• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI KERITING (Capsicum annuum L) DI MUSIM HUJAN DAN MUSIM KEMARAU (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI KERITING (Capsicum annuum L) DI MUSIM HUJAN DAN MUSIM KEMARAU (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI KERITING (Capsicum annuum L) DI MUSIM HUJAN DAN MUSIM

KEMARAU

(Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)

SKRIPSI

Pahrul Rozi 11140920000055

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULlAH JAKARTA

2019 M /1440 H

(2)

ii

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI KERITING (Capsicum annuum L) DI MUSIM HUJAN DAN MUSIM

KEMARAU

(Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)

Pahrul Rozi 11140920000055

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M /1440 H

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v SURAT PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 2019

Pahrul Rozi 11140920000055

(6)

vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Pahrul Rozi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Bogor, 13 Oktober 1994 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl. Madnoer No. 67 Rt 01/04 Desa Iwul Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor

No. Hp : 083819021103

PENDIDIKAN FORMAL

2001-2007 : SDN Babakan 01

2007-2010 : SMPN 1 Ciseeng

2011-2014 : SMA Yadika 7 Bogor

2014-2019 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta PENGALAMAN ORGANISASI

2015-2016 : Ketua Divisi Kerohanian HMJ Agribisnis UIN Jakarta

PENGALAMAN KERJA

2018 : PKL di PT. Intidaya Agrolestari, Bogor

(7)

vii RINGKASAN

Pahrul Rozi, Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Keriting (Capsicum annuum L) di Musim Hujan dan Musim Kemarau (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor). (Di bawah Bimbingan Armaeni Dwi Humaerah dan Titik Inayah).

Pertanian merupakan sektor yang sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selain hasil dari pertanian sebagai sumber makanan untuk penduduk Indonesia, mata pencaharian penduduk Indonesia pun mayoritas di sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari adalah komoditas hortikultura, karena merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditi cabai merah terutama cabai merah besar dan cabai merah keriting, karena komoditi cabai merah bernilai ekonomi tinggi (High Economic Value Commodity) dan komoditas unggulan baik nasional maupun daerah.

PT Intidaya Agrolestari merupakan perusahaan yang bergerak di usaha pertanian. Salah satu jenis usahanya yaitu usahatani cabai keriting yang merupakan jenis usaha yang baru dilakukan dan dalam tahap pengembangan.

Lahan yang digunakan untuk budidaya cabai keriting seluas 2 hektare, yang diproduksi di dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Budidaya cabai keriting sangat dipengaruhi oleh faktor musim, yaitu musim hujan dan kemarau, yang memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah output cabai yang didapat dan menjadi kendala dalam proses produksi cabai keriting. Kendala dan hambatan faktor musim dalam produksi cabai keriting ini sangat mentukan jumlah output atau panen yang dihasilkan sehingga sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, semakin besar output atau panen yang dihasilkan maka semakin besar pula pendapatan yang diterima. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mencoba untuk meneliti pendapatan usahatani cabai keriting di musim hujan dan kemarau pada PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO), Bogor.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui biaya usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau. (2) Mengetahui pendapatan usahatani cabai merah keriting di musim penghujan. (3) Mengetahui kelayakan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau dengan menggunakan R/C ratio, B/C ratio, dan Break Event Point (BEP).

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa PT. Intidaya Agrolestari yang beralamat di JL. Raya Jampang Karihkil Km 7, Desa Cibeuteung Udik, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu tempat yang sedang mengembangkan usaha budidaya cabai keriting. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari peninjauan langsung ke lapangan dan wawancara langsung kepada pihak manajemen PT Intidaya Agrolestari yang menjadi narasumber. Data sekunder

(8)

viii diperoleh dari studi literatur-literatur baik yang diperoleh di perpustakaan, website, maupun tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu dan instansi- instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian seperti Badan Pusat Statistika, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.

Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa (1) Total biaya usahatani cabai keriting pada musim hujan dengan luas lahan 1 ha yaitu Rp. 128.574.400,-lebih besar jika dibandingkan dengan total biaya usahatani cabai keriting pada musim kemarau dengan luas lahan 1ha yaitu Rp. 117.691.400,-. (2) Total pendapatan atau keuntungan usahatani cabai keriting pada musim hujan dengan luas lahan 1 ha yaitu sebesar Rp. 28.425.875 ,-lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan usahatani cabai keriting pada musim kemarau dengan luas lahan 1 ha yang mengalami kerugian sebesar Rp. 77.691.400. (3) Analisis Tingkat Pendapatan usahatani cabai keriting pada musim hujan dengan luas lahan 1 ha dilihat dari R/C rasio, B/C rasio, dan BEP dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan. Karena memperoleh nilai R/C rasio lebih dari 1 yaitu sebesar 1,22 B/C rasio lebih dari 0 yaitu sebesar 0,22 dan telah menghasilkan total produksi sebanyak 5.627,25 kg, dengan harga jual Rp. 27.900, yang masing-masing telah melewati nilai BEP produksi sebanyak 4.608 kg dan nilai BEP Harga sebesar Rp. 22.849. Sedangkan Analisis Tingkat Pendapatan usahatani cabai keriting pada musim kemaraudengan luas lahan 1 ha dilihat dari R/C rasio, B/C rasio, dan BEP dapat dikatakan tidak layak. Karena memperoleh nilai R/C rasio kurang dari 1 yaitu sebesar 0,34, B/C rasio kurang dari 0 yaitu sebesar -0,66 dan telah menghasilkan total produksi sebanyak 1000 kg, dengan harga jual Rp. 20.000, yang masing-masing tidak melewati batas nilai BEP produksi sebanyak 5.885 kg dan nilai BEP Harga sebesar Rp. 58.846.

