PANDUAN PRAKTEK KLINIS
TATA LAKSANA KASUS
SMF INDERA PERABA / KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
TAHUN 2014
PEDOMAN KERJA KREDENSIALING
SUB KOMITE KREDENSIAL KOMITE MEDIK
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
TAHUN 2014
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
ERYSIPELAS ( ICD 10 : A46 )
1. Pengertian Inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan edema disertai adanya indurasi dan rasa nyeri. Infeksi kulit superfisial ini terjadi pada lapisan dermis dan subkutaneus kulit, yang mempengaruhi limfatik superfisial dermal dan jaringan sekitarnya. Penyebab: S. aureus atau Streptokokus β-hemolitikus.
2. Anamnesis Bengkak dan kemerahan pada kulit yang nyeri disertai gejala sistemik seperti demam, menggigil dan lemas.
3. Pemeriksaan Fisik Eritema (peau d’orange), edema dengan indurasi lunak, batas tegas, meluas ke area sekitarnya.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 5. Diagnosis Banding Selulitis, Lupus eritematosus, dermatitis kontak, insect bite, deep venous
thrombosis, limfedema, sarkoidosis, dermatoses neutrofilik, sinus abses, infeksi mikobakterium atipikal, necrotizing fasciitis
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan gram , kultur, pemeriksaan darah lengkap dan radiologi (USG) 7. Konsultasi SMF Penyakit Dalam,Mikrobiologi Klinik, Bedah
6. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap 7. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
1. Cefotaksim 3 x 1gram intravena selama 7-10 hari 2. Kompres NaCl 0,9% pada area edema
8. Tempat Pelayanan Ruang rawat inap
9. Penyulit MRSA, Diabetes Melitus, DVT 10. Informed Consent Bila perlu
11. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih 12. Lama Perawatan 7 hari
13. Masa Pemulihan 7 hari
14. Hasil Sembuh dengan sempurna 15. Patologi Tidak diperlukan
16. Otopsi Tidak diperlukan 17. Prognosis Dubius ad Bonam
19. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Ia & rekomendasi A
20. Indikator Medis Edema hilang, lesi menjadi makula hiperpigmentasi 21. Edukasi 1. Elevasi tungkai selama perawatan di ruang perawatan
2. Jika terdapat luka, agar dirawat dengan baik sehingga tidak terjadi infeksi 22. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
IMPETIGO ( ICD 10 : L01.0 )
1. Pengertian Impetigo adalah infeksi bakteri superfisial yang disebabkan oleh Staphylococcus atau Streptococcusbeta hemoliticus grup A. Ada 2 bentuk:
kuning madu atau keemasan, jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya. 2. Impetigo bulosa: dinding bula lebih tebal dan bertahan lebih lama sehingga
tampak bula dengan dinding kendor dengan cairan seropurulen.
3. Impetigo neonatorum: varian impetigo bulosa yang terjadi pada neonatus 2. Anamnesis Gelembung berair pada daerah wajah, sekitar hidung dan ketiak
3. Pemeriksaan Fisik Karakteristik meliputi lesi bula yang dengan cepat pecah, meninggalkan kerak kuning keemasan. Kondisi ini umumnya terletak pada wajah, terutama pada mulut dan hidung.
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik 5. Diagnosis Banding Sifilis kongenital
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pengecatan gram: ditemukan coccus gram positif 2. Kultur
3. VDRL untuk membedakan dengan sifilis kongenital 7. Konsultasi Mikrobiologi, Pediatri (bila terjadi penyulit )
8. Perawatan Rumah Sakit Tidak diperlukan kecuali dengan penyulit 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
Salep topikal mengandung asam fusidat atau mupirosin, antibiotika sistemik jika lesi luas seperti amoksisilin, kloksasilin, eritromisin
10. Tempat Pelayanan Poliklinik
11. Penyulit 1. Sepsis
2. Glomerulonefritis akut 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan 1 minggu (bila tidak ada penyulit)
15. Masa Pemulihan 5.7 hari
16. Hasil Sembuh dengan sempurna
17. Patologi Dikerjakan untuk mengetahui penyebabnya 18. Otopsi Bila diperlukan
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Ia &A
22. Indikator Medis Lesi berubah menjadi makula hiperpigmentasi
23. Edukasi Menjaga kebersihan karena tergolong penyakit menular, cuci tangan setelah memegang lesi
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
PRURIGO NODULARIS ( ICD 10 : L28.1 )
1.
Pengertian Prurigo adalah suatu kondisi kulit dengan karakteristik adanya benjolan dengan rasa gatal, perlu dibedakan dengan:1. Penyakit perforasi
2. Hypertrophic lichen planus 3. Pemphigoid nodularis 4. Actinic prurigo
5. Multiple keratoachantomas
2. Anamnesis Benjolan yang terasa gatal serta teraba lunak, pada daerah tungkai, terutama pada ekstensor
3. Pemeriksaan Fisik Nodul multipel, simetris, biasanya diawali dari lengan dan kaki bawah, kadang disertai ekskoriasi oleh karena garukan
4. Kriteria Diagnosis Nodul multipel, disertai rasa gatal, lesi terutama pada daerah ekstensor 5. Diagnosis Banding 1. Penyakit perforasi
2. Hypertrophic lichen planus 3. Pemphigoid nodularis 4. Actinic prurigo
5. Multiple keratoachantomas 6. Pemeriksaan Penunjang Biopsi kulit untuk histopatologi 7. Konsultasi Tidak diperlukan
8. Perawatan Rumah Sakit Tidak diperlukan 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
Topical Kortikosteroid potensi kuat – sedang. 10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Infeksi sekunder, imunokompromais 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan
-15. Masa Pemulihan
-16. Hasil Post inflamasi hiperpigmentasi
17. Patologi Terjadi parakeratosis, hipergranulosis, hyperplasia epidermis psoriasi form, penebalan kolagen papila dermis dan dapat dijumpai hipertropi neural
18. Otopsi Tidak diperlukan 19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Ia & A
22. Indikator Medis Penipisan nodul/benjolan, gatal tidak dirasakan 23. Edukasi Tidak menggaruk lesi dan memotong kuku pendek.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME (SSSS) ( ICD 10 : L00 )
1.
Pengertian Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyakit kulit melepuh yang disebabkan oleh toksin epidermolitik yang diproduksi oleh Staphylococous aureus grup II.2. Anamnesis Umumnya diawali dengan infeksi lokal pada konjungtiva, lubang hidung, daerah perioral, perineum atau umbilikus. Terlepasnya krusta perioral sering menyebabkan fisura berbentuk lingkaran di sekitar mulut yang menjadi lesi khas pada wajah. Infeksi awal lainnya dari SSSS antara lain pneumonia, septic artritis, endokarditis atau piomiositis. Demam, malaise, letargi, mudah menangis dan susah makan dapat muncul yang kemudian diikuti dengan erupsi kulit luas. Lesi kulit diawali dengan makula yang muncul dilipatan tubuh dalam 24 jam meluas ke seluruh tubuh, dalam 1-2 hari menjadi bula dan mengelupas dalam bentuk lembaran-lembaran. Penyembuhan dalam 5-7 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.
