• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA KERBAU (HORBO) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA : STUDI DI KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA KERBAU (HORBO) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA : STUDI DI KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KERBAU (HORBO) PADA MASYARAKAT BATAK

TOBA DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA

(Studi Kasus di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Antropologi Sosial

Oleh :

Fretdy M Manurung Nim. 309122021

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

▸ Baca selengkapnya: jambar ulaon saur matua

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

FRETDY M MANURUNG, NIM : 309122021, MAKNA KERBAU (HORBO) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA : STUDI DI KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR. FAKULTAS ILMU SOSIAL, UNIVERITAS NEGERI MEDAN, 2013.

Pembimbing : Murni Eva Marlina, M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan makna kerbau (horbo) pada masyarakat batak toba,khususnya dalam upacara kematian Saur Matua. Kedua untuk menjelaskan tahap-tahap upacara kematian Saur Matua..

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia sehingga dapat memberikan gambaran sistematis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

(6)

KATAR PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk-Nya, sehungga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yang berjudul “Makna Horbo (Kerbau) Pada Masyarakat Batak

Toba Dalam Upacara Kematian Saur Matua di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir”.

Selama penyusunan skripsi ini, tentu saja tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak tertentu. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si.

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Dr. Restu MS beserta jajarannya yang telah memberikan segala kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Antropologi, Ibu Puspitawati, M,Si yang telah memberikan fasilitas dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Murni Eva Marlina, M.Si selaku pembimbing penulis yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan, arahan dan nasihat kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak, Bakhrul Khair Amal, M.Si selaku Dosen Pembimbing

(7)

memberikan masukan, nasehat dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini .

6. Ibu Dra. Puspitawati, M.Si dan Bapak Drs. Tumpal Simarmata, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.

7. Ayanda M.Manurung (+) dan Ibunda E br. Manullang yang telah membimbing penulis hingga sampai pada saat ini juga memberikan motivasi tidak terhitung baik secara materi dan nonmateri sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Robert Sidauruk Selaku Kepala Desa Simanindo yang telah memberikan izin penelitian dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Namboru T. br. Turnip yang telah memberikan penginapan juga atas waktu yang diberikan sehingga penulis dapat melakukan wawancara dengan lancar.

10.Abangku Torang Manurung dan Kakakku Eva br. Manurung atas segala sesuatu yang telah engkau berikan kepadaku, kasih, perhatian serta keringatmu yang tak terhitung sehingga mengantarku pada masa yang indah.

(8)

Pendidikan Antropologi stambuk 2009 dan teman satu Pembimbing, terimakasih atas kebersamaan kalian.

12.Itoku Renata Dumasari Sinaga (Botak) dan kakak Reslina Sinaga. Terimakasih atas kecerewetan kalian .

Semoga kebaikan Bapak/Ibu/Sdra/I menjadi amal baik dan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneulis mengharapka saran dan kritik yang membangun dami kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.2. Kerangka Konseptual ... 9

(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian ... 25

3.2. Lokasi Penelitian ... 25

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.4. Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

4.1.1. Keadaan Geografis ... 30

4.1.2 Keadaan Demografis ... 34

4.2. Pembahasan Dan Hasil Penelitian ... 39

4.2.1. Fungsi Kerbau (Horbo) Bagi Masyarakat Batak Toba... 39

4.2.2. Makna Kerbau (Horbo) Pada Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Kematian Saur Matua. ... 40

4.2.3 Tahap-Tahap Upacara Kematian Saur Matua ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1. Jumlah Penduduk Kecamatan Simanindo Menurut Jenis Kelamin…..……… 31

2. Luas Wilayah Menurut Desa Di Kecamatan Simanindo.………. 32

3. Luas wilayah menurut penggunaan Desa Simanindo……….…….. 33

4. Luas lahan menurut kepemilikian Desa Simanindo………. 33

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1. Dalihan Na Tolu………. 42

2. Kerbau (Horbo)……… ……….. 46

3. Upacara dijabu (didalam rumah)……… 49

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur. Suku bangsa yang dikategorikan ke dalam suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Salah satu keistimewaan masyarakat di dunia Timur, terletak pada berbagai adat-istiadat dan kebudayaan yang dimilikinya. Termasuk Indonesia, khususnya suku Batak. Selalu ada upacara adat, mulai dari masa mengandung (kehamilan), kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Di dalam ilmu antropologi, upacara-upacara di sepanjang lingkaran hidup itu disebut dengan istilah Rites de Passages, atau Life Circle Rites.

