• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Pada awalnya perusahaan Goodyear didirikan di Amerika Serikat dengan nama The Goodyear Tire And Rubber Co. Limited. Lambang yang digunakan oleh perusahaan adalah sepatu bersayap (Wing Foot) dari dewa merkurius (mitos yunani kuno), yang berarti dewa pembawa berita. Lambang ini digunakan karena memiliki arti kecepatan dan pengangkutan, sesuai dengan kegiatan perusahaan.

Gambar 3. Logo PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Sumber : Departemen EHS, PT. Goodyear Indonesia, Tbk.

Di Indonesia, PT.Goodyear Indonesia, Tbk. mulai dibuka pada tahun 1916 di atas perkebunan karet seluas 20.000 hektar yang terletak di Sumatra Utara dengan nama “Dolok Marangir Estate”. Pada tanggal 26 Januari 1917 dibuka sebuah cabang penjualan ban di Surabaya yang diberi nama N.V. The Goodyear

Tire and Rubber Company Limited. Pada tahun 1927 dibuka perkebunan yang

kedua seluas 10.000 hektar dan diberi nama “Wingfoot Estate”, perkebunan ini merupakan perkebunan termodern saat itu yang juga berlokasi di Sumatera Utara.

Perluasan usaha dilakukan pada tahun 1935, dengan didirikannya perusahaan ban Goodyear di Bogor-Jawa Barat, pada bulan Mei. Luas pabrik yang dibangun ini adalah 72.000 m2 yang beralamat di Jalan Pemuda No. 27 dengan jumlah karyawannya 846 orang. Produksi ban pertahun hingga tahun 2009 adalah 2,9 juta ban, dengan kategori ban yang diproduksi adalah Passenger Radial, High

Performance, Ultra Light, Light Truck, Medium Commercial Truck, dan Farm

(2)

Perusahaan memproduksi ban pertama kali yaitu pada tahun 1935 berjumlah 600 ban setiap hari. Dengan kemajuan teknologi dan sistem komputerisasi, kini perusahaan mampu memproduksi mencapai 8.500 buah ban setiap harinya.

B. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PT. GOODYEAR INDONESIA

PT. Goodyear Indonesia, Tbk. merupakan salah satu industri yang tergolong dalam kategori industri kimia dasar. Kegiatan produksi di perusahaan banyak menggunakan bahan-bahan kimia dasar yang sangat mungkin melekat pada tubuh pekerja, selain itu digunakan pula bahan-bahan yang mudah terbakar seperti texine, bensin, isol, dan lain-lain. Unit laboratorium perusahaan juga masih sering menggunakan bahan-bahan yang termasuk dalam bahan beracun dan berbahaya (B3) yang digunakan untuk menguji mutu dari bahan baku serta untuk proses vulkanisasi.

Didalam proses produksi, yaitu pada saat pencetakan ban di dalam cetakan (mold), proses pemanasan menggunakan dua sistem pemanasan platen yang menggunakan temperatur panas ± 185 o C dan pemanasan dome bertekanan dengan temperatur sistem ± 170 o C. Kegiatan angkut barang dan kegiatan produksi di perusahaan masih menggunakan sarana forklift. Dari beberapa hal di atas, dapat disimpulkan bahwa produksi di Perusahaan mengandung bahaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perusahaan membentuk Departemen Environment,

Safety and Health (EHS) yang menjalankan dan mengembangkan Sistem

Manajemen K3 (SMK3). Dalam menjalankan dan menerapkan SMK3 yang baik dan efektif, departemen EHS mempunyai visi dan misi sebagai berikut :

1. Visi

a. Terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja yang handal dan professional.

b. Terwujudnya produktivitas kerja bagi karyawan dan perusahaan. c. Peningkatan kesejahteraan kerja.

(3)

2. Misi

a. Meningkatkan tenaga kerja keselamatan dan kesehatan kerja yang handal dan professional.

b. Membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam masyarakat khususnya masyarakat perusahaan.

c. Mensosialisasikan program-program keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja.

d. Mendorong terciptanya nihil accident dan penyakit akibat kerja di tempat kerja.

Target utama dari seluruh penerapan Sistem Manajemen K3 di PT. Goodyear Indonesia Tbk adalah „No One Get Hurt’, atau apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah „Tidak Boleh Ada yang Celaka”. Slogan ini dibangun oleh empat faktor yaitu : Leadership, Behavior, Compliance, dan Ergonomis sesuai dengan logo departemen EHS pada Gambar 4 dibawah ini. Keempat faktor ini akan dapat mencapai tujuan jika dapat dijalankan oleh semua pihak yang terkait dengan baik dan berkelanjutan.

Gambar 4. Logo Departemen EHS PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Sumber : Departemen EHS, PT. Goodyear Indonesia, Tbk.

(4)

Tingkat kecelakaan di PT Goodyear Indonesia, Tbk. dikategorikan atas lima tingkatan, yaitu :

1. Fatallity merupakan jenis kecelakaan yang paling fatal yang dapat merenggut

nyawa pekerja

2. Lose time accident merupakan jenis kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya

waktu kerja karena pekerja harus mendapatkan perawatan yang lebih intensif di rumah sakit seperti Opname.

3. Medical treatment merupakan jenis kecelakaan dimana pekerja hanya

mendapatkan pengobatan kemudian kembali bekerja lagi.

4. Minor accident merupakan jenis kecelakaan ringan.

5. Near miss accident merupakan kejadian hampir celaka.

Sampai saat ini kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan termasuk dalam tingkatan near miss accident, minor accident dan medical treatment seperti jari tangan tersayat. Perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan SMK3 dengan berbagai cara, seperti :

1. Membuat aturan baku tentang Environment, Health, and Safety. 2. Mengadakan pelatihan terhadap pekerja atau kontraktor baru.

3. Konsisten dalam mengadakan TDMS (Totally Daily Management System). TDMS ini merupakan briefing yang dilakukan setiap akan memulai pekerjaan oleh setiap grup kerja dan membahas mengenai safety, productivity, quality, dan disiplin dalam bekerja. Biasanya disebut juga dengan Safety Talk.

4. Membuat Safety and Environment Messages

Safety and Environment Messages ini merupakan pesan harian yang memberi

informasi bahaya-bahaya kerja dan berita kecelakaan kerja yang terjadi baik di perusahaan sendiri maupun dari luar, serta Key Point untuk menghindari bahaya tersebut. Pada Safety Messages juga dicantumkan perhitungan NLTA

(No Lose Time Accident). Messages ini ditempelkan pada setiap departemen

dan lokasi-lokasi strategis seperti kantin, papan informasi, toilet, dan mushola. Hal ini bertujuan agar setiap pekerja dapat berhati-hati dalam bekerja dan selalu mengingat SOP (Standard Operation Procedure) yang diberlakukan. 5. Melakukan audit di semua lingkungan kerja setiap hari, melakukan pengecekan

(5)

cek lokasi dan peralatan untuk pengelasan, cek dan mengisi tangki air untuk pemadam kebakaran, dan lain-lain.

6. Permit System (ijin dalam melakukan tugas)

Merupakan sistem perijinan yang bertujuan agar sebelum pekerja melakukan suatu pekerjaan, terlebih dahulu atasannya melakukan pemeriksaan di daerah yang akan dikerjakan, apakah berbahaya atau tidak. Perijinan ini berlaku untuk pekerjaan seperti Hot work (menggerinda, mengelas, dan lain-lain), ijin bekerja di atas ketinggian, dan ijin masuk daerah terlarang.

7. Penerapan sistem LO/TO (Lock Out /Tag Out)

Lock Out/Tag Out atau standar prosedur penguncian adalah suatu sistem

pengaman yang diterapkan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau cidera terhadap pekerja sebagai akibat dari bekerjanya mesin atau peralatan secara tiba-tiba atau mendadak dan tak terduga saat pekerja tersebut menjalankan tugas merawat atau memperbaiki mesin dan peralatan. Perusahaan menyediakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menjalankan program LO/TO, yaitu berupa gembok dan tag yang berisikan identitas pekerja yang melakukan LO/TO.

8. Job Safety Analysis (JSA)

JSA merupakan sistem keselamatan bagi pekerja yang memberikan pengertian atau penjelasan akan kemungkinan bahaya kecelakaan dari cara kerja, mesin, dan lingkungan kerja yang mungkin membahayakan pekerja.

Langkah-langkah pembuatan JSA yaitu : a. Menentukan pekerjaan.

b. Membagi pekerjaan tersebut secara bertahap. c. Mengidentifikasi bahaya pada setiap langkah kerja. d. Mengevaluasi risiko pada setiap langkah kerja.

e. Menentukan tindakan pengaman yang tepat pada setiap langkah sampai pada batas yang dapat diterima.

Penggunaan JSA ini terbatas pada tugas-tugas produksi, pekerjaan yang bersifat repetitif (berulang-ulang) dan pekerjaan pemeliharaan.

