalam kayu yang bersifat racun bagi serangga perusak utamanya rayap tanah yang dinamakan zat ekstraktif yang merupakan salah satu unsur komponen kimia dalam kayu yang memiliki kandungan racun bagi rayap tanah.

Desa Anggoro yang secara administrasi berada dikawasan Kecamatan Abuki, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi alam yang cukup melimpah salah satunya yaitu kayu kalapi

(

Kalappia celebica Kosterm

)

yang dijadikan masyarakat Desa Anggoro sebagai salah satu sumber pendapatan dari hasil hutan kayu yang cukup menguntungkan. Kayu kalapi yang terdapat di Desa Anggoro Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe tumbuh dihutan rakyat dengan suhu 29 - 320C dan kelembaban berada kisaran 54%, memiliki jumlah vegetasi yang sangat terbatas jika dibandingkan dengan jenis pohon

(19)

lainnya yang tumbuh disekitar pohon kalapi tersebut. Saat ini kalapi sudah sulit ditemukan di Desa Anggoro, kondisi ini dikarenakan kayu kalapi dikenal masyarakat memiliki sifat dasar kayu yang baik, harga jual tinggi dan disertai tingginya permintaan kayu kalapi dipasaran, sehingga terjadi penebangan berskala tanpa berdasarkan asas kelestarianya yang mengakibatkan jenis kayu ini terancam hampir punah dan masuk dalam kategori IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) (UNEP-WCMC, 2007). Kayu kalapi telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas baik di dalam daerah maupun di luar daerah. Kayu kalapi sering digunakan oleh masyarakat sebagai bahan baku konstruksi, jembatan, dan sebagainya karena kayu ini dikenal memiliki karakteristik yang kuat. Namun walaupun memiliki karakteristik yang kuat, hal tersebut tidak menjamin kayu tersebut tidak dapat dirusak oleh serangan organisme perusak. Kayu yang digunakan untuk keperluan di dalam ruangan biasanya hanya perlu diuji ketahanannya terhadap kumbang bubuk kayu dan rayap kayu kering, sedangkan untuk kayu yang akan digunakan sebagai bahan bangunan yang bersentuhan dengan tanah, maka perlu dilakukan pengujian ketahanannya terhadap rayap tanah.

Berdasarkan hal tersebut, maka dirasa perlu dilakukan penelitian untuk menguji ketahanan dan keawetan kayu kalapi terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mencoba mengkaji berapa besar tingkat keawetan alami kayu kalapi terhadap rayap tanah.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) dari serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sifat keawetan alami kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) dari rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pemanfaatan kayu kalapi serta menjadi acuan penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm)

Menurut World Concervation Monitoring Centre (2007), taksonomi kalapi yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheophyta

Super Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Fabales Family : Fabaceae Genus : Kalappia

Spesies : Kalappia celebica Kosterm

Pohon mencapai tinggi 40 meter, mempunyai banir. Kulit batang beralur agak kasar dan berwarna kecoklat-coklatan. Daun majemuk menyirip, jumlah anak daun 2-5. Anak daun berbentuk lanset sampai lonjong, perbungaan berbentuk malai di ketiak atau didekat ujung ranting. Mahkota bunga berwarna kuning. Buah berbentuk polong, pipih berwarna cokelat kemerahan dan apabila masak pecah. Berbiji 1-3 dan berbentuk menyerupai cakram. Kayunya untuk bahan kontruksi ringan dan bahan pembuatan perahu. Tumbuh di hutan hujan tropika dekat pantai sampai dengan ketinggian 500 m dpl, tetapi pada umumnya tumbuh pada ketinggian 100 m dpl. Daerah penyebarannya sangat terbatas hanya

(22)

terdapat pada dataran Sulawesi khususnya Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan (Putra, 2014).

Endemik Sulawesi, hanya ditemukan disekitar Malili (Teluk Bone). Hutan dataran rendah. Tumbuh pada areal di belakang pantai hingga perbukitan dengan altitude 300 m dpl, pada tanah bercadas dan mengandung besi. Berbunga pada bulan April, Mei, Desember dan berbuah : Maret, Mei, Desember (Pitopang et al., 2008).

B. Keawetan Alami Kayu

Keawetan kayu merupakan daya tahan alami suatu jenis kayu terhadap organisme perusak kayu seperti jamur, serangga dan penggerek laut serta dimana kayu tersebut dipergunakan (Hunt dan Garrat, 1986). Keawetan merupakan sifat kayu yang penting karena walaupun kelas kuatnya tinggi tetapi manfaatnya akan berkurang bila umur pakainya pendek. Umur pakai yang pendek akan sangat merugikan karena biaya yang dikeluarkan tidak seimbang dengan umur pakainya (Muslich, 2004).

Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian terasnya, sedangkan kayu gubalnya kadang kurang diperhatikan.

Kayu yang keterawetan alami rendah mudah diserang oleh organisme perusak kayu. Dimana keterawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Dibandingkan

(23)

dengan faktor non biologis, faktor biologis dianggap yang paling dominan menimbulkan kerusakan kayu. Salah satu faktor biologis perusak kayu yang dimaksut adalah serangga perusak kayu (Batubara, 2006).

Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila konstruksi tersebut akan dipakai beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut diawetkan terlebih dahulu dengan baik. Karena itulah dikenal apa yang disebut dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi meskipun suatu jenis kayu memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas awetnya rendah.

Tiap-tiap kelas keawetan itu memberi gambaran tentang umur kayu dalam pemakaian. Secara utuh klasifikasi keawetan terhadap serangan cendawan dan serangga disebabkan karena sebagian zat ekstraktif bersifat racun atau paling tidak menolak jamur pembusuk dan serangga. Faktor suhu, kelembaban udara dan faktor fisik lainnya akan ikut mempengaruhi kegiatan organisme perusak tersebut. Martawijaya (1965) mengemukakan bahwa salah satu faktor penting dalam menentukan keunggulan kayu adalah sifat keawetannya. Tingkat keawetan alami kayu memiliki hubungan antara sifat keawetan kayu dengan umur kayu tersebut, dimana jika umur kayu semakin meningkat maka kandungan keawetan alami pada kayu tersebut juga meningkat.

(24)

Secara alami keawetan kayu salah satunya ditentukan oleh peranan zat ekstraktif yang spesifik dari setiap jenis kayu. Sebagai contoh dalam kayu jati (Tectona grandis L.f) terdapat senyawa tectoquinon dan pada kayu Ebony (Diospyros virginia) yang diekstrak dengan campuran aseton, heksan dan air mengandung senyawa 7-methyl juglone sebagai anti rayap. Begitu pula ekstrak tanin yang mengandung senyawa polifenol tinggi dapat tahan terhadap serangan rayap dan jamur (Pujirahayu, et al. 2015).

