• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbedaan Abnormal Retun dan Trading Volume Activity Sebelum dan Sesudah ReverseStock Split di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbedaan Abnormal Retun dan Trading Volume Activity Sebelum dan Sesudah ReverseStock Split di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Teori Efisiensi Pasar

Konsep efisiensi pasar membahas bagaimana pasar merespon informasi-informasi yang masuk dan bagaimana informasi-informasi tersebut selanjutnya bisa mempengaruhi pergerakan harga saham (Tandelin, 2001:111). Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar modal yang sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang mungkin terjadi dengan cepat dan akurat. Pemodal selalu memasukkan informasi yang tersedia dalam keputusan mereka sehingga terefleksikan pada harga yang mereka transaksikan (Ang dalam Wafiyah, 2005).

Konsep efisiensi pasar menghubungkan antara informasi dan harga saham yang sering dinyatakan sebagai hipotesa pasar yang efisien. Reverse stock split merupakan informasi yang mempengaruhi harga saham. Teori ini yang pada akhirnya digunakan untuk menjawab apakah pasar bereaksi terhadap informasi pengumuman reverse stock split.

(2)

1. Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (Weak-Form Efficiency)

Efisiensi pasar bentuk lemah adalah dimana harga-harga mencerminkan semua informasi yang ada pada catatan harga yang bersifat historis atau di waktu yang lampau. Suatu pasar dideskripsikan sebagai efisien bentuk lemah (weak form efficient) bila tidak mungkin membuat keuntungan abnormal (kecuali secara kebetulan) dengan menggunakan harga-harga yang terjadi dimasa lalu untuk memformulasikan keputusan membeli dan menjual (Sharpe, et al., 2005:87). Penelitian tentang random walk menunjukkan bahwa sebagian besar pasar modal paling tidak efisien dalam bentuk ini (Husnan, 1994:251).

2. Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (Semistrong-From Efficient)

(3)

jika strategi perdagangan yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang telah dipublikasikan, sebaliknya jika pasar tidak efisien, maka akan ada lag dalam proses penyesuaian harga terhadap informasi baru dan ini dapat digunakan investor untuk mendapatkan return abnormal (Tandelilin, 2001:115).

3. Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (Strong-Form Efficiency)

Efisiensi pasar bentuk kuat adalah dimana harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh dari analisa fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Suatu pasar dideskripsikan sebagai efisien bentuk kuat (strong-form efficient) bila tidak mungkin membuat keuntungan abnormal (kecuali secara kebetulan) dengan menggunakan informasi apa saja untuk membuat keputusan membeli dan menjual (Sharpe, et al., 2005:87). Dalam hal ini semua informasi baik yang terpublikasi atau tidak dipublikasikan sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini (Tandelilin, 2001:115)

2.1.2 Reverse Stock Split

(4)

split biasanya dilakukan ketika harga saham dinilai terlalu rendah, sehingga dianggap tidak memiliki prospek yang cukup baik (Van Horne et al., 2007:291).

Perusahaan juga memiliki alasan lain dalam melakukan reverse split salah satunya terhindar dari delisting di pasar modal.Noermohamed (2012) menyatakan bahwa

Reverse stock splits are just as stock splits an interesting topic to investigate, but get less attention, because forward stock splits seem to occur more often. In the USA the number of stock splits and reversed stock splits seem to be equal for the past few years. Academics in the field study why companies consider and execute reverse stock splits. Several studies reported a number of possible reasons like moving the share price to an optimal range conform to the trading range hypothesis. Another reason for managers is to enhance its image among investors (conform to the signaling hypothesis) by reducing transaction costs for shareholders and avoiding to be delisted from the stock exchange.

Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan sebelum melakukan reverse stock split memiliki 300.000 lembar saham dengan nilai par $5, kemudian perusahaan memutuskan untuk melakukan reverse stock split 3:1 yaitu 3 saham lama menjadi 1 saham baru. Setelah melakukan reverse stock split, nilai par per lembar saham akan menjadi $15 ($5 x 3) dan saham yang beredar akan menjadi 100.000 lembar saham (300.000 lembar saham / 3).

(5)

meningkatkan image saham dan meningkatkan pemasaran saham (Han dalam Wafiyah, 2005).

