PENGARUH PENAMBAHAN
SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI
GELLING AGENT, GLISEROL DAN POLYETHYLEN GLYCOL 400
SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Vinsensius Julius Marco Hermantojoyo
NIM : 078114003
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGARUH PENAMBAHAN
SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI
GELLING AGENT, GLISEROL DAN POLYETHYLEN GLYCOL 400
SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Vinsensius Julius Marco Hermantojoyo
NIM : 078114003
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
“APA YANG KITA LIHAT PASTI DAPAT KITA BUAT,
TINGGAL BAGAIMANA CARA KITA UNTUK
MENGUSAHAKANNYA”
Kupersembahkan Skripsiku ini untuk :
Mamah dan Papahku
Adikku Hendy dan Picky
Almamaterku
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “PENGARUH PENAMBAHAN SODIUM CARBOXY METHYL
CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI GELLING AGENT, GLISEROL DAN
POLYETHYLEN GLYCOL 400 SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT
FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL”.Skripsi inidisusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi, Penulis telah
banyak mendapatkan bantuan, sarana, dukungan, nasehat, bimbingan, saran dan
kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
2. Rini Dwiastuti, S. Farm, M. Sc., Apt, selaku dosen pembimbing atas bantuan,
kesabaran, perhatian, dan semangat selama penyusunan proposal hingga
selesainya skripsi ini
3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt dan Agatha Budi Susiana L, M.Si., Apt. selaku
dosen penguji atas segala masukkan dan bimbingannya
4. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing Penulis
vii
5. Papah, mamah, adikku tercinta (Hendy-2010/A dan Picky) atas segala doa,
dukungan, perhatian, biaya, dan semangat yang selalu menyertai Penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
6. Frissa Kurniawan yang selalu menemani, mendukung, memberi perhatian,
memberi semangat, dan membantu Penulis menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini
7. Robby Wilson selaku partner skripsiku atas segala bantuan, dukungan,
motivasi, dan semangat dari awal penelitian sampai penyusunan skripsi ini
8. Sahabat-sahabatku : Damar, Pukon, Sere, Yoga, Manda, Wicak, Dika,
Wawan, Daniel, Dani, Toro, Benny, Yudi, Lala, Oneng, Eka, Dita WK, Susi,
Olive, Devi, Felix, dan Intan atas kebersamaan, bantuan, serta dukungan
selama ini
9. Teman-teman “Lantai 1”: Lia, Riris, Daniel, Yemima, Cinthya, Siska, Dinar,
Yoga, Manda, Oneng, Septi, Vani, Sere, Wicak, Siwi atas kebersamaan dan
dukungannya
10.Teman-teman kost : Mas Ragil, Mas Kulit, Om Andy, Mas Coro, Mas Adit
“Kampret”, Mas Iwan, Mas Robby, Adit, Hendy, Deka atas kebersamaan, dan
yang terutama bantuan atas ide-ide dan masukkan secara teknis untuk
membantu penelitian ini, dan juga selalu menenemani dalam penyusunan
skripsi ini
11.Teman-teman FST 2007 yang telah memberikan saran, dukungan, dan
viii
12.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007, atas dukungan dan
kebersamaannya selama ini
13.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Pak Iswandi, “Om” Bimo, dan segenap
laboran lain atas segala bantuannya selama ini
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna mengingat
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat berguna bagi ilmu
pengetahuan.
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Fungsi Gliserol ...18
Tabel II. Fungsi Natrium Lauril Sulfat ...22
Tabel III. Fungsi Alkohol ...24
Tabel IV. Rancangan Percobaan Desain Faktorial 3 faktor dan 2 aras ...26
Tabel V. Formula Gel Toothpaste ... 32
Tabel VI. Formula Gel Toothpaste hasil modifikasi ...32
Tabel VII. Penentuan aras tinggi dan aras rendah faktor penelitian ...33
Tabel VIII. Hasil Uji Respon Viskositas ...51
Tabel IX. Hasil Pengolahan Data Respon Viskositas ...51
Tabel X. Hasil Uji Respon Pergeseran Viskositas ...66
Tabel XI. Hasil Pengolahan Data Respon Pergeseran Viskositas ...66
Tabel XII. Hasil Uji Respon Extrudability ...81
xiv
Gambar 14. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan gliserol pada aras tinggi dan aras rendah PEG 400 pada respon viskositas ... 60
Gambar 15. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan PEG 400 pada aras tinggi dan aras rendah gliserol pada respon viskositas ... 62
Gambar 16. Pengaruh interaksi gliserol dan PEG 400 pada aras tinggi dan aras rendah CMC-Na 10% pada respon viskositas ... 65
Gambar 17. Diagram pareto nilai efek respon pergeseran viskositas ... 68
xv
Gambar 19. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan gliserol pada aras tinggi
dan aras rendah PEG 400 pada respon pergeseran viskositas.. 75
Gambar 20. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan PEG 400 pada aras tinggi
dan aras rendah gliserol pada respon pergeseran viskositas .... 77
Gambar 21. Pengaruh interaksi gliserol dan PEG 400 pada aras tinggi dan
aras rendah CMC-Na 10% pada respon pergeseran viskositas... 79
Gambar 22. Diagram Pareto nilai efek respon extrudability ... 82
Gambar 23. Hasil uji Anova untuk respon extrudability ... 83
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran pengolahan data masing-masing respon ... 91
Lampiran 2. Lampiran data dengan Design Expert 7.0.0 ... 96
xvii
PENGARUH PENAMBAHAN
SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI
GELLING AGENT, GLISEROL DAN POLYETHYLEN GLYCOL 400
SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
INTISARI
Tujuan dari penelitian bersifat eksperimental ini ialah untuk mengetahui pengaruh penambahan sodium carboxy methyl cellulose (CMC-Na) 10% sebagai
gelling agent, gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai humectants sehingga menghasilkan basis sediaan gel toothpaste yang baik dan stabil selama penyimpanan ataupun dalam penggunaannya. Stabilitas sifat fisis basis sediaan
gel toothpaste dalam penyimpanan atau pemakaian, akan mempengaruhi mutu, keamaanan, dan kualitas gel. Karakteristik stabilitas basis sediaan gel toothpaste
banyak dipengaruhi oleh viskositas dan rheology sediaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ialah desain faktorial tiga
faktor dan dua aras dengan menggunakan delapan formula (23), masing-masing formula direplikasi sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software Design Expert 7.0.0. Respon yang diukur adalah respon viskositas, pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama satu bulan, dan
extrudability.
Hasil penelitian menunjukkan respon viskositas (p-value = 0,0049)dan pergeseran viskositas (p-value = 0,0431) memiliki model persamaan statistik yang signifikan (p-value<0,05), sedangkan respon extrudability (p-value = 0,1834) persamaan statistiknya tidak signifikan. Faktor yang dominan dalam respon viskositas ialah CMC-Na 10%, sedangkan untuk respon pergeseran viskositas, faktor yang dominan ialah interaksi CMC-Na 10%, gliserol, dan polyethylen glycol 400. Pada respon extrudability, faktor penelitian tidak dapat digunakan untuk menentukan komposisi area optimum karena persamaan statistiknya tidak signifikan.
xviii
THE EFFECT OF SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10%
AS GELLING AGENT, GLYCERIN AND POLYETHYLEN GLYCOL 400 AS HUMECTANT ON PHYSICAL PROPERTIES BASIC OF GEL TOOTHPASTE : FACTORIAL DESIGN APPLICATIONS
ABSTRACT
The purpose of this experimental research is to investigate the effect of sodium carboxy methyl cellulose (CMC-Na) 10% as a gelling agent, glycerin and polyethylene glycol 400 as humectant which is resulting a good basic of gel toothpaste and stable during storage or in use. The stability of the physical properties of the basic of gel toothpaste affect the quality, safety, and quality both during storage or usage. The stability characteristics of the basic of gel toothpaste is much influenced by the viscosity and rheology preparations.
