“UltimArt” ialah kependekan dari ultima (Latin: dalam, berbobot, bernilai) dan art (seni). Dengan akronim itu, jurnal ilmiah ini dimaksudkan sebagai wahana informasi, saling silang pendapat, berbagi, serta telaah ilmiah yang berkaitan dengan dunia desain komunikasi visual dan estetika pada umumnya, selain memuat perkembangan teori, konsep, dan praktik komunikasi visual, artikel ilmiah, ringkasan hasil penelitian, dan resensi buku/film.
Jurnal ini diterbitkan oleh Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara. Redaksi mengundang para ahli, praktisi, dan siapa saja yang berminat untuk berdiskusi dan menulis sambil berkomunikasi dengan masyarakat luas. Tulisan dalam Jurnal Ilmiah UltimArt tidak selalu mencerminkan pandangan/pendapat redaksi.
Pelindung : Dr. Ninok Leksono
Penanggung jawab : Dr. rer. nat. P. Y. Topo Suprihadi, Dipl. Phys. Prof. Muliawati G. Siswanto, M. Eng. Sc. Pemimpin Umum : Dr. P.M. Winarno
Ketua Dewan Redaksi : M.S. Gumelar, M.A. Redaktur Pelaksana : Drs. R. Masri Sareb Putra
Dewan Redaksi : Hira Meidia, Ph.D, Ir. Budi Susanto, M.M., Andrey Andoko, M.Sc., Dra. Bertha Sri Eko, M.Si., Hendar Putranto, M.Hum., Edwin Sutiono, M.A., Niknik Kuntarto, S.Pd., M.Hum.
Tata Usaha : Ina Listyani Ryanto, S.Pd., M.A. Sirkulasi dan Distriusi : Sularmin
Keuangan : I Made Gede Suteja, S.E. Alamat Redaksi dan Tata Usaha:
Universitas Multimedia Nusantara
Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia
DIAH CEMPAKA, LEONARDO WIDYA ... 81-88
Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation
EDWIN H. SUTIONO ... 89-97 Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan
HADI SUTOPO ... 98-105
Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year
MOHAMMAD RIZALDI ... 106-121
Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak”
R. MASRI SAREB PUTRA ... 122-133
Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation
MICHAEL SEGA GUMELAR ... 134-148 Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital
BAMBANG TRIMANSYAH ... 149-157 Realisme dalam Media Fotografi
ASEP DENI ISKANDAR ... 158-165
Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia
dalam Sampul Album Musisi Indonesia
(Penelitian sebagai bagian dari tugas di mata kuliah:
Art & Design Research Methodology, semester enam)
DIAH CEMPAKA
Mahasiswi semester akhir, Program Studi Desain Komunikasi Visual,
UMN, Indonesia.
(DiahCempaka@yahoo.com)
LEONARDO WIDYA
Pengajar Program Studi Desain Komunikasi Visual, UMN, Indonesia.
(LeonardoWidya@yahoo.com)
Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara
Jln. Boulevard, Gading Serpong
Telp. 021-54220808, 37039777
Diterima: 7 Juli 2012
Disetujui: 30 Juli 2012
Abstract
Popular culture, or pop culture often called as mass culture, a culture that has been made deli berately to become accepted soon in society for the importance of the maker as well as all people who helped to publish the culture. Album of music (be it a tape format or Compact Disk format), is the mass production of objects as
-sociated with the culture contained in it, namely the composition of the song’s creation of the musicians who recorded music in the album that made the cover acts as a visualization of the songs recorded into the music album which express the pop culture.
The objective of this research is to explore and observe the use of pop style with cultural elements of Indo
-nesia in Indo-nesia’s musician cover album.
Keywords : cover of music album, pop culture, pop style, elements of Indonesia, Indonesian culture
Pendahuluan
Album Musisi Indonesia
Berkaitan dengan musik pop, sebagai suatu jenis musik yang sangat dinamis sifatnya, di mana
kelangsungan hidup musisi dan lagu-lagunya cenderung mengikuti tren yang berlaku, penulis melakukan penelitian berupa studi kasus de ngan objek sampul-sampul album musisi Indonesia
Kebudayaan populer, atau budaya pop, se-ring kali disebut juga sebagai kebudayaan mas-sa, yaitu suatu kebudayaan yang sengaja dibuat untuk segera diterima massa luas demi kepen-tingan si pembuat serta semua pihak yang mem-bantu memassakannya (Sudjoko, 1977). Gaya pop merupakan salah satu hasil dari kebudayaan pop. Selanjutnya, gaya pop tersebut diterapkan
pada karya desain grafis pada sampul album, se -bagai ekspresi visual dari budaya pop.
Istilah pop merujuk pada kata populer,
be-rasal dari kata “popular”, yang menyangkut kepada “massa” yang banyak (Kayam, 1983). Populer, dapat berarti sebagai sesuatu yang di-sukai oleh orang banyak karena bersifat massal, sesaat, dan memperhitungkan nilai ekonomis. Di sisi lain, populer juga dapat menjadi penanda sesuatu yang modern.
Album musik (baik itu format kaset
mau-pun format Compact Disk), merupakan benda
produksi massal yang terkait dengan hasil kebu-dayaan yang termuat di dalamnya, yaitu kom-posisi lagu ciptaan para musisi yang direkam ke dalam album musik yang menjadikan sampul berperan sebagai visualisasi dari lagu-lagu yang direkam ke dalam album musik tersebut yang meng ekspresikan budaya pop.
Oleh karena itu, untuk menyesuaikan
kon-disi perkembangan gaya desain grafis dengan
perkembangan musik pop, penulis memilih sampul album musik yang memiliki kemiripan dengan sampul album musik musisi dari luar Indonesia yang dianggap cukup mewakili un-tuk melihat sejauh mana Indonesia mengambil
unusr budaya luar. Apakah gaya desain grafis
sampul-sampul album tersebut menampilkan
konsep desain grafis yang mengangkat budaya
Barat, seperti Amerika, serta ciri-ciri visual yang menyertainya.
Maksud dan tujuan riset ini ialah untuk meng angkat serta melestarikan aset properti visual budaya Indonesia, seperti batik, tokoh-tokoh pewayangan, dan masih banyak lagi pada desain sampul album musisi Indonesia dan di-harapkan dapat menjadi inspirasi dalam pen-ciptaan sampul album musisi Indonesia (baik
yang berformat kaset maupun Compact Disk).
Berikut adalah beberapa gambar sampul al-bum dari era tahun 70-an hingga 90-an:
Sampul Album Koes Pus (70-an), format kaset.
Sampul Album Dian Pisesha, format kaset.
Sampul Album Chica Koeswoyo , format kaset.
Sampul CD Dewa 19, format CD.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam riset ini adalah Studi Kepustakaan untuk mendapatkan bebe-rapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebe-lumnya yang berhubungan dengan informasi yang ingin diketahui dan melakukan riset kuali-tatif dengan cara menyebarkan kuesioner.
Hasil dan Pembahasan
Unsur Budaya dalam Sampul Album
Musik
berdampak pada kebudayaan di Indonesia. Ber-bagai dampak negatif dapat terjadi apabila sam-pul album musisi Indonesia terlalu mengikuti budaya Barat, yaitu hilangnya budaya Indonesia atau semakin tenggelamnya pengaplikasian bu-daya Indonesia pada berbagai aspek kehidupan (yang dalam hal ini dikhususkan dalam desain sampul album) sehingga perlu diketahui berapa besarkah pengaruh sampul album tersebut ter-hadap masyarakat dunia?
Sejatinya apabila dalam sebuah album musik digunakan budaya negeri sendiri maka hal ini tentunya dapat mengangkat serta melestarikan aset properti visual budaya Indonesia, seperti batik, tokoh-tokoh pewayangan, dan masih ba-nyak lagi serta diharapkan dapat menjadi ins-pirasi dalam penciptaan sampul album musisi Indonesia yang lainnya.
Berikut ini contoh-contoh sampul album musisi Indonesia yang menggunakan unsur-un-sur budaya Indonesia:
Yang penting adalah pesan atau info yang ingin
diberikan kepada audiens melalui sampul album
musik tersebut dapat tercapai. Pada umumnya, mendesain sampul album musik tidaklah berbe-da dengan mendesain sampul majalah ataupun buku. Paragraf berikut akan menjelaskan berke-naan dengan kriteria ideal desain sebuah sam-pul, baik majalah, buku, maupun album musik.
Perencanaan desain sampul sebaiknya dig-arap secara teliti dan cermat karena desain sam-pul depan sebuah majalah, buku, atau album
musik merupakan display kemasan bagi isi yang
disajikan di dalamnya. Oleh karena itu, desain cover depan majalah, buku, atau album musik sebaiknya memenuhi kriteria-kriteria berikut ini:
1. dapat menunjukkan identitas majalah, buku, atau album musik, sesuai dengan misi yang telah ditetapkan,
2. menarik perhatian (it attracts attention),
3. dapat menimbulkan/menciptakan selera ba-ca dan keinginan untuk memiliki majalah, buku atau album bagi para khalayak sasaran (it creates a suitable mood for the readers), dan 4. dapat menjual majalah, buku, atau album
musik/membantu meningkatkan angka pen-jualan.
