• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA

ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA

DENGAN MALAYSIA

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Derajat Sarjana (S1) dalam Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

AJI RASPATI

NIM. E.0008007

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

PERNYATAAN

Nama : AJI RASPATI

NIM : E.0008007

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA

ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA

DENGAN MALAYSIA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan

karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan

dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak

benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan

penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum

(skrispi) ini.

Surakarta, 15 Juli 2012

yang membuat pernyataan

Aji Raspati

(3)

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada

Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap.”

(Q.S. Al Insyirah : 6-8)

Ketika aku lahir aku menangis dan orang-orang disekitarku tersenyum bahagia, ketika aku mati aku ingin tersenyum bahagia dan dan orang-orang disekitarku menangis.

(4)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini Penulis persembahkan kepada :

1. Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat

dan hidayahnya.

2. Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

3. Ayah Bundaku tercinta, Bapak Suroso dan

Ibu Rustiyati.

4. Kakak dan Adikku tersayang Rusiana Ika

Puspitasari, S.H. dan Andani Maya Sari

5. Yang terkasih Sayangku Risa Irene.

6. Sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku

Rinof, Khrisna, Lutfi, Dedi, Danan, & Guntur.

7. Teman-teman seperjuanganku di Fakultas

(5)

ABSTRAK

Aji Raspati, E.0008007. 2012. STUDI KOMPARASI PENGATURAN

PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN MUSIK

TRADISIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional, serta mengetahui kelebihan dan kelemahan pengaturan antara Indonesia dengan Malaysia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif, dengan mengunakan pendekatan komparatif yaitu membandingkan undang-undang yang terkait dengan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan instrumen musik tradisional Indonesia diakomodir oleh Pasal 10 dan Pasal 31 ayat (1) (a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, di mana negara memegang hak cipta atas folklor dan berlaku tanpa batas waktu. Pengaturan perlindungan instrumen musik tradisional di Malaysia diakomodir oleh Seksyen 3 dan Seksyen 26 (4) (c) Akta Hakcipta 1987 serta dalam Seksyen 2 Akta Warisan Kebangsaan 2005. Kelebihan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Indonesia adalah negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, hak cipta atas folklor yang dipegang oleh negara berlaku tanpa batas waktu, dan negara memegang hak cipta atas folklor mempunyai fungsi sosial. Kelebihan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Malaysia adalah perlindungan pelaku dalam persembahan secara langsung dalam kaitannya dengan ekspresi cerita rakyat, perlindungan terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, dan perlindungan terhadap warisan budaya tak benda dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005. Kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Indonesia adalah Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tidak menjelaskan secara rinci definisi ekspresi budaya tradisional, belum diaturnya lembaga pelaksana yang berwenang untuk menetapkan suatu ciptaan sebagai folklor, belum diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara". Kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Malaysia adalah tidak ada pengaturan dalam Akta Hakcipta 1987 yang khusus mengatur dan melindungi folklor, tidak ada definisi ekspresi cerita rakyat dalam Akta Hakcipta 1987, masalah konsep persyaratan suatu ciptaan yang dilindungi Akta Hakcipta 1987, tidak ada pengaturan fungsi dan tanggung jawab menteri dalam melindungi ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, dan Seksyen 67 dan Seksyen 68 Akta Warisan Kebangsaan 2005 dalam penerapannya menimbulkan permasalahan.

(6)

ABSTRACT

Aji Raspati. E.0008007. 2012. COMPARATIVE STUDIES OF THE ARRANGEMENT OF COPYRIGHT PROTECTION OVER TRADITIONAL MUSIC INSTRUMENTS BETWEEN INDONESIA WITH MALAYSIA. The Faculty of Law Sebelas Maret University

This study aims to determine the regulation of copyright protection for traditional music instruments and knowing the strengths and weaknesses of arrangements between Indonesia and Malaysia.

This research is a normative legal research is descriptive, using a comparative approach is to compare the laws relating to copyright protection over the traditional music instruments between Indonesia and Malaysia. Type of data used are secondary data. Secondary data sources used include primary legal materials, legal materials secondary, and tertiary legal materials. Data collection techniques used, namely the study of literature.

These results indicate that the protection settings of traditional music instruments Indonesia accommodated by Article 10 and Article 31 paragraph (1) (a) of Act No. 19 of 2002 in which the state holds the copyright to the folklore and valid indefinitely. Setting the protection of traditional music instruments in Malaysia accommodated by Seksyen 3 and Seksyen 26 (4) (c) Copyright Act 1987 and the National Heritage Act Seksyen 2, 2005. The advantages of copyright protection arrangements on traditional music instruments Indonesia is a country holds the copyright to the folklore and the culture of the people who belong together, the folklore that copyright is held by the state shall be valid indefinitely, and the state holds the copyright to the folklore has a social function. Excess regulation on copyright protection of traditional music instruments in Malaysia is offering protection direct offender in relation to expressions of folklore, the protection of an unknown creature creator, and not the protection of cultural heritage objects in the National Heritage Act 2005. Weakness of the copyright protection arrangements of traditional music instruments Indonesia is Article 10 of Law No. 19 of 2002 did not specify the definition of traditional cultural expressions, has not arranged the implementing agency authorized to establish a creature as folklore, not the issuance of Government Regulation on "Copyright Held by the folklore of the State". Weakness of the copyright protection arrangements of traditional music instruments Malaysia is no setting in the Copyright Act 1987 which specifically regulate and protect the folklore, there is no definition of expressions of folklore in the Copyright Act 1987, issues the concept of a creation of protected terms Copyright Act 1987, no arrangement functions and responsibilities of the minister in protecting an unknown creature creator, and Seksyen 67 and 68 Seksyen National Heritage Act 2005 in its application raises a problem.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad

SAW atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul STUDI

KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA

ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA

INDONESIA DENGAN MALAYSIA.

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis menyadari

bahwa untuk terselesaikannya penulisan hukum ini, banyak pihak-pihak

yang telah memberikan bantuan yang berupa bimbingan, saran-saran,

nasihat-nasihat, fasilitas, serta dukungan moril maupun materiil. Oleh

karena itu dalam kesempatan yang baik ini dengan segala kerendahan

hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai

berikut :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum UNS dan Pembimbing Akademik, yang telah memberikan

ijin dan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu

hukum dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

2. Bapak Al. Sentot Sudarwanto, S.H., M.Hum selaku dosen

pembimbing I penulisan skripsi, yang telah memberikan waktu dan

ide, memberikan arahan dan memberi motivasi dalam penyusunan

penulisan hukum ini.

3. Bapak Munawar Kholil S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing II

penulisan skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikirannya

untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan

hukum ini.

