• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val. & V):

PENINGKATAN AKTIVITAS LOKOMOTOR DAN PENURUNAN IMMOBILITY TIME PADA MENCIT

SKRIPSI

OLEH:

SARTIKA RAMADHAYANI NIM 171501004

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val. & V):

PENINGKATAN AKTIVITAS LOKOMOTOR DAN PENURUNAN IMMOBILITY TIME PADA MENCIT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SARTIKA RAMADHAYANI NIM 171501004

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Antidepresan Ekstrak Etanol Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val. & V): Peningkatan Aktivitas Lokomotor dan Penurunan Immobility Time pada Mencit”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas antidepresan ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dapat menurunkan durasi immobility dan meningkatkan aktivitas lokomotor pada mencit.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof.

Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt. yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan saran serta petunjuk selama penelitian ini berlangsung hingga selesainya bahan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku ketua penguji dan Ibu Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt.

selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, MSc., Apt. selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan selama masa perkuliahan serta

(5)

Bapak dan Ibu Staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya selama perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang tulus kepada ibunda Desmarita dan Ayahanda Drs. Hisar, M.Pd, Abangda Arya Hisma Maulana, S.T., Abangda Rahmat Effendi, S.T., Abangda Muhammad Novariadi, S.KM. atas segala do’a, nasihat, kasih sayang serta dorongan moril maupun materil kepada penulis selama ini. Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada Aldi Farezi, Dinda Aulia, Gratia Apulina C. Purba, Raja Putra Perjuangan, Rezeki Deni Himawan, S.Farm., serta semua teman-teman dekat dan semua teman-teman yang ikut serta membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu, memberikan dukungan dan do’a kepada penulis selama penelitian dan penulisan bahan skripsi ini terutama teman-teman stambuk 2017, UKMI Ath-Thibb, PEMA Fakultas Farmasi, INCOMPHASCO, dan teman-teman asisten Laboratorium Teknologi Sediaan Non Steril II. Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi.

Medan, 29 April 2021

Sartika Ramadhayani NIM 171501004

(6)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sartika Ramadhayani

Nomor Induk Mahasiswa : 171501004 Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Aktivitas Antidepresan Ekstrak Etanol Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val. & V):

Peningkatan Aktivitas Lokomotor dan Penurunan Immobility Time pada Mencit.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 20 April 2021

Sartika Ramadhayani NIM 171501004

(7)

AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val. & V): PENINGKATAN AKTIVITAS LOKOMOTOR DAN PENURUNAN IMMOBILITY TIME PADA MENCIT

ABSTRAK

Latar Belakang: Resistensi terapi terhadap depresi masih tinggi. Sehingga diperlukannya alternatif pengobatan lainnya. Curcuma heyneana termasuk ke dalam suku Zingiberaceae. Curcuma heyneana mengandung kurkumin yang diduga memiliki peran sebagai antidepresan.

Tujuan: Untuk mengevaluasi aktivitas antidepresan Curcuma heyneana dapat menurunkan durasi immobility dan meningkatkan aktivitas lokomotor.

Metode: Penelitian ini diawali dengan maserasi serbuk Curcuma heyneana, kemudian dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia serbuk dan ekstraknya.

Chronic mild stress selama 14 hari digunakan untuk menginduksi depresi, diikuti dengan pemberian ekstrak dengan dosis 50, 100, 200 mg/kg BB selama 10 hari.

Evaluasi antidepresan dilakukan dengan menggunakan tail suspension test (TST), forced swimming test (FST) untuk mengukur penurunan immobility time dan open field test (OFT) untuk mengukur peningkatan aktivitas lokomotor. Sertralin 6,5 mg/kg BB digunakan sebagai pembanding. Data dianalisis secara statistika menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji post hoc.

Hasil: Induksi depresi selama 14 hari dapat menyebabkan penurunan aktivitas lokomotor serta meningkatkan durasi immobility yang berbeda dengan kontrol normal (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak dosis 100 dan 200 mg/kg BB memiliki rata-rata immobility time yang lebih rendah dari kontrol negatif (p<0,05) pada tail suspension test (<239,50 ± 9,67 detik) dan forced swimming test (<225,50 ± 16,95 detik) serta rata-rata yang lebih besar dari kontrol negatif (p<0,05) pada durasi central square (>6,25 ± 1,65 detik) dan jumlah crossing (>35,75 ±5,54 jumlah crossing).

Kesimpulan: Ekstrak dosis 100, 200 mg/kg BB mempunyai aktivitas antidepresan dengan menurunkan durasi immobility, dan meningkatkan aktivitas lokomotor pada mencit.

Kata kunci: Antidepresan, Curcuma heyneana, tail suspension test, forced swimming test, open field test.

(8)

ANTIDEPRESSANT ACTIVITY OF ETHANOL EXTRACT TEMU GIRING RHIZOME (Curcuma heyneana Val. & V): INCREASING LOCOMOTOR ACTIVITY AND DECREASING IMMOBILITY TIME

IN MICE

ABSTRACT

Background: The resistance of depression therapy still high. So that the other alternative therapy are needed. Curcuma heyneana included in Zingiberaceae family. Curcuma heyneana contains curcumin which is thought have an antidepressant.

Objective: To evaluate the antidepressant activity of Curcuma heyneana by decrease the duration of immobility and increase the locomotor activity.

Method: This research was started with maceration of Curcuma heyneana, then followed with characterization and phytochemical screening of powders and extracts. Chronic mild stres for 14 days is used to induce depression, followed by giving the extracts at dose 50, 100, 200 mg/kg BW for 10 days. Antidepressant evaluation was carried out using a tail suspension test (TST), forced swimming test (FST) to measure decrease immobility time and an open field test (OFT) to measure increase locomotor activity. Sertralin 6.5 mg / kg BW was used for comparison. The data were analyzed statistically using the Analysis of Variance (ANOVA) followed by the post hoc test.

Result: Depression induction for 14 days can cause a decrease in locomotor activity and increase the duration of immobility, which is different from normal controls (p <0.05). The results showed that the extract at doses of 100 and 200 mg / kg BW had an average immobility time lower than the negative control (p <0.05) on the tail suspension test (<239.50 ± 9.67 seconds) and the forced swimming test.

(<225.50 ± 16.95 seconds) and the average is greater than the negative control (p

<0.05) on the duration of the central square (> 6.25 ± 1.65 seconds) and the number of crosses (> 35, 75 ± 5.54 number of crosses).

Conclusion: Extract at the doses of 100 and 200 mg/kg BW have antidepressant activity by decreasing immobility time and increasing locomotor activity.

Keywords: Antidepressants, Curcuma heyneana, tail suspension test, forced swimming test, open field test.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Depresi ... 7

2.1.1 Definisi Depresi ... 7

2.1.2 Klasifikasi Depresi ... 7

2.1.3 Tanda dan Gejala Depresi ... 8

2.1.4 Antidepresan ... 9

2.1.4.1 Klasifikasi Antidepresan ... 10

2.1.4.2 Sertralin ... 15

2.2 Masalah Terkait Penggunaan Obat Antidepressan ... 15

2.3 Temu giring ... 17

2.3.1 Taksonomi Tanaman ... 17

2.3.2 Nama Daerah ... 17

2.3.3 Morfologi Tanaman ... 18

2.3.3 Kandungan Tanaman ... 18

2.3.5 Manfaat Tanaman... 19

2.4 Locomotion dan Immobility Pada Mencit ... 20

2.5 Forced Swimming Test ... 22

2.6 Open Field Test ... 22

2.7 Tail Suspension Test ... 23

2.8 Chronic Mild Sress ... 23

2.9 Hewan depresi ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.2 Alat dan Bahan ... 28

3.2.1 Alat ... 28

3.2.2 Bahan ... 29

3.3 Pengambilan Sampel ... 29

3.4 Identifikasi Tumbuhan ... 29

(10)