(6)

STOP (Safety Through Observatoin Process) merupakan pelaksanaan sistem keselamatan melalui proses observasi atau penelitian. Langkah-langkah pelaksanaan sistem STOP Card adalah sebagai berikut :

a. Tentukan (decide). b. Berhenti (stop). c. Amati (observe). d. Berbuat (act). e. Laporkan (report).

Penelitian atau observasi dilakukan dengan mengamati hal-hal sebagai berikut: a. Reaksi pekerja.

b. Alat pelindung diri (APD): pemakaian alat pelindung diri seperti kacamata, masker, sarung tangan, dan lain-lain.

c. Posisi pekerja yang dapat menimbulkan cidera (dapat terpukul, terbentur, terjepit, jatuh, tersengat arus listrik, dan lain-lain).

d. Alat dan peralatan yang digunakan. e. Aturan dan sistem yang ada.

Sasaran dari program ini adalah mengurangi cidera dan jika dimungkinkan dihilangkan. Namun saat ini STOP Card ini hampir tidak digunakan lagi karena dianggap kurang efektif. Sistem STOP Card digantikan dengan sistem pemberitahuan secara lisan kepada yang bertanggung jawab menangani hal tersebut dalam hal ini departemen EHS.

10. Material Safety Data Sheet ( MSDS )

MSDS merupakan data lembaran yang berisikan potensi bahaya bahan-bahan kimia berbahaya dan ditempelkan ditempat-tempat kerja yang menggunakan bahan kimia yang dimaksud pada MSDS. Tidak hanya berisikan bahaya bahan kimia tersebut terhadap pekerja dan lingkungan, juga berisikan bagaimana sikap dan tindakan pekerja jika terkena bahan kimia berbahaya tersebut.

Evaluasi sistem K3 di PT. Goodyear Indonesia, Tbk. dilakukan melalui proses audit K3. Audit K3 dapat diartikan sebagai sustu sistem pengujian terhadap kegiatan yang dilakukan secara kritis atau sistematis, untuk menemukan kelemahan unsur sistem (manusia, sarana, lingkungan kerja, dan perangkat lunak) sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan (Syamsudin,2004). Audit

(7)

merupakan hal penting yang dapat digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana SMK3 pada suatu perusahaan dapat dilaksanakan.

Pelaksanaan audit di PT. Goodyear Indonesia, Tbk. dilakukan baik oleh pihak luar (eksternal) maupun dari dalam perusahaan sendiri (internal). Audit eksternal dilakukan oleh SUCOFINDO, DEPNAKER-DEPKES-BAPEDAL, FM GLOBAL (untuk Fire dan safety) serta LRQA. Untuk pelaksanaan audit eksternal dilakukan setiap satu tahun sekali.

Audit internal dilakukan setiap satu bulan sekali oleh departemen EHS. Departemen EHS akan memeriksa apakah pelaksanaan SMK3 sudah sesuai dengan prosedur atau belum. Audit dilakukan dengan mengisi dokumen global

and safety yang telah tersedia. Audit internal juga dilakukan oleh Goodyear

Cooperate Safety and Environmental (Regional Asia team), dan dilakukan setiap

dua tahun sekali.

C. KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)

Hasil pengkajian SMK3 di bagian produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. yang menggunakan dokumen global health and safety document (terdapat pada Lampiran 2) menunjukkan bahwa skor audit (dalam persen) pada setiap faktor adalah kepemimpinan (leadership) 100%, ergonomi (ergonomics) 100%, perilaku

(behaviors) 100%, inspeksi fisik (physical inspection) 88,9%, kontrol energi

berbahaya (control of hazardous energy) 100%, dan kesehatan industri

(indiustrial Health) 95%. Hasil skor audit pada penelitian ini menunjukkan

peningkatan dari hasil audit perusahaan pada periode sebelumnyayang dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2010, yaitu kepemimpinan (leadership) 84.6%, ergonomi (ergonomics) 76.9%, perilaku (behaviors) 88%, inspeksi fisik

(physical inspection) 74.1%, kontrol energi berbahaya (control of hazardous

energy) 85.7%, dan kesehatan industri (indiustrial Health) 95%. Meskipun

mengalami peningkatan kinerja SMK3, namun masih terdapat skor audit yang berada dibawah standar baik persentase skor audit yang ditetapkan perusahaan yaitu diatas 90% setiap faktornya. Faktor inspeksi fisik masih menunjukkan skor audit dibawah 90% yaitu 88.9% yang merupakan standar skor audit yang baik. Skor audit keseluruhan dari penelitian ini adalah 95.5 %, sehingga manajemen

(8)

keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dan sedang diterapkan oleh perusahaan adalah baik. Kategori baik yang dimaksud dalam penelitian ini melihat dari ketetapan pemerintah Republik Indonesia dalam memberikan sertifikasi tingkat pencapaian kinerja SMK3 pada perusahaan sesuai dengan PERMENKER/05/1996 yang berisikan tiga kategori SMK3 perusahaan.

Tiga kategori penghargaan pencapaian kinerja SMK3, yaitu : 1. Kriteria Emas:

Untuk tingkat pencapaian keberhasilan penerapan SMK3 85-100% dari kriteria audit yang digunakan.

2. Kriteria Perak:

Untuk tingkat pencapaian keberhasilan penerapan SMK3 60-84% dari kriteria audit yang digunakan.

3. Tindakan Pembinaan:

Untuk tingkat pencapaian kebrhasilan penerapan SMK3 0-59% dari kriteria audit yang digunakan.

Mengacu pada peraturan diatas, maka hasil dari audit SMK3 pada perusahaan di penilitian ini termasuk kriteria emas dan tergolong penerapan SMK3 yang sudah baik.

Jika membandingkan hasil audit sebelumnya dengan hasil audit pada penelitian ini, maka kekurangan yang pada penerapan SMK3 di perusahaan saat audit sebelumnya dan audit pada penelitian iniakan dibahas pada setiap faktor audit dibawah ini.

1. Kepemimpinan (leadership)

Menurut Soekarno (2010), leadership atau kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di industri, pemimpin dalam industri tersebut harus memiliki komitmen dan kebijakan dalam menerapkan K3 pada industrinya. Hal ini berkaitan dengan lima prinsip dasar dari penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dengan PERMENKER 05/MEN/1996, yaitu penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, penerapan K3, pengukuran,

(9)

pemantauan, dan evaluasi kinerja K3, dan peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan. Adanya komitmen dan kebijakan dari pemimpin perusahaan merupakan prinsip utama dalam penerapan K3 di industri. Komitmen perusahaan dalam menerapkan program K3 dapat ditunjukkan dengan :

- Membentuk organisasi (departemen) khusus mengurus masalah K3.

- Menetapkan karyawan yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang yang jelas dalam penanganan K3.

- Menyediakan anggaran, sarana, dan tenaga kerja yang diperlukan dalam bidang K3.

- Perencanaa SMK3 yang terkoordinasi.

- Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.

Kebijakan yang diambil oleh pemimpin perusahaan ditetapkan oleh pemimpin perusahaan dengan persetujuan beberapa pihak lain yang terkait. Contoh dari kebijakan perusahaan adalah dengan menetapkan safety and health

policy merupakan peraturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang

wajib dipatuhi semua karyawan perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan perusahaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

- Tertulis (berupa dokumen) dan memiliki tanggal pengesahan serta tanggal berlakunya dokumen.

- Ditandatangani oleh pemimpin yang terkait dalam perusahaan. - Memuat pernyataan komitmen dan tujuan K3 perusahaan.

- Bersifat dinamik dan harus dilakukan peninjauan ulang secara berkala agar selalu efektif.

Pengkajian kepemimpinan dalam penerapan SMK3 pada Perusahaan dengan menggunakan dokumen global, health, and safety audit menunjukkan hasil skor audit 100%. Hasil skor pengkajian kepemimpinanpada penelitian ini menunjukkan kemajuan dari penelitian sebelumnya yang dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2010 dengan skor audit 84.6 %. Pengkajian kepemimpinan terdiri dari 13 pertanyaan, apabila semua pertanyaan memenuhi syarat minimum yang ada pada dokumen tersebut maka nilai skor audit akhir faktor tesebut adalah 100%. Pada audit sebelumnya, ada dua pertanyaan yang tidak

(10)

dapat dipenuhi oleh perusahaan yaitu pencapaian target pelatihan dalam 12 bulan terakhir dan pengawasan terhadap pekerja kontraktor.