4. Ibu Djuwitastuti, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Perdata

(8)

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan

ilmu pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal

dalam penulisan hukum ini.

6. Bapak dan Ibu staf karyawan kampus Fakultas Hukum UNS yang

telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses

belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum

UNS.

7. Ayah Bundaku tercinta, Bapak Suroso dan Ibu Rustiyati yang tak

henti-hentinya memberikan kasih sayang, semangat dan mendoakan

penulis, hingga akhirnya dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

Tiada kata selain ucapan terima kasih dan semoga ananda dapat

memenuhi harapan kalian dapat mengejar cita-cita demi masa depan.

8. Kakakku tersayang Rusiana Ika Puspitasari, S.H. yang selalu

memberi semangat, motivasi, dan nasehat demi kelancaran penulisan

hukum ini.

9. Adikku tersayang Andani Maya Sari yang selalu berbagi keceriaan

di rumah, jangan nakal dik, tetep rajin belajar ya, Semangat!

10. Yang terkasih sayangku Risa Irene yang selalu berbagi senyum

keceriaan dan selalu memberi semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum ini.

11. Sahabat-sahabatku, Rinof, Khrisna, Lutfi, Dedi, Danan, dan Guntur,

terima kasih kalian selalu ada di kala penulis senang atau sedih,

kalian mau mendengar keluh kesah di saat bimbang maupun

menghadapi masalah. Maaf sudah banyak merepotkan kalian.

12. Teman-teman di Fakultas Hukum angkatan 2008 yang selalu berbagi

keceriaan selama kuliah, Teman-teman senasib seperjuangan dalam

mengerjakan penulisan hukum, terima kasih atas segala informasi

yang dapat mendukung dan membantu penulis.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis

(9)

Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini banyak terdapat

kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan guna perbaikan serta kesempurnaan

Skripsi ini. Akhirnya Penulis berharap semoga hasil Penulisan Hukum

(Skripsi) ini dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak yang

berkepentingan.

Surakarta, 15 Juli 2012

Penulis

Aji Raspati

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Metode Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Kerangka Teori ... 17

1. Tinjauan tentang Perbandingan Hukum ... 17

a. Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum ... 17

b. Perbandingan Hukum sebagai Metode dan Ilmu ... 18

c. Cabang-cabang Perbandingan Hukum ... 20

(11)

a. Perlindungan Hukum Internasional terhadap Hak

Kekayaan Intelektual ... 21

b. Definisi Hak Kekayaan Intelektual ... 23

c. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual ... 26

3. Tinjauan tentang Hak Cipta ... 28

a. Prinsip-prinsip dasar Perlindungan Hak Cipta ... 28

b. Definisi Hak Cipta ... 29

c. Hak-hak yang Terkandung dalam Hak Cipta ... 31

4. Tinjauan tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ... 33

a. Sejarah Perlindungan Hak Cipta ... 33

b. Lingkup Perlindungan Hak Cipta ... 35

5. Tinjauan tentang Akta Hakcipta 1987 Malaysia ... 37

a. Sejarah Perlindungan Hak Cipta ... 37

b. Lingkup Perlindungan Hak Cipta ... 39

6. Tinjauan tentang Akta Warisan Kebangsaan 2005 Malaysia ... 41

a. Sejarah Pengaturan Akta Warisan Kebangsaan 2005 . 41 b. Lingkup Perlindungan Akta Warisan Kebangsaan 2005 ... 43

7. Tinjauan tentang Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge) ... 46

a. Definisi Pengetahuan Tradisional ... 46

b. Ruang Lingkup Pengetahuan Tradisional ... 51

8. Tinjauan tentang Folklor (Folklore) ... 53

a. Tinjauan Folklor secara Internasional ... 53

b. Definisi Folklor ... 55

c. Pengaturan Folklor di Indonesia ... 56

9. Tinjauan tentang Instrumen Musik Tradisional ... 58

a. Definisi Instrumen Musik Tradisional ... 58

(12)

10. Tinjauan tentang Instrumen Musik Tradisional

Angklung ... 61

a. Sejarah Instrumen Musik Tradisional Angklung ... 61

b. Jenis-Jenis Instrumen Musik Tradisional Angklung . 63 c. Sejarah Masuknya Instrumen Musik Tradisional Angklung di Malaysia ... 65

B. Kerangka Pemikiran ... 73

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 75

A. Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ... 75

1. Pengaturan Hak Cipta di Indonesia ... 75

a. Kepemilikan Hak Cipta ... 75

b. Hak Eksklusif Pemilik Hak Cipta ... 77

c. Pelanggaran Hak Cipta ... 79

d. Pengecualian dari Pelanggaran Hak Cipta ... 79

e. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta ... 80

f. Penegakan Hukum ... 81

2. Pengaturan Hak Cipta di Malaysia ... 84

a. Kepemilikan Hakcipta ... 84

b. Hak Eksklusif Pemilik Hakcipta ... 84

c. Pelanggaran Hakcipta ... 85

d. Pengecualian dari Pelanggaran Hakcipta ... 86

e. Jangka Waktu Perlindungan Hakcipta ... 87

f. Penegakan Hukum ... 88

3. Pengaturan Perlindungan Instrumen Musik Tradisional Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ... 89

4. Pengaturan Perlindungan Instrumen Musik Tradisional Malaysia... 100

(13)

b. Pengaturan Berdasarkan Akta Warisan

Kebangsaan 2005 ... 112

B. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ... 129

1. Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ... 129

a. Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Indonesia ... 129

b. Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Malaysia ... 131

2. Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ... 134

a. Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Indonesia ... 134

b. Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Malaysia ... 138

BAB IV PENUTUP ... 144

A. Simpulan ... 144

B. Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1: Kerangka Pemikiran ... 73

Bagan 2: Prosedur Pendaftaran Objek Warisan ... 117

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik

Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ... 124

Tabel 2: Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta

atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Akta Hakcipta 1987

Lampiran 2: Akta Warisan Kebangsaan 2005

Lampiran 3: CONVENTION FOR THE SAFEGUARDING OF THE

INTANGIBLE CULTURAL HERITAGE

INTERGOVERNMENTAL COMMITTEE FOR THE

SAFEGUARDING OF THE INTANGIBLE CULTURAL

HERITAGE ANGKLUNG.

Lampiran 4: COMMITMENT OF THE COORDINATING MINISTRY FOR

PEOPLE'S WELFARE REGARDING "SAFEGUARDING OF

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zaman modern merupakan zaman di mana manusia dituntut untuk

mengembangkan diri dan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini

manusia diharapkan mampu memilih dan menentukan tujuan hidupnya sendiri.

