• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL SKRIPSI"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN

SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI

GELLING AGENT, GLISEROL DAN POLYETHYLEN GLYCOL 400

SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Vinsensius Julius Marco Hermantojoyo

NIM : 078114003

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGARUH PENAMBAHAN

SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI

GELLING AGENT, GLISEROL DAN POLYETHYLEN GLYCOL 400

SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Vinsensius Julius Marco Hermantojoyo

NIM : 078114003

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

“APA YANG KITA LIHAT PASTI DAPAT KITA BUAT,

TINGGAL BAGAIMANA CARA KITA UNTUK

MENGUSAHAKANNYA”

Kupersembahkan Skripsiku ini untuk :

Mamah dan Papahku

Adikku Hendy dan Picky

Almamaterku

(6)
(7)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PENGARUH PENAMBAHAN SODIUM CARBOXY METHYL

CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI GELLING AGENT, GLISEROL DAN

POLYETHYLEN GLYCOL 400 SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT

FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL”.Skripsi inidisusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi, Penulis telah

banyak mendapatkan bantuan, sarana, dukungan, nasehat, bimbingan, saran dan

kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta

2. Rini Dwiastuti, S. Farm, M. Sc., Apt, selaku dosen pembimbing atas bantuan,

kesabaran, perhatian, dan semangat selama penyusunan proposal hingga

selesainya skripsi ini

3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt dan Agatha Budi Susiana L, M.Si., Apt. selaku

dosen penguji atas segala masukkan dan bimbingannya

4. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing Penulis

(8)

vii

5. Papah, mamah, adikku tercinta (Hendy-2010/A dan Picky) atas segala doa,

dukungan, perhatian, biaya, dan semangat yang selalu menyertai Penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

6. Frissa Kurniawan yang selalu menemani, mendukung, memberi perhatian,

memberi semangat, dan membantu Penulis menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini

7. Robby Wilson selaku partner skripsiku atas segala bantuan, dukungan,

motivasi, dan semangat dari awal penelitian sampai penyusunan skripsi ini

8. Sahabat-sahabatku : Damar, Pukon, Sere, Yoga, Manda, Wicak, Dika,

Wawan, Daniel, Dani, Toro, Benny, Yudi, Lala, Oneng, Eka, Dita WK, Susi,

Olive, Devi, Felix, dan Intan atas kebersamaan, bantuan, serta dukungan

selama ini

9. Teman-teman “Lantai 1”: Lia, Riris, Daniel, Yemima, Cinthya, Siska, Dinar,

Yoga, Manda, Oneng, Septi, Vani, Sere, Wicak, Siwi atas kebersamaan dan

dukungannya

10.Teman-teman kost : Mas Ragil, Mas Kulit, Om Andy, Mas Coro, Mas Adit

“Kampret”, Mas Iwan, Mas Robby, Adit, Hendy, Deka atas kebersamaan, dan

yang terutama bantuan atas ide-ide dan masukkan secara teknis untuk

membantu penelitian ini, dan juga selalu menenemani dalam penyusunan

skripsi ini

11.Teman-teman FST 2007 yang telah memberikan saran, dukungan, dan

(9)

viii

12.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007, atas dukungan dan

kebersamaannya selama ini

13.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Pak Iswandi, “Om” Bimo, dan segenap

laboran lain atas segala bantuannya selama ini

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna mengingat

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis

sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat berguna bagi ilmu

pengetahuan.

(10)
(11)
(12)
(13)

xii

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Fungsi Gliserol ...18

Tabel II. Fungsi Natrium Lauril Sulfat ...22

Tabel III. Fungsi Alkohol ...24

Tabel IV. Rancangan Percobaan Desain Faktorial 3 faktor dan 2 aras ...26

Tabel V. Formula Gel Toothpaste ... 32

Tabel VI. Formula Gel Toothpaste hasil modifikasi ...32

Tabel VII. Penentuan aras tinggi dan aras rendah faktor penelitian ...33

Tabel VIII. Hasil Uji Respon Viskositas ...51

Tabel IX. Hasil Pengolahan Data Respon Viskositas ...51

Tabel X. Hasil Uji Respon Pergeseran Viskositas ...66

Tabel XI. Hasil Pengolahan Data Respon Pergeseran Viskositas ...66

Tabel XII. Hasil Uji Respon Extrudability ...81

(15)

xiv

Gambar 14. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan gliserol pada aras tinggi dan aras rendah PEG 400 pada respon viskositas ... 60

Gambar 15. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan PEG 400 pada aras tinggi dan aras rendah gliserol pada respon viskositas ... 62

Gambar 16. Pengaruh interaksi gliserol dan PEG 400 pada aras tinggi dan aras rendah CMC-Na 10% pada respon viskositas ... 65

Gambar 17. Diagram pareto nilai efek respon pergeseran viskositas ... 68

(16)

xv

Gambar 19. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan gliserol pada aras tinggi

dan aras rendah PEG 400 pada respon pergeseran viskositas.. 75

Gambar 20. Pengaruh interaksi CMC-Na 10% dan PEG 400 pada aras tinggi

dan aras rendah gliserol pada respon pergeseran viskositas .... 77

Gambar 21. Pengaruh interaksi gliserol dan PEG 400 pada aras tinggi dan

aras rendah CMC-Na 10% pada respon pergeseran viskositas... 79

Gambar 22. Diagram Pareto nilai efek respon extrudability ... 82

Gambar 23. Hasil uji Anova untuk respon extrudability ... 83

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran pengolahan data masing-masing respon ... 91

Lampiran 2. Lampiran data dengan Design Expert 7.0.0 ... 96

(18)

xvii

PENGARUH PENAMBAHAN

SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10% SEBAGAI

GELLING AGENT, GLISEROL DAN POLYETHYLEN GLYCOL 400

SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS BASIS SEDIAAN GEL TOOTHPASTE : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

INTISARI

Tujuan dari penelitian bersifat eksperimental ini ialah untuk mengetahui pengaruh penambahan sodium carboxy methyl cellulose (CMC-Na) 10% sebagai

gelling agent, gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai humectants sehingga menghasilkan basis sediaan gel toothpaste yang baik dan stabil selama penyimpanan ataupun dalam penggunaannya. Stabilitas sifat fisis basis sediaan

gel toothpaste dalam penyimpanan atau pemakaian, akan mempengaruhi mutu, keamaanan, dan kualitas gel. Karakteristik stabilitas basis sediaan gel toothpaste

banyak dipengaruhi oleh viskositas dan rheology sediaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ialah desain faktorial tiga

faktor dan dua aras dengan menggunakan delapan formula (23), masing-masing formula direplikasi sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software Design Expert 7.0.0. Respon yang diukur adalah respon viskositas, pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama satu bulan, dan

extrudability.

Hasil penelitian menunjukkan respon viskositas (p-value = 0,0049)dan pergeseran viskositas (p-value = 0,0431) memiliki model persamaan statistik yang signifikan (p-value<0,05), sedangkan respon extrudability (p-value = 0,1834) persamaan statistiknya tidak signifikan. Faktor yang dominan dalam respon viskositas ialah CMC-Na 10%, sedangkan untuk respon pergeseran viskositas, faktor yang dominan ialah interaksi CMC-Na 10%, gliserol, dan polyethylen glycol 400. Pada respon extrudability, faktor penelitian tidak dapat digunakan untuk menentukan komposisi area optimum karena persamaan statistiknya tidak signifikan.

(19)

xviii

THE EFFECT OF SODIUM CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC-Na) 10%

AS GELLING AGENT, GLYCERIN AND POLYETHYLEN GLYCOL 400 AS HUMECTANT ON PHYSICAL PROPERTIES BASIC OF GEL TOOTHPASTE : FACTORIAL DESIGN APPLICATIONS

ABSTRACT

The purpose of this experimental research is to investigate the effect of sodium carboxy methyl cellulose (CMC-Na) 10% as a gelling agent, glycerin and polyethylene glycol 400 as humectant which is resulting a good basic of gel toothpaste and stable during storage or in use. The stability of the physical properties of the basic of gel toothpaste affect the quality, safety, and quality both during storage or usage. The stability characteristics of the basic of gel toothpaste is much influenced by the viscosity and rheology preparations.