Beberapa faktor yang mendorong emiten melakukan aksi korporat reverse split diantaranya adalah untuk membuat harga saham menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, menyejajarkan harga saham dengan saham-saham sejenisnya atau yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, menaikkan posisi saham dari saham yang masuk kategori papan pengembangan ke papan utama, serta membentuk harga saham yang lebih wajar (Susiyanto dalam Wafiyah, 2005).

(6)

2.1.3 Abnormal Return

Abnormal return adalah kelebihan dari actual return atas expected return (Gumanti, 2011:57). Actual return adalah keuntungan (return) yang sesungguhnya terjadi dan expected return adalah keuntungan (return) yang diharapkan akan diterima oleh para investor. Return yang diharapkan oleh para investor tidak selamanya sama dengan return yang sesungguhnya diterima dan sangat mungkin berlainan dengan apa yang diharapkan. Selisih return akan positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Selisih return akan bernilai negatif apabila return yang didapatkan lebih kecil dari return yang diharapkan atau yang dihitung (Jogiyanto, 2008:433).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa abnormal return terjadi karena dipicu oleh adanya kejadian atau peristiwa tertentu misalnya hari libur nasional, kejadian – kejadian luar biasa, stock split, reverse stock split, penawaran perdana dan lain-lain. Formulasi abnormal return adalah sebagai berikut: (Jogiyanto, 2008:433).

ARi.t= Ri.t– E(Ri.t)

dimana :

ARi,t = abnormal return saham i pada periode t

Ri,t = return sesungguhnya yang terjadi untuk saham i periode t E(Ri,t) = return ekspektasi yang terjadi untuk saham i periode t

Rumus menghitung actual return untuk mengetahui perbandingan antara harga saham hari ini dengan harga saham sebelumnya yaitu dengan persamaan:

Rit = �� − ��−�

(7)

dimana:

Rit = Actual return atau return yang sesungguhnya terjadi untuk saham i periode t

Pt = Harga saham pada periode t

Pt-1 = Harga saham pada pada periodet-1

Penelitian Brown dan Warner dalam Hendrawijaya Dj (2009) menyatakan bahwa return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Mengestimasi expexted return dapat menggunakan tiga model:

1. Mean-Adjusted Model

Mean Adjusted Model menganggap return bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi.

E( ��) = ∑ ��

dimana:

E(Rit) = return ekspektasi sekuritas ke-i pada waktu t

Rit = actual return sekuritas ke-i pada waktu t

T = periode estimasi

Periode estimasi (estimation period) merupakan periode sebelum periode peristiwa. Periode peristiwa (event period) disebut juga dengan periode pengamatan atau jendela peristiwa (event window).

2. Market Model

(8)

ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square) dengan persamaan:

E(Rit)= αi+ βi.Rmt+ εit

dimana:

E(Rit) = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j

αi = intercept untuk sekuritas ke-i

βi = koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas ke-i

Rmt = return indeks pasar pada periode estimasi ke-j

εit = kesalahan residu sekuritas i pada peride estimasi ke t.

Return pasar dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

�� = � − �−�

�−�

Keterangan :

= return pasar

= Indeks Harga Saham Gabungan periodet

−1 = Indek Harga Saham Gabungan periodet-1

3. Market Adjusted Model.

Market adjusted model menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi karena return sekuritas yang diestimasi sama dengan return indeks pasar.

(9)

dimana :

E(Rit) = Expected return sekuritas ke-i pada peristiwa ke-t Rmit = Return pasar dari sekuritas ke-i pada peristiwa ke-t

Dalam penelitian ini, expected return dihitung dengan menggunakan Market Adjusted Model karena model ini mengestimasi sekuritas sebesar return indeks pasarnya sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan peneliti bahwa reaksi yang terjadi adalah akibat dari peristiwa yang diamati bukan karena peristiwa lain yang bisa mempengaruhi peristiwa yang diamati.

2.1.4 Trading Volume Activity

Likuiditas saham merupakan indikator dan reaksi pasar terhadap suatu pengumuman yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). Trading Volume Activity atau aktifitas volume perdagangan merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter pergerakan aktifitas volume perdagangan di pasar modal (Suryawijaya dalam Wafiyah, 2005).

