• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Ḥadīts- Ḥadīts tentang Psikoterapi Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kualitas Ḥadīts- Ḥadīts tentang Psikoterapi Islam"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh:

Ade Irawan

NIM: 109034000005

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Skipsi ini membuktikan/menunjukkan bahwa kualitas hadis-hadis tentang psikoterapi Islam bisa dijadikan landasan bagi pengamalan psikoterapi Islam di Pondok Pesantren Manba‘ul ‘Ulum Bunar Jasingan Bogor Jawa Barat. Dengan mengkaji dan meneliti kualitas hadis-hadis psikoterapi Islam, dapat diketahui apakah pengamalannya sesuai dengan syar‘i ataukah hanya sekedar klaim berlandaskan Islam.

Psikoterapi Islam merupakan suatu alternatif pengobatan lahir dan batin seseorang. Dengan psikoterapi Islam, seseorang tidak saja sekedar diobati dengan dikembalikan (Riyadhoh) fungsi-fungsi organ tubuhnya. Lebih dari itu, seluruh komponen-komponen ruhaniyah-nya juga dikembalikan lagi sesuai dengan fitrah-nya, yaitu sebagai hamba yang mengabdi kepada Allah Swt. Dengan pengabdian kepada Allah-lah jiwa-raga seseorang menjadi sehat dan tenteram.

Kualitas Hadis-hadis Psikoterapi Islam yang digunakan oleh Pondok Pesantren Manba‘ul ‘Ulum Jasinga Bogor hadis taswassul dan mandi taubat ṣaḥīḥ dan hadis shalat hajat dha’if (lemah).

Metodologi penulisan skripsi ini adalah pustaka (library research), sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu studi naskah dan wawancara, untuk itu digunakan bahan-bahan kepustakaan dan hasil wawancara sebagai sumber data dalam pembuatan skripsi ini saya mengutamakan metode takhrīj ḥadīts, yaitu menentukan sumber asli hadis yang diriwayatkan beserta sanadnya, kemudian mengumpulkan dan menjelaskan nilai hadis tersebut. Adapun sumber data primer adalah kitab Psikoterapi Islam yaitu kitab Qadariyah Wanaqsabandiyah, karya KH Ahmad Sirojudin Jazuli Pondok Pesantren Manba‘ul ‘Ulum Jasinga Bogor.

(6)

ii KATA PENGANTAR

ِِم ۡسِب

ِ

َِِللّٱ

ِ

ِِن َٰ م ۡحَرلٱ

ِ

ِِميِحَرلٱ

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam, saya sanjungkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang memberikan pencerahan bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Skripsi yang berjudul Kualitas Ḥadīts-ḥadīts Psikoterapi Islam (Studi

Kasus Pondok Pesantren Manba‘ul ‘Ulum Jasinga Bogor) ini, disusun untuk

memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam perjalanannya, saya mendapatkan dukungan dan motivasi dari berbagai pihak diantaranya: keluarga, sahabat, dan teman-teman, sehingga membuat saya mampu mengatasi segala hambatan. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan salam sejahtera dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku dekan, Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si selaku wakil dekan, Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku ketua jurusan, dan Dra. Banun Binaningrum, M.pd selaku sekretaris jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin beserta segenap karyawan atas semua birokrasinya.

2. Terima kasih kepada Rifqi Muhammad Fatkhi, MA selaku pembimbing, yang selama ini dengan ikhlas meluangkan waktu untuk membimbing dan dengan penuh kesabaran dalam mengajarkan dan mengarahkan saya dalam

(7)

iii

penulisan skripsi ini hingga selesai. Kesabaran dan keikhlasan beliau sangat berarti bagi kelancaran dalam penulisan skripsi saya ini.

3. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Ushuluddin dan tidak lupa juga kepada karyawan atas semua birokrasinya.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang tak bisa disebutkan satu-persatu, semoga amal baik dalam pengarajaran beliau-beliau semua bermanfaat di dunia dan akhirat.

5. Ayah, ibu tercinta, beserta segenap keluarga yang telah memberikan dorongan materi dan motivasi serta semangat untuk diri saya dalam menjalankan proses skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat tercinta khususnya kelas (THA), yang telah memberikan inspirasi ketika saya menemui kebuntuan dan ikhlas membantu ketika saya dalam kesulitan.

7. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan namun saya tidak bisa menyebut satu persatu, semoga amal kebaikan anda mendapat balasan dari-Nya.

Saya sangat sadar terhadap sajian skripsi yang sederhana ini, terlahir dari usaha maksimal dari kemampuan yang saya miliki, sehingga skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

(8)

iv

Saya berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan saya sendiri serta mendapat ridha dari Allah Swt. Amin ya rabbal

‘alamin.

Jakarta, 24 November 2015

Ade Irawan (109034000005)

(9)

v

Transliterasi yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkan tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan Library Congress (LC).

A. Konsonan Tunggal dan Vokal

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ا

A A

ط

ب

B B

ظ

ت

T T

ع

ʻ

ث

Ts Th

غ

Gh Gh

ج

J J

ؼ

F F

ح

ؽ

Q Q

خ

Kh Kh

ؾ

K K

د

D D

ؿ

L L

ذ

Dz Dh

ـ

M M

ر

R R

ف

N N

ز

Z Z

ك

W W

س

S S

ق

H H

ش

Sy Sh

ء

ص

م

Y Y

ض

ة

H H Vokal

َ ا

Ā Ā

َ كُأ

Ū Ū

َ مِإ

Ī Ī

َ ك أ

Aw Aw

َ م أ

Ay Ay

َ َ

-

ل

Á Á

(10)

vi

ة دِّد ع ػتُم

C. Tā’ Marbūṭah (

ة

)

ةلاص

ṣalāh Bila dimatikan

فامزلاَةآرم

Mir’āt al-zamān Bila iḍafah

D. Singkatan

Swt : Subḥānahu wa-taʻālá

Saw : Ṣalla Allāh ʻalayh wa-sallam

ra : Raḍiya Allāh ʻanhu

M : Masehi

H : Hijriyah

QS : al-Qur’an: Surat

HR : Hadis Riwayat

(11)

vii

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITASI ... iv

DAFTAR ISI ... vii

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 13

Bab II Konsep Psikoterapi Islam Di Pondok Pesantren Manba‘ul ‘Ulum Jasinga Bogor A. Sejarah Psikoterapi Islam Pondok Pesantren ... 15

B. Metode Psikoterapi Islam ... 17

C. Komponen Psikoterapi Islam ... 25

D. Dalil Hadis Psikoterapi Islam di P.P. Manba’ul Ulum ... 27

Bab III Kritik Sanad Hadis Psikoterapi Islam A. Analisa Hadis Tawassul ... 32

B. Analisa Hadis Mandi Taubat ... 49

C. Analisa Hadis Shalat Hajat ... 60

(12)

viii

(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sehat dan sakit dalam pandangan Islam memiliki titik singgung dengan pandangan menurut psikologi karena terkait dengan kejiwaan (mental). Namun dalam pandangan Psikoterapi Islam, kejiwaan manusia memiliki cakupan yang lebih luas. Dalam pandangan Psikoterapi Islam, jiwa manusia mencakup unsur-unsur ruh, akal, nafsu, dan kalbu. Masih dalam pandangan Psikoterapi Islam juga, ruh itu bagaikan lampu, sedangkan kehidupan laksana

cahaya.1 Karena terkait dengan aspek kejiwaan (ruh, akal, nafsu, dan kalbu),

sehat dan sakit dalam pandangan Psikoterapi Islam bisa dikaitkan antara

kesehatan jiwa dengan agama.2

Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode

psikologis.3 Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk

membantu individu dalam mengatasi gangguan emosional dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosinya seperti halnya proses reedukasi

1 Manusia di dalam perspektif Islam terdiri atas jasad dan ruh, yang mendapat perhatian

secara seimbang, Maka aspek amal dan aspek iman, aspek kerja dan aspek ibadah, aspek syari„at, akidah dan tasawuf (kerohanian), serta aspek moral harus diselaraskan secara seimbang pula di dalam realitas sehari-hari. Lihat Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) cet ke 1, h. 111.