3.5 Pengolahan Sampel ... 29

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 30

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik ... 30

3.6.2 Penetapan Kadar Air ... 30

3.6.3 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 31

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 31

3.6.5 Penetapan Kadar Abu Total ... 31

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam ... 32

3.7 Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 32

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 32

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoid ... 33

3.7.3 Pemeriksaan Glikosida ... 33

3.7.4 Pemeriksaan Saponin ... 34

3.7.5 Pemeriksaan Tanin ... 34

3.7.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 34

3.8 Pembuatan Ekstrak ... 34

3.9 Penetapan Kadar Kukuminoid ... 35

3.10 Uji Aktivitas Antidepresan ... 35

3.10.1 Penyiapan Hewan Uji ... 35

3.10.2 Penyiapan Bahan Uji, Kontrol, dan Obat Pembanding ... 36

3.10.2.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0.5 % ... 36

3.10.2.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Rimpang Curcuma heyneana . 36 3.10.2.3 Pembuatan Suspensi Sertralin ... 36

3.10.3 Induksi Stres Kronis Ringan ... 37

3.10.4 Pengujian Efek Antidepresan ... 38

3.10.4.1 Uji Tail Suspension Test ... 39

3.10.4.2 Uji Open Field Test ... 39

3.10.4.3 Uji Forced Swimming Test ... 39

3.11 Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 40

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Curcuma heyneana ... 40

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Curcuma heyneana ... 41

4.4 Ekstraksi simplisia rimpang Curcuma heyneana ... 42

4.5 Penetapan Kadar Kukuminoid ... 42

4.6 Pengamatan Subjektif dan Profil Berat Badan pada Uji Antidepresan ... 43

4.7 Uji Antidepresan dengan Metode Uji Tail Suspension ... 47

4.8 Uji Antidepresan dengan Metode Uji Forced Swimmig ... 49

4.9 Uji Antidepresan dengan Metode Uji Open Field ... 51

4.10 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Mencit ... 56

4.11 Pengamatan Lambung Mencit... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 69

(11)

DAFTAR TABEL

2.1 Locomotion ... 20

2.2 Postur dan Imobilitas ... 21

3.1 Rancangan Paparan Stress... 37

4.1. Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 41

4.2. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 42

4.3. Hasil pengamatan perilaku mencit ... 43

4.4 Data berat badan mencit ... 45

4.5 Data immobility time (IT) dengan metode TST ... 48

4.6 Data immobility time (IT) dengan metode FST... 50

4.7 Data durasi central square dengan metode OFT ... 52

4.8 Data jumlah crossing dengan metode OFT ... 54

4.9 Data durasi grooming dengan metode OFT ... 55

4.10 Data kadar glukosa darah mencit ... 57

4.11 Kriteria dan skor kerusakan mukosa lambung mencit ... 59

4.12 Hasil penilaian kerusakan mukosa lambung mencit ... 60

(12)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 6

2.1 Tumbuhan Temu Giring ... 18

2.2 Mekanisme kerja flavonoid dengan aktivitas antidepresan ... 19

2.3 HPA Aksis dan respon stres ... 25

3.1 Jadwal pengukuran immobility dan aktivitas lokomotor ... 38

4.1 Grafik perubahan berat badan mencit ... 46

4.2 Pengamatan makroskopik lambung mencit ... 59

4.3 Pengamatan mikroskopik lambung mencit ... 61

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil identifikasi sampel ... 69

2. Ethical clearence ... 70

3. Gambar rimpang Curcuma heyneana ... 71

4. Gambar simplisia dan serbuk rimpang Curcuma heyneana ... 72

5. Bagan pembuatan ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana ... 73

6. Bagan uji aktivitas antidepresan... 74

7. Gambar alat ... 75

8. Gambar hewan uji ... 76

9. Perhitungan penetapan kadar air ... 77

10. Perhitungan kadar sari larut air ... 78

11. Perhitungan kadar sari larut etanol ... 79

12. Perhitungan kadar abu total ... 80

13. Perhitungan kadar abu tidak larut asam ... 81

14. Perhitungan volume pemberian EERC, sertralin, dan CMC-Na... 83

15. Gambar analisis data berat badan mencit ... 85

16. Gambar analisis data tail suspension test (TST) ... 87

17. Gambar analisis data forced swimming test (FST) ... 89

18. Gambar analisis data open field test (OFT) ... 91

19. Gambar analisis data kadar glukosa darah ... 97

20. Gambar analisis data kerusakan mukosa lambung mencit ... 99

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan gangguan jiwa yang paling umum terjadi. Di dunia, gangguan depresi memiliki pravelensi sekitar 3-8% dengan 50% kasus terjadi pada usia 20-50 tahun. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa gangguan depresi berada pada urutan keempat penyakit yang ada di dunia pada tahun 2000. Gangguan depresi lebih sering terjadi pada wanita, yaitu sekitar 20%

dan 12% pada laki-laki (Depkes RI, 2007). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada penduduk Indonesia dengan umur ≥15 tahun mencapai 6,1%. Provinsi dengan prevalensi depresi tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah yaitu 12,3% dan provinsi dengan prevalensi depresi terendah terdapat di Jambi yaitu 1,8%. Walaupun prevalensinya tidak tinggi namun pengobatan yang tidak adekuat pada pasien ini dapat mengakibatkan bunuh diri dan berujung pada kematian.

Gejala depresi meliputi gejala emosional yang terdiri dari perasaan sedih, kehilangan minat pada aktivitas biasa, kehilangan kesenangan, pesimisme, keputusasaan, perasaan bersalah. Gejala fisik terdiri dari kelelahan, nyeri (terutama sakit kepala), gangguan tidur, nafsu makan menurun atau meningkat, kehilangan minat seksual, serta keluhan gastrointestinal dan kardiovaskular.

Gejala intelektual atau kognitif seperti penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi atau berfikir lambat, memori buruk, kebingungan, dan

(15)

ketidaktegasan. Gangguan psikomotor yaitu retardasi psikomotor (gerakan fisik yang lambat, proses berfikir, dan bicara) (Wells, 2015).

Depresi disebabkan karena adanya ketidakseimbangan pada neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamin di dalam otak.

Ketidakseimbangan kimiawi otak yang bertugas menyalurkan sinyal antar serabut saraf membuat tubuh menerima sinyal yang salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku (Depkes RI, 2007).

Antidepresan merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi depresi.

Beberapa antidepresan yakni antidepresan generasi pertama yaitu MAO inhibitor, antidepresan trisiklik. Antidepresan generasi kedua yaitu golongan SSRI (Selevtive Serotonin Reuptake Inhibitor) dan antidepresan generasi ketiga yaitu golongan SNRI (Serotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitor) serta antidepresan yang relatif baru yaitu antidepresan atipikal (Arozal dan Gan, 2016).

Efek penggunaan antidepresan baru terlihat dalam 4 sampai 12 minggu pemakaian dan selama masa ini efek samping juga akan terlihat (Depkes RI, 2007). Efek samping dapat meliputi mulut kering, kaku otot, masalah pernapasan dan pencernaan, perasaan gelisah, mengantuk dan aritmia jantung (Dhingra dan Sharma, 2006). Efek samping dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penderita sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Selain itu, hanya 60%-70% pasien depresi yang merespon dengan terapi antidepresan. Sedangkan yang tidak merespon yaitu 10%-30% menunjukkan gejala resisten dalam pengobatan antidepresan, ditambah dengan kesulitan dalam berperilaku sosial dan pekerjaan, penurunan kesehatan fisik, serta adanya pikiran bunuh diri (Harbi, 2012). Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menemukan

(16)

alternatif pengobatan lain yang memiliki efikasi yang lebih baik akan tetapi memiliki efek samping yang minimal.