3. Pemeriksaan Fisik Lesi ditandai dengan eritema yang meluas, bula superfisial yang rapuh dan mudah pecah, yang menyebabkan kulit mengelupas, mengalami deskuamasi, eritema dan nyeri. Tanda Nikolsky positif (perluasan daerah bula dengan pemberian sedikit tekanan pada tepi bula)
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Banding 1. Toxic Epidermal Necrosis (TEN) 2. Luka bakar
3. Epidermolisis bulosa, graft versus host disease
6. Pemeriksaan Penunjang Biopsi kulit untuk histopatologi, frozen section
Pemeriksaan rutin : Darah lengkap, elektrolit, gram dan kultur
7. Konsultasi Konsultasikan ke Bagian Anak, THT dan Gigi
8. Perawatan Rumah Sakit Segera rawat inap
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Terapi suportif (terapi cairan)
2. Terapi antibiotika sistemik : penisilin resisten penisilinase, sepalosporin generasi pertama atau kedua, klindamisin merupakan agen pilihan pertama yang tepat atau terapi sesuai dengan tes sensitivitas. Pada pasien dengan infeksi MRSA diterapi dengan vankomisin parental atau agen lain (sesuai dengan pola resistensi lokal)
3. Terapi antibiotika topikal : mupirocin, natrium fusidat
10. Tempat Pelayanan Ruang rawat inap
11. Penyulit 1. Sepsis
2. Pneumonia 3. Infeksi MRSA
12. Informed Consent Perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 1-2 minggu
15. Masa Pemulihan 1 minggu
16. Hasil Dengan penanganan yang tepat, kulit dapat sembuh sempurna tanpa bekas 17. Patologi Dikerjakan untuk mengetahui penyebabnya
18. Otopsi Bila diperlukan
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Ia & A
22. Indikator Medis Pasien makan – minum baik, tidak ada lesi baru
23. Edukasi 1. Dengan pengelupasan kulit yang luas, pasien dapat mengalami penurunan kemampuan untuk mengatur suhu tubuh, kehilangan cairan dan terjadi ketidakseimbangan elektrolit serta meningkatnya risiko untuk terjadi infeksi sekunder dan sepsis.
2. KIE : menjaga keseimbangan termoregulasi, keseimbangan elektrolit, menggunakan pakaian yang lembut atau berbahan katun dan menjaga kebersihan tubuh
24. Kepustakaan 1. Paller, A.S., Mancini, A.J. Bacterial, Mycobacterial, and Protozoa Infection of the Skin In: Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Endinburg:
2. Travers, J.B, Mousdicas, N. Gram-Positive Infection Associated With Toxin Production. In : In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, PallerAS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York:
McGraw Hill Companies; 2012.p.1710-19.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
TINEA CAPITIS ( ICD 10 : B35.0 )
1. Pengertian Infeksi jamur dermatofita pada kulit kepala dan rambut yang biasanya ditandai dengan alopesia berbentuk patch dan pembentukan skuama, ditemukan terutama pada anak prapubertas
2. Anamnesis Adanya bercak kemerahan disertai sisik, botak setempat, bintik-bintik hitam atau bintil bernanah pada kulit kepala kadang disertai rasa gatal
3. Pemeriksaan Fisik Alopecia, makula eritema dengan skuama, pustul, black dot, kerion, favus, scarring alopecia, kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening region servikal atau oksipital
4. Kriteria Diagnosis Baku emas diagnosis dengan kultur jamur
5. Diagnosis Banding Dermatitis seboroik, psoriasis, alopesia areata, trikotilomania, folikulitis, impetigo, lupus eritematosus, dan penyebab alopesia lainnya
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan lampu wood, KOH, kultur jamur 7. Konsultasi Tidak diperlukan
8. Perawatan Rumah Sakit Tidak diperlukan 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
Terapi sistemik dengan anti jamur secara oral (griseofulvin, terbinafin, ketokonazol, flukonazol, itrakonazol)
10. Tempat Pelayanan Ruang rawat jalan
11. Penyulit Infeksi bakteri sekunder, reaksi Id terhadap jamur, tipe inflamasi yang berat seperti kerion dan favus dapat menyebabkan sequalae berupa scarring dan alopesia yang permanen
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan 4.12 inggu
15. Masa Pemulihan 4.12 inggu
16. Hasil Sembuh sempurna pada tipe non inflmasi atau dapat meninggalkan sequalae berupa scarring alopecia pada tipe inflamasi yang berat
17. Patologi Tidak dilakukan 18. Otopsi Tidak diperlukan
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Ia & A
22. Indikator Medis Lesi membaik, rambut tumbuh kembali
23. Edukasi Mencegah penularan, menjaga kebersihan dan higienitas 24. Kepustakaan Hurwit’sClinical Pediatric Dermatologyedisi ke-4
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
VARICELLA ( ICD 10 : B01.9 )
1.
Pengertian Varicella adalah infeksi kulit yang disebabkan virus varicella zoster, muncul pada semua umur tapi paling sering pada anak-anak, maka perlu dibedakan dengan herpes zoster generalisata yang lebih sering ditemukan pada dewasa dan pasien imunokompromais.2. Anamnesis Bintil berair yang ditemukan di wajah, badan, tangan dan kaki. Sebelumnya didahului demam atau nyeri kepala. Gatal jarang ditemukan.
3. Pemeriksaan Fisik Makula eritema, multipel papul, vesikel, pustul, bisa ditemukan erosi ditutupi krusta. 4. Kriteria Diagnosis 1. Malaise dengan gejala prodromal seperti sakit kepala, demam subfebril
2. Erupsi kulit dimulai dengan makula eritematosa, menjadi vesikel, pustul, pecah meninggalkan krusta
5. Diagnosis Banding 1. Herpes zoster generalisata 2. Variola
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Tes Tzanck
2. Tes serologi untuk mengetahui antibodi terhadap VVZ
3. Biakan jaringan untuk diagnosis pasti dan membedakan dengan herpes simpleks
7. Konsultasi Konsultasikan ke Bagian Anak untuk kebutuhan cairan apabila pasien dirawat inap 8. Perawatan Rumah Sakit Tidak perlu, kecuali tidak bisa makan
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Kebutuhan cairan
2. Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari, 20 mg/kg 4 x sehari selama 5 hari (anak) 48 jam pertama
3. Antipiretik (kecuali salisilat / aspirin) bila perlu 4. Antihistamin bila perlu
5. Topikal
Bedak salisilat mentol (untuk lesi yang belum pecah) Antibiotik topikal asamfusidat (untuk lesi yang sudah pecah) 6. Tempat Pelayanan Ruang poli, ruang rawat inap
8. Informed Consent Bila perlu
9. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih 10. Lama Perawatan 1 minggu
11. Masa Pemulihan 1-2 minggu
12. Hasil Sembuh dengan sempurna 13. Patologi Tidak perlu
14. Otopsi Tidak perlu
15. Prognosis Dubius ad bonam
16. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin 17. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Ia & A
18. Indikator Medis Lesi menjadi hiperpigmentasi 19. Edukasi Istirahat cukup, makan minum cukup.
20. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
SELULITIS ( ICD 10 : L03.9 )
1.
Pengertian Inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan edema yang meluas disertai adanya indurasi dan rasa nyeri. Infeksi ini terjadi pada lapisan dermis dan subkutaneus kulit, yang mempengaruhi sistem limfatik dermal dan jaringan sekitarnya. Selulitis disebabkan oleh S. aureus atau Streptokokus β-hemolitikus. 2. Anamnesis Bengkak dan kemerahan pada kulit yang disertai rasa nyeri dan gejala sistemikseperti demam, menggigil dan lemas.
