Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
ANALISIS FAKTOR MAKRO EKONOMI DAN FAKTOR KINERJA
KEUANGAN SEBAGAI PEMBENTUK MODEL PREDIKSI
KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN (STUDI PADA PERUSAHAAN
TERCATAT DI BEI PADA PAPAN PENGEMBANG DENGAN SEKTOR
PERDAGANGAN, JASA DAN INVESTASI) PERIODE 2009-2012
M.Sienly Veronica
Manajemen, Universitas Kristen Maranatha
Email: lee_pingping@yahoo.com
Abstract
Nowadays the company with small and medium capitalization is experiencing growth particularly in trade and services sector, beside that the small and medium capitalization companies are more resilient in an economic crisis than the companies with big capitalization, where it can be seen that in the financial crisis many big capitalization companies went bankrupt than the small and medium capitalization companies. Thus, in
order to avoid bankruptcy, the company with small and medium capitalizationneed to know
the macroeconomic factors and financial performance factors that impact the company bankruptcy. To perform this study, the researcher took sample using a sampling technique that is non-probabilistic sampling especially purposive sampling to obtain a sample of 54 companies listed on the Indonesia Stock Exchange in board development especial at trade, services and investment sector with the study period of 2009 – 2012. Data used in this study are financial ratios to measure financial performance and inflation, interest rates, exchange rates and the amount of GDP to measure the macroeconomic factors. Data analysis method used is logistic regression with a significant level α of 5%. The result by testing the hypothesis is the only financial performance factors that measure by financial ratios such as current ratio (CR), quick ratio (QR), total asset turnover (TATO), inventory turnover and receivables turnover to give effect to the company bankruptcy with the bankruptcy prediction models is: Log Y = -1.443 + 2,674CR - 2,480QR + 0,961Inventory Turnover - 1,352TATO - 0,590Receivable Turnover and the accuracy of predictions by the model is 85.6%. Based on the result it can be concluded that the small and medium capitalization company in trade, services and investment sector needs to pay more attention at financial performance, especially the current ratio (CR), quick ratio (QR), total asset turnover (TATO), inventory turnover and receivables turnover to avoid bankruptcy.
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
I. PENDAHULUAN
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1997 telah membuat banyak
perusahaan berskala besar baik yang
bergerak dalam bidang manufaktur maupun
bidang jasa mengalami gagal bayar (financial
distress) bahkan sampai mengalami
kebangkrutan usaha, tetapi usaha mikro, kecil
dan menengah dapat bertahan dan menjadi
pemulih perekonomian ditengah
keterpurukan akibat krisis moneter pada
berbagai sektor ekonomi (Utama,2013).
Menurut Inayanti et al (2012) dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia, usaha
kecil menengah (UKM) selalu dianggap
sebagai sektor yang memiliki peranan
penting karena sebagian besar penduduk
hidup dari sektor usaha kecil baik tradisional
maupun modern.
Hal tersebut ditunjukkan oleh BPS dalam
websitenya bahwa usaha kecil menengah
dapat meningkatkan indikator makro
ekonomi seperti pada tahun 2003 kinerja
UKM mengalami peningkatan di bandingkan
pada tahun 2000, peningkatan ini
memberikan sumbangan kepada peningkatan
Produk Domestik Bruto (PDB), selain itu
sumbangan lain yang diberikan oleh UKM
adalah peningkatan jumlah penyerapan
tenaga kerja yang disebabkan karena jumlah
unit usaha UKM yang mengalami
peningkatan.
Oleh karena itu usaha kecil menengah
(UKM) perlu diberikan perhatian dalam
pengembangannya dengan salah satu caranya
adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja
perusahaan UKM agar usaha kecil menengah
(UKM) dapat terus berkembang sehingga
dapat memperkuat pembangunan ekonomi
Indonesia.
Agar usaha kecil menengah (UKM) dapat
terus bertahan maka perlu dilakukan analisis
laporan keuangan untuk mengevaluasi
kinerja keuangan usaha kecil menengah
(UKM) dan menghindarkan usaha kecil
menengah (UKM) mengalami kebangkrutan
usaha.
Salah satu ukuran dalam melakukan analisis
laporan keuangan adalah menggunakan
rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan yang
diperoleh dari laporan keuangan sangat
berguna untuk memprediksikan
kebangkrutan perusahaan pada kondisi
perekonomian yang stabil (Sandin &
Porporato, 2007 dalam Veronica, 2014).