2Ibn Qayyim al-Jauziyah menekankan pentingnya kesehatan jiwa yang diistilahkan dengan

“kebahagiaan jiwa” atau pola hidup yang baik dan sehat kaitannya dengan manusia. Menurutnya, istilah hidup yang sehat atau kebahagiaan jiwa sebagai ungkapan kesehatan jiwa. Baginya, wahyu adalah sumber kehidupan ruh, sedangkan ruh merupakan sumber kehidupan jasmani. Karenanya, barang siapa yang kehilangan ruh, maka ia akan kehilangan kehidupan yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Lihat Abdul Aziz bin Abdullah al-Ahmad, Kesehatan Jiwa: Kajian Korelatif

pemikinan Ibnu Qayyim dan Psikologi Modern (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h. 72.

3Yahya Jaya, Spiritual Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 1994), h. 166.

(14)

(pendidikan kembali), sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya. James P. Chaplin lebih jauh membagi pengertian psikoterapi dalam dua sudut pandang. Secara khusus, psikoterapi diartikan sebagai penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuain diri setiap hari. Secara luas, psikoterapi mencakup penyembuhan lewat keyakinan agama melalui pembicaraan nonformal atau diskusi personal dengan guru atau

teman.4

Berdasarkan pengertian di atas, psikoterapi selain digunakan untuk penyembuhan penyakit mental, juga dapat digunakan untuk membantu, mempertahankan dan mengembangkan integritas jiwa, agar ia tetap tumbuh secara sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian diri lebih efektif terhadap lingkungannya. Dengan demikian, tugas utama psikoterapis di sini adalah memberi pemahaman dan wawasan yang utuh mengenai diri pasien serta memodifikasi atau bahkan mengubah tingkah laku yang dianggap menyimpang. Oleh karena itu, boleh jadi psikoterapis yang dimaksudkan di sini adalah para guru, orang tua, saudara dan teman dekat yang biasa digunakan sebagai tempat curahan hati serta memberi nasihat-nasihat kehidupan yang baik.

Menurut Carl Gustav Jung sebagai mana dikutip dalam Nuansa-nuansa

Psikologi Islam, menyatakan bahwa psikoterapis telah melampaui asal-usul

medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan untuk orang yang sehat atau pada mereka yang

4James P. Chaplin, Dictionary of Psychology (Terj), Kartini Kartono, Kamus Lengkap

(15)

mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita

semua.5 Berdasarkan pendapat Jung ini, bangunan psikoterapi selain

digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan) dan konstruktif (pemeliharaan dan pengembangan jiwa yang

sehat).6 Ketiga fungsi tersebut mengisyaratkan bahwa usaha-usaha untuk

berkonsultasi pada psikoterapis tidak hanya ketika psikis seseorang dalam kondisi sakit. Alangkah lebih baik jika dilakukan sebelum datangnya gejala atau penyakit mental, karena hal itu dapat membangun kepribadian yang sempurna.

Emha Ainun Najib menjelaskan “psikoterapi Islam adalah sebagai proses baik penyembuhan, pencegahan, pemeliharaan maupun pengembangan jiwa

yang sehat dengan melalui bimbingan Al-Qur'an dan As-Sunnah Nabi Saw.”7

Yang dimaksud di sini adalah jalan penyehatan hidup jasmani rohani, sehat dalam perspektif yang lengkap dan komprehensif, jiwa dan raga, jasmani dan rohani, luar dalam, bumi langit, dunia akhirat. Sedangkan untuk istilah medisnya, Najib menjelaskan bahwa psikoterapi Islam disini lebih berfungsi

sebagai tindakan preventif ketimbang kuratif.8 Sependapat dengan Najib,

Dadang Hawari, psikiater, menjelaskan bahwa “Pengalaman keyakinan agama dapat dimanfaatkan dalam upaya pencegahan permasalahan kesehatan jiwa.”9

Pemahaman dan pengalaman agama yang keliru dapat menyebabkan

5Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2001), h. 208.

6Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, h. 208.

7Emha Ainun Najib, Intisari (Mind. Body and Soul) (Jakarta: PT. Intisari Mediatama, 2005),

h. 127-135.

8

Emha Ainun Najib, Intisari (Mind. Body and Soul), h. 127-135.

9Dadang Hawari, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi (Jakarta: FKUI,

(16)

konflik dan kecemasan pada diri seseorang. Sebaliknya pemahaman dan pengalaman agama yang benar dapat menyelesaikan konflik dan kecemasan. Oleh karena itu, psikiatri mempunyai peran penting dalam terapi psikoreligius agar berdampak positif bagi pasiennya. Dengan demikian, psikoterapi Islam yang peneliti maksud adalah proses pembetulan belajar dimana berlangsung perubahan pikiran kecenderungan, kebiasaan, dan tingkah laku, yang sebelumnya tidak benar dimana si pasien memperoleh pikiran-pikiran yang keliru atau delisif tentang dirinya sendiri, orang lain, kehidupan dan berbagai problem yang dihadapinya, sehingga menyebabkannya gelisah, dan belajar pula bentuk-bentuk tingkah laku defensif untuk menghindari berhadapan dengan problem-problemnya dengan harapan mampu meredakan kegelisahannya dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam di dalamnya.

Sebagai salah satu upaya ilmiah untuk menggali khazanah hadis tentang psikoterapi Islam tersebut di atas, saya akan meneliti secara ilmiah dengan mengambil tema terfokus pada bagaimana Hadis-hadis tentang Psikoterapi Islam dan bagaimana sisi kualitas hadis dalam hal tersebut. Syari„at Islam yang menjadi tuntunan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. selalu berlandaskan kepada ajaran-ajaran yang terdapat dalam dalil naqlī, al-Qur‟an

dan hadis, sebagai sumber Hukum Islam.10

Terjadi pro-kontra dan beragam pandangan umat Islam dalam pengamalan Psikoterapi Islam sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad Saw. Satu kelompok hanya mau mengamalkan ajaran-ajaran tentang tata-cara dan

10Abū al-Ḥusain Muslīm al-Ḥajjāj ibn Muslīm al-Qusyayrī al-Naysābūrī, Jāmi al-ṣaḥīḥ

(Bairut: Dār al-Fikr, 1998), Juz IV, h. 2-3. Lihat juga Endang Soetari, Ilmu Hadis : Kajian

Riwayah dan Dirosah (Bandung: Mimbar Pustaka, 2005), h. 16 ; Kamal Muchtar, dkk, Ushul Figh

(17)

pengamalan psikoterapi Islam sesuai betul dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Muhammad Saw. saja petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan di luar dan selain yang telah Rasulullah ajarkan dan praktekkan

di anggap tertolak dan bid„ah.11 Sekelompok yang lain juga berlandaskan

hadis Nabi, mengamalkan ajaran-ajaran tentang tata-cara dan pengamalan psikoterapi Islam.

Polemik keduanya dalam hal ini misalnya tentang wirid12 berupa istighfar

dan shalawat kepada Nabi Saw. Kedua kelompok bersepakat jika hal tersebut merupakan kalimat yang memiliki faedah dan pada dasarnya merupakan sarana mendekatkan diri (kepada Allah) dan ibadah yang dianjurkan, namun

keduanya berbeda pendapat dalam hal praktek pengamalannya.13

Kelompok pertama berargumen tidak ada hadis ṣaḥīḥ dari Nabi Saw. yang menyatakan pengkhususan zikir pada pagi hari, sore hari, atau menentukan pada dua waktu tersebut bilangan (jumlah zikir) tertentu, tidak ditambah dan dikurangi, atau menjadikannya perjanjian yang diambil oleh guru sufi dari muridnya sebagai cara mendekatkan diri kepada-Nya. Membatasi zikir dalam ibadah mendekatkan diri kepada Allah hanya dengan zikir-zikir merupakan

bid„ah yang diada-adakan.14

11Masalah bid„ah secara lengkap lihat Ṣalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Al-Wala dan Al-Bara; Tentang Siapa Yang harus Dicintai dan Harus Dimusuhi oleh Orang Islam (terj.)

Endang Saefuddin (Solo: At-Tibyan Solo, 2008), h. 47-55.

12Kata „wirid‟ berasal dari kata warada dalam bahasa Arab yang berarti antara lain keluar,

muncul, datang, tampak. Mawrid al-mā’ adalah tempat keluarnya air atau sumber mata air.

13Said Hawwa, Tazkiyyatun Nafs: Intisari Ihya Ulumuddin (terj.) Abdul Amin,

dkk. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005), h. 9-10.