In this study is used a factorial design method with 3 factors and 2 level by using 8 (23) kind of formula with each formula is replicated 3 times. Data were analyzed using a software which is called design expert 7.0.0. The measured response are the response of viscosity, viscosity shift after storage for a month, and the extrudability.

Results showed the response of viscosity (p-value = 0.0049) and a shift in the viscosity (p-value = 0.0431) had a statistically significant equation model (p-value <0.05), whereas the response extrudability (p-value = 0.1834) equation is not statistically significant. The dominant factor in the response is the viscosity of CMC-Na 10%, while for a response shift in viscosity, the dominant factor is the interaction of CMC-Na 10%, glycerol, and polyethylen glycol 400. In response extrudability, these factors can not be used to determine the optimum composition of the area because the equation is not statistically significant.

(20)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pasta gigi merupakan suatu sediaan yang selalu digunakan oleh semua

orang setiap hari, baik itu pasta gigi yang mengandung obat ataupun yang hanya

digunakan untuk kosmetik. Pasta gigi dapat dibuat dalam beberapa bentuk seperti

pasta ataupun gel. Dalam penelitian ini, dibuat pasta gigi yang berbentuk gel, atau

sering disebut gel toothpaste, yang merupakan sediaan pasta gigi berbentuk

(berbasis) gel yang berfungsi untuk merawat dan menjaga kesehatan gigi. Gel

toothpaste memiliki warna yang cenderung jernih atau transparan dan memiliki

tekstur yang halus serta dalam penggunaannya dapat memberi sensasi rasa sejuk

di mulut karena pembawanya sebagian besar adalah air, selain itu juga dari segi

estetika lebih diterima karena warnanya yang transparan menjadi daya tarik

tersendiri (Anonim, 2009). Gel merupakan sistem semi solid yang tersusun dari

molekul anorganik kecil atau molekul organik besar yang terpenetrasi oleh suatu

cairan (Anonim, 1995).

Stabilitas dan sifat fisis dari sediaan gel toothpaste sangat penting untuk

diperhatikan, dimana sediaan gel toothpaste stabilitas dan sifat fisisnya sangat

dipengaruhi oleh sifat alir (rheology) dari sediaan yang terbentuk. Dimana

parameter dari stabilitas sediaan gel toothpaste dilihat berdasarkan parameter

pergeseran viskositas, sedangkan untuk parameter sifat fisis sediaan gel toothpaste

(21)

karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai basis sediaan gel toothpaste,

karena bila basis sediaan gel toothpaste yang dihasilkan memiliki kestabilan dan

sifat fisis yang baik, maka bila basis sediaan gel toothpaste tersebut ditambah

dengan zat aktif yang kompatibel akan menghasilkan sediaan gel toothpaste yang

memiliki stabilitas dan sifat fisis yang baik. Dengan demikian, penulis melakukan

penelitian tentang pengaruh penambahan Sodium Carboxy Methyl Cellulose

(CMC-Na) sebagai gelling agent dengan konsentrasi 10% dan gliserol serta

polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis basis sediaan gel

toothpaste yang akan dibuat. Dari penelitian ini, diharapkan akan dihasilkan

model persamaan statistik yang signifikan, dengan demikian dapat ditentukan

faktor yang dominan dalam menentukan respon yang diinginkan dan persamaan

desain faktorial yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi komposisi

ketiga faktor bahan dalam pembuatan basis sediaan gel toothpaste untuk

menghasilkan respon yang dikehendaki. Dalam penelitian ini, digunakan Sodium

Carboxy Methyl Cellulose (CMC-Na) 10% sebagai gelling agent karena CMC-Na

memiliki gugus natrium yang dapat mengikat air (terhidrasi) tanpa perlu

pemanasan, sehingga bila dibandingkan dengan Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

waktu yang dibutuhkan untuk mengembang menjadi struktur gel yang baik

menjadi lebih singkat. Karakteristik gel yang dibentuk oleh CMC-Na memiliki

kestabilan secara fisika dan kimia pada rentang pH antara 5-10 (Allen, 2005).

Dengan kata lain, penggunaan CMC-Na untuk basis sediaan gel

toothpaste tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk proses pengembangan,

(22)

formula untuk basis sediaan gel toothpaste ini, tidak dibutuhkan agen pembasa

mengingat tempat aplikasi dari sediaan gel toothpaste tersebut berada di mulut

dengan rentang pH 6-7 (Anonim, 2009), demikian juga halnya selama

penyimpanan tetap didapatkan pH yang tetap karena rentang pH (kestabilan) dari

CMC-Na yang luas yaitu sekitar 5-10 (Allen, 2002). Pada penelitian ini, CMC-Na

10% dikombinasikan dengan gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai

humectant. CMC-Na yang termasuk dalam golongan hydrogel dengan

penambahan gliserol akan meningkatkan kebasahan sehingga tekstur gel yang

terbentuk akan menjadi lembab dan lembut (Allen, 2005). Dengan demikian,

dihasilkan sediaan gel toothpaste yang nyaman saat diaplikasikan. Bila hanya

digunakan satu macam humectant (tanpa adanya kombinasi) maka basis sediaan

gel toothpaste yang terbentuk kurang baik, karena cenderung akan membentuk

struktur gel yang terlalu kental dan tidak nyaman saat diaplikasikan. Oleh karena

itu, dalam formula basis sediaan gel toothpaste ini ditambahkan pula polyethylen

glycol 400 sebagai humectant yang sifat pemeriannya agak sedikit lebih cair bila

dibandingkan dengan gliserol (Anonim, 2009). Diharapkan dengan adanya

kombinasi dari dua macam humectant, akan membuat tekstur gel yang lebih baik

dan nyaman untuk digunakan. Digunakan polyethylen glycol 400 dalam formula

basis sediaan gel toothpaste ini karena polyethylen glycol 400 juga dapat

meningkatkan ikatan struktur gel yang terbentuk karena polyethylen glycol 400

memiliki gugus hydrophilic (gugus –OH) yang dapat berikatan kuat dengan

struktur gel yang terbentuk yang sebagian besar penyusunnya adalah air (Anonim,

(23)

kombinasi antara gelling agent dengan humectant untuk mendapatkan stabilitas

dan sifat fisis basis sediaan yang baik.

Di samping itu, pada penelitian ini digunakan CMC-Na 10 %, gliserol,

dan polyethylen glycol 400 karena sebagian besar dalam formula gel toothpaste

komponen penyusun terbesarnya adalah gelling agent dan humectant. CMC-Na

10% digunakan sebagai gelling agent dalam penelitian ini, dan untuk humectant

dalam penelitian ini digunakan kombinasi dari gliserol dan polyethylen glycol

400. Sebagian besar komponen penyusun dalam sediaan gel toothpaste adalah

gelling agent dan humectant (Lieberman, Lachman, dan Schwatz, 1996).