In this study is used a factorial design method with 3 factors and 2 level by using 8 (23) kind of formula with each formula is replicated 3 times. Data were analyzed using a software which is called design expert 7.0.0. The measured response are the response of viscosity, viscosity shift after storage for a month, and the extrudability.
Results showed the response of viscosity (p-value = 0.0049) and a shift in the viscosity (p-value = 0.0431) had a statistically significant equation model (p-value <0.05), whereas the response extrudability (p-value = 0.1834) equation is not statistically significant. The dominant factor in the response is the viscosity of CMC-Na 10%, while for a response shift in viscosity, the dominant factor is the interaction of CMC-Na 10%, glycerol, and polyethylen glycol 400. In response extrudability, these factors can not be used to determine the optimum composition of the area because the equation is not statistically significant.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pasta gigi merupakan suatu sediaan yang selalu digunakan oleh semua
orang setiap hari, baik itu pasta gigi yang mengandung obat ataupun yang hanya
digunakan untuk kosmetik. Pasta gigi dapat dibuat dalam beberapa bentuk seperti
pasta ataupun gel. Dalam penelitian ini, dibuat pasta gigi yang berbentuk gel, atau
sering disebut gel toothpaste, yang merupakan sediaan pasta gigi berbentuk
(berbasis) gel yang berfungsi untuk merawat dan menjaga kesehatan gigi. Gel
toothpaste memiliki warna yang cenderung jernih atau transparan dan memiliki
tekstur yang halus serta dalam penggunaannya dapat memberi sensasi rasa sejuk
di mulut karena pembawanya sebagian besar adalah air, selain itu juga dari segi
estetika lebih diterima karena warnanya yang transparan menjadi daya tarik
tersendiri (Anonim, 2009). Gel merupakan sistem semi solid yang tersusun dari
molekul anorganik kecil atau molekul organik besar yang terpenetrasi oleh suatu
cairan (Anonim, 1995).
Stabilitas dan sifat fisis dari sediaan gel toothpaste sangat penting untuk
diperhatikan, dimana sediaan gel toothpaste stabilitas dan sifat fisisnya sangat
dipengaruhi oleh sifat alir (rheology) dari sediaan yang terbentuk. Dimana
parameter dari stabilitas sediaan gel toothpaste dilihat berdasarkan parameter
pergeseran viskositas, sedangkan untuk parameter sifat fisis sediaan gel toothpaste
karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai basis sediaan gel toothpaste,
karena bila basis sediaan gel toothpaste yang dihasilkan memiliki kestabilan dan
sifat fisis yang baik, maka bila basis sediaan gel toothpaste tersebut ditambah
dengan zat aktif yang kompatibel akan menghasilkan sediaan gel toothpaste yang
memiliki stabilitas dan sifat fisis yang baik. Dengan demikian, penulis melakukan
penelitian tentang pengaruh penambahan Sodium Carboxy Methyl Cellulose
(CMC-Na) sebagai gelling agent dengan konsentrasi 10% dan gliserol serta
polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis basis sediaan gel
toothpaste yang akan dibuat. Dari penelitian ini, diharapkan akan dihasilkan
model persamaan statistik yang signifikan, dengan demikian dapat ditentukan
faktor yang dominan dalam menentukan respon yang diinginkan dan persamaan
desain faktorial yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi komposisi
ketiga faktor bahan dalam pembuatan basis sediaan gel toothpaste untuk
menghasilkan respon yang dikehendaki. Dalam penelitian ini, digunakan Sodium
Carboxy Methyl Cellulose (CMC-Na) 10% sebagai gelling agent karena CMC-Na
memiliki gugus natrium yang dapat mengikat air (terhidrasi) tanpa perlu
pemanasan, sehingga bila dibandingkan dengan Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
waktu yang dibutuhkan untuk mengembang menjadi struktur gel yang baik
menjadi lebih singkat. Karakteristik gel yang dibentuk oleh CMC-Na memiliki
kestabilan secara fisika dan kimia pada rentang pH antara 5-10 (Allen, 2005).
Dengan kata lain, penggunaan CMC-Na untuk basis sediaan gel
toothpaste tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk proses pengembangan,
formula untuk basis sediaan gel toothpaste ini, tidak dibutuhkan agen pembasa
mengingat tempat aplikasi dari sediaan gel toothpaste tersebut berada di mulut
dengan rentang pH 6-7 (Anonim, 2009), demikian juga halnya selama
penyimpanan tetap didapatkan pH yang tetap karena rentang pH (kestabilan) dari
CMC-Na yang luas yaitu sekitar 5-10 (Allen, 2002). Pada penelitian ini, CMC-Na
10% dikombinasikan dengan gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai
humectant. CMC-Na yang termasuk dalam golongan hydrogel dengan
penambahan gliserol akan meningkatkan kebasahan sehingga tekstur gel yang
terbentuk akan menjadi lembab dan lembut (Allen, 2005). Dengan demikian,
dihasilkan sediaan gel toothpaste yang nyaman saat diaplikasikan. Bila hanya
digunakan satu macam humectant (tanpa adanya kombinasi) maka basis sediaan
gel toothpaste yang terbentuk kurang baik, karena cenderung akan membentuk
struktur gel yang terlalu kental dan tidak nyaman saat diaplikasikan. Oleh karena
itu, dalam formula basis sediaan gel toothpaste ini ditambahkan pula polyethylen
glycol 400 sebagai humectant yang sifat pemeriannya agak sedikit lebih cair bila
dibandingkan dengan gliserol (Anonim, 2009). Diharapkan dengan adanya
kombinasi dari dua macam humectant, akan membuat tekstur gel yang lebih baik
dan nyaman untuk digunakan. Digunakan polyethylen glycol 400 dalam formula
basis sediaan gel toothpaste ini karena polyethylen glycol 400 juga dapat
meningkatkan ikatan struktur gel yang terbentuk karena polyethylen glycol 400
memiliki gugus hydrophilic (gugus –OH) yang dapat berikatan kuat dengan
struktur gel yang terbentuk yang sebagian besar penyusunnya adalah air (Anonim,
kombinasi antara gelling agent dengan humectant untuk mendapatkan stabilitas
dan sifat fisis basis sediaan yang baik.
Di samping itu, pada penelitian ini digunakan CMC-Na 10 %, gliserol,
dan polyethylen glycol 400 karena sebagian besar dalam formula gel toothpaste
komponen penyusun terbesarnya adalah gelling agent dan humectant. CMC-Na
10% digunakan sebagai gelling agent dalam penelitian ini, dan untuk humectant
dalam penelitian ini digunakan kombinasi dari gliserol dan polyethylen glycol
400. Sebagian besar komponen penyusun dalam sediaan gel toothpaste adalah
gelling agent dan humectant (Lieberman, Lachman, dan Schwatz, 1996).