Selain itu, perlu diperhatikan hierarki ter-hadap elemen-elemen visual dasar yang muncul pada sampul depan sebuah majalah, buku dan
album musik, seperti logotype, tanggal terbit,
harga, dan barcode.
Sampul Album Iwan Fals: Manusia ½ Dewa, format CD
Sampul Album Kompilasi Indonesia SKA, format CD
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam
Desain Sampul Album Musik
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sebuah sampul album musik, yaitu apakah sampul album musik tersebut su-dah memiliki kelengkapan unsur-unsur standar sebuah sampul album musik yang di antaranya seperti skema di bawah ini:
Unsur-unsur dan hierarki dalam sebuah de-sain album musik tidaklah harus seperti contoh skema tersebut. Hal itu bisa saja berubah se-suai dengan konsep album dari setiap musisi.
Faktor-faktor atau materi berikut ini sering dipertimbangkan sebagai alternatif pilihan. 1. Foto atau Ilustrasi yang masih berkaitan
dengan sebuah berita, tulisan/features atau
editorial di dalamnya (a phothograph or illus
-tration tied to a features inside).
2. Seni Kontemporer, Abstrak, Foto, atau Ilustrasi yang berdiri sendiri (abstract art,
a phothograph or illustration that stands by it
-self).
3. Hanya terdiri dari huruf dan (atau) angka (type and figures only).
4. Permulaan dari sebuah berita, tulisan/fea
-tures atau editorial yang kemudian dilan-jutkan penulisannya ke halaman dalam ma-jalah(the beginning of an article or editorial that
continued inside).
5. Sebuah Iklan (an advertisement).
Lay out yang digunakan pada sampul ha-ruslah menampilkan dan mengkomposisikan elemen gambar dan teks agar lebih komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan.
Untuk mempermudah pengerjaan lay out
sam-pul, ada baiknya pendesain menggunakan sistem grid yang memang berguna untuk pena-taan elemen-elemen visual dalam sebuah ruang. Sistem grid merupakan sebuah sistematika yang digunakan sebagai perangkat untuk mempermu-dah menciptakan sebuah komposisi visual guna menjaga konsistensi dalam melakukan repetisi dari sebuah komposisi yang sudah diciptakan sehingga rancangan sampul dapat komunikatif dan memuaskan secara estetik. Namun, sebelum menggunakan atau mengaplikasikan sistem grid, diperlukan sebuah halaman untuk
meletakkan-nya. Di bidang seni grafis, proporsi agung atau
yang sering disebut the golden section menjadi
dasar pembuatan ukuran kertas dan prinsip itu pula dapat digunakan untuk menyusun
keseim-bangan sebuah desain. The golden section sudah
ditemukan sejak zaman kuno untuk menghadir-kan proporsi yang sangat sempurna dan indah.
Membagi sebuah garis dengan perban-dingan mendekati rasio 8 : 13 berarti bahwa jika
garis yang lebih panjang dibagi dengan garis yang lebih pendek, hasilnya akan sama dengan pembagian panjang garis utuh sebelum
dipo-tong dengan garis yang lebih panjang tadi. The
golden section juga dikenal dalam istilah deret
bi langan fibonacci, yaitu deret bilangan yang
se tiap bilangannya adalah hasil jumlah dari dua bilangan sebelumnya dan dimulai dari nol. Deret bilangan ini memiliki rasio 8 : 13, yaitu ra-sio The golden section. Bilangan ini sering dipakai dalam pengukuran bangunan, arsitektur, karya seni, huruf hingga layout sebuah halaman ka-rena proporsinya yang harmonis. 0 1 1 2 3 5 8 13 21 34 55 89 144 233 377…
Sebuah objek yang mempunyai The golden
section mampu sekaligus memuaskan mata dan tercermin pada benda-benda alam. Ujung daun pakis dan spiral dalam rumah keong adalah con-toh yang paling populer.
Selain itu, dikenal pula grid simteris, yaitu halaman kanan akan berkebalikan persis seperti bayangan cermin dari halaman kiri. Ini membe-rikan dua margin yang sama, baik margin luar maupun margin dalam. Untuk menjaga proporsi, margin luar memiliki bidang yang lebih lebar.
Gejala Desain Gaya Pop
Dalam sampul-sampul album musik musisi Indonesia, gaya pop pada umumnya muncul dengan menggunakan warna-warna cerah. Warna-warna cerah dapat muncul berdasarkan warna-warna murni ataupun berbagai warna komplementer, yang dipadukan secara kontras. Karakter gaya pop yang ekspresif muncul,
ter-utama pada tampilan tipografi dan ilustrasi da -lam sampul album musik musisi Indonesia.
Peng-gunaan tipografi secara acak, saling tumpuk,
dalam penataan. Komposisi ditampilkan meng-gunakan berbagai teknik cetak, fotomontase dan kolase. Selain itu, terdapat komposisi dengan gaya yang masih menyerupai gaya modern pada umumnya, tetapi dengan tambahan elemen khas gaya pop yang cenderung eklektik, di mana ba-nyak menggabungkan berbagai gaya desain dari era-era sebelumnya.
Perlu diperhatikan pula beberapa hal
pen-dukung yang cukup penting, yaitu warna, font
atau tipografi, dan pemilihan ilustrasi-ilustrasi
komposisi yang mendukung konsep album mu-sisi tersebut. Sebagain acuan, warna-warna pop adalah warna-warna yang mencolok mata dan kontras, komposisi yang cenderung abstrak dan
bebas, tampilan tipografi yang beraneka ragam
dan cenderung ekspresif, serta ilustrasi pada
karya desain grafis yang tampil dengan kuat me -menuhi bidang desain sesuai gaya yang diusung desainer-desainer pop dari Barat, seperti Andy Warhol dan Roy Lichtenstein.
Gejala warna yang timbul pada gaya pop adalah kombinasi warna-warna komplemen-ter yang menghasilkan kombinasi warna yang mencolok mata sekalipun warna-warna yang digunakan sebagai warna dasar tidak tergolong ke dalam warna-warna cerah. Pada umumnya, warna-warna yang digunakan adalah merah, kuning, dan biru. Sementara pencampuran keti-ganya merupakan warna-warna komplementer yang ditampilkan secara kontras.
penggunaan fotomontase dengan warna-warna cerah yang sangat memanfaatkan teknologi
komputer grafis dan efek fotografi serta penggu -naan outline pada gambar. Selain itu, terdapat juga elemen berupa benda-benda maupun ikon dari kehidupan sehari-hari, serupa dengan yang dilakukan oleh para seniman pop, seperti karya yang dihasilkan Andy Warhol pada produk makanan Amerika, yaitu Campbell Soup dan lukisan artis terkenal di masa itu, yaitu Marlyin Monroe yang menjadi karya besarnya.
Contoh-contoh penggunaan warna pada desain pop. Artist: (No Name)
Pada ilustrasi, gejala yang timbul adalah
pe-nampilan ilustrasi setara dengan tipografi dan
Tipografi pada desain bergaya pop dapat
diamati mengenai susunan dan jenis huruf yang digunakan sebagai elemen desain. Pada desain
gaya pop, terdapat adanya penggunaan tipografi
secara acak maupun saling tumpuk, yaitu peng-gunaan ide-ide dari beberapa pengaruh gaya
dalam satu karya. Gejala tipografi yang paling
tampak adalah adanya huruf yang ditampilkan dalam bentuk ekspresif dan bebas. Hal ini se suai dengan semangat pop yang cenderung nonfor-mal dan menghibur. Penilaian ini didasarkan pada bahwa pemilihan huruf merupakan gam-baran karakteristik yang menjiwai suatu karya, di mana huruf menjadi cerminan apa yang ada pada kenyataan, dalam hal ini musik yang ingin
dijual.
Gejala komposisi yang banyak dijumpai bi -asanya bentuk komposisi nonformal atau tidak terikat pada aturan tertentu, cenderung eksperi-mental, tetapi tetap memperhatikan nilai-nilai kesatuan dan keseimbangan dalam penataan.
Artis: Andy Warhol Campbell’s Tomato Soup,
1968
Artis: Noname
Komposisi ditampilkan dalam beberapa teknik cetak, fotomontase, dan kolase.
an ilustrasi maupun pengolahan gambar digital, tanpa memasukkan wajah si artis ataupun me-nampilkan wajah si artis dengan jelas.
Sementara itu, tampilan tipografi yang lebih
ekspresif dan beraneka ragam pada desain gaya pop di Barat, kurang muncul dalam desain sam-pul-sampul album musik musisi di Indonesia.