Peningkatan kecepatan geser (shearing rate) akan mengakibatkan

viskositas menjadi semakin turun sehingga gel toothpaste akan menjadi encer dan

mudah mengalir sehingga stabilitas sediaan menurun selama penyimpanan dan

menyebabkan ketidaknyamanan saat penggunaan (pengaplikasian). Hal ini

merupakan pertimbangan stabilitas fisis yang harus diperhatikan sehingga basis

sediaan gel toothpaste yang dihasilkan stabil selama penyimpanan atau dengan

kata lain tidak mengalami perubahan konsistensi selama penyimpanan (Amiji dan

Sandmann, 2003). Oleh karena itu, respon yang akan diukur sehubungan dengan

stabilitas sediaan yang terbentuk adalah respon viskositas, pergeseran viskositas,

dan extrudability. Diharapkan dengan didapatkan respon yang baik akan

meningkatkan keamanan dan kenyamanan saat pemakaian sediaan gel toothpaste

tersebut.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

(24)

dapat menentukan area optimum dari sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang

dihasilkan dengan penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent serta gliserol

dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant, serta dapat mengetahui efek yang

dominan dari ketiga faktor (masing-masing) dan interaksi antara ketiga faktor

tersebut dalam membentuk sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang baik dan

optimum. Efek yang dominan dari masing-masing faktor atau dari interaksi antara

ketiga faktor perlu diketahui agar dalam penambahannya dalam formula perlu

mendapatkan perhatian, mengingat bila didapatkan model persamaan statistik

yang signifikan, maka penambahan sedikit saja faktor yang dominan akan

menghasilkan respon yang berbeda, hal ini dikarenakan faktor atau interaksi yang

dominan, memiliki kontribusi yang paling besar dalam menentukan respon yang

dikehendaki atau diinginkan.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent,

gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis

basis sediaan gel toothpaste?

b. Apakah masing-masing faktor atau interaksi dari faktor-faktor tersebut

mempengaruhi sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang terbentuk?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian

(25)

polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis basis sediaan gel

toothpaste dengan aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi

tentang pengaruh penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent, gliserol dan

polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis basis sediaan gel

toothpaste.

b. Manfaat praktis. Dengan penelitian ini diharapkan memberi

gambaran sifat fisis basis sediaan gel toothpaste yang baik kepada masyarakat

melalui parameter viskositas, pergeseran viskositas dan extrudability.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling

agent, gliserol dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant terhadap sifat fisis

basis sediaan gel toothpaste dengan aplikasi desain faktorial.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui faktor atau interaksi yang dominan dan signifikan

dalam menentukan respon sifat fisis dan stabilitas basis sediaan gel toothpaste

(26)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Gel Toothpaste

Gel toothpaste merupakan sediaan semi solid (padat) yang berbasis gel

yang mempunyai fungsi sama dengan pasta gigi yaitu untuk membantu merawat,

menjaga kesehatan gigi, dan membersihkan gigi (Anonim, 2009). Karakteristik

dari gel toothpaste yaitu sediaan gel toothpaste memiliki warna cenderung jernih

atau transparan dan memiliki tekstur yang halus serta dalam penggunaannya dapat

memberi sensasi rasa sejuk karena adanya mekanisme evaporasi (penguapan)

yang ditimbulkan oleh adanya alkohol. Dengan sebagian besar pembawanya

adalah air, menyebabkan gel toothpaste mudah hilang atau mudah dibilas pada

saat pengaplikasian. Dan dilihat dari sisi acceptabiltasnya, bentuk sediaan gel

toothpaste lebih dapat diterima karena gel toothpaste memiliki karakteristik

tekstur yang halus dan memiliki warna yang jernih (transparan) sehingga terlihat

lebih menarik (Anonim, 2009).

(27)

B. Gel 1. Definisi dan klasifikasi gel

Gel merupakan sistem semisolid terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan

(Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku di mana pergerakan medium

dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur tiga dimensi dari partikel atau

makromolekul terdispersi (Allen dan Loyd, 2002).

Secara umum, ada dua sistem klasifikasi gel. Klasifikasi pertama

membagi gel berdasarkan gelling agentnya, yaitu (i) inorganik yang merupakan

sistem dua fase, (ii) organik yang merupakan sistem satu fase. Klasifikasi kedua

membagi gel berdasarkan solvennya, yaitu (i) hidrogel (inorganik, gum alam, dan

sintetik, serta organik), (ii) organogel (tipe hidrokarbon, lemak minyak atau

hewan, organogel hidrofilik) (Allen, 2002).

2. Mekanisme pembentukan gel

Ketika gel didispersikan ke dalam pelarut yang sesuai, zat yang berfungsi

sebagai gelling agent akan saling berikatan atau tumpang tindih membentuk suatu

struktur koloid seperti jaring atau simpul-simpul tiga dimensi (three-dimensional

network). Jaring atau network tersebut kemudian menangkap dan mencegah

bergeraknya molekul-molekul pelarut (Osborne, 1990).

Konsistensi gel yang terbentuk disebabkan adanya gelling agent

(thickening) yang pada umumnya adalah polimer, dan membentuk struktur tiga

(28)

sehingga mobilitas molekul tersebut menurun, maka terbentuk suatu struktur

sistem gel (Barel, Paye, dan Maibach, 2001).

3. Karakteristik gel

Beberapa sistem gel biasanya transparan, tetapi ada juga yang keruh

karena ada bahan-bahan yang tidak terdispersi secara molekuler (Allen dan Loyd,

2002). Sifat umum yang diinginkan dari sediaan semi solid adalah dapat diterima

oleh konsumen karena memiliki sifat tertentu, yaitu mudah dikeluarkan dari

wadah, sensasinya ketika kontak dengan tempat aplikasi, kemampuan melekat

pada tempat aplikasi selama waktu tertentu sebelum dibilas, residu yang tidak

meninggalkan rasa lengket setelah aplikasi dan efikasi klinis yang terkait dengan

pelepasan obat dan absorpsi. Hal ini terkait dengan daya sebar dan stabilitas

sediaan, sehingga perlu diperhatikan dalam formulasinya (Garg, et al., 2002).

a. Daya sebar. Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes

cairan atau preparasi semisolid yang berhubungan langsung dengan koefisien

friksi. Faktor yang mempengaruhi daya sebar adalah formulanya kaku atau tidak,

kecepatan dan lama tekanan yang menghasilkan kelengketan, temperature pada

tempat aksi. Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula,

kecepatan evaporasi pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena

evaporasi (Garg, et all, 2002).

b. Stabilitas sediaan gel. Suatu formulasi pasta gigi harus stabil hingga

saat timbul waktu kadaluwarsa, dimana mencapai waktu 3 tahun (Lieberman,

et.al., 1996). Sediaan tersebut harus satu fase (tidak terpisah), kekentalan

(29)

Formulasi harus disesuaikan dengan prosedur uji termasuk uji kondisi dipercepat

dan uji selama waktu penyimpanan sediaan tersebut. Sediaan uji harus dievaluasi

untuk menjamin bahwa sediaan tersebut memiliki karakteristik yang diinginkan.

Pengujian harus dilakukan agar dapat menjamin stabilitas fisik pasta gigi tetap

dalam keadaan baik sama seperti stabilitas kimia dari bahan-bahan yang

digunakan (Lieberman, et.al., 1996).

Sama seperti bentuk sediaan lain, stabilitas adalah kemampuan suatu

pasta gigi untuk dapat mempertahankan karakteristik penting yang dibutuhkan

agar tidak berubah selama penggunaan dan penyimpanan hingga waktu

kadaluwarsanya. Pengujian harus dilakukan agar dapat menjamin stabilitas fisik

pasta gigi tetap dalam keadaan baik sama seperti stabilitas kimia dari bahan-bahan

yang digunakan (Lieberman, et.al., 1996).

Karakteristik fisik dengan data kuantitatif dapat digunakan sebagai

pertimbangan evaluasi. Karakteristik tersebut harus mencakup penampilan

sediaan, warna, keseragaman, rasa, berat jenis, pH, dan viskositas.

Parameter-parameter tersebut harus direkam untuk setiap stabilitas pada kondisi

penyimpanan dengan interval waktu tertentu (Lieberman, et.al., 1996).

