BAB II
SYARAT-SYARAT MALPRAKTIK MEDIS YANG DILAKUKAN DOKTER
A. Hubungan Pasien Dengan Dokter
Hubungan antara pasien dan dokter merupakan hubungan kepercayaan, kepercayaan
merupakan salah satu dasar pasien berhubungan dengan dokter, yakni dokter tersebut dapat
dan mampu membantu menyembuhkan penyakitnya. Pada umumnya seseorang tidak akan
datang kepada dokter yang ia tidak percaya akan kemampuan dokter yang mengobatinya. Hal
ini disebabkan pasien sendiri sebagai orang awam terhadap ilmu kedokteran yang tidak
mengetahui penyakit yang dideritanya, sehingga ia sangat membutuhkan orang yang dapat
dipercaya akan mampu menyembuhkan penyakitnya. Kepercayaan pasien inilah yang
mengakibatkan kedudukan dokter lebih tinggi daripada kedudukan pasien, disamping faktor
keawaman pasien terhadap profesi dokter dan faktor adanya sikap solidaritas antar teman
sejawat, serta adanya sikap isolatif terhadap profesi lain.14
Dengan berkembangannya ilmu pengetahuan kesehatan dan perkembangan
masyarakat, maka hubungan yang bersifat timpang atau tidak seimbangini secara
perlahan-lahan mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena: 15
1. Kepercayaan tidak lagi pada dokter secara pribadi, akan tetapi kepada kemampuan ilmu kedokteran;
2. Adanya kecendrungan untuk menyatakan bahwa kesehatan itu bukan lagi merupakan keadaan tanpa penyakit, akan tetapi berarti kesejahteraan fisik, mental, dan sosial.
3. Semakin banyaknya peraturan yang memberikan perlindungan hukum kepada pasien. Dengan demikian terlihat hubungan doter dengan pasien tidak hanya bersifat medis semata, tetapi juga bersifat sosial-yuridis dan ekonomis.
14
Husein Kerbala, Segi-Segi dan Yuridis Informen Consent, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,1993, hal. 37
15
Beberapa ahli yang telah melakukan penelitian tentang hubungan antara dokter dan
pasien, baik dibidang medis, sosiologis maupun antropologis sebagaimana dikutti oleh
Veronica Komalawati menyatakan sebagai berikut:16
d. Kisc dan Reeder, meneliti seberapa jauh pasien dapat memegang kendali hubungan dan
menilai penampilan kerja suatu mutu pelayanan medis yang diberikan dokter kepada
pasiennya. Dalam penelitian ini ditemukan adanya beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi peran pasien dalam hubungan pelayanan medis, antara lain jenis praktik
dokter (praktik indevidual atau praktik bersaa), atau sebagai dokter dalam suatu lembaga a. Russel, menyatakan bahwa hubungan antara dokter dan pasien lebih merupakan hubungan
kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang memiliki wewenang (dokter) sebagai pihak
yang aktif, dengan pasien yang menjalankan peran kebergantungan sebagai pihak yang
pasif dan lemah
b. Freidson, Freeborn dan Darsky, menyebutkan bahwa hubungan antara dokter dan pasien
merupakan pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter terhadap pasien
c. Schwarz dan Kart, mengungkapkan adanya pengaruh jenis praktik dokter terhadap
perimbangan kekuasaan antara pasien dengan dokter dalam hubungan pelayanan
kesehatan. Dalam praktik dokter umum, kendali ada pada pasien karena kedatangannya
sangat diharapkan oleh dokter tersebut, sedangkan pada praktik dokter spesialis, kendali
ada pada dokter umum sebagai pihak yang merujuk pasiennya untuk berkonsultasi pada
dokter spesialis yang dipilihnya. Hal ini berarti bahwa hubungan pasien dengan dokter
umum lebih seimbang daripada hubungan pasien dengan dokter spesialis.
kedokteran. Masing-masing kedudukan tersebut merupakan variabel yang diperlukan yang
dapat memberikan dampak terhadap mutu pelayanan medis yang diterimanya.
e. Szasz dan Hollender, mengemukakan tiga jenis prototip hubungan antara dokter dan
pasiennya, yaitu hubungan antar orang tua dan anak, antara orang tua dan remaja, dan
prototip hubungan antara orang dewasa.
Veronica Komalawati mengutip pendapat Thiroux mengatakan bahwa ada tiga
pandangan yang seharusnya antara dokter dan pasien, yaitu:17
3. Reciprocal atau collegial, pasien dan keluarganya adalah anggota inti dalam kelompok,
sedangkan dokter, juru rawat dan profisional kesehatan lainnya bekerja sama untuk
melakukan yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Dalam pandangan ini, kemampuan
profosional dokter dilihat sesuai dengan ilmu dan keterampilannya, dalam hal ini terutama 1. Paternalisme, dokter harus berperan sebagai orang tua terhadap pasien atau keluarganya.
Hal ini disebabkan karena dokter mempunyai pengetahuan yang superior tentang
pengobatan, sedangkan pasien tidak memiliki pengetahuan demikian sehingga harus
mempercayai dokter dan tidak boleh campur tangan dalam pengobatan yang
dianjurkannya. Dalam pandangan ini segala dan setiap keputusan tentang perawatan dan
pengobatan pasien termasuk informasi yang diberikan harus seluruhnya berada dalam
tangan dokter dan asisten profesional.
2. Indevidualisme, pasien mempunyai hak mutlak atas tubuh dan nyawanya sendiri. Dalam
pandangan ini segala dan setiap keputusan tentang perawatan dan pengobatan pasien,
termasuk mengenai pemberian informasi kesehatannya berada dalam tangan pasien karena
sepenuhnya pasien yang mempunyai hak atas dirinya sendiri.
17
mengenai hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang setiap prosudur yang harus
didasarkan persetujuan setelah diberi informasi secukupnya. Oleh karena itu, keputusan
yang diambil mengenai perawatan dan pengobatan harus bersifat reciprocal (menyangkut
memberi dan menerima)dan collegial (menyangkut suatu pendekatan kelompok atau tim
yang setiap anggotanya mempunyai masukan yang sama).
Hubungan antar dokter dan pasien terdapat 2 (dua) pola hubungan, yakni: pola
hubungan vertikal yang paternalistik dan pola hubungan horizontal yang kontraktual. Dalam
hubungan vertikal, kedudukan antara dokter sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak
sederajat dengan pasien sebagai pengguna/penerima jasa pelayanan kesehatan, sedangkan
dalam pola hubungan horizontal yang kontraktual, kedudukan antara penerima jasa
pelayanan kesehatan dan pemberi jasa pelayanan kesehatan mempunyai kedudukan sederajat.