Tsuomis (1991) juga mengatakan bahwa keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu. Keawetan alami bervariasi antar spesies tetapi juga di dalam pohon yang sama, terutama diantara kayu gubal dan kayu teras. Faktor utama yang menyebabkan keawetan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif yang bersifat racun yang terdapat didalam kayu teras yang terbentuk selama proses pembentukan kayu teras tersebut.

Zat ekstraktif beberapa jenis kayu memang telah terbukti mengandung senyawa bio-aktif yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan rayap (Alfenas et al., 1982; Da Costa dan Rudman, 1958; Hashimoto et al., 1997; Muangnoicharoen dan Frahm, 1982; Pilotti et al., 1995; Syafii et al., Syafii, 2000; Febrianto. F. Et al, 2000). Dari laporan penelitian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa walaupun tidak semua zat ekstraktif bersifat racun, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kandungan zat ekstraktif dalam kayu, maka semakin tinggi pula sifat keawetan alami kayu yang bersangkutan.

(25)

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Keawetan alami kayu disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan secara kimia mampu menahan serangan organisme perusak kayu. Sifat keawetan kayu yang paling berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain berada dalam rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh karena itu, keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan kontribusi terhadap nilai berat jenis kayu.

Hal ini juga dikemukakan oleh Highley dan Kirk, (1979) dalam Febrianto et al (2000) yang mengatakan bahwa ketahanan kayu terhadap serangan organisme disebabkan karena 2 (dua) faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain adalah faktor lingkungan seperti misalnya temperatur, pH, tekanan oksigen dan karbon dioksida parsial, dan kadar air. Sedangkan faktor internal adalah zat ekstraktif yang terdapat di dalam kayu tersebut dan merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi ketahanan kayu terhadap serangan organisme. Zat ekstraktif ini merupakan penyebab utama keawetan alami kayu yang bersangkutan. Namun demikian, sifat racun zat ekstraktif tersebut terhadap organisme perusak kayu bersifat selektif, misalnya suatu jenis kayu yang tahan terhadap jamur belum tentu tahan terhadap serangan organisme lain (Martawijaya, 1983; Febrianto, et al. 2000).

(26)

Menurut Mohammad Muslich dan Ginuk Sumarni (2005) Keawetan kayu dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu karakteristik kayu dan lingkungan. Faktor karakteristik kayu yaitu kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang (gubal dan teras), dan kecepatan tumbuh. Faktor lingkungan yaitu: tempat di mana kayu dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu, kelembaban udara dan lain - lainnya. Suatu jenis kayu yang awet terhadap serangan jamur belum tentu akan tahan terhadap rayap atau penggerek kayu di laut, demikian pula sebaliknya.

Keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zaat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu. Keawetan alami bervariasi antar spesies tetapi juga di dalam pohon yang sama, terutama diantara kayu gubal dan kayu teras (Tsuomis 1991). Faktor utama yang menyebabkan keawetan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif yang bersifat racun yang terdapat di dalam kayu teras yang terbentuk selama proses pembentukan kayu teras tersebut.

C. Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Sebagai Serangga Perusak.

Rayap adalah serangga kecil, sepintas lalu mirip dengan semut, dijumpai di banyak tempat, di hutan, pekarangan, kebun, dan bahkan di dalam rumah. Sarang rayap terdapat di tempat lembab di dalam tanah dan batang kayu basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta jamur (Amir, 2003).

(27)

Secara taksonomi rayap termasuk ke dalam Ordo Isoptera yang berasal dari Bahasa Yunani, iso berarti sama dan ptera berarti sayap. Namun ini mengacu pada kasta reproduktifnya yang memiliki sepasang sayap depan dan belakang dengan bentuk dan ukuran yang sama. Serangga ini merupakan bagian dari komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting dalam biosfer bumi. Mereka membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai hara dalam tanah. Namun perubahan kondisi habitat rayap karena aktivitas manusia seringkali mengubah status rayap menjadi serangga hama yang merugikan. Bahkan pada saat ini masyarakat lebih mengenal serangga ini sebagai hama khususnya pada tanaman dan kayu kontruksi bangunan dibandingkan sabagai pengurai (dekomposer) yang peranannya dalam ekosistem sangat penting (Nandika, et al. 2003).

Sebagaimana di Negara-negara tropika lainnya, di Indonesia rayap dikenal sebagai serangga perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting. Serangannya pada konstruksi bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya telah dilaporkan hampir diseluruh Provinsi di Indonesia. Bahkan kerugian ekonomis yang terjadi akibat serangannya pada bangunan gedung terus meningkat dari tahun ke tahun (Subekti, 2010).

Di Indonesia telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap, lima jenis diantaranya tercatat sebagai perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting, yaitu Coptotermes curvignathus Holmgren, Schedorhinotermes javanicus Kemner, Macrotermes gilvus Hagen, Microtermes inspiratus Kemner, dan

(28)

Cryptotermes cynocephalus Light. Kemampuan merusak serangga tersebut erat kaitannya dengan karakteristik populasinya yaitu hidup dalam satu koloni dengan jumlah anggota yang banyak dan memiliki wilayah jelajah yang tinggi. Karakteristik populasi tersebut menyebabkan upaya pengendalian rayap relatif sukar dilakukan (Pearce, 1997).

Dalam perkembangan hidupnya, rayap mengalami metamorfosis tidak sempurna, dengan tiga tahapan umum perkembangan, yaitu telur, pra-dewasa dan dewasa. Siklus hidup rayap (Gambar 1) meliputi: telur, nimfa yang dihasilkan dari penetasan telur, pseudergate (nimfa dewasa yang memiliki pucuk sayap dan siap jadi laron/alate), kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif (Baker dan Marchosky, 2005 dalam Astuti, 2013).

Gambar 1. Siklus hidup rayap tanah reticultermes (Gold et al., 1914 dalam Astuti 2013).

Rayap merupakan serangga yang paling sering merusak kayu. Berdasarkan tempat hidupnya, rayap perusak kayu dapat dibedakan menjadi dua yaitu rayap

(29)

kayu kering dan rayap tanah. Rayap kayu kering dapat memasuki kayu yang terbuka diatas tanah secara langsung dari udara. Sedangkan rayap tanah masuk kedalam kayu melalui dalam tanah atau melalui lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Untuk hidup rayap tanah diperlukan kelembaban tertentu yang tetap. Contoh rayap yang sangat umum dijumpai adalah Coptoterms sp. dan Macroterms sp (Batubara, 2006; Dwi Sudarman, 2014).

Rayap tanah merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan yang paling ganas. Rayap ini mampu menyerang hingga kelantai tiga suatu bangunan bertingkat. Rayap akan masuk kedalam kayu sampai bagian tengah yang memotong sejajar dengan serat kayu melalui lubang kecil yang ada dipermukaan kayu (Prasetyo & Hadi, 2005 dalam Akbar, 2009).