Segala tujuan dan cita manusia sangat dimungkinkan teraih karena topangan

kapasitas manusiawinya berupa intelegensi. Karena itulah manusia disebut

homo sapiens sekaligus homo faber. Sebutan pertama mewakili kemampuan

manusia untuk berbahasa. Sebutan yang kedua menunjukkan kapasitas mental

dan kemampuan untuk mencipta tidak hanya alat-alat praktis, teknis, tetapi

juga membuat kreasi-kreasi artistik. Artistik identik dengan seni, karena itulah

manusia sering disebut makhluk berkesenian (Schuon Frithjof, 2002: 57).

Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang memiliki

keistimewaan. Adanya suatu keistimewaan ini melahirkan hak dari manusia

tersebut untuk mendapat pengakuan, dihargai, dan dihormati. Teori yang sering

muncul dalam sejarah pikiran manusia ialah bahwa keistimewaan manusia

terletak dalam wujud manusia itu sendiri, sebagaimana di dapat melalui

pikirannya, maka keistimewaan manusia itu bersifat rasional. Hak-hak yang

didapati orang secara rasional dianggap abadi dan tetap berlaku. Tiap-tiap

orang lain, termasuk pemerintah harus mengindahkannya, dengan membuat

hukum atas dasar hak-hak alamiah tersebut (Theo Huijbers, 1998: 98).

Salah satu aspek hukum yang melindungi hak-hak manusia dalam hak

intelektualnya adalah Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sebagai bentuk

penghargaan atas hak kepemilikan intelektual, perlindungan hukum atas

hak-hak tersebut memerlukan perangkat hukum dan mekanisme perlindungan yang

memadai. Melalui cara inilah HKI akan mendapat tempat yang layak sebagai

salah satu bentuk hak yang memiliki nilai ekonomis. Hukum HKI adalah

hukum yang mengatur perlindungan bagi para pencipta dan penemu

karya-karya inovatif sehubungan dengan pemanfaatan karya-karya-karya-karya mereka secara

(18)

kreativitas individu untuk kemanfaatan manusia secara luas (Hanneke

Louise van Traa-Engelman, 1989: 191). Sebagai suatu hak ekslusif, HKI secara

hukum mendapat tempat yang sama dengan hak-hak milik lainnya.

Salah satu isu yang menarik dan saat ini tengah berkembang dalam

lingkup kajian HKI adalah perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual

yang dihasilkan oleh masyarakat asli atau masyarakat tradisional. Kekayaan

intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini mencakup

banyak hal mulai dari sistem pengetahuan tradisional ini mencakup banyak hal

mulai dari sistem pengetahuan tradisional (traditional knowledge), ekspresi

budaya tradisional (folklor) hingga apa yang dikenal sebagai indigenous

science and technology.

Traditional knowledge yang berupa budaya mengacu kepada sistem

pengetahuan, ciptaan-ciptaan, inovasi-inovasi, dan ekspresi budaya yang secara

umum telah disampaikan dari generasi ke generasi dan secara umum dianggap

berhubungan dengan orang-orang tertentu atau wilayahnya dan terus

berkembang sebagai akibat dari perubahan lingkungan. Kelompok traditional

knowledge dapat mencakup: pengetahuan pertanian; ilmu pengetahuan;

pengetahuan ekologi (lingkungan); pengetahuan pengobatan, termasuk

obat-obatan yang berkaitan dan pengobat-obatan; ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan keanekaragaman hayati, ekspresi budaya tradisional (ekspresi folklor)

dalam bentuk musik, tarian, nyanyian/lagu, kerajinan tangan, desain, cerita dan

karya seni; elemen-elemen bahasa seperti nama, indikasi geografis dan simbol;

dan barang-barang yang bernilai budaya.

Konsep perlindungan hukum HKI yang telah dikenal di negera-negara

maju lebih mengedepankan pada perlindungan HKI untuk karya cipta yang

diketahui individu penciptanya, sedangkan perlindungan HKI atas Pengetahuan

Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTEBT) merupakan hal yang

baru bagi bangsa Indonesia. Permasalahan muncul disebabkan berkembangnya

aspek hukum HKI dalam karya-karya budaya yang kepemilikannya yang

bersifat kolektif dan telah diwariskan secara turun-menurun serta tidak

(19)

negara maju yang telah mengenal dan menerapkan hukum HKI dan telah

disepakati pada Paris Convention for the Protection of Industrial Property

pada tahun 1883 dan Berne Convention for the Potection of Literary and

Artistic Works pada tahun 1886.

Tuntutan untuk adanya perlindungan bagi pengetahuan tradisional

muncul dengan ditandatanganinya Convention on Biological Diversity 1992

(CBD). Sejak saat itu berbagai pertemuan tingkat dunia, terutama dalam

kerangka World Intellectual Property Organisation (WIPO) terus

diselenggarakan untuk merumuskan sistem perlindungan yang tepat bagi

pengetahuan tradisional tersebut. Peluang untuk memberikan perlindungan

hukum (di tingkat internasional) terhadap PTEBT, menjadi semakin besar

karena sejumlah faktor, antara lain sebagai berikut (Basuki Antariksa, 2011: 1):

1. Pasal 2 paragraf viii Agreement Establishing the World Intellectual

Properaty Organization, antara lain menyebutkan bahwa yang dimaksud

sebagai “intellectual property” atau HKI termasuk di dalamnya yaitu:

“…and all other rights resulting from intellectual activity in the industrial,

scientific, literary or artistic fields”. Sebagian pihak berpendapat bahwa

frasa tersebut mengandung pengertian memberikan ruang kepada

jenis-jenis karya yang dihasilkan melalui kekuatan pemikiran di luar yang sudah

ada saat ini.

2. Pasal 8 paragraf j Convention on Biological Diversity 1992 mewajibkan

negara anggotanya untuk:

“…respect, preserve and maintain knowledge, innovations and practices of indigenous and local communities embodying traditional lifestyles relevant for the conservation and sustainable use of biological diversity and promote their wider application with the approval and involvement of the holders of such knowledge, innovations and practices and encourage the equitable sharing of the benefits arising from the utilization of such knowledge, innovations and practices

3. WIPO Report on Fact-finding Missions on Intellectual Property and

Traditional Knowledge (1998-1999). Di dalam laporan tersebut antara lain

(20)

berbagai negara berkaitan dengan kebutuhan perlindungan kepemilikan

atas PTEBT.

4. Pembentukan Intergovernmental Committee on Intellectual Property and

Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC GRTKF)

oleh WIPO yang telah melaksanakan sidangnya sebanyak 18 (delapan

belas) sesi sejak tahun 2001 hingga saat ini. IGC GRTKF adalah sebuah

forum perundingan untuk mencari kesepakatan mengenai pengaturan yang

paling tepat mengenai perlindungan PTEBT, termasuk sumber daya

genetik, pada tingkat internasional.