Pengamatan terhadap aktivitas volume perdagangan dilakukan disekitaran tanggal pengumuman corporate action. Menurut Widayanto dan Sunarjanto dalam Laksmana dan Bagja (2014)

(10)

stock is known, then calculated the average TVA for the period surrounding the announcement date.

Sedangkan Husnan dalam Wafiyah (2005) mengukur kegiatan perdagangan saham melalui indikator TVA yang digunakan untuk melihat apakah investor individual menilai laporan keuangan informatif, dalam arti apakah informasi tersebut membuat keputusan perdagangan di atas keputusan perdagangan yang normal.

TVA (Trading Volume Activity) suatu saham merupakan penjumlahan dari setiap transaksi perdagangan yang dilakukan oleh para pelaku pasar. Proses penjumlahan ini mencerminkan adanya perbedaan pandangan (asimetri) di antara investor mengenai nilai suatu saham. Volume perdagangan terjadi karena adanya perbedaan pendapat (differing beliefs) di antara investor mengenai berapa nilai saham sesungguhnya. Oleh karena itu kenaikan volume perdagangan saham merefleksikan seberapa jauh terjadinya asimetri informasi di antara para investor sebagai reaksi atas suatu pengumuman yang dipublikasikan.

(11)

TVA = ℎ � ℎ � � � �� � � � � � � ℎ � ℎ � � � � � �

Setelah TVA masing-masing saham tersebut diketahui, kemudian menghitung rata-rata TVA saham sebelum dan sesudah pemecahan saham. Rata-rata TVA dapat dihitung dengan cara membagi jumlah TVA dengan banyaknya periode (n). Berikut rumus menghitung rata-rata TVA:

ATVA =

��

� �=1

Keterangan :

ATVA = Rata-rata Trading Volume Activity pada perusahaan i pada waktu t

∑�=1 �� = Jumlah total Trading Volume Activity

N = jumlah periode

2.1.5 Signaling Theory

Asimetri informasi (information asymmetric) merupakan informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat informasi saja (informed investor). Asimetri informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua hal yang dapat mempengaruhi perusahaan ke pasar, maka pada umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal yang tercermin dari perubahan harga saham (Schweitzer dalam Wafiyah, 2005).

(12)

emiten ingin menghindari persepsi tersebut dan menunjukkan kinerja dan prospeknya. Di luar itu, perusahaan kadang menggunakan reverse stock split sebagai alat untuk menarik perhatian pasar (Savitri dan Martani, 2006).

Namun sinyal yang tersampaikan adalah sinyal negatif berupa persepsi investor akan future earnings dan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga sahamnya di masa mendatang. Apabila perusahaan memutuskan untuk melaksanakan reverse stock split, perusahaan dianggap tidak optimis dalam menilai kinerjanya di masa datang. Perusahaan dianggap tidak mampu untuk menaikkan harga sahamnya dengan cara menunjukan kinerja. Hasil dari persepsi ini diterapkan dalam reaksi investor yang secara empiris telah dibuktikan menyebabkan terjadinya abnormal return yang negatif terutama disekitar hari pengumuman (Van Horne, et al., 2007:296)

2.1.6 Trading Range Theory

(13)

2.2 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa peneliti yang menjadikan reverse stock split sebagai objek yang mereka teliti, diantaranya adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Paula dan Kananlua (2012) meneliti perbedaan abnormal return dan trading volume activity saham sebelum dan sesudah reverse split. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa reverse split. Sedangkan, hasil dari penelitian trading volume activity menunjukan adanya perbedaan trading volume activity sebelum sesudah peristiwa reverse split.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum dan Indarto (2012) meneliti analisis kinerja saham perusahaan go public sebelum dan sesudah aksi reverse stock split (studi kasus di Bursa Efek Indoneisa). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trading volume activity dan bid-ask spread sebagai parameter penelitian. Maka Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukan adanya perbedaan antara trading volume activity saham sebelum dan sesudah pelaksanaan reverse stock split. Dan juga terdapat perbedaan bid-ask spread sebelum dan sesudah pelaksanaan reverse stock split.