Tipografi pada rancangan sampul album mu -sisi Indonesia masih banyak berkesan modern
dengan menggunakan jenis huruf sans serif yang
dikombinasikan pada dua hingga tiga ukuran huruf saja. Secara komposisi, kombinasi elemen-elemen yang digunakan secara bebas, acak, dan ekspresif seperti desain yang muncul pada gaya pop di Barat juga tidak muncul karena komposi-si yang ditampilkan cenderung pada kombinakomposi-si susunan elemen-elemen yang didesain secara vertikal dan horizontal saja. Unsur-unsur kebu-dayaan Indonesia kurang digunakan sebagai ele-men ilustrasi album musik, bahkan sedikit sekali karya yang menggunakan unsur tersebut.
Barulah di tahun 2004, musisi kenamaan Iwan Fals merilis albumnya yang berjudul Manu-sia Setengah Dewa dan menggunakan ilustrasi dewa dalam sampul albumnya. Album ini men-datangkan kontroversial dengan adanya protes dari penganut Hindu berkaitan dengan judul dan sampul album yang dianggap menying gung perasaan umat Hindu.
Selain itu, terdapat juga album yang dirilis oleh Band Ten 2 Five berjudul I Love Indone-sia yang diproduksi secara terbatas serta tidak
Artis: Noname Artis: Noname
Gejala Penggunaan Tipografi pada Desain Gaya Pop
Gaya Pop yang Muncul pada Sampul
Album Musik
Dari hasil analisis beberapa sampel, (dengan memperhatikan desain tampilannya), gejala terbesar desain gaya pop dalam sampul album musik musisi Indonesia banyak menggunakan teknik pengolahan foto secara digital menggu-nakan teknologi komputer dan tampilan warna yang mencolok. Sampul-sampul album tersebut banyak menggunakan foto wajah si pemilik al-bum yang dianggap memiliki daya tarik visual. Untuk artis-artis atau musisi yang sudah cukup terkenal, cenderung menggunakan sampul al-bum yang lebih variatif dan eksperimental di mana mereka tidak takut menggunakan
tampil-Beberapa contoh sampul (dalam format CD),
diperjualbelikan karena dapat diperoleh dengan melakukan pembelanjaan dengan jumlah nomi-nal pembayaran tertentu di sebuah mini market di Indonesia. Dalam sampul album ini, Ten 2 Five menggunakan ilustrasi dengan elemen gu-nungan berornamenkan corak batik yang sangat apik.
Sementara origami adalah sebuah seni lipat kertas atau kain berbentuk persegi. Kesenian ini dipercaya bermula sejak kertas diperkenalkan pada abad pertama di zaman Tiongkok kuno pada tahun 105 Masehi oleh Ts’ai Lun. Contoh-contoh awal origami yang berasal dari Tiongkok adalah tongkang (jung) dan kotak.
Sampul Album Iwan Fals “Manusia ½ Dewa”, format
kaset.
Sampul Album Ten2Five “I Love Indone-sia”, format CD.
Minimnya penggunaan unsur atau elemen properti visual budaya Indonesia pada desain sampul album musik (khususnya musik bergenre pop), sangat berbeda dengan yang dilakukan be-berapa negara di Asia dan Eropa. Sebagai contoh negara Asia, marilah kita tengok negara Jepang. Negara Jepang cukup banyak menggunakan ele-men tradisional sebagai ilustrasi dalam desain-nya, seperti menambahkan ilustrasi origami dan anime atau kartun manga khas Jepang. Sebagai
informasi, manga merupakan istilah untuk
ko-mik Jepang. Berbeda dengan koko-mik Amerika,
manga biasanya dibaca dari kanan ke kiri sesuai dengan arah tulisan huruf kanji Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei ta-hun 1771 yang berjudul Mnakaku Zuihitsu.
Beri-kutnya terbit Shiji No Yukikaki oleh Santo Kyo -den (1798) dan manga Hyakoju karya Aikawa Minwa (1814). Namun, ada juga yang menyebut bahwa manga pertama kali muncul pada abad ke-12. Manga generasi awal ini bertajuk Choju Jinbutsu Giga yang berisi berbagai gambar lucu hewan dan manusia.
Di Eropa, band Punk Rock asal Inggris
ber-nama The Sex Pistols menggunakan figur se -orang ratu yang kelihatannya mensemiotikakan Ratu Elizabeth sebagai ilustrasi singelnya yang berjudul Good Save The Queen. Ini merupakan hal yang sangat berani, mengangkat tema kera-jaan yang merupakan salah satu unsur kultural di negara Inggris, yaitu Ratu, mengingat Ratu dikenal sebagai tokoh yang mewakili negara In-ggris, Ratu Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara. Grup ini berani mengangkat tema kera-jaan yang merupakan salah satu unsur kultural di negara Inggris.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan, antara lain sebagai berikut.
Persamaan yang terlihat antara desain gaya pop Barat dengan desain gaya pop Indonesia ada-lah adanya permainan warna kontras dan berani serta penggunaan teknik fotomontase meski fo-tomontase yang dilakukan tidak seradikal yang dilakukan desainer Barat. Fotomontase dalam sampul album tersebut masih memperhatikan
Sampul album Chiptek “She Electronica”, format CD.
estetika keserasian ala modernisme. Tampilan
ti-pografi yang lebih ekspresif dan beraneka ragam
pada desain gaya pop di Barat, kurang muncul dalam desain sampul-sampul album musik mu-sisi di Indonesia.
Unsur budaya Indonesia pun sangat minim digunakan sebagai elemen ilustrasi pada sam-pul album musik musisi Indonesia karena pada umumnya mereka menggunakan foto si artis se-bagai elemen ilustrasi yang menonjol. Namun, tidak menutup kemungkinan menggunakan unsur budaya Indonesia seperti yang dilakukan musisi Iwan Fals. Perlu digarisbawahi bahwa Iwan fals adalah artis atau musisi yang sudah cukup terkenal sehingga ia dapat menggunakan sampul album yang lebih variatif dan eksperi-mental, di mana ia menggunakan unsur budaya Indonesia tanpa memasukkan foto dirinya. Hal ini sepertinya sulit dilakukan oleh musisi-musisi pendatang baru karena mereka perlu
menampil-kan foto dirinya dalam album musiknya agar
au-dience dapat mengenali mereka.
Dalam memasukkan unsur budaya Indone-sia sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyinggung kelompok kebudayaan dan
agama tertentu karena mungkin elemen yang digunakan merupakan elemen yang sakral. Pe-ristiwa yang terjadi pada musisi Iwan Fals dalam albumnya yang bertajuk Manusia ½ Dewa dapat menjadi pelajaran bagi para insan kreatif yang nantinya akan membuat sampul album musik.
Daftar Pustaka
Amborse Gavin dan Paul Harris. 2005. Layout.
London.
Armin Hofmann. 1965. Graphic Design Manual–
Principles and Practice, VNR. London.
Josef Muller-Brockman. Grid Systems in Graphic
Design.
www.advertisingku.com/indexku (diakses 2 Mei 2011, 12:22 WIB)
www.ebooksmark.com/Cara-Membuat-Cover-Buku-yang-Baik-dan-Menarik (diakses 4 Mei 2011, 12:39 WIB)
www.etjoe.com/2009/01/12/desain-cover-depan-majalah (diakses 9 Mei 2011, 12:55 WIB)
id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia
Pendahuluan
Apabila melihat karya-karya 3D digital animation
yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan animasi terkenal, seperti Pixar maupun Dream-works, banyak orang yang terpukau melihat keindahan hasil karya mereka, yang menampak-kan tampilan pemandangan digital yang spek-takuler, pencahayaan yang indah ataupun kom-posisi warna yang menakjubkan.
Namun tentu saja, salah satu atraksi utama yang paling menyedot perhatian dari karya-karya tersebut adalah karakter-karakter anima-si, yang tanpa mereka, semua keindahan yang ditampilkan tidaklah berarti, hanya merupakan tampilan kecanggihan teknologi.
Sama seperti pada live action movie, tentunya
akan sangat membosankan apabila sepanjang
berlangsungnya movie, penonton hanya disuguhi
berbagai tampilan pemandangan, tanpa adanya cerita ataupun aktor-aktor yang berperan. Se-cara umum, aktor yang mampu memerankan
pemeran utama dan disukai penontonlah yang akhirnya paling dihargai.
Mengingat betapa pentingnya keberadaan karakter dalam sebuah karya animasi digital, tentunya sangat penting, khususnya bagi orang yang hendak berkecimpung dalam dunia 3D animasi digital untuk mengetahui apa saja yang penting untuk membuat sebuah karakter anima-si 3D digital.