5. Like-Minded Countries (LMCs) meetings (2009-sekarang) yang diinisiasi

oleh Indonesia dan Afrika Selatan dengan tujuan mengupayakan

dibentuknya perlindungan hukum terhadap PTEBT, di negara-negara yang

memiliki pandangan sama terhadap isu ini. Sebagaimana diketahui, proses

perundingan dalam kerangka IGC GRTKF belum dapat berjalan “mulus”

karena pada umumnya negara maju belum dapat menyepakati

perlindungan terhadap PTEBT, sebagai bagian dari HKI.

Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi

pembentukan World Trade Organization (WTO) melalui Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1994. Konsekuensi Indonesia menjadi anggota WTO antara

lain, adalah melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan

perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO, termasuk yang

berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights (TRIPs). Persetujuan TRIPs memuat berbagai norma dan standar

perlindungan bagi karya-karya intelektual. Di samping itu, TRIPs juga

mengandung pelaksanaan penegakan hukum di bidang hak kekayaan

intelektual. Untuk lebih menyesuaikan ketentuan dalam TRIPs khususnya yang

berhubungan dengan hak cipta, maka Indonesia telah menerbitkan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang-Undang-Undang ini

diterbitkan untuk mengganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 yang

dianggap belum terlalu memenuhi norma dan standar TRIPs-WTO. Selain itu

(21)

Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan

Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World

Intellectual Property Organozation Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta

WIPO), melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 (Penjelasan Umum

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, alinea kedua).

Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri atas berbagai macam

suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, tentunya memiliki

kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan

intelektual masyarakat asli tradisional. Kekayaan budaya tersebut ternyata

menyimpan pula potensi ekonomi yang sangat besar sehingga dapat

mendukung proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Tidak

mengherankan bahwa nilai tersebut telah menyebabkan pihak asing berulang

kali memanfaatkan tanpa izin dan/ atau mengakui PTEBT di Indonesia sebagai

milik mereka. Dalam jangka panjang, tindakan-tindakan tersebut dapat

merugikan kepentingan nasional, karena semakin lama akan semakin banyak

PTEBT Indonesia yang diambil alih oleh bangsa lain, sedangkan dari segi

kepentingan nasional di Indonesia sendiri belum dapat dikalkulasi seberapa

besar potensi keuntungan ekonomi secara berkelanjutan yang dapat diperoleh

dari kekayaan intelektual warisan budaya bangsa tersebut. Pemerintah

Indonesia sesungguhnya telah mengakui pentingnya nilai kekayaan intelektual

yang ada dalam folklor Indonesia sejak pertama kali mereka mengundangkan

Undang-Undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982. Kemudian Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987

kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 dan

selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

(Susilo Halim, 2006: 3).

Upaya perlindungan atas PTEBT di Indonesia mendapat perhatian lebih

akhir-akhir ini setelah munculnya sengketa antara Indonesia dan Malaysia

tentang penggunaan beberapa folklor Indonesia yang diklaim kepemilikannya

oleh Malaysia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mulai berupaya

(22)

telah memulai proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) sui

generis untuk melindungi penggunaan kekayaan intelektual yang ada pada

PTEBT Indonesia. RUU tersebut, yang berjudul RUU Perlindungan dan

Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi

Budaya Tradisional (RUU PTEBT), dimasukkan dalam Program Legislasi

Nasional (Prolegnas) 2010-2014. RUU PTEBT memberikan definisi dari

Pengetahuan Tradisional sebagai karya intelektual di bidang pengetahuan dan

teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang

dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal

atau masyarakat adat. Sedang untuk istilah folklor, RUU PTEBT mengganti

istilah folklor dengan istilah Ekspresi Budaya Tradisional dengan definisi

sebagai berikut karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra

yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan,

dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau

masyarakat adat (Afifah Kusumadara, 2011: 22).

Kasus klaim Malaysia yang cukup ramai adalah klaim instrumen musik

tradisional Angklung pada tahun 2007. Dalam situs www.musicmall_asia.com

disebutkan bahwa Angklung berasal dari Malaysia tepatnya berada di kota

Johor. Musik Angklung merupakan pengiring kesenian Kuda Kepang. Klaim

Angklung sebagai budaya Malaysia juga dituangkan dalam situs

www.malaysiana.pnm.my. Disebutkan Angklung adalah salah satu warisan

budaya Malaysia. Di situs ini pengunjung dijelaskan tentang bahan dasar

Angklung, fungsi, dan cara bermainnya serta diperlihatkan pula foto-foto

Angklung. Malaysia memasukkan Angklung untuk mempromosikan

pariwisatanya bertema “Truly Asia”, sedangkan Indonesia justru melupakan

Angklung dalam promosi pariwisatanya bertema “Art and Culture of

Indonesia” (Umi Kalsum. http://www.vivanews.com/appaux/images/

favicon_v2.ico).

Di Malaysia, banyak sekolah dan perguruan tinggi menjadikan

permainan Angklung sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Sementara di Indonesia,

(23)

independen tanpa bantuan pemerintah dan diikuti hanya 10 peserta dari

berbagai tingkat pendidikan. Angklung diperkenalkan ke negara-negara

diberbagai belahan dunia dimasa lalu, tetapi menjadi bumerang dimasa kini

ketika masyarakat makin mengabaikan kekayaan budayanya (Admin AWI.

http://angklung-web-institute.com/ templates/JavaBean/css/template.css).

Sebagai bentuk perlindungan Angklung terhadap klaim Malaysia pada

tanggal 26 Agustus 2009, Saung Angklung Udjo melalui pemerintah Indonesia

mendaftarkan hak paten alat musik dan kesenian Angklung ke UNESCO

sebagai warisan budaya Indonesia. Angklung, instrumen musik tradisional

Indonesia yang terbuat dari bambu, dinominasikan ke dalam Daftar

Representatif Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO, pada Sidang ke-5

Komite-Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya yang

diselenggarakan di Kenya, Nairobi, Rabu, 17 November 2010. Dalam sidang

ini, sebanyak 47 warisan budaya tak benda dari 29 negara telah disertakan di

dalam daftar dimaksud. Daftar Representatif Warisan Budaya Tak Benda

adalah daftar yang dibuat oleh UNESCO untuk membantu menunjukkan

keragaman dan pentingnya warisan budaya. Kegiatan ini bertujuan untuk

melindungi dari pengakuan bangsa lain sekaligus sebagai bentuk perlindungan

hukumnya. Hingga saat ini, Angklung juga menjadi alat promosi budaya

dengan berbagai inovasi yang dilakukan dalam seni pertunjukan. Angklung

menjadi alat yang memiliki kekuatan diplomasi budaya dan alat komunikasi

non-verbal lintas sektoral yang sangat efektif (admin Kemlu,

http://www.kemlu.go.id/lima/Pages/Rss.aspx?N=Himbauan&l=id).