Peningkatan kecepatan geser (shearing rate) akan mengakibatkan
viskositas menjadi semakin turun sehingga gel toothpaste akan menjadi encer dan
mudah mengalir sehingga stabilitas sediaan menurun selama penyimpanan dan
menyebabkan ketidaknyamanan saat penggunaan (pengaplikasian). Hal ini
merupakan pertimbangan stabilitas fisis yang harus diperhatikan sehingga basis
sediaan gel toothpaste yang dihasilkan stabil selama penyimpanan atau dengan
kata lain tidak mengalami perubahan konsistensi selama penyimpanan (Amiji dan
Sandmann, 2003). Oleh karena itu, respon yang akan diukur sehubungan dengan
stabilitas sediaan yang terbentuk adalah respon viskositas, pergeseran viskositas,
dan extrudability. Diharapkan dengan didapatkan respon yang baik akan
meningkatkan keamanan dan kenyamanan saat pemakaian sediaan gel toothpaste
tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
dapat menentukan area optimum dari sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang
dihasilkan dengan penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent serta gliserol
dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant, serta dapat mengetahui efek yang
dominan dari ketiga faktor (masing-masing) dan interaksi antara ketiga faktor
tersebut dalam membentuk sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang baik dan
optimum. Efek yang dominan dari masing-masing faktor atau dari interaksi antara
ketiga faktor perlu diketahui agar dalam penambahannya dalam formula perlu
mendapatkan perhatian, mengingat bila didapatkan model persamaan statistik
yang signifikan, maka penambahan sedikit saja faktor yang dominan akan
menghasilkan respon yang berbeda, hal ini dikarenakan faktor atau interaksi yang
dominan, memiliki kontribusi yang paling besar dalam menentukan respon yang
dikehendaki atau diinginkan.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent,
gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis
basis sediaan gel toothpaste?
b. Apakah masing-masing faktor atau interaksi dari faktor-faktor tersebut
mempengaruhi sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang terbentuk?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian
polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis basis sediaan gel
toothpaste dengan aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan sebelumnya.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi
tentang pengaruh penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent, gliserol dan
polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis basis sediaan gel
toothpaste.
b. Manfaat praktis. Dengan penelitian ini diharapkan memberi
gambaran sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang baik kepada masyarakat
melalui parameter viskositas, pergeseran viskositas dan extrudability.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling
agent, gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis
basis sediaan gel toothpaste dengan aplikasi desain faktorial.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui faktor atau interaksi yang dominan dan signifikan
dalam menentukan respon sifat fisis dan stabilitas basis sediaan gel toothpaste
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Gel Toothpaste
Gel toothpaste merupakan sediaan semi solid (padat) yang berbasis gel
yang mempunyai fungsi sama dengan pasta gigi yaitu untuk membantu merawat,
menjaga kesehatan gigi, dan membersihkan gigi (Anonim, 2009). Karakteristik
dari gel toothpaste yaitu sediaan gel toothpaste memiliki warna cenderung jernih
atau transparan dan memiliki tekstur yang halus serta dalam penggunaannya dapat
memberi sensasi rasa sejuk karena adanya mekanisme evaporasi (penguapan)
yang ditimbulkan oleh adanya alkohol. Dengan sebagian besar pembawanya
adalah air, menyebabkan gel toothpaste mudah hilang atau mudah dibilas pada
saat pengaplikasian. Dan dilihat dari sisi acceptabiltasnya, bentuk sediaan gel
toothpaste lebih dapat diterima karena gel toothpaste memiliki karakteristik
tekstur yang halus dan memiliki warna yang jernih (transparan) sehingga terlihat
lebih menarik (Anonim, 2009).
B. Gel 1. Definisi dan klasifikasi gel
Gel merupakan sistem semisolid terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan
(Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku di mana pergerakan medium
dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur tiga dimensi dari partikel atau
makromolekul terdispersi (Allen dan Loyd, 2002).
Secara umum, ada dua sistem klasifikasi gel. Klasifikasi pertama
membagi gel berdasarkan gelling agentnya, yaitu (i) inorganik yang merupakan
sistem dua fase, (ii) organik yang merupakan sistem satu fase. Klasifikasi kedua
membagi gel berdasarkan solvennya, yaitu (i) hidrogel (inorganik, gum alam, dan
sintetik, serta organik), (ii) organogel (tipe hidrokarbon, lemak minyak atau
hewan, organogel hidrofilik) (Allen, 2002).
2. Mekanisme pembentukan gel
Ketika gel didispersikan ke dalam pelarut yang sesuai, zat yang berfungsi
sebagai gelling agent akan saling berikatan atau tumpang tindih membentuk suatu
struktur koloid seperti jaring atau simpul-simpul tiga dimensi (three-dimensional
network). Jaring atau network tersebut kemudian menangkap dan mencegah
bergeraknya molekul-molekul pelarut (Osborne, 1990).
Konsistensi gel yang terbentuk disebabkan adanya gelling agent
(thickening) yang pada umumnya adalah polimer, dan membentuk struktur tiga
sehingga mobilitas molekul tersebut menurun, maka terbentuk suatu struktur
sistem gel (Barel, Paye, dan Maibach, 2001).
3. Karakteristik gel
Beberapa sistem gel biasanya transparan, tetapi ada juga yang keruh
karena ada bahan-bahan yang tidak terdispersi secara molekuler (Allen dan Loyd,
2002). Sifat umum yang diinginkan dari sediaan semi solid adalah dapat diterima
oleh konsumen karena memiliki sifat tertentu, yaitu mudah dikeluarkan dari
wadah, sensasinya ketika kontak dengan tempat aplikasi, kemampuan melekat
pada tempat aplikasi selama waktu tertentu sebelum dibilas, residu yang tidak
meninggalkan rasa lengket setelah aplikasi dan efikasi klinis yang terkait dengan
pelepasan obat dan absorpsi. Hal ini terkait dengan daya sebar dan stabilitas
sediaan, sehingga perlu diperhatikan dalam formulasinya (Garg, et al., 2002).
a. Daya sebar. Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes
cairan atau preparasi semisolid yang berhubungan langsung dengan koefisien
friksi. Faktor yang mempengaruhi daya sebar adalah formulanya kaku atau tidak,
kecepatan dan lama tekanan yang menghasilkan kelengketan, temperature pada
tempat aksi. Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula,
kecepatan evaporasi pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena
evaporasi (Garg, et all, 2002).
b. Stabilitas sediaan gel. Suatu formulasi pasta gigi harus stabil hingga
saat timbul waktu kadaluwarsa, dimana mencapai waktu 3 tahun (Lieberman,
et.al., 1996). Sediaan tersebut harus satu fase (tidak terpisah), kekentalan
Formulasi harus disesuaikan dengan prosedur uji termasuk uji kondisi dipercepat
dan uji selama waktu penyimpanan sediaan tersebut. Sediaan uji harus dievaluasi
untuk menjamin bahwa sediaan tersebut memiliki karakteristik yang diinginkan.
Pengujian harus dilakukan agar dapat menjamin stabilitas fisik pasta gigi tetap
dalam keadaan baik sama seperti stabilitas kimia dari bahan-bahan yang
digunakan (Lieberman, et.al., 1996).
Sama seperti bentuk sediaan lain, stabilitas adalah kemampuan suatu
pasta gigi untuk dapat mempertahankan karakteristik penting yang dibutuhkan
agar tidak berubah selama penggunaan dan penyimpanan hingga waktu
kadaluwarsanya. Pengujian harus dilakukan agar dapat menjamin stabilitas fisik
pasta gigi tetap dalam keadaan baik sama seperti stabilitas kimia dari bahan-bahan
yang digunakan (Lieberman, et.al., 1996).
Karakteristik fisik dengan data kuantitatif dapat digunakan sebagai
pertimbangan evaluasi. Karakteristik tersebut harus mencakup penampilan
sediaan, warna, keseragaman, rasa, berat jenis, pH, dan viskositas.