Dalam hubungannya dengan hal ini Soejono Soekanto, mengemukakan pendapatnya
yang mengatakan bahwa: hubungan antara dokter dan pasien pada dasarnya merupakan
hubungan hukum keperdataan, dimana pasien datang kepada dokter untuk disembuhkan
penyakitnya dan dokter berjanji akan berusaha mengobati atau menyembuhkan penyakit
pasien tersebut. Hubungan keperdataan merupakan hubungan hukum yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang berada dalam kedudukan yang sederajat.18
Hubungan dokter dengan pasiennya disebut dengan transaksi terapeutik atau kontrak
terapeutik yaitu suatu transaksi untuk mencari dan menerapkan terapi yang paling tepat untuk
menyembuhkan penyakit pasien. Sebagai suatu kontrak atau perikatan maka transaksi
dimanaprestasinya berupa suatu usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh, tanpa tidak
mendasarkan pada hasil sebagai prestasinya. 19
Pada dasarnya hubungan dokter dan pasiendalamtransaksi terapeutik itu bertumpu
pada dua macam hak asasi, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak atas
informasi.20
Transaksi terapeutikyang dilakukukan antara dokter dan pasien bertujuan untuk; Antara dokter dan pasien tim hak dan kewajiban secara timpal balik, apabila hak
dan kewajiban ini tidak dipenuhi oleh salah satu pihak yang sudah saling bersepakat untuk
mengadakan transaksi, maka wajarlah apabila pihak yang lain terutama yang merasa
dirugikan menggugat.
21
Tindakan medik yang dilakukan dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
pasien harus secara nyata ditujukan untuk memperbaiki keadaan pasien, atau agar
kesehatan pasien lebih baik lagi dari sebelumnya, maka penggunaan metode giagnostik
atau terapeutik yang lebih menyakitkan seharusnya dihindari. Pemberian bantuan atau
pertolongan untuk meringankan penderitaan ini merupakan bagian dari suatu tugas
pemberi pelayanan medik yang didasarkan pada ketelitian dan sikap hati-hati. 1. Menyembuhkan dan mencegah penyakit
Pemberi pelayanan medik berkewajiban untuk memberikan bantuan medik yang dibatasi
oleh kriterium memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan dapat mencegah atau
menghentikan proses penyakit yang bersangkutan. Tujuan bertindak untuk
menyembuhkan menjadi rasa percaya diri sendiri yang dimiliki manusia menjadi optimal.
2. Meringankan penderitaan
19
Husein Kerbala, , Segi-Segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hal. 37-38
20
Hermein Hadiati Koeswadji, Hukum Dan Masalah Medik, Airlangga University Press, Surabaya,1984, hal. 69
21
3. Mendampingi Pasien
Kegiatan mendampingu pasien ini seharusnya sama besarnya dengan kegiatan untuk
menyembuhkan pasien. Di dalam dunia kedokteran tidak ada alasan yang menyatakan
bahwa kegiatan yang didasaarkan keahlian secara teknis merupakan kewajiban yang lebih
penting daripada kegiatan untuk mengurangi penderitaan dan kegiatan untuk mendapingi
pasien.
Transaksi terapeutik didasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ;22
Secara yuridis yang dimaksud dengan kecakapan untuk membuat perikatan adalah
kewenangan seseorang untuk mengkatkan diri, karena tidak dilarang oleh undang-undang. 1. Sepakat mereka mengikat diri
Secara yuridis, yang dimaksud adanya kesepakatan adalah tidak adanya kekhilapan, atau
paksaan, atau penipuan. Sepakat itu dilihat dari rumusan aslinya yang berbunyi persetijuan
(toestemming) dari mereka yang mengikat dirinya. Berarti di dalam suatu perjanjian
minimal harus ada dua subyek hukum yang dapat menyatakan kehendak untuk mengikat
diri. Sepakat itu terjadi jika pernyataan kehendak kedua belah pihak itu bersesuaian,
dalam ari kehendak pihak yang satu mengisi kehendak pihak lainnnya secara bertimbal
balik. Adanya cara menyatakan persesuaian kehendak itu dapat dilakukan dengan
berbagai cara, baik secara tegas maupun diam-diam. Oleh karena itu sebenanya yang
dimaksud dengan sepakat adalah persesuaian pernyataan kehendak. Dengan demikian
didasarkan asas konsensualisme, maka untuk terjadinya perjanjian disaratkan adanya
persesuaian kehendak dari kedua belah pihak.
Hal ini didasarkan Pasal 1329 dan 1330 KUHPerdata. Menurut Pasal 1329 KUHPerdata
bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika oleh undang-undang
tidak dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUHPerdata menyatakan bahwa orang-orang
yang dinyatakan tidak cakap yaitu oranng yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di
bawah pengampuan, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang dibuatny perjanjian tertentu. Didasarkan kedua pasal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kecakapan bertindak merupakan kewenangan yang umum untuk mengikatkan diri,
sedangkan kewenangan bertindak merupakan kewenangan yang khusus. Dengan Kata lain
ketidak wenangan hanya menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan hukum
tertentu, dan orang yang dinyatakan tidak berwenang adalah orang yang secara umum
cakap untuk bertindak. Berarti orang yang tidak cakap untuk bertindak adalah orang yang
mempunyai wewenang hukum, karena orang yang mempunyai wenang hukum adalah
orang yang pada umumnya cakap untuk bertindak tetapi pada peristiwa tertentu tidak
dapat melaksanakan tindakkan hukum dan tidak wenang menutup perjanjian tertentu
secara sah. Didalam transaksi terapiutik, pihak penerima pelayanan medik terdiri dari
orang dewasa yang cakap untuk bertindak, orang dewasa yang tidak cakap bertindak
memerlukan persetujuan dari pengampunya, anak dibawah umum tetapi telah dianggap
dewasa atau matang, dan anak dibawah umur yang memerlukan persetujuan dari orang tua
atau walinya.
3. Suatu hal tertentu
Pasal 1333 ayat 1 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai
pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Pasal 1333 ayat 2
jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Di samping itu Pasal 1337
KUHPerdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketentuan umum.
Bila dihubungkan dengan transaksi terapeutik, maka urusan yang dimaksud adalah sesuai
yang perlu ditangani, yaitu berupa upaya penyembuhan. Upaya penyembuhan tersebut
hanya dapat dijelaskan karena dalam pelaksanaannya diperlukan kerja sama yang
didasarkan sikap saling percaya antara dokter dan pasien. Jika dokter tidak dapat
menentukan dan menjelaskan, atau memberikan informasi mengenai upaya medik yang
akan dilakukannya maka berarti syarat ini tidak terpenuhi.
4. Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal dalam undang-undang tidak dijelaskan secara tegas. Akan tetapi
hal ini dapat ditafsirkan secara contrario menurut ketentuan Pasal 1335 dan Pasal 1337
KUHPerdata. Pasal 1335 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab,
atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu, tidak mempunyai kekuatan. Dari
ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dapat terjadi tiga macam perjanjian, yaitu
perjanjian dengan suatu sebab yang halal, perjanjian tanpa sebab, dan perjanjian dengan
suatu sebab yang palsu atau terlarang. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu
sebab adalah dilarang, apabila dilarang oleh Undang-undang, atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum.
Dengan demikian yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah sebab yang tidak
dilarang oleh undang-undang, kesusilaan atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum, sedangkan yang dimaksud dengan sebab adalah tujuannya. Bila
alasan apapun merupakan perjanjian dengan sebab terlarang, sedangkan pengobatan
melalui pembedahan terhadap penderita penyakit terminal dengan tujuan penelitian
tarapeutik merupakan perjanjian dengan sebab yang palsu.
Kesepakatan untuk melakukan transaksi terapeutik antara dokter dan pasien baru
dapat dilakukan apabila sebelumnya ada persetujuan tindakan medik dari si pasien.