Para pemula yang hendak terjun ke dunia 3D animasi digital sering kali menanyakan apa-kah tutorial ataupun program yang terbaik un-tuk membuat animasi 3D digital. Jawaban dari pertanyaan ini adalah, apabila seseorang sudah mengetahui prinsip dasar yang tepat, tidak jadi masalah dengan program yang dipilih ataupun tutorial yang dipelajari.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penu-lis membuat jurnal ini dengan harapan dapat membantu memberi gambaran mengenai salah satu pengetahuan dasar yang perlu diketahui, yaitu membuat penyusunan kerangka karakter,
Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character
dalam Program
3D Digital Animation
EDWIN H. SUTIONO
Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara
Jln. Boulevard, Gading Serpong
Telp. 021-54220808, 37039777
Diterima: 6 Juni 2012
Disetujui: 29 Juni 2012
Abstract
There are many tutorials that teach the technique to make 3D digital character rigging . This is can be confusing for the beginners 3D digital artist because they don’t know which tutorial that can be used to start.
In order to make the process of learning easier, the first step is to know the basic principle of character rigging,
that able to applied with any kind of animation character and digital animation program.
atau dalam dunia 3D digital animation, dikenal dengan istilah rigging.
Rigging, apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, adalah tali-temali, dan dapat
diambil perumpamaan seperti boneka tali (
mari-onette).
Sampai di sini, penulis akan memulai
pem-bahasan mengenai rigging, di mana terdapat dua
perlengkapan utama yang dibutuhkan, yaitu kerangka dan objek-objek pendukung.
Perlengkapan yang Dibutuhkan
1. Kerangka
Salah satu perlengkapan yang penting dalam
membuat rigging untuk model 3D digital
anima-tion adalah kerangka.
Pada setiap program 3D digital animation,
penamaan dari kerangka ini bisa bermacam-macam, seperti pada program Maya disebut
dengan joint tool, sedangkan pada program 3D
Max disebut dengan bones.
Gambar 1
Sumber: http://liladreams.creatrixgames.com/blog/page/3/
Dari contoh yang diperlihatkan, dapat di-lihat bahwa sebuah boneka tali membutuhkan alat bantu berupa tali dan kayu penyangga agar mudah digerakkan oleh sang dalang dari balik panggung.
Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi sang dalang apabila hendak menggerakkan boneka tanpa penyangga ataupun tali penggerak.
Kasus yang sama pun ada pada model 3D digital, yang tanpa tambahan perlengkapan un-tuk keperluan rigging, akan sulit unun-tuk digerak-kan.
Pada pembahasan mengenai rigging di sini,
penulis akan memberi gambaran umum
menge-nai teknik dasar rigging yang dapat diterapkan
dengan program-program 3D digital animation.
Untuk tujuan tersebut maka penulis pun akan membuat perbandingan dengan program-program tersebut, namun mengingat banyaknya program dengan kemampuan yang kurang lebih serupa, seperti Maya, 3D Max, Lightwave,
Softimage, Cinema 4D maupun Blender, penulis
memilih untuk membatasi hanya membuat per-bandingan antara Maya dan 3D Max dan untuk
contoh pembuatan 3D digital character rigging,
hanya menggunakan program 3D Max.
Gambar 2
Apa pun penamaannya, prinsip kerangka pada setiap program 3D digital memiliki ke-samaan, yaitu menjadi sebuah penyangga dari model 3D digital sehingga model tersebut dapat digerakkan, sama seperti kayu penyangga yang terdapat pada boneka tali.
2. Perlengkapan Pendukung
Untuk menggerakkan sebuah kerangka, dibu-tuhkan perlengkapan lain untuk membuat kerangka tersebut berfungsi dengan baik.
Salah satu yang penting adalah perlengkap-an inverse kinematic, di mana perlengkapan ini dapat memudahkan pergerakan dari kerangka.
Pada contoh sebelumnya, diberikan gam-baran bagaimana boneka tali menjadi terbantu dengan adanya tali pada ujung tangannya. Na-mun, di sini penulis akan memberikan contoh yang lebih jelas, yaitu kayu yang ditempatkan pada tangan wayang kulit.
Penggunaan objek pembantu ini umumnya
menjadi objek utama/parent dari sebuah
susun-an inverse kinematic untuk memudahkan proses pembuatan animasi.
Pada Maya, tidak tersedia fasilitas
pendu-kung yang menyerupai helper, namun dapat
diciptakan objek pendukung dari joint tool
mau-pun objek geometry yang diatur agar memiliki
fungsi yang sama seperti helper. Pembahasan
mengenai objek pendukung ini akan dijelaskan
pada bagian teknik penyusunan kerangka.
Teknik yang Digunakan
Kita telah membahas mengenai berbagai per-lengkapan umum yang terdapat pada program
3D digital animation untuk membuat kerangka. Dapat diumpamakan seperti membuat sebuah kue, kita telah mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan, dan sekarang setelah semua terkumpul, tentunya kita perlu mengatur semua bahan tersebut untuk menjadi kue yang enak. Untuk ini, tentunya kita memerlukan teknik-teknik pengaturan.
1. Teknik Hierarki dalam Penyusunan
Kerangka
Dalam pembuatan sebuah kerangka, diperlukan adanya kerangka utama dan kerangka pengi-kut.
Apakah yang dimaksud dengan kerangka utama dan kerangka pengikut? Hal ini sebe-narnya merupakan teknik hierarki, di mana di-ambil perumpamaan seperti susunan tingkatan jabatan dalam perusahaan.
Diperlukan beberapa orang untuk memben-tuk sebuah perusahaan dan unmemben-tuk itu diperlu-kan tingkatan jabatan untuk mengetahui posisi dan pembagian kerja bagi orang-orang yang membentuk perusahaan tersebut sehingga per-usahaan tersebut dapat berjalan.
Hal yang sama pun diterapkan dalam pe-nyu sunan kerangka agar kerangka tersebut da-pat berfungsi dengan semestinya.
Gambar 4
Sumber: http://ethnicarts.com/puppets-wayang-kulit-shadow-puppet-c-3_39
Perlengkapan ini akan dijelaskan secara
le-bih detail pada pembahasan teknik forward
kine-matic dan inverse kinematic.
Setelah penjelasan ini, cukup jelas kemirip-an kemirip-antara menyusun sebuah boneka tali de ngkemirip-an
perlengkapan yang dibutuhkan untuk rigging
pada model 3D digital, namun sebenarnya ter-dapat beberapa hal yang lebih kompleks pada proses rigging.
Kompleksitas ini mencakup perlengkapan lain yang dibutuhkan, yaitu objek pembantu
atau controller, yang pada program 3D Max
di-sebut dengan helper dan pada program lainnya
Sebenarnya, teknik ini tidak hanya dapat diterapkan pada objek kerangka, tetapi dapat pula diterapkan pada objek-objek lainnya pada
program, seperti objek geometry maupun helper.
Pada program Maya, teknik ini dikenal
de-ngan parenting, sedangkan pada 3D Max dikenal
dengan link.
Setiap program 3D terdapat panel hierarki, untuk memudahkan pengguna melihat bagaima-na susubagaima-nan kerangka berdasarkan hierarki, yang
pada program 3D Max dikenal dengan schematic
view dan pada Maya dikenal dengan hypergraph.
Gambar 7
Hal ini telah banyak dicobakan dengan ber-bagai desain karakter, baik karakter yang berka-ki dua, kaberka-ki empat maupun kaberka-ki enam, dan se-muanya menghasilkan kesimpulan yang sama.
Untuk mencapai susunan ini, terlebih dahu-lu dibuat bagian kaki yang kemudian diganda-kan sehingga menjadi dua kaki.
Gambar 5
Sumber: http://koster.indonesianforum.net/t3772p10-manajemen-sim-utk-bikers
Gambar 6
Dari pembahasan mengenai hierarki, kita akan membahas secara singkat bagaimana me-nyusun kerangka menjadi sebuah karakter ani-masi.
Dalam hal penyusunan hierarki kerangka untuk membuat karakter animasi, terdapat sebuah prinsip dasar, di mana titik pusat dari
sebuah susunan kerangka tersebut terletak pada bagian perut bawah dari karakter.
Gambar 8
Setelah menciptakan dua kaki, dilanjutkan dengan menciptakan tulang punggung, yang merupakan rangkaian kerangka yang disusun sesuai dengan bentuk punggung si karakter.
Untuk menggabungkan antara tulang pung-gung dengan kaki, di sini lah fungsi utama dari titik pusat, di mana diciptakan sebuah objek yang menjadi penghubung antara kaki dengan tulang belakang. Objek ini dapat
bermacam-macam, dapat berupa objek geometry, kerangka
Gambar 9
Untuk mempermudah pergerakan karakter, dapat pula digunakan objek tambahan, yang ber-fungsi sebagai pembantu untuk menggerakkan Pusat, caranya adalah dengan menjadikan objek tambahan sebagai orang tua dari Pusat. Dalam
hal ini, penulis menggunakan objek spline yang
diberi nama Kendali.
Tahap terakhir adalah pembuatan kerangka
kepala, yang menggunakan bones untuk
keper-luan leher dan objek geometry untuk keperkeper-luan kepala.