Secara umum, pengujian stabilitas untuk pasta gigi terdiri dari

penempatan sampel dengan berat tertentu, analisis secara kimia, dan menjamin

karakteristik fisik pada penyimpanan suhu kamar, 5°C, 37°C, dan 45°C dengan

interval waktu penyimpanan 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Lieberman,

(30)

1) Sifat Alir (Rheology)

Rheology berasal dari bahasa Yunani yaitu “Rheo” yang

berarti “aliran” dan “Logos” yang berarti “ilmu” sehingga rheology

mendefinisikan aliran suatu cairan (sifat alir). Viskositas adalah suatu

besaran yang menunjukkan ketahanan suatu cairan untuk dapat

mengalir. Semakin tinggi viskositas maka tahanan suatu cairan untuk

dapat mengalir semakin besar pula. Rheology sangat berperan dalam

aplikasi formulasi sediaan farmasi seperti emulsi, pasta, supositoria

dan tablet salut (Martin, Swarbrick, dan Cammarata, 1983).

Sifat Alir Newtonian, menunjukkan hubungan linier antara

gaya geser (Shear Stress) dengan kecepatan geser.

x

dikenal sebagai gaya geser (Shear Stress). Newton menyatakan bahwa

velocity (

v) suatu material pada suatu jarak tertentu (

x) maka akan menyebabkan terjadinya perpindahan material tersebut yang

proporsional dengan gaya geser. Perubahan velocity pada jarak tertentu

(31)

Dimana  dikenal sebagai koefisien viskositas dari cairan tipe

Newtonian (Amiji dan Sandmann, 2003).

Sifat Alir Non-Newtonian, menunjukkan hubungan antara

gaya geser terhadap kecepatan geser yang berkebalikan. Ada 3 macam

tipe sifat alir Non-Newtonian yaitu tipe plastis, pseudoplastis dan

dilatan (Amiji dan Sandmann, 2003).

Tipe plastis menunjukkan suatu situasi dimana tidak terdapat

perubahan suatu aliran selama pemberian gaya tertentu hingga tercapai

titik transisi. Titik transisi tersebut dikenal sebagai Yield Value yaitu

nilai minimal gaya geser yang dibutuhkan suatu sistem untuk dapat

berdeformasi dan mulai mengalir (Amiji dan Sandmann, 2003).

Berbeda dengan tipe plastis, tipe pseudoplastis menunjukkan

suatu situasi dimana sistem akan terdeformasi dan mengalir (terjadi

perubahan viskositas) segera setelah diberikan gaya geser dan akan

kembali ke keadaan semula ketika pemberian suatu gaya geser

dihentikan (Amiji dan Sandmann, 2003). Cairan dengan tipe

pseudoplastis akan mengalami penurunan viskositas dengan semakin

bertambahnya gaya geser (Martin, et.al., 1983).

Sejumlah produk farmasi, termasuk gum alam dan sintetis

antara lain dispersi tragacanth; sodium alginate; dan methylcellulose

dalam cairan menunjukkan sistem sifat alir pseudoplastis (Martin,

(32)

2) Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan

untuk mengalir; makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya

(Martin, et.al., 1993). Viskositas, elastisitas dan rheology merupakan

karakteristik formulasi yang penting dalam produk akhir sediaan

semisolid. Viskositas sediaan ditingkatkan oleh bahan baku yang

digunakan secara umum, misalnya polimer yang memiliki tingkat

viskositas tertentu (Donovan & Flanagan, 1996). Semakin tinggi

viskositas, maka tahanan suatu cairan untuk dapat mengalir semakin

besar pula. Rheology sangat berperan dalam aplikasi formulasi sediaan

farmasi seperti emulsi, pasta, suppositoria, dan tablet salut (Martin,

et.al., 1983).

3) Pergeseran Viskositas

Perubahan viskositas sediaan dari waktu ke waktu perlu

menjadi perhatian utama, karena viskositas merupakan hal yang

penting dalam mempengaruhi stabilitas dan karakteristik sediaan.

Beberapa faktor bertanggung jawab dalam perubahan viskositas

dispersi selama penyimpanan. Faktor tersebut antara lain bahan-bahan

yang dapat meningkatkan viskositas atau interaksi bahan tersebut

dengan sistem dispersi. Faktor lain yang dapat berpengaruh yaitu

agregasi partikel yang tidak tergantung pada kandungan polimer,

meskipun polimer dapat mengurangi kecepatan perubahan ukuran

(33)

Gel juga menunjukkan ketidakstabilan gel seperti fenomena

sineresis yang diindikasikan dengan tekanan keluar dari cairan

interstitial (Nairn, 1997) sehingga cairan tersebut terkumpul pada

permukaan gel. Sineresis tidak hanya terjadi pada hidrogel organik

tetapi juga pada organogel dan hidrogel inorganik. Pada umumnya,

sineresis menyebabkan penurunan konsentrasi polimer (Zatz dan

Kushla, 1996).

4) Extrudability

Uji extrudability dilakukan untuk mengetahui kemampuan

dari sediaan gel toothpaste untuk keluar atau mengalir dari tube yang

dipakai dengan menggunakan beban tertentu dengan penambahan

pemberian beban setiap 100 gram sehingga dapat diperoleh data

kuantitatif yang menunjukkan kemampuan suatu sediaan gel

toothpaste untuk keluar dari tube (mengalir) (Lieberman, et.al., 1996).

C. Gelling Agent

Gelling agent adalah gum alam atau sintetis, resin, atau hidrokoloid lain

yang digunakan di dalam formulasi pasta gigi untuk menjaga konstituen cairan

dan padatan dalam suatu bentuk pasta yang halus. Gelling agent meningkatkan

viskositas dari fase cairan dan mencegah pengeluaran cairan dari pasta. Secara

umum, gelling agent digunakan dalam konsentrasi 0.9% sampai dengan 2.0%

(34)

Carbopol® dan Sodium Carboxy Methyl Cellulose (CMC-Na) (Lieberman, et.al.,

1996).

Pada penelitian ini digunakan CMC-Na sebagai gelling agent. CMC-Na

adalah polimer sintetik dengan berat molekul besar yang terdiri atas rantai silang

antara asam akrilat dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaerythritol.

Pemeriannya adalah tidak berwarna, asam, halus, serbuk higroskopis dengan bau

khas. CMC-Na mengandung 52%-68% gugus asam karboksilat (COOH) dalam

bentuk kering. Berat molekul teoritis CMC-Na adalah 7x105 sampai dengan

4x109. Secara umum, polimer CMC-Na dengan kekentalan dan kekakuan rendah

memiliki nilai kelembaban yang tinggi. Sebaliknya polimer CMC-Na dengan

kekentalan dan kekakuan yang tinggi akan mempunyai nilai kelembaban yang

rendah (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).

CMC-Na tergolong dalam klasifikasi hydrogel dimana merupakan

hydrogel yang terbentuk dari gum sintetik. Pada gel yang polar, polimer alam atau

sintetik yang digunakan pada konsentrasi rendah (biasanya di bawah 10%)

membentuk matriks tiga dimensi melalui cairan hidrofilik. Sistem yang terbentuk

mungkin jernih ataupun keruh, karena gelling agent yang digunakan tidak terlarut

sempurna atau terbentuknya agregat. Hydrogel dideskripsikan sebagai sistem dua

komponen yaitu (i) substansi polimer hidrofilik tetapi tidaklarut air, merupakan

polimer jaringan tiga dimensi, dan (ii) air (Zats dan Kushla, 1996). Hydrogel

adalah sistem hidrofilik yang utamanya terdiri dari 85-95% air atau campuran

aqueous-alcoholic dan gelling agent. Polimer organik yang biasa digunakan

(35)

(CMC-Na), atau selulosa non ionik lainnya (Buchmann, 2001). Hydrogel akan

memberikan efek mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hydrogel mudah

diaplikasikan dan memberi kelembaban secara instan tetapi pada penggunaan

jangka panjang akan membuat tempat aplikasi menjadi kering. Dengan demikian,

diperlukan humectant seperti gliserol, sorbitol, propilen glikol, polyethylen glycol

dan lain-lain (Buchmann, 2001). Salah satu alasan penggunaan hydrogel adalah

pelarut yang digunakan dalam pembuatan obat mempunyai kompatibilitas yang

baik terhadap jaringan biologis tubuh (Zatz dan Kuhsla, 1996).