Perlindungan hak cipta di Malaysia berdasarkan Akta Hakcipta 1987

(Akta 332) (Copyright Act 1987) yang mulai diberlakukan pada tanggal 1

Desember 1987. Sebagai akibat keanggotaan Malaysia dalam Konvensi Berne,

Akta Hakcipta 1987diamandemen kembali pada tahun 1990 untuk memastikan

Akta tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Berne.

Selain amandemen, konvensi tersebut juga menghasilkan Peraturan Hakcipta

1990 yang berlaku pada tanggal 1 Oktober 1990. Sampai saat ini, Akta

(24)

tahun 2000. Pada dasarnya, amandemen pada tahun 1997, tahun 2000 dan

tahun 2002 memastikan bahwa hasil karya hak cipta dilindungi dalam

rangkaian elektronik.

Perlindungan hak cipta terdapat dalam Akta Hakcipta 1987 tanpa

melihat kualitas dan tujuan karya tersebut diciptakan. Walaupun pada awalnya,

undang-undang hak cipta memberi penekanan kepada perlindungan kepada

hasil karya sastra dan seni, Akta Hakcipta telah mengkategorikan pada enam

hasil karya hak cipta yang utama, yaitu:

1. Karya sastera; seperti yang dinyatakan dalam Seksyen 3 Akta Hak cipta 1987, karya satera termasuk:

a. Novel, cerita, buku, risalah, manuskrip, karya syair dan penulisan lain; b. Seni peran/ acting, drama, arahan pentas, skenario film, skrip siaran,

karya koreografi, dan pantomim;

c. Perjanjian, sejarah, biografi, karangan dan artikel; d. Ensiklopedia, kamus dan karya rujukan lain; e. Surat, laporan dan memorandum;

f. Ucapan, khutbah dan karya-karya lain yang sama sifatnya;

g. Jadual atau penyusunan, baik yang dinyatakan/ tidak dinyatakan dalam bentuk perkataan, angka atau simbol; dan, baik yang dinyatakan dalam bentuk kelihatan/ nyata

h. Program-program komputer. 2. Karya musik;

3. Karya seni; 4. Film;

5. Rekaman suara; 6. Siaran.

Kemudian Malaysia menetapkan Akta Warisan Kebangsaan 2005 (Akta

645) (National Heritage Culture Act 2005) yang Terinspirasi oleh

Rekomendasi UNESCO 1989 tentang Perlindungan Kebudayaan Tradisional

dan Cerita Rakyat, Konvensi 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya

Dunia dan Alam serta UNESCO Convention for the Safeguarding of Intangible

Cultural Heritage 2003. Tujuan Akta Warisan Kebangsaan 2005 adalah

perlindungan untuk pelestarian dan konservasi warisan nasional, warisan alam,

warisan budaya berwujud dan tidak berwujud, warisan budaya bawah air, harta

(25)

Sistem Pendaftaran karya cipta di Indonesia memang tidak wajib,

sedangkan di Malaysia tidak mengenal adanya sistem pendaftaran hak cipta,

karena perlindungan hukum atas karya cipta itu otomatis berlaku pada saat

pertama kali diumumkan kepada publik. Pendaftaran karya cipta diperlukan

sebagai bukti di pengadilan bila terjadi sengketa di kemudian hari. Bila

pencipta memiliki sertifikat pendaftaran karya cipta, pembuktian di pengadilan

akan lebih mudah. Mengingat hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic

rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk

mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak moral

adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat

dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak

terkait telah dialihkan (Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2002, alenia kelima). Namun yang menjadi permasalahan apabila karya cipta

berupa hasil seni dan budaya atau folklor berupa instrumen musik tradisional

(Angklung) dimana penciptanya tidak jelas atau tidak diketahui maka akan

sulit ketika dalam proses pembuktiannya. Terlebih pengaturan dalam sistem

hukum hak cipta belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan,

sehingga membutuhkan pengaturan secara khusus terhadap perlindungan

folklor seperti Akta Warisan Kebangsaan 2005.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menulis lebih

lanjut terkait pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik

tradisional dengan membandingkan Undang-Undang di Indonesia dengan

Malaysia yang mengatur tentang perlindungan instrumen musik tradisional

berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan Akta Hakcipta

1987 dan Akta Warisan Kebangsaan 2005. Oleh karena itu, penulis tertarik

untuk menyusun penulisan hukum yang berjudul: “STUDI KOMPARASI

PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN

MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN

(26)

B. Rumusan Masalah

Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara

lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka penting untuk

merumuskan masalah yang akan dibahas. Adapun rumusan masalahnya adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik

tradisional antara Indonesia dengan Malaysia?

2. Apakah kelebihan dan kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas

instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

a. Mengetahui pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik

tradisional antara Indonesia dengan Malaysia.

b. Mengetahui kelebihan dan kelemahan pengaturan perlindungan hak

cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan

Malaysia.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai

pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional

antara Indonesia dengan Malaysia.

b. Untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di

bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan

memberikan manfaat bagi para pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini,

yaitu baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

(27)

b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Perdata

tentang pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik

tradisional antara Indonesia dengan Malaysia.

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan

membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui

kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh.

b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung

dengan penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan

pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya. Kecuali hal tersebut, maka juga diadakan pemeriksaan yang

mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan

suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala

yang bersangkutan.

Penelitian hukum dilakukan dengan melakukan penelusuran bahan

hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum (legal decision

making) terhadap kasus-kasus hukum konkret. Pada sisi lainnya, penelitian

hukum juga merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan refeksi dan

penilaian terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah dibuat terhadap

kasus-kasus hukum yang pernah terjadi atau akan terjadi (Johny Ibrahim, 2006:

229).

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum

yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di

dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk

(28)

Mengingat penelitian hukum merupakan suatu kegiatan dalam rangka

know-how, isu hukum hanya diidentifikasikan oleh ahli hukum dan tidak mungkin

oleh ahli lain (Peter Mahmud Mazuki, 2005: 41).

Metodologi merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam suatu

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun metode yang penulis

pergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum

normatif. Metode penelitian normatif adalah suatu prosedur penelitian

ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum

dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg, dalam penelitian hukum

normatif dibangun berdasarkan disiplim ilmiah dan cara kerja ilmu hukum

normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Sebagai

konsekuensi pemilihan topik permasalahan hukum, maka tipe penelitian

yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang

difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma

dalam hukum positif (Johny Ibrahim, 2006: 295).