Temu giring (Curcuma heyneana Val. & V.) merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi sebagai antidepresan. Rimpang Curcuma heyneana mengandung senyawa kurkumin yang memberikan warna kuning, minyak atsiri 0,8-3%, amilum, damar, lemak, tannin, saponin dan flavonoid (Putra dkk., 2015).

Senyawa yang bermanfaat sebagai antidepresan adalah kurkumin (Adelina, 2013).

Kurkumin termasuk senyawa polifenol yaitu flavonoid (Jurenka, 2009).

Kandungan kurkumin yang terdapat di dalam rimpang Curcuma heyneana setelah diukur menggunakan spektrofotometer visibel didapatkan hasil yaitu sebesar 5,33%. Senyawa flavonoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas farmakologis termasuk sebagai antidepresan dan mempengaruhi berbagai fungsi fisiologis dan biokimia dalam tubuh yaitu: (a) meningkatkan brain derived neurotrophic factor (BDNF); (b) memodulasi sistem monoaminergik dengan meningkatkan kadar serotonin, norepinefrin dan dopamin, yaitu dengan berinteraksi dengan reseptor 5- HT1A presinaptik, noradrenergik α2, dan reseptor dopaminergik D1, D2, dan D3. Juga dengan menghambat aktivitas enzim monoamine oksidase; (c) aktivitas neuroprotektif; (d) keterlibatan pada sumbu hypothalamus-pituitary-adrenal (HPA) (Hritcu dkk, 2017). Manfaat Curcuma heyneana secara tradisional yaitu digunakan sebagai jamu dalam meningkatkan nafsu makan, meningkatkan fungsi pencernaan, mengobati jantung berdebar-debar, meningkatkan stamina, merawat kulit, serta sebagai minuman penenang dan mengatasi perasaan cemas (Hakim, 2015).

(17)

Berdasarkan penelitian uji aktivitas antidepresan yang dilakukan oleh Asiyah dkk (2017) terhadap temulawak didapatkan kesimpulan bahwa temulawak memiliki aktivitas antidepresan karena mengandung kurkumin (1-2%) yang mampu menurunkan tingkat depresi pada mencit jantan galur Balb/c. Curcuma heyneana diketahui juga mengandung kurkumin dan satu famili dengan temulawak yaitu famili Zingiberaceae. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui efek antidepresan dari Curcuma heyneana yang diketahui juga memiliki senyawa kurkumin. Hingga saat ini belum ada penelitian untuk menguji aktivitas antidepresan pada ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk menguji aktivitas antidepresan dari rimpang Curcuma heyneana dengan menggunakan metode immobility time dan aktivitas gerak lokomotor mencit untuk melihat aktivitas antidepresan dari ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana yaitu dilihat dari keadaan dimana mencit tersebut tidak bergerak dan melakukan gerakan seperti swimming, climbing, crossing, grooming, central square selama waktu pengujian berlangsung.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

a. apakah ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dapat menurunkan durasi immobility pada mencit?;

b. apakah ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dapat meningkatkan aktivitas lokomotor pada mencit?.

(18)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dibuat hipotesis sebagai berikut:

a. ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dapat menurunkan durasi immobility pada mencit;

b. ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dapat meningkatkan aktivitas lokomotor pada mencit.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. untuk mengevaluasi aktivitas antidepresan ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dapat menurunkan durasi immobility pada mencit;

b. untuk mengevaluasi aktivitas antidepresan ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dapat meningkatkan aktivitas lokomotor pada mencit.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

a. dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan serta informasi kepada masyarakat tentang aktivitas antidepresan ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana;

b. menambah inventaris tumbuhan yang berkhasiat sebagai antidepresan.

(19)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mencit jantan. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana dosis 50; 100; 200 mg/kg berat badan sebagai pembanding digunakan sertralin dosis 6,5 mg/kg berat badan sebagai kontrol positif. Natrium–Carboxymethyle Cellulose 0,5% sebagai kontrol negatif dan kontrol normal hanya diberikan makanan dan minuman ad libitum tanpa induksi stres. Variabel terikat yaitu efek antidepresan. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Ekstrak etanol

rimpang Curcuma heyneana

(EERC)

 EERC dosis 50 mg/kg BB

 EERC dosis 100 mg/kg BB

 EERC dosis 200 mg/kg BB

Efek antidepresan

Immobility time (detik)

Mencit jantan

Induksi depresi selama 14 hari - Tidak diberi

makanan selama 12 jam

- Suara predator - Guncangan pada

kandang selama 15 menit

- Mengotorkan kandang

- Pergantian siklus gelap terang - Mengurangi

serbuk gergaji

Aktivitas lokomotor - Immobility pada

tail suspension test

- Immobility pada forced

swimming test

- Durasi central square (detik) - Jumlah crossing

(jumlah)

- Durasi grooming (detik)

Sertralin dosis 6,5mg/kg BB

Kadar glukosa darah (mg/dl) Iritasi Lambung

(Jumlah tukak) CMC Na 0,5%

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi

2.1.1 Definisi Depresi

Gangguani depresi iadalahi gangguani jiwa yangi menonjolkanisuasana hati sebagai masalahnya, mempunyai berbagaiigambaran klinis yakni igangguan episode depresi, igangguan idistimik, igangguan depresii mayor dan igangguan depresi unipolari serta bipolar (Depkes RI, 2007).

Gangguan idepresi merupakan gangguan serius yang menyangkut kinerja otak, bukan hanya sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Akan tetapi, gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan dapat mengganggu fungsi keseharian seseorang. Gangguan depresi termasuk kategori gangguan suasana hati, yaitu periode terganggunya kegiatan sehari-hari, yang iditandai dengan perasaan murung dan gejala lainnyai termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, kehilangan minat apapun, lelah, perasaan putus asa dan itak berdaya serta ipikiran bunuh diri. iJika gangguan depresi berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankani sebagai pemurung, pemalas, menariki diri dari pergaulan, ikarena ia kehilangan minat ihampir pada semua sudut kehidupannya (Depkes RI,

2007).

2.1.2 Klasifikasi Depresi

Depresi merupakan suatu gangguan yang beraneka ragam yang telah digolongkan dan diklasifikasikan dengan berbagai macam cara. Berdasarkan edisi keempat Asosiasi Psikiatris Amerika (American Psychiatric Association) tahun

(21)

1994 tentang Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV), beberapa diagnosis gangguan perasaan (mood) adalah mungkin. Depresi mayor dan distimia (minor) merupakan gejala depresi murni, dimana gangguan bipolar dan gangguan siklotimik termasuk gejala depresi mania. Klasifikasi sederhana berdasarkan anggapan awal antara lain yaitu depresi reaktif atau sekunder (yang paling umum), terjadi pada respon rangsangan nyata seperti kesedihan, kesakitan, dan lain sebagainya. Depresi endogen yaitu suatu penyakit biokimiawi yang ditentukan secara genetis dan diwujudkan dalam ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan biasa atau untuk menghadapi kejadian sehari-hari, serta depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif-bipolar (maniak-depresif) (Katzung, 2002).

2.1.3 Tanda dan Gejala Depresi

Tanda gangguan depresi yang melanda jutaan penduduk di Indonesia setiap tahunnya sering kali tidak dikenali. Beberapa orang merasakan perasaan sedih dan murung dalam jangka waktu yang cukup lama dengan latar belakang yang berbeda–beda. Gejalanya sering tersamarkan dalam berbagai keluhan sehingga seringkali tidak disadari oleh dokter (Depkes RI, 2007).