Persetujuan medik atau Informed Consentyang diberikan setelah pasien yang bersangkutan
diberi informasi. Informed Consent pada hakekatnya adalah persetujuan atas dasar informasi,
merupakan alat untuk memungkinkan penentuan nasib sendiri didalam praktek doketer.
Informasi yang harus diberikan dokter adalah informasi yang selengkap-lengkapnya yaitu
informasi yang adekuat tertang perlunya tindakan midik yang bersangkutan dan resiko yang
dapat ditimbulkannya.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 585/1989 mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pelasanaan Informed Consent, berisi antara lain:
1. Kewajiban tenaga kesehatan memberikan informasi baik diminta maupun tidak diminta,
diberikan secara edukuat tentang perlunya tindakan medik dan resiko yang dapat
ditimbulkannya, diberikan secara lisan dan cara penyampaian informasi harus disesuaikan
dengan kondisi dan situasi pasien.
2. Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang
akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik, informasi cukup diberikan secara
lisan, informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali dokter menilai akan
merugikan pasien dan informasi tersebut dengan persetujuan pasien akan diberikan
3. Pemberian informasi adalah dokter yang bersangkutan, dalam hal berhalangan dapat
diberikan oleh dokter lain dengan sepengetahuan dan tanggungjawab dari dokter yang
bersangkutan, dibedakan antara tindakan operasi dan bukan operasi. Untuk tindakan
operasi harus dokter yang memberikan informasi, untuk bukan tindakan operasi sebaiknya
oleh dokter yang bersangkutan, tetapi dapat juga oleh perawat/paramedik.
4. Jika perluasan operasi dapat diprediksi, maka informasi harus diberikan sebelumnya, dalah
hal ini tidak dapat diprediksi sebelumnya, maka demi menyelamatkan jiwa pasien dapat
dilaksanakan tindakan medik dan setelah dilaksankan tindakan, dokter yang bersangkutan
harus memberitahukan kepada pasien atau keluarganya.
5. Yang berhak memberi persetujuan, adalah mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat
mental, telah berumur 21 tahun/ telah menikah, bagi mereka yang telah berusia 21 tahun
tetapi berada dibawah pengampuan maka persetuan diberikan oleh wali/pengampu, bagi
mereka yang dibawah umur (belum berusia 21 tahun) diberikan oleh orang tua/wali/
keluarga yang terdekat atau induk semang.
6. Bagi pasien yang dalam keadaan tidak sadar/pengsan dan tidak didampingi oleh keluarga
terdekat dan secara medik memerlukan tindakan segera,tidak diperlukan persetujuan.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, dalam :
Pasal 45: (1) Setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien harus mendapat persetujuan
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. diagnosa dan tata cara tindakan medik; b. tujuan tindakan medik yang dilakukan; c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberi persetujuan
Pasal 52: Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3
b. meminta pendapat dokter lain.
Pemberian informasi ini merupakan pekerjaan/tugas dokter yang cukup sulit karena
dalam pemberian informasi itu dokter harus menghadapi berbagai macam pasien dengan
kepribadian, sifat dan sikap yang berbeda. Sementara tujuan dari penyampaian informasi itu
harus tercapai, dalam arti pasien dapat memahami pokok-pokok dari informaasi. Diantara
faktor-faktor subyektif pasien yang turut mempengaruhi dalam proses penyampaian
informasi adalah:23
Menghadapi pasien yang persepsi negatif terhadap dokter dan alat-alat kesehatan dimana
dokter digambarkan sebagai sosok yang menakutkan dan selalu memegang jarum suntik,
maka selengkap apapun informasi dari tindakan invasif dan operatif yang akan diambil a. Tingkat pendidikan
Bagi pasien yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas akan menanyakan perihal
penyakitnya sampai kepada hal yang terkecil. Keingintauan pasien seperti ini sangat besar
sekali terhadap keadaan kesehatan, penyakit serta tindakan-tindakan medis yang akan
diterapkan oleh dokter. Sebaliknya bagi pasien yang berpendidikan rendah dan kurang
dapat memahami penjelasan dan informasi medis dokter akan selalu menerima dan
menyetujui tindakan apapun yang akan dilakukan dokter.
b. Persepsi pasien terhadap dokter dan alat-alat kedokteran.
oleh dokter maka pasien ini tidak akan pernah menyetujuinya. Sedangkan pasien yang
mempunyai persepsi positif terhadap dokter dan alat-alat kesehatan akan memilik sikap
wajar dalam meminta informasi serta menyetujui/tidak menyetujui tindakan medis yang
akan diambil oleh dokter.
c. Persepsi pasien terhadap penyakit
Bagi pasien yang mempunyai persepsi/ anggapan bahwa penyakit yang dideritanya ini
cepat atau lambat akan membawa kepada kematian, cenderung akan menyetujui
tindakan-tindakan invasif dan operatif yang mempunyai resiko besar sekalipun seperti pembedahan.
Informasi dari dokter kepada pasien ini akan penyakit dan terapi ringan yang dapat
dilaksanakan, tidak akan hanya mempengaruhi sikap pasien untuk memutuskan tindakan
operatif yang radikal tersebut. Sementara bagi pasien yang selalu memandang penyakitnya
itu dengan sebelah mata dan meremehkan paadahal menuurut penilaian dokter, penyakit
itu sudah pada stadium parah, tidak akan pernah menyetujui tindakan operatif maupun
tindakan invasif lainnya seperti pembedahan.
Fungsi infomasi bagi pasien adalah sebagai dasar atau landasan bagi persetujuan
(consent) yang akan ia berikan kepada dokter.Sehingga apabila informasi yang diberikan
dokter itu kurang memadai atau dokter tidak memberikan informasi sama sekali, maka pasien
tidak akan mempunyai landasan yang cukup untuk memutuskan memberi atau tidak memberi
persetujuan kepada dokter. Informasi bagi pasien juga berfungsi sebagai perlindungan atas
hak pasien untuk menentukan diri sendiri. Dalam arti bahwa pasien berhak penuh untuk
Azrul Azwar mengemukakan ada lima hal yang pentingnya infomed consent bagi
dokter, kelima hal tersebut adalah:24
Keberhasilan meningkatkan mutu pelayanan di sini adalah sebagai akibat dari lancqarnya
tindakan kedokteran, berkurangnya akibat sampingan dan kompilasi serta sepatnya proses 1. Dapat membatu kelancaran tindakan kedokteran
Dengan menyampaikan informasi kepada pasien mengenai penyakit, terapi, keuntungan,
resiko dan lain-lain. Dari tindakan medis yang akan dilakukan maka terjalin baik antara
dokter dan pasien. Sementara pasienpun akan menentukan hal yang terbaik dengan
landasan informasi dokter tadi, sehingga tindakan-tindakan medis pun akan lancar
dijalankani oleh kedua belah pihak karena keduanya telah memahami kegunaan semua
tindakan medis itu.
2. Dapat menguangi timbulnya akibat sampingan dan komplikasi.
Dengan penyampaian informasi yang baik akan memberikan dampak yang baik dalam
komunikasi dokter pasien terutama dalam menetapkan terapi. Seumpamanya dokter belum
menyuntik pasien dengan panisilin, bertanya apakah pasien alergi terhadap panisilin ? Bila
pasien memang alergi maka akibat/resiko yang besar terjadi anafilaktik shock dapat
dihindari.