14Muḥammad ibn „Abdirraḥmān, Al-Dzikr Jamā‘i bain Ittibā’ wa Ibtidā ‘an al-Khumāsī (Qahira: Dār al-Hidayah al-Nabawī, 2004), h. 5-7; Ibn al-Jawzi, Talbis Iblīs (Bairūt: Dār

al-Kutub al-Ilmiah, 1994), 24. Atau al-Shatibi, al I'tisam (Bairūt: Dār al-Kutub al-Ilmiah, 1991), 27; Muḥammad ibn „Abdirraḥmān, Al-Dzikr al-Jamā’i bain al-Ittiba’ wa al-Ibtida ’an al-Khumasī, h. 11; J.D.J. Waardenburg, "Official and Popur Relligion as a Problem in Islamic Studies" dalam

(18)

Menolak tuduhan kelompok pertama, kelompok kedua berargumen bahwa apa yang mereka amalkan adalah sesuai dengan ajaran-ajaran Rasulullah, khususnya berlandaskan teori dan praktek psikoterapi Islam. Menurut mereka, psikoterapi Islam merupakan perkembangan dari tasawuf yang menjadi istilah untuk sebuah disiplin ilmu dan amaliah khas Islam yang muncul sekitar abad kedua sampai ketiga Hijriah. Dengan demikian, apa yang dipraktikan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Tergugah oleh rasa prihatin para ulama ṣāliḥīn pada saat itu, ketika umat Islam mengalami kemunduran yang disebabkan berbagai peristiwa sosial, politik, ekonomi, budaya, sehingga nilai-nilai Islam cenderung diabaikan karena begitu kuatnya

obsesi duniawi.15

Berasal dari para ulama tersebut lahir metode-metode khusus psikoterapi Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di dalamnya sarat dengan amalan-amalan baik berupa bacaan-bacaan dan disiplin latihan ruhani dengan tata cara dan syarat-syarat tertentu yang mereka tetapkan. Amalan-amalan ini bersumber dari Rasulullah Saw. dengan sanad jelas atau silsilah yang tersambung.

Hadis Nabi yang menganjurkan psikoterapi Islam melalui amalan wirid/zikir dengan jumlah tertentu sangat banyak ditemui dalam berbagai literatur dan kitab hadis, di antaranya:

اَنَ ثَدَح

َص َِّبَِّنلا ىَتَأ ِرَصَبْلا َريِرَض الًُجَر َّنَأ ٍفْيَ نُح ِنْب َناَمْثُع ْنَع

َلاَقَ ف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّل

ُوُعْدا َلاَقَ ف ٌرْ يَخ َوُهَ ف َكاَذ ُتْرَّخَأ َتْئِش ْنِإَو َكَل ُتْوَعَد َتْئِش ْنِإ َلاَق ِنَِيِفاَعُ ي ْنَأ َوَّللا ُعْدا

Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1996), 108; Abdul Aziz Dahlan (ed.) Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru, 2001), Vol. I, h. 217-218.

15Harun Nasution, Falsafat Islam dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,

(19)

َذَِبِ َوُعْدَيَو ِْيَْ تَعْكَر َيِّلَصُيَ ف ُهَءوُضُو َنِسْحُيَ ف َأَّضَوَ تَ ي ْنَأ ُهَرَمَأَف

ِءاَعُّدلا ا

َكُلَأْسَأ ِّنِِّإ َّمُهَّللا

َجاَح ِفِ ِّبَِّر َلَِإ َكِب ُتْهَّجَوَ ت ِّنِِّإ ُدَّمَُمُ اَي ِةَْحَّْرلا ِِّبَِن ٍدَّمَُمُ َكِّيِبَنِب َكْيَلِإ ُوَّجَوَ تَأَو

ِهِذَى ِتِ

َِّفِ ُوْعِّفَش َّمُهَّللا ِلِ يِضْقَ تَ ف

.

16

„Utsmān ibn Ḥunaif bercerita: “Seorang buta menemui Nabi Saw. lalu

berkata, “Doakan saya agar Allah menyembuhkan saya.”

Nabi Saw. bersabda, “Jika kau mau, aku akan berdoa untukmu, dan jika kau mau bersabar, itu lebih baik buatmu.” Ia berkata, “Doakanlah.” Lalu Nabi Saw. menyuruhnya berwudu dan memperbagus wudunya (lalu salat dua rakaat) dan berdoa dengan doa ini, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu dan menghadap kepadaMu dengan Nabi kami Muhammad Saw, Nabi pembawa rahmat. (Ya Muhammad), sesungguhnya aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu (Tuhanku), agar memenuhi keperluanku ini. Ya

Allah, jadikanlah ia penolongku.

Psikoterapi Islam sebagaimana yang termaktub dalam hadis-hadis di atas, di amalkan oleh Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum Desa Bunar Jasinga Bogor Jawa Barat. Dengan menggunakan metode Riyadah, pesantren ini mampu menarik ribuan masyarakat dalam tiap perhelatan Psikoterapinya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, saya merasa sangat tertarik untuk membahas penelitian ilmiah dengan tema “ Kualitas Ḥadīts-ḥadīts tentang

Psikoterapi Islam; Studi Kasus di Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum Jasinga Bogor.”

B. Batasan Masalah

16Aḥmad Ibn Ḥanbal, Abū „Abdillāh, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal (Bairūt: Dār al-Islāmī,

(20)

Karena begitu luas kajian tentang Psikoterapi Islam, maka saya membatasi penelitian hanya dengan membahas seputar kajian hadis yang menjadi dasar psikoterapi Islam di Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum Jasinga Bogor. Untuk hadis yang di teliti sanad dan matannya juga dibatasi hanya tiga hadis yang peneliti anggap perlu untuk dianalisa sanad maupun matannya yaitu hadis tentang mandi taubat, shalat hajat dan hadis tentang tawassul.

C. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: “Bagaimanakah kualitas hadis-hadis yang menjadi dasar psikoterapi Islam di Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum Jasinga Bogor?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

1. Meneliti kualitas hadis apa saja yang berkaitan dengan Psikoterapi Islam. 2. Mengetahui kualitas hadis-hadis yang digunakan di Pondok Pesantren

Manba„ul „Ulum Jasinga Bogor.

2. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui sumber referensi hadis-hadis yang digunakan.

2. Mengetahui bahwa Penelitian ini dapat membuat pemahaman dan memperkaya pengetahuan terhadap masyarakat mengenai golongan-golongan yang mengikuti jalan Rasulullah dan para sahabatnya.

(21)

Akyas Azhari dengan karyanya bertema peranan zikir dan tafakur dalam

mewujudkan stabilitas emosi.17 Kajian ini mengkaji banyak ayat al-Qur‟an

yang menganjurkan kepada manusia agar mendekatkan diri kepada Allah dengan cara merenungi alam raya ini dan juga diri manusia sendiri. Kajian ini bertumpu pada psikologi pendidikan agar peranan zikir dan takafur dalam mewujudkan stabilitas emosi manusia.

Ahmad Wildan dengan tema konsep zikir menurut al-Maraghi.18 Penulis

karya ini menyimpulkan bahwa manfaat dari zikir akan menjadikan setiap hati orang-orang yang beriman tenang dan tenteram ketika zikir mengingat Allah. Penelitian ini fokus temanya adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an tentang zikir sebagai upaya mendekatkan diri dengan Allah.

Sofia Rosdanila Andri dengan tema penafsiran syaikh Muhammad Hisyam Kabbani terhadap ayat-ayat al-Qur'an tentang zikir dalam karyanya

Remembrance of Allah and Praising The Prophet.19 Peneliti menyimpulkan bahwa psikoterapi bisa dilakukan dengan mengamalkan ayat-ayat yang berhubungan dengan zikir. Saya berbeda dengan penelitian ini karena fokus kajian meneliti pada kualitas hadis Psikoterapi Islam.

Berdasarkan tinjauan pustaka, apa yang saya kaji, bukan merupakan pengulangan atas karya ilmiah yang telah ada. Untuk mengkerangkakan

17Akyas Azhari, Peranan Dzikir dan Takafur dalam Mewujudkan Stabilitas Emosi (Skripsi:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 2007).