Pada audit sebelumnya, pencapaian target pelatihan terhadap karyawan perusahaan dalam 12 terakhir tidak mencapai target. Target materi pelatihan yang direncanakan Perusahaan disesuaikan dengan plant safety orientation

program yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada lampiran tersebut, dapat

dilihat bahwa Perusahaan memiliki 23 program yang harus dijalankan dalam satu tahun atau 12 bulan. Sebelum dapat menjalankan program dengan baik, maka karyawan harus terlebih dahulu diberikan pelatihan mengenai materi program tersebut dalam pelatihan keselamatan. Dari 12 bulan terakhir saat audit pada tanggal 16 Februari 2010, auditor menggunakan rekapan pelatihan tahun 2009 yang terlampir pada Lampiran 2. Dari rekapan pelatihan tahun 2009, Goodyear Indonesia banyak tidak melakukan pelatihan sesuai dengan materi yang harus disampaikan, seperti housekeeping, MSDS, electrical safety,

safety machine, hazardous material handling, MSR, mill safety, dan ISO

14001. Maka auditor tidak memberikan nilai 100 pada pertanyaan ini. Tetapi bila dibandingkan dengan rekapan pelatihan tahun 2010 dalam empat bulan terakhir, pelatihan yang dilakukan oleh Perusahaan mengalami peningkatan dari pelatihan sebelumnya. Rekapan pelatihan tahun 2010 dalam empat bulan terakhir dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari lampiran ini dapat kita bandingkan ada beberapa materi yang tidak dilaksanakan pelatihan pada tahun 2009 dilakukan pada tahun 2010. Pelatihan tersebut seperti pelatihan housekeeping,

electrical safety, MSDS, dan mill safety. Karena mengalami kemajuan pada

audit sebelumnya, maka audit pada penelitian ini memberikan nilai 100 pada pertanyaan ini.

Pertanyaan lain yang tidak dapat dipenuhi oleh Perusahaan saat audit tanggal 16 Februari 2010 adalah mengenai pengawasan terhadap pekerja kontraktor. Perusahaan sangat berkomitmen memberikan pelatihan pada pekerja kontraktor sebelum pekerja bekerja di area kerja yang telah ditetapkan. Karena Perusahaan sangat mementingkan keselamatan para pekerjanya, sehingga tidak ada satu pekerja yang celaka. Namun, kurangnya pengawasan terhadap pekerja kontraktor membuat auditor tidak memberikan nilai 100 pada

(11)

pertanyaan ini saat audit sebelumnya. Pelatihan terhadap kontraktor selalu dilakukan oleh Goodyear baik pada tahun 2010 maupun 2009. Namun, kekurangan Goodyear adalah tidak menyeleksi secara lebih teliti perusahaan yang akan bekerjasama menjadi tenaga kontrak. Sehingga saat terjadi kecelakaan kerja menimpa pekerja kontrak, Perusahaan tidak dapat memastikan apakah biaya pengobatan diganti oleh perusahaan mereka dan juga tidak memasukkan kecelakaan pekerja kontraktor ke dalam kecelakaan OSHA. Namun saat audit dilakukan pada penelitian ini, perusahaan Goodyear di seluruh dunia sudah memasukkan pekerja kontraktor yang celaka dalam catatan kecelakaan OSHA. Oleh karena itu, auditor pada penelitian ini memberikan nilai 100 pada pertanyaan ini.

Melihat hasil audit, dapat dikatakan kepemimpinan pada Perusahaan sudah baik. Selain memenuhi semua kriteria pada audit, salah satu keunggulan perusahaan ini adalah memiliki departemen khusus yang mengurus semua hal yang berhubungan dengan K3, yaitu Departemen environment, health, and

safety (EHS). Departemen ini terdiri dari satu manajer dan satu auditor plan.

Departemen EHS mempunyai visi dan misi yang merupakan tujan dan sasaran dari Perusahaan dalam program K3 yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

PT. Goodyear Indonesia, Tbk. menempatkan karyawan yang sangat berpengalaman untuk mengatur program K3 pada perusahaannya. Manajer EHS merupakan karyawan yang telah bekerja selama kurang lebih lima tahun dan sebelumnya pernah menjabat manajer BTC pada perusahaan ini. Adapun

auditor plan perusahaan telah bekerja di Perusahaan selama kurang lebih 50

tahun. Auditor plan departemen EHS merupakan karyawan terbaik dalam bidang K3, karena telah memiliki sertifikasi dari OSHA USA. Pada dasarnya Perusahaan memiliki strategi pengembangan sumberdaya manusia yang baik, karena memberi kesempatan pada karyawan muda untuk berkembang dan menjadi manajer di beberapa departemen yang ada. Namun dalam departemen tersebut masih terdapat karyawan yang berpengalaman baik dalam bidangnya maupun masa kerjanya, sehingga karyawan baru dan muda dapat belajar dari karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang lebih lama.

(12)

Manajer dan auditor plan dalam departemen EHS sangat berperan dalam kesuksesan program K3 di perusahaan ini. Manajer dan auditor plan harus siap kapan saja saat diperlukan perusahaan, misalnya saat terjadi kecelakaan kerja atau kejadian darurat lainnya. Maka PT. Goodyear Indonesia memiliki kebijakan bahwa auditor plan dan manajer EHS tidak boleh cuti dalam waktu yang bersamaan. Auditor plan dan manajer EHS juga dibantu oleh manajer setiap business team (BC) dalam menangani masalah K3 yang ada di perusahaan. Secara rutin, manajer dan auditor plan EHS melakukan pertemuan dengan manajer BC yang ada. Pertemuan yang dilakukan oleh setiap bussinees team dalam perusahaan dilakukan setiap hari secara rutin. Pada pertemuan tersebut ada lima hal penting yang wajib dibahas, yaitu safety,

production, quality, waste, dan improvement. Pertemuan yang dilakukan

bertujuan untuk mengevaluasi setiap actions plan yang telah ditetapkan dalam pertemuan sebelumnya, apakah sudah berjalan dengan efektif atau tidak. Keefektifan dari actions plan tersebut dapat dilihat dari apakah penyelesaian target tersebut sesuai dengan tanggal penyelesaian yang diharapkan, serta apakah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kemudian, actions plan dari hasil pertemuan yang baru akan diberitahukan kepada karyawan yang lain melalui mading atau papan-papan posting pada masing-masing BC.

Karyawan setiap divisi juga melaksanakan pertemuan khusus membahas keselamatan kerja. Pertemuan ini dinamakan safety talk, yaitu pertemuan yang dilakukan setiap harinya selama lima menit sebelum kerja dimulai, saat pergantian shift kerja. Hal ini dimaksudkan agar karyawan yang akan selesai bekerja dapat memberikan informasi-informasi yang penting mengenai keadaan lingkungan kerja terutama mesin yang akan dioperasikan, maka kecelakaan kerja yang terjadi akan berkurang. Namun apabila ada hal penting mengenai keselamatan kerja yang harus disampaikan auditor plan kepada karyawan pada divisi tertentu, maka auditor plan wajib mengikuti

safety talk dan memberi pengarahan keselamatan kerja kepada karyawan.

Safety talk juga dapat disbebut sebagai pelatihan ulang (awarness training)

(13)

Penerapan program K3 harus didukung dengan jaminan kemampuan perusahaan dalam menyediakan, sumber daya yang fokus terhadap program K3, memiliki tanggung jawab, motivasi, dan tingkat kesadaran yang tinggi akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini dapat diciptakan dengan mengadakan pelatihan mengenai materi-materi yang berkaitan dengan K3 (King, 1990). Perusahaan juga sangat menyadari akan pentingnya pelatihan bagi karyawan mereka. Oleh karena itu, departemen EHS memiliki jadwal pelatihan dan meteri-materi terkait K3 yang secara rutin dilaksanakan. Materi pelatihan dan jadwalnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Pelatihan ulang

(awarness training) juga sering dilakukan jika ditemukannya masalah baru

atau menurunnya kesadaran karyawan sehingga mengakibatkan meningginya angka kecelakaan kerja.

Selain memiliki sumber daya yang mengerti dan memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan bahaya kerja, dalam penerapan program K3 perusahaan juga harus membuat peraturan-peraturan yang terkait dengan pelaksanaan program K3. Dalam hal ini, Perusahaan memiliki beberapa peraturan absolut atau mutlak (absolute safety) yang harus dipatuhi oleh semua karyawannya. Peraturan absolut ini dikomunikasikan kepada karyawan baik secara lisan maupun tulisan. Cara lisan perusahaan dalam menyampaikan peraturan yang harus dipatuhi karyawan adalah melaui pelatihan keselamatan saat karyawan pertama kali masuk ke area kerja perusahaan. Pemberitahuan tertulis yaitu berupa selebaran yang ditempelkan pada setiap papan mading di setiap area kerja, serta spanduk-spanduk yang ditempelkan pada area kerja tertentu. Contoh dari peraturan mutlak yang diterapkan Perusahaan adalah : a. Peraturan memakai tanda pengenal dan safety pass setiap masuk kawasan

goodyear. Safety pass merupakan kartu yang menunjukkan bahwa karyawan tersebut telah mendapatkan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.

Safety pass yang diberikan oleh perusahaan memiliki masa berlaku hingga

satu tahun dan apabila masa berlakunya habis, karyawan wajib mengikuti pelatihan kesadaran yang diadakan oleh departemen EHS.

b. Peraturan wajib memakai alat pelindung diri (APD) setiap memasuki area kerja.