3. Pemeriksaan Fisik Eritema, edema dengan indurasi lunak, batas tidak tegas, meluas ke area sekitarnya. Limfadenopati regional (+)
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 5. Diagnosis Banding Erisipelas, Lupus eritematosus, dermatitis kontak, insect bite, deep venous
thrombosis, limfedema, sarkoidosis, dermatoses neutrofilik, sinus abses, infeksi mikobakterium atipikal, necrotizing fasciitis
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan gram, kultur, histopatologi, pemeriksaan darah lengkap dan radiologi (USG atau MRI)
7. Konsultasi SMF Penyakit Dalam,Mikrobiologi Klinik, Bedah 8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Cefotaksim 3 x 1 gram selama 7 – 10 hari 2. Kompres NaCl 0,9% pada area edema. 3. Pada kasus Refraktori: vankomisin, linezolid 10. Tempat Pelayanan Poliklinik, ruang rawat inap
11. Penyulit MRSA, DM, DVT 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan 7 hari (bila tidak ada penyulit)
15. Masa Pemulihan 7 hari
16. Hasil Sembuh dengan sempurna
17. Patologi Dikerjakan untuk konfirmasi diagnosis 18. Otopsi Bila diperlukan
19. Prognosis Dubius ad Bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Ia & A
22. Indikator Medis Edema hilang, lesi menjadi makula hiperpigmentasi 23. Edukasi 1. Elevasi tungkai selama perawatan di ruang perawatan
2. Jika terdapat luka, agar dirawat dengan baik sehingga tidak terjadi infeksi 24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
BAKTERIAL VAGINOSIS ( ICD 10 : A64 )
1.
Pengertian Merupakan sindrom klinis akibat perubahan flora normal vagina yang ditandai adanya duh tubuh berwarna putih keabuan. Melekat pada dinding vagina danberbau amis. Etiologi Gardanelaa vaginalis bersama-sama dengan bakteri anaerob lainnya sepeti Bacteroides spp dan Mobiluncus spp.
2. Anamnesis Keputihan dengan bau yang amis, terutama setelah melakukan hubungan seksual 3. Pemeriksaan Fisik Duh tubuh yang homogen, berwarna putih keabuan dan melekat pada dinding
vagina. Pada dinding vagina tidak tampak adanya eritema atau edema.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : ditemukan duh tubuh yang homogen berwarna putih keabuan, melekat pada dinding vagina dan berbau amis
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Preparat Gram : ditemukan clue cell
b. Tes amin : duh tubuh vagina ditambahkan 2 tetes KOH 10% akan timbul bau amis
c. pH vagina > 4,5 5. Diagnosis Banding 1. Kandidosis vulvovaginal
2. Trikomoniasis
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Preparat Gram : ditemukan clue cell
2. Tes amin : duh tubuh vagina ditambahkan 2 tetes KOH 10% akan timbul bau amis
3. pH vagina > 4,5
7. Konsultasi Obstetri dan Ginekologi (pasien bakterial vaginosis dengan kehamilan) 8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Metronidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 hari, atau 2. Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau 3. Klindamisin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari, atau
4. Metronidazol gel 0,75% 5 gram diberikan 2 kali sehari intra vagina selama 5 hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit 1. Penyakit radang panggul
2. Pada kehamilan dapat menyebabkan korioamnionitis, infeksi cairan amnion, infeksi nifas, kelahiran prematur dan his prematur.
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan 5 – 7 hari
15. Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi 1. Mengurangi atau menghilangkan faktor predisposisi seperti penggunaan bahan antiseptic / antibiotika vaginal atau bahan pembilas vagina.
2. Pasien dengan pengobatan metronidazol agar diperingati untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama menggunakan obat tersebut sampai dengan 24 jam sesudah penggunaan obat yang terakhir.
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
HERPES GENITALIS ( ICD 10 : A60.0 )
1. Pengertian Penyakit infeksi pada genitalia yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) dengan gejala yang khas berupa vesikel atau erosi multipel di atas kulit / mukosa eritema dan bersifat rekuren.
2. Anamnesis Keluhan berupa muncul bintik-bintik berair pada daerah genitalia yang mudah pecah dan menjadi luka (erosi multipel). Sebelum muncul lesi dapat diawali oleh rasa terbakar atau gatal. Dapat disertai keluhan lain seperti demam, malaise dan nyeri otot.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Infeksi primer : gerombolan vesikel di atas kulit eritema. Dapat disertai pembesaran kelenjar limfe regional yang nyeri pada perabaan. Lokasi pada pria umumnya adalah preputium, glans penis, batang penis, uretra dan daerah anal pada homoseksual, jarang pada skrotum. Pada wanita lokasi umumnya adalah labia mayor / minor, klitoris, introitus vagina atau serviks.
2. Infeksi rekuren : gejala lebih ringan, lokasi umumnya sama dengan lokasi infeksi primer, biasanya tidak disertai gejala konstitusi. Lesi berupa vesikel bergerombol di atas kulit eritema namun jumlah lesi lebih sedikit dan unilateral. Limfadenopati inguinal dapat dijumpai.
3. Infeksi asimtomatik : tidak memberikan gejala klinis (laten).
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : pada genetalia tampak adanya vesikel bergerombol atau erosi multipel di atas kulit / mukosa eritema, terasa nyeri dan sering rekuren. Kelenjar limfe regional membengkak dan disertai nyeri tekan. Pada infeksi primer umumnya disertai gejala konstitusi seperti demam, malaise dan nyeri otot.
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan sitologi (Tzanck test) ditemukan sel datia berinti banyak (multinucleated giant cell)
5. Diagnosis Banding 1. Ulkus durum 2. Ulkus mole 3. Afek primer LGV 4. Herpes zoster
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sitologi (Tzanck test) : ditemukan sel datia berinti banyak (multinucleated giant cell)
2. Serologi : menemukan antibodi spesifik (Ig M atau Ig G anti HSV 2 & HSV1) 3. Imunofloresensi : menemukan HSV dari kerokan lesi
4. PCR : menemukan asam nukleat virus 5. Biakan jaringan
7. Konsultasi Obstetri dan Ginekologi (divisi Fetomaternal) untuk kasus herpes genitalis pada kehamilan
8. Perawatan Rumah Sakit 1. Rawat inap pada kasus herpes genitalis primer yang berat 2. Rawat jalan (poliklinis) pada kasus herpes genitalis rekuren 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
1. Infeksi primer : Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 7 hari atau Valasiklovir 2 x 500 mg selama 7 hari
2. Infeksi rekuren : Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari atau Valasiklovir 2 x 500 mg selama 5 hari
4. Topikal diberikan kompres larutan saline
5. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan analgetik seperti asam mefenamat atau antalgin.
6. Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika seperti eritromisin, atau amoksisilin.
10 Tempat Pelayanan 1. Ruang perawatan rawat inap untuk kasus herpes genitalis primer yang berat 2. Poliklinik Kulit dan Kelamin untuk kasus herpes genitalis rekuren
11 Penyulit 1. Infeksi sekunder
2. Konstipasi, inkontinensia dan atau retensi urine 3. Meningitis aseptik
4. Herpes genitalis pada kehamilan 5. Herpes genitalis pada imunokompromais 12 Informed Consent Bila perlu
13 Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14 Lama Perawatan 5 – 7 hari
15 Masa Pemulihan 6 – 10 hari
16 Hasil Sembuh, tetapi dapat terjadi rekurensi
17 Patologi
-18 Otopsi
-19 Prognosis Dubius ad bonam
20 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin 21 Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22 Indikator Medis Perbaikan secara klinis
23 Edukasi 1. Abstinensia hubungan seksual sampai klinis kembali normal
2. Penggunaan kondom secara konsisten untuk memperkecil penularan kepada mitra seksual
24 Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
BALANITIS KANDIDA DAN KANDIDOSIS VULVOVAGINAL
( ICD 10 : B37.3 : KANDIDOSIS VULVOVAGINAL, ICD 10 : B37.4 : BALANITIS KANDIDA )
1. Pengertian Kandidosis vulvovaginal (KVV) adalah infeksi oleh kandida khususnya Candida
albicans pada vagina dan / atau vulva. Sedangkan balanitis kandida adalah infeksi oleh kandida pada glans penis.