Disamping melakukan analisis laporan
keuangan dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan, faktor lain yang perlu diperhatikan
agar usaha kecil menengah (UKM) dapat
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
faktor makro ekonomi karena faktor makro
ekonomi merupakan faktor penting dalam
memprediksikan kebangkrutan usaha (Lee et
al, 2007). Faktor makro ekonomi seperti
tingkat suku bunga, tingkat inflasi, produk
domestik bruto (PDB) dan nilai tukar Rupiah
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup
perusahaan sehingga variabel tersebut
banyak digunakan untuk memprediksikan
kebangkrutan perusahaan (Veronica, 2014).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis
tertarik untuk melalukan analisis faktor
makro ekonomi dan faktor kinerja keuangan
sebagai pembentuk model prediksi
kebangkrutan perusahaan dengan tujuan
untuk mengetahui faktor makro ekonomi dan
faktor kinerja keuangan yang memberikan
pengaruh terhadap kebangkrutan perusahaan
terutama untuk usaha kecil menengah
(UKM) yang diwakili oleh
perusahaan-perusahaan yang listing di BEI pada papan
pengembang dengan sektor perdagangan,
jasa dan investasi. Perusahaan-perusahaan
yang listing di BEI pada papan pengembang
dengan sektor perdagangan, jasa dan
investasi dipilih untuk mewakili usaha kecil
menengah (UKM) karena memiliki kriteria
yang sama yaitu pada kekayaan bersih
perusahaan dimana pada usaha kecil
menengah (UKM) kekayaan bersih yang
dimiliki adalah antara lima ratus juta sampai
paling banyak sepuluh milyar Rupiah dan
agar perusahaan dapat tercatat pada papan
pengembang maka perusahaan harus
memiliki kekayaan bersih minimal lima
milyar Rupiah, selain itu usaha kecil
menengah banyak bergerak pada bidang
perdagangan dan jasa.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Usaha Kecil Menengah
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 maka definisi usaha kecil dan
menengah adalah: (depkop.go.id)
a. Usaha kecil: usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh
orang perorang atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai
atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau
usaha besar yang memenuhi kriteria usaha
kecil sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
b. Usaha menengah: usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorang atau badan
usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan
usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
Berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan,
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 pasal 6 adalah: (depkop.go.id)
Kriteria usaha kecil adalah memiliki
kekayaan bersih lebih dari lima puluh juta
Rupiah sampai dengan paling banyak lima
ratus juta Rupiah tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha dan memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari tiga ratus juta
sampai paling banyak dua setengah milyar
Rupiah.
Kriteria usaha menengah adalah memiliki
kekayaan bersih lebih dari lima ratus juta
Rupiah sampai dengan paling banyak
sepuluh milyar Rupiah tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha dan memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari dua
setengah milyar sampai dengan paling
banyak lima puluh milyar Rupiah.
2.2 Kebangkrutan Usaha
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai
kegagalan perusahaan dalam menjalankan
operasi perusahaan untuk menghasilkan laba
(Almilia & Herdiningtyas,2005).
Kebangkrutan sebagai kegagalan
didefinisikan dalam dua arti yaitu: (Adnan &
Kurniasih,2000)
1. Kegagalan Ekonomi
Kegagalan dalam ekonomi adalah
perusahaan kehilangan uang atau pendapatan
perusahaan tidak menutup biayanya sendiri,
sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat
labanya lebih kecil daripada biaya modal
atau dengan kata lain nilai sekarang dari arus
kas perusahaan lebih kecil dari
kewajibannya.
2. Kegagalan Keuangan
Kegagalan keuangan dapat diartikan sebagai
insolvensi dari sudut pandang arus kas.
Insolvensi berdasarkan arus kas dapat dibagi
dalam dua bentuk yaitu insolvensi teknis dan
insolevensi dalam pengertian kebangkrutan.
Insolvensi teknik adalah perusahaan
dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo
walaupun total aktiva melebihi total hutang
atau terjadi insolvensi teknis bila perusahaan
gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi
dalam ketentuan hutangnya. Insolvensi teknis
ini juga dapat terjadi bila arus kas tidak
cukup untuk memenuhi pembayaran
kembalian pokok pada tanggal tertentu.
Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
adalah kebangkrutan didefinisikan dalam
ukuran sebagai kekayaan bersih negatif
dalam neraca konvensional atau nilai
sekarang atau arus kas yang diharapkan lebih
kecil dari kewajibannya.
2.3 Faktor Makro Ekonomi dan
Kebangkrutan Usaha
Faktor makro ekonomi terdiri dari inflasi,
tingkat suku bunga, nilai tukar, dan produk
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
a. Infasi
Adanya peningkatan harga-harga barang dan
jasa disebabkan karena adanya kenaikan dari
biaya produksi, kegagalan panen, atau
terjadinya bencana alam yang dapat
menyebabkan harga-harga produk menjadi
meningkat.
Inflasi yang tinggi juga dapat berimbas
kepada perusahaan terutama perusahaan yang
menghasilkan produk karena dengan
meningkatnya harga produk dan tidak
didukung oleh daya beli masyarakat maka
produk yang dihasilkan akan menumpuk di
gudang, sehingga dapat menyebabkan
perusahaan mengalami kerugian.
Adanya hubungan antara tingkat inflasi
dengan kebangkrutan usaha ditunjukkan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Lee et
al (2007), Tirapat & Nittayagasetwat (1999),
dan Liou & Smith (2006) menyatakan bahwa
inflasi merupakan faktor penting dalam
memprediksikan kebangkrutan dan
memberikan pengaruh terhadap
kemungkinan perusahaan mengalami
kesulitan keuangan.
b. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga merupakan angka yang
dikeluarkan oleh bank untuk memberikan
kompensasi kepada pihak yang memiliki
kelebihan dana dan untuk memperoleh
pendapatan bagi bank dari pihak yang
berhutang kepada bank.
Tingkat suku bunga yang tinggi dapat
menyebabkan pengeluaran biaya bunga yang
merupakan biaya perusahaan yang besar.