Tanda gangguan depresi antara lain pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi kegelisahan dan mimpi buruk, sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari, selalu khawatir, mudah tersinggung dan cemas, aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan, bangun tidur pagi rasanya malas (Depkes RI, 2007).

Gejala gangguan depresi berbeda-beda dari satu orang dengan orang lainnya, serta dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresi dapat

(22)

mempengaruhi pola pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan depresi tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan. Kebanyakan gejala dikarenakan mereka mengalami stres yang besar, kekhawatiran dan kecemasan terkait dengan gangguan depresi (Depkes RI, 2007).

Menurut Wells (2015) gejala-gejala gangguan depresi antara lain adalah gejala emosional yaitu berkurangnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kehilangan minat dalam aktivitas biasa, kesedihan, pesimisme, tangisan, keputusasaan, kecemasan (hadir pada 90% pasien rawat jalan yang depresi), rasa bersalah, dan fitur psikotik (misalnya halusinasi dan delusi pendengaran). Gejala fisik yaitu kelelahan, nyeri (terutama sakit kepala), gangguan tidur, nafsu makan menurun atau meningkat, kehilangan minat seksual, serta keluhan gastrointestinal (GI) dan kardiovaskular (terutama palpitasi). Gejala intelektual atau kognitif yaitu penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi atau berpikir lambat, memori buruk untuk kejadian baru-baru ini, kebingungan, dan ketidaktegasan. Gangguan psikomotor yaitu retardasi psikomotor (gerakan fisik yang lambat, proses berpikir, dan bicara) atau agitasi psikomotor.

2.1.4 Antidepresan

Antidepresan adalah senyawa yang mampu memperbaiki gejala depresi.

Berbagai antidepresan bekerja dengan cara yang berbeda-beda, antara lain menghilangkan depresi, memperbaiki suasana hati, mengaktifkan psikomotorik (menaikkan aktivitas) dan/atau menekan psikomotorik (mengurangi aktivitas) dan angiolitik (Mutschler, 1991).

(23)

Sebagian besar obat antidepresan yang berguna dalam klinis mempotensiasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, kerja norepinefrin dan/atau serotonin dalam otak. Bukti ini, menghasilkan teori amina biogenik, yang menjelaskan bahwa depresi disebabkan oleh defesiensi monoamina, seperti norepinefrin dan serotonin, pada celah sinaps di otak. Sebaliknya teori tersebut menerangkan bahwa mania disebabkan oleh karena produksi neurotransmitter norepinefrin dan serotonin yang berlebihan di celah sinaps. Namun, teori amina depresi dan mania tersebut terlalu sederhana. Teori ini gagal menjelaskan alasan efek farmakologi setiap obat antidepresan dan antimania pada neurotransmisi yang terjadi, sedangkan waktu perjalanan respons terapeutik terjadi selama beberapa minggu. Lagi pula, potensi obat-obat antidepresan dalam menghambat ambilan neurotransmitter sering kali tidak berkaitan dengan efek antidepresan yang diamati secara klinis. Teori ini menyatakan bahwa penurunan ambilan neurotransmitter hanya merupakan efek awal obat, yang tidak dapat langsung menyebabkan efek antidepresan. Keberadaan densitas reseptor penghambat prasinaps dalam otak yang berlangsung 2-4 minggu penggunaan obat antidepresan telah diungkapkan. Regulasi-turun (down regulation) reseptor inhibitorik memungkinkan sintesis dan pelepasan neurotransmitter yang lebih hebat untuk memasuki celah sinaps dan meningkatkan pembentukan signal pada neuron pascasinaps, sehingga menyebabkan respon terapeutik (Harvey dan Champe, 2016).

2.1.4.1 Klasifikasi Antidepresan

Beberapa obat antidepresan yakni antidepresan generasi pertama (MAO inhibitor, antidepresi trisiklik), antidepresan generasi kedua: Golongan SSRI

(24)

(Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) dan antidepresan generasi ketiga:

Golongan SNRI (Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor) serta antidepresan yang relatif baru yaitu antidepresan atipikal (Arozal dan Gan, 2016).

a. Antidepresan Trisiklik

Antidepresan trisiklik (tricyclic antidepressant/TCA) menghambat ambilan kembali norepinefrin dan serotonin menuju neuron. TCA meliputi amina tersier imipramine (merupakan obat prototipe), amitriptyline, clomipramine, doxepin, dan trimipramine. TCA juga meliputi amina sekunder desipramine, dan nortriptyline. Maprotyline dan amoxapine berkaitan dengan agen antidepresan tetrasiklik dan secara umum dimasukkan dalam kelas TCA (Harvey & Champe, 2016).

Secara biokimia obat amin sekunder diduga berbeda mekanisme kerjanya dengan obat amin tersier. Amin sekunder menghambat ambilan kembali noreepinefrin sedangkan amin tersier menghambat ambilan kembali serotonin pada sinaps neuron (Arozal dan Gan, 2016).

Obat golongan ini dapat menimbulkan berbagai efek samping diantaranya efek pada jantung (dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya); efek anti kolinergik (akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat berlebihan); sedasi; hipotensi ortostatis dan pusing; efek antiserotonin (akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya nafsu makan dan berat badan); kelainan darah (seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit); gejala penarikan (pada penghentian terapi dengan

(25)

mendadak dapat timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan otot) (Depkes RI, 2007).

b. Inhibitor Monoamin Oksidase (MAO)

Inhibitor monoamin oksidase merupakan salah satu golongan antidepresan modern pertama yang diperkenalkan pada tahun 1950-an. Akan tetapi saat ini MAOI jarang digunakan dalam praktik klinis karena toksisitas dan kemungkinan interaksi obat dan makanan yang fatal. Pemakaian utamanya saat ini adalah untuk mengobati depresi yang tidak responsif terhadap antidepresan lain (Katzung, 2012).

MAO adalah suatu enzim mitokondrial yang terdapat dalam dua bentuk utama, yaitu A dan B. Peran utama MAO adalah mengoksidasi senyawa-senyawa monoamine yaitu norepinefrin, serotonin dan dopamine. Dengan menghambat enzim degradatif ini, penghilangan transmitter-transmiter tersebut dapat diperlambat sehingga neurotransmitter tersebut tetap ada di celah sinaps (Stringer, 2016).

MAOI yang ada pada saat ini adalah turunan hidrazin yaitu fenelzin dan isokarboksazid dan non-hidrazin yaitu tranilsipromin, selegilin dan moklobemid.

Golongan hidrazin dan tranilsipromin berikatan secara ireversibel dan non selektif dengan MAO-A dan-B sementara MAOI lain mungkin lebih memiliki sifat selektif atau reversibel (Katzung, 2012).

Efek samping tersering MAOI yang menyebabkan penghentian terapi adalah hipotensi ortostatik dan penambahan berat. Selain itu, MAOI non-selektif irreversible memiliki angka efek samping seksual paling tinggi di antara semua antidepresan. Anorgasmia cukup sering terjadi pada pemberian MAOI dosis

(26)

terapeutik. Sebagian sifat MAOI mirip amfetamin yang dapat menyebabkan insomnia dan kegelisahan pada sebagian pasien. MAOI dosis tinggi dapat menyebabkan kekacauan pikiran (Katzung, 2012).

c. Penghambat Ambilan Kembali Serotonin-Norepinefrin

Venlafaxine dan duloxetine menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin secara selektif. Obat-obat ini efektif mengobati depresi pada pasien yang tidak efektif menggunakan SSRI. Depresi yang sering disertai dengan gejala nyeri kronis, seperti nyeri punggung dan nyeri otot, relatif tidak efektif diobati dengan SSRI. Nyeri ini, sebagaian dimodulasi oleh serotonin dan norepinefrin di SSP. Baik SNRI maupun antidepresan trisiklik, dengan kerja gandanya menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin, kadang-kadang efektif dalam meredakan gejala nyeri neuropati, seperti perifer diabetik. SNRI hanya memiliki sedikit aktivitas pada reseptor adrenergik, muskarinik, atau reseptor histamin sehingga hanya memiliki lebih sedikit efek samping yang diperantarai reseptor tersebut dibandingkan dengan antidepresan trisiklik. Venlafaxine dan duloxetine dapat mencetuskan sindrom penghentian obat jika terapi dihentikan mendadak (Harvey & Champe, 2016).