Kata Kunci : Pendapatan, Usahatani, Cabai Keriting, PT. Intidaya Agrolestari, Musim Hujan dan Musim Kemarau

(9)

ix KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahin

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Keriting (Capsicum annum L.) di Musim Hujan dan Musim Kemarau (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)”. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan keluarga beliau serta semua kaum muslimin semoga kita selalu mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat serta diberikan syafa’at oleh beliau.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS selaku Ketua Prodi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ir, Armaeni Dwi Humaerah, M.Si dan Ibu Titik Inayah, SP. M.Si selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang tiada henti selalu memberikan banyak pengarahan dan bimbingannya disela-sela kesibukannya.

(10)

x 4. Bapak Ujang Maman selaku dosen penguji I dan bapak Iwan Aminudin selaku

dosen penguji II yang telah meluangkan waktunya dan tenaganya dalam sidang munaqosyah serta memberikan saran dan mengarahkan penulis.

5. Bapak Nurjaya dan segenap Pegawai Divisi Cabai dan Sayuran Semusim PT.

Intidaya Agrolestari, Bogor yang telah memberikan bantuan dan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian skripsi ini.

6. Seluruh dosen Pengajar Prodi Agribisnis yang tidak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat atas segala ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan maupun luar perkuliahan.

7. Kedua orang tuaku (Bapak dan Ibu) terima kasih tak terhingga teruntuk kalian atas cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan selama ini serta do’a yang selalu kalian panjatkan atas putramu ini, juga semangat yang tiada henti- hentinya diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

8. Kakakku Selvi Ariyanti, dan adikku Pahmi Ramadan atas dukungan cinta dan kasihnya.

9. Teman-teman Agribisnis 2014atas kebersamaan, kekeluargaan, doa, dan keceriaan yang telah kita ukir bersama. Mudah-mudahan silaturahmi kita tidak pernah putus.

10. Teman-teman KKN NASA (061) atas kerjasama dan kekeluargaannya.

11. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis tuliskan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(11)

xi Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari seluruh pembaca. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 2019

Penulis

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Usahatani ... 8

2.2 Cabai (Capsicum annuum L) ... 11

2.3 Peluang Usaha Agribisnis Cabai ... 17

2.4 Risiko Usaha Agribisnis Cabai ... 19

2.5 Biaya Usahatani ... 20

2.6 Penerimaan Usahatani ... 22

2.7 Pendapatan Usahatani ... 22

2.8 Analisis Penerimaan Atas Biaya (R/C Ratio) ... 23

2.9 Analisis Keuntungan Atas Biaya (B/C Ratio) ... 23

2.10 Break Event Point (BEP) ... 24

2.11 Penelitian Terdahulu ... 24

2.12 Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

(13)

xiii BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4 Metode Analisis Data ... 31

3.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 31

3.4.2 Analisis R/C Ratio ... 32

3.4.3 Analisis Benefit dan Cost Ratio (B/C Ratio) ... 32

3.4.4 Analisis Break Event Point (BEP) ... 33

3.5 Definisi Operasional ... 33

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan PT Intidaya Agrolestari (INAGRO) ... 35

4.2 Lokasi Perusahaan ... 36

4.3 Bidang Usaha Perusahaan ... 36

4.4 Struktur Organisasi ... 37

4.5 Gambaran Budidaya Cabai Keriting di PT Intidaya Agrolestari ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ... 45

5.1.1 Biaya Investasi Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO…. 45 5.1.2 Biaya Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO…….. 46

5.1.3 Biaya Tidak tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO. 48 5.1.4 Total Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO…….. 61

5.2 Penerimaan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ... 62

5.3 Pendapatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ... 64

5.4 Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ... 65

5.4.1 Analisis Rasio Penerimaan Atas Biaya (R/C Ratio) ... 65

5.4.2 Analisis Rasio Keuntungan Atas Biaya (B/C Ratio)... 66

5.4.3 Analisis Break Event Point (BEP) ... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ... 73

(14)

xiv DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN ... 77

(15)

xv DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kebutuhan Kapur Per Hektare Pada Berbagai Tingkat PH Tanah ... 14 2. Penelitian Terdahulu ... 24 3. Komponen Biaya Investasi Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ... 45 4. Komponen Biaya Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO

Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 47 5. Komponen Biaya Tidak Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO

Dengan Luas Areal 1 Ha PadaTahun 2018 ... 49 6. Total Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas

Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 61 7. Penerimaan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas

Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 63 8. Pendapatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas

Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 64 9. Analisis Rasio Penerimaan Atas Biaya (R/C Ratio) Usahatani Cabai

Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 65 10. Analisis Rasio Keuntungan Atas Biaya (B/C Ratio) Usahatani Cabai

Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 67 11. BEP Produksi yang diperoleh Usahatani Cabai Keriting

di PT. INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 68 12. BEP Harga yang diperoleh Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO

Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ... 70

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Jawa, Luar jawa, dan

Indonesia Tahun 1991-2015 ... 3

2. Perkembangan Harga Rata-rata Cabai di Indonesia Pada Tahun 2017... 4

3. Kurva Total Fixed Cost ... 21

4. Kurva Variable Cost ... 21

5. Kurva Total Cost ... 22

6. Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

7. Pelubangan Mulsa ... 39

8. Jarak Tanam Tanaman Cabai ... 39

(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Struktur Organisasi PT. Intidaya Agrolestari ... 77 2. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO .... 78 3. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ... 79 4. Dokumentasi Penelitian ... 80

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, maka dari itu pertanian merupakan sektor yang sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Selain ketersediaan sumber pangan untuk makhluk hidup ditentukan oleh adanya kegiatan di bidang pertanian, pertanian juga merupakan mata pencaharian utama bagi mayoritas penduduk Indonesia. Dari 121,02 juta penduduk Indonesia yang bekerja, 35,92 juta jiwa bekerja di bidang pertanian (BPS, 2017:160).