2. Anamnesis 1. Pada wanita keluhannya berupa keluar duh tubuh yang tidak berbau tetapi disertai rasa gatal atau panas pada vagina, vulva dan daerah sekitarnya. 2. Pada pria keluhannya berupa rasa gatal atau panas disekitar glans penis. 3. Pemeriksaan Fisik 1. Pada wanita tampak dinding vagina eritema dan edema disertai duh tubuh
berwarna putih (pseudomembran), bergumpal seperti susu basi atau gumpalan keju (cottage cheese). Lesi juga dapat ditemukan pada vulva dan lipat paha berupa maserasi, pseudomembran, fisura dan lesi satelit papulopustular.
2. Pada pria tampak mukosa glans penis eritema dan edema disertai pseudomembran berwarna putih di atasnya
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : pada wanita tampak dinding vagina eritema disertai duh tubuh berwarna putih (pseudomembran), bergumpal sepeti susu basi atau gumpalan keju (cottage cheese). Pada pria tampak mukosa gland penis eritema dan edema disertai pseudomembran berwarna putih diatasnya
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan KOH 10-20 % ditemukan blastospora dan hifa semu
5. Diagnosis Banding 1. Trikomoniasis 2. Bakterial vaginosis
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Preparat Gram : jumlah PMN lebih sedikit dari pada sel epitel dan tidak dijumpai adanya clue cell
2. Tes amin (sniff test) : sekret vagina ditambahkan 2 tetes KOH 10 % tidak menimbulkan bau amis
3. Preparat KOH 10-20 % : ditemukan blastospora dan hifa semu
7. Konsultasi
-8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Pada kandidosis vulvovaginal tanpa kehamilan :
a. Klotrimazol 200 mg intra vagina, setiap hari selama 3 hari, atau b. Klotrimazol 500 mg intra vagina dosis tunggal, atau
c. Flukonazol 150 mg per oral dosis tunggal,atau
d. Itrakonazol 200 mg peroral 2 kali sehari dosis tunggal, atau e. Nistatin 100.000 IU intra vagina diberikan setiap hari selama 14 hari 2. Pada kandidosis vulvovaginal dengan kehamilan pengobatan yang dianjurkan
hanya derivat azol topikal
3. Pada pria : krim nistatin atau klotrimazol topikal yang diaplikasikan 2 kali sehari selama 7 hari
10 Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11 Penyulit 1. Kandidosis vulvovaginal rekuren dan kronis
2. Ko-infeksi dengan bakterial vaginosis dan trikomoniasis
3. Kandidosis vulvovaginal dan balanitis kandida pada imunokompromais 12 Informed Consent Bila perlu
13 Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14 Lama Perawatan 6 - 7 hari
15 Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16 Hasil Sembuh
17 Patologi Tidak diperlukan 18 Otopsi Tidak diperlukan 19 Prognosis Dubius ad bonam
20 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin 21 Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22 Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23 Edukasi 1. Pada wanita agar mengurangi atau menghilangkan faktor predisposisi seperti penggunaan bahan antiseptik / antibiotik vaginal atau bahan pembilas vagina 2. Pada pria agar menjaga daerah gland penis tetap kering dan bersih, salah satu
cara dengan sirkumsisi
3. Pada kasus yang sering mengalami kekambuhan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan pada mitra seksualnya
24 Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008 2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun
2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
KONDILOMA AKUMINATA ( ICD 10 : A63.0 )
1.
Pengertian Kutil anogenital yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma virus (HPV). Kutil berupa papul atau nodul epidermis dengan permukaan verukosa yang dapat muncul pada perineum, genetalia, lipat paha dan anus.HPV tipe 6 dan 11 menimbulkan lesi dengan pertumbuhan berdungkul (jengger ayam).
HPV tipe 16, 18 dan 31 menimbulkan lesi yang datar (flat) HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan karsinoma genital
2. Anamnesis Muncul kutil pada area anogenital tanpa disertai rasa nyeri maupun gatal.
3. Pemeriksaan Fisik Papul dapat soliter atau multipel dengan permukaan yang verukosa atau seperti jengger ayam. Predileksi umumnya di daerah anogenital
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis: papul multipel, permukaan lesi dapat flat atau verukosa, bersifat lunak dan tidak nyeri
2. Pemeriksaan penunjang : dengan pengolesan asam asetat 3 – 5% (test acetowhite) terjadi perubahan warna lesi menjadi putih
5. Diagnosis Banding Kondiloma lata
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Test acetowhite menggunakan asam asetat 3-5 % 2. Histopatologi
7. Konsultasi 1. Patologi anatomi (untuk konsultasi hasil pemeriksaan histopatologi)
2. Bedah Onkologi (bila berkembang kearah keganasan / karsinoma sel skuamosa)
3. Obstetri dan Ginekologi untuk kutil pada serviks dan pap smear 8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Bedah listrik
2. Tutul dengan tinctura podofilin 10-25 % 3. Tutul trichlor acetic acid (TCA) 80 -90% 4. Podofilotoksin 5%
5. Bedah beku (N2O liquid) 6. Injeksi intralesi dengan interferon
7. Pengangkatan lesi dengan cara pembedahan 10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit 1. Erosi, phimosis, striktur urethra paska tindakan 2. Karsinoma sel skuamosa
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan
-15. Masa Pemulihan
-16. Hasil Membaik, tapi kemungkinan untuk muncul lesi baru tetap ada
17. Patologi
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad malam. Pengangkatan lesi bukan berarti suatu penyembuhan dari infeksi dan tidak ada cara pengobatan yang memuaskan
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis
23. Edukasi Penyulit, prognosis dan kemungkinan menularkan penyakit pada mitra seksualnya dan penggunaan kondom untuk membantu mengurangi penularan selanjutnya. 24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
SERVISITIS GONOKOKAL ( ICD 10 : A54.0 )
1.
Pengertian Infeksi oleh Neisseria gonorrhoeae pada wanita yang ditandai dengan keluarnya duh tubuh purulen (keputihan) dari serviks2. Anamnesis Duh tubuh yang disertai nyeri kencing, perdarahan intermenstrual, menorrhagia (perdarahan menstruasi yang terlalu banyak). Keluhan umumnya muncul 2-10 hari paska coitus suspectus
3. Pemeriksaan Fisik Tampak duh tubuh serviks yang purulen atau mukopurulen, disertai eritema dan edema pada Orifisium Uretra Eksternum (OUE). Mudah terjadi perdarahan mukosa pada waktu melakukan swab di endoserviks. Duh tubuh purulen juga dapat dijumpai pada uretra, kelenjar periuretra dan duktus kelenjar Bartholin
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : tampak duh tubuh serviks yang purulen atau mukopurulen, disertai eritema dan edema pada OUE. Duh tubuh purulen juga dapat dijumpai pada
uretra, kelenjar periuretra dan duktus kelenjar Bartholin.
2. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan pulasan Gram dari duh tubuh serviks dijumpai peningkatan leukosit PMN > 30/lapangan pandang dan terdapat diplokokus gram negatif intra dan ekstraseluler (pembesaran 1000X)
5. Diagnosis Banding Servisitis non gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram: peningkatan jumlah leukosit PMN > 30/lapangan pandang serta adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler
2. Biakan media Thayer Martin diikuti dengan tes oksidase, tes fermentasi dan uji kepekaan
3. Tes beta laktamase untuk mengetahui strain PPNG
7. Konsultasi 1. Mikrobiologi klinik (konsultasi hasil pemeriksaan penunjang) 2. Obstetri dan Ginekologi (bila terdapat penyulit PRP/PID) 8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Servisitis gonokokal non komplikata : a. Cefiksim 1 x 400 mg dosis tunggal, atau b. Levofloksasin 1 x 500 dosis tunggal, atau c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m dosis tunggal
2. Servisitis gonokokal komplikata
a. Cefiksim 1 x 400 mg / hari selama 5 hari, atau b. Levofloksasin 1 x 500/hari selama 5 hari, atau
c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m sekali sehari selama 3 hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Bartholinitis, penyakit radang panggul (PRP/PID) 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih. 14. Lama Perawatan
-15. Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad bonam.