Pada masyarakat Batak Toba, dikenal dalam beberapa tingkat kematian. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Poso-poso (Meninggal saat bayi), Mate Dakdanak (meninggal saat kanak-kanak), Mate

Bulung (Meninggal saat remaja), Mate Pupur/Mate Ponggol (meninggal dewasa

(14)

ketika telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang menikah, namun belum bercucu), Mate Sarimatua (meninggal ketika sudah mempunyai cucu, tetapi masih ada anaknya yang belum menikah), Mate Saurmatua (meninggal setelah semua anak menikah dan mempunyai cucu), Mate

Mauli Bulung (meninggal ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan

telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan) (http://gentaandalas.com/tradisi-pesta-dalam-upacara-kematian-suku-batak/)

Jenis kematian yang disenangi bahkan ada yang mendambakannya ialah jenis kematian-bertuah tanpa beban ( mate saur matua). Seseorang disebut Saur Matua, ketika meninggal dunia dalam posisi “sisir maranak, sisir marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru”. Tetapi sebagai umat beragama,

hagabeon seperti diuraikan diatas, belum tentu dimiliki seseorang. Artinya seseorang juga berstatus saur matua seandainya anaknya hanya laki-laki atau hanya perempuan, namun sudah semuanya hot ripe dan punya cucu. Inilah tingkatan kematian kelas tertinggi yang didambakan oran Batak Toba.

(15)

Sebelum disembelih kerbau diikat pada tiang yang disebut borotan serta diiringi dengan tarian tor-tor. Kemudian setelah kerbau disambelih atau dipotong dagingnya dibagikan pada pihak keluarganya atau dalam bahasa batak dikatakan memberi jambar kepada semua hadirin, baik kepada hulahula, dongan tubu, boru, dan para sahabat serta para raja.

Jadi kerbau pada upacara kematian saur matua ini disamping sebagai sarana upacara juga dapat dipandang sebagai pemersatu kekerabatan pada masyarakat Batak Toba. Dengan memotong kerbau pada upacara kematian saur matua berarti status yang meninggal sudah tinggi (dalam pengertian adat),

demikian pula kehidupan sosial dan ekonominya. Kerbau mempunyai banyak keistimewaan diantaranya tenaganya kuat, membatu mengola pertanian sehingga dianggap sebagai lambang kesuburan

Penggunaan kerbau tidak hanya ditemukan pada masyarakat Batak Toba saja melainkan bisa ditemukan juga pada etnis lainnya simalungun, dairi, batak karo dan lain-lainya, bahkan diluar etnis batak juga ada yang memanfaatkan kerbau pada upacara kematian. Bagi masyarakat yang masih hidup dengan tradisi megalitiknya seperti Toraja, Sumba, Dayak Ngaju, dan Batak, kerbau merupakan hewan yang sering dikorbankan pada upacara-upacara adatnya seperti upacara kematian (rambu solo’, marapu, tiwah, saur matua dan mangokal holi), atau

(16)

Pada umumnya banyaknya kerbau yang disembelih pada suatu upacara adat menggambarkan kemampuan keluarga atau tingginya status sosial seseorang di masyarakat. Kegiatan tersebut secara simbolis tergambar pada banyaknya tanduk kerbau yang dipajang pada rumah adat.

Peran kerbau juga tampak pada masyarakat toraja, Dalam upacara adat Toraja seperti Rambu Solo’ (pemakaman) kerbau memegang peranan sebagai piranti utama. Kerbau digunakan sebagai alat pertukaran sosial dalam upacara tersebut. Jumlah kerbau yang dikorbankan menjadi salah satu tolok ukur kekayaan atau kesuksesan anggota keluarga yang sedang menggelar acara. Kebanggaan akan hal tersebut terlihat dari jumlah tanduk kerbau yang dipasang pada bagian depan Tongkonan (rumah tradisional Toraja) keluarga penyelenggara upacara Rambu Solo’.

Jumlah kerbau yang dipersembahkan bisa mencapai ratusan ekor dan menghabiskan dana hingga miliaran rupiah. Jika di sebagian belahan nusantara kerbau hanya dipandang sebagai hewan ternak dan seringkali ditemukan berkubang lumpur di sawah, tidak demikian halnya dengan kerbau yang ditemukan di sekitar kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja. Bagi masyarakat Toraja, kerbau memiliki posisi istimewa dan menjadi salah satu simbol prestise dan kemakmuran

Penggunaan kerbau juga tidak hanya digunakan pada upacara kematian saur matua bahkan dalam acara adat-adat tertentu juga digunakan seperti upacara

(17)

didaerah batak toba hiasan kerbau berupa kepala dan tanduk kerbau digunakan sebagai hiasan atau tanda dikuburan. Kerbau juga sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat seperti sebagai penghasil tenaga kerja untuk mengolah sawah, sebagai penghasil daging, susu, sebagai ternak yang bisa menghasilkan pupuk, dan sebagai bahan tekstil (industry).