(14)

Alat pelindung diri (APD) yang wajib dipakai setiap karyawan pada setiap area kerja adalah seragam karyawan, ear plug (pelindung telinga), safety

googles (pelindung mata), dan safety shoes (sepatu pelindung). Pemeriksaan

APD dilakukan pada setiap pintu masuk di setiap kawasan kerja perusahaan. Alat pelindung diri tambahan lain yang sesuai area kerja seperti masker,

safety belt (untuk naik ketinggian), safety gloves (sarung tangan), vest

(rompi) dan, anti radiasi.

c. Pemit system

Permit system merupakan perijinan yang harus dilaporkan jika karyawan

ingin bekerja pada area kerja berbahaya. Perijinan ini harus disetujui (ditandatangani) oleh empat orang yang terkait, yaitu : manajer EHS,

auditor plan EHS, supervisor (PGL), dan manajer BC. Pekerjaan yang

wajib membuat perizinan terlebih dahulu seperti ijin bekerja diketinggian, ijin masuk confined space, dan ijin hot work (seperti mengelas dan menggerinda). Perijinan dilakukan dengan cara mengisi form perijinan yang kemudian ditandatangani oleh karyawan yang terkait. Menurut King (1990), sistem perizinan harus meliputi identifikasi pekerjaan yang akan dilakukan, dokumentasi potensial bahaya yang akan muncul, dan menyiapkan hal-hal khusus yang diperlukan sebagai pelindung keselamatan pekerja sebelum memulai kerja.

Pelaksanaan program K3 dalam suatu perusahaan tentu saja menjadi pertimbangan yang matang bagi perusahaan tersebut. Semua perusahaan sebenarnya sangat sadar akan pentingnya melaksanakan progran K3 pada perusahaannya, namun kadang kala faktor dana menjadi kendala. Sebenarnya biaya pencegahan lebih kecil dibandingkan jika terjadinya kecelakaan. Menyadari hal ini Perusahaan menyediakan anggaran sebesar Rp.4.000.000 setiap bulannya untuk melaksanakan program K3. Penggunaan dana yang sangat minimum tersebut harus efektif dan efesien, sehingga EHS lebih mengutamakan perbaikan pada mesin, perlindungan kebakaran (fire

(15)

2. Ergonomi (ergonomics)

Ergonomi merupakan pendekatan multi dan interdisiplin yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan tenaga kerja sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, selamat, aman, nyaman, dan efisien (Manuaba, 1998). Ergonomi juga berupaya menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerjanya. Tujuan ergonomi dan K3 hampir sama yaitu untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh karena itu ergonomi dan K3 perlu diterapkan di semua tempat kerja untuk meningkatkan kesehatan daan keselamatan kerja tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerjatenaga kerja.

Menyadari pentingnya ergonomi dan K3 bagi semua orang, mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, akan menurunkan angka karyawan yang sakit dan biaya pengobatan dan perawatan, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat (Sutajaya, 1998).

Pentingnya menerapkan ergonomi yang baik dalam setiap stasiun kerja di perusahaan, maka penelitian ini juga mangkaji penerapan ergonomi pada Perusahaan Audit yang dilakukan terhadap penerapan ergonomi di Perusahaan terdiri dar 13 pertanyaan. Pada audit penelitian ini, hasil audit ergonomi pada Perusahaan adalah 100%, skor audit ergonomi menunjukkan kemajuan dari hasil audit sebelumnya pada tanggal 16 Februari 2010 yaitu 76.9 %. Terdapat tiga pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh PT. Godyear Indonesia, Tbk. pada audit sebelumnya, yaitu mengenai pendefinisian pekerjaan dan tugas

(define job and tasks), measure initial, dan measure post.

Pendefinisian pekerjaan dan tugas merupakan salah satu dari tindakan penerapan ergonomi pada sebuah perusahaan. Dengan adanya kejelasan

(16)

tugas-tugas dalam setiap pekerjaan, perusahaan dapat menemukan resiko bahaya dari pekerjaan tersebut dan dapat dengan cepat menanggulanginya. Pendefinisian pekerjaan disebut juga dengan work simplification yang merupakan dokumen mengenai tugas-tugas lengkap dari suatu pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan sebenarnya telah membuat dokumen work simplification terhadap semua pekerjaan yang ada di bagian produksi. Namun, dalam pelaksanaannya dokumen ini tidak dipakai oleh para pekerja sebagai acuan mereka dalam melakukan pekerjaan. Maka auditor pada audit sebelumnya memberikan skor „NO‟ dalam bagian audit pendefinisian pekerjaaan dan tugas. Akan tetapi, auditor pada penelitian ini hanya mengikuti persyaratan dari dokumen audit yang digunakan, yaitu melihat sedikitnya dua dokumen work

simplification yang ada. Departemen EHS menunjukkan dua dokumen work

simplification pada pekerjaan di bagian band building dan radial building.

Measure post dan measure intial merupakan bagian dari analisis

BRIEF (Basedline Risk Identification of Ergonomi Factor), yaitu merupakan

initial screening untuk mengidentifikasikan resiko ergonomi pada suatu

pekerjaan. Analisis ini dapat digunakan untuk menyelidiki enam bagian tubuh untuk faktor resiko yang berhubungan dengan sistem musculoskeletal. Enam bagian tubuh tersebut yaitu leher, bahu, pergelangan tangan dan tangan, siku, punggung, dan kaki (Humantech, 1995). Ada empat faktor resiko ergonomi yang dianalisis pada BRIEF yaitu postur janggal, beban, durasi, dan frekuensi. Masing-masing resiko memiliki nilai 1 (satu), sehingga total analisis BRIEF adalah 4 (empat). Form dari analisis BRIEF dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam menerapkan analisis BRIEF pada setiap pekerjaan pada bagian produksi, Perusahaan telah melakukannya dengan baik. Namun pada saat audit sebelumnya dilakukan, pengukuran initial dan post terhadap ergonomi masih kurang, yaitu pada kalkulasi NIOSH untuk mengangkat. Kalkulasi NIOSH untuk mengangkat merupakan perhitungan rekomendasi batas berat objek (RWL atau Recommended Weight Limit) untuk aktivitas pekerjaan angkat untuk jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan resiko back pain. Masih banyaknya pekerja yang mengalami back pain pada bulan Januari 2010 (lihat Lampiran 6), menunjukkan kalkulasi NIOSH terhadap aktivitas mengangkat

(17)

pada Perusahaan tidak baik. Maka auditor memberikan skor „NO‟ pada pengukuran post dan initial.

Meskipun nilai audit ergonomi pada penelitian ini menunjukkan nilai 100%, namun masih ada kekurangan dalam pelaksanaan ergonomi yang diterapkan oleh Perusahaan yaitu pada tingkat kesedaran pekerja terhadap pentingnya ergonomi dalam melakukan pekerjaan. Masih adanya pekerja yang mengalami sakit pinggang (LBP atau Low Back Pain) akibat bekerja menunjukkan kesadaran yang kurang dari pekerja walaupun perusahaan telah menerapkan ergonomi dengan baik. Pelatihan tentang ergonomi telah dilakukan PT. Goodyear Indonesia dan pelatihan kesadaran juga sudah sering dilakukan, namun masih saja ada karyawan yang mengalami penyakit kerja akibat penerapan ergonomi yang kurang baik dalam bekerja. Menurut Wahyu (2000), ada tiga faktor yang menjadi hambatan dalam penerapan ergonomi pada program K3 diperusahaan, yaitu :

a. Kebijakan pemegang birokrasi unit kerja (industri dan perkantoran). b. Tenaga kesehatan yang bertugas.

c. Kesadaran karyawan yang bekerja terhadap jaminan kesehatan yang sebenarnya.

Untuk faktor pertama dan kedua, Perusahaan memiliki kebijakan yang sudah baik terhadap penerapan ergonomi di ruang produksinya. Adanya klinik yang berada di area perusahaan menunjukkan perusahaan sangat peduli dengan kesehatan para karyawan. Untuk berobat pada klinik ini, perusahaan memberikan pelayanan dan obat gratis bagi karyawan dan keluarganya. Jika karyawan harus dirujuk ke rumah sakit lain untuk pengobatan yang lebih intensif, Perusahaan akan mengganti semua biaya pengobatan karyawannya. Faktor yang ketiga, dapat dijadikan faktor penghambat yang dihadapi oleh Perusahaan dalam menerapkan ergonomi pada karyawannya, yaitu kesadaran karyawan itu sendiri. Karyawan seringkali merasa takut untuk mengakui keluhan sakit yang dialami akibat salah posisi kerja atau melakukan posisi kerja yang kurang baik setiap hari saat bekerja. Rasa takut ini dikarenakan apabila karyawan tersebut divonis sakit oleh dokter, maka akan dirumahkan oleh perusahaan. Padahal Perusahaan tidak akan merumahkan karyawan jika

(18)

penyakit yang diderita akibat bekerja dapat diobati. Selain takut dirumahkan, timbulnya penyakit kerja akibat tidak ergonomis saat bekerja juga dikarenakan karyawan merasa sudah aman jika menggunakan alat bantu untuk mencegah timbulnya rasa sakit seperti back support yang disediakan perusahaan jika karyawan memiliki keluhan sakit pinggang bagian belakang atau nyeri punggung (Low Back Pain). Menurut Yunus (2008), Low Back Pain adalah salah satu keluhan yang dirasakan oleh sebagian besar pekerja, biasanya mulai dirasakan pada usia 25 tahun dan meningkat pada usia 50 tahun. Bekerja dengan posisi duduk yang tidak ergonomis dan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko keluhan LBP. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya low back pain, yaitu :

- Kebiasaan bersikap buruk (bad posture) yang terakumulasi selama bertahun-tahun.