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin pada hari ke-3, 7 dan ke-14 paska pemberian terapi antibiotika.
21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A. 22. Indikator Medis Klinis dan laboratorium.
23. Edukasi Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal. 24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008.
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
SERVISITIS NON GONOKOKAL ( ICD 10 : A56.0 )
1.
Pengertian Infeksi traktus genital pada wanita, terutama pada serviks, yang penyebabnya non spesifik atau tidak dapat ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium sederhana seperti Chlamydia trachomatis dan Ureaplasma urealyticum2. Anamnesis Gejala sering tidak khas, asimptomatik atau sangat ringan. Pada kasus yang simptomatis umumnya mengeluh adanya duh tubuh vagina warna kekuningan. Keluhan umumnya muncul 1 – 5 minggu paska coitus suspectus
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat duh tubuh serviks yang mukoid atau mukopurulen. Pada serviks dapat dijumpai gambaran eritema, edema, ektopi, erosi serviks dan folikel-folikel kecil (microfollicles) yang mudah berdarah
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : terdapat duh tubuh serviks yang mukoid atau mukopurulen. Pada serviks dapat dijumpai gambaran eritema, edema, ektopi, erosi serviks dan folikel-folikel kecil (microfollicles) yang mudah berdarah.
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Pada pemeriksaan pulasan Gram dari apusan duh tubuh serviks ditemukan adanya peningkatan lekosit PMN > 30/lapangan pandang tetapi
tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra maupun ekstra seluler (pembesaran 1000 X)
b. Pada pemeriksaan sediaan basah tidak dijumpai adanya pergerakan
Trichomonas vaginalis
5. Diagnosis Banding Servisitis gonokokal, trikhomoniasis
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram dari apusan duh tubuh serviks :
a. Ditemukan > 30 PMN/lapangan pandang dengan pembesaran 1000X b. Tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler 2. Enzym immunoassay (EIA) untuk dideteksi antigen dalam sekret
3. Gen –probe technique untuk deteksi asam nukleat dalam sekret 4. Biakan jaringan
7. Konsultasi
-8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Doksisiklin 2 x 100 mg po/hari selama 7 hari, atau 2. Azitromisin 1 gram po dosis tunggal, atau 3. Tetrasiklin 4 x 500 mg po/hari selama 7 hari, atau 4. Eritromisin 4 x 500 mg po/hari selama 7 hari 10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Bartholinitis, endometritis, salpingitis dan perihepatitis (Fitz-Hugh-Curtis Syndrome) 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan 7 – 14 hari
15. Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi 1. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap mitra seksual
2. Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal 3. Pasien dengan pengobatan eritromisin, tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pada
saat lambung kosong
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
SIFILIS ( ICD 10 : A51.0 )
1.
Pengertian Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Merupakan penyakit kronis, bersifat sistemik dan dapat menyerang hampir semua organ tubuh. Ada masa laten tanpa manifestasi klinis dan dapat ditularkan kepada bayi dalam kandungan2. Anamnesis 1. Pada sifilis I keluhan dapat berupa ulkus pada kelamin yang tidak nyeri. 2. Pada sifilis II keluhan dapat berupa kerontokan rambut dan / atau bercak
kemerahan pada badan, telapak tangan atau telapak kaki tanpa disertai rasa gatal.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Sifilis I : terdapat ulkus atau erosi bentuk bulat atau bulat lonjong, tepi landai, bersih, kulit sekitarnya tidak meradang, relatif tidak nyeri (indolen) dan teraba keras (indurasi). Lokasi pada sulkus koronarius (laki-laki) dan labia minora dan mayora (wanita). Kelenjar limfe regional membesar, soliter dan tidak nyeri. 2. Sifilis II : muncul 6-8 minggu sesudah infeksi, lebih banyak sebagai kelainan
kulit berupa makula, papul atau papuloskuamosa berwarna merah tembaga, kadang-kadang terdapat pustul. Lesi terutama terdapat pada badan, telapak tangan, telapak kaki, dan tidak terasa gatal. Disamping itu terdapat pula kondiloma lata, lesi pada mukosa mulut atau genital (mucous patches) dan alopesia. Terdapat limfadenopati generalisata.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis :
a. Sifilis I : erosi atau ulkus soliter, bentuk bulat, bersih, tepi landai, tidak nyeri, teraba keras, dan kulit di sekitarnya tidak meradang. Kelenjar limfe inguinal membesar, soliter, kenyal, dan tidak nyeri.
b. Sifilis II : makulopapular atau papuloskuamosa berwarna merah tembaga tersebar pada badan, telapak tangan dan telapak kaki tidak terasa gatal. Terdapat pula kondiloma lata, mucous patches, dan limfadenopati generalisata.
2. Mikroskop lapangan gelap dengan spesimen berasal dari ulkus, lesi kulit dan / atau aspirasi kelenjar : ditemukan gerakan Treponema pallidum
3. Tes Serologis Sifilis : VDRL titer >1:8 ; TPHA positif
5. Diagnosis Banding 1. Sifilis I : herpes genitalis, ulkus mole, ulkus piogenik,scabies
2. Sifilis II : erupsi obat, morbili, pityriasis rosea, psoriasis vulgaris, kondiloma akuminata, alopesia areata
3. Sifilis III : jamur sistemik, tuberculosis kutis, keganasan
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Mikroskop lapangan gelap (dark field microscope) dengan spesimen berasal dari ulkus, lesi kulit dan / atau aspirasi kelenjar : ditemukan gerakan
Treponema pallidum
2. Pemeriksaan untuk menentukan antibodi non spesifik : test Wasserman, test Kahn, test VDRL (Venereal Disease Research Laboratory), test RPR (Rapid Plasma Reagin) dan test automated regin.
3. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu test RPCF (Reiter Protein Complement Fixation)
4. Pemeriksaan antibodi spesifik : test TPI (Treponema Pallidum Immobolization), test FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed), test TPHA (Treponema Pallidum Haemaglutination Assay) dan test Elisa (Enzym Link Immunosorbent Assay)
7. Konsultasi 1. Bagian Pediatri untuk kasus sifilis kongenital 2. Bagian Neurologi untuk kasus Neurosifilis 8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Sifilis dini (sifilis primer, sekunder dan laten dini)
a. Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM satu kali suntikan, atau b. Prokain penisilin G 0,6 juta unit IM 1x/hari selama 10 hari c. Bila alergi penisilin diberikan :
Tetrasiklin hidroklorida 4 x 500 mg po/hari selama 30 hari atau Doksisiklin 2 x 100 mg po/hari selama 30 hari atau Eritromisin stearat 4 x 500 mg po/hari selama 30 hari (wanita hamil)
neurosifilis
a. Benzatin penisilin G 2,4 juta unit i.m 1x/minggu selama 3 minggu berturut-turut atau
b. Prokain penisilin G 0,6 juta unit i.m 1x/hari selama 21 hari berturut-turut c. Bila alergi penisilin diberikan :
Tetrasiklin hidroklorida 4 x 500 mg po/hari selama lebih dari 30 hari atau Doksisiklin 2 x 100 mg po/hari selama lebih dari 30 hari atau Eritromisin stearat 4 x 500 mg po/hari selama lebih dari 30 hari (wanita hamil) 3. Pengobatan neurosifilis :
a. Diberikan aqueous benzylpenisilin 12 – 24 juta unit i.v, diberikan sebanyak 2 – 4 juta unit setiap 4 jam dalam sehari selama 14 hari atau
b. Prokain benzilpenisilin 1,2 juta unit i.m + probenesid 4 x 500 mg/hari setiap hari selama 10 – 14 hari
4. Sifilis kongenital :
Setiap bayi sebelum diberi pengobatan harus diperiksa cairan sumsum tulang belakang (CSTB) untuk memperoleh pengobatan dasar
a. Bayi yang menderita sifilis kongenital dini dengan kelainan CSTB :
a) Penisilin G kristalin 50.000 unit/kgBB i.m atau i.v 2x/hari selama 10 hari, atau
b) Penisilin G prokain dalam aqua 50.000 unit/kgBB i.m sekali suntik selama 10 hari
b. Bayi dengan CSTB normal :
i. Penisilin G prokain dalam aqua 50.000 unit/kgBB i.m sekali suntik selama 10 hari
ii. Penisilin G Benzatin 50.000 unit/kg BB i.m injeksi tunggal c. Antibiotika selain penisilin tidak dianjurkan
d. Terhadap sifilis kongenital > 2 tahun, dosis tidak lebih dari sifilis lanjut yang didapat.
e. Setelah masa neonatus, untuk yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan dosis tidak lebih dari sifilis didapat.