Apabila besarnya biaya tidak sebanding
dengan pendapatan yang diterima oleh
perusahaan maka perusahaan akan
mengalami kerugian, kondisi yang demikian
lama kelamaan akan menyebabkan
perusahaan mengalami kebangkrutan usaha,
hal tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Shepard & Collins (1982)
yang menyatakan bahwa tingkat bunga
merupakan indikator yang penting dalam
pembentukan model kebangkrutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Firdhausyah
(2010) menyimpulkan bahwa tingkat suku
bunga merupakan variabel makro yang
dominan terhadap antisipasi risiko
kebangkrutan dan didukung juga oleh
penelitian yang dilakukan oleh Salman et al
(2009) yang menyatakan bahwa tingkat
bunga pinjaman yang tinggi menyebabkan
kebangkrutan
c. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar Rupiah merupakan harga Rupiah
terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar
Rupiah dapat mengalami pergerakan
peningkatan dalam arti nilai tukar Rupiah
mengalami penguatan terhadap mata uang
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
perusahaan yang menggunakan mata uang
asing dalam pembiayaan modal usaha dan
pembayaran biaya produksi karena bahan
baku yang diimpor dari luar negri akan
mengalami keuntungan karena membeli mata
uang asing dengan harga murah dan sedikit
mengeluarkan rupiah untuk dapat membayar
biaya bahan baku dan biaya modal usaha.
Bila nilai tukar Rupiah mengalami
pergerakan penurunan dalam arti nilai tukar
Rupiah mengalami pelemahan terhadap mata
uang asing, maka biaya produksi akan
mengalami peningkatan bila bahan baku
diimpor dari luar negri sehingga dapat
meningkatkan harga produk. Harga produk
yang naik bila tidak diimbangi dengan
pendapatan dari penjualan maka dapat
menyebabkan perusahaan mengalami
kerugian dan apabila tidak ditangani dengan
cepat maka perusahaan akan mengalami
kesulitan keuangan dan lama kelamaan akan
mengalami kebangkrutan usaha. Hal tersebut
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Saragih (2010) yang menyimpulkan bahwa
variabel nilai tukar mempunyai hubungan
yang positif dan signifikan terhadap risiko
kebangkrutan usaha. Dengan demikian maka
dapat dikatakan bahwa nilai tukar Rupiah
dapat memberikan pengaruh kepada
munculnya kebangkrutan usaha suatu
perusahaan.
d. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk domestik bruto adalah merupakan
indikator ekonomi yang memberikan
informasi mengenai jumlah agregate barang
dan jasa yang telah diproduksi oleh ekonomi
nasional untuk suatu periode tertentu
(Harianto & Sudomo, 2001). PDB yang
meningkat menandakan bahwa jumlah
agregate barang dan jasa yang telah
diproduksi mengalami peningkatan karena
adanya permintaan yang meningkat sehingga
dapat dikatakan daya beli masyarakat
mengalami peningkatan. Dengan daya beli
masyarakat yang mengalami peningkatan
maka pendapatan perusahaan akan
mengalami kenaikan dan kondisi perusahaan
jauh dari kebangkrutan usaha sehingga dapat
disimpulkan bahwa dengan PDB yang
meningkat maka kelangsungan hidup
perusahaan akan semakin baik. PDB
memberikan pengaruh terhadap pembentukan
model prediksi kebangkrutan usaha dimana
hal tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Liou & Smith (2006) yang
menyatakan bahwa PDB memberikan
kontribusi pada pembentukan model
kebangkrutan perusahaan Berdasarkan uraian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa
variabel makro ekonomi yang tediri dari
tingkat inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar
Rupiah, dan produk domestik bruto (PDB)
dapat memberikan pengaruh terhadap
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nam et al (2008) yang menyimpulkan bahwa
faktor makro ekonomi mempunyai peranan
dalam pembentukan model prediksi
kebangkrutan usaha dan untuk
memprediksikan kebangkrutan usaha
sebaiknya menyertakan variabel-variabel
makro ekonomi. Dengan demikian hipotesis
penelitian yang muncul berdasarkan uraian
diatas adalah:
H1: Faktor makro ekonomi berpengaruh
terhadap kebangkrutan perusahaan.
2.4 Faktor Kinerja Keuangan dan
Kebangkrutan Usaha
Rasio-rasio keuangan terdiri dari rasio
likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas,
rasio profitabilitas, dan rasio pasar sering
digunakan oleh perusahaan maupun analis
keuangan untuk melihat kinerja perusahaan
dan juga dalam melihat kesehatan perusahaan
yang dapat menimbulkan probabilitas
kebangkrutan perusahaan.
a. Rasio Likuiditas
Rasio ini digunakan untuk melihat
kemampuan perusahaan dalam menggunakan
aktiva lancar untuk menutupi hutang lancar
yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin
besar rasio likuiditas yang dimiliki oleh
perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki aktiva lancar yang Penelitian yang
dilakukan oleh Glezakos et al (2010)
memberikan kesimpulan bahwa rasio
likuiditas merupakan rasio yang baik untuk
digunakan dalam model prediksi
kebangkrutan usaha. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa rasio likuiditas dapat
memberikan pengaruh terhadap pembentukan
model kebangkrutan usaha.
b. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana
aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang.