Pertanian yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa sub sektor, antara lain tanaman bahan pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan hortikultura. Salah satu sub sektor pertanian yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari adalah komoditas hortikultura. Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran atau produksi, luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka, dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Ditjen Hortikultura, 2016:1)

Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditi cabai merah terutama cabai merah besar dan cabai merah keriting.

Beberapa alasan penting pengembangan komoditas cabai merah adalah :

(19)

2 (1) komoditas bernilai ekonomi tinggi (High Economic Value Commodity), (2) komoditas unggulan nasional dan daerah, (3) menduduki posisi penting dalam menu pangan, walaupun diperlukannya dalam jumlah kecil (4 kg/kapita/tahun) namun setiap hari dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia, (4) gejolak harga komoditas cabai merah memiliki pengaruh yang nyata terhadap inflasi, (5) memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional, pasar modern (supermarket), maupun industri pengolahan (Saptana dkk, 2012 : 1).

Perkembangan produksi cabai merah selama tahun 1991 - 2015 berfluktuasi cenderung meningkat (Gambar 1). Pada tahun 1991 produksi cabai Indonesia sebesar 627,169 ribu ton, peningkatan produksi terjadi cukup tinggi dimana pada tahun 2015 produksi cabai telah mencapai 1.915,12 ribu ton dengan rata-rata pertumbuhan selama periode tersebut sebesar 9,76% per tahun. Perkembangan produksi cabai di pulau Jawa memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan produksi cabai Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun selama 1991 – 2015 sebesar 10,22% per tahun, dengan persentase rata-rata pertumbuhan produksi yang cukup besar terjadi pada tahun 1995 dan 2003 masing-masing naik sebesar 68,14 % dan 50,74 %. Sementara itu produksi cabai di Luar Jawa rata-rata meningkat sebesar 12,00%. (Pusat Data dan Informasi Pertanian,2016: 9).

(20)

3 Gambar 1. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Jawa, Luar Jawa, dan

Indonesia Tahun 1991 - 2015

Kendala produktivitas cabai sangat dipengaruhi oleh faktor musim, sehingga tidak jarang terjadi fluktuasi harga yang cukup tajam. Pada umumnya, budidaya cabai banyak dilakukan oleh petani pada musim kemarau(on-season). Hasil survei Vos (1994) dalam Soetiarso dkk (2006 : 2) menyebutkan bahwa budidaya cabai pada musim kemarau biasanya dilakukan di lahan sawah, sedangkan budidaya cabai merah di lahan tegalan pada musim kemarau dapat dilaksanakan apabila tersedia cukup air, baik lewat saluran irigasi, sungai ataupun sumur didekatnya.

Menurut Anwarudin dkk (2015:40) pada musim hujan (off-season) yaitu bulan November – bulan Februari, produksi cabai biasanya selalu rendah karena sebagian besar sawah ditanami padi, dan di lahan kering banyak petani yang enggan menanam cabai karena risiko gagal panen tinggi yaitu karena meningkatnya serangan penyakit seperti fusarium dan antraknosa, meningkatnya kerontokan bunga dan buah, dan lahan yang mengalami kebanjiran,

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(000 Ton)

Jawa Luar Jawa Indonesia

(21)

4 menyebabkan biaya produksi tinggi terutama untuk pestisida, sehingga pasokan cabai tidak setiap waktu dapat memenuhi permintaan.

Kurangnya pasokan cabai di musim hujan (November-Februari) akibat banyak petani yang gagal panen itu menyebabkan kenaikan harga sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Pada bulan januari (musim hujan) harga cabai keriting pada posisi tertinggi yaitu Rp. 46.450, pada musim kemarau yang di awali pada bulan maret sampai oktober harga cabai keriting terus mengalami penurunan yaitu dari Rp. 40.450/kg menjadi Rp. 31.350,kg, dan pada awal musim hujan (november-desember) yaitu dari Rp. 34.150/kg menjadi Rp. 36.000/kg.

Perkembangan harga cabai setiap bulan pada tahun 2017 dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini (Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, 2018 ).

Gambar 2. Perkembangan Harga Rata-rata Cabai Keriting di Indonesia Pada tahun 2017

PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO) adalah perusahaan agribisnis yang berlokasi di JL. Raya Jampang Karihkil Km 7, Desa Cibeuteung Udik, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO )merupakan sebuah perusahaan yang memiliki kebun seluas 76 hektare yang digunakan

Rp. 46.450

Rp. 45.950

Rp. 40.450

Rp. 32.300 Rp. 31.750

Rp. 29.100

Rp. 31.800 Rp. 31.450

Rp. 31.350 Rp. 32.900

Rp. 34.150 Rp. 36.000

Rp.25.000 Rp.30.000 Rp.35.000 Rp.40.000 Rp.45.000 Rp.50.000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Harga Cabai Keriting per Kg

(22)

5 sebagai sentra produksi hortikultura, bibit berkualitas, perikanan, dan pupuk hayati. Salah satu tanaman hortikultura yang diproduksi di PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO) adalah cabai keriting.Usahatani cabai keriting ini merupakan jenis usaha yang baru dilakukan oleh PT Intidaya Agrolestari dan dalam tahap pengembangan. Lahan yang digunakan untuk budidaya cabai keriting seluas 2 hektare, yang diproduksi di dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Budidaya cabai keriting sangat dipengaruhi oleh faktor musim, yang mana masing-masing musim tersebut, yaitu musim hujan dan kemarau memberikan pengaruh yang nyata dan menjadi kendala dalam proses produksi cabai keriting.