Dari gambaran permasalahan tersebut diatas yang menarik untuk melakukan penelitian tentang fungsi dan makna kerbau pada masyarakat Batak Toba dalam upacara kematian Saur Matua di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, beberapa masalah yang diidentifikasi yaitu , bagaimana Makna kerbau pada masyarakat Batak Toba dalam upacara kematian Saur Matua dan bagaimana tahap upacara pelaksanaannya.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan keterbatasan yang di miliki penulis baik dari segi waktu, wawasan, dan kemampuan maupun material maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun batasan masalah yang akan diteliti adalah

1. Fungsi kerbau pada masyarakat Batak Toba.

2. Makna kerbau pada masyarakat Batak Toba dalam upacara kematian Saur Matua.

(18)

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut diatas, maka rumusan secara umum dari penelitian ini yaitu:

1. Apa fungsi kerbau pada masyarakat Batak Toba

2. Apa makna kerbau pada masyarakat Batak Toba dalam upacara kematian Saur Matua

3. Apa saja tahap-tahap upacara kematian Saur Matua

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi kerbau pada masyarakat Batak Toba.

2. Untuk mengetahui fungsi dan makna kerbau pada masyarakat Batak Toba dalam upacara kematian Saur Matua.

3. Untuk mengetaui tahap-tahap upacara kematian Saur Matua.

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

(19)

pemahaman tentang makan kerbau pada masyarakat Batak Toba dan bagi ilmu-ilmu social lainnya .

2. Menambah informasi mengenai tahap-tahap upacara kematian saur matua

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Upacara kematian pada masyarakat Batak Toba merupakan pengakuan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan di dunia ini. Adapun maksud dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara kematian itu tentunya berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan. Jenis kematian yang disenangi bahkan ada yang mendambakannya ialah jenis kematian-bertuah tanpa beban ( mate saur matua).

Seseorang disebut Saur Matua, ketika meninggal dunia dalam posisi “sisir maranak, sisir marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru”. Tetapi sebagai umat beragama, hagabeon seperti diuraikan diatas, belum tentu dimiliki seseorang. Artinya seseorang juga berstatus saur matua seandainya anaknya hanya laki-laki atau hanya perempuan, namun sudah semuanya hot ripe dan punya cucu. Inilah tingkatan kematian kelas tertinggi yang didambakan oran Batak Toba.

(21)

meninggal sudah tinggi (dalam pengertian adat), demikian pula kehidupan sosial dan ekonominya. Kerbau mempunyai banyak keistimewaan diantaranya tenaganya kuat, membatu mengola pertanian sehingga dianggap sebagai lambang kesuburan.

Jadi kurban kerbau merupakan refleksi dan sistem kepercayaan lama Sub etnis Batak Toba tentang penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang. Upacara kematian Saur Matua yang harus diikuti dengan kurban kerbau merupakan adat istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang sub etnis Batak Toba

(22)

5.2. Saran

Upacara saur matua hendaknya tetap dilaksanakan dan dilestarikan pada Masyarakat Batak Toba khusunya di desa Simanindo.Upacara saur matua harusnya dilakukan dengan tidak membebani secara berlebihan perekonomian anak-anaknya. Dilakukan dalam ungkapan syukur kepada Tuhan atas berkat umur yang panjang, hingga saat ajal menjemputnya, masih sempat melihat seluruh anak-anaknya telah berkelurga (bahkan telah memiliki cucu).

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta. Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik. Simanindo Dalam Angka 2012. BPS Kabupaten Samosir

Gultom Raja Marpodang, Dj.1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Medan: CV. Armanda.

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta. Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta: PT.Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Moleong, lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Poloma,M.M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2009. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Soekanto, Soerdjono, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Suiyono,2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),Alfabeta, Bandung.

(24)

http://gentaandalas.com/tradisi-pesta-dalam-upacara-kematian-suku-batak/ ( Diakse pada tanggal 8 April 2013 pukul: 08.00)

http://digilib.unimed.ac.id/UNIMED-Master-233/233 (Diakse pada tanggal 10 April 2013 pukul: 07.00)

http://www.gobatak.com/hewan-kerbau-pada-etnis-batak/ (Diakses pada tanggal: 10 April 2013 pukul: 09.00)

Gambar

Tabel
Gambar

Referensi

Dokumen terkait

Upacara Saur Matua berlangsung berdasarkan hukum adat masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan Natolu...

Dari hasil perolehan 37 data yang ditemukan dalam acara kematian Saur Matua adat Batak Toba yang paling dominan adalah jenis tindak tutur direktif berupa

1. Upacara Pajonjong Baringin adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila kematian

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan sebelumya dapat ditarik beberapa kesimpulan yang sekaligus menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Dalam upacara adat kematian bagi suku

Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi Dalihan Na Tolu Dalam Pelaksanaan Upacara Perkawinan Batak Toba Di Desa Sibarani Nasampulu Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba

Adapun aspek-aspek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah amanat umpasa yang digunakan dalam upacara adat kematian saur matua, diksi umpasa yang digunakan

Kini masyarakat Batak Kristen memahami upacara saur matua bukan untuk menyembah si orang tua agar kekuatan sahala diberikan kepada anak-cucunya, tetapi sebagai ungkapan syukur

Dari Hasil Penelitian diketahui bahwa Tarian Tortor dalam Upacara Perkawinan Sub Etnis Batak Toba di Kecamatan Balige mengandung banyak makna yang disampaikan