Pembiayaan aktiva dengan hutang dapat
memberikan pengaruh terhadap struktur
modal perusahaan karena pembiayaan
dengan hutang yang terlalu besar
menyebabkan struktur modal yang
merupakan campuran antara penggunaan
modal sendiri dan hutang dalam membiayai
belanja aktiva menjadi tidak optimal, bahkan
dengan adanya peningkatan jumlah hutang
yang terus menerus walaupun dapat
mengurangi pembayaran pajak tetapi dapat
menyebabkan perusahaan akan mengalami
kesulitan keuangan bahkan kebangkrutan
usaha. Hal tersebut didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Mensha (1984) yang
menyatakan dalam penelitian bahwa rasio
solvabilitas merupakan variabel penting
dalam membentuk model prediksi
kebangkrutan usaha. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa rasio solvabilitas
berpengaruh terhadap pembentukan model
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
c. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana
aktiva yang dimiliki baik dalam bentuk
aktiva lancar maupun tetap dapat mendukung
aktivitas perusahaan dalam menciptakan
penjualan. Hubungan antara rasio aktivitas
dengan kemungkinan perusahaan mengalami
kebangkrutan dapat dilihat pada penelitian
yang dilakukan oleh Rodliyah (2004) yang
menyatakan bahwa rasio yang dominan
dalam pembentukan model prediksi
kebangkrutan salah satunya adalah rasio
aktivitas yang diwakili oleh rasio total assets
turnover, hal tersebut juga dapat dilihat
dalam persamaan model prediksi
kebangkrutan Altman bahwa rasio total
assets turnover menjadi salah satu variabel
yang digunakan dalam memprediksi
kebangkrutan usaha.
d. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang
digunakan untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan serta
memberikan ukuran tingkat efektifitas
manajemen suatu perusahaan (Kasmir,
2008). Hubungan antara rasio profitabilitas
dengan kebangkrutan usaha dapat dilihat
pada penelitian yang dilakukan oleh Keasy &
McGuinness (1990) bahwa indikator dari
profitabilitas memberikan hasil yang
signifikan dalam menjelaskan keadaan
bangkrut. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat dikatakan bahwa rasio
profitabilitas memiliki pengaruh terhadap
pembentukan model kebangkrutan usaha.
e. Rasio Pasar
Rasio pasar berhubungan dengan nilai pasar
dari saham perusahaan dimana rasio pasar
memberi petunjuk pada investor seberapa
baik perusahaan mengelolah hasil dan risiko.
Hubungan antara rasio pasar dan
kebangkrutan usaha ditunjukkan oleh
penelitian yang dilakukan Atiya (2001) dan
Mensah (1983) yang menyatakan bahwa
rasio pasar dapat digunakan untuk membantu
pembentukan model prediksi kebangkrutan
usaha.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
diperoleh simpulan bahwa rasio-rasio
keuangan yang diperoleh dari laporan
keuangan dapat memberikan pengaruh
terhadap kebangkrutan usaha, hal tersebut
didukung oleh kesimpulan yang diberikan
oleh Zavgren (1985) yaitu rasio keuangan
merupakan ukuran yang signifikan untuk
digunakan dalam melakukan evaluasi
terhadap risiko kebangkrutan usaha. Dengan
demikian hipotesis penelitiannya adalah:
H2: Rasio-rasio keuangan memberikan
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian pengujian
hipotesis dimana penelitian ini didesain
untuk menguji hipotesis. Penelitian yang
didesain dengan tujuan menguji hipotesis
biasanya digunakan untuk mengetahui
hubungan antar variabel, baik hubungan yang
bersifat korelasional maupun kausal
(Suliyanto, 2009).
3.2 Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dibagi dua yaitu variabel
independen dan variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah faktor
makro ekonomi yang diukur melalui inflasi,
tingkat suku bunga, PDB, nilai tukar Rupiah
dan faktor kinerja keuangan yang diukur oleh
rasio-rasio keuangan yaitu rasio likuiditas,
rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio
profitabilitas, rasio pasar. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah kondisi
perusahaan yang dibagi dua yaitu bangkrut
yang diberi kode 1 dan tidak bangkrut yang
diberi kode 0.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik
Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan yang listing di BEI. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang listing di BEI pada papan
pengembang dengan sektor perdagangan,
jasa dan investasi periode 2009 – 2012
sehingga jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 54 perusahaan.
Dalam penelitian ini, sampel penelitian
dibagi menjadi dua yaitu sampel analisis dan
sampel validasi dengan perbandingan 60%
untuk sampel analisis dan 40% untuk sampel
validasi, sehingga sampel analisis yang
digunakan berjumlah 33 perusahaan dan
sampel validasi yang digunakan berjumlah
21 perusahaan. Perusahaan yang dijadikan
sampel dibagi dua kondisi yaitu bangkrut dan
tidak bangkrut dengan asumsi untuk
perusahaan bangkrut adalah interest
coverage ratio (operating profit/interest
expense) kurang dari 1 (Hanafi & Purwanto,
2013) sehingga sampel yang digunakan dapat
dilihat pada tabel 1 yang ada di lampiran.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah non-probability
sampling dengan teknik purposive sampling
artinya mengambil sampel berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu (Suliyanto, 2009).
Kriteria yang digunakan adalah:
a. Perusahaan yang digunakan merupakan
perusahaan yang listing di BEI pada papan
pengembang dengan sektor perdagangan,
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
b. Perusahaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan yang
mengeluarkan laporan keuangan secara
konsisten dari tahun 2009 – 2012.