Parameter-parameter tersebut harus direkam untuk setiap stabilitas pada kondisi
penyimpanan dengan interval waktu tertentu (Lieberman, et.al., 1996).
Secara umum, pengujian stabilitas untuk pasta gigi terdiri dari
penempatan sampel dengan berat tertentu, analisis secara kimia, dan menjamin
karakteristik fisik pada penyimpanan suhu kamar, 5°C, 37°C, dan 45°C dengan
interval waktu penyimpanan 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Lieberman,
1) Sifat Alir (Rheology)
Rheology berasal dari bahasa Yunani yaitu “Rheo” yang
berarti “aliran” dan “Logos” yang berarti “ilmu” sehingga rheology
mendefinisikan aliran suatu cairan (sifat alir). Viskositas adalah suatu
besaran yang menunjukkan ketahanan suatu cairan untuk dapat
mengalir. Semakin tinggi viskositas maka tahanan suatu cairan untuk
dapat mengalir semakin besar pula. Rheology sangat berperan dalam
aplikasi formulasi sediaan farmasi seperti emulsi, pasta, supositoria
dan tablet salut (Martin, Swarbrick, dan Cammarata, 1983).
Sifat Alir Newtonian, menunjukkan hubungan linier antara
gaya geser (Shear Stress) dengan kecepatan geser.
x
dikenal sebagai gaya geser (Shear Stress). Newton menyatakan bahwa
velocity (
v) suatu material pada suatu jarak tertentu (
x) maka akan menyebabkan terjadinya perpindahan material tersebut yangproporsional dengan gaya geser. Perubahan velocity pada jarak tertentu
Dimana dikenal sebagai koefisien viskositas dari cairan tipe
Newtonian (Amiji dan Sandmann, 2003).
Sifat Alir Non-Newtonian, menunjukkan hubungan antara
gaya geser terhadap kecepatan geser yang berkebalikan. Ada 3 macam
tipe sifat alir Non-Newtonian yaitu tipe plastis, pseudoplastis dan
dilatan (Amiji dan Sandmann, 2003).
Tipe plastis menunjukkan suatu situasi dimana tidak terdapat
perubahan suatu aliran selama pemberian gaya tertentu hingga tercapai
titik transisi. Titik transisi tersebut dikenal sebagai Yield Value yaitu
nilai minimal gaya geser yang dibutuhkan suatu sistem untuk dapat
berdeformasi dan mulai mengalir (Amiji dan Sandmann, 2003).
Berbeda dengan tipe plastis, tipe pseudoplastis menunjukkan
suatu situasi dimana sistem akan terdeformasi dan mengalir (terjadi
perubahan viskositas) segera setelah diberikan gaya geser dan akan
kembali ke keadaan semula ketika pemberian suatu gaya geser
dihentikan (Amiji dan Sandmann, 2003). Cairan dengan tipe
pseudoplastis akan mengalami penurunan viskositas dengan semakin
bertambahnya gaya geser (Martin, et.al., 1983).
Sejumlah produk farmasi, termasuk gum alam dan sintetis
antara lain dispersi tragacanth; sodium alginate; dan methylcellulose
dalam cairan menunjukkan sistem sifat alir pseudoplastis (Martin,
2) Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan
untuk mengalir; makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya
(Martin, et.al., 1993). Viskositas, elastisitas dan rheology merupakan
karakteristik formulasi yang penting dalam produk akhir sediaan
semisolid. Viskositas sediaan ditingkatkan oleh bahan baku yang
digunakan secara umum, misalnya polimer yang memiliki tingkat
viskositas tertentu (Donovan & Flanagan, 1996). Semakin tinggi
viskositas, maka tahanan suatu cairan untuk dapat mengalir semakin
besar pula. Rheology sangat berperan dalam aplikasi formulasi sediaan
farmasi seperti emulsi, pasta, suppositoria, dan tablet salut (Martin,
et.al., 1983).
3) Pergeseran Viskositas
Perubahan viskositas sediaan dari waktu ke waktu perlu
menjadi perhatian utama, karena viskositas merupakan hal yang
penting dalam mempengaruhi stabilitas dan karakteristik sediaan.
Beberapa faktor bertanggung jawab dalam perubahan viskositas
dispersi selama penyimpanan. Faktor tersebut antara lain bahan-bahan
yang dapat meningkatkan viskositas atau interaksi bahan tersebut
dengan sistem dispersi. Faktor lain yang dapat berpengaruh yaitu
agregasi partikel yang tidak tergantung pada kandungan polimer,
meskipun polimer dapat mengurangi kecepatan perubahan ukuran
Gel juga menunjukkan ketidakstabilan gel seperti fenomena
sineresis yang diindikasikan dengan tekanan keluar dari cairan
interstitial (Nairn, 1997) sehingga cairan tersebut terkumpul pada
permukaan gel. Sineresis tidak hanya terjadi pada hidrogel organik
tetapi juga pada organogel dan hidrogel inorganik. Pada umumnya,
sineresis menyebabkan penurunan konsentrasi polimer (Zatz dan
Kushla, 1996).
4) Extrudability
Uji extrudability dilakukan untuk mengetahui kemampuan
dari sediaan gel toothpaste untuk keluar atau mengalir dari tube yang
dipakai dengan menggunakan beban tertentu dengan penambahan
pemberian beban setiap 100 gram sehingga dapat diperoleh data
kuantitatif yang menunjukkan kemampuan suatu sediaan gel
toothpaste untuk keluar dari tube (mengalir) (Lieberman, et.al., 1996).
C. Gelling Agent
Gelling agent adalah gum alam atau sintetis, resin, atau hidrokoloid lain
yang digunakan di dalam formulasi pasta gigi untuk menjaga konstituen cairan
dan padatan dalam suatu bentuk pasta yang halus. Gelling agent meningkatkan
viskositas dari fase cairan dan mencegah pengeluaran cairan dari pasta. Secara
umum, gelling agent digunakan dalam konsentrasi 0.9% sampai dengan 2.0%
Carbopol® dan Sodium Carboxy Methyl Cellulose (CMC-Na) (Lieberman, et.al.,
1996).
Pada penelitian ini digunakan CMC-Na sebagai gelling agent. CMC-Na
adalah polimer sintetik dengan berat molekul besar yang terdiri atas rantai silang
antara asam akrilat dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaerythritol.
Pemeriannya adalah tidak berwarna, asam, halus, serbuk higroskopis dengan bau
khas. CMC-Na mengandung 52%-68% gugus asam karboksilat (COOH) dalam
bentuk kering. Berat molekul teoritis CMC-Na adalah 7x105 sampai dengan
4x109. Secara umum, polimer CMC-Na dengan kekentalan dan kekakuan rendah
memiliki nilai kelembaban yang tinggi. Sebaliknya polimer CMC-Na dengan
kekentalan dan kekakuan yang tinggi akan mempunyai nilai kelembaban yang
rendah (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
CMC-Na tergolong dalam klasifikasi hydrogel dimana merupakan
hydrogel yang terbentuk dari gum sintetik. Pada gel yang polar, polimer alam atau
sintetik yang digunakan pada konsentrasi rendah (biasanya di bawah 10%)
membentuk matriks tiga dimensi melalui cairan hidrofilik. Sistem yang terbentuk
mungkin jernih ataupun keruh, karena gelling agent yang digunakan tidak terlarut
sempurna atau terbentuknya agregat. Hydrogel dideskripsikan sebagai sistem dua
komponen yaitu (i) substansi polimer hidrofilik tetapi tidaklarut air, merupakan
polimer jaringan tiga dimensi, dan (ii) air (Zats dan Kushla, 1996). Hydrogel
adalah sistem hidrofilik yang utamanya terdiri dari 85-95% air atau campuran
aqueous-alcoholic dan gelling agent. Polimer organik yang biasa digunakan
(CMC-Na), atau selulosa non ionik lainnya (Buchmann, 2001). Hydrogel akan
memberikan efek mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hydrogel mudah
diaplikasikan dan memberi kelembaban secara instan tetapi pada penggunaan
jangka panjang akan membuat tempat aplikasi menjadi kering. Dengan demikian,
diperlukan humectant seperti gliserol, sorbitol, propilen glikol, polyethylen glycol
dan lain-lain (Buchmann, 2001). Salah satu alasan penggunaan hydrogel adalah
pelarut yang digunakan dalam pembuatan obat mempunyai kompatibilitas yang
baik terhadap jaringan biologis tubuh (Zatz dan Kuhsla, 1996).