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin 11. Penyulit 1. Neurosifilis
2. Sifilis kardiovaskular 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan
-15. Masa Pemulihan
-16. Hasil Sembuh
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin untuk evaluasi klinis dan serologis sesudah 3 bulan pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan sesudah 6 bulan. Bila ada indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke 6 tersebut, dapat dilakukan evaluasi kembali pada bulan ke 12.
21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium (serologis)
23. Edukasi 1. Menerangkan kepada pasien mengenai penyakitnya, penyebab dan perjalanan penyakit
2. Mencegah penularan kepada mitra seksualnya 3. Kemungkinan tertular HIV
4. Pemeriksaan terhadap mitra seksualnya
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
TRIKOMONIASIS ( ICD 10 : A59 )
1. Pengertian Penyakit infeksi pada traktus urogenitalis bagian bawah wanita maupun pria yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
2. Anamnesis 1. Keluhan umumnya muncul 2 – 28 hari paska coitus suspectus
2. Pada pria sebagian besar asimptomatik. Pada kasus yang simptomatis dapat muncul keluhan rasa gatal pada saluran kencing, nyeri kencing disertai keluarnya duh tubuh uretra yang biasanya keluar secara intermiten
3. Pada wanita, beberapa kasus juga dapat bersifat asimptomatis. Pada kasus yang simptomatis umumnya mengeluh adanya duh tubuh, jumlah banyak, warna kehijauan dan berbusa, berbau busuk disertai rasa gatal dan perih pada vulva dan kulit sekitarnya. Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah disuria, polakisuria, dispareunia, perdarahan paska koitus dan perdarahan intermenstrual.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Trikomoniasis pada pria : orificium urethrae exsternum tampak eritema, edema disertai keluarnya duh tubuh mukoid atau seropurulen.
2. Trikomoniasis pada wanita : dinding vagina eritema, edema, dengan duh tubuh sero purulen, berwarna kuning kehijauan, berbuih dan berbau busuk. Pada serviks dapat ditemukan bintik-bintik perdarahan sehingga menyerupai granuloma (strawberry appearance)
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis :
a. Pada pria : orificium urethra externum tampak eritema, edema disertai keluarnya duh tubuh mukoid atau seropurulen.
b. Pada wanita : dinding vagina eritema, edema, dengan duh tubuh sero purulen, berwarna kuning kehijauan, berbuih dan berbau tidak enak. Pada serviks dapat ditemukan bintik-bintik perdarahan (strawberry cervix).
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan sediaan basah dapat diamati adanya Trichomonas vaginalis.
5. Diagnosis Banding 1. Pada wanita : bakterial vaginosis, kandidosis vulvovaginal 2. Pada pria : uretritis gonokokal, uretritis non gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sediaan basah dengan larutan fisiologis untuk mengamati adanya Trichomonas vaginalis
2. Biakan pada media Diamond modifikasi, Feinberg atau Kupferberg 7. Konsultasi Obstetri dan Ginekologi pada kasus trikomoniasis dengan kehamilan
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis) 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
1. Pada wanita :
a. Metronidazole 2 gram per oral dosis tunggal, atau
b. Metronidazol 2 x 500 mg/hari per oral selama 7 – 14 hari, atau c. Tinidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
d. Tinidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 – 14 hari 2. Pada pria :
a. Metronidazol 2 x 500 mg/hari per oral selama 7 – 14 hari, atau b. Tinidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 – 14 hari
10 Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11 Penyulit Trikomoniasis rekuren dan persisten 12 Informed Consent Bila perlu
13 Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14 Lama Perawatan 6 – 14 hari
15 Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16 Hasil Sembuh
17 Patologi
-18 Otopsi
-19 Prognosis Dubius ad bonam
20 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin 21 Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22 Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23 Edukasi 1. Pemeriksaan dan pengobatan kepada mitra seksual
2. Abstinensia hubungan seksual sampai pasien dan mitra seksualnya mengalami perbaikan klinis dan laboratorium
3. Selama pengobatan dengan metronidazol, pasien diperingati untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama menggunakan obat tersebut sampai dengan 24 jam sesudah penggunaan obat yang terakhir.
24 Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
ULKUS MOLLE ( ICD 10 : A57 )
1.
Pengertian Infeksi genitalia yang disebabkan oleh Haemophilus Ducreyi ditandai adanya ulkus multipel, tertutup jaringan nekrotik dan terasa sangat nyeri.2. Anamnesis Muncul beberapa ulkus yang sangat nyeri pada kelamin, kurang lebih 1- 4 minggu setelah kontak seksual disertai pembengkakan pada kelenjar pada lipat paha. 3. Pemeriksaan Fisik Ulkus multipel, nyeri, lunak pada perabaan, bentuk seperti cawan, dinding
bergaung, dengan tepi yang tidak teratur. Dasar ulkus berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah dan ditutup jaringan nekrotik purulen berwarna kuning keabuan. Ulkus biasanya meluas ke perifer dan kulit di sekitar ulkus tampak eritema. Lokasi ulkus pada pria umumnya adalah preputium, sulkus koronarius, frenulum, atau batang penis. Pada wanita sering pada labia, klitoris, vestibulum. Dapat terjadi oto-inokulasi sehingga dapat timbul pada pubis, paha dan abdomen. 4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : ulkus multipel, nyeri, teraba lunak, bentuk seperti cawan, dinding
bergaung, tepi tidak teratur dan ditutup jaringan nekrotik. Disertai pembesaran kelenjar pada lipat paha.
2. Pemeriksaan penunjang : pulasan Gram dari apusan dasar lesi ditemukan basil gram negatif yang berderet berpasangan seperti rantai atau tampak seperti kumpulan ikan (school of fish) intra dan ekstra seluler
5. Diagnosis Banding 1. Ulkus banal 2. Ulkus durum 3. Herpes genitalis
4. Limfogranuloma venerium
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pulasan Gram dari apusan dasar lesi 2. Biakan / kultur Haemophilus ducreyi
3. Tes Ito-Reenstierna, positif bila timbul infiltrat > 0,5 cm dalam 48 jam 7. Konsultasi Mikrobiologi Klinik (untuk konsultasi hasil pemeriksaan penunjang) 8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Siprofloksasin 2 x 500mg/hari selama 7 hari, atau 2. Eritromisin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari, atau 3. Azitromisin 1 gram dosis tunggal, atau
4. Seftriakson injeksi IM 250 mg dosis tunggal
5. Tidak diperlukan penanganan khusus terhadap lesi. Lesi ulseratif dijaga tetap bersih, bila perlu dapat diberikan kompres dengan larutan NaCl 0,9%
6. Untuk kelenjar getah bening yang berfluktuasi dapat dilakukan aspirasi melalui kulit yang sehat. Tidak dianjurkan melakukan insisi, drainase maupun eksisi dari kelenjar karena akan memperlambat penyembuhan.