Semua jenis rayap yang ada, tidak kurang dari 300 jenis rayap di dunia yang berperan sebagai hama perusak tanaman, baik tanaman perkebunan, maupun tanaman kehutanan. Di Indonesia ada 20 jenis rayap yang dikenal sebagai rayap perusak tanaman, diantaranya adalah Coptotermes curvignathus Holmgren, Neotermes tectonae, Macrotermes gilvus, dan lain-lain (Nandika, et al, 2003).

Rayap tanah genus Coptotermes merupakan hama bangunan terpenting karena dampak kerusakan dan kemampuannya dalam menyerang bagian-bagian bangunan gedung secara meluas. Menurut Taruminkeng, (1992) dalam Sucipto (2009), rayap tanah merupakan serangga social yang hidup subur diberbagai belahan dunia terutama di daerah tropika dan subtropika. Rayap tanah penting dalam kehidupan manusia sebagai perombak bahan-bahan sisa seperti potongan kayu dan sisa kertas tetapi juga sering kali menimbulkan serangan

(30)

pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Rayap hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta rayap dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1. Kasta reproduktif 2. Kasta prajurit (soldier) 3. Kasta pekerja (worker)

Kasta reproduktif menghasilkan semua anggota koloni dan berperan penting dalam penyebaran dan pembentukan koloni baru. Kasta ini memiliki tiga tipe reproduktif pada suatu koloni, yaitu reproduktif primer, sekunder dan tersier. Reproduktif primer (ratu dan raja) dihasilkan dari laron atau rayap bersayap yang membentuk sarang baru setelah sukses melewati proses swarming (Harris, 1971 dalam Astuti, 2013). Ratu dicirikan oleh bentuk tubuh besar yang bersegmen yang berisi telur, sedangkan raja biasanya berada di sekitar ratu dengan ukuran badan yang lebih kecil dari ratu di ruang khusus atau central nursery chamber . Pada rayap C. formosanus, kasta reproduktif (ratu) memiliki umur sekitar 15 tahun dan mampu memproduksi hingga 2.000 telur per hari (Grace et al., 1996 dalam Astuti 2013). Genus Coptotermes juga memiliki kemampuan menghasilkan neoten, yaitu rayap reproduktif yang menggantikan kedudukan reproduktif primer (ratu). Keberadaan neoten memungkinkan koloni rayap tetap dipertahankan setelah kematian reproduktif primer, dengan menyediakan alternatif untuk penyebaran koloni oleh laron dan mengatur ukuran populasi dari waktu ke waktu (Myles, 1988 dalam Astuti 2013).

(31)

Kasta pekerja biasa memiliki warna pucat dan sedikit mengalami penebalan di bagian kutikulanya. Kasta ini bertugas membangun sekaligus memperbaiki sarang, memelihara ratu, telur, dan rayap muda; serta mencari makanan untuk semua penghuni koloni. Merekalah yang bertanggung jawab terhadap kerusakan pada aset-aset milik manusia dari bahan berlignoselulosa lainnya. Para pekerja muda tinggal dalam sarang merawat telur dan nimfa; sedangkan para pekerja yang lebih tua, lebih kuat dan lebih besar membangun sarang dan mencari untuk makanan. Rayap pekerja dapat mencapai dewasa dalam setahun dan bisa hidup sekitar dua tahun, mereka juga kadang-kadang bisa memperlihatkan perilaku kanibal dengan memakan rayap lain yang lemah atau sudah mati demi kelangsungan hidup koloni (Nandika, et al, 2003).

Kasta prajurit dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata, serta rahang yang berkembang baik seperti terlihat pada Gambar 6a. Prajurit memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada pekerja, dengan jumlah anggota yang sangat sedikit dibandingkan pekerja. Prajurit tidak terlihat kecuali kayu atau terowongan rusak untuk menghalau musuh alami. Secara praktis, genus yang termasuk famili Rhinotermitidae ini mudah diketahui karena adanya cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh prajurit pada saat mengigit musuhnya (Nandika et al., 2003).

Karakter morfologi yang diamati dari beberapa sampel rayap Genus Coptotermes yang ditemukan terdiri dari panjang kepala, lebar kepala, panjang mandibel, jumlah ruas tubuh, jumlah ruas antena, jumlah bulu pada kepala, bentuk mandibel, dan bentuk pronotum. Genus Coptotermes memiliki kepala berwarna

(32)

kuning, antena, lambrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel yang lebar. Antena terdiri dari 9-15 segmen; segmen kedua dan segmen keempat sama panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya; batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Rata-rata panjang kepala tanpa mandibel pada seluruh sampel rayap berkisar antara 0.92-1.3 mm. Lebar kepala 0.97-1.14 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan dengan jumlah ruas antara 8-10 ruas ( Tho, 1992).

Rayap menjadikan kayu sebagai sumber makanan dan sekaligus menjadi tempat bersarangnya. Rayap memakan selulosa kayu untuk kebutuhan hidupnya. Syafii, (2002) dalam Nuriyatin et al (2003) menjelaskan bahwa perusakan kayu oleh rayap melalui proses “mecha-no-biodecomposition”. Artinya pertama rayap menggigit sampel kayu, selanjutnya kayu didekomposisi dalam perut secara biokimia untuk memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya.

Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi perkembangan populasi rayap meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, serta ketersediaan makanan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang kuat yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan akan menyebabkan perubahan perilaku rayap serta kondisi habitat di sarang rayap (Leicester et al. 2002). Rayap tanah genus Coptotermes merupakan hama bangunan terpenting karena dampak kerusakan dan kemampuannya dalam

(33)

menyerang bangunan yang lebih tinggi di bandingkan rayap tanah lainnya. Serangga ini mampu beradaptasi dalam berbagai kondisi lingkungan termasuk kondisi lingkungan yang diciptakan manusia di dalam bangunan gedung (Eggleton, 2000).

Rayap tanah mudah menyerang kayu sehat atau kayu busuk yang ada didalam atau diatas tanah lembab, juga dapat membentuk saluran-saluran yang terlindung pada pondasi-pondasi atau penghalang lain yang tidak dapt ditembus serta dapat mendirikan sarang berbentuk seperti menara langsung dari tanah. Saluran dan menara-menara yang terbuat dari tanah yang halus dan kaya akan hara dicerna sebagian. Kemudian direkatkan bersama dengan ekskresi serangga, memungkinkan rayap tersebut menciptakan kondisi kelembaban dalam kayu yang cocok. Jika tidak, kayu akan kering sehingga tahan terhadap serangan dari jenis rayap ini. Jika rayap ini bekerja dalam suatu bangunan yang jauh dari tanah atau sumber-sumber kelembaban lainnya, rayap tanah ternyata juga dapat membentuk tabung-tabung yang menggantung pada kayu itu, nampaknya untuk mencari hubungan yang lebih dekat dengan tanah. Apabila rayap tanah dapat mencapai suatu bangunan, rayap akan memperluas kerjanya sampai cukup tinggi, dan sering mencapai tingkat kedua atau ketiga dari bangunan-bangunan bertingkat (Hunt & Garrat, 1986).