CMC-Na larut di dalam air di segala temperatur. Garam natrium yang
terbentuk dapat didispersikan di dalam air dingin dengan cepat sebelum partikel
terhidrasi dan mengembang menjadi gumpalan-gumpalan padatan membentuk
sistem gel yang lengket. Viskositas dari produk dapat menurun jika pH yang
dihasilkan berada pada kisaran pH di bawah 5 dan bila berada di kisaran pH di
atas 10 (Allen, 2002). CMC-Na berada pada range konsentrasi 3,0 – 6,0 % yang
berfungsi sebagai gelling agent (Rowe, et.al., 2009).
D. Humectant
Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan
untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air
(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).
Humectant merupakan senyawa higroskopis yang umumnya larut dalam air.
Humectant tidak menutupi mulut dan mudah hilang jika tercuci. Gliserol, propilen
glikol, sorbitol, dan polyethylen glycol biasa digunakan sebagai humectant dalam
sediaan untuk mencegah penguapan dan pembentukan lapisan kering pada
permukaan produk (Zocchi, 2001). Humectant membantu menjaga kelembaban
dari pasta gigi dengan cara menjaga kandungan air pada mulut serta mengikat air
dari lingkungan ke tempat aplikasi (Rawlings, Harding, Watkinson, Chandar, dan
Scott, 2002). Selain itu juga, humectant memberikan rasa nyaman ketika
digunakan di dalam mulut. Pada pasta buram, umumnya digunakan konsentrasi
humectant sebesar 20-40%. Gel transparan diformulasikan dengan konsentrasi
humectant maksimal sebesar 80% (Lieberman, et.al., 1996).
Pada penelitian ini, digunakan kombinasi dua macam humectant yaitu
gliserol dan polyethylen glycol 400.
1. Gliserol
Gliserol adalah cairan seperti sirup jernih dengan rasa manis. Dapat
bercampur dengan air dan alkohol. Sebagai suatu pelarut, dapat disamakan dengan
alkohol, tapi karena kekentalannya, zat terlarut dapat larut perlahan-lahan di
dalamnya kecuali kalau dibuat kurang kental dengan pemanasan. Gliserol bersifat
suatu pelarut pembantu dalam hubungannya dengan air dan alkohol (Ansel, 1989).
Gliserol digunakan sebagai emolien dan humectant dalam sediaan topikal dengan
rentang konsentrasi 0.2-65.7% (Smolinske, 1992).
Gliserol memiliki pemerian jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental,
cairan higroskopis, memiliki rasa manis, kurang lebih 0,6 kali lebih manis dari
sukrosa (Rowe, et.al., 2009). Gliserol secara luas digunakan dalam formulasi
sediaan farmasi, misalnya sediaan oral, mata, topical, dan sediaan parenteral.
Dalam formulasi sediaan topical dan kosmetik, gliserol digunakan terutama
sebagai humectant dan emolienpada konsentrasi ≤30% (Rowe, et.al., 2009).
Tabel I. Fungsi gliserol (Rowe, et.al., 2009)
Fungsi Konsentrasi (%)
Sinonim gliserol adalah gliserin, glycerolum, propan-triol,
1,2,3-propantriol, trihidroksipropan gliserol dan E422 (Smolinske, 1992). Rumus
molekul gliserol adalah C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09 (Anonim, 1999).
Gambar 3. Struktur molekul gliserol (Anonim, 1999)
Penambahan gliserol juga akan menurunkan polaritas solven dan
2. Polyethylen glycol 400
Polyethylen glycol 400 disebut juga dengan makrogol 400 atau PEG 400
adalah polimer dari etilen oksida dan air, dinyatakan dengan rumus
H(OCH2CH2)nOH dengan harga rata-rata n antara 8,2 dan 9,1 dengan berat
molekul antara 380-420 yang memiliki suatu tingkat polimerasi lebih dari 10
menunjukkan struktur PEG berbelok-belok, rantai pendek yang berbentuk zig-zag
(Voigt, 1994).
Gambar 4. Struktur kimia PEG Gambar 5. Potongan struktur PEG 400 (Voigt, 1994)
Pemeriannya adalah cairan kental, jernih, tidak berwarna, memiliki bau
khas, dan agak higroskopis. PEG 400 memiliki sifat larut dalam air, dalam etanol,
dalam aseton, dalam glikol lain, dan dalam hidrokarbon aromatik; praktis tidak
larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik (Anonim, 1995). Menurut
Florence (1994), makrogol inkompatibel dengan senyawa fenol dan dapat
mengurangi aktivitas senyawa antimikroba pada beberapa preservatives.
Penggunaan PEG dengan polimer hidrofilik lainnya pada konsentrasi tinggi dalam
suatu formula dapat mempengaruhi sifat fisik dari sediaan misalkan kelarutan,
saat mulai dilakukan pencampuran, PEG menurut Lieberman (1996), dapat
berfungsi sebagai humectant bila diformulasikan dalam sediaan gel. PEG 400
dalam kegunaannya sebagai humectant, optimal bila ditambahkan dengan
E. Natrium Sakarin
Natrium sakarin berwarna putih, tidak berbau atau sedikit berbau
aromatis, berkembang, berbentuk serbuk kristal dengan berat molekul 241,19 dan
memiliki rumus empiris C7H4NNaO3S.2H2O. Natrium sakarin terasa sangat
manis, dengan meninggalkan rasa pahit atau menyerupai logam di lidah. Rasa
pahit tersebut dapat ditutupi dengan cara mencampur natrium sakarin dengan
bahan pemanis lainnya (Rowe, et.al., 2009).
S NNa
O O O
2H2O
Gambar 6. Struktur molekul natrium sakarin (Rowe, et.al., 2009)
Natrium sakarin adalah bahan pemanis yang digunakan dalam minuman,
produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi seperti tablet, serbuk, gel,
suspensi, larutan, dan pembersih mulut. Natrium sakarin juga digunakan dalam
pembuatan vitamin (Rowe, et.al., 2009).
Natrium sakarin sangat larut di dalam air dibandingkan sakarin, dan lebih
sering digunakan dalam formulasi sediaan farmasi. Natrium sakarin kurang lebih
300-600 lebih manis dibanding sukrosa. Natrium sakarin sering digunakan untuk
menutupi beberapa karakteristik rasa yang tidak enak (Rowe, et.al., 2009).
F. Natrium Benzoat
Natrium benzoat merupakan butiran atau kristal putih, sedikit
dan memiliki rasa seperti garam. Natrium benzoat memiliki rumus empiris
C7H5NaO2 dengan berat molekul 144,11 (Rowe, et.al., 2009).