CMC-Na larut di dalam air di segala temperatur. Garam natrium yang

terbentuk dapat didispersikan di dalam air dingin dengan cepat sebelum partikel

terhidrasi dan mengembang menjadi gumpalan-gumpalan padatan membentuk

sistem gel yang lengket. Viskositas dari produk dapat menurun jika pH yang

dihasilkan berada pada kisaran pH di bawah 5 dan bila berada di kisaran pH di

atas 10 (Allen, 2002). CMC-Na berada pada range konsentrasi 3,0 – 6,0 % yang

berfungsi sebagai gelling agent (Rowe, et.al., 2009).

(36)

D. Humectant

Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan

untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air

(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).

Humectant merupakan senyawa higroskopis yang umumnya larut dalam air.

Humectant tidak menutupi mulut dan mudah hilang jika tercuci. Gliserol, propilen

glikol, sorbitol, dan polyethylen glycol biasa digunakan sebagai humectant dalam

sediaan untuk mencegah penguapan dan pembentukan lapisan kering pada

permukaan produk (Zocchi, 2001). Humectant membantu menjaga kelembaban

dari pasta gigi dengan cara menjaga kandungan air pada mulut serta mengikat air

dari lingkungan ke tempat aplikasi (Rawlings, Harding, Watkinson, Chandar, dan

Scott, 2002). Selain itu juga, humectant memberikan rasa nyaman ketika

digunakan di dalam mulut. Pada pasta buram, umumnya digunakan konsentrasi

humectant sebesar 20-40%. Gel transparan diformulasikan dengan konsentrasi

humectant maksimal sebesar 80% (Lieberman, et.al., 1996).

Pada penelitian ini, digunakan kombinasi dua macam humectant yaitu

gliserol dan polyethylen glycol 400.

1. Gliserol

Gliserol adalah cairan seperti sirup jernih dengan rasa manis. Dapat

bercampur dengan air dan alkohol. Sebagai suatu pelarut, dapat disamakan dengan

alkohol, tapi karena kekentalannya, zat terlarut dapat larut perlahan-lahan di

dalamnya kecuali kalau dibuat kurang kental dengan pemanasan. Gliserol bersifat

(37)

suatu pelarut pembantu dalam hubungannya dengan air dan alkohol (Ansel, 1989).

Gliserol digunakan sebagai emolien dan humectant dalam sediaan topikal dengan

rentang konsentrasi 0.2-65.7% (Smolinske, 1992).

Gliserol memiliki pemerian jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental,

cairan higroskopis, memiliki rasa manis, kurang lebih 0,6 kali lebih manis dari

sukrosa (Rowe, et.al., 2009). Gliserol secara luas digunakan dalam formulasi

sediaan farmasi, misalnya sediaan oral, mata, topical, dan sediaan parenteral.

Dalam formulasi sediaan topical dan kosmetik, gliserol digunakan terutama

sebagai humectant dan emolienpada konsentrasi ≤30% (Rowe, et.al., 2009).

Tabel I. Fungsi gliserol (Rowe, et.al., 2009)

Fungsi Konsentrasi (%)

Sinonim gliserol adalah gliserin, glycerolum, propan-triol,

1,2,3-propantriol, trihidroksipropan gliserol dan E422 (Smolinske, 1992). Rumus

molekul gliserol adalah C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09 (Anonim, 1999).

Gambar 3. Struktur molekul gliserol (Anonim, 1999)

Penambahan gliserol juga akan menurunkan polaritas solven dan

(38)

2. Polyethylen glycol 400

Polyethylen glycol 400 disebut juga dengan makrogol 400 atau PEG 400

adalah polimer dari etilen oksida dan air, dinyatakan dengan rumus

H(OCH2CH2)nOH dengan harga rata-rata n antara 8,2 dan 9,1 dengan berat

molekul antara 380-420 yang memiliki suatu tingkat polimerasi lebih dari 10

menunjukkan struktur PEG berbelok-belok, rantai pendek yang berbentuk zig-zag

(Voigt, 1994).

Gambar 4. Struktur kimia PEG Gambar 5. Potongan struktur PEG 400 (Voigt, 1994)

Pemeriannya adalah cairan kental, jernih, tidak berwarna, memiliki bau

khas, dan agak higroskopis. PEG 400 memiliki sifat larut dalam air, dalam etanol,

dalam aseton, dalam glikol lain, dan dalam hidrokarbon aromatik; praktis tidak

larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik (Anonim, 1995). Menurut

Florence (1994), makrogol inkompatibel dengan senyawa fenol dan dapat

mengurangi aktivitas senyawa antimikroba pada beberapa preservatives.

Penggunaan PEG dengan polimer hidrofilik lainnya pada konsentrasi tinggi dalam

suatu formula dapat mempengaruhi sifat fisik dari sediaan misalkan kelarutan,

saat mulai dilakukan pencampuran, PEG menurut Lieberman (1996), dapat

berfungsi sebagai humectant bila diformulasikan dalam sediaan gel. PEG 400

dalam kegunaannya sebagai humectant, optimal bila ditambahkan dengan

(39)

E. Natrium Sakarin

Natrium sakarin berwarna putih, tidak berbau atau sedikit berbau

aromatis, berkembang, berbentuk serbuk kristal dengan berat molekul 241,19 dan

memiliki rumus empiris C7H4NNaO3S.2H2O. Natrium sakarin terasa sangat

manis, dengan meninggalkan rasa pahit atau menyerupai logam di lidah. Rasa

pahit tersebut dapat ditutupi dengan cara mencampur natrium sakarin dengan

bahan pemanis lainnya (Rowe, et.al., 2009).

S NNa

O O O

2H2O

Gambar 6. Struktur molekul natrium sakarin (Rowe, et.al., 2009)

Natrium sakarin adalah bahan pemanis yang digunakan dalam minuman,

produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi seperti tablet, serbuk, gel,

suspensi, larutan, dan pembersih mulut. Natrium sakarin juga digunakan dalam

pembuatan vitamin (Rowe, et.al., 2009).

Natrium sakarin sangat larut di dalam air dibandingkan sakarin, dan lebih

sering digunakan dalam formulasi sediaan farmasi. Natrium sakarin kurang lebih

300-600 lebih manis dibanding sukrosa. Natrium sakarin sering digunakan untuk

menutupi beberapa karakteristik rasa yang tidak enak (Rowe, et.al., 2009).

F. Natrium Benzoat

Natrium benzoat merupakan butiran atau kristal putih, sedikit

(40)

dan memiliki rasa seperti garam. Natrium benzoat memiliki rumus empiris

C7H5NaO2 dengan berat molekul 144,11 (Rowe, et.al., 2009).

ONa O

Gambar 7. Struktur molekul natrium benzoat (Rowe, et.al., 2009)

Natrium benzoat terutama digunakan sebagai bahan pengawet

antimikroba dalam kosmetik, makanan, dan obat. Natrium benzoat digunakan

pada konsentrasi 0,02-0,5% dalam obat oral; 0,5% dalam produk parenteral; dan

0,1-0,5% dalam kosmetik. Keterbatasan natrium benzoat sebagai pengawet

terletak pada keefektifan dalam range pH yang sempit. Natrium benzoat

digunakan sebagai pilihan untuk asam benzoat dalam beberapa keadaan, misalnya

untuk memberikan kelarutan yang tinggi. Tetapi dalam beberapa penggunaan,

natrium benzoat memberi rasa yang tidak enak pada suatu produk (Rowe, et.al.,

2009).