Menurut Taruminkeng (1992) dalam Ananto Widiatmoko dan Darmono, (2013) Rayap tanah penting dalam kehidupan manusia sebagai perombak bahan-bahan sisa potongan kayu dan sisa kertas tetapi juga sering kali menimbulkan serangan pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

(34)
(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan Februari 2016, dilakukan di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo. Kendari.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian pangkal dan cabang pohon kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm), rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren), dan media pasir. Alat yang digunakan meliputi peralatan di lapangan dan di laboratorium. Peralatan di lapangan berupa

chainsaw digunakan untuk mempermudah pemotongan sampel kayu, gergaji

mesin untuk menebang pohon kalapi, gergaji tangan untuk memotong sampel hingga membentuk balok persegi panjang, golok digunakan untuk memotong sampel dalam bentuk chip, meteran untuk mengukur panjang dan diameter pohon, mistar untuk mengukur sampel kayu dan kamera digital yang digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian dilapangan. Sedangkan peralatan yang digunakan di laboratorium yaitu higrometer yang digunakan untuk mengukur kelembaban jampot, jampot/botol jam berdiameter 5 cm dan tinggi 14 cm digunakan sebagai wadah pengamatan, termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban lingkungan tempat pengujian, timbangan analitik untuk menimbang berat awal dan berat akhir sampel, aluminium foil digunakan untk menutup jampot agar kelembaban jampot tetap terjaga, kamera digital yang

(36)

digunakan mendokumentasikan kegiatan pengamatan di laboratorium dan perlengkapan alat tulis menulis digunakan untuk mencatat hasil yang diperoleh.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 taraf perlakuan yaitu PT (Pangkal teras), PG (Pangkal Gubal), CT (Cabang Teras), CG (Cabang Gubal). Setiap perlakuan diulang lima kali sehingga terdapat 20 unit perlakuan, setiap unit terdiri dari 1 sampel , sehingga secara keseluruhan berjumlah 20 jampot percobaan.

Dengan menggunakan model matematika sebagai berikut: Yij = µ + τi + εij

Dimana :

Yij = Nilai pengamatan ke-I, pada ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

τi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat (experimental error) percobaan.

D. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Bahan dan Contoh Uji

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil 2 bagian bentuk lempengan (disk) secara vertikal yaitu pangkal dan percabangan serta mengambil letak batang pada arah horizontal yaitu terdiri dari kayu gubal dan kayu teras yang menjadi bahan untuk pengujian keawetan rayap tanah dan dilakukan pengulangan

(37)

sebanyak 5x. Adapun ilustrasi pengambilan sampel kayu yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ket :

A1: Gubal Kayu A2: Teras Kayu

Gambar 3. Pengambilan Contoh Uji

Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) yang berumur sekitar 36 - 40 tahun memiliki diameter ± 30 cm dan tinggi bebas cabang ± 10 meter ditebang , dipotong dan dibersihkan. Kemudian potongan setebal 10 cm diambil pada bagian batang bawah (Pangkal) dan pada bagian percabangan kayu sepanjang 40 sampai 70 cm atau hingga bebas ranting. Setelah itu mengambil letak dalam pangkal dan cabang pada posisi horizontal bagian kayu gubal dan kayu teras lalu dibagi dalam beberapa bagian dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 0,5 cm. Dari beberapa potongan bagian tersebut kemudian diambil 5 sampel secara acak. Penelitian ini dilakukan dengan 5x pengulangan sehingga jumlah sampel uji disediakan yaitu

(38)

sebanyak 20 buah sampel uji, dimana masing-masing jampot berisi 1 sampel sehingga dihasilkan 20 jampot pengamatan.

Rayap tanah dapat diperoleh disekitar kawasan kampus baru UHO, rayap tanah memiliki sarang yang dibuat dari tanah yang memiliki bentuk seperti menara kemudian mengambil rayap tersebut sebanyak kurang lebih 4.000 ekor dengan ciri sehat dan aktif. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan rayap tanah yaitu dilakukan dengan cara langsung mengambil dari sarang atau dengan metode pengumpanan dengan cara mengubur kardus dalam tanah yang bertujuan untuk mengundang rayap tanah.

2. Pengujian Keawetan Kayu Kalapi Terhadap Rayap Tanah

Pengujian kayu terhadap serangan rayap tanah dilakukan berdasarkan SNI 7207: 2014 yang dibuat BSN (2014), yang dilakukan dalam jangka waktu selama 4 minggu. Dimana kelembaban media pasir dan aktifitas rayap diamati setiap minggunya. Proses perlakuan pengujian pada rayap tanah dilakukan sebagai berikut :

a). Masing-masing contoh uji dikeringkan pada suhu (±105)°C selama 24 jam atau sampai diperoleh bobot konstan.

b). Setelah mencapai bobot konstan kemudian menimbang bobot awal contoh uji dalam keadaan kering oven (W1).

c). Kemudian menyimpan contoh uji sampai kering udara.

d). Setelah mencapai kering udara masing–masing contoh uji yang telah diketahui bobotnya dimasukkan kedalam jempot.

(39)

e). Peletakkan contoh uji yaitu dengan cara berdiri pada dasar jampot dan sandarkan sedemikian rupa sehingga salah satu bidang terlebar contoh uji menyentuh dinding jampot.

f). Siapkan pasir lembab yang mempunyai kadar air 7% dibawah kapasitas menahan air (water holding capacity). Water holding capacity adalah persentase air yang dibutuhkan untuk menjenuhkan pasir. Untuk mengetahui besarnya water holding capacity dapat dihitung melalui persamaan Bureau (2005) dalam Akbar (2009) seperti berikut :

BA

WHC = --- X 100% BP

Keterangan :

WHC = Water holding capacity (%)

BA = Berat air untuk menjenuhkan pasir (g) BP = Berat pasir (g)

Jadi jumlah air yang diperlukan untuk melembabkan pasir dapat dihitung melalui persamaan Bureau (2005) dalam Akbar (2009).