ONa O
Gambar 7. Struktur molekul natrium benzoat (Rowe, et.al., 2009)
Natrium benzoat terutama digunakan sebagai bahan pengawet
antimikroba dalam kosmetik, makanan, dan obat. Natrium benzoat digunakan
pada konsentrasi 0,02-0,5% dalam obat oral; 0,5% dalam produk parenteral; dan
0,1-0,5% dalam kosmetik. Keterbatasan natrium benzoat sebagai pengawet
terletak pada keefektifan dalam range pH yang sempit. Natrium benzoat
digunakan sebagai pilihan untuk asam benzoat dalam beberapa keadaan, misalnya
untuk memberikan kelarutan yang tinggi. Tetapi dalam beberapa penggunaan,
natrium benzoat memberi rasa yang tidak enak pada suatu produk (Rowe, et.al.,
2009).
G. Natrium Lauril Sulfat
Natrium lauril sulfat terdiri dari kristal berwarna putih susu sampai
dengan kuning pucat, berbentuk serpih atau serbuk dengan tekstur halus,
bersabun, rasa pahit, dan sedikit berbau substansi lemak. USP32 dan NF27
mendeskripsikan natrium lauril sulfat sebagai suatu campuran dari natrium alkil
sulfat terutama tersusun atas natrium lauril sulfat. Europe Pharmacopea 6.0
menyebutkan bahwa natrium lauril sulfat mengandung tidak kurang dan tidak
Natrium lauril sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan dengan konsentrasi
tertentu pada formulasi sediaan kosmetik. Natrium lauril sulfat merupakan sabun
dan agen pembasah yang efektif pada suasana asam maupun basa (Rowe, et.al.,
2009).
Gambar 8. Struktur molekul natrium lauril sulfat (Rowe, et.al., 2009)
Tabel II. Fungsi Natrium Lauril Sulfat (Rowe, et.al., 2009)
Fungsi Konsentrasi (%)
Anionic emulsifier, forms self-emulsifying bases with fatty alcohols
0,5-2,5
Detergent in medicated shamppos ≈ 10
Skin cleanser in topical applications 1
Solubilizer in concentrations greater than critical
mana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerasi dengan 20 molekul
etilenoksida (anhidrida sorbitol : etilenoksida = 1:20). Polysorbate 80 berupa
cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993), berbau
caramel yang dapat menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas dan
kadang-kadang pahit (Anonim, 1993). Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent
pada emulsi topikal minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier
menahan air pada salep, dengan konsentrasi 1-15% sebagai solubilizer.
Polysorbate 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent
(Smolinske, 1953). Penggunaan polysorbate secara kombinasi dengan emulsifier
memiliki batas rentang konsentrasi antara 1-10% (Rowe, et al, 2009)
Polysorbate sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P dan
etilasetat P, tidak larut dalam paraffin cair P (Anonim, 1993), tidak larut dalam
alkohol polihidrik (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 memiliki titik lebur yang
berada pada suhu 50-60 C, nilai pH 6.0-8.0, dan stabil dalam larutan dengan pH
2-12 (Greenberg, 1954), nilai HLB 15.0 dan berat jenis pada 250C adalah 1.08,
viskositas 425 mPa s (Rowe, et al, 2009). Polysorbate 80 digunakan sebagai
emulsifier pada krim dan lotion, pelarut minyak essensial dalam air (Greenberg,
1954).
Gambar 9. Struktur molekul Polysorbate 80 (Schramm, 2005)
I. Oleum Menthae piperita
Oleum Menthae piperita merupakan minyak yang tidak berwarna,
kekuningan, atau kehijauan-kuning cair, menjadi lebih gelap dan tebal oleh usia
dan paparan udara, memiliki bau khas aromatik pepermint, sangat aromatik, tajam
rasa, dan diikuti oleh sensasi dingin saat udara ditarik ke mulut. Kandungan utama
dari Oleum menthae piperita ini adalah menthol (30-55%), atau dapat disebut juga
Gambar 10. Struktur molekul Oleum Menthae piperita (Anonim, 2009)
Kegunaan dari Oleum Menthae piperita ini bermacam-macam seperti di
antaranya adalah sebagai stimulant diffusible kuat, dengan sifat yang
mengeluarkan udara, antispasmodic, dan antimuntah. Untuk hal tersebut Oleum
Menthae piperita ini digunakan untuk meredakan perut kembung, gastrodynia,
mual, kejang perut, dan untuk menutupi rasa obat lain. Selain itu juga digunakan
untuk pengobatan penyakit selesma dan batuk.
J. Alkohol
Nama lain dari alkohol adalah ethanol, ethanolum, atau ethyl alcohol.
Alkohol ini memiliki beberapa fungsi antara lain adalah sebagai pengawet
terhadap mikrobia (preservatives), disinfectant, dan juga sebagai solvent (pelarut).
Alkohol dalam berbagai atau beberapa konsentrasi sangat berpengaruh dan
berguna di formulasi farmaseutikal dan kosmetik (Rowe, et.al., 2009).
Tabel III. Fungsi alkohol (Rowe, et al., 2009)
Kegunaan Konsentrasi % v/v
Antimicrobial preservative 10
Disinfectant 60–90
Extracting solvent in galenical manufacture Up to 85
Solvent in film coating Variable
Solvent in injectable solutions Variable
Solvent in oral liquids Variable
Gambar 11. Struktur kimia alkohol (Rowe, et al., 2009)
Struktur kimia dari alkohol adalah C2H6O dengan berat molekulnya
adalah 46,07. Alkohol memiliki titik didih sebesar 78.15°C , mudah terbakar dan
mudah menguap. Alkohol dalam penyimpanannya harus berada dalam wadah
yang tertutup rapat agar tidak menguap (Rowe, et al., 2009).
K. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan cara yang digunakan untuk mengevaluasi
efek faktor yang dipelajari secara stimultan dan efek yang relatif penting dapat
dinilai (Armstrong dan James, 1996). Desain faktorial merupakan aplikasi
persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara
variabel-respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari
analisa tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Penelitian desain
faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan aras yang akan diteliti, serta
respon yang akan diukur. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan
(Boltons, 1997). Mengenai deskripsi sifat (seperti besar, lebih besar, terbesar) dan
nomor urut (seperti menunjukkan respon terbesar adalah 1, selanjutnya 2, dan
seterusnya) tidak dapat digunakan (Armstrong dan James, 1996). Desain faktorial
digunakan dalam penelitian dimana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda
dalam penelitian ingin diketahui (Bolton, 1997). Dengan desain faktorial, dapat
secara signifikan terhadap respon. Juga memungkinkan kita mengetahui interaksi
antara faktor-faktor tersebut (Bolton, 1997; Voigt, 1994).
Pada desain faktorial dua aras dan tiga faktor diperlukan delapan
formulasi (2n = 8, dengan 2 menunjukkan aras dan n menunjukkan jumlah faktor).
Rancangan percobaan desain faktorial dengan tiga faktor dan dua aras seperti
tabel IV berikut ini:
Tabel IV. Rancangan percobaan desain faktorial tiga faktor dan dua aras
Eksperimen Faktor Interaksi
Y = respon hasil atau sifat yang diamati (X1)(X2)(X3) = aras pada faktor A dan faktor B
Dari rumus (3) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu
respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang
optimum. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata
respon pada aras tinggi dan rata-rata respon pada aras rendah (Bolton, 1997).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor (Bolton, 1997).