Gambar 10
Kemudian, langkah yang dilakukan selan-jutnya adalah membuat tangan. Penempatan tangan di sini dimulai dari bagian atas dari tu-lang punggung, yang dihubungkan dengan
me-tode parenting dan penggunaan helper.
Untuk membuat telapak tangan, terdapat berbagai teknik, seperti yang diperlihatkan di bawah ini. Teknik pertama merupakan teknik standar, yang menyusun telapak tangan
meng-gunakan bones.
Teknik lain yang dapat dipakai untuk mem-buat telapak tangan, dapat pula menggunakan
objek primitive geometry, yang disusun
menggu-nakan metode parenting.
Gambar 11
Gambar 12
Pada tahap ini, kita telah selesai membahas mengenai penyusunan hierarki pada kerangka dan hasil dari penyusunan ini dapat dilihat pada
panel schematic view pada 3D Max.
Untuk lebih jelasnya, penamaan anggota tu-buh adalah untuk kaki diberi nama Paha Atas,
Paha Bawah, dan Mata Kaki, yang dibedakan
menjadi kiri dan kanan, sedangkan untuk ta-ngan diberi nama Leta-ngan dan Hasta, yang juga
dibedakan kiri dan kanan. Untuk helper pusat,
diberi nama Pusat, badan dengan Back dan tera -khir adalah penamaan Kepala.
Gambar 13
2. Teknik Penggunaan Forward
Kine-matic dan Inverse KineKine-matic
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat dua
pilihan dalam menggerakkan kerangka, yaitu
forward kinematic dan inverse kinematic.
Gambar 16
3. Teknik Penambahan Objek
Pendu-kung
Dengan penambahan inverse kinematic, kita
dapat menggerakkan Pusat tanpa bagian kaki mengikuti. Kemudian, untuk memudahkan pergerakan, dapat ditambahkan objek pembantu pada bagian kaki, yang dalam hal ini merupakan spline.
Gambar 14
Sumber: http://apachemask.wordpress.com/2010/11/07/2-sendi/
Sebenarnya, tidak ada batasan bagi para animator untuk harus memilih metode yang dipakai untuk rigging karakter, seperti apakah untuk setiap kerangka dengan sendi engsel
ha-rus menggunakan inverse kinematic atau tidak
ka rena tidak ada metode yang lebih baik dari yang lain, tergantung dari kebutuhan.
Namun dari pengalaman, penulis melihat bahwa sebaiknya ada kerja sama antara teknik
forward kinematic dan inverse kinematic, di mana
penulis merasa cocok menggunakan forward
ki-nematic untuk menganimasikan gerakan tangan dan inverse kinematic untuk menganimasikan
kaki, yang akan dijelaskan dalam bagian
pe-nyusunan kerangka.
Untuk penjelasan penggunaan forward
kine-matic pada tangan, penulis menggunakan teknik
parenting dengan objek primitif. Di sini diguna-kan objek berupa torus, yang dibuat menjadi ob-jek utama dari lengan atas, kemudian dihubung-kan dengan helper.
Kemudian, tambahkan pula torus lain-nya untuk kerangka hasta sehingga susunan kerangka tangan menjadi seperti pada gambar di bawah.
Gambar 15
Untuk bagian kaki, digunakan perlengkap-an inverse kinematic. Cara penggunaannya ada
-lah dengan mengaktifkan tool IK, kemudian
di-lakukan seleksi pada Bones Paha Atas dan Mata
Kaki, yang hasilnya dapat dilihat pada gambar.
Gambar 17
Namun muncul problem baru, bagaimana memindahkan seluruh karakter?
Untuk mengatasi masalah ini, perlulah dibuat sebuah objek bantu lainnya, di mana dibuat sebuah objek 2D yang dibuat dari 2D
geometry splines, seperti yang digunakan untuk membuat Kendali, yang ditempatkan di bawah kaki.
Penulis memberi nama objek 2D ini dengan Master, dan untuk membuat seluruh bagian tu-buh mengikuti, parentlah objek pembantu dari
spline pada kaki, 2D spline Kendali dan helper
Chest.
Saat ini, kita telah selesai membuat kerangka karakter berkaki dua menggunakan teknik dasar sederhana, yang dapat dipraktikkan mengguna-kan program apa pun.
Pada saat ini, kita telah menyusun bagian kaki, tulang belakang, tangan dan kepala dari rangka karakter, yang dapat kita atur posenya seperti dalam bentuk berjalan, bahkan membuat animasi berjalan, seperti terlihat pada gambar.
Perlu diketahui bahwa program After Effect
pun memiliki fasilitas untuk menghubungkan satu objek dengan objek lainnya, menjadi objek utama dan objek pengikut, dan model 2D yang diperlihatkan di sini memiliki bagian-bagian ter-pisah, yang satu sama lain telah dihubungkan menggunakan fasilitas ini.
Pada penamaan anggota tubuh, penulis me-namai dengan nama yang sama dengan kerang-ka 3D yang telah disusun sebelumnya, kecuali penamaan sepatu.
Gambar 19
Impelementasi Teknik Rigging pada
Program Lain
Untuk mencontohkan bagaimana teknik ini da-pat diterapkan pada berbagai pembuatan karak-ter, penulis akan menerapkan teknik ini meng-gunakan program yang mungkin tidak akan disangka oleh pembaca, yaitu program Adobe
After Effect.
Sebagai permulaan, penulis akan memperli-hatkan sebuah model 2D yang dibuat
menggu-nakan program Adobe After Effect.
Gambar 20
Gambar 21
Seusai melihat penamaan dari bagian-bagian tubuh karakter, kita akan melihat bagaimana bagian-bagian ini dihubungkan menjadi sebuah karakter utuh.
Gambar 22
Untuk pusat, penulis menggunakan objek
null, sebuah fasilitas yang tersedia pada program
After Effect yang memiliki fungsi menyerupai
helper pada program 3D Max.
hierar-ki penyusunan yang menyerupai tampilan sche-matic view pada 3D Max, akan diperoleh susunan seperti gambar di bawah, yang tidak jauh ber-beda dengan susunan hierarki pada program 3D Max.
model 3D sebelumnya, dan kita dapat
mengge-rakkan kaki menggunakan null sebagai ujung
inverse kinematic.
Gambar 23
Selesai melihat model dan susunan hierarki, tentunya yang dilakukan selanjutnya adalah mencoba untuk menganimasikan karakter ini, bukan?
Di sini kita menemui masalah yang sama seperti pada masalah yang muncul pada penyu-sunan rigging sebelumnya, yaitu bagaimana menggerakkan titik pusat namun kaki tetap pada tempatnya?
Untuk memecahkan masalah ini, digunakan teknik yang telah digunakan pada penyusunan
rigging 3D character, yaitu inverse kinematic.
Namun, salah satu kekurangan dari program
After Effect adalah program ini secara standar
tidak memiliki fasilitas inverse kinematic, dan
un-tuk itu digunakan pendukung, yang dalam hal
ini berupa plug in bernama Duik, sebuah plug
in After Effect open source yang dapat diunduh pada situs http://ik.duduf.com.
Dengan plug in ini, secara otomatis kita
da-pat menambahkan inverse kinematic pada model,
yang ditempatkan penulis pada Paha Atas, Paha
Bawah, dan Sepatu.
Sebagai pendukung dari penggunaan
In-verse Kinematic ini, digunakan pula null, yang
berfungsi sebagai penggerak.
Setelah menambahkan inverse kinematic,
sekarang kita dapat menggerakkan null Pusat
tanpa mengganggu gerakan kaki, sama seperti
Gambar 24
Kemudian masalah yang sama pun muncul, bagaimana memindahkan seluruh karakter ?
Untuk solusi masalah ini, sebenarnya sama pula dengan solusi sebelumnya, yaitu dengan menciptakan obyek master. Jadi buatlah
kem-bali sebuah null, beri nama dengan Kendali dan
parentlah seluruh bagian dari model pada obyek master ini.
Gambar 25
Hasil dari parenting bagian-bagian ini ke-mudian dicoba oleh penulis dan hasilnya adalah sebuah hasil rigging character yang dapat dibuat walk cycle sederhana dengan kemudahan yang sama seperti pada program 3D Max.
Kesimpulan
Dengan urutan perlengkapan yang dibutuh-kan, yaitu kerangka dan objek pendukung,
ke-mudian teknik hierarki, forward kinematic, inverse
kinematic dan objek master, dapat dihasilkan berbagai rupa rigging untuk karakter manusia menggunakan program yang berbeda-beda.
Namun selain penggunaan teknik ini pada karakter manusia, penulis juga telah mencoba-kan teknik ini untuk membuat karakter nonma-nusia, yang ternyata berhasil, seperti yang di-contohkan pada gambar di bawah.
ngan pertanyaan, bagaimana dengan karakter ular?