G. Natrium Lauril Sulfat

Natrium lauril sulfat terdiri dari kristal berwarna putih susu sampai

dengan kuning pucat, berbentuk serpih atau serbuk dengan tekstur halus,

bersabun, rasa pahit, dan sedikit berbau substansi lemak. USP32 dan NF27

mendeskripsikan natrium lauril sulfat sebagai suatu campuran dari natrium alkil

sulfat terutama tersusun atas natrium lauril sulfat. Europe Pharmacopea 6.0

menyebutkan bahwa natrium lauril sulfat mengandung tidak kurang dan tidak

(41)

Natrium lauril sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan dengan konsentrasi

tertentu pada formulasi sediaan kosmetik. Natrium lauril sulfat merupakan sabun

dan agen pembasah yang efektif pada suasana asam maupun basa (Rowe, et.al.,

2009).

Gambar 8. Struktur molekul natrium lauril sulfat (Rowe, et.al., 2009)

Tabel II. Fungsi Natrium Lauril Sulfat (Rowe, et.al., 2009)

Fungsi Konsentrasi (%)

Anionic emulsifier, forms self-emulsifying bases with fatty alcohols

0,5-2,5

Detergent in medicated shamppos ≈ 10

Skin cleanser in topical applications 1

Solubilizer in concentrations greater than critical

mana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerasi dengan 20 molekul

etilenoksida (anhidrida sorbitol : etilenoksida = 1:20). Polysorbate 80 berupa

cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993), berbau

caramel yang dapat menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas dan

kadang-kadang pahit (Anonim, 1993). Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent

pada emulsi topikal minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier

(42)

menahan air pada salep, dengan konsentrasi 1-15% sebagai solubilizer.

Polysorbate 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent

(Smolinske, 1953). Penggunaan polysorbate secara kombinasi dengan emulsifier

memiliki batas rentang konsentrasi antara 1-10% (Rowe, et al, 2009)

Polysorbate sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P dan

etilasetat P, tidak larut dalam paraffin cair P (Anonim, 1993), tidak larut dalam

alkohol polihidrik (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 memiliki titik lebur yang

berada pada suhu 50-60 C, nilai pH 6.0-8.0, dan stabil dalam larutan dengan pH

2-12 (Greenberg, 1954), nilai HLB 15.0 dan berat jenis pada 250C adalah 1.08,

viskositas 425 mPa s (Rowe, et al, 2009). Polysorbate 80 digunakan sebagai

emulsifier pada krim dan lotion, pelarut minyak essensial dalam air (Greenberg,

1954).

Gambar 9. Struktur molekul Polysorbate 80 (Schramm, 2005)

I. Oleum Menthae piperita

Oleum Menthae piperita merupakan minyak yang tidak berwarna,

kekuningan, atau kehijauan-kuning cair, menjadi lebih gelap dan tebal oleh usia

dan paparan udara, memiliki bau khas aromatik pepermint, sangat aromatik, tajam

rasa, dan diikuti oleh sensasi dingin saat udara ditarik ke mulut. Kandungan utama

dari Oleum menthae piperita ini adalah menthol (30-55%), atau dapat disebut juga

(43)

Gambar 10. Struktur molekul Oleum Menthae piperita (Anonim, 2009)

Kegunaan dari Oleum Menthae piperita ini bermacam-macam seperti di

antaranya adalah sebagai stimulant diffusible kuat, dengan sifat yang

mengeluarkan udara, antispasmodic, dan antimuntah. Untuk hal tersebut Oleum

Menthae piperita ini digunakan untuk meredakan perut kembung, gastrodynia,

mual, kejang perut, dan untuk menutupi rasa obat lain. Selain itu juga digunakan

untuk pengobatan penyakit selesma dan batuk.

J. Alkohol

Nama lain dari alkohol adalah ethanol, ethanolum, atau ethyl alcohol.

Alkohol ini memiliki beberapa fungsi antara lain adalah sebagai pengawet

terhadap mikrobia (preservatives), disinfectant, dan juga sebagai solvent (pelarut).

Alkohol dalam berbagai atau beberapa konsentrasi sangat berpengaruh dan

berguna di formulasi farmaseutikal dan kosmetik (Rowe, et.al., 2009).

Tabel III. Fungsi alkohol (Rowe, et al., 2009)

Kegunaan Konsentrasi % v/v

Antimicrobial preservative 10

Disinfectant 60–90

Extracting solvent in galenical manufacture Up to 85

Solvent in film coating Variable

Solvent in injectable solutions Variable

Solvent in oral liquids Variable

(44)

Gambar 11. Struktur kimia alkohol (Rowe, et al., 2009)

Struktur kimia dari alkohol adalah C2H6O dengan berat molekulnya

adalah 46,07. Alkohol memiliki titik didih sebesar 78.15°C , mudah terbakar dan

mudah menguap. Alkohol dalam penyimpanannya harus berada dalam wadah

yang tertutup rapat agar tidak menguap (Rowe, et al., 2009).

K. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan cara yang digunakan untuk mengevaluasi

efek faktor yang dipelajari secara stimultan dan efek yang relatif penting dapat

dinilai (Armstrong dan James, 1996). Desain faktorial merupakan aplikasi

persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara

variabel-respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari

analisa tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Penelitian desain

faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan aras yang akan diteliti, serta

respon yang akan diukur. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan

(Boltons, 1997). Mengenai deskripsi sifat (seperti besar, lebih besar, terbesar) dan

nomor urut (seperti menunjukkan respon terbesar adalah 1, selanjutnya 2, dan

seterusnya) tidak dapat digunakan (Armstrong dan James, 1996). Desain faktorial

digunakan dalam penelitian dimana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda

dalam penelitian ingin diketahui (Bolton, 1997). Dengan desain faktorial, dapat

(45)

secara signifikan terhadap respon. Juga memungkinkan kita mengetahui interaksi

antara faktor-faktor tersebut (Bolton, 1997; Voigt, 1994).

Pada desain faktorial dua aras dan tiga faktor diperlukan delapan

formulasi (2n = 8, dengan 2 menunjukkan aras dan n menunjukkan jumlah faktor).

Rancangan percobaan desain faktorial dengan tiga faktor dan dua aras seperti

tabel IV berikut ini:

Tabel IV. Rancangan percobaan desain faktorial tiga faktor dan dua aras

Eksperimen Faktor Interaksi

Y = respon hasil atau sifat yang diamati (X1)(X2)(X3) = aras pada faktor A dan faktor B

(46)

Dari rumus (3) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu

respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang

optimum. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata

respon pada aras tinggi dan rata-rata respon pada aras rendah (Bolton, 1997).

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki

efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam

menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini

memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek

interaksi antar faktor (Bolton, 1997).

L. Landasan Teori

Gel toothpaste merupakan sediaan semi solid liquid yang berbentuk

pasta, namun berbasis gel yang juga memiliki fungsi yang sama dengan pasta gigi,

yaitu untuk merawat , membersihkan, dan menjaga kesehatan gigi. Sediaan gel

toothpaste pasti memiliki tekstur yang halus dan memiliki warna yang bening

karena sesuai dengan basis yang digunakan yaitu gel dan sebagian besar

penyusunnya adalah air. Selain itu juga dari sisi penampilan, gel toothpaste

terlihat lebih menarik untuk digunakan karena warnanya yang bening. Dalam

pembuatan basis sediaan gel toothpaste, digunakan gelling agent untuk menjaga

konstituen cairan dan padatan dalam membentuk karakteristik gel yang stabil dan

baik. Dalam penelitian ini, digunakan CMC-Na 10% sebagai gelling agent,

CMC-Na memiliki gugus natrium yang dapat mengikat air, sehingga air terhidrasi dalam

(47)

memiliki pH yang stabil pada rentang pH 5-10 sehingga dalam pencampuran

formulanya, tidak dibutuhkan agen pembasa. Karena dalam rentang pH tersebut,

struktur atau matriks gel yang terbentuk sudah sempurna, sehingga karakteristik

gel yang terbentuk baik. Juga dalam penelitian ini, digunakan kombinasi

humectant dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman saat digunakan dan

untuk mempertahankan kelembaban pada basis gel toothpaste yang terbentuk,

sehingga dalam pengaplikasiannya memberi rasa nyaman pada penggunanya.