(14)

4. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiyanti dan Khasanah (2011) meneliti studi komparatif harga, likuiditas dan risiko saham sebelum dan sesudah melakukan stock split dan reverse stock split. Maka hasil dari penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan signifikan harga saham sebelum dan sesudah peristiwa stock split dan reverse stock split. Kemudian tidak terdapat perbedaan spread saham sebelum dan sesudah stock split tetapi terdapat perbedaan spread saham sebelum dan sesudah reverse stock split. Dan terdapat perbedaan risiko saham sebelum dan sesudah stock split dan reverse stock split.

5. Penelitian yang dilakukan Lihua Jing (2003) dengan judul an event study

of reverse stock split in Hongkong market meneliti abnormal return disekitar pengumuman reverse split, trading volume setelah reverse split, pengaruh reverse split terhadap tick size, dan pengaruh reverse split terhadap optimal stock price range. Maka hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa abnormal return sebelum pengumuman reverse split adalah negatif. Sedangkan, trading volume setelah reverse split meningkat signifikan. Sebaliknya, tick size mengalami penurunan setelah reverse split. Dan terakhir reverse split berpengaruh negatif terhadap optimal stock price range.

(15)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

(16)

Lanjutan Tabel 2.1

(17)

Lanjutan Tabel 2.1

No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian

Sumber: berbagai jurnal dan penelitian ilmiah

2.3 Kerangka Konseptual

(18)

dengan abnormal return dan tingkat aktivitas perdagangan saham diukur dengan trading volume activity.

Abnormal return merupakan selisih antara return yang sesungguhya terjadi dengan return yang diharapkan (Jogiyanto, 2003:433). Abnormal return yang positif ditandai dengan return yang sesungguhnya terjadi lebih tinggi dari return yang diharapkan. Sebaliknya, abnormal return yang negatif ditandai dengan return yang sesungguhnya terjadi lebih rendah dari return yang diharapkan. Jika investor menanggapi aksi reverse split sebagai informasi yang menunjukan kinerja dan prospek perusahaan yang baik di masa yang akan datang dan bisa menjanjikan return yang lebih tinggi maka hal ini akan meningkatkan abnormal return atau abnormal return positif. Sebaliknya, jika investor menilai bahwa reverse split sebagai rasa kurang percaya diri manajemen terhadap harga pada masa depan yang dapat bertambah sebagai hasil dari peningkatan pendapatan dan tidak dapat menjanjikan return di masa yang akan datang maka reverse split tidak akan meningkatkan abnormal return atau abnormal return negatif.

(19)

tersebut sehingga transaksi ini akan meningkatkan trading volume activity. Sebaliknya, jika investor menilai reverse split sebagai sinyal negatif maka investor tidak akan memperjualbelikan saham perusahaan tersebut sehingga reverse split tidak dapat meningkatkan trading volume activity.

Berdasarkan uraian teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh peneliti, maka kerangka konseptual pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan abnormal return pada saat sebelum dan sesudah reverse stock split.

2. Terdapat perbedaan trading volume activity pada saat sebelum dan sesudah reverse stock split.

Abnormal Return Sebelum Reverse

Stock Split

Trading Volume Activity Sebelum

Reverse Stock Split

Abnormal Return Sesudah Reverse

Stock Split

Trading Volume Activity Sesudah Reverse Stock

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Webcam Monitoring Ruangan Menggunakan Sensor Gerak PIR ( Passive.. Infra

PERAWATAN DAN PERBAIKAN PADA SISTEM REM CAKRAM DEPAN DAIHATSU GRAN MAX PICK-UP 1500 CC..

Dari periode pengangkatan ini diketahui bahwa induk cumi-cumi menempelkan telurnya pada malam hari karena semua telur cumi-cumi yang menempel pada atraktor ditemukan pada

[r]

tentang keaktifan siswa sebagai fokus penilaian dalam penelitian. Hasil observasi pendahuluan yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa terdapat beberapa siswa yang keaktifannya

Sistim jaringan serta jenis â jenis perangkat yang digunakan dalam menunjang komunikasi data dalam perancangan jaringan yang dikhususkan pada jaringan Lokal Area Network

Bagian Kedua  Tujuan Pasal 3

Aplikasi Penerimaan Siswa Baru sangat penting dalam suatu sekolah, dimana siswa-siswi dididik untuk menjadi manusia yang berakhlak mulia, cerdas, terampil, dan bertanggung