Untuk pertanyaan ini, sebenarnya prin-sip dasar yang digunakan tetaplah sama, di mana tetap dibutuhkan perlengkapan kerang-ka dan objek pendukung, serta teknik yang di-sebutkan di atas, yang berbeda hanyalah teknik penyusunan nya, seperti yang diperlihatkan pada gambar rigging ular di bawah ini.
Teknik rigging pada ular sebenarnya sama
saja dengan teknik yang sudah dijelaskan sebe -lumnya, namun beberapa bagian dihilangkan, seperti tangan dan kaki, sedangkan titik pusat tetaplah berada di tengah, di sini digunakan
helper sebagai pusat.
Gambar 26
Dapat dilihat dari contoh rigging
terse-but, prinsip dasar yang dijelaskan oleh penulis
ternyata dapat diterapkan pada karakter yang berkaki empat, enam maupun delapan.
Mungkin dari pembaca yang melihat ke-simpulan ini, ada pula yang menyanggah
de-Gambar 27
Penulis berharap, penulisan ini dapat mem-bantu para pemula yang hendak memulai rig-ging menjadi terbantu. Semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka
Maestri, George. 1996. Digital Character
Anima-tion. Indianapolis: New Riders Publishing.
Roberts, Steve. 2004. Character Animation in 3D.
Pendahuluan
Dalam industri penerbitan dan percetakan, produksi suatu buku dilakukan melalui bebera-pa tahap, yaitu tahap penyiabebera-pan terbitan, pence-takan, dan penyelesaian. Dalam tahap penyiap-an terbitpenyiap-an dilakukpenyiap-an pengolahpenyiap-an naskah dpenyiap-an desain. Pengolahan naskah, pengetikan naskah, penyuntingan, dan koreksi dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi di bidangnya. Teks yang dihasilkan dari pengolahan naskah
selan-jutnya dijadikan sebagai bahan untuk
pemroses-an pada pengolahpemroses-an desain.
Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi
pada Industri Penerbitan
Developing
Imposition Software
for Publication Industry
HADI SUTOPO
Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara Jln. Boulevard, Gading Serpong
Telp. 021-54220808, 37039777
e-mail:
topazart@gmail.comDiterima: 1 Agustus 2012 Disetujui: 20 Agustus 2012
Abstract
In prepress, "imposition" means the arrangement of pages on the press sheets so that when folded the pages are read consecutively. How the pages are arranged on the sheets depend on the sizes of the press sheets and pages, and how the job will be folded and bound. To best understand how simple imposition works, fold a
sheet of paper to represent a section of the finished publication, stack or insert the sections and then number the pages sequentially in reading order. Imposition plays a vital role in producing print profitably. The objective of this study is to develop an imposition software to arrange the pages on the press sheets, hence it can be used to plan a book publishing before the book design is done. The imposition software is developed as an interactive multimedia application using authoring tools Adobe Flash CS3, and the final output text file can be provided
into the planning and processing publishing document.
Keywords: imposition, sheet, perfect binding, publishing document, interactive multimedia
Dilihat dari fisiknya, buku terdiri dari cover
dan bookblock yang merupakan isi buku. Book-block terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman judul, kata pengantar, dan lain-lain, bagian utama merupakan isi dari buku yang penting, dan bagian akhir terdiri dari
in-deks, daftar pustaka, dan lain-lain. Jumlah ker -tas yang diperlukan untuk mencetak suatu buku tergantung dari ukuran buku, ukuran kertas, dan mesin cetak yang digunakan pada percetakan.
tersu-sun dan dijilid. Untuk menentukan
halaman-halaman dalam tiap sheet diperlukan imposisi.
Di samping itu, imposisi juga dapat digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah kertas yang diperlukan dalam produksi suatu buku. Biaya produksi yang optimal dapat diperoleh bila im-posisi yang dibuat mempunyai tingkat penyim-pangan kecil.
Untuk membuat imposisi diperlukan data jumlah halaman seluruhnya dan jumlah halam-an bagihalam-an awal. Denghalam-an data tersebut, desainer membuat imposisi sehingga diketahui jumlah
halaman dalam suatu buku, serta sheet yang
di-perlukan untuk membuat buku tersebut. Pada saat ini, pembuatan imposisi yang memperlihat-kan halaman-halaman dari tiap lembar kertas dilakukan secara manual oleh seorang desainer.
Di pasaran telah ada perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menyusun halaman-ha-laman dari jumlah hahalaman-ha-laman buku, yaitu “Impo-ser Pro” yang dikeluarkan oleh ALAP. Perangkat lunak tersebut digunakan pada proses pembuat-an layout buku, yaitu pada tahap pengolahpembuat-an desain, yang selanjutnya digunakan juga pada proses produksi (www.alap.com, 2006).
Berbeda dengan perangkat lunak yang su-dah ada, tujuan penelitian ini adalah membuat perangkat lunak imposisi pada industri buku yang dapat digunakan pada tahap perencanaan sehingga tafsiran biaya untuk penerbitan buku dapat dilakukan lebih akurat. Perangkat lunak aplikasi imposisi dibuat berbasis multimedia yang dapat memberikan informasi mengenai ukuran buku, jumlah halaman, susunan halam-an tiap sheet, dhalam-an informasi lain yhalam-ang berkaithalam-an dengan penerbitan buku. Dengan perangkat lunak tersebut, diharapkan imposisi yang dibuat oleh desainer dapat memperoleh hasil yang op-timal. Desain perangkat lunak imposisi ini dapat menggantikan pekerjaan manual yang dilaku-kan oleh desainer selama ini.
Buku yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir me-merlukan sejumlah kertas sesuai jumlah halam-an. Untuk itu, perlu dibuat desain layout cetak di mana data yang diperlukan adalah jumlah
halaman seluruhnya dan jumlah halaman bagian awal. Pada umumnya, percetakan menggunakan 1 halaman kertas ukuran plano untuk 32 halam-an dari suatu buku. Setelah kertas dicetak, ke-mudian dilipat dan disusun sehingga
memben-tuk suatu bookblock. Jumlah halaman buku tidak
selalu dapat dibagi dengan 32 sehingga terda-pat halaman kosong. Contohnya, buku dengan jumlah halaman 200, jika menggunakan kertas 7 lembar akan terdapat 24 halaman kosong, se-dangkan jika menggunakan 6 lembar maka akan
kurang 8 halaman. Untuk mendapatkan efisien -si, pencetakan buku dengan tebal 200 halaman dapat dilakukan menggunakan kertas 6.25 lem-bar. Kemungkinan lain yang terjadi adalah peng-gunaan kertas dan mesin cetak kecil atau ukuran buku besar akan mempunyai susunan halaman berbeda karena 1 halaman kertas hanya memuat
16 atau 8 halaman (Menutup Acuan Cetak, 1997).
Dengan data jumlah halaman seluruhnya dan jumlah halaman bagian awal dari buku, desainer menyusun layout halaman cetak se-hingga diketahui jumlah halaman seluruh buku, serta kertas yang diperlukan. Pekerjaan terse-but memerlukan pengetahuan produksi cetak dan ketelitian dari seorang desainer. Pada saat ini, pembuatan imposisi yang memperlihatkan halam an-halaman dari tiap lembar kertas di-lakukan secara manual oleh seorang desainer. Pekerjaan yang bersifat manual memerlukan ke-telitian dan waktu yang cukup lama, serta sulit untuk dilakukan perubahan.
Tujuan penelitian ini adalah bagaimana membuat perangkat lunak aplikasi imposisi yang dapat menggantikan pekerjaan manual dan digunakan pada tahap perencanaan pener-bitan buku?
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multimedia Development Life Cicle (MDLC) yang terdiri dari enam tahap, yaitu (1)
untuk imposisi. Wawancara dan pengamatan lapangan dilakukan terhadap bagian-bagian yang terkait dalam sistem penerbitan, yaitu pe-ngarang atau penulis, bagian pemasaran, bagian pengolahan naskah, bagian pengolahan desain, dan bagian produksi. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan sumber
lain dari internet; (2) Design. Perancangan
un-tuk mengembangkan perangkat lunak berbasis multimedia menggunakan metode perancangan multimedia dengan tools yang berlaku pada pe-rancangan aplikasi multimedia, yaitu storyboard
dan struktur navigasi; (3) Material Collecting.
Da-lam tahap ini dilakukan pengumpulan bahan yang dapat digunakan dalam pengembangan sistem. Bahan-bahan tersebut di antaranya ada-lah teks, image, video, dan audio; (4) Assembly.
Dalam tahap ini dibuat aplikasi multimedia
de ngan authoring tool Adobe Flash, termasuk
pemrograman ActionScript yang diperlukan untuk pengembangan aplikasi tersebut. Pemro-graman dibuat menggunakan ActionScript dan PHP untuk menyimpan hasil imposisi dalam
database MySQL. Informasi yang diperoleh dari peng olahan data yang berisi halaman-halaman
dalam tiap sheet cetak digunakan untuk
meleng-kapi dokumen pada perencanaan dan
tahap-tahap lain yeng memerlukannya.; (5) Testing.