- Postur tubuh mekanik yang salah (faulty body mechanic). - Hidup yang penuh stres (stressfull living).

- Kebiasaan bekerja (working habits).

- Berkurangnya kelenturan tubuh (lost of flexibility).

- Kemunduran kemampuan fisik (general lack of physical fitness). - Kecelakaan (accident, traumatic).

Keluhan sakit pinggang di Perusahaan umumnya dialami oleh karyawan yang bekerja pada area mixing yaitu pada mesin bandburry yang merupakan alat pencampur (mixing) yang mencapur semua bahan baku pembuatan ban menjadi compound yang nanti akan digunakan untuk merakit ban. Pada area ini, compound yang dihasilkan dalam satu tahap pencampuran mencapai 350 kg, tentu saja bahan baku yang digunakan juga mencapai kurang lebih 50 kg. Untuk mengangkat bahan baku ke mesin bandburry menggunakan konveyor, namun untuk mengangkat bahan baku dari lantai produksi dibutuhkan tenaga karyawan. Salah postur tubuh saat mengangkat bahan baku ke konveyor mengakibatkan banyaknya karyawan pada area mixing mengeluhkan sakit pinggang. Selain itu, faktor usia juga mendukung timbulnya penyakit ini. Karena pada umumnya karyawan yang bekerja pada area ini berumur lebih dari 25 tahun.

(19)

Back support merupakan solusi dari Perusahaan untuk membantu karyawan yang bekerja dengan keluhan sakit pinggang. Back support menyerupai ikat pinggang besar yang dapat membantu karyawan saat mengangkat beban jika telah menderita low back pain. Namun yang kurang begitu dipahami karyawan adalah bahwa back support bukan merupakan alat yang dapat menyembuhkan sakit pinggang yang mereka derita. Karena alat ini hanya dapat membantu penderita untuk sedikit lebih nyaman dalam mengangkat beban saat memakainya, keluhan sakit pinggang tidak akan sembuh maupun berkurang setelah memakai alat ini. Oleh karena itu, Perusahaan memiliki kebijakan bahwa setiap pekerja yang menderita low back

pain dan ingin memakai back support harus mendapatkan rekomendasi dari

dokter di klinik Perusahaan. Biasanya sebelum memberikan back support kepada karyawan, petugas departemen EHS memberikan pengarahan mengenai fungsi serta cara pemakainnya. Gambar 4 dibawah ini merupakan Gambar back

support dan cara penggunaannya.

.Gambar 5. Cara Pemakaian Back support Sumber : departemen EHS, PT. Goodyear Indonesia, Tbk

3. Perilaku (behaviors)

Sejak awal tahun 1990, behavioural safety telah begitu pesat menjadi senjata dalam memerangi kecelakaan kerja. Behavior based safety telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk mengurangi rasio kecelakaan

(20)

kerja. Behavior based safety adalah suatu aplikasi sistimatis dari riset psikologi terhadap perilaku manusia (human behavior) dalam masalah-masalah K3 di tempat kerja.

Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku (behavior) adalah apa yang dilakukan atau dikerjakan organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung. Lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Perilaku aman

(safety behavior) merupakan segala yang dikerjakan oleh manusia atau tenaga

kerja, dalam rangka menciptakan keadaan selamat. Sistem manajemen K3 sebagai lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan perilaku selamat setiap pekerja. Menurut Heri (1998) perilaku aman merupakan suatu tindakan ketaatan kerja dalam penggunaan alat pelindung diri sebagai pencegahan kecelakaan kerja. Dalam konteks ini, tentu perilaku manusia dianalisis menurut pembagian klasik oleh Banyamin Bloom, yang mengembangkan perilaku ke dealam tiga domain, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Dalam hal ini, maka peran perusahaan sangat penting dalam merubah perilaku karyawannya agar berperilaku aman ditempat kerja.

Menyadari pentingnya menerapkan perilaku yang aman kepada pekerja, maka dalam audit yang dilakukan pada penelitian ini, juga mengkaji mengenai penerapan perilaku aman pekerja pada Perusahaan Dalam mengkaji penerapan perilaku aman pekerja terdapat delapan pertanyaan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Hasil skor audit perilaku aman pada penelitian ini menunjukkan angka 100%, namun pada penelitian sebelumnya pada tanggal 16 Februari 2010 adalah 87.5 %. Kemajuan penerapan perilaku yang aman pada PT. Goodyear dapat dilihat dari nilai persentase skor audit yang meningkat. Terdapat satu pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh Perusahaan pada audit perilaku aman, yaitu menjalankan proses keselamatan yang proaktif.

Proses keselamatan yang proaktif merupakan bentuk proses keselamatan yang aktif, memiliki infrastruktur dan fungsional yang baik. Menurut persyaratan dari dokumen audit yang digunakan dalam melakukan pengkajian pada penelitian ini, ada dua komponen kunci yang digunakan agar proses keselamatan proaktif pada perusahaan dapat dikatakan aktif, yaitu near

(21)

miss reporting dan at-risk critical action analysis. Near miss reporting merupakan pelaporan terhadap kejadian hampir celaka (near miss). Mekanisme pelaporan ini berfungsi agar pekerja dapat melaporkan kecelakaan near miss (hampir celaka) kepada perusahaan, dan kemudian oleh perusahaan akan dikumpulkan, dianalisis, dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut pelaporan yang dilakukan perusahaan termasuk menerapkan langkah-langkah perbaikan untuk menghilangkan faktor penyebab near miss. Pada saat audit sebelumnya dilakukan, masih banyak kecelakaan near miss yang tidak dilaporkan oleh pekerja, sehingga perusahaan hanya mengetahui sedikit sekali terjadinya near

miss accident. Near miss accident yang tidak dilaporkan, menimbulkan

terjadinya peningkatan minor accident. Oleh karena itu, saat audit penelitian ini dilakukan Perusahaan kembali memberikan pengarahan kepada karyawan untuk melaporkan semua kejadian kecelakaan termasuk kejadian hamper celaka. Pemberitahuan tersebut juga didukung dengan mengurangi faktor-faktor yang dapat menimbulkan kecelakaan, seperti memperbaiki mesin-mesin yang rusak, mengganti peralatan-peralatan yang sudah habis masanya, serta menerapkan housekeeping yang baik.

Selain near miss reporting, keaktifan proses sistem keselamatan kerja yang proaktif juga ditentukan oleh berjalannya at-risk critical action analysis.

At-risk critical action analysis merupakan analisis yang dilakukan terhadap

perilaku yang dapat menimbulkan resiko yang serius. Mekanisme penerapannya yaitu dengan mengidentifikasi tindakan yang tidak aman, menganalisis akar penyebab perilaku, mengidentifikasi tindakan perbaikan untuk menghilangkan faktor penyebab, dan menindaklanjuti untuk memastikan apakah koreksi sudah efektif dan dilaksanakan. Perusahaan telah menerapkan analisis perilaku bahaya secara baik. Dalam penerapannya, ada empat tahap yang harus dilakukan yaitu measure-data mining, audit, penyelesaian masalah

(problem solving), dan follow-up untuk melihat kesuksesan dari perbaikan yang

dilakukan.

a. Measure-data mining, merupakan analisis data keselamatan untuk

mengidentifikasi semua tindakan atau perilaku tidak aman, di mana jika data perilaku tidak aman meningkat akan mengakibatkan hal yang fatal terhadap

(22)

keselamatan. Program yang dilaksanakan Perusahaan untuk menganalisis perilaku tidak aman ini adalah safety identification hazard (SIH), yaitu menganalisis resiko bahaya kerja pada setiap area kerja. Selain menjalankan SIH, datamining juga dapat menganalisis kecelakaan near miss lebih rinci, yaitu dengan menerapkan zero target yang merupakan target perusahaan untuk mengurangi kecelakaan yang terjadi sampai tidak terjadi kecelakaan sama sekali pada karyawannya, OSHA reporting yang merupakan dokumentasi kecelakaan yang terjadi berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh OSHA USA, informasi apotik dan klinik kesehatan, dan peta kecelakaan. Namun identifikasi perilaku tidak aman harus menjadi perioritas utama dalam mengurangi tingkat kecelakaan kerja.