Metode Penelitian hukum normatif sendiri merupakan penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum pustaka atau

data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum tersebut kemudian

disusun secara sistematis, dikaji, dan kemudian ditarik kesimpulan dalam

hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu mengenai pengaturan

perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia

dengan Malaysia.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap ciri-ciri dari suatu

keadaan, perilaku pribadi dan perilaku kelompok serta menentukan

(29)

Menurut Soerjono Sukanto (2010: 10) penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dimaksud untuk memberikan data seteliti mungkin tentang

manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Penulisan hukum ini, khusus

akan menggambarkan dan menjelaskan komparasi pengaturan

perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia

dengan Malaysia.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa macam pendekatan,

dimana dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapat informasi dari

berbagai aspek mengenai permasalahan hukum yang sedang dicoba untuk

dicari pemecahannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam

penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan

pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Mazuki,

2005: 93).

Pada penelitian ini digunakan pendekatan komparatif (comparative

approach), pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan

undang-undang suatu negara dengan undang-undang-undang-undang dari satu atau lebih negara

lain mengenai hal yang sama (Peter Mahmud Mazuki, 2005: 95).

Penulisan hukum ini, akan membandingkan pengaturan perlindungan hak

cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia

berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan Akta

Hakcipta 1987 dan Akta Warisan Kebangsaan 2005.

4. Jenis dan Sumber Bahan Penelitian

Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada

dalam penelitian hukum adalah bahan hukum. Bahan hukum terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan berdasarkan hierarkinya. Bahan hukum sekunder

(30)

ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh (dehersende leer),

jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjan, kasus-kasus hukum, jurisprudensi, dan

hasil-hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti kasus hukum, encyclopedia, dan lain-lain (Johny Ibrahim, 2006:

296). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian yaitu:

a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2) Akta Hakcipta 1987 sebagaimana telah diubah beberapa kali

terakhir tahun 2002 dengan Akta Hakcipta 2002.

3) Akta Warisan Kebangsaan 2005 (National Heritage Culture Act

2005)

4) Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs).

5) World Intelectual Property OrganizationCopyrights Treaty.

6) UNESCO Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural

Heritage 2003

b. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini

berupa buku teks, jurnal, artikel, dokumen resmi, arsip, dan lain

sebagainya.

c. Bahan hukum tersier yang digunakan diantaranya media internet,

kamus, dan ensiklopedia.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada penulisan hukum ini, penulis menggunakan pengumpulan data

dengan teknik studi kepustakaan (collecting by library). Pengumpulan

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier

diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang

dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk

(31)

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum.

Metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap

bahan-bahan hukum yang dianalisis dapat menggunakan penalaran

deduksi, induksi dan abduksi. Metode ini menitikberatkan pada pada

logika, logika mengajarkan segala sesuatu yang diperlukan untuk

menghindari kesalahan dalam rangka mencapai kebenaran materi

pemikiran, penalaran deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari

hal yang bersifat umum ,menjadi kasus individual konkret yang dihadapi.

Penalaran induktif dengan merumuskan fakta, mencari hubungan sebab

akibat, serta mengembangkan penalaran berdasarkan kasus-kasus faktual

yang dihadapi yang menghasilkan temuan dan kesimpulan. Sedangkan

penalaran abduktif adalah penalaran hukum yang mengandung unsur

induksi dan deduksi secara bersama-sama (Johny Ibrahim, 2006: 249-251).

F.Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta

untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini,

maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang

terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian

yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi

penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini Penulis akan memberikan landasan teori atau

(32)

bahan hukum yang Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum

yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan

dengan permasalahan yang sedang Penulis teliti.

Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang perbandingan

hukum, tinjauan tentang HKI, tinjauan tentang hak cipta, tinjauan

tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2002 tentang Hak Cipta, tinjauan tentang Akta Hakcipta 1987

Malaysia, tinjauan tentang Akta Warisan Kebangsaan 2005

Malaysia, tinjauan tentang pengetahuan tradisional (traditional

knowledge), tinjauan tentang folklor (folklore), tinjauan tentang

instrumen musik tradisional, dan tinjauan tentang instrumen

musik tradisional Angklung.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini Penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan

berdasarkan rumusan masalah, yaitu: komparasi pengaturan

perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara

Indonesia dengan Malaysia, dan apa yang menjadi kelebihan dan

kekurangan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen

musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait dengan

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perbandingan Hukum

a. Istilah dan Defisinsi Perbandingan Hukum

Terdapat beberapa istilah asing mengenai perbandingan hukum,

yaitu antara lain: comparative law, comparative jurisprudence, foreign

law (Inggris), droit compare (Perancis), rechtvergelijking (Belanda),

rechtsvergleichung atau vergleichende rechlehre dalam istilah Jerman

(Barda Nawawi Arief, 2002: 3).

Ada pendapat yang menyatakan bahwa comparative law berbeda

dengan foreign law. Dikatakan bahwa comparative law mempelajari

berbagai sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya,

sedangkan foreign law mempelajari hukum asing dengan maksud

semata-mata untuk mengetahui sistem hukum asing itu sendiri dengan

tidak secara nyata bermaksud untuk membandingkannya dengan sistem

hukum lain (Barda Nawawi Arief, 2002: 3).

Berikut akan dipaparkan definisi perbandingan hukum dari

beberapa ahli hukum, diantaranya:

1) Winterton

Perbandingan hukum adalah suatu metode yang membandingkan

sistem-sistem hukum, dan perbandingan tersebut menghasilkan data

sistem hukum yang dibandingkan (Romli Atmasasmita, 2000: 7).

2) Lemaire

Perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang juga

mempergunakan metode perbandingan) berisikan kaidah-kaidah

hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-sebabnya, dan

dasar-dasar kemasyarakatannya (Romli Atmasasmita, 2000: 8).

(34)

Zweigert dan Kotz mendefinisikan bahwa: Comparative law is the

comparasion of the spirit and style of different legal system or of

comparable legal institutions or of the solution of comparable legal

problems in different system (Romli Atmasasmita, 2000: 9).

4) Soerjono Soekanto

Perbandingan hukum merupakan metode dan ilmu. baginya yang

penting ialah, bahwa dalam ilmu-ilmu hukum itu, bagaimana

penggunaan metode perbandingan secara tepat sebagai metode dan

penempatannya yang tepat dalam sasaran, demi perkembangan ilmu

kaidah dan ilmu pengertian dan bagaimana mengembangkan hukum

sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan.