18

Surat dan ayat yang dikaji di antaranya: QS. 13:28; 39:23; 89:27-30; 10:57; 26:80; 41:44; dan 17:82. Lihat Ahmad Wildan dengan tema, Konsep zikir menurut Al-Maraghi (Penafsiran

terhadap QS. 2:152, 13:28, 39:23, 89:27-30, 10:57, 26:80, 41:44, 17:82), (Skripsi: UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta : Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, 2011).

19

Sofia Rosdanila Andri dengan tema, Penafsiran syaikh Muhammad hisyam kabbani terhadap ayat-ayat al-qur'an tentang dzikir dalam karyanya remembrance of Allah and praising the

(22)

kajian ini saya menggunakan metodologi penelitian dengan menetapkan sifat kajian, metode takhrīj dan kritik sanad.

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode penelitan data yaitu mengupulkan data-data yang ada atau penelitian kepustakaan dan metode wawancara. Metode pengumpulan data kepustakaan adalah mencari sumber-sumber berupa dokumen yang terkait dengan penelitian, dalam hal ini sumber dokumen yang terkait adalah kitab-kitab induk hadis dan kitab-kitab lainnya. Metode wawancara juga dilakukan dalam penelitian ini, metode wawancara yang dilakukun disini adalah wawancara untuk memperoleh keterangan-keterangan tertentu agar mendapatkan informasi terhadap objek penelitian, biasanya orang yang akan diwawancarai adalah orang yang

ahli atau mengetaui terhadap objek penelitian yang akan diteliti.20

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer, hadis yang berkaitan dengan psikotrapi Islam yang

terdapat dalam kitab ṣaḥīh al-Bukhārī,21 ṣaḥīh Muslīm,22 Sunan

al-Tirmidzī,23

Sunan al-Nasā’ī, Sunan Abū Dāwūd, Sunan Ibn Mājah,24 dan

20

Koentjaroningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: LIPI, 1997) h. 130. Dalam buku ini disebutkan bahwa terdapat dua model wawancara, yaitu: (1) Wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu tertentu untuk keperluan informasi, dan (2) Wawancara untuk mendapatkan keterangan tertentu diri pribadai, pandangan individu yang diwawancara untuk keperluan komparatif. Dalam wawancara model pertama orang yang diwawancarai disebut dengan informan sedangkan model wawancara yang kedua disebut dengan responden.

21Abū „Abdullāh Muḥammad ibn Isma‟īl ibn Ibraḥīm ibn Mughīrah ibn Bazdaban

al-Bukhārī, ṣaḥīh al-Bukhārī (Bairūt: Dār al-Kutub Ilmiyyah, 1992), Jilid V , h. 319-320.

22

Al-Imām Muslīm, ṣaḥīh Muslīm (Bairūt: Dār al-Fikr, t.th), Jilid IV , h. 2175.

23 Al-Imām al-Ḥafiẓ Abi „Īsā Muḥammad ibn „Īsā ibn Sawrah al-Tirmidzī, Sunan at-Tirmidzī,1 Kitab tafsir ke 32 (Beirūt: Dār al-Fikr, t.th)

(23)

Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal.25

Kemudian Kitab Amaliah Qadariyah

wanaqsyabandiyah, yang disusun oleh KH., Ahmad Jazuli baik dalam

bahasa Arab maupun terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

b. Sumber Data Sekunder, yaitu mengunakan kitab Takhrīj seperti: Mu‘jam

al-Mufaḥras li Alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī karya J. Wensinck dan J.P.

Mensing, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl , karya Jamāl Dīn Abī

al-Ḥajaj Yūsuf al-Mizī, Taqrīb al-Tahdzīb Majmū’an ilā al-Kāsyaf, karya Syihād al-Dīn Aḥmad ibn „Alī ibn Ḥajar al-Asqalānī, kitab, Siyar A’lām al-Nubalā’,

karya, Syam al-Dīn Muḥammad ibn Aḥmad ibn „Utsmān al-Dzahabī.

3. Metode Analisis Data

Saya menggunakan metode kritik sanad yaitu “penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu ditemukan secara lengkap matan

dan sanad hadis yang bersangkutan,26 atau menunjukkan tempat hadis

pada sumber-sumber aslinya, di mana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika

diperlukan.27

Langkah berikutnya yaitu meneliti kualitas sanad hadis yang sudah ditemukan. Adapun dalam penelitian kualitas sanad, saya meneliti beberapa hal yaitu: Nama lengkap, yaitu melihat nama lengkap sanad di dalam kitab yang membahas tentang sanad-sanad hadis.

24 Al-Ḥafīẓ Abū „Abdullāh Muḥammad Yazīd al-Qazwaynī, Sunan Ibn Mājah (Qahira: Isa

al-Babī al-Ḥalabī, t.th.), Juz II, h. 1447-1448.

25 Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal (Beirūt: Dār al-Fikr, t.th). 26

Abduh Al-Manar, Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Gaun Persada Press, 2011), h. 173.

27 Muḥammad Ṭaḥḥnan, Metodologi Takhrīj dan Penelitian Sanad Hadis (terj). Ridwan Nasir

(24)

Adapun dalam penelitian kualitas matan, saya mengutip beberapa pendapat, yakni al-Khāṭib al-Bagdadi (w 463 H) menjelaskan tentang kriteria matan hadis yang dapat diterima, yaitu: tidak bertentangan dengan akal sehat, tidak bertentangan dengan hukum al-Qur‟an, tidak bertentangan dengan hadis mutawātir, tidak bertentangan dengan amalan ulama salaf, dan tidak bertentangan dengan hadis ahad yang

ke-ṣaḥīḥ-annya lebih kuat.28 Ibn Jawzi (459 H) mengatakan bahwa, ada dua

kriteria ke-ṣaḥīḥ-an hadis, yaitu jika satu matan hadis tidak bertentangan dengan akal sehat dan tidak bertentangan dengan pokok-pokok akidah

agama maka sudah dapat dinilai ṣaḥīḥ.29 Kriteria tersebut di tambah oleh

Ṣalaḥ al-Dīn Ibn Aḥmad-Adabi dengan tidak bolehnya kandungan matan

hadis bertentangan dengan fakta sejarah.30 Bustamin dan M. Isa. H. A.

Salam menambahkan, kajian matan menggunakan dua pendekatan yaitu

pendekatan bahasa dan sejarah.31

4. Metode Penulisan

Dalam teknik penulisan saya mengacu kepada Pedoman Akademik

Program Strata 1 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah.32 Dan mengacu

pedoman translitrasi Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkan tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan Library Congress(LC).

28 Abū Bakar Aḥmad ibn „Alī Tsābit al-Khāṭib al-Bagdadi, al-Kifāyah fī ‘Ilmi al-Riwāyah

(Mesir: Matba„ah al-Sa„adah, 1972), h. 206-207.

29

„Abd al-Raḥman ibn Juazi, Al-Mawḍū’āt (Bairut: Dar al-Afaq al-Jadīdah, 1983), h. 258.

30 Ṣalaḥ Dīn Ibn Aḥmad Adabi, Manhaj Naqd Matan (Bairut: Dār Afaq

al-Jadīdah), h. 25.

31 Bustamin, M. Isa. H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja Grapindo

Persada), h. 76.

32 Tim Penyusun, Pedoaman Akademik Program Strata 1 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah

(25)

G. Sistematika Penulisan

Skripsi Ini disusun secara sistematis, berdasarkan urutan bab, dengan isi pembahasan yang berbeda. Adapun susunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab Pertama, saya menjelaskan tentang latar belakang masalah kenapa penelitian tentang kualitas psikoterapi Islam perlu dikaji lebih dalam tentang kualitas hadisnya. Hadis-hadis yang menjelaskan tentang psikoterapi Islam banyak sekali jumlahnya yang dapat ditemui di dalam kitab-kitab hadis. Terjadi pro-kontra tentang keṣaḥīḥan hadis yang dijadikan landasan dalam psikoterapi Islam. Karena ruang lingkup psiko terapi Islam terlalu luas, saya hanya membatasi permasalahan dengan mengkaji kualitas hadis psikoterapi Islam tentang tawassul dengan nama Nabi Muhammad, hadis mandi taubat dan hadis shalat hajat. Obyeknya penelitiannya juga saya batasi dengan studi kasus di Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum Jasinga Bogor Jawa Barat. Berdasarkan tinjauan pustaka, apa yang saya kaji, bukan merupakan pengulangan atas karya ilmiah yang telah ada. Untuk mengkerangkakan kajian ini saya menggunakan metodologi penelitian dengan menetapkan sifat kajian, metode takhrīj dan kritik sanad. Bab ini kemudian ditutup dengan sistematika penulisan, hingga dapat dicapai suatu kajian yang runut dan komprehensif.