3.4 Data, Jenis Data dan Teknik Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data laporan keuangan perusahaan dan
data faktor makro ekonomi dengan periode
pengamatan dari tahun 2009 – 2012. Jenis
data yang digunakan adalah data sekunder.
Teknik analisis data yang digunakan untuk
melakukan pengujian hipotesis adalah regresi
logistik. Regresi logistik adalah model
regresi yang digunakan untuk menganalisis
variabel dependen dengan kemungkinan
diantara nol (0) dan satu (1) (Winarno, 2007)
dan bersifat kategori (Kleinbaum, 2008).
Model regresi logistik dengan data individual menggunakan persamaan: (Winarno, 2007)
-
Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi:
-dengan Zi= β1+β2Xi maka model yang digunakan dalam analisis logistik regresi adalah:
-
dimana:
P: Probabilitas perusahaan tidak bangkrut
Li: Logit
β0: Konstantan
β1,β2,β3…βk: Koefisien regresi X1, X2,X3,…,Xk :Variabel independen
ei : Error
Interprestasi atau estimasi pada model
logistik regresi menunjukkan besarnya
kemungkinan suatu kejadian yang
ditunjukkan dengan persentase (%)
probabilitas sehingga nilainya antara 0%
hingga 100% (Winarno,2007) dengan nilai
cutt-off yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
Tabel 2 Nilai Cut-Off
Nilai Cut-Off Kondisi Perusahaan
0 - < 0,5 Tidak Bangkrut
0,5 - 1 Bangkrut
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian a. Uji Multikolineritas
Sebelum melakukan pengujian hipotesis
maka dilakukan terlebih dahulu uji
multikolinieritas. Uji multikolinieritas
diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
variabel independen yang memiliki
kemiripan dengan variabel independen lain
dalam satu model (Nugroho, 2005). Menurut
Nugroho (2005) salah satu deteksi
multikolinieritas pada suatu model dapat
dilihat dari nilai Variance Inflation Factor
(VIF) dan nilai Tolerance dimana bila nilai
VIF tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance
tidak kurang dari 0,1 maka dapat dikatakan
variabel penelitian terbebas dari
multikolinieritas. Hasil uji multikolineritas
dapat dilihat pada tabel 3 yang ada pada
lampiran 1.
Variabel penelitian yang terkena
multikolinieritas seharusnya dikeluarkan dari
variabel penelitian dan tidak digunakan akan
tetapi karena variabel yang terkena
multikolineritas tersebut merupakan variabel
yang penting dalam pembentukan model
prediksi kebangkrutan perusahaan maka
variabel yang terkena multikolineritas
tersebut tetap digunakan dalam penelitian ini
hanya saja untuk melakukan pengujian
menggunakan regresi logistik dengan metode
forward selection untuk meminimalkan
pengaruh dari multikolineritas dan
mendapatkan model terbaik (Iriawan &
Astuti, 2006 dalam Veronica, 2014).
b. Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian model digunakan untuk
melihat apakah model logistik regresi yang
digunakan sesuai dengan data yang tersedia
(Ghozali, 2007). Pengujian kesesuaian model
dilakukan dengan prosedur: (Ghozali, 2007)
1. Menentukan hipotesis untuk menilai
kesesuaian model (model fit)
H0: Model yang dihipotesakan fit dengan
data.
H1: Model yang dihipotesakan tidak fit
dengan data.
2. Menggunakan Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit test untuk menentukan
apakah H0 diterima atau ditolak dimana
kriteria penerimanan dan penolakan H0
adalah:
a. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit test ≤ 0,05 maka H0 ditolak artinya ada perbedaan signifikan antara
model dengan nilai observasinya sehingga
Goodness of Fit model tidak baik karena
model tidak dapat memprediksi nilai
observasinya.
b. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
diterima artinya model mampu memprediksi
nilai observasinya atau dapat dikatakan
model dapat diterima karena cocok dengan
data observasinya.
Hasil dari pengujian kesesuaian model dapat
dilihat pada tabel 4 yaitu:
Tabel 4
Uji Kesesuaian Model Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit test
Chi-Square df Sig Hasil
2,135 8 0,977 H0 diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari tabel 4 maka diketahui bahwa
model yang dihipotesakan fit dengan data
observasi karena nilai Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit test sebesar: 2,135 dengan nilai probabilitas signifikansi
masing-masing sebesar 0,977 yang semuanya
jatuh diatas 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa H0 diterima.
c. Uji Hipotesis
Hipotesis penelitian:
H1: Faktor makro ekonomi berpengaruh
terhadap kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis statistik:
H0 : Faktor makro ekonomi tidak
berpengaruh terhadap kebangkrutan usaha
Ha: Faktor makro ekonomi berpengaruh
terhadap kebangkrutan usaha
H2: Rasio-rasio keuangan memberikan
pengaruh terhadap kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis statistik:
H0 : Rasio-rasio keuangan tidak berpengaruh
terhadap kebangkrutan usaha
Ha: Rasio-rasio keuangan berpengaruh
terhadap kebangkrutan usaha
Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada
tabel 5 pada lampiran 2.