Kendala tersebut yaitu pada musim hujan banyak tanaman cabai keriting terkena serangan penyakit seperti fusarium dan antraknosa, dan kerontokan bunga dan buah, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan sehingga tanaman menjadi kecil dan layu. Dari masing-masing hambatan faktor musim dalam produksi cabai keriting di atas sangat menentukan jumlah output atau panen yang dihasilkan. Jumlah output atau panen yang dihasilkan sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, semakin besar output atau panen yang dihasilkan maka semakin besar pula pendapatan yang diterima. Oleh karena itu untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani cabai keriting maka perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani cabai keriting pada musim hujan dan kemarau di PT. Intidaya Agrolestari. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian perlu dilakukan dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Keriting

(23)

6 (Capsicum annuum L)di Musim Hujan dan Musim Kemarau (Studi Kasus

PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :

1. Berapa biaya usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau?

2. Berapa pendapatan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau?

3. Bagaimana kelayakan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau dilihat dari R/C ratio, B/C ratio, dan Break Event Point (BEP) ? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka secara umum penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui biaya usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau.

2. Mengetahui pendapatan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau.

3. Menganalisis kelayakan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau dengan menggunakan R/C ratio, B/C ratio, dan Break Event Point (BEP)

(24)

7 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Perusahaan dan Petani, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan usahatani cabai merah keriting.

2. Peneliti lain, sebagai referensi dalam melakukan penelitian sejenis ataumenyempurnakan penelitian ini.

3. Mahasiswa, sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Jakarta

(25)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Usahatani

Menurut Mosher dalam Shinta (2011:1), usahatani merupakan pertanian rakyat dari perkataan farm dalam bahasa Inggris. Dr. Mosher memberikan definisi farm sebagai suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji, atau usahatani adalah himpunan dari sumber- sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya .

Menurut Suratiyah (2015:8), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga dapat memberikan manfaat sebaik-baiknya. Menurut Firdaus (2009:6), usahatani (farm) adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian, yang ketatalaksanaannya berdiri sendiri oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya. Dapat disimpulkan bahwa usahatani adalah sesesorang atau sekumpulan orang yang menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah alam, tenaga kerja, modal dan manajemen.

(26)

9 1. Alam

Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Faktor Iklim

Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan, baik tanaman maupun ternak. Komoditas yang diusahakan harus cocok dengan iklim setempat agar produktivitasnya tinggi dan memberikan manfaat yang lebih baik bagi manusia. Iklim juga mempengaruhi dalam penentuan teknologi mana yang cocok untuk digunakan pada saat usahatani itu berlangsung (Suratiyah.2015:19).

Menurut Nurdin (2011:7), Sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim karena berpengaruh pada pola tanam, waktu tanam, produksi, dan kualitas hasil. Dampak perubahan iklim terhadap pertanian bersifat langsung dan tidak langsung dan mencakup aspek biofisik maupun social ekonomi. Dampak biofisik antara lain mencakup: (a) efek fisiologis pada tanaman maupun ternak/ikan, (b) perubahan sumberdaya lahan dan air, (c) meningkatnya gangguan OPT, dan (d) peningkatan permukaan laut dan salinitas, dan sebagainya. Dampak sosial ekonomi lain meliputi: (i) turunnya produktivitas dan produksi, (ii) fluktuasi harga komoditas pangan, (iii) meningkatnya jumlah penduduk rawan pangan, dan sebagainya (Sumaryanto.

2012 : 74)

(27)

10 b. Faktor Tanah

Tanah merupakan faktor yang penting dalam usahatani karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani keseluruhannya. Tanah juga mempunyai sifat istimewa antara lain bukan merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak, dan tidak dapat dipindah-pindah. Oleh karena itu, tanah dalam usahatani mempunyai nilai terbesar.

2. Tenaga Kerja

Menurut Shinta (2011:40), tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Tenaga kerja manusia (laki-laki, perempuan, dan anak-anak) bisa berasal dari dalam maupun luar keluarga.

Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penentu terutama bagi usahatani yang sangat tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja mengakibatkan mundurnya waktu penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk seluruh usahatani. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HKO (hari kerja orang) dan JKO (jam kerja orang) (Suratiyah, 2015:24).

3. Modal

Menurut Shinta (2011:42), yang termasuk modal dalam usahatani yaitu seperti tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, saprodi, piutang

(28)

11 dari bank, dan uang tunai. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman (kredit dari bank, dari tetangga, atau keluarga), warisan, dari usaha lain dan kontrak sewa.

4. Pengelolaan (Manajemen)

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengawasi faktor produksi yang dikuasai/dimiliknya sehingga mampu memberikan produksi seperti yang diharapkan. (Shinta, 2011:49).

2.2 Cabai (Capsicum annuum L)

Cabai merupakan tanaman terna tahunan yang tegak dengan batang berkayu, banyak cabang serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip.Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya.Bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan biasa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, dan cabai paprika berbentuk seperti buah apel (Redaksi Agromedia, 2008:23).

Menurut Zulkarnain (2013:46), kedudukan tanaman cabai didalam sistem klasifikasi botani sebagai berikut:

Divisi : Spermatofita Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dikotiledon

(29)

12 Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : capsicum sp.