L. Landasan Teori
Gel toothpaste merupakan sediaan semi solid liquid yang berbentuk
pasta, namun berbasis gel yang juga memiliki fungsi yang sama dengan pasta gigi,
yaitu untuk merawat , membersihkan, dan menjaga kesehatan gigi. Sediaan gel
toothpaste pasti memiliki tekstur yang halus dan memiliki warna yang bening
karena sesuai dengan basis yang digunakan yaitu gel dan sebagian besar
penyusunnya adalah air. Selain itu juga dari sisi penampilan, gel toothpaste
terlihat lebih menarik untuk digunakan karena warnanya yang bening. Dalam
pembuatan basis sediaan gel toothpaste, digunakan gelling agent untuk menjaga
konstituen cairan dan padatan dalam membentuk karakteristik gel yang stabil dan
baik. Dalam penelitian ini, digunakan CMC-Na 10% sebagai gelling agent,
CMC-Na memiliki gugus natrium yang dapat mengikat air, sehingga air terhidrasi dalam
memiliki pH yang stabil pada rentang pH 5-10 sehingga dalam pencampuran
formulanya, tidak dibutuhkan agen pembasa. Karena dalam rentang pH tersebut,
struktur atau matriks gel yang terbentuk sudah sempurna, sehingga karakteristik
gel yang terbentuk baik. Juga dalam penelitian ini, digunakan kombinasi
humectant dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman saat digunakan dan
untuk mempertahankan kelembaban pada basis gel toothpaste yang terbentuk,
sehingga dalam pengaplikasiannya memberi rasa nyaman pada penggunanya.
Humectant yang digunakan adalah gliserol dan PEG 400. Gliserol memiliki
tekstur yang lebih kental bila dibandingkan dengan PEG 400. Sehingga bila
dikombinasikan akan mendapatkan tekstur gel yang memiliki tingkat viskositas
yang optimum. Gliserol berperan dalam meningkatkan kelembaban pada sediaan
yang terbentuk sedangkan PEG 400 berperan dalam meningkatkan ikatan struktur
gel yang terbentuk, karena memiliki gugus hidrofilik yang dapat berikatan dengan
struktur gel yang terbentuk, karena sebagian besar penyusunnya adalah air.
Pada penelitian ini, dilakukan model percobaan dengan menggunakan
metode desain faktorial dua aras tiga faktor. Dengan menggunakan metode ini,
akan diketahui efek dari interaksi ketiga faktor yang digunakan.
M. Hipotesis
Komposisi penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent, gliserol
dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant berpengaruh terhadap sifat fisis
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan quasi eksperimental bersifat
eksploratif dengan menggunakan desain penelitian secara desain faktorial.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi CMC-Na 10%
(aras rendah: 60g dan aras tinggi: 90g) sebagai gelling agent, gliserol (aras
rendah: 15g dan aras tinggi: 25 g) dan polyethylen glycol 400 (aras rendah: 40g
dan aras tinggi: 60 g) sebagai humectant dalam basis sediaan gel toothpaste.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan
kemampuan extrudability) serta stabilitas (pergeseran viskositas).
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan,
kondisi penyimpanan (suhu dan kelembaban tempat penyimpanan) dan lama
pengadukan pembuatan gel toothpaste.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan
C. Definisi Operasional
1. Gel toothpaste merupakan sistem dispersi padatan di dalam medium cair, yang
terdiri dari air dan cairan larut dalam air, minyak, serta padatan baik yang larut
maupun tidak larut.
2. Gelling agent adalah bahan yang digunakan untuk membentuk kekentalan
atau pembentuk sifat alir sediaan gel toothpaste. Gelling agent yang
digunakan dalam penelitian ini adalah CMC-Na dengan konsentrasi 10%.
3. Humectant adalah bahan yang digunakan untuk mencegah drying out
(lepasnya air dari sediaan) serta mengabsorsi lembab dari lingkungan.
Humectant yang digunakan dalam percobaan ini adalah gliserol dan PEG 400.
4. Viskositas optimum pada penelitian ini adalah viskositas sesuai pasta gigi
yang telah beredar di pasaran yaitu sebesar 300-600 d.Pa.s.
5. Stabilitas gel ditentukan dari besarnya nilai pergeseran viskositas antara
sebelum dan sesudah penyimpanan selama 1 bulan yaitu <15%.
6. Kemampuan extrudability adalah kemampuan gel toothpaste untuk keluar dari
wadah yang digunakan (tube) setelah diberi beban tertentu. Beban yang tertera
atau didapat saat gel toothpaste mampu keluar dari tubenya yang diharapkan
(baik) yaitu <1kg.
7. Respon adalah besaran yang diamati, perubahan efek dan besarnya dapat
dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah sifat fisis gel toothpaste
(kemampuan extrudability dan viskositas) serta stabilitas gel toothpaste
8. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk
mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas
basis sediaan gel toothpaste.
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMC-Na®
(kualitas farmasetis), PEG 400 (kualitas farmasetis), Gliserol (kualitas farmasetis),
Sodium saccharin (kualitas farmasetis), Sodium benzoate, Sodium lauryl sulfate
(kualitas farmasetis), Oleum menthae piperita (kualitas farmasetis), Tween 80
(kualitas farmasetis), Alkohol (kualitas farmasetis), dan Aquadest.
E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Glassware (Pyrex
-Germany), neraca analitik (Mettler Toledo GB 3002), Mixer (Philips Type HR
1170 120V-130W Made In Holland), Viscotester seri VT 04 (Rion-Japan),
Hardness Tester (No. 174886 KIYA SEISAKUSHO, Ltd. Tokyo, Japan), dan
F. Tata Cara Penelitian 1. Formula gel toothpaste
Formula gel toothpaste menurut Lieberman, et.al. (1996) adalah :
Tabel V. Formula Gel Toothpaste menurut Lieberman, et.al, (1996)
No. Fase Bahan Berat (% b/b)
Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula dengan variasi
komposisi gelling agent dan humectant menggunakan metode desain faktorial.
Tabel VI. Formula gel toothpaste hasil modifikasi
No. Fase Bahan Berat (gram)
Berdasarkan formula yang akan dibuat tersebut dapat dilakukan
(n-1) (p-1) > 15
sehingga pada penelitian ini dipergunakan jumlah sampel sebanyak 3 replikasi
untuk masing-masing formula yang digunakan (Bolton, 1997).
2. Pembuatan gel toothpaste
Faktor yang akan diteliti adalah faktor CMC-Na 10%, gliserol, dan PEG
400. Aras tinggi dan aras rendah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
Tabel VII. Penentuan aras tinggi dan aras rendah faktor penelitian
Formula F1 Fa Fb Fab Fc Fac Fbc Fabc
*Seluruh formula dalam satuan gram (g)
i. Mengembangkan CMC-Na (A) dengan aquadest dengan konsentrasi 10%
selama 24 jam.
ii. Memasukkan gliserol ke dalam mixer. Menambahkan massa CMC-Na 10%
yang telah dikembangkan sebelumnya (sesuai dengan aras masing-masing
formula) sambil diaduk untuk membuat fase A. Mengaduk campuran fase A
dengan menggunakan mixer merk Philips Type HR 1170 120V-130W Made
fase A, tidak seluruh gliserol dicampurkan dengan CMC-Na 10%, sebanyak
15 gram untuk gliserol aras rendah dan sebanyak 25 gram untuk gliserol
aras tinggi. Sebagian sisa gliserol sebanyak 5,5 gram digunakan untuk
melarutkan natrium lauril sulfat pada campuran fase D.