b. Audit atau observasi, merupakan audit atau pengamatan terhadap tindakan yang tidak aman kemudian dijajaki dan menetapkan baseline atau patokan yang dapat mengukur tingkat keberhasilan yang telah dijalankan oleh perusahaan. Penelitian ini juga termasuk audit untuk dapat mengurangi tindakan tidak aman yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat terjadinya kecelakaan kerja. Audit internal yang dilakukan departemen EHS juga dilaksankan berkala dan akan sangat intensif pengamatannya jika tindakan yang tidak aman tersebut akan menimbulkan efek yang sangat fatal. Contoh dari identifikasi tindakan yang tidak aman yang dilakukan departemen EHS adalah mengenai penanganan tabung LPG yang digunakan sebagai bahan bakar forklift. Semakin maraknya ledakan yang diakibatkan oleh tabung LPG saat ini, juga menimbulkan kekhawatiran bagi Perusahaan karena banyak tabung LPG yang ada di area kerja tidak ditata sebagaimana mestinya. Maka departemen EHS berinisiatif untuk membuat rak tabung LPG yang dilengkapi dengan rantai yang digembok agar menjaga tabung tidak bergeser dan jatuh. Efek yang ditimbulkan dari perilaku yang tidak aman ini akan sangat fatal bagi seluruh karyawan Perusahaan Jika tabung LPG yang tidak tertata rapi jatuh atau bocor sdan dapat menimbulkan ledakan, tentu saja akan membakar seluruh pabrik. Departemen EHS tidak hanya menyediakan rak tabung beserta rantai dan gembok, EHS juga

(23)

menyediakan APAR (alat pemadam api ringan) pada setiap rak untuk berjaga jika terjadi ledakan tabung LPG.

c. Problem solving, merupakan tindakan lanjutan dari identifikasi tindakan

yang tidak aman. Dalam tahapan ini, Perusahaan menganalisis tindakan yang memicu atau menyebabkan terjadinya perilaku yang tidak aman. Hasil dari analisis ini adalah mendapatkan tindakan korektif yang dapat menghilangkan penyebab atau faktor dari tindakan yang tidak aman. Hasil dari analisis penyebab tindakan yang tidak aman disebut dengan corrective

action. Contoh dari corrective action adalah tindakan pencegahan yang

diambil departemen EHS untuk menanggulangi masalah penanganan tabung LPG. Hal pertama yang dilakukan adalah mencari penyebab dari masalah ini. Penyebab pertama adalah tidak adanya tempat khusus yang disediakan untuk meletakkan tabung LPG. Penyebab kedua adalah kurangnya kontrol dari setiap supervisor di area kerja terhadap para supir forklift yang meletakkan tabung LPG secara tidak benar. Penyebab ketiga adalah kurangnya kesadaran karyawan akan bahaya yang disebabkan oleh ledakan tabung LPG. Tindakan koreksi (corrective action) yang dilakukan oleh perusahaan khususnya departemen EHS adalah :

- Menyediakan rak khusus untuk meletakkan tabung LPG lengkap beserta rantai dan gembok serta APAR.

- Memberikan pelatihan kepada pengemudi forklift tentang bahaya ledakan tabung LPG dan penanganan tabung LPG yang baik.

- Menegaskan kepada supervisor untuk terus mengawasi para pengemudi

forklift saat meletakkan tabung LPG.

d. Follow Up, berfungsi untuk melihat keefektifan dari tindakan koreksi yang

telah dilakukan untuk menanggulangi tindakan yang tidak aman. Selain itu, juga untuk melihat apakah tindakan koreksi sudah diimplementasikan dengan benar dan berkelanjutan.

(24)

4. Inspeksi Fisik (physical inspection)

Pemeriksaan fisik atau physical inspection merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang inspektor dengan menggunakan ukuran, aturan, atau standar (baku) tertentu. Pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap Perusahaan pada penelitian ini sesuai dengan dokumen global, health and

safety yang terbagi atas beberapa bagian inspeksi, yaitu: human element (unsur

sumberdaya manusia), walking-working surfaces (jalan/permukaan area kerja),

means of egress (sarana jalan keluar), eye wash/safety showers (pencuci

mata/tempat pemandian untuk keselamatan), powered industrial vehicles (alat transportasi industri), electrical safety (keselamatan peralatan listrik), dan

guarding (pagar pengaman). Standar inspeksi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah standar dari dokumen global, health and safety. Dokumen ini mengikuti standar dari ketetapan Goodyear yang biasa disebut CTI dan standar OSHA yang merupakan standar K3 dari USA. Hasil audit pada inspeksi fisik pada penelitian ini adalah 88.9%, terdapat tiga pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan dan pada audit sebelumnya nilai skor audit adalah 74.1%. Namun, pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh PT. Goodyear Indonesia pada audit sebelumnya dengan audit pada penelitian ini adalah sama, yaitu penerapan housekeeping yang kurang baik pada setiap area kerja produksi.

a. Human elements (unsur sumber daya manusia)

Sumber daya manusia merupakan elemen kunci dari kesukesan penerapan program K3 pada suatu perusahaan. Sumberdaya manusia yang dimaksud tidak hanya karyawan rendahan (buruh),tetapi seluruh stakeholder yang terkait dengan perusahaan. Pemeriksaan fisik dari unsur sumberdaya manusia adalah pemeriksaan absolute safety atau peraturan yang wajib ditetapkan oleh perusahaan yang menjalankan program K3 dan sangat wajib dipatuhi. Dalam hal ini, Perusahaan memiliki beberapa peraturam wajib seperti peraturan wajib memakai APD (alat pelindung diri) seperti penutup telinga (ear plug), pelindung mata (safety gloves), dan sepatu pelindung

(safety shoes). Peraturan absolut atau wajib lainnya seperti larangan

(25)

pengenal, dan pemakaian tanda safety pass yang merupakan kartu yang diberikan oleh EHS jika karyawan telah mengikuti pelatihan keselamatan kerja. Peraturan yang absolut yang diterapkan oleh Perusahaan merupakan peraturan yang wajib ditaati oleh semua karyawan dan tamu yang berada di area kerja. Apabila karyawan melanggar peraturan absolut ini maka karyawan akan langsung diberi peringatan hingga diberhentikan dari pekerjaannya. PT. Goodyear Indonesia mengkomunikasikan peraturan absolut ini melalui selebaran yang ditempel pada setiap area kerja, jadi tidak ada alasan bagi karyawan untuk tidak mengetahui peraturan absolut tersebut.

Untuk inspeksi bagian sumberdaya manusia ini pada penelitian ini, Perusahaan memiliki nilai yang baik karena menjalankan semua persyaratan yang diajukan oleh dokumen global, health and safety, yaitu :

- Melaksanakan program LO/TO (logout tagout) yaitu program yang dilaksanakan untuk mengontrol bahaya yang ditimbul oleh suatu energi

(control of hazardous energy atau CHE). Audit CHE sendiri akan

dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.

- Tidak pernah menonaktifkan program K3 yang dijalankan, karena sampai saat ini Perusahaan masih memiliki departemen khusus yang mengatur jalannya program K3 di perusahaan yaitu departemen EHS.

- Tidak adanya pelanggaran yang dilakukan oleh supir forklift atau

towtruck selama audit dilakukan. Supir forklift maupun towtruck

memakai perangkat keselamatan yang diatur oleh Perusahaan yaitu memakai rompi keselamatan (safety vest), pelindung kepala (helmet), dan sabuk pengaman. Kecepatan kendaraan pun dikontrol, menggunakan pengganjal khusus pada gas kendaraan. Pengganjal yang dipasang berfungsi menghambat kecepatan kendaraan saat melaju tetap kurang dari 8 mph atau 12.5 kph. Pembunyian klakson juga dilakukan jika kendaraan akan berbelok dipersimpangan dan disetiap persimpangan di area produksi dilengkapi dengan kaca convex yang dapat mengGambarkan keadaan simpang jalan pada pengemudi maupun pejalan kaki.

(26)

- Melarang karyawan merokok pada area kerja produksi. Perusahaan menyediakan tempat khusus untuk karywan merokok yaitu di kantin, di COE (Central Of Excellent), dan dibeberapa daerah lain yang khususnya terdapat pohon yang rindang.

b. Walking-Working Surfaces (jalan/permukaan area kerja)

Penerapan housekeeping yang baik merupakan kunci utama dalam menjalankan program K3 pada area lantai atau jalan di area produksi. Lantai produksi merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi lingkungan kerja karyawan. Banyak bahaya yang dapat ditimbulkan jika kebersihan dari lantai produksi tidak diperhatikan dengan baik. Bahaya yang ditimbulkan dapat berupa karyawan tergelincir hingga terjatuh. Menurut standar OSHA, persyaratan umum untuk housekeeping yang baik diatur dalam bagian

Walking-Working Surfaces nomor 190.22(a), yaitu :

- Semua tempat-tempat kerja, lorong-lorong, gudang, ruang pelayanan harus tetap bersih dan teratur dan dalam kondisi sanitasi yang baik. - Lantai setiap ruang kerja harus dipelihara dengan bersih dan diusahakan

dalam kondisi kering. Pada proses produksi yang basah, drainase harus dipelihara. Karpet, platform, tikar, atau tempat pijakan kaki lainnya harus dalam keadaan kering.