Humectant yang digunakan adalah gliserol dan PEG 400. Gliserol memiliki

tekstur yang lebih kental bila dibandingkan dengan PEG 400. Sehingga bila

dikombinasikan akan mendapatkan tekstur gel yang memiliki tingkat viskositas

yang optimum. Gliserol berperan dalam meningkatkan kelembaban pada sediaan

yang terbentuk sedangkan PEG 400 berperan dalam meningkatkan ikatan struktur

gel yang terbentuk, karena memiliki gugus hidrofilik yang dapat berikatan dengan

struktur gel yang terbentuk, karena sebagian besar penyusunnya adalah air.

Pada penelitian ini, dilakukan model percobaan dengan menggunakan

metode desain faktorial dua aras tiga faktor. Dengan menggunakan metode ini,

akan diketahui efek dari interaksi ketiga faktor yang digunakan.

M. Hipotesis

Komposisi penambahan CMC-Na 10% sebagai gelling agent, gliserol

dan polyethylen glycol 400 sebagai humectant berpengaruh terhadap sifat fisis

(48)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan quasi eksperimental bersifat

eksploratif dengan menggunakan desain penelitian secara desain faktorial.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi CMC-Na 10%

(aras rendah: 60g dan aras tinggi: 90g) sebagai gelling agent, gliserol (aras

rendah: 15g dan aras tinggi: 25 g) dan polyethylen glycol 400 (aras rendah: 40g

dan aras tinggi: 60 g) sebagai humectant dalam basis sediaan gel toothpaste.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan

kemampuan extrudability) serta stabilitas (pergeseran viskositas).

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan,

kondisi penyimpanan (suhu dan kelembaban tempat penyimpanan) dan lama

pengadukan pembuatan gel toothpaste.

4. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan

(49)

C. Definisi Operasional

1. Gel toothpaste merupakan sistem dispersi padatan di dalam medium cair, yang

terdiri dari air dan cairan larut dalam air, minyak, serta padatan baik yang larut

maupun tidak larut.

2. Gelling agent adalah bahan yang digunakan untuk membentuk kekentalan

atau pembentuk sifat alir sediaan gel toothpaste. Gelling agent yang

digunakan dalam penelitian ini adalah CMC-Na dengan konsentrasi 10%.

3. Humectant adalah bahan yang digunakan untuk mencegah drying out

(lepasnya air dari sediaan) serta mengabsorsi lembab dari lingkungan.

Humectant yang digunakan dalam percobaan ini adalah gliserol dan PEG 400.

4. Viskositas optimum pada penelitian ini adalah viskositas sesuai pasta gigi

yang telah beredar di pasaran yaitu sebesar 300-600 d.Pa.s.

5. Stabilitas gel ditentukan dari besarnya nilai pergeseran viskositas antara

sebelum dan sesudah penyimpanan selama 1 bulan yaitu <15%.

6. Kemampuan extrudability adalah kemampuan gel toothpaste untuk keluar dari

wadah yang digunakan (tube) setelah diberi beban tertentu. Beban yang tertera

atau didapat saat gel toothpaste mampu keluar dari tubenya yang diharapkan

(baik) yaitu <1kg.

7. Respon adalah besaran yang diamati, perubahan efek dan besarnya dapat

dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah sifat fisis gel toothpaste

(kemampuan extrudability dan viskositas) serta stabilitas gel toothpaste

(50)

8. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk

mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas

basis sediaan gel toothpaste.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMC-Na®

(kualitas farmasetis), PEG 400 (kualitas farmasetis), Gliserol (kualitas farmasetis),

Sodium saccharin (kualitas farmasetis), Sodium benzoate, Sodium lauryl sulfate

(kualitas farmasetis), Oleum menthae piperita (kualitas farmasetis), Tween 80

(kualitas farmasetis), Alkohol (kualitas farmasetis), dan Aquadest.

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Glassware (Pyrex

-Germany), neraca analitik (Mettler Toledo GB 3002), Mixer (Philips Type HR

1170 120V-130W Made In Holland), Viscotester seri VT 04 (Rion-Japan),

Hardness Tester (No. 174886 KIYA SEISAKUSHO, Ltd. Tokyo, Japan), dan

(51)

F. Tata Cara Penelitian 1. Formula gel toothpaste

Formula gel toothpaste menurut Lieberman, et.al. (1996) adalah :

Tabel V. Formula Gel Toothpaste menurut Lieberman, et.al, (1996)

No. Fase Bahan Berat (% b/b)

Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula dengan variasi

komposisi gelling agent dan humectant menggunakan metode desain faktorial.

Tabel VI. Formula gel toothpaste hasil modifikasi

No. Fase Bahan Berat (gram)

Berdasarkan formula yang akan dibuat tersebut dapat dilakukan

(52)

(n-1) (p-1) > 15

sehingga pada penelitian ini dipergunakan jumlah sampel sebanyak 3 replikasi

untuk masing-masing formula yang digunakan (Bolton, 1997).

2. Pembuatan gel toothpaste

Faktor yang akan diteliti adalah faktor CMC-Na 10%, gliserol, dan PEG

400. Aras tinggi dan aras rendah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

Tabel VII. Penentuan aras tinggi dan aras rendah faktor penelitian

Formula F1 Fa Fb Fab Fc Fac Fbc Fabc

*Seluruh formula dalam satuan gram (g)

i. Mengembangkan CMC-Na (A) dengan aquadest dengan konsentrasi 10%

selama 24 jam.

ii. Memasukkan gliserol ke dalam mixer. Menambahkan massa CMC-Na 10%

yang telah dikembangkan sebelumnya (sesuai dengan aras masing-masing

formula) sambil diaduk untuk membuat fase A. Mengaduk campuran fase A

dengan menggunakan mixer merk Philips Type HR 1170 120V-130W Made

(53)

fase A, tidak seluruh gliserol dicampurkan dengan CMC-Na 10%, sebanyak

15 gram untuk gliserol aras rendah dan sebanyak 25 gram untuk gliserol

aras tinggi. Sebagian sisa gliserol sebanyak 5,5 gram digunakan untuk

melarutkan natrium lauril sulfat pada campuran fase D.

iii. Menambahkan fase B ke dalam mixer sambil terus diaduk. Fase B dalam

formula adalah PEG 400 dan tetap mengaduk menggunakan mixer merk

Philips Type HR 1170 120V-130W Made In Holland dengan skala kecepatan

level 1 (level terendah). Penambahan PEG 400 disesuaikan jumlahnya

dengan aras masing-masing formula.

iv. Melarutkan bahan-bahan fase C di dalam aquadest dan menambahkan ke

dalam mixer. Mencampur dan mengaduk rata campuran fase A, B, dan C

selama 20 menit. Campuran fase C yang terdiri dari natrium sakarin, natrium

benzoat, dan aquadest dilarutkan terlebih dahulu sebelum dicampurkan

dalam mixer menggunakan glassware (bekker glass) dengan menggunakan

batang pengaduk sampai larut.

v. Mencampur terlebih dahulu bahan-bahan fase D, kemudian menambahkan

ke dalam mixer dan mengaduk kembali selama 10 menit. Pencampuran

bahan-bahan fase D yang terdiri dari sisa gliserol (sebagian gliserol yang

belum dicampurkan pada fase A yaitu sebesar 5,5 gram), natrium lauril

sulfat, tween 80, dan alkohol dilakukan di luar mixer menggunakan

glassware (bekker glass) dengan menggunakan batang pengaduk secara

perlahan-lahan untuk mencampurkan gliserol dan natrium lauril sulfat, baru

(54)

sampai larut secara perlahan. Setelah campuran fase D larut, kemudian

ditambahkan ke dalam mixer merk Philips Type HR 1170 120V-130W Made

In Holland dan diaduk dengan kecepatan yang sama seperti pada campuran

fase A, B, dan C (skala kecepatan level 1) selama 10 menit.

vi. Mencampur fase E (Oleum menthae piperita) dengan menggunakan batang

pengaduk sampai rata (homogen) dan dilakukan secara perlahan tanpa

menggunakan mixer.