iii. Menambahkan fase B ke dalam mixer sambil terus diaduk. Fase B dalam
formula adalah PEG 400 dan tetap mengaduk menggunakan mixer merk
Philips Type HR 1170 120V-130W Made In Holland dengan skala kecepatan
level 1 (level terendah). Penambahan PEG 400 disesuaikan jumlahnya
dengan aras masing-masing formula.
iv. Melarutkan bahan-bahan fase C di dalam aquadest dan menambahkan ke
dalam mixer. Mencampur dan mengaduk rata campuran fase A, B, dan C
selama 20 menit. Campuran fase C yang terdiri dari natrium sakarin, natrium
benzoat, dan aquadest dilarutkan terlebih dahulu sebelum dicampurkan
dalam mixer menggunakan glassware (bekker glass) dengan menggunakan
batang pengaduk sampai larut.
v. Mencampur terlebih dahulu bahan-bahan fase D, kemudian menambahkan
ke dalam mixer dan mengaduk kembali selama 10 menit. Pencampuran
bahan-bahan fase D yang terdiri dari sisa gliserol (sebagian gliserol yang
belum dicampurkan pada fase A yaitu sebesar 5,5 gram), natrium lauril
sulfat, tween 80, dan alkohol dilakukan di luar mixer menggunakan
glassware (bekker glass) dengan menggunakan batang pengaduk secara
perlahan-lahan untuk mencampurkan gliserol dan natrium lauril sulfat, baru
sampai larut secara perlahan. Setelah campuran fase D larut, kemudian
ditambahkan ke dalam mixer merk Philips Type HR 1170 120V-130W Made
In Holland dan diaduk dengan kecepatan yang sama seperti pada campuran
fase A, B, dan C (skala kecepatan level 1) selama 10 menit.
vi. Mencampur fase E (Oleum menthae piperita) dengan menggunakan batang
pengaduk sampai rata (homogen) dan dilakukan secara perlahan tanpa
menggunakan mixer.
3. Uji sifat fisik dan stabilitas gel toothpaste
a. Uji viskositas dan pergeseran viskositas. Pengukuran viskositas
menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04 dengan cara sebagai berikut : gel
toothpaste dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester.
Viskositas gel toothpaste diketahui dengan mengamati jarum penunjuk viskositas.
Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) 2 hari setelah gel toothpaste selesai dibuat dan
(2) setelah disimpan selama 1 bulan (Instruction Manual Viscotester
VT-03E/VT-04E; Voigt, 1994). Sediaan dianggap memiliki stabilitas yang baik jika memiliki
persentase pergeseran viskositas kurang dari 15% (Zatz, Berry, dan Aldermen,
1996).
b. Uji kemampuan extrudability. Kurang lebih 10g basis sediaan gel
toothpaste (massa gel toothpaste yang dimasukkan ke dalam tube disesuaikan
dengan ukuran tube yang dipakai sampai seluruh ruang dalam tube terisi penuh)
dengan menggunakan spet atau spuit injection hasil modifikasi. Kemudian diberi
beban dengan bantuan alat untuk mengukur kekerasan tablet (hardness tester).
digunakan untuk menguji dari Lieberman (1996). Hasil yang terbaca merupakan
data kuantitatif yang menunjukkan kemampuan basis gel toothpaste tersebut
untuk keluar dari tubenya (Lieberman, et.al., 1996).
G. Analisis Data
Data yang dihasilkan adalah data uji kemampuan extrudability,
viskositas, dan pergeseran viskositas. Dengan menggunakan metode desain
faktorial, maka dapat dihitung besar efek dari masing-masing faktor yaitu
komposisi CMC-Na 10%, konsentrasi gliserol, PEG 400, dan interaksi antara 3
faktor tersebut sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan
sifat fisik dan stabilitas. Program software yang digunakan dalam analisis data
pada penelitian ini adalah Design Expert 7.0.0.
Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi setiap faktor
dan interaksi dalam mempengaruhi respon dan analisis statistik dapat diperoleh
dari hasil pengolahan data menggunakan Design Expert 7.0.0 software.
Berdasarkan analisis statistik ini, maka dapat ditentukan ada atau tidaknya
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Formulasi Basis Sediaan Gel Toothpaste
Gel toothpaste merupakan sediaan semi solid (padat) yang berbasis gel
yang mempunyai fungsi sama dengan pasta gigi yaitu untuk membantu merawat
dan menjaga kesehatan gigi, menjaga kebersihan gigi, serta menghilangkan bau
mulut (Anonim, 2009). Untuk memenuhi tujuan dari pemakaian gel toothpaste
tersebut, maka dalam penelitian ini, digunakan natrium lauril sulfat sebagai agen
pembusa yang bertujuan untuk menghasilkan busa yang dalam sediaan gel
toothpaste berperan untuk mengangkat kotoran yang berada dalam mulut. Selain
itu, dari makanan yang kita makan yang tertinggal di antara gigi akan
menimbulkan karang gigi, dan akan difermentasikan oleh bakteri
(mikroorganisme) sehingga dapat menimbulkan bau mulut, maka dari itu dalam
penelitian ini, digunakan bahan anti mikroorganisme seperti misalnya, natrium
benzoat. Namun, natrium benzoat dalam formula ini diutamakan berfungsi
sebagai bahan pengawet sediaan yang terbentuk. Yang terutama dari tujuan
pemakaian gel toothpaste ini adalah untuk membersihkan gigi, dimana yang
terutama dalam formula harus terdapat bahan abrasive (Lieberman, et.al., 1996).
Bahan abrasive dalam formula gel toothpaste berfungsi selain untuk
membersihkan kotoran pada gigi, juga berfungsi sebagai bahan pengental
(thickening agent) terkait interaksinya dengan bahan-bahan lain dalam formula.
bahan abrasive yang umumnya digunakan dalam formula gel toothpaste adalah
silica (Lieberman, et.al., 1996).
Basis gel toothpaste yang dibuat ini sebagian besar penyusunnya adalah
air. Hampir semua bahan yang dipakai memiliki sifat larut dalam air (water
soluble). Dengan demikian sesuai dengan tujuan dari pengaplikasian gel
toothpaste untuk di mulut yang akan memudahkan dalam menghilangkan atau
membilas gel toothpaste saat pengaplikasian. Adanya alkohol pada formula dapat
memberikan rasa nyaman dan sejuk saat penggunaan, hal ini disebabkan karena
adanya mekanisme evaporasi (penguapan). Selain itu basis sediaan gel toothpaste
yang terbentuk memiliki tekstur yang lembut dan warna yang bening sehingga
dari sisi estetika lebih menarik. Aroma mint dari basis sediaan gel toothpaste yang
akan memberikan rasa segar dan nyaman saat penggunaan, sehingga basis gel
toothpaste yang terbentuk secara organoleptis sudah memenuhi persyaratan untuk
suatu sediaan gel toothpaste yang baik.
Dalam proses pembuatan basis sediaan gel toothpaste, pertama dimulai
dengan mengembangkan CMC-Na terlebih dahulu dalam aquadest selama 24 jam.
Aquadest yang digunakan memiliki kualitas farmasetis (memiliki nilai pH 7).
CMC-Na memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air. Waktu 24 jam untuk
mengembangkan CMC-Na merupakan waktu yang optimum bagi CMC-Na untuk
mengembang sempurna untuk membentuk struktur gel yang baik dengan
membentuk struktur tiga dimensi yang mampu memperangkap bahan tambahan
lainnya dan yang terutama adalah air yang mana merupakan bagian dari