5) Levy Ullman

Perbandingan hukum merupakan cabang dari ilmu hukum dimana

tujuannya yaitu untuk membentuk hubungan erat yang tersusun

secara sistematis antara lembaga-lembaga hukum dari berbagai

negara.

6) Sunaryati Hartono

Perbandingan hukum merupakan cara penyelidikan suatu metode

untuk membahas suatu persoalan hukum dalam bidang manapun

juga.

7) Rudolf B. Schlesinger

Perbandingan hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan

untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan

hukum tertentu. Perbandingan hukum bukanlah perangkat peraturan

dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang hukum, melainkan

merupakan teknik untuk menghadapi unsur hukum asing dari suatu

masalah hukum.

b. Perbandingan Hukum sebagai Metode dan Ilmu

Perbandingan hukum menunjukkan pembedaan antara

perbandingan hukum sebagai metode dan sebagai ilmu. Ketidakjelasan

(35)

luas, seperti yang dapat ditemui pada Black’s Law Dictionary yang

menyatakan bahwa ”comparative jurisprudence” adalah ”The study of

the principles of legal science by the comparison of various systems of

law” (Suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan

melakukan perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal)”

(Henry Campbell Black: 1968). Akan tetapi perumusan dari Black’s Law

Dictionary tersebut sebenarnya cenderung untuk mengklasifikasikan

perbandingan hukum sebagai metode, karena yang dimaksudkan dengan

comparative” adalah ”Proceeding by the method of comparison;

founded on comparison; estimated by comparison”.

Ilmu-ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan hubungan

antara gejala-gejala hukum dengan gejala sosial lainnya. Untuk mencapai

tujuannya, maka dipergunakan metode sosiologis, sejarah dan

perbandingan hukum (L. J. Van Apeldoorn: 1966) Penggunaan

metode-metode tersebut dimaksudkan untuk:

1) Metode sosiologis: untuk meneliti hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.

2) Metode sejarah: untuk meneliti tentang perkembangan hukum. 3) Metode perbandingan hukum: untuk membandingkan berbagai tertib

hukum dari macam-macam masyarakat.

Ketiga metode tersebut saling berkaitan, dan hanya dapat

dibedakan (tetapi tak dapat dipisah-pisahkan). Metode sosiologis,

misalnya, tidak dapat diterapkan tanpa metode sejarah, oleh karena

hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan

hasil dari suatu perkembangan dari zaman dahulu. Metode perbandingan

hukum juga tidak boleh diabaikan oleh karena hukum merupakan gejala

dunia. Metode sejarah juga memerlukan bantuan dari metode sosiologis,

oleh karena perlu diteliti faktor-faktor sosial yang mempengaruhi

perkembangan hukum. Metode perbandingan tidak akan membatasi diri

pada perbandingan yang bersifat deskriptif; juga diperlukan data tentang

berfungsinya atau efektivitas hukum, sehingga diperlukan metode

(36)

perkembangan dari hukum yang diperbandingkan. Dengan demikian

maka ketiga metode tersebut saling mengisi dalam mengembangkan

penelitian hukum (Soerjono Soekanto, 1989: 26).

c. Cabang-Cabang Perbandingan Hukum

Betapa pentingnya perbandingan hukum dan berkembangnya

pengkhususan ini, antara lain terbukti dari kenyataan bahwa kemudian

timbul sub-spesialisasi. Sub-spesialisasi tersebut adalah (Edonard

Lambert: 1957):

1) Descriptive comparative law.

2) Comparative history of law.

3) Comparative legislation atau comparative jurisprudence (proper).

Descriptive comparative law merupakan suatu studi yang

bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan tentang sistem hukum

berbagai masyarakat (atau bagian masyarakat). Cara menyajikan

perbandingan dapat didasarkan pada lembaga-lembaga hukum tertentu

(bidang tata hukum) ataupun kaedah-kaedah hukum tertentu yang

merupakan bagian dari lembaga tersebut. Yang sangat ditonjolkan adalah

analisis deskriptif yang didasarkan pada lembaga-lembaga hukum.

Comparative history of law berkaitan erat dengan sejarah,

sosiologi hukum, antropologi hukum dan filsafat hukum dan untuk

Comparative legislation atau comparative jurisprudence (proper)

bertitik tolak pada (Edouard Lambert: 1957): ”... the effort to define the

common trunk on which present national doctrines of law are destined to

graft themselves as a result both of the development of the study of law as

a social science and of the awakening of an international legal

consciousness.”

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam perbandingan hukum

dapat berupa bahan yang langsung didapat dari masyarakat (data primer),

maupun bahan kepustakaan (data sekunder). Bahan-bahan kepustakaan

tersebut dapat berupa bahan hukum primer, sekunder ataupun tertier (dari

(37)

mencakup peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang

dikodifikasikan (misalnya hukum adat) yurisprudensi, traktat, dan

seterusnya. Bahan-bahan hukum sekunder, antara lain peraturan

perundang-undangan (untuk ”comparative history of law”), hasil karya

para sarjana, hasil penelitian, dan seterusnya. Bahan-bahan hukum tersier

dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mencari dan menjelaskan bahan

primer dan sekunder (Soerjono Soekanto, 1989: 54).

2. Tinjauan tentang Hak Kekayaan Intelektual

a. Perlindungan Hukum Internasional terhadap Hak Kekayaan Intelektual

Berkembangnya perdagangan internasional dan adanya gerakan

perdagangan bebas mengakibatkan makin terasa kebutuhan terhadap HKI

yang sifatnya tidak lagi timbal balik tetapi sudah bersifat antar negara

secara global. Pada akhir abad ke-19, perkembangan pengaturan HKI

mulai melewati batas-batas negara. Tonggak sejarahnya diawali dengan

dibentuknya Paris Convention for The Protection of Industrial Property

(Konvensi Paris) yang merupakan suatu perjanjian internasional

mengenai perlindungan terhadap hak kekayaan perindustrian yang

diadakan pada tanggal 20 Maret 1883 di Paris. Tidak lama kemudian

pada tahun 1886, dibentuk pula sebuah konvensi untuk perlindungan di

bidang hak cipta yang dikenal dengan International Convention for the

Protection of Literary and Artistic Works (Berne Convention) yang

ditandatangani di Berne (Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah,

1993: 12). Untuk mengelola kedua konvensi itu, maka melalui

Konferensi Stockholm pada tahun 1967 telah diterima suatu konvensi

khusus pembentukan organisasi dunia untuk hak kekayaan intelektual

(Convention Establishing the World Intellectual Property Organization/

WIPO) dan Indonesia menjadi anggotanya bersamaan dengan ratifikasi

Konvensi Paris. Sementara itu, General Agreement on Tariff and Trade

(GATT) dibentuk pada tahun 1947. Pada awalnya GATT diciptakan

(38)

dan mempunyai misi untuk mengurangi hambatan yang berupa bea

masuk (tariff barrier) maupun hambatan lainnya (non-tariff barrier).