Bab Kedua, agar pembahasan menjadi jelas, saya paparkan tentang Sejarah psikoterapi Islam di Pondok Pesantren Manba‟u Ulum, kemudian dijelaskan juga bagaimana praktik psikoterapi Islam yang telah diamalkan oleh Pondok Pesantren Manbaul „Ulum Jasinga Bogor. Setalah itu ntuk

(26)

lebih detail lagi, saya juga paparkan konsep-konsep atau metode amalan psikoterapi Islam yang dipraktikkannya beserta komponen-komponen penunjangnya, terakhir saya jelaskan hadis-hadis apa saja yang menjadi landasan psikoterapi Islam di Manbaul „Ulum berdasarkan hasil wawancara ataupun berdasarkan buku panduan psikoterapi yang disebut dengan Rriyadhoh disana.

Bab ketiga, saya meneliti kualitas sana dan matan tiga hadis terpilih yang menjadi landasan psiko terai islam di Pondok Pesantren Manbaul „Ulum, pada penjelasan analisa matan hadis akan dikaitkan dengan makna matan hadis dengan praktek psikoterapi yang dilakukan di Manbaul „Ulum.

Bab ke empat, penutup dari bab-bab yang telah dijabarkan dalam uraian terdahulu yang berisikan: Kesimpulan dan saran-saran.

(27)

15

‘ULUM DESA BUNAR JASINGA BOGOR

A. Sejarah Psikoterapi Islam Di Pondok Pesantren Manba‘ul ‘Ulum

Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum didirikan pada tahun 1975 oleh K.H.

Ahmad Sirojudin Jazuli,31 dengan modal awal sebuah masjid yang terletak di

kampung Bunar, Desa Bunar Kecamatan Jasinga Bogor Jawa Barat.32 Pondok

Pesantren Manba„ul „Ulum itu diambil dari istilah Manba„ yang bermakna sumber dan al-„Ulūm yang bermakna ilmu-ilmu, jadi Manba„ul „Ulum secara harfiah mengandung arti tempat sumber bermacam-macam keilmuan, baik ilmu-ilmu umum maupun ilmu keagamaan. Pada tahun 2001, atau tiga tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum, Jazuli mendapatkan

khirqah (legitimasi penguatan sebagai guru mursyīd) dari Abah Anom selaku Mursyīd Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya Tasikmalaya,

Jawa Barat.33

Seiring perjalanan waktu, Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum semakin berkembang dan mendapat pengakuan serta simpati dari masyarakat, sarana pendidikan pun semakin bertambah, begitu pula jumlah jama„ah dan murid.

31

Pada masa perintisannya banyak mengalami hambatan dan rintangan, baik dari masyarakat sekitar maupun lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan. Namun, dengan izin Allah Swt. dan juga atas kegigihan Jazuli semua itu dapat dilalui dengan selamat.

32Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum

di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB. Lihat juga Brosur PP. Manba„ul „Ulum Tahun 2014.

33Pada awal operasionalisasinya, Jazuli sempat bimbang untuk meneruskan cita-citanya

membangun sebuah lembaga pendidikan, akan tetapi Isteri dan keluarganya selalu memberikan motivasi dan dorongan, juga bantuan kepadanya. Wawancara saya dengan Nur Azizah, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 20.00 WIB.

(28)

Dukungan dan pengakuan dari ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan daerah semakin menguat. Hingga keberadaan Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum dengan Thariqah Qadariyah-Naqsabandiyah-nya mulai diakui, berkembang dan dibutuhkan masyarakat. Untuk kelancaran tugas, Jazuli dalam penyebaran Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah dan pengobatan psikoterapi Islam dibantu oleh keluarga dan santri-santrinya. Dengan tujuan, hal-hal tersebut untuk dijadikan pegangan dan jalinan kesatuan dan persatuan

para murid atau ikhwan, juga umat Islam.34

Perkembangan Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum cukup pesat dan maju. Membaiknya struktur dan infrastruktur Kabupaten Bogor membuat masyarakat yang ingin belajar Thariqah Qadariyah wa Naqsabandiyah dan Psikoterapi Islam semakin banyak dan mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Perkembangan tersebut juga didukung dengan penyebaran yang dilakukan oleh para wakil talqīn dan para muballīgh TQN, usaha ini berfungsi juga untuk menyebarkan ajaran Islam dan melestarikan ajaran

tasawuf berupa psikoterapi Islam.35 Pondok Pesantren ini juga berperan aktif

dalam kegiatan keagamaan, sosial, pendidikan, pertanian, kesehatan, lingkungan hidup, dan kenegaraan. Dengan demikian, eksistensi atau

34Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum

di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 14.00 WIB.

35Dari tahun ke tahun Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum semakin berkembang, sesuai

dengan tuntutan zaman, maka pada tanggal 11 Maret 2001, dibentuklah Yayasan Manba„ul „Ulum. Yayasan ini dibentuk dengan tujuan untuk membantu dalam penyebaran Psikoterapi dan ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

(29)

keberadaan Pondok Pesantren ini semakin kuat dan semakin dibutuhkan oleh

segenap umat manusia.36

B. Metode Psikoterapi Islam Riyadhoh Pondok Pesantren Manba‘ul ‘Ulum

Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum dalam proses psikoterapinya menggunakan metode Riyadhoh. Riyadhoh secara bahasa artinya mensucikan diri, sedangkan menurut istilah Riyadhoh artinya mengembalikan diri kepada

Allah.37 seperti yang telah dilakukan oleh TQN-Suryalaya Abah Anom

Tasikmalaya yang dinamai dengan Inābah .38 Inābah adalah istilah yang

berasal dari bahasa Arab, anāba-yunību, yang bermakna mengembalikan.39

Dengan demikian, Inābah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur‟an, yakni di antaranya QS. Luqman/31 ayat ke-15:

وُرْعَم اَيْ نُّدلا ِفِ اَمُهْ بِحاَصَو اَمُهْعِطُت َلاَف ٌمْلِع ِوِب َكَل َسْيَل اَم ِبِ َكِرْشُت ْنَأ ىَلَع َكاَدَىاَج ْنِإَو

اًف

َُّثُ ََّلَِإ َباَنَأ ْنَم َليِبَس ْعِبَّتاَو

َنوُلَمْعَ ت ْمُتنُك اَِبِ مُكُئِّبَ نُأَف ْمُكُعِجْرَم ََّلَِإ

(

15

)

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali Ku, kemudian hanya

36

Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

37

Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

38

Telah dilakukan beberapa penelitian, diantaranya Martin Van Bruinessen meneliti tentang tarekat yang ada di pesantren Suryalaya dalam bentuk ritualnya, Zamakhsyari Dhafir dalam penelitiannya tentang Tradisi Pesantren menyinggung tentang perkembangan tarekat ini, Haryanto meneliti terhadap peranan Inabāh dalam peranannya sebagai pengobatan terhadap ketergantungan narkotika, Kharisudin Aqib meneliti peranan TQN Suryala dalam bentuk tazkiyat al-nafs sebagai metode penyadaran diri dan dalam meneliti sejarah asal usul dan perkembangan tarekat ini dilakukan oleh Harun Nasution. Lihat Kharisudin Aqib, “Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tazkiyat al-Nafs Sebagai Metode Penyadaran Diri (Disertasi : UIN Jakarta, 2001), h. 17-19.

39Lihat Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap Edisi

(30)

Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. Lukman/31: 15).