Cabai (Capsicum annuum) merupakan sumber vitamin dan mineral yang luar biasa, pada 100 gram buah cabai mengandung 143,7 mg vitamin C, 0,5 mg vitamin B-6 (piridoksin), 952 IU vitamin A, 1,03 mg besi, 0,129 mg tembaga, dan 322 mg kalium. Buah cabai juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia, selain dimanfaatkan sebagai sayur, cabai yang memiliki kandungan Capsaicin yang tinggi merupakan bahan baku pembuatan koyo dalam industri

obat-obatan (Zulkarnain, 2013:57).

Cabai merupakan tanaman asli daerah Amerika Tengah. Tepatnya berasal dari daerah Bolivia.Awalnya cabai tumbuh liar dan penyebaran bijinya dibantu oleh bangsa burung (aves). Orang yang paling berjasa dalam penyebaran cabai ke seluruh dunia adalah Christophorus Colombus (1451-1506), dan diperkirakan tanaman cabai datang ke Indonesia pertama kali dibawa oleh seorang pelaut Portugis bernama Ferdinand Magellan (1480-1521) (Redaksi Agromedia, 2008:15). Bangsa Portugis menyebarkan cabai ke wilayah jajahannya atau wilayah-wilayah yang dikunjungi untuk melakukan perdagangan rempah-rempah, seperti India, China, Korea, Jepang, Filipina, Malaka, dan Indonesia (Zulkarnain, 2013:43).

Budidaya tanaman cabai memiliki beberapa tahapan yaitu (Redaksi Agromedia, 2008:42) :

(30)

13 1) Pengolahan Lahan

Lahan yang bisa digunakan dalam budidaya tanaman cabai yaitu lahan sawah berpengairan teknis, lahan sawah tadah hujan, dan lahan tegalan. Dalam pengolahan lahan tanaman cabai terdiri dari lima tahapan yaitu :

a. Pencangkulan

Pencangkulan bertujuan untuk menggemburkan tanah, mengusir beberapa jenis hama dan penyakit, serta memberi kesempatan tanah untuk beroksidasi.

Kedalaman cangkulan biasanya sedalam mata cangkul atau kira-kira 20 cm, sehingga sisa-sisa gulma yang masih ada akan terkubur ke dalam tanah bersamaan dengan pencangkulan ini.

b. Pembuatan Bedengan

Pembuatan bedengan dilakukan dengan cara mencangkul, menggali selokan disekeliling bedengan dan buang tanah galiannya keatas bedengan, lalu meratakan tanah yang ada di atas bedengan. Biasanya ukuran bedengan dengan lebar 100 cm – 120 cm dengan panjang 10 - 12 meter, sedangkan lebar antar selokannya 30 – 50 cm.

c. Pengapuran

Pengapuran dilakukan bila tanah terlalu asam atau PH-nya rendah. Tanah asam akan menghambat penyerapan beberapa unsur hara oleh tanaman. Selain itu beberapa penyakit tanaman cabai juga senang berada ditanah yang asam.

Berikut tabel kebutuhan kapur per hektare pada berbagai tingkat ph tanah.

(31)

14 Tabel 1. Kebutuhan kapur per hektare pada berbagai tingkat pH tanah.\

PH Tanah Kebutuhan Kapur (Ton/Ha)

4,0 10,24

4,5 7,87

5,0 5,49

5,5 3,12

6,0 0,75

Sumber: Redaksi Agromedia, 2008 d. Pemupukan Pertama (Pupuk Dasar)

Pupuk dasar yang disebarkan di permukaan bedengan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik.Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang seperti kotoran sapi, kotoran kambing, dan kotoran ayam. Dosis yang digunakan kira-kira 4 kg untuk setiap satu meter panjang bedengan. Sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk buatan seperti ZA, Urea, TSP, KCL, dan Borat.

e. Pemasangan Mulsa

Pemasangan mulsa bertujuan untuk mengurangi pertumbuhan gulma, menjaga kelembapan, menjaga suhu, menjaga kegemburan tanah, dan mengoptimalkan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Mulsa memiliki dua jenis yaitu mulsa jerami, dan mulsa plastik hitam perak. Lebar mulsa yang digunakan tergantung lebar bedengan yang dipakai. Pemasangan mulsa sebaiknya dipasang pada siang hari, sewaktu matahari sedang terik-teriknya, sehingga mulsa plastik dapat ditarik dan bedengan tertutup dengan baik. Cara memasang mulsa plastik yaitu bedengan ditutup dengan plastik mulsa lalu sekeliling mulsa di jepit engan cutik. Pelubangan mulsa untuk lubang tanam bibit cabai bisa menggunakan pisau, kaleng bekas susu, atau pelat pemanas berbentuk tabung.

(32)

15 2) Penanaman Cabai

Langkah pertama dalam menanam cabai yaitu memilih benih unggul.Langkah selanjutnya melakukan penyemaian yaitu menyiapkan media tanam yang terdiri dari tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1.

Tambahkan ke media tanam 100 gram pupuk NPK dan 70 gram insektisida bubuk, lalu aduk hingga rata. Isi tray dengan media tanam lalu masukan benih cabai ke masing-masing lubang di dalam tray. Tutup bedengan penyemaian dengan plastik dengan tinggi atap plastik sekitar 0,5 meter. Penyiraman bibit cabai dilakukan bila dirasa kelembapan berkurang dan tanah di tray kering.

Setelah bibit berumur 30 hari atau berdaun 6-8 helai, bibit siap ditanam dilahan permanen .Penanaman dilakukan minimal dua minggu setelah lahan dipasangi mulsa plastik. Waktu penanaman yang baik adalah pada sore hari, karena bibit tidak akan terkena sinar matahari yang terik dan masih bisa beradaptasi dengan keadaan lahan hingga esok hari.