WHC - 7

JA = --- X 200 g 100

Keterangan :

JA = Jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai kadar air pasir 7 % dibawah kapasitas menahan air (g)

WHC = Water holding capacity

g). Setelah media pasir telah siap, kemudian memasukan media pasir yang lembab tersebut sebanyak 200 gram dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus

(40)

Holmgren) yang sehat dan aktif kurang lebih 200 ekor kedalam jampot dan kemudian ditutup menggunakan aluminium foil agar kelembabannya tetap terjaga.

h). Jampot yang telah terisi oleh rayap kemudian disimpan selama 4 minggu ditempat yang gelap.

i). Pengamatan dilakukan setiap setiap seminggu, variabel yang diamati berupa aktifitas rayap, kelembaban media pasir dan keadaan berat jampot yang harus sesuai dengan berat awal jampot saat awal pengujian dengan cara menimbang jampot tersebut. Jika terjadi penurunan bobot jampot 2% atau lebih kedalam jampot tersebut ditambahkan air secukupnya sampai kadar airnya kembali seperti semula yaitu 7% dibawah kapasitas menahan air.

j). Setelah 4 minggu pengujian, keluarkan contoh uji dari jampot dan bersihkan dari pasir yang melekat.

k). Kemudian menghitung rayap tanah yang masih hidup dan tentukan intensitas serangan secara visual serta persentase mortalitasnya.

l). Keringkan kembali contoh uji pada suhu (105)°C sampai diperoleh bobot konstan,

m). Lalu menimbang bobot akhir contoh uji dalam kondisi kering oven (W2). n). Terakhir, tentukan penurunan bobot untuk mengetahui kelas ketahanan kayu

(41)

Gambar 4. Perlakuan pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah

E. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu aktifitas rayap dan mortalitas rayap, kelembaban dan berat jampot yang diamati setiap seminggu. Pengukuran penurunan bobot/kehilangan berat contoh uji, serta intensitas serangan rayap yang dilakukan saat akhir pengujian kemudian menentukan kelas ketahanan kayu.

1. Penurunan Bobot Contoh Uji

Kehilangan berat contoh uji dapat dihitung setelah 28 hari pengumpanan sampel uji terhadap rayap tanah. Penurunan bobot dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

W1 – W2

P(%) = x 100

W1 Keterangan :

P : adalah penurunan bobot, dinyatakan dalam (%)

W1 : bobot awal contoh uji kering oven, dinyatakan dalam gram (g) W2 : bobot akhir contoh uji kering oven, dinyatakan dalam gram (g)

(42)

2. Mortalitas Rayap

Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap seminggu. Rayap yang mati segera dibuang karena selain akan dimakan oleh rayap lainnya, rayap yang mati akan berjamur dan dapat mematikan rayap lainnya, mortalitas rayap dapat dihitung dengan persamaan :

Mortalitas(%) = (jumlah rayap mati : jumlah seluruh sampel rayap) x 100 %.

3. Intensitas Serangan Rayap

Pengukuran intensitas serangan atau derajat kerusakan kayu secara visual dapat dinilai berdasarkan klasifikasi SNI 7207: 2014 sebagai berikut.

Tabel 1. Klasifikasi intensitas serangan rayap tanah secara visual.

Kelas Ketahanan Derajat kerusakan Kayu Nilai

I Sangat tahan Utuh, atau serangan sangat ringan : ≤ 5%

0

II Tahan Serangan ringan: 6-15% 40

III Sedang Serangan sedang, berupa saluran-saluran yang dangkal dan sempit : 16-30 %

70

IV Tidak tahan Serangan berat, berupa saluran yang dalam dan lebar: 31-50%

90

V Sangat tidak tahan Serangan sangat berat : > 50 % 100 (Sumber: Standar Nasional Indonesia 7207: 2014)

(43)

4. Penentuan Ketahanan Kayu

Tingkat ketahanan contoh uji berdasarkan indikator penurunan bobot dapat dilihat berdasarkan penurunan bobot yang dibuat berdasarkan SNI 7207: 2014 sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah.

Kelas Ketahanan Penurnan bobot (%)

I Sangat tahan <3,5

II Tahan 3,5 – 7,4

III Agak tahan 7,5-10,8

IV Tidak tahan 10,9-18,9

V Sangat tidak tahan >18,9

(Sumber: Standar Nasional Indonesia 7207:2014)

5. Kelas ketahan kayu

Kelas ketahanan kayu ditetapkan berdasarkan hasil penilaian kelas ketahanan kayu yang terendah antara penilaian intensitas serangan dan penurunan bobot.

F. Analisis Data

Data yang dikumpulkan diperoleh berdasarkan hasil observasi besarnya kehilangan berat setelah dilakukan pengujian dan melakukan penilaian kelas ketahanan kayu dengan membandingkanya menggunakan SNI 7207 BSN(2014). Hasil merupakan nilai rata – rata penurunan bobot dari contoh uji yang kemudian dianalisis berdasarkan sidik ragam (Uji F) jika posisi letak kayu menunjukan

(44)

berpengaruh sangat nyata maka hasil diuji lanjut menggunakan uji Duncen terhadap variabel penurunan bobot dan mortalitas rayap sedangkan untuk variable intensitas serangan rayap, penentuan ketahanan kayu dan penentuan kelas ketahanan kayu dinilai secara deskriptif. Analisis data tersebut menggunakan program SAS versi 9.1 dan penilaian secara visual.

(45)

Bagan pengujian kayu kalapi terhadap serangan rayap yang disajikan pada gambar berikut.

Gambar 5. Bagan contoh pengujian kayu kalapi (Kalappia Celebica Kosterm) terhadap rayap tanah.

Sampel uji pangkal dan percabangan kayu kalapi (Kalappia Celebica

Kosterm)

proses pengujian selama 4 minggu

Analisis sampel

Jampot ( sampel kayu kalapi, rayap tanah 200 ekor

dan media pasir 200 gram).

Kayu gubal (2,5 x 2,5 x 2,5 x 0,5) cm Kayu teras (2,5 x 2,5 x 2,5 x 0,5) cm Penentuan kelas ketahanan kayu Pengeringan dan penimbangan

(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Rekapitulasi hasil sidik ragam Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Variabel yang diamati F hitung F Tabel Penurunan bobot 7,62** 3,24 Mortalitas rayap 7,99** 3,24 Keterangan : ** Berpengaruh sangat nyata

Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa letak kayu dalam batang memberikan pengaruh yang sangat nyata pada variabel yang diamati yakni penurunan bobot dan mortalitas rayap.

a.1 Persentase Penurunan Bobot.

Tabel 4. Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Bobot Letak Kayu Dalam Batang Dan Cabang Terhadap Serangan Rayap Tanah.

Letak kayu dalam kayu Penurunan bobot UJBD 0,05

PT 1,776b 0.9318

PG 2,670ab 0.8668

CT 1,946b 0.9073

CG 3,428a -

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata persentase penurunan bobot letak kayu dalam batang tertinggi terdapat pada perlakuan CG (Cabang gubal) sebesar 3,42 % dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan PG (Pangkal Gubal), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan PT (Pangkal teras) dan CT (Cabang teras).

(47)

a.2. Analisis Mortalitas Rayap

Tabel 5. Data Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Rata-Rata Persentase Mortalitas Rayap.