3. Dapat mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit
Sama halnya dengan kelancaran tindakan, maka sebagian akibat adanya pengetahuan dan
pemahaman yang cukup dari pasien terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan,
maka proses pemulihan dan penyembuhan penyakit akan lebih cepat.
4. Dapat meningkatkan mutu pelayanan
24
pemulihan dan penyembuhan penyakit. Keadaan seperti ini jelas akan menguntungkan
pihak dokter.
5. Dapat melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum.
Perlindungan yang dimaksud adalah apabila di satu pihak, tindakan dokter yang dilakukan
memang tidak menimbulkan masalah apa pun, dam di lain pihak, kalaupun kebetulan
sampai menimbulkan masalah, misalnya akibat sampingan dan atau komplikasi, sama
sekali tak ada hubungannya dengan kelalaian dan ataupun kesalaha tindakan. Timbulnya
masalah tersebut semata-mata hanya karena berlakunya prinsip ketidakpastian hasil dari
setiap tindakan kedokteran/medis. Dengan perkataan lain, semua tindakan kedokteran
yang dilakukan memang telah sesuai dengan standar pelayanan profesi.
Fred Amen mengutip pendapat Leenen, mengatakan bahwa informasi seorang dokter
kepada pasien berupa penjelasan perihal:25
1. Diagnosa adalah hasil pemeriksaan dokter terhadap pasien tentang kemungkinan jenis
penyakit yang diderita pasien.
2. Terapi, dengan kemungkinan alternatif terapi ialah cara pengobatan atau terapi yang
terbaik dan menguntungkan bagi penyembuhan penyakit pasien. Dan cara pengobatan ini
adalah beberapa alternatif dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing
3. Tentang cara kerja dan pengalaman dokter ialah cara kerja dari terapi yang akan
diterapkan, apakah harus melalui pembedahan, pembiusan total dan lainnya; dan
pengaaman terapi yang akan dilaksanakan itu, apakah menurut pengalaman terapi itu lebih
besar kemungkinan berhasilnya atau gagalnya informasi ini juga penting bagi pasien
4. Resiko-resiko ialah resiko langsung maupun resiko sampingan dari terapi yang dipilih.
Menjelasakan risiko ini merupakan hal yang sulit karena jangan sampai pemberian
informasi tentang risiko itu justru menakutkan pasien.
5. Kemungkinan perasaan sakit ataupun perasaan lain. Jika menimbulkan perasaan sakit
maka perlu diberitahu seberapa besar sakitnya dan untuk berapa lama sakitny akan
berlangsung berdasarkan pengalaman. Sedang perasaan lain, misalnya sertelah disuntik,
maka pasien akan merasa mual-mual, pening atau akan meninggi suhu badannya atau
akan merasa gatal-gatal, dan lain-lain.
6. Keuntungan terapi, tetang hal ini tidak boleh disampaikan secara berlebihan yang dapat
menimbulkan harapan berlebihan pula. Penyampaian keuntungan yang berlebihan apabila
sampai yang berbentuk janji-janji muluk dapat merugikan dokter bila ternyata janji-janji
itu tidak terbukti kebenarannya.
7. Prognose
Dokter dan pasien yang melakukan komunikasi dengan baik akan menguntungkan
kedua belah pihak, salah satu hal yang penting dalam komunikasi tersebut adalah empati,
yakni: Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien, menunjukkan
efektivitas/sensitivitas dokter terhadap perasaan pasien dan kemampun perilaku dokter dalam
memperhatikan/menyampaikan empatinya kepada pasien.Namun ada beberapa pasien yang
tidak perlu mendapat informasi secara langsung antara lain:
1. Pasien yang diberi pengobatan dengan placebo yaitu merupakan senyawa farmakologi
2. Pasien akan dirugikan jika mendengar informasi tersebut, misalnya karena kondisinya
tidak memungkinkan untuk mendengan informasi yang dikhawtirkan dapat
membahayakan kesehatannya
3. Pasin yang sakit jiwa dengan tingkat gangguan yang sudah tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi
4. Pasien yang belum dewasa.26
26
Hak dak kewajiban dokter dan pasien dengan sendirinya akan berakhir jika hubungan
antara dokter dan pasien berakhir. J. Gunardi berpendapat bahwa hubungan pasien dan dokter
jika:
1. Sembuhnya pasien dari keadaan sakitnya dan sang dokter menganggap tidak diperlukan
lagi adanya pengobatan, sehingga tidak ada manfaatnya lagi untuk pasien meneruskan
pengobatannya. Penyembuhan dianggap bahwa keadaan pasien tidak memerlukan lagi
pelayanan medik. Hal ini berarti bahwa penyembuhan keseluruhan hanya dapat diperoleh
melalui perawatan yang tepat, penerusan peminuman obat yang diresepkan, atau memang
sudah sembuh benar. Penentuan apakah pasien sudah sembuh benar sehingga tidak
memerlukan pengobatan lagi karena tidak ada manfaatnya bagi si pasien tergantung pada
dokternya. Hal ini dapat dilakukan sesudah dilakukan penelitian lagi dan mengadakan
evaluasi terhadap catatan mediknya, dan pasien itu sendiri mengadakan evaluasi terhadap
dirinya sendiri bersama orang-orang yang mengkhawatirkan kondisinya. Mengakhiri
secara prematur dari pemberian pelayanan pengobatan sementara pasien masih
2. Dokter mengundurkan diri
Seorang dokter boleh mengundurkan diri dari hubungan antara dokter dan pasien asalkan:
a. Pasien menyetujui pengunduran diri tersebut
b. Kepada pasien tersebut diberikan waktu cukup dan pemberitahuan, sehingga ia bisa
memperoleh pengobatan dari dokter lain
c. Jika dokter itu merekomendasikan kepada dokter lain yang sama kompetensinya
untuk menggantikan dokter semula itu dengan persetujuan pasiennya.
3. Pengakhiran oleh pasien
Seorang pasien bebas untuk mengakhiri pengobatannya dengan dokternya. Apabila
diakhiri, maka sang dokter berkewajiban untuk memberikan nasehatr mengenai apakah
masih diperlukan pengobatan lanjutan dan memberikan kepada penggantinya informasi
yang cukup, sehingga pengobatannya dapat diteruskan oleh penggantinya. Apabila pasien
memakai dokter lain, maka dapat dianggap bahwa dokter yang pertama itu telah diakhiri
hubungannya, kecuali ada diperjanjikan bahwa mereka akan mengobati bersama atau
dokter kedua hanya dipanggil untuk konsultasi tujuan khusus
4. Meninggalnya sang pasien
5. Meninggalnya atau tidak mampunya menjalani lagi profesinya dari sang dokter
6. Sudah selesainya kewajiban dokter seperti yang telah ditentukan dalam kontrak. Pelayanan
pengobatan yang diminta pasien sudah dilaksanakan oleh dokternya. Contoh mengenai hal
ini misalnya dalam kasus-kasus rujukan kepada seorang spesialis untuk memeriksa organ
atau sistem untuk mendeteksi apakah adanya penyakit dan penerapan prosedur medik
Yang tepat. Kecuali ditentukan lain, maka konsultasi klinis beakhir pada setiap akhir
7. Di dalam khasus gawat darurat, apabila dokter yang mengobati atau dokter pilihan pasien
sudah datang, atau terdapat penghentian keadaan gawat darurat tersebut.