Model prediksi kebangkrutan usaha yang
dihasilkan dari pengujian hipotesis tersebut
adalah:
Dari model prediksi kebangkrutan usaha
tersebut tingkat keakuratan prediksi yang
dihasilkan dapat dilihat pada tabel 6 yaitu:
Tabel 6
Tingkat Keakuratan Prediksi Sampel Analisis
Prediksi
TB B %
Observasi TB 85 3 96,6
B 16 28 63,6
Total 85,6
Keterangan:
B = Bangkrut TB = Tidak Bangkrut
Tingkat keakuratan prediksi yang dihasilkan
oleh sampel analisis cukup tinggi sehingga
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
dihasilkan oleh sampel analisis tersebut dapat
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan
usaha untuk sampel validasi dengan hasil
tingkat keakuratan prediksi yang dapat dilihat
pada tabel 7 yaitu:
Tabel 7
Tingkat Keakuratan Prediksi Sampel Validasi
Prediksi
TB B %
Observasi TB B 44 22 12 6 78.57 21.43
Total 59.52
Keterangan:
B = Bangkrut TB = Tidak Bangkrut
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis maka
diketahui bahwa faktor makro ekonomi
dalam penelitian ini tidak memberikan
pengaruh terhadap kebangkrutan perusahaan,
hal ini disebabkan karena karena kesulitan
keuangan dan kebangkrutan terjadi karena
perusahaan yang tidak mampu mengelolah
dan menjaga kestabilan kinerja keuangan
perusahaan yang bermula dari kegagalan
dalam mempromosikan produk yang
dibuatnya yang menyebabkan penjualan
menurun (Brahmana, 2007), selain itu
menurut Sandin & Porporato (2007)
kebangkrutan perusahaan sering merupakan
konsekuensi dari ketidakefisienan perusahaan
dan kesalahan dalam pengambilan keputusan
sehingga dengan kondisi ekonomi dan
keuangan yang sama dua perusahaan dapat
menghadapi situasi yang berbeda dimana
yang satu akan berjalan normal dan yang
lainnya akan menghadapi proses
kebangkrutan karena manajer, kreditur,
shareholder atau kebijakan pemerintah.
Faktor yang memberikan pengaruh terhadap
kebangkrutan usaha dalam penelitian ini
adalah rasio-rasio keuangan yaitu:
a. Rasio likuiditas yang diukur dari current
ratio (CR) dan quick ratio (QR). Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian
dari Glezakos et al (2010) memberikan
kesimpulan bahwa rasio likuiditas
merupakan rasio yang baik untuk digunakan
dalam model prediksi kebangkrutan usaha.
Disamping itu rasio likuiditas memberikan
pengaruh terhadap kebangkrutan usaha
karena rasio likuiditas menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendeknya sehingga
apabila kedua rasio tersebut memiliki nilai
yang kecil dimana kewajiban lancar > Aktiva
lancar maka menandakan perusahaan
tersebut berada dalam masalah likuiditas dan
apabila hal ini tidak dapat dideteksi oleh
perusahaan akan menimbulkan masalah
gagal bayar dan mungkin dapat
membangkrutkan usaha perusahaan tersebut.
b. Rasio aktivitas yang diukur dari inventory
turnover, total assets turnover (TATO) dan
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
ratio). Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian dari Rodliyah (2004) yang
menyatakan bahwa rasio yang dominan
dalam pembentukan model prediksi
kebangkrutan salah satunya adalah rasio
aktivitas yang diwakili oleh rasio total assets
turnover, hal tersebut juga dapat dilihat
dalam persamaan model prediksi
kebangkrutan Altman bahwa rasio total
assets turnover menjadi salah satu variabel
yang digunakan dalam memprediksi
kebangkrutan usaha.
Inventory turnover memberikan pengaruh
terhadap kebangkrutan usaha karena rasio ini
menunjukkan seberapa cepat persediaan yang
dimiliki oleh perusahaan dikonversikan
menjadi penjualan, semakin cepat persediaan
dikonversikan menjadi penjualan
menunjukkan kinerja perusahaan yang
semakin baik karena perusahaan dapat
memperoleh pendapatan dengan cepat dan
tidak ada penumpukan persediaan di gudang
walaupun terlalu cepat juga tidak baik karena
dapat menimbulkan masalah kekurangan
persediaan.
Total assets turnover memberikan pengaruh
terhadap kebangkrutan usaha karena rasio ini
menunjukkan seberapa cepat perusahaan
mengkonversikan semua aset yang ada
menjadi penjualan, semakin cepat perusahaan
dapat mengkonversikan semua asetnya
menjadi penjualan menujukkan kinerja
perusahaan semakin baik. Hal tersebut
didukung oleh hasil penelitian dari Pasaribu
(2008) yang dalam penelitiannya menyatakan
bahwa variabel total asset turnover memiliki
daya klasifikasi yang tinggi untuk
mengklasifikasikan perusahaan sehat dan
bangkrut sehingga mengindikasikan bahwa
rasio tersebut memiliki daya prediksi yang
tinggi untuk memprediksi kondisi financial
distress perusahaan.