Setelah sistem ini berjalan selama 40 tahun, maka dilebur dalam Naskah

Akhir Putaran Uruguay, yang ditandai dengan hadirnya organisasi

internasional yang mempunyai wewenang substantif dan cukup

komprehensif yaitu World Trade Organization (WTO). WTO yang akan

mengelola seluruh persetujuan dalam Putaran Uruguay bahkan

Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) 1947 serta

hasil-hasil putaran setelah itu. WTO akan mempermudah

pengimplementasian dan pelaksanaan seluruh persetujuan dan instrumen

hukum yang dirundingkan dalam Putaran Uruguay.

Atas desakan Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya,

topik perlindungan HKI di negara-negara berkembang muncul sebagai

suatu isu baru dalam sistem perdagangan internasional. HKI sebagai isu

baru muncul di bawah Agreement on Trade Related Aspects of

Intellectual Property Right (TRIPs) atau Aspek Perdagangan Hak

Kekayaan Intelektual (HKI). Perjanjian tersebut merupakan sesuatu yang

komplek, komprehensif, dan ekstensif. TRIPs bertujuan untuk

melindungi dan menegakkan hukum HKI guna mendorong timbulnya

inovasi, pengalihan serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat

bersama pembuat dan pemakaian pengetahuan teknologi, dengan cara

yang menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan

antara hak dan kewajiban. Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan

hambatan dalam perdagangan internasional dengan mengingat kebutuhan

untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap

HKI, serta untuk menjamin agar tindakan dan prosedur untuk

menegakkan HKI tidak kemudian menjadi penghalang hal perdagangan

yang sah.

Kesepakatan TRIPs merupakan dampak dari kondisi perdagangan

dan ekonomi internasional yang dirasa semakin mengglobal sehingga

(39)

batas-batas negara. Berkaitan dengan kebutuhan setiap negara untuk

melindungi HKI-nya maka kehadiran TRIPs akan menjadi satu acuan

dalam pembentukan undang-undang nasional di bidang HKI bagi setiap

negara termasuk Indonesia. Persetujuan TRIPs ditujukan untuk

mendorong terciptanya iklim perdagangan dan investasi yang lebih

kondusif dengan (Eddy Damian, 2002: 36-37):

1) Menetapkan standar minimum perlindungan HKI dalam sistem hukum nasional negara-negara anggota WTO.

2) Menetapkan standar bagi administrasi dan penegakan HKI. 3) Menciptakan suatu mekanisme yang transparan.

4) Menciptakan sistem penyelesaian sengketa yang efektif dan dapat diprediksi untuk menyelesaikan sengketa HKI di antara para anggota WTO.

5) Memungkinkan adanya mekanisme yang memastikan bahwa sistem HKI nasional mendukung tujuan-tujuan kebijakan publik yang telah diterima luas.

6) Menyediakan mekanisme untuk menghadapi penyalahgunaan sistem HKI.

b. Definisi Hak Kekayaan Intelektual

Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan

terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur

pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO

(Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian

Intellectual Property Right (IPR) adalah yang mengatur segala

karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia. Dengan

demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang

timbul dari kemampuan intelektual, yang mempunyai hubungan dengan

hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).

Hak kekayaan disini menyangkut pengertian “pemilikan”

(ownership) yang menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya

selalu terkait dengan “pemilik” (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki

(something owned). Secara luas konsep “kepemilikan” dan “kekayaan”

apabila dikaitkan dengan “hak”, maka ditinjau dari segi hukum, dikenal

(40)

kebendaan. Pada dasarnya hak kebendaan meliputi juga hak kepemilikan

karena kepemilikan senantiasa berhubungan dengan benda tertentu baik

secara materiil maupun immaterial. Pada bidang milik intelektual terdiri

dari hak milik perindustrian (industrial right) yang khusus berkenaan

dengan bidang industri, serta hak cipta yangk meliputi bidang ilmu

pengetahuan, seni dan kesusastraan.

Menurut W.R. Cornish (2007: 106) “hak milik intelektual

melindungi pemakaian ide dan informasi yang mempunyai nilai

komersiil atau nilai ekonomi”. Pemilikannya tidak berupa hasil

kemampuan intelektual manusianya yang baru berupa idea tertentu. Hak

milik intelektual ini baru ada, bila kemampuan intelektual manusia itu

telah membentuk sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaca, maupun

digunakan secara praktis.

Hak milik intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil

kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang

diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang

memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia,

juga mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya

intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun

seni dan sastra.

Hak kekayaan intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan

oleh negara kepada seseorang atau sekelompok orang atau entitas untuk

memegang monopoli dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat

dari karya intelektual yang mengandung HKI tersebut. HKI terdiri dari

jenis-jenis perlindungan atau rezim yang berbeda, tergantung pada objek

(bentuk karya intelektual) yang dilindungi (Emmy Yuhassarie, 2004: 6).

Sebagai suatu hak milik yang timbul dari karya, karsa, cipta

manusia atau dapat pula disebut sebagai hak atas kekayaan intelektualitas

manusia. Hasil kreasi tersebut, dalam masyarakat beradab diakui bahwa

Gambar

Tabel 2: Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta
Tabel 1: Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional
Tabel 2: Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas

Referensi

Dokumen terkait

This study analyses the underestimation of tree and shrub heights for different airborne laser scanner systems and point cloud distribution within the

Didalam program tersebut mengacu pada kode barang, yang apabila user salah memasukkan kode tersebut otomatis barang yang akan diinput tidak dapat tampil. Jadi para user

Hasil analisis menunjukan pengembangan sistem yang digunakan dari perancangan aplikasi ini adalah agar dapat mempermudah pengguna dalam melakukan pengolahan data,

Metode diskusi ialah proses tukar pendapat antara guru dengan murid atau murid dengan murid yang bertemu saat proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) untuk mencari sebuah

merasakan ide- ide baru”.. Beberapa uraian teori berkaitan dengan refleksi yang ada pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, penulis dapat mengambil sebuah

Keindahan alam yang eksotis, masih alami dan belum banyak dijamah orang, sehingga dibuatlah media yang mempromosikan pulau ini dalam bentuk video

Penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis 2 dan 3 yang menyatakan bahwa pelatihan dan motivasi memperkuat pengaruh pendidikan pada kinerja bendahara SKPD.

Pada kelas kontrol pembelajaran menggunakan cara konvensional, sedangkan pada kelas eksperimen menggunakan model kooperatif tipe team assisted individualization (TAI)