- Untuk memudahkan pembersihan, setiap lantai, tempat kerja, dan jalan harus bebas dari paku yang menonjol, serpihan, lubang, atau papan yang longgar.

Pada pemeriksaan housekeeping ini, selain menggunakan standar OSHA auditor juga menggunakan standar housekeeping yang ditetapkan oleh Perusahaan yang terlampir pada Lampiran 6.

Penelitian melakukan pemeriksaan housekeeping di Perusahaan pada beberapa area kerja, yaitu departemen mixing, component preparation, tire

assembly, final finish and shipping WHSE, boiler house, maintenance, dan

QC laboratorioum. Departemen mixing dan component preparation adalah

area kerja yang tidak melaksanakan housekeeping dengan baik, sesuai dengan standar Perusahaan dan OSHA yang digunakan untuk audit. Hal ini dikarenakan masih banyak sisa-sisa compound yang diletakkan

(27)

sembarangan sehingga menutupi lorong-lorong jalan. Banyaknya sisa

compound yang rusak (scrap) yang diletakkan sembarangan mengakibatkan

pejalan kaki terganggu saat berjalan ataupun hingga tersandung dan jatuh.

Sisa compound juga dapat menghalangi forklift dan towtruck yang melewati

lorong-lorong tersebut. Sebenarnya, compound atau ban yang rusak (scrap) diambil secara berkala oleh perusahaan CV. Mekar Rubber yang secara khusus bekerja sama dengan Perusahaan untuk menangani sampah anorganik ini. Namun sebelum pengambilannya, para karyawan tidak meletakkan sisa compound secara baik. Meskipun pihak Perusahaan telah menyediakan bak sampah khusus serta rak khusus untuk meletakkan sisa

compound, namun kurangnya kesadaran dari karyawan dan kurangnya

kontrol dari supervisor membuat housekeeping di area kerja ini kurang baik. Untuk departemen yang lain, housekeeping yang baik telah diterapkan dengan benar. Pembersihan mesin selalu dilakukan pekerja setelah menggunakan mesin saat pergantian shift. Perusahaan sendiri juga menyediakan janitor yang bertugas membersihkan toilet dan mengumpulkan sampah setiap pergantian shift serta menyapu lantai produksi.

Selain housekeeping yang baik, inspeksi terhadap jalan-permukaan area kerja juga dilakukan terhadap platform dan elevated working surfaces (permukaan area kerja yang tinggi). Menurut standar OSHA, definisi dari

platform adalah sebuah ruang kerja untuk karyawan, berada beberapa meter

di atas lantai atau tanah seperti balkon atau tempat untuk pengoperasian mesin dan peralatan. Standar yang ditetapkan Perusahaan adalah bahwa setiap platform yang berada di atas tanah sekitar 4 kaki (122 cm), harus dilengkapi dengan railings dan toe boards. Railings adalah Sebuah hambatan vertikal yang dibangun sepanjang tepi tangga, jalan, platform, atau landasan untuk mencegah orang jatuh. Standar railing yang ditetapkan Goodyear adalah 42 inchi (106.6 cm), namun standar ini dpat disesuaikan dengan fisiologis dari karyawan tempat perusahaan didirikan. Sedangkan

toe boards adalah sebuah pembatas vertikal di tingkat lantai, yang dibangun

di sepanjang tepi tangga, platform, landasan pacu, atau jalan untuk mencegah jatuh bahan atau manusia. Untuk standar platform, railings dan

(28)

toe boards Goodyear Indonesia telah memenuhi standar yang ditetapkan. Seluruh platform, tangga, dan jalan menurun harus dilengkapi dengan railing dan toe board.

c. Means of Egress (Sarana Jalan Keluar)

Di setiap bangunan atau pabrik, jalan keluar (exits) harus diatur dan dijaga dengan baik untuk memberikan kebebasan agar jalan keluar tidak terhalang ketika berjalan disaat darurat, seperti saat kebakaran atau terjadi gempa bumi. Sebaiknya, pintu keluar tidak dikunci atau dihambat sehingga mempermudah pengguna saat ingin keluar terutama saat keadaan darurat. Kecuali, dipasang penghambat atau dikunci ketika ada perbaikan, namun harus ada personil pengawasan yang terus bertugas menjaga pintu keluar.

Adanya rambu atau marka yang bertuliskan exits, sebenarnya diperlukan untuk jalur evakuasi saat terjadi kebakaran atau bencana alam seperti gempa bumi atau kebakaran. Jalur evakuasi yang dilengkapi dengan marka exits dan tanda panah mempermudah pengguna atau karyawan saat terjadi keadaan darurat. Oleh karena itu, marka atau rambu ini perlu dipelihara dan dijaga oleh setiap perusahaan atau pabrik. Standar tanda atau marka exits yang benar diatur dalam OSHA nomor 1.92634 (b) mengenai

means egress, yaitu setiap marka exits harus ditandai dengan tanda yang

mudah terlihat. Akses ke pintu keluar harus mudah terlihat dalam semua keadaan dimana jalan keluar atau jalur evakuasi dapat langsung terlihat dengan jelas saat keadaan darurat dan mudah dijangkau.

Dalam pemeliharaannya, jalur keluar juga harus selalu bebas dari penghambat apapun. Semua standar OSHA mengenai jalur keluar telah dilaksanakan dengan baik oleh Perusahaan. Tanda exits ditempatkian pada setiap pintu keluar dan jalur evakuasi saat darurat. Tanda exits di Perusahaan berwarna merah dan akan menyala saat terjadi kebakaran atau saat keadaan gelap. Hal ini memudahkan setiap karyawan menemukan jalur keluar saat terjadi hal darurat. Tanda ini juga diletakkan ditempat yang mudah terlihat yaitu pada bagian atas lorong-lorong area kerja.

(29)

d. Eye Wash / Safety Shower

Eye wash merupakan pembilas mata yang berfungsi untuk membilas

mata saat mata terpapar atau terkena debu maupun bahan kimia yang berbahaya. Penempatan eye wash di PT. Goodyear Indoneisa, Tbk. sudah baik, karena ditempatkan pada setiap area kerja, terutama area kerja yang menghasilkan banyak debu seperti power house yang merupakan tempat beroperasinya boiler, maupun area kerja lain yang menggunakan bahan kimia berbahaya seperti area kerja painting pada BTB. Pada saat audit dilakukan, Goodyear baru saja mengganti beberapa eye wash yang sudah rusak dengan yang baru. Pengggantian dikarenakan eye wash yang lama sudah rusak dan sebagian tidak berfungsi lagi atau sudah tidak dipakai. Eye

wash lama yang dipasang bewarna merah dan eye wash yang baru bewarna

hijau. Warna yang cerah pada eye wash memberikan kemudahan pada pekerja jika matanya terpapar bahan kimia atau debu.

Safety shower merupakan tempat pemandian khusus jika pekerja

mengalami paparan bahan kima pada anggota badan seperti tangan, kepala, atau kaki. Pada Perusahaan safety shower sudah tidak lagi dipasang pada area kerja produksi. Hal ini dikarenakan pada saat safety shower dipasang, penggunaannya oleh karyawan tidak tepat. Safety shower digunakan untuk mandi saat karyawan selesai bekerja, bukan disaat karyawan terpapar bahan kimia berbahaya. Oleh karena itu, kebijakan dari Perusahaan untuk mencabut safety shower yang ada. Namun masalah baru timbul jika terdapat karyawan yang terkena bahan kimia. Pihak PT. Goodyear Indonesia, Tbk sendiri menyadari hal itu, namun pelatihan dan kontrol dari para supervisor dapat memperkecil potensi bahaya terpaparnya bhan kimia ke anggota tubuh karyawan saat bekerja. Hal ini juga dibuktikan dengan tidak adanya catatan kecelakaan kerja berupa paparan bahan kimia ke anggota tubuh karyawan saat audit dilakukan.

e. Powered Industrial Vehicles (Forks Trucks)

Powered industrial vehicles merupakan alat transportasi truk

bertenaga yang berfungsi untuk penanganan bahan di bagian produksi maupun pada penggudangan. Menurut OSHA, truk bertenaga yang

(30)

digunakan oleh industri pada umumnya terbagi atas beberapa jenis, yaitu (dengan Gambar terlampir) :

- Electric Motor Rider Trucks.

- Electric Motor Narrow Aisle Trucks.

- Electric Motor Hand Trucks or Hand/Rider Trucks.

- Internal Combustion Engine Trucks (Solid/Cushion Tires).

- Internal Combustion Engine Trucks (Pneumatic Tires).

- Electric and Internal Combustion Engine Tractors.

- Rough Terrain Forklift Trucks.

Berdasarkan jenis di atas, Perusahaan memakai Towtruck dan Forklift sebagai truk bertenaga yang dipakai sebagai alat transportasi penanganan bahan. Towtruck termasuk electric motor hands trucks sedangkan forklift yang digunakan termasuk jenis combustion engine trucks dengan ban

pneumatic dan berbahan bakar LPG.