Testing atau uji coba dilakukan secara modular ataupun terintegrasi, untuk memeriksa semua objek multimedia dengan pemrogramannya; (6)
Distribution. Tahap selanjutnya adalah pembuat-an produk akhir perpembuat-angkat lunak dalam bentuk CD-ROM yang dapat digunakan dalam industri penerbitan.
Pembahasan
1. Desain Buku
Naskah yang telah selesai disunting, baik secara manual maupun elektronik, selanjutnya diterus-kan ke bagian desain. Bagian ini sesungguhnya terletak di antara pengolahan naskah dan bagian produksi (Pambudi, 1996).
Elemen Buku
Berdasarkan fisik buku, terdapat pembagian
ele-men buku seperti berikut: (1) Jacket-Jacket
meru-pakan kulit buku yang paling luar dan berfungsi
sebagai pelindung cover buku dari kemungkinan
rusak dan kotor. Jacket juga dapat digunakan
sebagai media iklan. Namun, tidak selalu
se-tiap buku menggunakan jacket; (2) Cover-Cover
me rupakan bagian yang dilindungi oleh jacket
dan melindungi bagian dalam, yaitu book block.
Ka rena fungsinya melindungi bagian dalam, ba hannya juga harus lebih kuat dari book block.
Cover adalah bagian buku yang pertama-tama kelihat an dari luar sehingga cover harus dibuat
semenarik mungkin; (3) Book block-Desain book
block dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama (bagian teks), dan bagian
akhir. Book block merupakan kumpulan dari
be-berapa lembar kertas (sheet) yang dicetak.
Imposisi
Imposisi adalah penyusunan lembar kertas yang dilipat dan disusun sehingga merupakan susun-an suatu buku dsusun-an dapat dibaca isinya secara berurutan. Dengan imposisi dapat diketahui halaman-halaman yang terdapat dalam setiap lembar kertas cetak. Untuk menentukan impo-sisi, beberapa hal menjadi pertimbangan, yaitu
skema imposisi, tipe imposisi, dan tanda (marks)
informasi. Untuk merancang skema imposisi, beberapa hal yang harus diketahui adalah me-tode penjilidan yang digunakan, bagaimana ker-tas sebaliknya masuk dalam mesin cetak, ukuran kertas pada mesin cetak yang digunakan, dan apakah hasil pekerjaan dilipat untuk penjilidan.
Penjilidan
Desain imposisi merupakan bagian dari metode penjilidan. Beberapa macam metode penjilidan
yang populer adalah perfect binding,
Perfect Binding
Untuk menggambarkan perfect binding,
con-tohnya suatu buku paperback seperti juga
tele-phone directory. Setelah pencetakan, lembar kertas yang tercetak dikumpulkan berdasarkan urutan
halaman dan dimasukkan ke dalam perfect
bind-er. Salah satu sisi halaman (punggung) dipotong
kira-kira 1/8", kemudian diberikan lem pada seluruh area punggung, dan sedikit melewati pinggir halaman depan dan belakang. Hasilnya
adalah book block yang selanjutnya dipasang
co-vernya dengan lem.
Suatu buku terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman judul, kata pengantar, dan lain-lain, bagian teks merupakan bagian utama buku, dan bagian akhir terdiri dari
in-deks, daftar pustaka, dan lain-lain. Jumlah ker -tas yang diperlukan untuk mencetak suatu buku tergantung dari ukuran buku, ukuran kertas, dan mesin cetak yang digunakan pada percetak-an. Namun pada umumnya, percetakan meng-gunakan 1 halaman kertas untuk 4, 8, 16, atau 32 halaman buku. Setelah kertas dicetak, kemu-dian dilipat dan disusun sehingga membentuk
suatu book block. Jumlah halaman buku tidak
selalu dapat dibagi dengan 32 sehingga terda-pat halam an kosong. Contohnya, buku dengan jumlah halaman 200, jika menggunakan kertas 7 lembar akan terdapat 24 halaman kosong, se-dangkan jika menggunakan 6 lembar maka akan
kurang 8 halaman. Untuk mendapatkan efisien -si, pencetakan buku dengan tebal 200 halaman dapat dilakukan menggunakan kertas 6.25 lem-bar. Di samping itu, kemungkinan lain yang ter-jadi adalah penggunaan kertas dan mesin cetak kecil atau ukuran buku besar akan mempunyai susun an halaman berbeda karena 1 halaman kertas hanya memuat 16 atau 8 halaman (www. positivefocus.co.uk, 2006).
Suatu buku dibuat sebagai kumpulan bebe-rapa lembar kertas ukuran besar yang dilipat dan disusun sesuai halaman yang diperlukan. Dalam perancangan buku diperlukan pembuat-an imposisi sehingga dapat diketahui halampembuat-an-
halaman-halaman yang terdapat dalam setiap lembar
kertas cetak. Terdapat tiga macam ukuran sheet
penuh untuk pencetakan, yaitu dalam satu sheet terdapat 32 halaman, 16 halaman, dan 8 halam-an. Hal ini ditentukan oleh ukuran potong dari buku yang diterbitkan. Untuk ukuran buku kecil,
dalam satu sheet cetak dapat memuat 32
halam-an. Tetapi untuk buku ukuran lebih besar, satu
sheet cetak hanya dapat menampung 16 atau 8 halaman.
Sebagai dasar pembuatan imposisi, jumlah
halaman yang terdapat dalam satu sheet adalah
ukuran yang pada umumnya digunakan.
Ang-ka-angka halaman dalam tiap sheet merupakan
elemen dari matriks ukuran 4 x 8, dengan keten-tuan sebagai berikut.
Penulisan angka halaman dengan seluruh bagian awal dan bagian utama buku menggu-nakan angka Arab seperti dapat dilihat pada susunan buku di atas. Namun, jika bagian awal buku menggunakan angka Romawi, sedangkan bagian utama menggunakan angka Arab, susun-an halamsusun-an ysusun-ang mempunyai bagisusun-an awal 8 hal-aman adalah sebagai berikut:
Sheet ke-1
i viii 1 8 9 16 17 24
ii vii 2 7 10 15 18 23
iii vi 3 6 11 14 19 22
iv v 4 5 12 13 20 21
Sheet ke-2
25 32 33 40 41 48 49 56
26 31 34 39 42 47 50 55
27 30 35 38 43 46 51 54
28 29 36 37 44 45 52 53
Jika bagian awal buku menggunakan angka
Romawi, sedangkan bagian utama mengguna-kan angka Arab, susunan halaman yang mem-punyai bagian awal 16 halaman adalah sebagai berikut:
Sheet ke-1
i viii ix xvi 1 8 9 16
ii vii x xv 2 7 10 15
iii vi xi xiv 3 6 11 14
iv v xii xiii 4 5 12 13
Sheet ke-2
17 24 25 32 33 40 41 48
18 23 26 31 34 39 42 47
19 22 27 30 35 38 43 46
20 21 28 29 36 37 44 45
Bagian awal buku tidak selalu 8 atau 16 hala-man, tetapi tergantung dari susunan buku terse-but. Misalnya, bagian awal terdiri dari 10
halam-an maka susunhalam-an halamhalam-an pada sheet pertama
menjadi seperti berikut:
Sheet ke-1
i viii ix 6 7 14 15 22
ii vii x 5 8 13 16 21
iii vi 1 4 9 12 17 20
iv v 2 3 10 11 18 19
Jika jumlah halaman tidak habis dibagi
de-ngan 32, berarti terdapat sheet yang tidak leng-kap. Sheet yang tidak lengkap berisi 8, 16, atau 24 halaman untuk memudahkan proses pada
tahap finishing pada percetakan. Untuk jumlah
halaman yang tidak melebihi 96 halaman, sheet
yang tidak lengkap ini disusun sedemikian rupa
sehingga merupakan sheet terakhir. Tetapi jika
jumlah halaman lebih dari 96, sheet yang tidak
lengkap diletakkan sebelum sheet terakhir. Sheet
terakhir yang berisi kurang dari 32 halaman mengakibatkan penjilidan tidak kuat sehingga
buku akan lebih cepat rusak. Susunan sheet
da-lam suatu buku dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.
Keterangan:
Jika sheet_tidak_lengkap > 24 halaman maka sheet tidak lengkap = 32 halaman. Jika sheet_tidak_lengkap > 16 halaman maka sheet tidak lengkap = 24 halaman. Jika sheet_tidak_lengkap > 8 halaman maka sheet tidak lengkap = 16 halaman. Jika sheet_tidak_lengkap <= 8 halaman maka sheet tidak lengkap = 8 halaman.