8. Lewatnya jangka waktu, apabila kontar medik itu telah ditentukan untuk jangka waktu
tertentu. Persetujuan kedua belah pihak antara dokter dan pasiennya bahwa hubungan
dokter dan pasien itu sudah diakhiri.27
Etika atau ethics atau ethic berasal dari bahasa Yunani “ethikos” yang berarti moral,
dan ethos yang berarti tabiat, karakter, atau kelakuan. Ethic juga menunjuk pada nilai-nilai
atau aturan perilaku dalam suatu kelompok manusia atau manusia perorangan, seperti
misalnya dalam arti Unethical behavior. Ethics merupakan cabang dari filsafat di mana
manusia berusaha untuk mengevaluasi dan memutuskan melalui sarana tertentu
tindakan-tindakan moral atau teori-teori umum tentang tingkah laku.
B. Kode Etik Kedokteran
28
Etika dapat diartikan sebagai kesepakatan/konsensus bersama antara pendapat para
ahli bidang tertentu dalam menentukan hal-hal yang berhubungan dengan ukuran/tolo
ukur/standar profesional. Dalam arti yang demikian itu etika sangat erat hubungannya dengan
(1) perilaku yang berisikan hak dan kewajiban berdasarkan moral, dan (2) perilaku yang
sesuai dengan dan/atau mendukung standar profesi.29
Etika profesi dokter berfungsi sebagai pedoman perilaku bagi para pengemban profesi
medik dalam kedudukannya di lingkup dunia medik. Etika kedokteran sudah sewajarnya Etika sangat erat hubungannya dengan
perilaku yang berisikan hak dan kewajiban berdasarkan perasaan moral dan perilaku yang
sesuai dengan atau untuk mendukung standar profesi.
27
J. Gunardi, Op. Cit. hal. 24 28
dilandasi atas norma-norma etik yang mengatur hubungan manusia umumnya, dan memiliki
asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus, khususnya
di Indonesia, ass itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan Idiil dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural.30
Pelanggaran terhadap buti-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang
merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelakgaran etik dan
sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum,
sebabaliknya pelanggran hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran.
Berikut diajukan beberapa contoh:
Kode Etik Kedokteran Indonesia dituangkan dalam Keputusan menteri Kesehatan
Nomor 434/1983, dan pada tahun 2002 oleh Pengurus Besar IDI melakukan revisi dan
menetapkan perubahan berdasarkan Hasil Mukernas Etik Kedokteran Indonesia III Tahun
2001. Surat keputusan tersebut menyatakan berlakunya Kode Etik Kedokteran bagi semua
pengemban profesi medik yang melaksanakan profesinya di Indonesia. Adapun mengenai
materi Kode Etik Kedokteran Indonesia dapat dipisahkan antara Mukadimah dan Batang
Tubuh yang berisikan ketentuan pasal-pasal yang mengatur tentang hak dan kewajiban
dokter secara umum, Kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap teman
sejawat dan kewajiban dokter terhadap dirinya sendiri.
31
2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya a. Pelanggran etik murni
1. Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat
dokter dan dokter gigi
30
Heru Budianto (Ed), Panduan Praktis Etika Profesi Dokter, (Jakarta, Sagung Seto, 2009). Hlm.16 31
3. Memuji diri sendiri di depan pasien
4. Tidak mengikuti pendidikan kedokteran yang berkesinambungan
5. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri
b. Pelanggaran etikolegal
1. Pelayanan dokter dibawah standar
2. Menerbitkan surat keterangan palsu
3. Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter
4. Abortus Provokatus
C.Hak dan Kewajiban Dokter
Kewajiban dokter dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia dikelompokkan atas empat
kelompok, Yakni;
A. Kewajiban umum
1. Seorang dokter hendaknya senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi
2. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter jangan dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi
3. Perbutan berikut dipandang bertentangan dengan etika:
a. Sesuatu perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri
b. Ikut serta dalam memberikan pertolongan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa
kebesaran profesi
c. Menerima uang selain dari imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, meskipun
dengan pengetahuan pasien
4. Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan mahluk insani, baik
B. Kewajiban Dokter terhadap pasien
1. Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk
insani
2. Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas terhadap pasien dan mempergunakan segala
sumber keilmuannya. Apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaana atau
pengobatan, maka wakiblah ia berkonsultasi dengan dokter lain yang mempunyai keahlian
dalam penyakit yang bersangkutan. Pasien hendaklah diberi kesempatan supaya
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadah
3. Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, karena kepercayaa yang telah diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien
meninggal
4. Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusian,
kecuai bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu untuk memberikannya.
C. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
1. Saeorang dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagai ia sendiri ingin diperhatikan
2. Seorang dokter tidak boleh merebut dari teman sejawatnya
3. Seorang dokter harus menjunjung tinggi asas Declaration of Geneva yang telah diterima
oleh Ikatan Dokter Indonesia.
D. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
1. Seorang dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik
2. Seorang dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dn tetap
setia kepada cita-sitanya yang luhur.
1. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan.
Kelompok ini, kepentingan masyarakat meninjol dan bukan hanya kepentingan pasien
saja. Karena itu dalam melakukan kewajiban disini seorang dokter harus
memperhitungkan faktor kepentingan masyarakat, misalnya:
a. Pada sarana tempat ia bekerja (misalnya Rumah Sakit, klinik, Puskesmas), setiap
dokter harus berhati-hati dalam mendistribusikan obat-obatan yang persediannya
hanya sedikit
b. Dalam menentukan diopnamenya seorang pasien, dokter harus memperhitungkan
jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit dan keadaan sakit pasien
c. Memperhitungkan untuk tidak menulis suatu resep untuk obat yang tidak begitu perlu
d. Mempertimbangkan
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran ,
dokter dan dokter gigi menyatakan bahwa melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak;
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari paasien atau keluarganya; dan d. Menerima imbalan jasa.
Di samping mengatur hak dokter dalam melaksanakan praktik, Undang- Undang
Nomor 29 Tahun 2004 mengatur juga tentang kewajiban dokter dalam melaksanakan praktik
dalam Pasal 51: Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosudur operasional serta kebutuhan medis pasien
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas danmampu melakukannya, dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Hak yang timbul dalam profesi kedokteran sebanarnya bersumber pada hak dasar,
yakni hak dasar sosial dan hak dasar individu, keduanya akan saling mendukung, minimal
berjalan sejajar dan tidak saling bertentangan karena merupakan hak dasar manusia. Oleh
karena itu dokter maupun pasien sama-sama mempunyai hak tersebut. Sedangkan kewajiban
timbul dalam kaitan hubungan profosional dokter-pasien, dengan salah satu pihak
benar-benar berlaku sebagai dokter sesuai dengan syarat-syarat dan norma-norma profesi
kedokteran yang berlaku, sehingga saat itu ia memang berperan sebagai dokter dalam suatu
hubungan hukum tertentu, yakni hubungan profesional dokter-pasien. Perlu ditekankan
bahwa yang dibecarakan ialah jenis hubungan terapeutik, yang tujuannya adalah pemulihan
atau peningkatan kesehatan pasien
Fred Ameln menyatakan bahwa dokter mempunyai hak, yaitu:
1. Hak yang terpenting dari seorang dokter, hak untuk bekerja menurut standar medik.
2. Hak menolak melaksanakan tindakan medik karena secara profosional tidak dapat
mempertanggungjawabkannya
3. Hak untuk menolak suatu tindakan medik yang menurut suara hatinya tidak baik.
4. Hak untuk mengakhiri Hubungan dengan seorang pasien jika ia menilai bahwa kerja sama
pasien dengan dia tidak lagi ada gunanya. Misalnya dokter memberikan instruksi
pengobatan yang perlu dan wajib dilaksanakan oleh pasien, tetapi pasien berkali-kali tidak
mengikutinya sebagian maupun keseluruhannya tanpa memperlihatkan suatu penyesalan
5 Hak atas privacy dokter.
Pasien harus menghargai dan menghormati hal yang menyangkut privacy dokter,
misalnya jangan memperluas hal yang sangat peribadi dari dokter yang ia ketahui
sewaktu mendapatkan pengobatan
6. Hak atas informasi/pemberitahuai pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas
terhadapnya. Jika seorang pasien tidak puas dan ingin mengajukan keluhan maka dokter
mempunyai hak agar pasien tersebut bicara dahulu dengannya sebelum mengambil
langkah lain misalnya melaporkan kepada IDI atau mengajukan gugatanperdata atau
tuntutan pidana
7. Hak atas balas jasa
8 Hak atas pemberian penjelasan lengkap oleh pasien tentang penyakit yang dideritanya.
Misalnya, agar dokter dapat mendiagnosa dengan baik pasien pula harus bekerjasama
sebaik mungkin
9. Hak untuk membela diri
10 hak untuk memilik pasien
Hak ini sama sekali tidak merupakan hak mutlak. Lingkungan sosial merupakan hal yang
sangat mempengaruhi hak ini.
11. Hak untuk menolak untuk memberi keterangan tentang pasien di Pengadilan.
Perlu diketahui Pasal 224 KUHP yang mengatur keharusan untuk memberikan kesaksian
dalam suatu prosedur Pengadilan. Seorang dokter dapat meminta agar untuk dia dapat
memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan pada
mereka.32
Hak dan kewajiban seorang dokter terdiri atas 6 sifat dasar yang dilakukan oleh
dokter yaitu : 1. Sifat ketuhanan, 2. Kemurnian niat, 3. Keluhuran budi, 4. Kerendahan hati,
5. Kesungguhan kerja, 6. Integritas ilmiah dan sosial. Keenam sifat dasar ini akan teraplikasi
dan beberpa sikap dokter terhadap pasiennya antara lain : 33
1. Munculnya profesionalisme seorang dokter
2. Terbuka, yaitu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh seorang pasien baik diminta ataupun tidak diminta. Dokter harus juga memberikan penjelasan yang jujur dan terbuka.
3. Punya waktu yang cukup, yaitu seorang dokter harus mempunyai waktu yang cukup dalam melayani pasiennya, sehingga pasien tersebut merasa puas terhadap palayanan dokter tersebut.
4. Mempunyai minat yang besar untuk menolong
5. Tumbuhnya sikap empati dokter terhadap pasien yang dihadapinya 6. Peka terhadap situasi dan kodisi lingkungan pada saat itu
7. Mampu mengenal dan mengatasi masalah
D. Standar Profesi
Pekerjaan kedokteran adalah pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan keilmuan dan
keterampilan dan kompetensinya diperbolehkan melalui pendidikan yang berjenjang. Secara
etika, StandarProfesi Dokter berbicara tentang profesionalisme dokter dan kemampuan
memberika asuhan medis yang baik. Profesionalisme dokter secara ilmiah yang berkaitan
dengan kompetensi, saat ini diukur melalui uji kompetensi ataupun berbagai persyaratan
yang sifatnya, tanpa mempedulikan perangai manusianya dan ini pada umumnya diserahkan
pengukurannya kepada pihak institusi pendidikan dokter.34
32
Fred Ameln, Op. Cit, hal. 64-65 33
Htt://dokter Arief.blodspot.co.id/2010/08/hak dan kewajiban seorang dokter.html, diakses 20 Januari 2016
34
Penentuan Standar profesi dapat dipilah dalam tiga kelompok; Pertama; standard
Struktur meliputi sumber daya baik sumber daya manusianya (kemampuan tehnis
manusiannya) maupun sumber daya fisik lainnya misalnya peralatan, tempat dan sebagainya;
Kedua;standard Proses meliputi hal-hak yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yaitu
standar bagi pihak dokter dan standar asuhan terhadap obyak tindakan yaitu pasien; Ketiga;
standard outcome meliputi hal-hal yang berkaitan dengan hasil yang dicapai. Dalam hal ini
sulit untuk menentukan standar keberhasilan suatu upaya medik.35
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, mewajibkan dokter senantiasa mengikuti
perkembangan keilmuan dan teknologi dengan melalui keikut sertaan dalam pendidikan
berkelanjutan, namun lebih dari itu, membaca buku kedokteran dan jurnal ilmiah kedokteran
tentu tidak boleh dilupakan. Disamping itu, etika profesi dan etika umum juga harus
dipahami, dihayati dan diamalkan dalam melaksanakan profesi dokter secara tulus dan
ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia, dengan penampilan dan tingkah laku,
tutur kata yang seimbang dengan martabat pekerja dokter. Dokter hendaknya memberikan
seluruh kemampuannya dalam bidang ilmu pengetahuan kedokteran dengan memperhatikan
budaya dan agama yang dianut pasien ketika ia merawat atau menangani pasien.
Dengan demikian Standard Profesi Dokter merupakan suatu ukuran dan pedoman
tentang profesionalisme dokter, dengan tujuan untuk memberikan asuhan medis yang baik,
dengan hasil keseluruhan merupakan apa yang disebut sebagai “good medical care”. Pasal
28 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 menyatakan bahwa: Setiap dokter yang
berpraktek wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran berkelanjutan yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi
Leenen sebagaimana dikuti Wila Chandrawila Supriadi menhyatakan bahwa standard
profesi adalah bertindak teliti sesuai dengan standar medik sebagai dilakukan seorang dokter
yang memiliki kemampuan rata-rata dari katagori keahlian medik yang sama dengan cara
yang ada dalam perseimbangan yang pantas untuk mencapai tujuan dari tindakan konkrit.36
Van der Mijn berpendapat bahwa dalam melaksanakan profesinya, seorang tenaga
kesehatan baru berpegang kepada tiga ukuran umum, yaitu:37
36
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, CV Mandar Maju, Bandung 2002, hal. 52 37
Ibid, hal 53-55 1. Kewenangan
Kewenangan seorang tenaga kesehatan adalah kewenangan hukum yang dipunyai oleh
seorang tenaga kesehatan untuk melaksanakan pekerjaannya. Kewenangan ini memberikan
hak kepada teaga kesehatan untuk bekerja sesuai dengan bidangnya. Kewenangan ini tidak
lain adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain yang disahkan oleh yang berhak
mensahkan. Di Indonesi kewenangan menjalankan rofesi tenaga kesehatan didapat dari
Departemen Kesehatan. Syarat-syarat adminstrasi ini, memberikan kepada dokter
kewenangan untuk melaksanakan profesi kesehatan
2. Kemampuan rata-rata
Untuk mengukur atau menentukan kemampuan/kecakapan rata-rata seorang tenaga kesehatan
sangat sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhi penentuan itu. Sebagai misal, seorang
tenaga kesehatan yang baru lulus pendidikan tentunya tidak dapat disamakan kemampunya
dengan seorang tenaga kesehatan yang telah menjalankan pekerjaan di bidang kesehatan
selama dua puluh tahun.