Pelatihan pengoperasian truk bertenaga merupakan hal penting yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sebelum para karyawan mengoperasikan truk bertenaga tersebut. Oleh karena itu, hal ini menjadi standar dari OSHA yang mengharuskan adanya pelatihan pengoperasian truk sebelum digunakan oleh karyawan. Standar OSHA mengenai pengoperasian truk bertenaga diatur dalam nomor 1910.178 tentang

Powered industrial trucks. Standar ini mengharuskan perusahaan untuk

mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan berdasarkan prinsip-prinsip umum pengoperasian truk yang aman, jenis kendaraan yang digunakan di tempat kerja, bahaya dari tempat kerja yang diciptakan oleh penggunaan kendaraan, dan persyaratan keselamatan umum standar OSHA. Operator terlatih harus mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan benar dan menjaga keselamatan. Oleh karena itu, pelatihan merupakan hal penting yang harus dilaksanakan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga harus menjamin bahwa setiap operator telah menerima pelatihan dan mengevaluasi operator minimal sekali setiap tiga tahun. Sebelum pengoperasian truk di tempat kerja, perusahaan harus mengevaluasi kinerja operator dan menentukan operator yang kompeten untuk mengoperasikan

(31)

truk dengan aman. Pelatihan penyegaran diperlukan setiap kali operator menunjukkan kekurangan dalam pengoperasian truk dengan aman.

PT. Goodyear Indonesia, Tbk. merupakan perusahaan yang sangat menyadari akan pentingnya pelatihan karyawan sebelum melakukan pekerjaan, tidak terkecuali pelatihan pengoperasian forklift dan towtruck. Dapat dilihat pada lampiran 1, bahwa dalam setiap tahunnya perusahaan melaksanakan pelatihan terhadap operator-operator baru maupun pelatihan penyegaran terhadap operator forklift dan towtruck yang sudah menunrun kinerjanya dalam pengoperasian truk secara aman. Pelatihan yang diberikan oleh Perusahaan kepada operator truk tersebut mengikuti standar yang telah ditetapkan OSHA, yaitu :

Topik terkait truk

- Petunjuk pengoperasian, peringatan, dan tindakan pencegahan untuk setiap jenis truk sebelum operator diijinkan untuk beroperasi.

- Pengetahuan mengenai perbedaan pengoperasian antara truk dan mobil.

- Pengetahuan bagian-bagian dari truk beserta fungsinya - Pengetahuan mengenai visibilitas truk (termasuk pembatasan beban). - Pengetahuan pemeriksaan kendaraan sebelum digunakan dan

perawatannya.

- Pengisian bahan bakar atau pengisian kembali baterai. Topik terkait tempat kerja

- Pengetahuan mengenai keadaan atau kondisi dimana kendaraan akan dioperasikan.

- Pengetahuan mengenai komposisi beban dan stabilitas beban. - Pengetahuan material handling menggunakan truk.

- Pengetahuan bagaimana mengoperasikan kendaraan di daerah kerja yang terdapat pejalan kaki.

- Pengetahuan bagaimana mengoperasikan kendaraan di gang-gang sempit dan tempat-tempat lain di mana kendaraan akan dioperasikan. - Pengetahuan mengenai potensi bahaya dari lokasi kerja dimana

(32)

Setelah melakukan pelatihan berupa materi kepada operator kendaraan, Perusahaan kemudian memberikan pelatihan pengoperasian truk secara langsung. Pelatihan pengoperasian truk berlangsung selama kurang lebih tiga hari, yang diawasi oleh operator truk yang sudah terlatih. Setelah para operator baru telah dapat mengoperasikan truk dengan aman, kemudian departemen EHS akan mengeluarkan SIM (surat izin mengemudi) forklift atau towtruck yang berlaku selama satu tahun. Setelah masa berlaku SIM habis, operator wajib mengikuti pelatihan penyegaran kembali dan kemudian mendapatkan SIM baru yang berlakuk untuk satu tahun kedepan. Pihak Perusahaan akan memberhentikan karyawan yang mengoperasikan truk tanpa memiliki SIM. Sebelum mengoperasikan truk, operator wajib mengisi form checklist truk untuk mengetahui apakah truk berfungsi dengan baik.

f. Electrical Safety

Listrik merupakan sumber energi utama yang digunakan oleh setiap industri pada umumnya. Bekerja menggunakan sumber energi listrik merupakan hal yang biasa dilakukan oleh setiap orang, namun di industri listrik dapat sangat berbahaya. Pada umumnya listrik yang digunakan di industri memiliki daya voltase yang lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya yang serius. Standar mengenai keamanan penggunaan listrik telah ditetapkan OSHA dengan nomor standar 1910 mengenai

electrical. Standar yang ditetapkan berfungsi untuk melindungi karyawan

dari bahaya yang dapat ditimbulkan akibat listrik seperti kejutan listrik, ledakan, hingga kebakaran pabrik.

Pengamanan terhadap bahaya listrik dapat dilakukan dengan menerapkan program lockout-tagout (LO/TO) yang merupakan program untuk mengontrol energi yang berbahaya (CHE). Untuk inspeksi CHE akan dibahas lebih lanjut pada bagian yang terpisah pada penelitian ini. Keamanan terhadap bahaya listrik juga telah diterapkan dengan baik oleh Perusahaan Setiap panel dan box listrik dilengkapi label yang berisikan

(33)

keterangan mengenai voltase listrik dan hal yang tidak boleh dilakukan terhadap panel maupun box listrik. Hal ini sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan oleh NEC (National Electrical Company). Setiap box dan panel listrik juga dilengkapi dengan gembok lockout yang berfungsi jika box atau panel berada dalam proses perbaikan.

g. Guarding (pengaman)

Mesin yang bergerak memiliki potensi untuk menyebabkan cedera parah di tempat kerja, seperti jari tangan atau tangan yang terpotong hingga terkadang harus diamputasi, luka bakar, atau kebutaan. Pengaman

(guarding) di bagian-bagian tertentu pada mesin sangat diperlukan untuk

melindungi pekerja dari potensi bahaya yang dapat ditimbulkan. Bahaya yang ditimbulkan oleh mesin juga diatur dalam standar OSHA dengan nomor standar 1910.212 mengenai machinery and machine guarding. Standar OSHA mengatur persyaratan umum untuk pengaman (guarding) mesin, gerakan dan tindakan yang berkontribusi terhadap bahaya mesin yang berbeda, dan pertimbangan tambahan yang memerlukan mesin secara keseluruhan dan keamanan operator

Semua mesin terdiri dari tiga bidang mendasar, yaitu titik operasi, perangkat transmisi listrik, dan kontrol operasi. Meskipun semua komputer memiliki komponen dasar yang sama, kebutuhan akan pengaman berbeda sesuai dengan karakteristik fisik mesin dan keterlibatan operator terhadap mesin. Tujuan dari pengaman yang dipasang pada mesin adalah untuk melindungi operator yang menjalankan mesin dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh mesin dan karyawan lain yang ada di area kerja tersebut. Selain untuk melindungi operator dan karyawan, pengaman pada mesin juga berfungsi untuk melindungi mesin dari forklift ataupun towtruck yang dapat merusak mesin seperti membentur mesin atau menabrak mesin.

Perusahaan menempatkan guarding pada setiap mesin dengan baik. Setiap pengaman yang menyerupai pagar dipasang pada setiap bagian luar mesin dan di berikan warna kuning agar lebih menyolok. Saat pagar mesin rusak ditabrak oleh forklift atau towtruck pihak Perusahaan akan segera memperbaiki dan memberi sanksi tegas kepada supir kendaraan yang

Referensi

Dokumen terkait

Sifat Konsumtif Manusia, seperti dikatakan oleh pemimpin India Mahatma Ghandi, “Sumber daya alam yang ada cukup untuk kebutuhan setiap orang, tetapi tidak cukup

Kombinasi vitamin A dengan metotreksat untuk pengobatan Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) risiko rendah dapat mempercepat respon terhadap terapi yang dibuktikan

• Bahwa saksi mengetahui pemohon dan termohon adalah suami istri yang telah menikah sekitar bulan Desember 2006 di Kabupaten Lombok Barat karena saksi turut

 Kondisi likuiditas perbankan terus mengalami perbaikan pada bulan November 2014 dengan tren pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang lebih tinggi dibandingkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1984 tentang TataCara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Daerah dilingkungan Pemerintah Daerah ;a. Keputusan Menteri

SUWARJI SDN CENGKLIK I NO.117 SKA Lulus... DWI MURNIATI SDN

P senang karena keluarga dapat memberikan tanggapan dari penjelasan yang sudah diberikan. K mulai bersemangat terhadap

Menurut Learner dalam Abdurrahman (1999:215), “Metode membaca dasar umumnya menggunakan pendekatan elektik yang menggabungkan berbagai prosedur untuk mengajarkan kesiapan,