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit 1. Limfadenopati inguinal suppuratif (bubo) 2. Giant ulcer/giant chancroid
3. Phimosis atau autoamputasi akibat fibrosis 4. Fisura dan atau striktura uretra
5. Fistel rektovagina 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan
-15. Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin setiap minggu sampai terlihat perbaikan nyata 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22. Indikator Medis Klinis dan laboratorium
23. Edukasi Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium membaik
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
URETRITIS GONOKOKAL ( ICD 10 : A54.0 )
1.
Pengertian Infeksi Neisseria gonorrhoea pada uretra yang ditandai dengan keluarnya duh tubuh purulen dan nyeri saat kencing2. Anamnesis Keluarnya duh tubuh purulen dari orificium urethra externum (OUE) 2-7 hari paska
coitus suspectus disertai nyeri saat kencing.
3. Pemeriksaan Fisik Orifisium urethra eksternum tampak eritema, edema, ektropion disertai keluarnya duh tubuh purulen.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : orifisium urethra eksternum tampak eritema, edema, ektropion disertai keluarnya duh tubuh purulen atau mukopurulen disertai nyeri pada saat kencing 2. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan pulasan Gram dari duh tubuh urethra tampak peningkatan leukosit PMN > 5/lapangan pandang serta terdapat diplokokus gram negatif intra dan ekstraseluler (pembesaran 1000X)
5. Diagnosis Banding Uretritis non gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram : peningkatan jumlah leukosit PMN > 5/lapangan pandang serta adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler
2. Biakan pada media Thayer Martin diikuti dengan tes oksidase, tes fermentasi dan uji kepekaan
3. Tes beta laktamase untuk mengetahui strain PPNG 7. Konsultasi Mikrobiologi Klinik (konsultasi hasil pemeriksaan penunjang) 8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)
1. Urethritis gonokokal non komplikata : a. Sefiksim 1 x 400 mg dosis tunggal, atau b. Levofloksasin 1 x 500 dosis tunggal, atau c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau
e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m dosis tunggal 2. Urethritis gonokokal komplikata
a. Sefiksim 1 x 400 mg / hari selama 5 hari, atau b. Levofloksasin 1 x 500/hari selama 5 hari, atau
c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m sekali sehari selama 3 hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin 11. Penyulit Epididimitis, orchitis 12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan
-15. Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin pada hari ke-3, 7 dan ke-14 paska pemberian terapi antibiotika
21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22. Indikator Medis Klinis dan laboratorium
23. Edukasi Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal 24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
URETRITIS NON GONOKOKAL ( ICD 10 : A56.0 )
1.
Pengertian Infeksi traktus urogenital pada pria yang penyebabnya non spesifik atau tidak dapat ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium sederhana seperti Chlamydia trachomatis dan Ureaplasma urealyticum.2. Anamnesis Terdapat keluhan rasa gatal pada saluran kencing, nyeri kencing disertai keluarnya duh tubuh uretra yang umumnya keluar pada pagi hari (morning drops). Keluhan tersebut muncul 1 – 5 minggu paska coitus suspectus
3. Pemeriksaan Fisik Orificium urethrae externum mengalami peradangan ringan atau tampak normal. Dijumpai pula adanya duh tubuh yang serus atau mukoid dalam jumlah yang sedikit.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : orificium urethrae externum mengalami peradangan ringan atau tampak normal disertai keluarnya duh tubuh serus atau mukoid.
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan pulasan Gram dari apusan duh tubuh uretra ditemukan peningkatan leukosit PMN > 5/lapangan pandang, tetapi tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra maupun ekstra seluler.
5. Diagnosis Banding Uretritis gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram :
a. Dari apusan duh tubuh uretra ditemukan peningkatan leukosit PMN > 5/lapangan pandang (pembesaran 1000X)
b. Sedimen urine ditemukan > 15 PMN/lapangan pandang (pembesaran 400X)
c. Tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler 2. Enzym immunoassay (EIA) untuk dideteksi antigen dalam sekret.
3. Gen –probe technique untuk deteksi asam nukleat dalam sekret. 4. Biakan jaringan
7. Konsultasi
-8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis) 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
1. Doksisiklin 2x100 mg po/hari selama 7 hari, atau 2. Azitromisin 1 gram po dosis tunggal, atau 3. Tetrasiklin 4x500 mg po/hari selama 7 hari, atau
4. Eritromisin 4x500 mg po/hari selama 7 hari 10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Epididimitis, proktitis dan Reiter’s syndrome
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum/residen kulit, perawat yang terlatih 14. Lama Perawatan 7 – 14 hari
15. Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi
-18. Otopsi
-19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A 22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi 1. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap mitra seksual
2. Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal 3. Pasien dengan pengobatan eritromisin, tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pada
saat lambung kosong
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun 2011.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
DERMATITIS KONTAK ALERGI ( ICD 10 : L23 )
1.
Pengertian Dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat allergen2. Anamnesis 1. Bercak merah, batas tidak tegas, tampak basah
2. Sebelumnya ada riwayat kontak berulang dengan bahan yang bersifat alergen 3. Riwayat asma, rhinitis alergi
3. Pemeriksaan Fisik 1. Lesi akut
Lesi polimorf: makula eritema disertai udem, batas tidak jelas, diatas makula eritema terdapat papul, vesikel, bula yang bila pecah menjadi lesi menjadi lesi yang eksudatif dan krusta.
2. Lesi kronis
Makula / plakat dengan batas yang tidak tegas disertai penebalan kulit dan diatas plakat tersebut ditemukan adanya skuama, likenifikasi, bekas garukan dan hiperpigmentasi
3. Lesi subakut
Diantara kedua bentuk tersebut yaitu dermatitis akut yang sudah mongering 4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, uji tempel (patch test) dengan menggunakan bahan
standar atau bahan yang dicurigai. 5. Diagnosis Banding 1. Dermatitis Kontak Iritan
2. Dermatofitosis 3. Dermatitis atopik 6. Pemeriksaan Penunjang Patch test / Testempel 7. Konsultasi Tidak perlu
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
1. Lesi akut:
a. Antihistamin: Chlortrimeton 3x4 mg/hari untuk menghilangkan gatal b. Pada dermatitis berat / luas: prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada
perbaikan dilakukan tapering.
c. Bila terdapat infeksi sekunder: antibiotika (amoksisilin / eritromisin) 3x500 mg/hari selama 5-7 hari
d. Lokal: kompres larutan garam fisiologis atau larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang mengandung hidrokortison 1-2,5%
2. Lesi kronis:
a. Antihistamin: Chlortrimeton 3x4 mg/hari untuk menghilangkan gatal b. Tidak perlu prednison
c. Topikal: salep yang mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflukortolon
10. Tempat Pelayanan Poliklinik RSUP Sanglah Denpasar 11. Penyulit Infeksi sekunder
12. Informed Consent
-13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit, perawat terlatih 14. Lama Perawatan 5-7 hari
15. Masa Pemulihan 1 minggu
16. Hasil Sembuh, tetapi dapat kambuh kembali bila terpapar dengan bahan alergen 17. Patologi Bila perlu
18. Otopsi Tidak perlu
19. Prognosis Bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol ke Poliklinik Kulit dan kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi 1A
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis
23. Edukasi Rutin kontrol dan hindari bahan yang menyebabkan alergi
24. Kepustakaan 1. Tardan M.P.C., Zug K.A. Allergic Contact Dermatitis. In: Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D. J., Wolff K. editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. New York: McGraw Hill;2012. ed 8th. p.