SNRI dapat menimbulkan efek samping serotonergik seperti mual, gangguan pencernaan, diare, dan gejala saluran cerna lainnya. Selain itu, SNRI juga dapat menimbulkan efek noradrenergik termasuk meningkatkan tekanan darah dan kecepatan jantung, dan pengaktifan SSP, misalnya insomnia, rasa cemas, dan agitasi. Efek hemodinamik SNRIs cenderung tidak menimbulkan masalah pada kebanyakan pasien. Peningkatan tekanan darah terkait-dosis di laporkan lebih sering terjadi pada bentuk venlafaksin lepas-cepat dibandingkan

(27)

dengan SNRI lainnya. Demikian juga, lebih banyak dijumpai laporan toksisitas jantung oleh kelebihan dosis venlafaksin daripada SNRI lain. Duloksetin meskipun jarang, pernah dilaporkan menyebabkan toksisitas hati pada pasien dengan riwayat kerusakan hati (Katzung, 2012).

d. Antidepresan Atipikal

Obat ini merupakan antidepresan yang relatif baru. Obat ini merupakan hasil dari usaha mendapatkan obat dengan efek yang lebih ringan dari obat antidepresan lainnya (Arozal dan Gan, 2016). Obat ini tidak mempunyai aktivitas atau mempunyai sedikit aktivitas pada ambilan amin. Obat ini secara umum menyebabkan efek samping otonom lebih sedikit dan karena obat ini kurang kardiotoksik, maka tidak terlalu berbahaya bila overdosis. Mirtazapin dan trazodone merupakan antidepresan sedatif. Mirtazapin mempunyai aktivitas blokade adenoreseptor α2 dengan memblok autoreseptor α2 yang bersifat inhibisi pada ujung saraf adrenergik sentral, mirtazapine bisa meningkatkan jumlah norepinefrin dalam celah sinaps (Neal, 2006).

Efek utama nefazodon dan trazodone adalah blockade reseptor 5-HT2. Inhibisi reseptor ini pada penelitian hewan dan manusia berkaitan dengan efek ansietas, antipsikotik, dan antidepresan yang signifikan. Efek samping yang berkaitan dengan antagonis 5-HT2 adalah mengantuk dan gangguan pencernaan.

Efek sedatif, terutama dengan trazodon, dapat cukup berat. Efek pada pencernaan berkaitan pada dosis dan lebih ringan dari pada disebabkan oleh SNRI dan SSRI.

Efek seksual jarang terjadi pada pemberian nefazodon dan trazodone karena efek serotonergik yang relative selektif pada reseptor 5-HT2 bukan pada SERT.

Nefazadon dan trazodone adalah obat penghambat α serta dapat menyebabkan

(28)

hipotensi ortostatik. Nefazodon pernah dilaporkan menyebabkan hepatotoksisitas (Katzung, 2012).

e. Penghambat Ambilan Kembali Serotonin

Golongan obat ini merupakan golongan obat yang secara spesifik menghambat ambilan serotonin. Obat yang termasuk golongan ini adalah fluoksetin, paroksetin, sertralin, fluvoksamin, sitalopram dan S-sitalopram. Obat ini merupakan inhibitor spesifik p450 isoenzim. Golongan obat ini kurang berpengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik atau histaminergik, sehingga efek sampingnya lebih ringan, Tidak ada bukti kuat bahwa efektivitasnya lebih baik dari obat antidepresan terdahulu. Toleransi lebih banyak terjadi dengan obat antidepresan baru (Arozal dan Gan, 2016).

2.1.4.2 Sertralin

Sertralin merupakan salah satu antidepresan golongan penghambat ambilan kembali serotonin (SRRI). Obat golongan ini memiliki spektrum khasiat yang luas untuk pengobatan depresi. Manfaat sertralin dan obat golongan SRRI lainya dibandingkan dengan antidepresan lainnya adalah memiliki peningkatan tolerabilitas, minimal efek samping serta lebih aman dalam overdosis (De Vane et al., 2002). Sehingga, antidepresan golongan SSRI digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi (Wells, 2015).

2.2 Masalah Terkait Penggunaan Obat Antidepressan

Penggunaan antidepresan dapat menimbulkan berbagai efek samping yang tidak nyaman bagi penderita. Efek terapi penggunaan antidepresan baru terlihat dalam 4 sampai 12 minggu pemakaian dan selama masa ini efek samping juga akan terlihat (Depkes RI, 2007). Efek samping tersebut meliputi mulut kering,

(29)

kaku otot, masalah pernapasan dan pencernaan, perasaan gelisah, mengantuk dan aritmia jantung (Dhingra dan Sharma, 2006). Selain itu, hanya 60%-70% pasien depresi yang merespon dengan terapi antidepresan. Sedangkan yang tidak merespon yaitu 10%-30% menunjukkan gejala resisten dalam pengobatan antidepresan, ditambah dengan kesulitan dalam berperilaku sosial dan pekerjaan, penurunan kesehatan fisik, serta adanya pikiran bunuh diri (Harbi, 2012).

Beberapa efek samping dapat terjadi pada semua obat antidepresan, namun sebagian besar efek samping tersebut bersifat spesifik untuk subkelompok obat.

Suatu peringatan food and drug administration (FDA) yang berlaku untuk semua jenis antidepresan yaitu risiko meningkatnya angka bunuh diri pada pasien dengan usia kurang dari 25 tahun. Peringatan ini dilaporkan berkaitan dengan gagasan dan keinginan bunuh diri, tetapi bukan tindakan bunuh diri, pada hampir 4% pasien yang berusia kurang dari 25 tahun yang diberi antidepresan pada uji-uji klinis.

Angka ini adalah dua kali lipat dari angka yang dijumpai pada pemberian placebo.

Bagi mereka yang berusia diatas 25 tahun, tidak terjadi peningkatan atau penurunan risiko pikiran dan keinginan bunuh diri pada pemberiaan antidepresan, terutama pada pasien dengan umur diatas 65 tahun. Meskipun sebagian kecil pasien mungkin mengalami peningkatan gagasan bunuh diri pada pemberian antidepresan, tidak adanya pengobatan untuk suatu serangan depresi mayor pada semua kelompok usia merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya bunuh diri (Katzung, 2012).

Penggunaan obat antidepresan dapat menyebabkan kematian jika terjadi overdosis. Pada tahun 1983 dan 1984, obat antidepresan trisiklik adalah penyebab kematian utama karena overdosis di Amerika Serikat. Ketika selective serotonin

(30)

reuptake inhibitors (SSRIs) diperkenalkan, obat ini lebih aman dalam overdosis.

Meskipun demikian, kematian yang terkait dengan antidepresan terus meningkat, dan akibat yang serius adalah penyalahgunaan antidepresan, sebagaimana yang dilaporkan oleh American Association of Poison Control Centers (AAPCC) terus meningkat. Sehingga, meskipun antidepresan yang lebih baru lebih aman daripada antidepresan trisiklik, meningkatnya volume upaya bunuh diri dengan antidepresan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan (Nelson dan Spyker, 2017).