Abah Anom, pemimpin Tariqah Qadariyah-Naqsabandiyah Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat menggunakan nama inābah menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan, dan bagi yang sedang menghadapi

kendala kehidupan lainnya.40 Dalam hal psikoterapi Islam, PP. Manba„ul

„Ulum Jasinga Bogor menginduk pada metode inābah TQN Suryalaya tersebut. Inti konsep inābah adalah mengembalikan orang dari perilaku yang menjauh atau menentang kehendak Allah dengan bermaksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan ajaran Allah dan Rasulullah. Dari sudut pandang psikoterapi Islam, orang yang jiwanya sedang goncang dan terganggu, diperlukan metode pemulihan (inābah). Metode inābah, baik secara teoretis maupun praktis, didasarkan pada Al-Qur‟an, hadis dan ijtihad para ulama, Metode ini mencakup:

1. Mandi

Lemahnya kesadaran manusia karena selalu bermaksiat dapat dipulihkan salah satu di antaranya dengan mandi dan wudhu. Mandi dan wudu akan mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk 'kembali'

menghadap Allah Yang Maha Suci.41

40KH. Shohibul Wafa‟ Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Kunci Pembuka Dada (terj.) Aboe

Bakar Atjeh(Sukabumi: Kutamas, t.t.), h. 12.

41

Makna simbolik dari wudlu adalah: mencuci muka, mensucikan bagian tubuh yang mengekspresikan jiwa; mencuci lengan, mensucikan perbuatan; membasuh kepala, mensucikan otak yang mengendalikan seluruh aktifitas tubuh: membasuh kaki, dan mensucikan setiap langkah perbuatan dalam hidup. Lihat : KH. Shohibul Wafa‟ Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Kunci

(31)

Mandi ini dilaksanakan dengan niat taubat atau menghilangkan berbagai dosa dari seluruh anggota tubuh, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Caranya dengan mengalirkan air ke seluruh permukaan tubuh, dari atas ke bawah secara merata, dan dilaksanakan sekitar pukul: 00.00 dini hari. Ketika sedang menyiramkan air ke sekujur tubuh, dibacalah doa: “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang

diberkati, dan Engkau adalah Sebaik-baik yang memberi tempat."42

Hal ini berdasarkan pemahaman dan interpretasi pada firman Allah yang artinya:

اَهُّ يَأ اَي

اًبُنُج َلاَو َنوُلوُقَ ت اَم ْاوُمَلْعَ ت ََّتََّح ىَراَكُس ْمُتنَأَو َةَلاَّصلا ْاوُبَرْقَ ت َلا ْاوُنَمآ َنيِذَّلا

ْاوُلِسَتْغَ ت ََّتََّح ٍليِبَس يِرِباَع َّلاِإ

(...

34

)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS.Al-Nisa: 43).

2. Shalat

Setelah dibersihkan atau disucikan melalui proses mandi dan wudhu, akan dituntun untuk melaksanakan shalat fardhu dan sunnah sesuai dengan metode Riyadhoh Tuntunan pelaksanaan shalat fardhu dan sunnah sesuai dengan ajaran Islam dan kurikulum ibadah yang dibuat oleh KH.

A. Sirojuddin Jazuli.43

Penerapan amalan shalat sebagai salah satu metode tazkiyat al-nafs didasarkan pemikiran bahwa shalat mempunyai hikmah yang dapat mempengaruhi pribadi seseorang untuk tidak bertindak keji seperti:

42

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

43

Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

(32)

perzinahan, perjudian, minum- minuman keras dan segala macam

tindakan yang bersifat anarkis.44

3. Talqīn Zikir

Peserta yang telah pulih kesadarannya diajarkan zikir melalui talqīn zikir. talqīn zikir adalah pembelajaran zikir pada kalbu. Zikir tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan dengan mulut pula, melainkan harus dipancarkan dari kalbu untuk dihunjamkan ke dalam kalbu yang di

talqīn. Yang dapat melakukan talqīn zikir hanyalah orang-orang yang

kalbunya sehat (bersih dari syirik) dan kuat (berisi cahaya ilahi).45

Dengan mengistiqomahkan zikir secara terang (jahar) Lā ilāha

illallāh dan zikir khāfi (rahasia) yang ditalqinkan oleh seorang Mursyid,

maka zikir ini menunjukkan komitmen seseorang untuk senantiasa menyebut dan mengingat Asma Allah, menanamkan suatu kesadaran

bahwa tiada Tuhan selain Allah. 46

4. Qiyām al-Lail

44

Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

45KH. Shohibul Wafa‟ Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Kunci Pembuka Dada, h. 24.

46

Bilangan zikir kalimah Thayyibah setiap kali melaksanakan tidak boleh kurang dari 165 kali, lebih banyak lebih baik dengan ketentuan diakhiri hitungan bilangan ganjil. Seseorang yang melaksanakan dzikir dengan serius dan istiqamah akan merasakannya sebagai katarsis (kanalisasi psikologis), bahkan insight (pencerahan). Proses terjadinya penyadaran dan perubahan kondisi psikologis saat melaksanakan dzikir dengan penuh khusyu ini akan ditandai dengan kesempurnaan tujuh tingkat kesadaran atau dikenal dengan tujuh macam nafsu, yaitu: 1) Nafsu Ammarah; 2) Nafsu Mulhimah; 3) Nafsu Muthmainnah; 4) Nafsu Radliyah; 5) Nafsu Mardliyah; 6) Nafsu

Lawwamah; 7) Nafsu Kamilah.

Dengan memperbanyak zikrullāh diharapkan akan memberikan pengalaman psikologis dan spiritual (aḥwāl) dan pada waktunya aḥwāl ini menjadi semakin permanen sebagai maqam hasil dari usaha untuk mempertahankannya. Zikir merupakan suatu media dalam syariat Allah dan melaksanakan fungsi-fungsi sosial sebagaimana mestinya dengan penuh keridaan-Nya. Hasil wawancara saya dengan Nur Azizah, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB. Lihat juga KH. Shohibul Wafa‟ Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Kunci Pembuka Dada, h. 27

(33)

Qiyām al-lail atau bangun (shalat) di malam hari adalah salah satu

metode pembersihan jiwa. Amalan qiyām al-lail ini merupakan amalan yang sangat lajim dilakukan para ahli tarekat dan merupakan amalan sunat yang sangat diistimewakan. Bahkan di jaman Rasulullah Saw. amalan sunat ini pernah menjadi amalan wajib, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat al-Mujammil ayat 1-7, berikut artinya: “1. Hai orang yang berselimut (Muhammad), 2. Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), 3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, 4. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan, 5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat, 6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan, 7. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai

urusan yang panjang (banyak).”47

Pelaksanaan qiyām al-lail dengan bangun di malam hari antara pukul 00.00 WIB sampai dengan pukul 04.00 WIB untuk bermunajat dan beribadah kepada Allah dengan melakukan shalat atau amalan-amalan lainnya sangat dianjurkan dalam Islam. Ketika orang lain terlelap tidur, lalu bangun malam untuk bermunajat dan beribadah dalam suasana sepi senyap secara psikologis sangat kondusif dan mampu meningkatkan konsentrasi serta kekhusuan dalam beribadahnya. Dalam realisasi qiyām

al-lail di PP. Manba„ul „Ulum dengan metode Inabāh ini diisi dengan

berbagai amaliah, yaitu: mandi taubat, shalat-shalat sunat (sekitar 100

(34)

rakaat sebagaimana diterangkan dalam kurikulumnya), dan zikir yang

sebanyak-banyaknya sampai menjelang waktu subuh.48

Selain sebagai bentuk ibadah, kegiatan qiyām al-lail ini memiliki aspek olahraga yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan mampu memperlancar peredaran darah. Khususnya pada gerakan-gerakan dalam shalat dan mandi taubat, didukung dengan suasana waktu yang mempunyai suhu dan kepekatan udara sedang dalam kondisi yang paling jernih. Sehingga kecepatan suara batin (menurut perhitungan para ahli metafisika) paling cepat dan munajat pada waktu itu adalah paling baik

dan paling mudah terkabulkan. 49

5. Puasa

Amalan lain yang tidak kalah penting dalam proses Riyadhoh di Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum Jasinga Bogor adalah berpuasa. Puasa dilakukan makan sahur dan buka puasa dengan mutih. Mutih berarti hanya memakan nasi putih, garam, dan meminum air putih. Puasa mutih dilaksanakan bertahap, yaitu selama 3 hari, 7 hari, bahkan ada yang sampai 1 bulan. Pada tahapan satu dan dua hari puasa, sahur dan buka puasa hanya dengan memakan nasi putih, sedikit garam, dan tujuh buah cabe Rawit. Pada tahap akhir puasa, saat berbuka hanya diperbolehkan meminum air Zamzam tujuh tegukan. Setelah shalat maghrib, ritual puasa

48Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP

Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

49

Menurut perhitungan Circadian Rhythm (irama biologik dari komponen biologik dalam tubuh dan berkaitan erat dengan fungsi fisiologis tubuh), bahwa sekitar pukul.04.00 manusia berada pada titik yang paling lemah dan paling peka terhadap serangan penyakit dan kematian. Dengan beraktivitas yang teratur pada rentang waktu tersebut akan melatih fisik memiliki daya tahan yang lebih baik. Lihat: Kharisudin Aqib, “Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tazkiyat al-Nafs Sebagai Metode Penyadaran Diri (Disertasi : UIN Jakarta, 2001), h. 25. Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

(35)

dilanjutkan sampai shalat subuh dengan tidak boleh tidur sama-sekali. Puasa memiliki nilai sangat penting dalam pembersihan jiwa, dikarenakan puasa (menahan dari makan, minum, dan perbuatan maksiat) yang disertai niat karena Allah akan mampu meningkatkan kualitas jiwa dan memperlemah daya nafsu hewani dan potensi primitif manusia. Puasa baik yang wajib maupun yang sunat mampu menekan tabiat rendah

manusia dan menyehatkan jiwa dan raga.50

Dengan memperbanyak puasa, seseorang akan terlatih secara psikologis untuk berperilaku disiplin dan meningkatkan kemampuan

untuk mengendalikan diri.51

Menurut Abū al-Ḥasan Muḥammad ibn Yusūf al-Amīrī, seorang filosof Muslim (wafat tahun 992 M), sebagaimana yang dikutip oleh Kharisudin Aqib, gerak dan pemikiran manusia itu dikendalikan oleh tiga tabiat, yaitu: tabiat kebinatangan, tabiat kemanusiaan, dan tabiat kemalaikatan. Tabiat kebinatangan seperti: makan, minum, dan sex, kalau dituruti sesuai dengan keinginannya maka ia akan mengarahkan manusia kearah kehidupan rendah (binatang). Tabiat kemalaikatan, seperti: rindu dan asyik berdekatan dengan Tuhan akan mengarahkan manusia pada kehidupan alam atas (alam malaikat). Sedangkan tabiat kemanusiaan berada di posisi tengah, maka dengan mempersempit ruang gerak tabiat

50

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

51 Puasapun sangat bagus dalam mengasah rasa kesetiakawanan sosial, karena dengan latihan

merasakan lapar dan dahaga akan menurunkan ambisi, kerakusan, egoistis, dan kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Dengan lemahnya fisik, maka ambisi dan semangat untuk mencapai keinginan hawa nafsunya akan melemah, dan ia akan lebih banyak merenungkan hakekat hidup daripada bergerak menuju hawa nafsunya. Lihat: KH. Shohibul Wafa‟ Tadjul Arifin, Miftah

(36)

kebinatangan, manusia akan meningkat kepada tabiat kemalaikatan. Sebaliknya kalau mengikuti tabiat kebinatangan, maka manusia menurun kepada tabiat kebinatangannya. Selain itu puasa memiliki berbagai manfaat psikologis lainnya dan juga sangat berguna bagi kesehatan tubuh atau psikosomatik, seperti terciptanya kesehatan dan keseimbangan asam basa lambung, dikarenakan stress, tekanan darah tinggi, terlalu banyak

kolesterol dan lainnya.52

Berbagai amalan di atas merupakan amalan yang biasa dilakukan dalam keseharian peserta di Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum Jasinga Bogor Jawa Barat, hanya bedanya adalah kualitas dan kwantitasnya lebih ditingkatkan dengan panduan langsung dari seorang Guru Mursyid. Bahkan untuk lebih meningkatkan kualitas tersebut ditambah dengan berbagai amalan yang selalu dilakukan seorang peserta, seperti:

khataman, manakiban, ziarah, dan lainnya.53

6. Pembinaan

Peserta ditempatkan pada pondok (kamar) Riyadhoh guna mengikuti program Riyadhoh sepanjang 24 jam. Kurikulum pembinaan ditetapkan oleh KH. Sirojuddin Jazuli di Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum

mencakup mandi dan wudhu, shalat, zikir, serta ibadah lainnya.54

Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas, peserta psikoterapi Islam juga diberikan kegiatan tambahan berupa: pelajaran baca al-Qur‟an,

52Kharisudin Aqib, “Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tazkiyat al-Nafs Sebagai Metode Penyadaran Diri (Disertasi : UIN Jakarta, 2001), h. 30.

53

Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

54

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

(37)

berdoa, tata cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga. Setiap peserta dibina dan dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya. Evaluasi diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para

pembina Riyadhoh yang bersangkutan.55

Proses penyadaran yang digunakan dalam metode Riyadhoh ini diistilahkan sebagai tazkiyat al-nafs atau pembersihan jiwa dari berbagai penyakit atau kotoran hati, seperti: kikir, ambisius, iri hati, bodoh, hedonistik, dan berbagai akhlak tercela lainnya. Berbagai akhlak tercela tersebut merupakan sumber kerusakan moral dan pribadi seseorang, yang pada gilirannya dapat merusak jiwa (psike), bahkan fisik seorang manusia (soma), sehingga muncul istilah penyakit psikosomatis. Tepatlah isyarat yang telah ditegaskan oleh Rasulullah saw bahwa antara jiwa dan raga (fisik) mempunyai keterkaitan yang erat dalam mewujudkan kesehatan seorang manusia.

C. Komponen Riyadhoh PP. Manba‘ul ‘Ulum

Sebagai sebuah metode terapi penyadaran diri, Riyadhoh mempunyai beberapa komponen yang saling terkait satu sama lainnya dan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan peserta yang dibina. Komponen-komponen tersebut adalah:

1. Mursyīd

55Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juhaya S. Praja, dalam tahun 1981-1989,

93,1% dari 5.845 anak bina yang mengikuti program inabāh dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal. Atas keberhasilan metoda Inabāh tersebut, KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang rehabilitasi korban Narkotika dan Kenakalan remaja. Lihat Kharisudin Aqib, “Tarekat Qadariyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tazkiyat al-Nafs Sebagai Metode Penyadaran Diri ( Disertasi : UIN Jakarta, 2001), h. 30.

(38)

Mursyīd Riyadhoh yaitu pemimpin Pondok Pesantren Manba„ul

„Ulum, yaitu KH. A. Sirojuddin Jazuli.56

Seorang Mursyid dalam sebuah tarekat adalah segalanya dan penentu semua aktivitas ketarekatan atau aktivitas kesufian para muridnya. Bahkan seorang murid dalam tarekat dihadapan Mursyīd-nya ibarat seorang mayat dihadapan orang yang

memandikannya.57

2. Para Pembina

Yaitu pelaksana operasional yang membina sehari-hari di pondok-pondok Riyadhoh yang secara konsisten dan kontinyu membimbing

selama 24 jam di pondok bina.58

3. Kurikulum

Kurikulum maksudnya berupa berbagai kegiatan yang berupa aktivitas ibadah yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta bina selama menjalani masa penyembuhan, baik berupa ibadah-ibadah wajib, sunah,

mandi taubat, zikir, khataman, manakiban, dan lainnya.59

4. Sarana prasarana

56

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

57 Dalam proses terapinya peranan seorang Mursyīd merupakan seorang profesional (terapis)

yang berhubungan dengan anak bina melalui komunikasi verbal dan non verbal serta berusaha menghilangkan gangguan emosional, mengubah gangguan perilaku, dan memupuk perkembangan kepribadian yang baik dengan prinsip-prinsip ajaran tasawuf Islam. Selanjutnya Mursyīd mengajak dialog dan mendengarkan keluhan anak bina dengan penuh empati sebagai upaya memahami kondisi kejiwaannya dan memahami sejauhmana ia telah tersesat jalan. Dilanjutkan dengan memberikan penjelasan tentang prinsip hidup Islami dalam pemahaman tasawuf dan memberikan pelajaran (talqin) dzikir.hasil Observasi dan Wawancara saya dengan Nur Azizah, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

58

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

59

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

(39)