Letak kayu dalam batang Mortalitas rayap UJBD 0,05

PT 98,20a -

PG 95,10bc 2,031

CT 96,70ab 1,941

CG 94,50c 2,086

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata persentase mortalitas rayap kayu kalapi tertinggi terdapat pada perlakuan PT (Pangkal teras) sebesar 98,20 % berbeda tidak nyata dengan perlakuan CT (Cabang teras) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan PG (Pangkal Gubal) dan CG (Cabang gubal) terhadap posisi letak dalam batang dan cabang.

a.3. Intensitas serangan rayap

Tabel 6. Intesitas Serangan Rayap Terhadap Kayu Kalapi. Letak dalam batang Rata-rata penurunan bobot sampel(%) Derajat kerusakan kayu nilai Ketahanan P Teras Gubal 1,78 2,67 Utuh serangan sangat ringan 0 0 Sangat tahan Sangat tahan C Teras Gubal 1,95 3,42 Utuh Serangan ringan 0 0 Sangat tahan Sangat tahan

(48)

Hasil pengukuran intensitas serangan kayu secara visual dinilai berdasarkan klasifikasi SNI 7207: 2014. Pengamatan visual dilakukan dengan mengamati kerusakan secara langsung terhadap kayu setelah pengujian. Tabel 6 menunjukan ketahanan pada seluruh sampel uji berdasarkan perlakuan letak dalam kayu terhadap intensitas serangan rayap yang dilihat berdasarkan derajat kerusakan kayu secara visual.

a.4. Penentuan Ketahanan Kayu

Hasil penentuan tingkat ketahanan contoh uji di sajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap

Letak dalam kayu

Penurunan bobot sampel/ulangan (%) Rata-rata penurunan bobot (%) Ketahanan kayu Pangkal (Teras) (Gubal) I II III IV V 1,98 2,82 1,61 2,06 1,25 2,51 2,16 1,64 1,88 4,32 1,78 2,67 Sangat tahan Sangat tahan Sangat tahan Sangat tahan Cabang (Teras) (Gubal) 1,70 3,78 2,04 4,18 1,98 2,82 2,08 3,10 1,93 3,26 1,94 3,42

Ketahanan kayu kalapi dinilai berdasarkan klasifikasi SNI (2014) yang dilihat berdasarkan penurunan bobot kayu yang dihasilkan selama pengujian terhadap rayap C. curvignathus. Tabel 7 menunjukan rata-rata penurunan bobot pada tiap sampel uji berkisar <3,5 % yang kemudian diklasifikasikan sangat tahan dari rayap.

(49)

a.5. Kelas Ketahanan Kayu

Penentuan kelas keawetan kayu dinilai berdasarkan indikator penurunan bobot terendah yang disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Kelas Keawetan Kayu Kalapi Terhadap Rayap Tanah. Letak dalam kayu Penurunan bobot horizontal (%) Penurunan bobot vertikal (%) Derajat kerusakan kayu ketahanan Kelas tahan Teras (pangkal) 1,78 2,22

Utuh Sangat tahan I

Gubal

(pangkal) 2,67 Serangan sangat

ringan

Sangat tahan I Teras

(cabang) 1,94 2,68 Utuh Sangat tahan I

Gubal

(cabang) 3,42 Serangan ringan Sangat tahan I

Kelas ketahanan kayu ditetapkan berdasarkan hasil penilaian kelas ketahanan kayu yang terendah antara penilaian intensitas serangan dan penurunan bobot. Hasil yang ditampilkan tabel 8 menunjukan sampel kayu pangkal memiliki rata-rata penurunan bobot terendah yakni 2,22 % sementara cabang sebesar 2,68 % yang jika diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi SNI 7207 masuk dalam kategori kelas tahan I.

(50)

B. Pembahasan

Kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) memiliki kulit batang kecoklatan dan bertekstur kasar pada kulit luarnya atau hampir menyerupai bentuk batang pohon pinus (pinus mercusii), kulit batang bagian dalam berwarna kemerah-merahan, warna daun muda dan tua berwarna hijau tua memiliki panjang sekitar 8-12 cm dan lebar 3,5-4,5 cm pada pohon dewasa berbentuk lanset sampai lonjong. Warna kayu teras pangkal dan cabang berwarna coklat kehitaman sedangkan gubal pangkal dan cabang berwarna cerah kecoklatan yang kemudian diduga memliki kandungan ekstraktif yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2015) tentang komponen kimia kayu kalapi bagian pangkal dan percabangan diperoleh kandungan zat ekstraktif yang terdapat pada kayu kalapi termasuk dalam kategori tinggi (> 4) yang didasarkan standar kalasifikasi kayu daun lebar Indonesia atas dasar komponen kimianya, dimana pada bagian pangkal kayu kalapi diperoleh kandungan rata-rata zat ekstarktif sebesar 16,3 % sedangkan pada percabangan kayu kalapi diperoleh rata-rata kandungan zat ektraktif sebesar 11,5% kondisi tersebut memungkinkan rayap menolak untuk memakan kayu tersebut yang kemudian menghambat aktifitas makan rayap.

Hasil pengamatan terhadap kelembaban udara dan suhu dalam jampot diperoleh kisaran kelembaban 75% sampai 80%, sedangkan suhu 290 C sampai 300 C. Hasil ini sesuai dengan pernyatanan Supriana (1983) yang mengatakan bahwa suhu sekitar 300 C merupakan suhu optimum bagi hidup rayap perusak kayu. Hal serupa juga dijelaskan oleh Apri (2005) yang mengemukakan tentang

(51)

kelembaban optimum bagi aktivitas rayap tanah, bahwa rayap tanah seperti Coptotermes, Macrotermes, dan Odototermes. Memerlukan kelembaban yang tinggi. Perkembangan optimumnya dicapai pada kisaran kelembaban 75 – 90%. Kecuali pada rayap kayu kering seperti Cryptotermes tidak memerlukan air atau kelembaban yang tinggi.

Pengujian yang dilakukan selama 28 hari dilabarotaorium ditampilkan pada gambar berikut.

(a) (b)

Gambar 6. Pengujian sampel kalapi terhadap rayap C. curvignathus. Ket: a). Denah pengujian dilaboratorium, b). Aktifitas rayap yang membentuk lorong dalam jampot selama pengujian.

b.1. Penurunan bobot contoh uji

Penurunan bobot contoh uji merupakan rata-rata berat akhir kering tanur yang dihasilkan setelah pengujian yang kemudian dapat menjadi dasar acuan dalam penentuan kelas awet dan kelas ketahan kayu kalapi. Besar kecilnya persentase kehilangan berat sampel uji disebabkan oleh aktivitas makan rayap C. curvignathus terhadap sampel uji yang diumpankan selama masa pengujian. Perlakuan pengujian berdasarkan letak dalam batang memberikan pengaruh sangat nyata terhadap penurunan bobot (tabel 1) hal ini diduga dikarenakan karena

(52)

perbedaan tingakat kandungan alami kayu pada tiap perlakuan yang kemudian mempengaruhi aktifitas makan rayap yang menyebabkan penurunan bobot.