Perputaran piutang (receivable turnover)
menunjukkan seberapa cepat perusahaan
mampu mengkonversikan piutang yang
dimiliki menjadi kas, semakin cepat piutang
yang dimiliki oleh perusahaan tersebut
berubah menjadi kas maka menunjukkan
kinerja perusahaan yang semakin baik karena
perusahaan tidak akan kekurangan dana yang
likuid dalam menjalankan operasi
perusahaannya sehingga perputaran piutang
menjadi salah satu rasio yang memberikan
pengaruh terhadap kebangkrutan usaha
karena bila perusahaan tidak mampu
menagih piutang dengan cepat maka kas
yang dimiliki akan semakin berkurang
sehingga perusahaan menjadi tidak likuid.
Bila perusahaan tidak likuid maka semakin
tinggi probabilitas perusahaan tersebut
mengalami kebangkrutan usaha.
V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
diwakili oleh perusahaan yang listing di BEI
pada papan pengembang dengan sektor
perdagangan, jasa dan investasi harus
memperhatikan rasio-rasio keuangan
terutama rasio likuiditas yang diukur dari
current ratio dan quick ratio serta rasio
aktivitas yang diukur dari inventory turnover,
total assets turnover dan perputaran piutang
(receivable turnover) agar terhindar dari
kebangkrutan usaha.
REFERENSI
Adnan, Muhammad Akhyar dan Kurniasih, Eha, 2000, Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Dengan Pendekatan Altman: Kasus Pada Sepuluh Perusahaan di
Indonesia, Jurnal Akuntansi
Indonesia, Vol.4.No.2.
Almilia, Luciana Spica dan Herdiningtyas, Winny, 2005, Analisis Rasio Camel Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Periode 2000-2002, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan,
Vol.7.No.2.
Atiya, Amir F, 2001, Bankruptcy Prediction
for Credit Risk Using Neural
Networks: A Survey and New
Results, IEEE Transactions on
Neural Networks, Vol.12.No.4.
Brahmana, Rayenda K, 2007, Identifying Financial Distress Condition In Indonesia Manufacture Industry,
Birmingham Business School,
University of Birmingham.
Chrestanti, Ruth., Santoso, Alb. Joko, dan Ernawati, L, 2002, Implementasi Backpropagation dalam Memprediksi Kebangkrutan Bank di Indonesia,
Jurnal Teknologi Industri,
Vol.VI.No.4:195-202.
Ghozali, H. Imam, 2006, Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program SPSS,
Cetakan IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Glezakos, Michalis., Mylonakis, John., Oikonomou, Katerina, 2010, An Empirical Research on Early Bankruptcy Forecasting Models: Does Logit Analysis Enhance Business Failure Predictability,
European Journal of Finance and Banking Research, Vol.3.No.3.
Hanifah, Oktita Earning dan Purwanto, Agus, 2013, Pengaruh Struktur Corporate Governance Dan Financial Indicators Terhadap Kondisi Financial Distress,
Diponegoro Journal Of Accounting,
Vol.2, No.2: 1-15.
Inayanti, Annisa Fajrin., Suryani, Erna dan Setiawan, Bambang, 2012, Penerapan Altman Z Score Untuk Analisis
Kesehatan Keuangan UKM, Jurnal
Teknik POMITS, Vol.1, No.1:1-5.
Irawan, Nur dan Astuti, Septin Puji, 2006,
Mengolah Data Statistik Dengan
Mudah Menggunakan Minitab 14,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Keasy, Kevin., McGuinness, Paul, 1990, The Failure of UK Industrial Firms for
The Period 1976-1984, Journal of
Business Finance & Accounting,
Vol.17.Iss.1:119-136.
Kleinbaum, David G., Kupper, Lawrence L., Nizam, Azhar., Muller, Keith E,
2008, Applied Regression Analysis
and Other Multivariable Methods,
Fourth Edition, Thomson Book/Cole, Canada.
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
Evidence From Taiwan, Working
Paper.
Liou, Dah-Kwei and Smith, Malcolm, 2006, Macroeconomic Variables in The Identification of Financial Distres,
SSRN Working Paper No.900284.
Mensah, Yaw M, 1983, The Differential Bankruptcy Predictive Ability of
Specific Price Level Adjustments:Some Empirical
Evidence, The Accounting Review,
Vol.58.No.2:228-246.
Mensah, Yaw M, 1984, An Examination of The Stationarity of Multivariate Bankruptcy Prediction Models: A
Methodological Study, Journal of
Accounting Research,
Vol.22.No.1:380-395.
Nam, Chae Woo., Kim, Tong Suk., Park, Nam Jung., and Lee, Hoe Kyung, 2008, Bankruptcy Prediction Using A Discrete-Time Duration Model Incorporating Temporal and Macroeconomic Dependencies,
Journal of Forecasting,
Vol.27.Iss.6:493-506.
Nugroho, Bhuono Agung, 2005, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS, Edisi I, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Rodliyah, Siti, 2004, Penerapan Analisis Diskriminan Altman Untuk Memprediksi Tingkat Kebangkrutan (Studi kasus Pada Perusahaan Tekstile yang Tercatat di BEJ),
Skripsi, program Studi Akuntansi,
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Salman, A.Khalik., Friedrichs., Yvonnevon, and Shukur, Ghazi, 2009, Macroeconomic Factors and Swedish Small and Medium-Sized
Manufacturing Failure, Working
Paper No.185, The Royal Institute of technology, Centre of Excellence for
Science and Innovation Studies (CESIS).
Sandin, Ariel R and Porporato, Marcela, 2007, Corporate Bankruptcy Prediction Models Applied To Emerging Economies: Evidence from Argentina in The Year 1991-1998,
International Journal of Commerce
and Management,
Vol.17.Iss.4:295-311.