3. Uji sifat fisik dan stabilitas gel toothpaste

a. Uji viskositas dan pergeseran viskositas. Pengukuran viskositas

menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04 dengan cara sebagai berikut : gel

toothpaste dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester.

Viskositas gel toothpaste diketahui dengan mengamati jarum penunjuk viskositas.

Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) 2 hari setelah gel toothpaste selesai dibuat dan

(2) setelah disimpan selama 1 bulan (Instruction Manual Viscotester

VT-03E/VT-04E; Voigt, 1994). Sediaan dianggap memiliki stabilitas yang baik jika memiliki

persentase pergeseran viskositas kurang dari 15% (Zatz, Berry, dan Aldermen,

1996).

b. Uji kemampuan extrudability. Kurang lebih 10g basis sediaan gel

toothpaste (massa gel toothpaste yang dimasukkan ke dalam tube disesuaikan

dengan ukuran tube yang dipakai sampai seluruh ruang dalam tube terisi penuh)

dengan menggunakan spet atau spuit injection hasil modifikasi. Kemudian diberi

beban dengan bantuan alat untuk mengukur kekerasan tablet (hardness tester).

(55)

digunakan untuk menguji dari Lieberman (1996). Hasil yang terbaca merupakan

data kuantitatif yang menunjukkan kemampuan basis gel toothpaste tersebut

untuk keluar dari tubenya (Lieberman, et.al., 1996).

G. Analisis Data

Data yang dihasilkan adalah data uji kemampuan extrudability,

viskositas, dan pergeseran viskositas. Dengan menggunakan metode desain

faktorial, maka dapat dihitung besar efek dari masing-masing faktor yaitu

komposisi CMC-Na 10%, konsentrasi gliserol, PEG 400, dan interaksi antara 3

faktor tersebut sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan

sifat fisik dan stabilitas. Program software yang digunakan dalam analisis data

pada penelitian ini adalah Design Expert 7.0.0.

Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi setiap faktor

dan interaksi dalam mempengaruhi respon dan analisis statistik dapat diperoleh

dari hasil pengolahan data menggunakan Design Expert 7.0.0 software.

Berdasarkan analisis statistik ini, maka dapat ditentukan ada atau tidaknya

(56)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi Basis Sediaan Gel Toothpaste

Gel toothpaste merupakan sediaan semi solid (padat) yang berbasis gel

yang mempunyai fungsi sama dengan pasta gigi yaitu untuk membantu merawat

dan menjaga kesehatan gigi, menjaga kebersihan gigi, serta menghilangkan bau

mulut (Anonim, 2009). Untuk memenuhi tujuan dari pemakaian gel toothpaste

tersebut, maka dalam penelitian ini, digunakan natrium lauril sulfat sebagai agen

pembusa yang bertujuan untuk menghasilkan busa yang dalam sediaan gel

toothpaste berperan untuk mengangkat kotoran yang berada dalam mulut. Selain

itu, dari makanan yang kita makan yang tertinggal di antara gigi akan

menimbulkan karang gigi, dan akan difermentasikan oleh bakteri

(mikroorganisme) sehingga dapat menimbulkan bau mulut, maka dari itu dalam

penelitian ini, digunakan bahan anti mikroorganisme seperti misalnya, natrium

benzoat. Namun, natrium benzoat dalam formula ini diutamakan berfungsi

sebagai bahan pengawet sediaan yang terbentuk. Yang terutama dari tujuan

pemakaian gel toothpaste ini adalah untuk membersihkan gigi, dimana yang

terutama dalam formula harus terdapat bahan abrasive (Lieberman, et.al., 1996).

Bahan abrasive dalam formula gel toothpaste berfungsi selain untuk

membersihkan kotoran pada gigi, juga berfungsi sebagai bahan pengental

(thickening agent) terkait interaksinya dengan bahan-bahan lain dalam formula.

(57)

bahan abrasive yang umumnya digunakan dalam formula gel toothpaste adalah

silica (Lieberman, et.al., 1996).

Basis gel toothpaste yang dibuat ini sebagian besar penyusunnya adalah

air. Hampir semua bahan yang dipakai memiliki sifat larut dalam air (water

soluble). Dengan demikian sesuai dengan tujuan dari pengaplikasian gel

toothpaste untuk di mulut yang akan memudahkan dalam menghilangkan atau

membilas gel toothpaste saat pengaplikasian. Adanya alkohol pada formula dapat

memberikan rasa nyaman dan sejuk saat penggunaan, hal ini disebabkan karena

adanya mekanisme evaporasi (penguapan). Selain itu basis sediaan gel toothpaste

yang terbentuk memiliki tekstur yang lembut dan warna yang bening sehingga

dari sisi estetika lebih menarik. Aroma mint dari basis sediaan gel toothpaste yang

akan memberikan rasa segar dan nyaman saat penggunaan, sehingga basis gel

toothpaste yang terbentuk secara organoleptis sudah memenuhi persyaratan untuk

suatu sediaan gel toothpaste yang baik.

Dalam proses pembuatan basis sediaan gel toothpaste, pertama dimulai

dengan mengembangkan CMC-Na terlebih dahulu dalam aquadest selama 24 jam.

Aquadest yang digunakan memiliki kualitas farmasetis (memiliki nilai pH 7).

CMC-Na memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air. Waktu 24 jam untuk

mengembangkan CMC-Na merupakan waktu yang optimum bagi CMC-Na untuk

mengembang sempurna untuk membentuk struktur gel yang baik dengan

membentuk struktur tiga dimensi yang mampu memperangkap bahan tambahan

lainnya dan yang terutama adalah air yang mana merupakan bagian dari

Gambar

Gambar 21.  Pengaruh interaksi gliserol dan PEG 400 pada aras tinggi dan
Gambar 1. Sediaan  gel toothpaste (Anonim, 2009)
Gambar 2. Struktur molekul CMC-Na  (Rowe, et.al., 2009)
Tabel I. Fungsi gliserol (Rowe, et.al., 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitiaan ini diperoleh bahwa gliserol merupakan faktor dominan dalam menentukan sifat fisik krim yang meliputi daya sebar krim, viskositas krim dan stabilitas krim

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui faktor yang dominan di antara Texapon ® N70 sebagai surfaktan dan PEG 6000 sebagai basis dalam menentukan respon

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol, menentukan faktor yang dominan pada gel

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi optimum dari CMC-Na dan gliserin serta mengetahui faktor mana yang dominan dalam menghasilkan sediaan gel yang

Nilai efek yang didapat baik dari viskositas maupun daya sebar, respon yang diberikan berbanding terbalik dan sudah sesuai, dimana pada umumnya apabila viskositas

Faktor suhu pencampuran merupakan faktor yang dominan dan signifikan dalam menentukan respon daya sebar, serta berpengaruh signifikan dalam menentukan respon viskositas..

merupakan faktor yang dominan terhadap respon daya lekat, daya sebar, dan pergeseran ukuran droplet pada level yang diteliti, sedangkan stearic acid2. merupakan

Data sifat fisik dan stabilitas fisik berupa daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dipilih sebagai respon yang diteliti dan dianalisis dengan metode desain faktorial