2. Pemrograman pada Flash
Pada saat ini, grafik komputer telah menunjuk -kan kemajuan yang pesat dengan kemampuan-nya menghasilkan animasi menjadi lebih ko-munikatif. Adobe Flash adalah perangkat lunak aplikasi untuk pembuatan animasi yang diguna-kan pada web. Adobe Flash mampu melengka-pi situs web dengan beberapa macam animasi, suara, animasi interaktif, dan lain-lain. Dengan pemrograman ActionScript dapat dibuat ani-masi dan visualisasi yang berhubungan dengan
penyajian informasi, seperti kuis, puzzle, dan
ap-likasi interaktif lain yang memerlukan
pemro-graman dengan baik. ActionScript adalah
script-ing visual berorientasi objek yang mempunyai
struktur, sintaks, dan tata bahasa mirip dengan bahasa pemrograman C++ (Mohler, 2001).
Pemrograman pada Flash dengan
Action-Script melibatkan button yang digunakan seba -gai handler. Script dapat dituliskan pada Script Editor seperti halnya menulis program pada ba-hasa pemrograman umumnya.
Komponen yang Diperlukan dalam Flash
Tujuan pengembangan menggunakan Flash
un-tuk aplikasi sheet adalah menghasilkan susunan
sheet dari suatu buku dengan pemrograman Ac-tionScript. Implementasi dengan Adobe Flash dapat dilakukan dengan membuat beberapa
komponen sebagai berikut: (1) Input Text
-Ter-dapat input text dengan nama variabel jumlah_
halaman dan halaman_bagian_awal. Nilai varia-bel tersebut akan digunakan dalam perhitungan dengan algoritma yang menghasilkan informasi
susunan sheet; (2) Dynamic Text-Dynamic text
adalah teks yang diperoleh dari suatu perhitun-gan atau input dari variabel eksternal yang
be-rasal dari file text eksternal atau database. Hasil
perhitungan sheet memberikan informasi
jum-lah sheet yang digunakan untuk mencetak suatu buku dan jumlah halaman yang terdapat dalam
sheet tidak lenngkap. Di samping itu, susunan
tiap sheet yang berisi halaman-halaman tertentu
dapat diperoleh juga; (3) Button Hitung-Dalam
Flash, diperlukan button sebagai handler untuk
menjalankan program yang digunakan untuk
menghitung susunan sheet tersebut.
Ketiga komponen tersebut diletakkan pada stage Scene 1 dengan susunan seperti dapat dili-hat pada Gambar 3.
Gambar 3. Layout komponen Flash dan timeline pada Scene 1.
Membuat Imposisi dengan Flash
Untuk menentukan halaman awal pada tiap
sheet, perlu diketahui halaman akhir dari sheet
senbelumnya. Parameter p digunakan sebagai
variabel dari halaman akhir sheet sebelumnya.
Untuk membuat susunan halaman lengkap da-pat dibuat fungsi sebagai berikut.
function sheetNormal(){ //sheet normal var sheet = [p+1, p+8, p+12, p+16, p+20, p+24, p+28, p+32]
function sheetAwal8(){ //sheet awal 8 halaman var sheet = [" i", "viii", 1, 8, 9, 16, 17, 24]; trace(sheet); var sheet = [" ii", " vii", 2, 7, 10, 15, 18, 23]; trace(sheet); var sheet = ["iii", " vi", 3, 6, 11, 14, 19, 22]; trace(sheet); var sheet = [" iv", " v", 4, 5, 12, 13, 20, 21]; trace(sheet);
Untuk membuat susunan halaman tidak lengkap yang terdiri dari 8 halaman dapat dibuat fungsi sebagai berikut:
function sheetTidakLengkap8(){ //sheet tidak lengkap
var sheet = [p+1, p+8] trace(sheet);
for (j = 0; j < 3; j ++){
sheet[0] = sheet[0] + 1; sheet[1] = sheet[1] - 1; trace(sheet);
} }
Dengan cara yang sama dapat dibuat
susun-an halamsusun-an sheet akhir yang terdiri dari 16
halam an dan 24 halaman.
Jika Flash movie dijalankan akan
mendapat-kan tampilan seperti Gambar 4. Sebagai contoh, jumlah halaman = 150 dan halaman awal = 8 di-masukkan dengan keyboard, kemudian tekan
button untuk menghitung sheet maka akan
diper-oleh jumlah sheet = 4.6875 dan jumlah halam an
pada sheet tidak lengkap, yaitu 24. Susunan sheet
dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini berarti untuk mencetak buku dengan jumlah halaman
150, bagian awal 8 halaman diperlukan 4 sheet
yang berisi 32 halaman dan 1 sheet yang berisi 24
halam an.
Gambar 5. Hasil susunan sheet untuk buku tebal 150 halaman dan bagian awal 8 halaman.
Hasil aplikasi imposisitersebut selanjutnya
disimpan ke dalam file text. Teks yang berasal
dari aplikasi Flash dapat disimpan ke dalam file
text dengan melibatkan pemrograman PHP atau ASP (Sanders, 2001).
Kesimpulan
Perangkat lunak aplikasi imposisi yang dibuat berbasis multimedia dapat memberikan infor-masi mengenai jumlah halaman, susunan
halam-an tiap sheet, dan informasi lain yang berkaitan
dengan penerbitan buku. Dengan perangkat lu-nak aplikasi ini, tafsiran biaya untuk penerbitan buku dapat dilakukan pada tahap perencanaan lebih akurat.
Untuk memenuhi berbagai kemungkinan ukuran buku yang disebabkan oleh faktor
an kertas ataupun mesin, aplikasi dapat dikem-bangkan untuk menghitung jumlah halaman
buku jika satu sheet terdiri dari 16 halaman, atau
8 halaman. Dengan demikian, aplikasi dapat di-gunakan untuk semua kondisi yang ada.
Adobe Flash bukan hanya digunakan un-tuk membuat animasi, tetapi dengan dilengkapi pemrograman ActionScript yang dimilikinya dapat digunakan untuk melakukan operasi matematika ataupun logika seperti bahasa pem-rograman pada umumnya.
Daftar Pustaka
Imposition. http://www.positivefocus.co.uk.
Di-akses 15 Maret 2007.
InBookletSE. http://www.alap.com. Diakses 20
Juni 2007.
Menutup Acuan Cetak. 1997. Jakarta: Pusat Grafi -ka Indonesia.
Mohler, James. 2001. Flash 5: Grapics, Animation & Interactivity. Albany, NY: Onward Press.
Pambudi, Hasan. 1996. Pedoman Dasar Penerbitan
Buku. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Sanders, William B. dan Mark Winstanley. 2001.
Pendahuluan
Pendidikan foundation year, khususnya pada
stu-di kasus program stustu-di DKV stu-di Universitas Mul-timedia Nusantara (UMN), merupakan sebuah
pijakan awal yang menjadi acuan perkembang-an mahasiswa desain dalam menempuh pen
-didikan strata 1-nya di UMN. Foundation year di
program studi DKV berlangsung pada
semes-ter satu dan dua, yaitu jenjang awal ketika para mahasiswa baru mulai mengenal kehidupan
kampus dan aktivitas pendidikan tinggi sebagai
transisi dari jenjang Sekolah Menengah Atas. Di
Program Studi tersebut, foundation year disusun
dan dilaksanakan sejak tahun ajaran 2007 yang berlangsung hingga tahun ajaran terbaru 2011
Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa
Foundation Year
DKV Fakultas Seni dan Desain UMN
MOHAMMAD RIZALDI
Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara
Jln. Boulevard, Gading Serpong
Telp. 021-54220808, 37039777
e-mail: rizaldi17@yahoo.com, rizaldi@umn.ac.id
Diterima: 2 Juli 2012
Disetujui: 23 Juli 2012
Abstract
Foundation year as starting point to build a college attitude for colleger in Visual Communication Design department at University of Multimedia Nusantara never had been evaluated before, whilst value of affection domain that concern attitude was getting stronger attention from government especially for those who want to get job certificate through official government competency test.
This paper tried to identify proper design colleger attitude values through university foundation year ac
-tivity phenomenon and linked them to an official university rules about attitude and describe their specific role to enhance their current education competency.
Keywords: foundation year, colleger, attitude, competency, university, design
dan pada setiap tahun ajaran berjalan di
prog-ram studi DKV tersebut menurut ketua Progprog-ram
Studinya Bapak Desi Dwi Kristanto menyatakan
belum pernah dilakukan suatu evaluasi dan
pen-dalaman terhadap sikap mahasiswa DKV
founda-tion year.
Program studi Desain Komunikasi Visual di
UMN berada di bawah Fakultas Seni dan Desain yang saat ini memiliki tiga cabang peminatan, yaitu desain grafis, animasi, dan sinematografi. Peminatan tersebut dimulai setelah mahasiswa
DKV menyelesaikan tahun pertamanya di
foun-dation year. Berdasarkan hal tersebut, foundation year di prodi DKV UMN menjadi tiang penting
yang harus mampu memfasilitasi pembangunan