Ukuran ketelitian yang umum, ialah ketelitian yang akan dilakukan oleh setiap tenaga
kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan yang sama. Dengan perkataan lain, tidak dapat
seorang tenaga kesehatan yang dapat dikatakan perfeksinis menjadi ukuran bagi ketelitian
dari tenaga kesehatan yang lain. Penilaian yang unum di sini, adalah bila sekelompok tenaga
kesehatan akan melakukan ketelitian yang sama dalam situasi dan kondisu yang sama, maka
ukuran ketelitian itulah yang diambil. Penentuan standar profesi tenaga kesehatan mengenai
ketelitian ini pun sangat sulit, sebab itu hakim yang akan menilai ketelitian umum seorang
profrsional harus obyektif.
Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran,
disebutkan bahwa standar profesi adalah batas kemampuan (knowledge, skill and profesional
attitude) minimal yang harus diakui oleh seorang indevidu untuk dapat melakukan kegiatan
profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Dari
bunyi Pasal 50 dapat diuraikan unsur-unsur standar profesi sebagai berikut:
1. Standar profesi merupakan batasan kemampuan minimu bagi dokter
2. Kemampuan, yang meliputi:
a. Knowledge (pengetahuan)
b. Skill (keterampilan
c. Profesional attitude (perilaku profesional)
3. Kemampuan yang terdiri dari tiga unsur tersebut harus diakui oleh seorang indevidu
(dokter yang lelakukan praktik kedokteran)
4. Kemampuan tersebut juga merupakan syarat untuk diizinkannya seorang dokter
5. Yang berhak membuat standar profesi menurut Undang Undang Praktik Kedokteran
adalah organisasi profesi. Organisasi profesi dari dokter yang berlaku saat ini adalah
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang dalah hal standar profesi dan masing-masing bidang
spesialis, dapat diserahkan kepada masing-masing ikatan profesi di dalam bidang spesialis
tersebut. Sebagai comtoh misalnya standar profesi tentang pembedahan, diserahkan
kepada Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) untuk membuatnya, sedangkan standar
profesi untuk penyakit anak diserahkan kepada Ikatan Dokter Anak Indonesia (1DM).
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, selain mengatur standar profesi mengatur
juga standar prosedur operasional. Standar operasional adalah suatu perangkat instruksi/
langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.
Tujuan dibuatnya standar prosedur operasional adalah untuk memberikan langkah yang benar
dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan
fungsi pelayanan. Sedangkan yang berhak membuat standar prosedur pelayanan adalah
sarana pelayanan kesehatan, dan perbuatannya tetap mengacu atau berpedoman kepada
standar profesi, atau dengan kata lain standar prosedur operasional tidak boleh menyimpang
dan standar profesi yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi. Veronika Komalawati
menyebutkan bahwa standar prosedur operasional sebagai prosedur yang diuraikan oleh
pemberi pelayanan kesehatan dan setiap spesialisasi yang dalam aplikasinya disesuaikan
dengan fasilitas dan sumber daya yang ada. Standar prosedur ini merupakan acauan atau
pelengkap bagi Rumah Sakit karena dapat mengikuti kondisi Rumah Sakit dimana prosedur
tersebut diterapkan.38
Standar profesi yang berkaitan dengan pelayanan medik yang lebih dititik beratkan
kepada tindakan medik, yang dapat digunakan sebagai pedoman adalah standar pelayanan
38
medik yang telah disusun oleh IDI pada tahun 1993. Standar pelayanan medik sangat
diperlukan, karena kenyataan praktik sehari-hari sering dijumpai adanya perbedaan
penanganan dan pemeriksaan pasien, maupun perbedaan sarana atau peralatan yang
digunakan. Tanpa adanya standar pelayanan medik maka penyimpangan yang terjadi akan
sulit diketahui. Tolo ukur dan perilaku yang memenuhi standar pelayanan medik dan seorang
dokter saat ini hanya bisa dinilai dan kesungguhan upaya pengobatan yang dilakukannya
dengan segenap kemampuan, pengalaman dan keahlian yang dimilikinya setelah
pemeriksaan dan menilai keadaan pasiennya. Dengan perkataan lain, bila dokter tidak
memeriksa, tidak menilai dan tidak berbuat sebagaimana yang diperbuat oleh sesama dokter
terhadap pasien, maka dokter tersebut telah dikatagorikan sebagai melakukan tindakan yang
melanggar standar pelayanan medik yang berlaku. Juga mengemukakan bahwa standar
pelayanan medik mencakup standar pelayanan penyakit dan standar pelayanan penunjang.
Keduanya ini akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Oleh karena
itu agar standar profesi ini selalu mengikuti perkembangan teknologi di bidang kedokteran,
maka perlu dilakukan evaluasi secara berkala untuk kemudian diubah sesuai dengan
perkembangan situasi kondisi setempat berdasarkan evaluasi.39
Seorang dokter yang menyimpang dari standar profesi kedokteran dan melakukan
kesalahan profesi, jika dapat dibuktikan bahwa dokter itu:40
39
1. Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2. Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat, dan
3. Tindakan itu menimbulkan akibat yang sirius, fatal, maka dokter tersebut telah melakukan
E. Syarat-syarat Malpraktek
Dalam sistem hukum Indonesia yang salah satu komponennya merupakan satu hukum
substantif, diantara hukum positif yang berlaku tidak dikenal adanya istilah malpraktek, baik
dalam Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan maupun dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang praktek Kedokteran. Dalam Pasal 54 dan 55
Undang-Undang Kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter, sedangkan
dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, khususnya pada Pasal 84 dikatakan sebagai
pelanggaran disiplin dokter.