3) Pemeliharaan Tanaman Cabai

Dalam pemeliharaan tanaman cabai terdiri dari lima tahapan yaitu : a. Penyulaman Tanaman Cabai

Penyulaman sangat perlu dilakukan dalam budidaya cabai karena tidak semua bibit cabai yang ditanam di lahan akan hidup dengan baik. Bibit yang mati, terserang penyakit, atau lambat pertumbuhannya akan disulam atau diganti dengan bibit yang tersedia. Penyulaman diawali dengan membongkar bibit yang mati, terserang penyakit, ataut lambat pertumbuhannya, lalu ambil bibit tersebut dan musnakan, terutama tanaman yang terserang hama dan

(33)

16 penyakit. Sebagai bahan sulam pilih bibit yang pertumbuhannya yang bagus dan seragam.Sebelum ditanam celupkan bibit ke dalam larutan pestisida.

b. Pemasangan Ajir (Turus)

Pemasangan ajir bertujuan untuk menopang tanaman cabai agar tanaman menjadi tegak dan terhindar dari angin kencang yang bisa merobohkan tanaman cabai. Ajir dibuat dari bambu yang dibelah-belah kecil dengan panjang 1-1,5 m dan diameter sekitar 5 cm. Pemasangan ajir dilakukan dengan cara ditancapkan tegak lurus di samping tanaman cabai dengan kedalaman 25 – 30 cm, pada proses ini harus berhati-hati jangan sampai melukai perakaran tanaman.

c. Perompesan

Perompesan bertujuan untuk membuang bagian tanaman yang keberadaannya kurang bermanfaat seperti tunas air dan bunga yang pertama muncul. Tunas air tidak produktif dan terus berkembang secara vegetatif sehingga menghabiskan energi, dan ketika bunga yang pertama muncul, sebenarnya tanaman masih perlu berkembang baik secara vegetatif dan belum siap untuk berproduksi, maka dari itu tunas air dan bunga yang pertama muncul harus di buang.

d. Pemupukan

Hasil panen cabai agar mendapatkan yang maksimal yaitu salah satunya dengan cara melakukan pemupukan yang lengkap dan seimbang. Sebab bila tanaman kekurangan salah satu jenis pupuk maka proses pertumbuhannya baik vegetatif maupun generatif akan terganggu. Dalam mengaplikasikan pupuk

(34)

17 terdapat tiga jenis yaitu memupuk dengan pupuk NPK dan KNO3, memupuk dengan pupuk daun dan penggunaan zat perangsang tumbuh (ZPT).

e. Pengendalian Hama Tanaman Cabai

Pengendalian hama tanaman cabai harus diarahkan secara bijaksana dengan menerapkan pengendalian hama terpadu (HPT) yang aman terhadap lingkungan dan ekonomis. Bentuk-bentuk pengendalian hama pada cabai diantaranya pengendalian kultur teknik, penggunaan varietas toleran, pengendalian hayati, pengendalian mekanik, dan pengendalian secara kimiawi.

f. Panen Cabai

Di Indonesia, pemanenan buah cabai biasanya menggunakan tangan. Panen pertama dilakukan pada umur 100 hari setelah tanam, dan umumnya panen dilakukan 3 -4 hari sekali atau paling lambat seminggu sekali. Normalnya, panen biasa dilakukan 12 -20 kali hingga tanaman berumur 6 -7 bulan.

Keadaan ini sangat tergantung pada keadaan pertanaman dan perlakuan yang diberikan. Masa panen cabai rawit lebih lama bila dibandingkan dengan cabai jenis lainnya

2.3 Peluang Usaha Agribisnis Cabai

Redaksi agromedia (2008:1), menyatakan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, tampaknya malah memberi keuntungan yang berlipat bagi para pelaku usaha di sektor pertanian. Hal ini bisa terjadi karena banyak hasil-hasil usaha sektor agribisnis yang dilempar ke pasar luar negeri dengan transaksi penjualan dalam dolar, sementara itu biaya-biaya seperti ongkos produksi menggunakan rupiah.

(35)

18 Redaksi agromedia (2008:1), juga menyatakan dari berbagai usaha yang banyak ditawarkan disektor agribisnis. Agribisnis cabai merupakan salah satu agribisnis yang cukup menarik investor dimana dari berbagai jenis sayuran dan buah-buahan, cabai dinilai sebagai produk yang mempunyai harga paling tinggi dan umurnya tergolong genjah sehingga modal cepat kembali.

Pada umumnya siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang event tertentu, seperti memasuki bulan puasa dan lebaran, natal, dan tahun baru.

Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diikuti dengan harga yang melambung. Selain Faktor diatas, harga cabai menjadi mahal karena saat event tersebut bertepatan dengan musim hujan, biasanya petani yang menanam cabai hanya sedikit dan banyak pula yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Akibatnya keberadaan cabai dipasaran menjadi langka dan secara otomatis harganya melonjak tajam.

Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pasar cabai untuk luar negeri pun masih luas. Menurut Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (2016:28), tujuan ekspor cabai segar tahun 2015 berdasarkan proporsinya dari yang terbesar hingga terkecil adalah ke Singapura dengan proporsi 43,67% (234,2 ton), Malaysia 39,53% (212 ton), Arab Saudi 12,67% (67,98 ton), UEA 2,12% (11,4 ton), Jepang 0,96% (5,1 ton) dan sisanya ke negara-negara lain seperti Qatar, Vietnam, Swiss, Spanyol, Christmas Islands, Belanda, dan Italia sebanyak total 5,6 ton. Sedangkan tujuan ekspor cabai olahan tahun 2015 berdasarkan proporsinya dari yang terbesar hingga terkecil adalah ke Arab Saudi dengan proporsi 32,87% (4,72 ribu ton), Malaysia 22,69% (3,26 ribu ton), Nigeria

(36)

19 11,68% (1,67 ribu ton), Taiwan 4,04% (579,54 ton), Singapura 3,15% (451,9 ton), UEA 3,08% (441,75 ton), India 2,72% (389,8 ton) dan sisanya ke 41 negara lainnya diantara Australia, Kuwait, Cina dan lain-lain dengan total kuantitas ekspor sebesar 2,84 juta ton. Dari gambaran kebutuhan cabai diatas, jelas bahwa bertanam cabai masih mempunyai peluang yang cukup potensial baik cabai keriting, cabai besar maupun cabai rawit.

2.4 Risiko Usaha Agribisnis Cabai

Logisnya, setiap kegiatan usaha yang mempunyai tingkat keuntungan tinggi, pasti memiliki risiko yang tinggi pula. Begitu juga dengan kegiatan agribisnis cabai, ketika banyak orang bertanam cabai dan memetik keuntungan yang berlipat ganda ada pula yang mengalami kerugian dan menjadi frustasi. Berdasarkan hitung-hitungan, tingkat keuntungan usaha agribisnis cabai sangatlah tinggi, namun hal itu juga dibarengi dengan risiko yang tinggi. Berikut ini beberapa risiko agribisnis cabai yang perlu dicermati (Redaksi Agromedia, 2008:7)

a. Harga Jatuh

Masalah yang paling signifikan dan sering membuat petani cabai ketakutan adalah harga jual cabai. Harga jual cabai yang rendah, tidak memenuhi harapan, tidak sesuai dengan perhitungan awal atau lebih rendah dari BEP, merupakan salah satu faktor pemicu kerugian. Harga cabai yang rendah ketika panen membuat petani rugi, terutama bila hasil panennya melimpah. Akhirnya, banyak petani yang menganggap bertanam cabai sepeti perjudian.

(37)

20 b. Serangan Hama

Umumnya, hama banyak menyerang tanaman cabai pada saat musim kemarau yang panas. Banyak hama yang menyerang tanaman cabai karena sangat suka buah maupun daun cabai. Efek serangan hama yang lebih merusak biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus yang disebarkan oleh hama tersebut (vektor).

Pada beberapa kasus, serangan hama bisa menggagalkan panen hingga 100%.

c. Serangan Penyakit

Secara signifikan, serangan penyakit pada cabai terjadi saat musim hujan.

Ada dua penyakit penting yang kerap menyerang cabai yakni layu fusarium, dan layu bakteri yang disebabkan oleh cendawan fusarium, dan bakteri pseudomonas.

Dua penyakit ini bisa mematikan tanaman dan menyebabkan kegagalan panen hingga 100%.

d. Kerusakan dalam Pengemasan dan Pengangkutan

Salah satu risiko lain dari agribisnis cabai adalah rusaknya buah cabai saat pengemasan dan pengangkutan. Selain rusak, selama pengangkutan jarak jauh berat atau bobot buah cabai juga akan menyusut. Berdasarkan pengalaman penyusutan berat ini bisa mencapai 10 %.

2.5 Biaya Usahatani

Menurut Soekartawi (2003:55) biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Adapun menurut Widilestariningtyas (2012:10) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

(38)

21 Menurut Shinta (2011 : 81), biaya usahatani dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Total Fixed Cost (TFC): biaya yang dikeluarkan perusahaan atau petani yang tidak mempengaruhi hasil output / produksi. Berapapun jumlah output yang dihasilkan biaya tetap itu sama saja. Contoh: sewa tanah, pajak, alat pertanian, iuran irigasi, seperti pada gambar 3 di bawah ini :

Gambar 3. Kurva Total Fixed Cost

2. Total Variable Cost(TVC) yaitu biaya yang besarnya berubah searah dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan, seperti pada gambar 4 di bawah ini:

Gambar 4. Kurva Variable Cost

3. Total Cost (TC) yaitunilai semua masukan yang habis terpakai atau jumlah dari Total Fixed Cost (TFC)ditambah Total Variable Cost(TVC), seperti pada gambar 5 di bawah ini :

(39)

22 Gambar 5. Kurva Total Cost

2.6 Penerimaan Usaha Tani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

Tri = Yi . Pyi

Bila komoditi yang diusahakan lebih dari satu maka rumusnya menjadi:

Keterangan : TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang dihasilkan dalam suatu usahatani i Py = Harga jual Y

n = Jumlah macam tanaman yang diusahakan

Bila dalam sebidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur (padi, jagung dan ketela pohon) dan tanaman yang diteliti hanya salah satu macam tanaman saja maka analisisnya disebut analisis partial, sedangkan jika ketiga- tiganya maka disebut analisis keseluruhan usahatani (Whole farm analysis) (Shinta, 2011:83).

2.7 Pendapatan Usaha Tani

Menurut Hanafie (2010:203), pendapatan atau keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dan semua biaya. Menurut Soeharto (1999:163), pendapatan adalah semua arus kas masuk yang berasal dari pelayanan, penjualan

(40)

23 produk dari fasilitas publik hasil proyek. Analisis usahatani dapat dipakai untuk melihat seberapa besar keberhasilan kegiatan usahatani dan untuk tolak ukur untuk rancangan keadaan yang akan datang.