2.3 Temu giring

2.3.1 Taksonomi Tanaman

Kedudukan tanaman temu giring menurut Marjoni (2017) dalam sistemik taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monokotiledonae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma heyneana (Val)

Sinonim : Curcuma heyneana Valeton & Zijp 2.3.2 Nama Daerah

Tanaman temu giring memiliki nama daerah antara lain temu poh (Bali), temu giring, temu reng (Jawa) (Hariana, 2011).

(31)

2.3.3 Morfologi Tanaman

Temu giring merupakan semak semusim berbatang semu terdiri atas pelepah daun, berwarna hijau, permukaannya licin, serta berdaun tunggal. Temu giring tumbuh liar di perkarangan dan ladang pada tanah yang lembab dengan ketinggian sampai 900 m diatas permukaan laut serta di tempat yang sedikit cahaya. Perbungaannya majemuk dan mahkotanya berwarna kuning muda. Akar rimpangnya memanjang, bagian luarnya berwarna kuning pucat, dalamnya keputihan, tengahnya kekuningan, dan sekelilingnya berwarna kuning terang.

Bentuk lembaran daunnya lonjong menjorong sampai lonjong melanset.

Perbungaan tumbuhn pada tunas yang baru, daunnya bergagang, berwarna hijau pucat, dengan subang merah muda pucat dengan ujung gelap. Sementara itu, mahkotanya berwarna putih bergitupun dengan bibir bunganya, sedangkan pita median berwarna kuning tua sampai kuning dan stamunodusnya keputihan sampai kuning (Agoes, 2010).

Gambar 2.1 Tumbuhan temu giring 2.3.4 Kandungan Tanaman

Temu giring mengandung minyak atsiri, zat pati, dan piperazin sitrat yang diketahui dapat menangkal serangan cacing gelang (Ascaris) (Agoes, 2010).

Selain itu, temu giring juga mempunyai kandungan damar, lemak, tannin, kurkumin, monoterpene, saponin, dan flavonoid. Senyawa aktif dari temu giring

(32)

adalah kurkumin. Kurkumin atau diferuloylmethana tidak larut dalam air dan eter tetapi larutan dalam etanol, dimetilsukfoksida, dan aseton, dengan titik leleh 183oC, rumus molekul C21H20O6 dan berat molekul 368,37 g/mol (Amanto, Siswanti dan Atmaja, 2015). Kurkumin termasuk senyawa polifenol yaitu flavonoid (Jurenka, 2009). Kandungan kurkumin yang terdapat di dalam rimpang Curcuma heyneana setelah diukur menggunakan spektrofotometer visibel didapatkan hasil yaitu sebesar 5,33%. Senyawa flavonoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas farmakologis termasuk sebagai antidepresan dan mempengaruhi berbagai fungsi fisiologis dan biokimia dalam tubuh yaitu: (a) meningkatkan brain derived neurotrophic factor (BDNF); (b) memodulasi sistem monoaminergik dengan meningkatkan kadar serotonin, norepinefrin dan dopamin, yaitu dengan berinteraksi dengan reseptor 5-HT1A presinaptik, noradrenergik α2, dan reseptor dopaminergik D1, D2, dan D3. Juga dengan menghambat aktivitas enzim monoamine oksidase; (c) aktivitas neuroprotektif; (d) keterlibatan pada sumbu HPA (Hritcu dkk, 2017).

2.3.5 Manfaat Tanaman

Bagian temu giring yang biasa digunakan dalam pengobatan adalah akarnya. Akar rimpang yang pahit dikombinasikan dengan tanaman obat lainnya dapat digunakan untuk mendegenerasi lemak dan menjaga stamina. Selain itu, akar rimpangnya dianggap sebagai pendingin dan sabun pembersih yang berguna untuk mengatasi penyakit kulit, luka tergores ringan, dan juga sebagai obat cacing. Sementara itu, patinya juga dapat dibuat menjadi bubur. Saat ini, temu giring banyak digunakan di salon-salon kecantikan modern. Manfaat temu giring lainnya yaitu sebagai penghilang bau badan, mengurangi kegemukan, gelisah atau

(33)

cemas, jantung berdebar-debar, disentri, sembelit, dan sebagai lulur pengantin (Agoes, 2010).

2.4 Locomotion dan Immobility Pada Mencit

Perilaku lokomotor mencakup semua tindakan di mana seekor hewan bergerak dari satu tempat ke tempat lain seperti tindakan memulai gerakan (sering disebut sebagai pemanasan), perilaku berputar, perilaku eksplorasi dan berbagai pola gerakan di arena kering, air atau arena vertikal (Whishaw et al., 2006).

Tabel 2.1 Locomotion Bentuk

locomotion

Locomotion Turning

dan Climbing

Komponen gerakan dapat dilihat dengan menempatkan hewan di dalam kandang, lorong, terowongan, air, dan sebagainya.

Walking dan Swimming

Hewan pengerat memiliki pola berjalan dan berenang yang khas.

Mencit berjalan dengan menggerakkan anggota badan dalam bidang diagonal dengan kaki depan memimpin bagian belakang. Mereka berenang menggunakan kaki belakang dengan kaki depan berpaut di bawah dagu untuk membantu dalam pengendalian kepala tetap diatas air.

Kegiatan Eksplorasi

Ketika mencit dimasukkan kedalam suatu arena terbuka, maka mencit akan memperlakukan tempat di mana ia pertama kali ditempatkan sebagai “pangkalan rumah”. Tempat tersebut berfungsi sebagai pusat eksplorasi, turning, rearing dan grooming. Selanjutnya mencit akan memeriksa daerah disekitar pangkalannya dan mulai menjelajahi arena dengan menjauhi pangkalannya, biasanya di sepanjang tepi dinding kandang. Eksplorasi akan dilanjutkan dengan kunjungan keluar dengan singkat dan lambat diikuti dengan kembali ke pangkalan dengan lebih cepat.

(Whishaw et al., 2006).

Keadaan imobilitas pada mencit melibatkan postur. Dimana postur adalah tujuan dari sejumlah besar refleks lokal dan seluruh tubuh. Dengan demikian, imobilitas harus dilihat sebagai perilaku dengan refleks gabungan yang kompleks.

Bahkan hewan yang katatonik dan tampak benar-benar tidak responsif dapat bergerak cepat untuk mendapatkan kembali dukungan postur jika ditempatkan

(34)

suatu kondisi keseimbangan yang tidak stabil. Postural dan meluruskan refleks dimediasi oleh sistem visual, sistem vestibular, indera tubuh permukaan, dan indera proprioseptif. Meskipun tanggapan yang dimediasi oleh masing-masing sistem gabungan sering independen (Whishaw et al., 2006).

Tabel 2.2 Postur dan Imobilitas Postur dan

imobilitas

Keterangan Imobilitas dan

Gerakan dengan Postur

Hewan biasanya memiliki dukungan postur ketika mereka bergerak dan mereka mempertahankan postur ketika mereka berdiri diam dan tetap diam saat pemeliharaan (rearing). Postur dan gerakan dapat dipisahkan: dalam keadaan katalepsi, dukungan postural dipertahankan sementara gerakan hilang.

Imobilitas dan Gerakan tanpa Postur

Seekor hewan memiliki postur hanya dengan gerakan anggota badan. Ketika anggota badan diam, hewan itu tidak sadar, tidak mampu mempertahankan postur saat diam. Ketika diam, hewan itu tetap waspada tetapi tidak memiliki postur, suatu kondisi yang disebut katapleksi.

Gerakan dan Imobilitas Bagian Tubuh

Mobilitas dan imobilitas bagian-bagian tubuh dapat diperiksa dengan menempatkan anggota tubuh dalam posisi yang canggung atau menempatkannya pada benda seperti penyumbat botol dan menentukan berapa lama waktu yang diperlukan seekor hewan untuk memindahkannya.