Menurut Azrul Azwar yang mengutup pendapat dari Benard Knight bahwa dalam
praktek sehari-hari ada tiga kreteria untuk menentukan adanya kesalahan profesi, Pertama;
adanya kewajiban dokter menyelenggarakan pelayanan kedokteran bagi pasiennya, titik tolak
dari kemungkinan terjadinya kesalahan profesional yang menimbulkan kerugian bagi orang
lain tersebut adalah adanya kewajiban pada diri dokter melakukan tindakan medik atau
pelayanan kedokteran bagi pasiennya, kewajiban yang dimaksud disini, yang tundak pada
hukum perjanjian, maupun mempunyai beberapa ciri khusus dan jika disederhanakan dapat
dibedakan atas professional medical standard, lingkup propesional yang dimiliki tersebut
hanya untuk upaya yang akan dilaksanakan saja, bukan untuk hasil akhir; Kedua; adanya
pelanggaran kewajiban dokter terhadap pasiennya, misalnya tidak melaksankan kewajiban
profesional seorang dokter sebagaimana lazimnya dilakukan oleh setiap dokter; telah terjadi
kontra terapi, tetapi dokter tidak melakukan kewajiban profesionalnya, sebagaimana yang
lazim dilakukan oleh seorang dokter pada setiap pelayanan kesehatan; tidak meminta
persetujuan pasien sebelum melakukan suatu tindakan medik dan menjanjikan hasil tindakan
sebagai akibat pelanggaran kewajiban timbul kerugian terhadap pasien, kerugian yang
dimaksud disini semata-mata terjadi karena adanya kesalahan profesional bukan karena
resiko sutu tindakan medik.41
Untuk melihat apakah tindakan yang dilakukan dokter dalam menjalankan profesinya
tersebut malpraktik atau bukan, Leenen sebagaimana dikutip oleh Fred Ameln menyebutkan
lima kriteria yang bisa digunakan yaitu : 42
3. Kemampuan rata-rata (average) dibanding kategori keahlian medis yang sama
(gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie). Sesuai dengam seorang
dokter yang memiliki kemampuan average atau rata-rata dibandingkan dengan dokter
dari keahlian medik yang sama. Hal ini juga terdapat pada rumusan Supreme Court of
Canada (1956) dan Daniel K. Roberts (1987); sebagai dokter yang memiliki kemampuan
rata-rata dibandingkan dengan dokter dari keahlian medik yang sama. Dalam hal ini, 1. Berbuat secara teliti/seksama (zorgvuldig hendelen) dikaitkan dengan kelalaian (culpa).
Bila seorang dokter yang bertindak onvoorzichteg, tidak teliti, tidak berhati-hati, maka ia
memenuhi unsur kelalaian.
2. Tindakan yang dilakukan sesuai dengan ukuran ilmu medik (volgena de medische
standaard). Ukuran medis ini ditentukan oleh ilmu pengetahuan medis.Pengertian ukuran
medis dapat dirumuskan suatu cara perbuatan medis tertentu dalam suatu kausu yang
konkret menurut ukuran tertentu, ukuran dimana didasarkan pada ilmu medis dan
pengalaman dalam bidang medis. Harus disadari bahwa sukar seklai untuk memberi suatu
kriterium yang sama persis untuk dipakai pada tiap perbuatan medik karena situasi kondisi
dan juga karena reaksi para pasien yang berbeda-beda.
41
bidang hukum menggunakan ukuran minimal rata-rata dimana kemampuan didasarkn
atas pendapat para saksi-saksi ahli dari kelompok keahlian yang sama, misalnya pada
kasus dokter umum saksinya dokter umum pula.
4. Dalam situasi dan kondisi yang sama (gelijke omstandigheden). Dalam situasi kondisi
yang sama, unsur ini tidak terdapat pada rumusan Supreme Court of Canada tersebut
tetapi terdpat pada rumusan Daniel roberts pada practicing in the same or similar locality.
Dalam situasi dan kondisi yang sama, misalnya praktek di Puskesmas berbeda dengan
rumah sakit.
5. Sarana upaya (middelen) yang sebanding /proposional dengan tujuan konkret
tindakan/perbuatan medis tersebut (tot het concreet handelingsdoel). Dengan sarana upaya
yang memenuhi perbandingan yang wajar dibanding dengan tujuan konkret tindakan
medis tersebut. Hal ini dapat dikaitkan dengan tindakan diagnostik, terapeutik, dan dengan
peringanan penderita dan pula dengan tindakan preventif. Dokter harus menjaga adanya
suatu keseimbangan antara tindakan dan tujuan yang ingin ia capai dengan tindakan itu.
Jika misalnya ada suatu tindakan diagnostik yang berat dilakukan pada suatu penyakit
yang relatif ringan sekali maka hal ini tidak memenuhi prinsip keseimbangan (diagnostic
overskill). Dokter selalu harus membandingkan tujuan tindakan mediknya dengan resiko
tindakan tersebut dan berusaha untuk resiko yang terkecil.
Dalam unsur ini pun disebut bahwa ada sarana upaya yang wajar jika dibandingkan
dengan tujuan konkret tindakan medis tersebuut. Pada umumnya dapatdikatakab bahwa
para dokter wajib melakukan perbuatan medis sesuai dengan tujuan ilmu kedokteran.
Tindakan diagnostik maupun tindakan terapeutik secara nyata ditujukan pada perbaikan
diagnostik, terapeutik, maupun perawatan, yang segalanya dilakukan secara berlebihan
karen takut salah43
J. Guwandi menyatakan bahwa untuk untuk dapat dikatakan telah terjadi malpraktik,
ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab : .
44
Sedangkan menurut Munir Fuady, agar suatu tindakan dokter dapat digolongkan
sebagai tindakan malpraktik maka haruslah memenuhi elemen-elemen yuridis sebagai
berikut:
1. Apakah dokter lain yang setingkat dengannya tidak akan melakukan itu?
2. Apakah tindakan dokter itu sedemikian rupa sehingga tidak akan dilakukan oleh teman
sejawatnya yang lain?
3. Apakah tidak ada unsur kesengajaan (opzet, intentional)?
4. Apakah ada tindakan itu tidak dilarang oleh Undang-Undang?
5. Apakah tindakan itu dapat diglongkan pada suatu medical error?
6. Apakah ada suatu unsur kelalaian (negligence)?
7. Apakah akibat yang timbul itu berkaitan langsung dengan kelalaian dari pihak dokter?
8. Apakah akibat itu tidak bisa dihindarkan atau dibayangkan (foreseeability) sebelumnya?
9. Apakah akibat itu bukan suatu resiko yang melekat (inherent risk) pada tindakan medik
tersebut?
10. Apakah dokter tersebut sudah mengambil tindakan antisipasinya, misalnya jika timbul
reaksi negatif karena obat-obatan?
45
1. Adanya tindakan, dalam arti berbuat atau tidak berbuar (pengabaian)
43
Fred Ameln, Op.Cit, hal. 87 44
J. Gunadi, Sekitar Gugatan Malpraktik Medik,Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 , hal, 14
2. Tindakan tersebut dilakukan oleh dokter atau orang di bawah pengawasan (seperti
perawat), bahkan juga oleh penyedia fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik,
apotek, dan lain-lain.
3. Tindakan tersebut merupakan tindakan medik, baik berupa tindakan diagnostik, terapi,
atau manajemen kesehatan
4. Tindakan tersebut dilakukan terhadap pasiennya
5. Tindakan tersebut dilakukan dengan cara;
a. Melanggar hukum, dan atau;
b. Melanggar kepatutan, dan atau;
c. Melanggar kesusilaan, dan atau;
d. Melanggar prinsip-prinsip profesionalitas
6. Tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan atau ketidakhati-hatian
7. Tindakan tersebut mengakibatkan pasiennya mengalami
a. Salah tindak, dan atau;
b. Rasa sakit, dan atau;
c. Luka, dan atau;
d. Cacat, dan atau;
e. Kematian, dan atau;
f. Kerusakan pada tubuh atau jiwa, dan atau;
g. Kerugian lainnya terhadap pasien
8. Dan menyebakan dokter harus bertanggungjawab secara administrasi, perdata, maupun