Uji lanjut penurunan bobot kayu yang ditampilkan tabel 4 menunjukan penurunan bobot terendah terdapat pada pangkal kayu kalapi bagian teras diperoleh rata-rata penurunan bobot sebesar 1,78% sedangkan bagian gubal pangkal kayu didapatkan rata-rata penurunan bobot sebesar 2,67%, pada kayu bagian cabang diperoleh rata-rata penurunan bobot pada kayu teras sebesar 1,94% dan gubal sebesar 3,42% yang merupakan penurunan bobot paling tinggi dibanding dengan sampel lainnya dan memberi pengaruh sangat nyata terhadap posisi letak dalam kayu. Penurunan bobot diakibatkan serangan ringan rayap selama pengujian, menurunnya persentase kehilangan bobot pada pangkal teras dan cabang teras diakibatkan rendahnya tingkat kerusakan kayu yang dikarenakan kayu mengandung zat racun berupa ekstraktif yang tinggi kemudian menjadi faktor utama dalam mengahambat aktifitas rayap. Posisi dalam batang mempengaruhi kandungan ekstraktif dalam kayu dimana teras kayu merupakan kayu yang paling dominan menyimpan kandungan ekstraktif kayu.

Nandika, et al (1996) menyatakan bahwa keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang jumlahnya bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, dan posisi dalam batang. Selanjutnya USDA (1999) menambahkan bahwa peralihan kayu gubal ke kayu teras disertai dengan peningkatan kandungan zat ekstraktif. Pada beberapa jenis kayu seperti black locust, western redcedar, dan redwood, kayu teras mempunyai ketahanan terhadap jamur dan serangan rayap.

(53)

Kandungan ekstraktif pada suatu jenis kayu diyakini mempengaruhi terhadap aktifitas serangan rayap. Secara umum semakin tinggi kandungan ekstraktif suatu jenis kayu maka semakin tinggi pula konsentrasi kandungan racun yang dapat menghambat serangan serangga perusak kayu. Contoh dari ekstraktif bioaktif yang terkandung dalam kayu yaitu tropolon, phenol, komponen polifenol termasuk tanin dan stilben, kaumarin, asam terpenoid dan lain-lain. Rayap juga memiliki sifat pemakan bangkai (necrophagy) dan pemakan sesama (kanibalisme), sifat-sifat ini sedikit banyak dapat mempengaruhi penyebab rendahnya kehilangan berat pada sampel kayu, ini disebabkan sulitnya rayap untuk medapatkan makanan karena pada sampel uji memiliki bioaktivitas yang dapat mempengaruhi aktivitas makan rayap, yang menyebabkan rayap memiliki ketidaksukaan terhadap sampel uji maka terjadi sifat memakan bangkai sesamanya dan memakan rayap yang lemah.

b.2. Mortalitas rayap

Analisis data mortalitas menggunakan metode deskriptif yang dinyatakan dalam (%). Uji sifat anti rayap kayu kalapi terhadap rayap C. curvignathus diukur dari mortalitas rayap yang dihitung setiap hari selama empat minggu. Pengamatan mortalitas dilakukan untuk mengetahui intensitas serangan rayap, sehingga hasil yang diperoleh dapat menjadi acuan dalam penentuan besar kecilnya aktifitas serangan rayap dan keawetan alami kayu selama pengujian. Mortalitas rayap dinyatakan sebagai perbandingan antara jumlah rayap hidup diakhir pengujian dengan jumlah rayap awal pada satu contoh uji. Mortalitas rayap dipengaruhi oleh ada tidaknya daya tarik kayu menjadi sumber makanan bagi rayap

(54)

tersebut misalnya kekerasan permukaan dan adanya bahan yang merangsang aktivitas rayap (Bignell et al. 2010). Mortalitas rayap terjadi karena tidak ada ketertarikan rayap terhadap makanan yang disediakan dan tidak adanya alternatif makanan lain. Hasil uji keawetan alami kayu kalapi terhadap serangan rayap tanah memberikan pengaruh pada persentase rayap yang mati dalam proses pengujian selama 28 hari. Tabel 5 menunjukan rata-rata mortalitas rayap yang beragam pada setiap jampot pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan mortalitas yang di tampilkan pada tabel 5, diperoleh rata-rata mortalitas tertinggi terdapat pada pangkal kayu bagian teras yakni 98,20 % dan pada teras bagian cabang diperoleh rata-rata mortalitas dibawah lebih sedikit dari rata-rata yang diperoleh teras bagian cabang kayu yakni sebesar 96,70 % mortalitas rayap terendah diperoleh pada gubal bagian cabang yakni sebesar 94,50 % sedangkan pada gubal bagian pangkal sebesar 95,10 % pada pengamatan yang dilakukan setiap minggu jumlah kematian rayap pada setiap jampot bersifat fleksibel, hal ini dapat disebabkan ketidak mampuan rayap untuk menyesuaikan kondisi lingkungan yang baru, terlebih lagi tidak adanya sumber makanan yang sesuai untuk dikonfersikan sebagai sumber energi dalam mendukung aktifitas rayap dan dapat juga dikarenakan dimakan oleh rayap lainnya karena rayap memiliki sifat kanibalisme terhadap rayap yang lemah akibat kekurangan makanan. Secara umum kandungan ekstraktif pada letak dalam kayu pada teras maupun gubal mempunyai korelasi positif dengan mortalitas rayap dimana tingginya kandungan ekstraktif sejalan dengan meningkatnya mortalitas

(55)

hidup rayap yang dilakukan selama pengumpanan, menurut Supriana (1985) mortalitas rayap dapat digunakan sebagai kriteria daya racun.

Tingkat kandungan ekstraktif kayu turut mempengaruhi mortalitas rayap pada pengujian yang dilakukan. Ekstraktif kayu yang terdapat pada pangkal kayu lebih tinggi dibandingkan pada percabangan hal ini dikarenakan pembentukan ekstraktif pada pangkal terbentuk lebih dulu yang disertai dengan pertumbuhan pohon, hal tersebut sejalan dengan meningkatnya mortalitas rayap pada kayu bagian pangkal, semakin tinggi kandungan ekstraktif kayu maka semakin tinggi pula mortalitas rayap. Ekstraktif kayu meningkat pada proses pembentukan kayu teras dimana terjadi penumpukan substansi polifenol atau kambium pada dinding dan rongga sel yang kemudian disertai dengan berkurangnya kandungan air dalam kayu. Pengurangan air dapat menyebabkan hidrolisis pati menjadi gula. Proses tersebut dapat mengurangi kandungan oksigen sel-sel dan menambah konsentrasi karbondioksida dan kemungkinan besar juga tekanan gasnya. Kombinasi pengaruh tersebut berpengaruh buruk pada proses pernafasan dan menyebabkan kematian jaringan yang kemudian membentuk kayu teras. Penguraian gula menyebabkan terbentuknya berbagai senyawa polifenol yang memiliki sifat racun terhadap organisme perusak kayu.