2.8 Analisis Penerimaan atas Biaya (R/C ratio)

Menurut Soekartawi (2016:85), analisis R/C rasio merupakan analisis yang membandingkan antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C rasio adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya.

Nilai R/C rasio lebih besar dari satu menunjukan bahwa penambahan biaya satu satuan mata uang (dalam hal rupiah), maka akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada satu satuan mata uang. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu menunjukan bahwa penambahan biaya satu satuan mata uang, maka akan menghasilkan penerimaan kurang dari pada satu satuan mata uang. Suatu usahatani dapat dikatakan layak dan akan menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu, jika R/C rasio lebih kecil dari satu maka usahatani dikatakan merugikan, jika R/C rasio sama dengan satu maka usahatani dikatakan tidak menguntungkan dan tidak merugikan.

2.9 Analisis Keuntungan atas Biaya (B/C ratio)

Menurut Hanafie (2010:204) B/C Ratio menunjukkan apakah perubahan pola usahatani atau manajemen suatu tanaman memberikan hasil yang lebih baik atau malah sebaliknya. Sedangkan menurut Rahardi dan Hartono (2003 : 69) analisis B/C Ratio adalah perbandingan antara tingkat keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha

(41)

24 dikatakan layak dan memberi manfaat apabila nilai B/C Ratio lebih besar dari nol (0), semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut.

2.10 Break Event Point (BEP)

Analisis titik pulang pokok (break event point) adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkatan produksi yang dilaksanakan dengan biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima dari kegiatan perusahaan. Pendapatan perusahaan merupakan penerimaan karena bersumber dari kegiatan perusahaan sedangkan biaya operasi merupakan pengeluaran yang bersumber dari kegiatan perusahaan (Umar, 2003:202)

2.11 Penelitian Terdahulu

Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian- penelitian sebelumnya sebagaimana terangkum dalam Tabel 2.di bawah ini Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No

Peneliti, Tahun, Dan

Judul

Tujuan Penelitian

Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1 Risza Astari

Safutri. 2014.

Efesiensi dan Pendapatan Usahatani Cabai Keriting

di Desa

Perbawati Kec.

Sukabumi Kab.

Sukabumi Jawa Barat

Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani cabai keriting

Menggunaka n analisis fungsi

produksi Coub- douglasdan analisis pendapatan,p enerimaan dan

R/C ratio.

Usahatani cabai keriting di

Desa Perbawati secara ekonomis belum efisien, karena dilihat dari rasio NPM

terhadap harga faktor produksi lahan, benih, pupuk kandang, fungisida maupun tenaga kerja memiliki nilai yang tidak sama dengan satu,dan nilai pendapatan bersih

(42)

25 usahatani (Net Farm Income)yang diperoleh sebesar Rp 25.535.859 per hektar dengan R/C rasio sebesar 1,92.

No Peneliti, Tahun, Dan

Judul

Tujuan Penelitian

Metode Penelitian

Hasil Penelitian

2 Nining Mayanti

Siregar. 2011.

Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi Cabai Merah

Keriting di Desa Citapen Kec. Ciawi Kab. Bogor

Menganalisis tingkat pendapatan dan Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi Cabai Merah

Keriting di Desa Citapen Kec. Ciawi Kab. Bogor

Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Analisis kuantitatif menggunaka n

analisisfungsi produksi Coub- douglas, Analisis pendapatan, penerimaan dan

R/C ratio.

Usahatani cabai merah Keriting di Desa Citapen Kec. Ciawi Kab. Bogor menguntungkan dan layak dengan pendapatan sebesar Rp 86.863.853 per ha, danR/C biaya total sebesar 2,46.

Berdasarkan fungsi produksi Coub-douglas diperoleh nilai R-sq sebesar 86,5% yang mengartikan bahwa variabel bebas (benih, pupuk kandang, pupuk NPK, SP36, KCL, pestisida, nutrisi, dan tenaga kerja) dapat menjelaskan 86,5%

variabel tidak bebas (hasil Produksi).

3 Eko

Hendrawanto.

2008. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang

Usahatani Cabai Merah

Menganalisis tingkat pendapatan cabang

usahatani cabai merah,

Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap

produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai

Menggunaka n analisis Pendapatan R/C Ratio, dan Analisis produksi pendekatan fungsi produksi eksponensial

Pendapatan kerja petani sebesar Rp 4. 597. 870, 97, dan pendapatan keluarga petani sebesar Rp 7. 278. 902, 09, R/C Ratio masing-masing sebesar 2,59 dan 1,59.

Faktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani cabai merah yaitu tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang.

Elastisitas produksi sebesar 1,28533, berarti

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah : (1) Bagaimana biaya dan pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa Banyudono Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.. (2) Bagaimana efisiensi usahatani

faktor-faktor produksi dari usahatani cabai merah keriting yang merupakan salah satu. komoditas

Judul ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan penyusun mengenai seberapa besar biaya yang dikeluarkan ketika ingin melakukan kegiatan usahatani cabai rawit, seberapa besar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Pendapatan usahatani cabai keriting dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp73.092,149,- dengan rata-rata Rp

Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida, daya gabung umum, dan daya gabung khusus enam galur murni cabai besar dan cabai

Penelitian dengan tujuan : 1) Untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha tani padi pada musim penghujan dan kemarau, 2) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah

Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dalam penggunaan Pupuk Cair Organik Super ACI terhadap pertumbuhan dan produksi Tanaman Cabai

Vektor penyakit virus kuning kuning keriting (Bemisia tabaci) pada cabai (Capsicum annuum) pertumbuhannya dapat ditekan pertumbuhannya dengan penyemprotan ekstrak