Menahan Imobilitas yang diinduksi

Imobilitas yang disebabkan oleh pengekangan, juga disebut imobilitas tonik atau hipnosis, diinduksi dengan menempatkan hewan pada posisi yang canggung, misalnya di punggungnya.

Waktu yang tersisa dalam posisi seperti itu biasanya diukur.

Hewan akan mempertahankan posisi canggung sambil mempertahankan nada tubuh atau ketika nada tubuh tidak ada.

Selama imobilitas tonik, hewan biasanya terjaga.

Meluruskan Respon

Reaksi pendukung, perbaikan, penempatan, melompat digunakan untuk mempertahankan postur quadrupedal. Ketika ditempatkan di samping atau belakang atau jatuh dalam posisi terlentang atau tengkurap, penyesuaian dilakukan untuk mendapatkan kembali posisi quadrupedal. Respons yang benar dimediasi oleh refleks sentuhan, proprioseptif, vestibular, dan visual.

Pengaruh Lingkungan pada

Imobilitas

Tidak memberi makan mempotensiasi imobilitas. Pemanasan menyebabkan postur kehilangan panas, misalnya terkapar, dan dengan demikian mempotensiasi imobilitas tanpa pola.

Pendinginan menginduksi postur penguatan panas dengan menggigil dan karenanya mempotensiasi imobilitas dengan tonus otot.

(Whishaw et al., 2006).

(35)

2.5 Forced Swimming Test

Forced swimming test sering digunakan untuk menentukan apakah suatu senyawa dapat menunjukkan aktivitas antidepresan. Mencit ditempatkan ke dalam wadah yang berisi air dalam waktu yang lama, sehingga mencit menampilkan serangkaian perilaku yang biasanya menjadi tidak bergerak dalam beberapa menit saat pengujian. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan oleh paparan stres sebelumnya. Pengobatan dengan antidepresan menghasilkan durasi imobilitas yang lebih pendek. Forced swimming test pada mencit peka terhadap berbagai antidepresan, termasuk sebagian besar trisiklik, monoamine oksidase inhibitor dan antidepresan atipikal, tetapi bervariasi dalam menanggapi SSRI (Page et al., 1999).

2.6 Open Field Test

Open field test adalah suatu pengukuran yang umum terhadap eksplorasi perilaku dan aktivitas pada mencit, di mana kualitas dan kuantitas aktivitas mencit dapat diukur. Selain jarak total dari perpindahan, kualitas pergerakan juga dianalisis, termasuk waktu yang dihabiskan di sepanjang dinding (thigmotaxis) dibandingkan dengan waktu di pusat, jarak bergerak yang berbeda, dan rearing (pemeliharaan). Selain itu, open field test juga digunakan sebagai sarana untuk menilai tingkat aktivitas umum sebagai eksperimen kontrol untuk menguji perilaku lain yang melibatkan aktivitas hewan pengerat. Open field test juga biasanya digunakan untuk menilai efek sedatif, toksik, atau senyawa stimulan.

Dengan demikian, tes ini memiliki sejumlah kegunaan dan termasuk dalam analisis menyeluruh tentang perilaku hewan pengerat. Pada dasarnya, open field test adalah arena berpagar, umumnya berbentuk persegi, persegi panjang, atau

(36)

bundar dengan dinding di sekelilingnya untuk mencegah mencit melarikan diri dengan ukuran bervariasi dari 25 cm2 hingga lebih dari 250 cm2. Secara tradisional berdurasi antara 2 dan 10 menit (Gould et al., 2009).

2.7 Tail Suspension Test

Tail suspension test adalah paradigma perilaku umum yang digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat-obatan antidepresan. Dalam tes ini mencit digantung di ekornya. Setiap mencit digantung selama 6 menit. Selama perlakuan, dilakukan perekaman perilaku mencit ketika mencit menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Tail suspension test dirancang sebagai pilihan alternatif untuk forced swimming test, namun aturan kedua model tetap sama. Mencit yang digantung diekornya, secara intrinsik berusaha untuk menjauh dari keadaan yang tidak menyenangkan ini. Namun, sebagai hasil dari usaha yang gagal untuk melarikan diri, mencit-mencit tersebut mengalami keputusasaan dan menjadi tidak dapat bergerak. Tingkat imobilitas diduga terkait dengan kondisi seperti depresi pada mencit dan berkurang secara signifikan oleh treatment antidepresan (Aslam, 2016).

2.8 Chronic Mild Stres

Model hewan dalam keadaan kejiwaan adalah prosedur yang diterapkan pada hewan laboratorium yang menimbulkan perubahan perilaku yang dimaksudkan agar sama dengan aspek ganguan kejiwaan, sehingga dapat digunakan sebagai alat eksperimental untuk memahami psikopatologi manusia.

Model chronic mild stres (CMS) dari depresi sering dianggap sebagai contoh prototype. Dalam model ini, hewan diberikan paparan stres secara kronis dengan pemberian stres fisik yang tak terduga secara konstan, yang mengakibatkan

(37)

perkembangan sejumlah besar perubahan perilaku, perubahan berat badan, gangguan pola tidur, penurunan aktivitas lokomotor, dan keadaan anhedonia. Asal mula model CMS adalah serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Katz dan rekannya, yang diterbitkan pada awal 1980-an, di mana tikus diberikan paparan stres secara terus-menerus. Stresor yang digunakan seperti guncangan kaki yang intens, perendaman pada air dingin, kekurangan makanan dan air yang berkepanjangan (48 jam), siklus gelap terang di kandang hewan, lingkungan yang berisik, sekam basah, kondisi kandang berubah tak terduga dan sebagainya (Willner, 2016).

Sistem responsif utama stres adalah aksis hypothalamus-pituitary-adrenal (aksis HPA). Paparan stres yang secara terus-menerus akan mengaktifkan amigdala. Aktivasi amigdala ini dapat merangsang sumbu hipotalamus-pituitary- adrenal (HPA). Aktivasi amigdala oleh chronic mild stres (CMS) menyebabkan penurunan aktivasi sel dopamin mesolimbik di area ventral tegmental (VTA).

Sistem dopamin berkaitan dengan efek anhedonia yang diinduksi CMS. CMS juga dapat meningkatkan kadar kortisol plasma yang dapat menimbulkan efek yang merugikan pada otak. Selain itu CMS juga dapat menyebabkan penurunan ekspresi hipokampus dari faktor transkripsi inti CREB, yang menyebabkan penurunan ekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). Sehingga diinduksi depresi dengan metode CMS dapat merubah perilaku hewan (Willner, 2016).

2.9 Hewan Depresi

Suatu rangsangan atau stresor akan mengaktifkan aksis HPA, yang dicerminkan oleh pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH) dan

(38)

vasopressin oleh nukleus paraventricular dari hipotalamus, kemudian akan merangsang produksi dari adrenocorticotropic hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitary anterior. ACTH ini akan merangsang sintesis dari glukokortikoid di kelenjar korteks adrenal. Pengaturan aksis HPA yang seimbang sangat penting untuk ketahanan hidup sel dan kesehatan. Ini dilakukan melalui mekanisme feedback dari glukokortikoid, baik pada kelenjar pituitari maupun pada beberapa tempat di otak termasuk pada hipokampus. Sebaliknya semua masukan dari amigdala akan mengaktifkan aksis HPA. Stresor dapat mengakibatkan perubahan molekular dan selular di dalam otak. Hal ini terjadi terutama melalui 2 reseptor, yaitu reseptor mineralcorticoid (MR) dan glucocorticoid (GR). Pada stres kronis maka yang berperan adalah glucocorticoid (GR) (Yudiarto, 2011).

Gambar 2.3. HPA aksis dan respon stres (Yudiarto, 2011).