Rayap diperoleh dari hutan kampus dan hutan amarilis yang terdapat pada kayu-kayu yang terserang oleh rayap dan juga pada sarang yang dibentuk dari gundukan gundukan tanah yang ditampilkan pada gambar berikut

(56)

Gambar 7. Contoh serangan rayap yang terdapat pada pohon dan kayu mati

Gambar 8. Koloni rayap C. curvignathus yang terdapat pada gundukan tanah. Kandungan ekstraktif kayu berupa senyawa-senyawa seperti saponin, flavonoid dan steroid/triterpenoid memiliki sifat toksitas yang tinggi pada rayap. Menurut Tsoumis (1991), keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan jumlah zat ekstraktif yang bersifat anti racun terhadap organisme perusak kayu yang terdapat dalam kayu diantaranya alkaloid dan saponin.

Mekanisme kematian rayap dapat disebabkan oleh senyawa bioaktif yang dapat mematikan protozoa flagelata yang hidup dalam usus belakang rayap. Suparjana (2000) menyatakan bahwa di dalam usus belakang rayap C. curvignathus terdapat tiga genus flagelata yaitu genus Preudotricchonimpa, Holomastigotoidea, dan Spirotrichonimpha. Protozoa tersebut merupakan simbion yang menghasilkan enzim selulase yang berfungsi mencerna selulosa dan mengubahnya menjadi gula sederhana dan asam asetat sebagai sumber energi bagi

(57)

rayap. Hal ini akan menyebabkan rayap tidak mendapatkan makanan dan rayap mati. Syafii (2000) juga menyatakan bahwa kematian rayap disebabkan karena adanya senyawa bioaktif yang mematikan protozoa yang terdapat dalam perut rayap. Selain itu juga, kematian rayap diduga karena adanya senyawa alkaloid, seperti yang telah dijelaskan oleh Sastrodihardjo (1999) dalam Sari (2002), alkaloid itu sendiri dapat merusak fungsi sel (integritas membran sel) yang akhirnya mengahambat proses eksidisis akibat proses tersebut protozoa ikut terbuang. Untuk mendapatkan gantinya, rayap akan melakukan trofalaksis.

Prasetiyo dan Yusuf (2005) menyatakan bahwa perilaku trofalaksis merupakan aktivitas menjilati, mencium atau menggosokkan tubuhnya satu sama lain ketika bertemu untuk saling menyalurkan makanan, feromon, atau protozoa flagelata. Bahan makanan yang disalurkan sudah terkontaminasi dengan zat ekstraktif yang mengandung racun sehingga dapat menyebabkan mortalitas rayap. Di lain pihak, selain akibat ekstraktif kayu mortalitas rayap pada kontrol juga diduga karena kurang tahan terhadap kondisi lingkungan yang baru. Menurut Anisah (2001), rayap yang mati pada kontrol diduga ketidak mampuan rayap untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya yang bergantung pada suhu, kelembaban dan intensitas cahayanya dan dihadapkan pada kondisi tidak ada pilihan bahan makanan lain. Selain itu, rayap mempunyai sifat necrophagy yaitu rayap dapat memakan bangkai sesamanya dan sifat kanibalistik yaitu memakan rayap yang sudah lemah dan sakit (Nandika et al. 2003).

(58)

b.3. Pengukuran Intensitas Serangan Rayap

Intensitas serangan rayap diukur berdasarkan derajat kerusakan kayu dan penurunan bobot yang ditimbulkan selama 28 hari pengujian, pengamatan insensitas rayap dilakukan untuk melihat seberapa besar kerusakan fisik yang ditimbulkan oleh rayap tanah C. curvignathus selama pengujian. Serangan rayap pada kayu secara umum biasanya dapat dilihat dengan adanya lorong – lorong yang terbuat dari tanah yang berfungsi menjaga kelembaban dan sekaligus dapat dijadikan sebagai sarang dan adanya bekas gigitan pada permuakaan kayu.

Berdasarkan hasil penurunan bobot yang rendah pada seluruh sampel uji, menunjukan tidak adanya serangan berat yang dilakukan oleh rayap selama pengujian yang kemudian berarti intensitas serangan rayap juga rendah. Hal ini diduga dikarenakan banyaknya rayap yang mati akibat keracunan dari berbagi komponen zat ekstraktif kayu dan tidak adanya sumber makanan yang dapat diproses secara kimiawi sebagai sumber energi untuk melakukan aktifitas, selain tingginya kandungan racun dalam kayu kadar kandungan lignin yang termasuk dalam kategori tinggi yaitu pada bagian pangkal kayu sebesar 32,6% dan pada percabangan sebesar 32% yang kemudian diduga turut mempengaruhi aktifitas serangan rayap Coptotermes curvignathus karena lignin berkaitan dengan tingkat kekerasan kayu, merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah mengalami oksidasi (Kasmudjo, 2010 dalam Muliadi, 2013). Kandungan lignin pada pohon erat hubunganya dengan tingkat kekerasan kayu dimana pada bagian pangkal yang kerapatan kayunya lebih tinggi merupakan kayu yang lebih kuat dan keras. Pendapat ini sesuai dengan Fengel dan Wegener (1995) dalam Supartini (2009),

Gambar

Gambar  1.  Siklus  hidup  rayap  tanah  reticultermes  (Gold  et  al.,  1914  dalam  Astuti 2013)
Gambar 2. Contoh bentuk kepala, dan mandibel genus Coptotermes
Gambar 3. Pengambilan Contoh Uji
Gambar 4. Perlakuan pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah  E. Variabel yang Diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan delapan jenis produk kayu komposit terhadap serangan rayap tanah dengan pengujian skala laboratorium

(1995), kayu Kenriri, I'ulai dan Sampang Icr~liestik golongan kayo yang rent;lll, sedangkan kayu Nyatoh Kilning termasuk golongan kayu yang ci~liul, tallall terhadap

Pengaruh jenis kayu serta interaksi antara faktor perlakuan dan jenis kayu juga memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kehilangan berat akibat serangan rayap

nilai mortalitas fraksi etil eter baru 77,33%, sehingga disimpulkan bahwa fraksi teraktif dalam ekstrak aseton kayu manggis adalah fraksi etil asetat. Kondisi Kertas Uji

Nilai kehilangan berat kayu, mortalitas rayap, kemampuan makan secara berurut pada pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah yang menggunakan metode JIS K 1571-2004

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi (keampuhan) umpan dari campuran daun kayu putih dengan limbah kertas HVS dan kardus terhadap rayap tanah ( C. curvignathus ) di

Mortalitas rayap pada jenis kayu keras seperti pada perlakuan V8 (kayu mahoni),V2 (kayu nangka), dan V5 (kayu jati) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, hal

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah rayap tanah kasta pekerja (C. curvignathus), sarang rayap, kayu karet, kayu nangka, kayu mangga, kayu jambu air,