Sebagai komponen penunjang yang sangat penting dalam mengkondisikan para anak bina agar dapat lebih mudah untuk melupakan berbagai permasalahan jiwanya, atau melupakan berbagai kebiasaan jelek yang merusak jiwanya. Sarana dan prasarana ini mencakup pemondokan,

tempat tinggal pembina, mesjid, ketersediaan air, dan sebagainya.60

5. Peserta Bina atau pasien

Dalam proses terapinya para anak bina ini bertindak sebagai murid yang mengamalkan Tarekat Qodariyah Naqsabandiyah (TQN) Suryalaya ataupun masyarakat umum lainnya. Mereka datang ke Pondok Pesantren Manba„ul „Ulum dan meminta untuk dibimbing Riyadhoh oleh KH. A. Sirojuddin Jazuli. Untuk itu target terapi tidak sebatas hanya sembuh secara medis atau psikologis pada umumnya, melainkan diharapkan mampu menjadi manusia yang “arīf billāhi” atau menjadi manusia yang

ma„rifat kepada Allah Ta„āla, yang mempunyai kepribadian religius dan

transedentalis.61

D. Dalil Hadis Psikoterapi Islam di P.P. Manba‘ul ‘Ulum

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kiyai yang memimpin P.P. Manba„ul „Ulum terdapat beberapa hadis yang menjadi rujukan dari kegiatan terapis yang disebut dengan Riyadhoh ini, sekalipun tidak dijelaskan seluruh sumber yang menjadi dalil dari kegiatan ini akan tetapidari buku panduan terapis di pesantren ini juga bisa ditemukan

60

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

61

Observasi dan Wawancara saya dengan K.H. A. Sirojudin Jazuli, salah satu pengurus PP Manba„ul „Ulum di Kantor PP. Manba„ul „Ulum tanggal 17 Maret 2014, Pukul 17.00 WIB.

(40)

hadis yang dipakai dalam proses kegiatan riyahdhoh ini, berkut penulis paparkan hadis terapis di pesantren Manbau „Ulum.

1. Mandi

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa rangkaian cara atau metode terapis yang diparaktekan di P.P. Manba„ul „Ulum adalah dimulai dengan mandi, mandi ini disebut dengan mandi taubat, dalil tentang mandi taubat dalah:

ِثَك ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح

ْنَع ٍْيَْصُح ِنْب َةَفيِلَخ ْنَع ُّرَغَْلْا اَنَ ثَّدَح ُناَيْفُس اَنَرَ بْخَأ ُّيِدْبَعْلا ٍير

ْنَأ ِنَِرَمَأَف َم َلاْسِْلْا ُديِرُأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص َِّبَِّنلا ُتْيَ تَأ َلاَق ٍمِصاَع ِنْب ِسْيَ ق ِهِّدَج

ٍرْدِسَو ٍءاَِبِ َلِسَتْغَأ

62

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir Al 'Abdi telah mengabarkan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami Al-Aghar dari Khalîfah bin Hushain dari kakeknya, Qais bin 'Âshim dia berkata; Saya pernah menemui Nabi saw. untuk masuk Islam, maka beliau memerintahkanku untuk mandi dengan air dan daun bidara.

2. Hadis Shalat Hajat

Shalat yang dilakukan dalam proses kegiatan Riyadhoh ini adala shalat hajat, terdapat beberapa dalil tentang salat hajat, antara lain:

ْكَب ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح

: َلاَق ، َّيِميِمَّتلا َّيِئاَرَمْلا ٍدَّمَُمُ اَبَأ ِنِْعَ ي ٌنوُمْيَم اَنَ ثَّدَح : َلاَق ، ٍر

اَبَأ ُتْبِحَص : َلاَق ، ٍمَلاَس ِنْب ِللها ِدْبَع ِنْب َفُسوُي ْنَع ، ٍيرِثَك ِبَِأ ُنْب َيََْيَ اَنَ ثَّدَح

ُهَرَضَح اَّمَلَ ف ، ُوْنِم ُمَّلَعَ تَأ ِءاَدْرَّدلا

، ِوِتْوَِبِ َساَّنلا ُتْنَذآَف ، ِتِْوَِبِ َساَّنلا ِنِذآ : َلاَق ُتْوَمْلا

َئِلُم ْدَقَو ، َكِتْوَِبِ َساَّنلا ُتْنَذآ ْدَق : ُتْلُقَ ف : َلاَق ، ُهاَوِس اَمَو ُراَّدلا َئِلُم ْدَقَو ُتْئِجَف

62

(41)

ُهاَنْجَرْخَأَف ِنِوُجِرْخَأ : َلاَق ُهاَوِس اَمَو ، ُراَّدلا

: َلاَق ، ُهاَنْسَلْجَأَف : َلاَق ِنِوُسِلْجَأ : َلاَق

َغَبْسَأَف ، َأَّضَوَ ت ْنَم : ُلوُقَ ي َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِللها َلوُسَر ُتْعَِسَ ِّنِِإ ُساَّنلا اَهُّ يَأ اَي

َس اَم ُوَّللا ُهاَطْعَأ ، اَمُهُّمِتُي ِْيَْ تَعْكَر ىَّلَص َُّثُ ، َءوُضُوْلا

اًرِّخَؤُم ْوَأ ، ًلاِّجَعُم َلَأ

63

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr berkata telah menceritakan kepada kami Maimun yakni Muhammad al-Mara‟I at-Tamimî berkata telah menceritakan kepada kami Yah bin Abu Katsir dari Yusuf bin Abdullah, ia berkata: Aku menyertai Abu darda‟ untuk belajar darinya, maka ketika ajalnya tiba ia berkata “ sebarkanlah kepada orang-orag akan kematianku” maka akupun akan meyebarkan kepada orang-orang. Ketika aku kembali rumahnya telah dipenuhi orang-orang, Yusuf berkata “ Aku berkata “ Telah aku sebarkan kepada orang-orang akan kematianmu (sakaratu maut), dan ternyata rumahmu telah dipenuhi orang, Abu darda‟ berkata “keluarkan aku”, maka kami mengeluarkannya, ia berkata kembali “dudukanlah aku” maka kami mendudukannya dan kemudian ia berate lagi “Wahai manusia, sesungguhnya ak pernah mendengar Rasulullah shllallahu „alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berwudhu laluia sempurnakan wudhunya kemudian ia shalat dua rakaat dengan menyempurnaknnya, niscaya Allah memberikan kepadanya apa yang ia minta baik segera atau diakhirkan.”

اَنَ ثَّدَحَو .ُّىِمْهَّسلا ٍرْكَب ُنْب ِوَّللا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ُّىِداَدْغَ بْلا َديِزَي ِنْب ىَسيِع ُنْب ُّىِلَع اَنَ ثَّدَح

ِبَأ ِنْب ِوَّللا ِدْبَع ْنَع ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ِنْب ِدِئاَف ْنَع ٍرْكَب ِنْب ِوَّللا ِدْبَع ْنَع ٍيرِنُم ُنْب ِوَّللا ُدْبَع

63

Referensi

Dokumen terkait

Dari keistimewaan dan keunikan tubuh manusia, atas dasar pengamatan dan pemahaman yang telah dipaparkan sebelumnya, pencipta tertarik untuk memvisualisasikan tubuh manusia

Praktikalitas media ditentukan melalui hasil angket respon siswa, hasil observasi dan hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas X SMAN 2

Kata Bhatara berasal dari kata bhatr yang berarti kekuatan Brahman, Sang Hyang Widhi yang juga mempunyai fungsi sebagai pelindung umat manusia dan dunia dengan segala isinya..

memiliki sebaran yang luas pada kulit manusia dan vertebrata lain serta bersifat patogen oportunis (dapat menyerang inang pada kondisi yang cocok).. Staphylococcus yang

Bardasarkan basil analisis ditemukan penyebab utama dari hal tersebut yaitu: masib terbatasnya kapasitas surnber daya Pegawai Negeri Sipil yang dimiliki Dinas Pariwisata

SMK Negeri 1 Banyudono merupakan salah satu SMK negeri di Kabupaten Boyolali.Keberhasilan dapat dilihat dari hasil prestasi siswa dalam pemberian tugas sangat berpengaruh

Melalui pendekatan saintifik dengan model pembelajaran PJBL dan metode daring( sinkron-asinkron) , diharapkan peserta didik dapat mengidentifikasi beberapa larutan

Jl. Namun saat ini kawasan mangrove tersebut sudah mengalami rehabilitasi. Kawasan yang dulunya digunakan sebagai lahan pertambakan, sekarang beralih fungsi sebagai