Shepard, Lawrence E and Collins, Robert A, 1982, Why Do Farmers Fail? Farm
Bankruptcies 1910-1978, American
Journal of Agricultural Economics,
Vol.64.No.4:609-615.
Suliyanto, 2006, Metode Riset Bisnis,
Cetakan Kedua, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Tirapat, Sunti and Nittayagasetwat, Aekkachai, 1999, An Investigation of Thai Listed Firm’s Financial Distress Using Macro and Micro Variables,
Multinational Financial Journal,
Vol.3.No.2:103-125.
Utama, Dani Danuar Tri, 2013, Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Berbasis Ekonomi Kreatif Di Kota Semarang,
Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang.
Veronica, M.Sienly, 2014, Pembentukan Model Prediksi Kebangkrutan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Yang Tercatat Di BEI Pada Tahun
1999 – 2010), Disertasi, Program
Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Winarno, Wing Wahyu, 2007, Analisis
Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews, Cetakan Pertama, Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
Industrial Firms: A Logistic Analysis,
Journal of Business Finance & Accounting, Vol.12.Iss.1:19.
www.bps.go.id/brs_file/ekonomi-24mar04.pdf diunduh pada tanggal 14 Oktober 2014.
www.depkop.go.id/attachments/article/129/2
59_KRITERIA_UU_UMKM-Nomor_20_Tahun_2008.pdf diunduh
pada tanggal 14 Oktober 2014.
Biodata Penulis
M. Sienly Veronica, memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Manajemen Universitas Kristen Maranatha, lulus tahun 2000. Memperoleh gelar Magister Manajemen (MM) Program Pasca Sarjana
Magister Ilmu Manajemen Universitas
Katolik Parahyangan, lulus tahun 2005. Memperoleh gelar Doktor Ilmu Ekonomi (Dr) Program Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Katolik Parahyangan, lulus tahun 2014. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha.
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
LAMPIRAN 1
Tabel 3
Hasil Uji Multikolinieritas Kebangkrutan Usaha
No Variabel Penelitian VIF Tolerance Hasil
1 Inflasi 25,753 0,039 Terjadi Multikolinieritas**
2 Produk Domestik Bruto 25,047 0,040 Terjadi Multikolinieritas**
3 Suku Bunga 1,299 0,770 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
4 Nilai Tukar Rupiah 2,351 0,425 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
5 Current Ratio 1682,069 0,001 Terjadi Multikolinieritas**
6 Quick Ratio 1701,211 0,001 Terjadi Multikolinieritas**
7 Inventory Turnover 314,455 0,003 Terjadi Multikolinieritas**
8 Total Assets Turnover 7,335 0,136 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
9 Perputaran Piutang 314,536 0,003 Terjadi Multikolinieritas**
10 Debt to Equity Ratio 1,796 0,557 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
11 Debt to Assets Ratio 2665,535 0,000 Terjadi Multikolinieritas**
12 Time Interest Earned 4,051 0,247 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
13 Return On Equity 1,747 0,572 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
14 Return On Assets 2489,451 0,000 Terjadi Multikolinieritas**
15 Earning Per Share 2,458 0,407 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
16 Price Earnings Ratio 1,178 0,849 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
17 WC/TA 3429,569 0,000 Terjadi Multikolinieritas**
18 EBIT / DEBT 3,983 0,251 Tidak Terjadi Multikolinieritas*
19 RE / TA 1296,833 0,001 Terjadi Multikolinieritas**
20 EBIT / TA 2313,687 0,000 Terjadi Multikolinieritas**
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Forum Manajemen Indonesia 6 Medan 2014
Proceeding FMI 6 Medan
LAMPIRAN 2
Tabel 5
Hasil Pengujian Hipotesis
No Variabel Penelitian B Sig Hasil
1 Inflasi 0,011 0,971 H0 diterima **
2 Produk Domestik Bruto 0,000 0,986 H0 diterima **
3 Suku Bunga 0,001 0,917 H0 diterima **
4 Nilai Tukar Rupiah 0,000 0,988 H0 diterima **
5 Current Ratio 2,674 0,007 H0 ditolak*
6 Quick Ratio -2,840 0,012 H0 ditolak*
7 Inventory Turnover 0,961 0,000 H0 ditolak*
8 Total Assets Turnover -1,352 0,002 H0 ditolak*
9 Perputaran Piutang -0,590 0,000 H0 ditolak*
10 Debt to Equity Ratio 0,320 0,571 H0 diterima **
11 Debt to Assets Ratio 0,176 0,675 H0 diterima **
12 Time Interest Earned 2,650 0,104 H0 diterima **
13 Return On Equity 0,430 0,512 H0 diterima **
14 Return On Assets 0,153 0,696 H0 diterima **
15 Earning Per Share 0,028 0,867 H0 diterima **
16 Price Earnings Ratio 2,469 0,116 H0 diterima **
17 WC/TA 0,224 0,636 H0 diterima **
18 EBIT / DEBT 2,958 0,085 H0 diterima **
19 RE / TA 0,225 0,635 H0 diterima **
20 EBIT / TA 0,170 0,680 H0 diterima **
21 Constant -1,443 0,010 H0 ditolak*
Sumber: Hasil Pengolahan Data