Pada saat depresi, terjadi peningkatan kadar kortisol dan perubahan neurotransmitter di otak yaitu norepinefrin, dopamin, khususnya serotonin.

Penurunan kadar serotonin memiliki peran lebih besar dalam terjadinya depresi.

Tanda awal depresi yaitu terjadinya peningkatan kadar kortisol yang disebabkan oleh disregulasi aksis hipotalamus-pituitary-adrenal (HPA) yang dipicu oleh stres kronis berulang. Peningkatan kortisol dalam darah dikenal sebagai

(39)

hiperkortisolisme dan akan menyebabkan reseptor glukokortikoid kronis yang memiliki efek metabolik, katabolik, imunosupresif dan antiinflamasi yang sangat kompleks baik di jaringan, organ maupun di tingkat sel dan jika kondisi ini dibiarkan dalam jaringan otak maka akan menyebabkan kerusakan hipokampus yang akhirnya mengganggu kestabilan neurotransmitter (Sentari, M., dkk, 2019).

Pada saat stres, akan terjadi pelepasan sitokin. Sitokin dapat mempengaruhi jalur monoaminergik, disfungsi HPA, dan berbagai gangguan neuropeptida dan neurogenesis. Sitokin seperti IL-1β, IL-18, dan TNF akan menurunkan kadar monoamine yaitu serotonin (5-HT), dopamin (DA), dan noradrenalin (NE) dengan meningkatkan fungsi presinaptik pompa reuptake (transporter) untuk serotonin (5- HT), dopamin (DA), dan noradrenalin (NE) dengan aktivasi jalur mitogen- activated protein kinase (MAPK), dan penurunan sintesis monoamin dengan cara penurunan aktivitas tetrahydrobiopterin (BH4). Aktivasi IL1β dan IL-18 memiliki efek inhibitor pada pembentukan brain derived neurotrophic factor (BDNF) sehingga terjadi penurunan kadar BDNF. Hal tersebut dapat menimbulkan gejala depresi (Febyan dkk, 2019).

Kortisol dengan kadar normal berfungsi dalam metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Namun kortisol dalam kadar yang tinggi bekerja sebagai katabolisator yang menyebabkan peningkatan gula darah dengan cara menstimulasi glukoneogenesis. Stres yang berkelanjutan dapat meningkatkan kadar kortisol yang diiringi oleh peningkatan glukosa di sirlukasi. Di lain pihak kortisol juga mempengaruhi fungsi insulin terkait hal sensitivitas, produksi dan reseptor, sehingga glukosa darah tidak bisa diseimbangkan (Purba, 2011).

(40)

Gangguan sekresi pada lambung dapat terjadi karena gangguan jalur endokrin melalui aksis hypothalamus-pituitary-adrenal (HPA) yang menyebabkan peningkatan kortisol. Peningkatan kortisol ini akan merangsang produksi asam lambung dan dapat menghambat prostaglandin E yang merupakan penghambat enzim adenil siklase pada sel parietal yang bersifat protektif terhadap mukosa lambung (Murni, 2020). Penurunan sintesa prostaglandin menyebabkan penurunan sekresi mukus dan bikarbonat sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung. Tidak hanya itu, prostaglandin juga memiliki efek vasodilatasi. Ketika prostaglandin dihambat maka dapat menurunkan sirkulasi darah ke mukosa lambung sehingga dapat terjadi iskemia jaringan yang menyebabkan mukosa lambung menjadi erosi (Kumar dkk, 2005). Dengan demikian, dengan meningkatnya kortisol dapat terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif (peningkatan asam lambung) dan faktor defensif (penurunan prostaglandin). Jika hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung (Murni, 2020).

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang aktivitas antidepresan ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana terhadap mencit yang mengalami depresi. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yaitu suatu percobaan yang dilakukan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu. Metode penelitian ini meliputi pengumpulan dan pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak, skrining fitokimia ekstrak, karakterisasi ekstrak dan pengujian aktivitas antidepresan ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah aktivitas lokomotor mencit serta immobility time mencit yaitu jumlah waktu tidak bergerak (badan, kaki, tangan dalam keadaan diam).

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2020- Desember 2020.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, aluminium foil, blender, box, cawan penguap, kamera digital, kandang mencit, kertas perkamen, kertas saring, kotak kaca, lemari pengering, mortar dan stamfer, neraca analitik (Mettler Toledo), neraca hewan (Presica

(42)

Jeniweigher GW-1500), penangas air, pipet kapiler, rotary evaporator, sonde oral, spuit 1 ml (terumo), stopwatch, dan tiang penggantung.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan yaitu ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana, etanol 96%, Natrium-Carboxymethyle Cellulose (CMC-Na), sertralin (PT.

Guardian Pharmatama), mencit jantan.

3.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa semua rimpang Curcuma heyneana mempunyai kandungan senyawa yang sama. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang Curcuma heyneana yang diperoleh di Kota Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang dipanen bulan Mei 2020.

3.4 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3.5 Pengolahan Sampel

Rimpang Curcuma heyneana dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan pengotor, kemudian ditiriskan dan ditimbang untuk memperoleh berat basah. Selanjutnya dipotong – potong dan dikeringkan di lemari pengering dengan suhu 40oC hingga kering dan rapuh, Kemudian simplisia dihaluskan dengan menggunakan blender dan ditimbang, selanjutnya disimpan di dalam wadah tertutup. Diperoleh 1109 gram serbuk simplisia (Depkes RI, 1985).

(43)

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Rimpang Curcuma heyneana.

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan organoleptik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam. Pemeriksaan karakteristik ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 2017).

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, dan permukaan simplisia rimpang Curcuma heyneana. Pemeriksaan organoleptik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, rasa, dan bau dari simplisia rimpang Curcuma heyneana.

3.6.2 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan menggunakan metode Azeotropi (destilasi toluen). Dimasukkan bahan ke dalam labu alas bulat yaitu 200 mL toluena dan 2 mL air suling, dan didestilasi selama 2 jam, kemudian toluen dibiarkan hingga dingin selama ± 30 menit kemudian dibaca volume air awal.

Dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang secara seksama ke dalam labu yang berisikan toluene tersebut. Dipanaskan hati-hati selama 15 menit.

Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

(44)

dingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air. Selisih kedua volume air dibaca dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 2017).

3.6.3 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Dilakukan maserasi 5 g serbuk simplisia selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform (2,5 ml kloroform dan air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105˚C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2017).

3.6.4 Penatapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Dilakukan maserasi 5 g serbuk simplisia selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat di uapkan hingga kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105˚C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 persen dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2017).

3.6.5 Penetapan Kadar Abu Total

Dimasukkan 2 g sampel dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselin bersama isinya dipijar perlahan-lahan sampai

Gambar

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Ekstrak etanol rimpang Curcuma heyneana  (EERC)  EERC dosis 50 mg/kg BB  EERC dosis 100 mg/kg BB  EERC dosis 200 mg/kg BB Efek antidepresan  Immobility time (detik) Mencit jantan  Induksi depresi selama 14 hari
Gambar 2.1 Tumbuhan temu giring  2.3.4 Kandungan Tanaman
Tabel 2.1 Locomotion Bentuk  locomotion  Locomotion  Turning  dan  Climbing
Tabel 2.2 Postur dan Imobilitas  Postur dan  imobilitas  Keterangan  Imobilitas  dan  Gerakan  dengan Postur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang tak henti-hentinya telah melimpahkan rahmat, karunia, dan atas ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, serta karunia-Nya, karena atas RidhoNya Penulis telah menyelesaikan skripsi yang

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, serta karunia-Nya, karena atas RidhoNya Penulis telah menyelesaikan skripsi yang

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia serta ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Pengaruh Asuhan

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk melengkapi

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pembuatan