152-164.
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
HERPES GENITALIS ( ICD 10 : A60.0 )
1.
Pengertian Penyakit kulit yang ditandai dengan gejala bula berdinding tegang diatas kulit yang eritema dengan perjalanan kronis residif2. Anamnesis 1. Timbul gelembung berair yang tidak mudah pecah di perut bagian bawah dan paha bagian tengah
2. Sebelumnya sering ditemukan bercak merah atau bentol-bentol merah yang cepat hilang.
3. Sedikit rasa gatal
3. Pemeriksaan Fisik 1. Bula dinding tegang diatas kulit yang normal atau eritematosa, berisi cairan serous, kadang-kadang hemoragik
2. Lesi dimulai dengan makula eritematosa atau urtika.
3. Bila bula pecah akan terbentuk erosi, menyembuh tanpa sikatriks dan meninggalkan bekas hiperpigmentasi yang bertahan selama beberapa bulan. 4. Predileksi: terutama permukaan fleksor, abdomen bagian bawah dan paha
bagian medial, namun bisa tampak dimana saja.
5. Lesi membran mukosa terjadi sekitar 10% pasien dan hampir selalu terbatas membran mukosa oral terutama mukosa bagian bukal.
6. Tanda Nikolsky dan Asboe Hansen negatif
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, sitologi dan histopatologi Terutama usia > 60 tahun
5. Diagnosis Banding 1. Pemfigus vulgaris 2. Dermatitis herpetiformis 3. Eritema multiforme 4. Epidermolisis bulosa
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sitologi / Tes Tzanck: sel Tzanck negatif
2. Histopatologi / PA: bula terletak sub epidermal, tidak ada akantolisis, dominan sel eosinofil.
3. DL, UL, BSN, LFT, RFT, elektrolit, imufloresensi (belum bisa dikerjakan) 7. Konsultasi Penyakit Dalam, THT, Gigi dan Mulut, Mata
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
1. Kortikosteroid, prednisone dengan dosis awal 60 mg/hari (metal prednisolon, deksametason) kemudian diturunkan secara perlahan-lahan bila klinis membaik 2. Antihistamin bila gatal
mg/hari
4. Bila terdapat kontraindikasi pemberian steroid dan DDS atau bila ingin menurunkan dosis steroid diberikan tetrasiklin 3x500mg/hari dan nikotinamid 3x500 mg/hari
5. Terapi topikal:
a. Lesi kering: krim hidrokortison 1-2,5% dan antibiotik b. Bula utuh: bedak asam salisilat 1% dan menthol 0,5%
c. Lesi basah: kompres dengan garam faali (NaCl 0,9%) atau kalium permanganas 1:10.000
10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar 11. Penyulit 1. Sepsis dan bronkopneumonia
2. Diabetes mellitus
3. Gangguan cairan dan elektrolit
4. Efek samping pemakaian steroid dosis tinggi lainnya, yaitu ulkus peptikum 5. Osteoporosis
12. Informed Consent Bila perlu (Pemeriksaan laboratorium, sitologi, histopatologi)
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit, perawat terlatih 14. Lama Perawatan 4-8 minggu
15. Masa Pemulihan 1-2 minggu
16. Hasil Sebagian besar sembuh, tetapi dapat kambuh kembali 17. Patologi Dilakukan untuk menegakkan diagnosis
18. Otopsi Bila perlu
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol ke Poliklinik Kulit dan Kelamin 21. Tingkat Evidens &
Rekomendasi 1A
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis
23. Edukasi Rutin kontrol dan minum obat
24. Kepustakaan 1. Culton D.A., Liu Z., Diaz L.A. Bullous Pemphigoid. In: Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D. J., Wolff K. editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. New York: McGraw Hill;2012. ed 8th. p.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI 2014-2016
PSORIASIS VULGARIS
( ICD 10 : L40.0 )
1.
Pengertian Penyakit peradangan kulit yang kronik residif ditandai dengan plak eritematosa, berbatas tegas diatasnya terdapat skuama yang kasar dan berlapis-lapis, transparan disertai fenomena bercak lilin, tanda Auspitz dan fenomena Koebner. 2. Anamnesis Tampak bercak merah bersisik tebal terutama siku dan lutut, kulit kepala, bokong,pantat, dan kelamin. Bisa juga di daerah pusar dan celah pantat. 3. Pemeriksaan Fisik 1. Plak merah dengan permukaan tampak skuama putih, batas tegas.
2. Ukuran lesi bervariasi mulai dari papul pinpoint hingga plak.
3. Predileksi: terutama ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah, pantat, dan genital. Bisa juga pada umbilicus dan celah intergluteal.
4. Fenomena bercak lilin (kaarsvlek phenomen): skuama tebal, kasar garis-garis putih yang kabur seperti lilin yang digores.
5. Auspitz sign: kulit dibawah skuama tampak eritema homogen yang mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan ketika skuama dikerok karena trauma kapiler yang mengalami dilatasi
6. Fenomena Koebner: trauma pada kulit normal dapat menginduksi psoriasis yang terjadi 7-14 hari setelah trauma.
7. Pitting nail: lekukan-lekukan kecil, simetris 8. Klasifikasi:
a. Psoriasis ringan: PASI < 8, luas lesi < 5% dari permukaan kulit b. Psoriasis sedang: PASI 8-12, luas lesi 5-20%
c. Psoriasis berat: PASI > 12, luas lesi > 20%, komplikasi pustular psoriasis, mengenai telapak tangan dan kaki, tidak responsive terhadap kortikosteroid topikal.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan histopatologi 5. Diagnosis Banding 1. Dermatofitosis
2. Sifilis psoriasiformis 3. Dermatitis seboroik
7. Konsultasi Penyakit dalam (Divisi reumatologi), THT, Gigi dan Mulut, Psikiatri 8. Perawatan Rumah Sakit 1. Rawat jalan
2. Rawat inap: psoriasis berat dengan penyulit eritrodermi 9. Terapi / tindakan
(ICD 9-CM)
1. Psoriasis ringan: a. Topikal:
a) Lini pertama: emolien, kortikosteroid, vitamin D3 analog b) Lini kedua: asam salisilat, ditranol, tazaroten, tar. b. Fototerapi (bila terapi topikal gagal)
a) Lini pertama: NB-UVB, BB-UVB
b) Lini kedua: PUVA (foto kemoterapi memakai psoralen), excimer, klimatoterapi
2. Psoriasis sedang: a. Terapi topikal b. Fototerapi
c. Terapi sistemik (bila terapi topikal dan fototerapi gagal)
a) Lini pertama: metotreksat, asitretin, biologis (alefasept, etarnecept, adalimumab, infliximab, ustekinumab)
b) Lini kedua: siklosporin, agen lain (hidoksi urea, 6-thioguanine, cellecept, sulfasalazine) 3. Psoriasis berat: a. Terapi topikal b. Fototerapi c. Sistemik Sistemik:
Metroteksat 7,5-25 mg p.o/minggu selama 4-6 minggu atau Retinoid: Acitretin 0,3-1,0 mg/kg hari selama 2-4 bulan
Topikal:
Salep campuran asam salisilat 3-5% dan tar (LCD 3-5%), antralin 0,2-0,6% salep/krim, kortikosteroid topikal poten atau kalsipotriol krim.
Untuk mencari fokal infeksi konsul ke THT, Gigi. 10. Tempat Pelayanan Rawat inap RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit 1. Eritrodermi: seringkali diakibatkan pemberian steroid sistemik atau oleh karena obat-obat topikal yang sangat iritasi
2. Infeksi: infeksi tenggorokan karena Streptococcus, HIV, hepatitis C 3. Stres fisik dan mental
4. Sindrom metabolik 5. Hipertensi