• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

BENIH IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DENGAN

PAKAN CACING SUTERA (Tubifex sp.)

Growth Performance and Survival Rate of Botia Larvae

(Chromobotia macracanthus) with Feeding Tubifex Worms

(Tubifex sp.)

Romi Pindonta Tarigan1), Yunasfi2), Indra Lesmana2) 1)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, USU 2)

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, USU Email : lap_usang@yahoo.co.id

ABSTRACT

Botia (Chromobotia macracanthus) is a freshwater fish that are having economic value is important because it has high sale value, especially in the ornamental fish market in North Sumatra. Life food is an important factor in the cultivation of ornamental fish. The research was conducted to determine the effect of feeding Tubifex worms (Tubifex sp.) on the growth performance and survival rate of Botia larvae. Tubifex worm culture do by using a wooden box with a recirculation system and the maintenance of Botia larvae done with volume 72 liter aquarium in a closed room.

Experimental design using a completely randomized design with 5 treatments with 3 replications, as follows; 1) The Tubifex worms culture given chicken manure fermentation, 2) The Tubifex worms culture given cow manure fermentation, 3) The Tubifex worms culture given sheep dung fermentation, 4) Tubifex without treatment, 5) Pellet ornamental fish. The survival rate was 100 % in each treatments. Feeding the Tubifex worms are cultured with sheep dung fermentation gives the best results on the survival rate (SR), the absolute length (L), absolute weight (W), and daily growth rate (GR), respectively 1.02 cm, 0.91 g, and 2.57% for 30 days of maintenance.

Keywords: Artificial feed, Botia, Tubifex.

PENDAHULUAN

Budidaya ikan hias air tawar pada saat ini cukup berkembang dengan berbagai jenis ikan hias air tawar yang dibudidayakan.

Ikan botia merupakan ikan hias asli dari perairan Sumatera dan Kalimantan dan sudah menjadi komoditas ekspor primadona ikan hias air tawar selama puluhan tahun. Spesies ini dikenal juga dalam dunia perdagangan sebagai sebutan clown

loach atau tiger botia. Nama lokal

ikan ini adalah ikan macan

(Sumatera), gecubang (Lampung), biju bana (Jambi), languli (Mahakam) (Suseno dan Subandiah, 2000).

Kebanyakan faktor yang tidak diperhatikan oleh para pembudidaya ikan adalah ketersediaan pakan bagi ikan budidaya baik itu pakan buatan (pelet) maupun pakan alami (cacing sutera) yang tersedia secara kualitas dan kuantitas pada stadia larva hingga benih.

(2)

Cacing sutera diberikan sebagai makanan ikan hias, pakan alami ini diberikan umumnya untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhannya (Scheurman, 1990 diacu oleh Febrianti, 2004). Pakan buatan adalah makanan yang kita ramu atau kita buat sendiri yang terdiri dari bahan-bahan alami yang berupa bahan nabati dan hewani atau dari beberapa macam bahan yang kemudian kita olah menjadi bentuk khusus sebagaimana yang kita kehendaki. Fungsi dari pakan utama sendiri yaitu untuk pemeliharaan tubuh dan mengganti jaringan tubuh yang rusak, untuk menunjang aktifitas metabolisme dan untuk pertumbuhan serta reproduksi (Herawati, 2005).

Permasalahan yang timbul ketika cacing sutera dikenal sebagai pakan alami tetapi belum dapat diketahui keunggulan dari cacing sutra yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini cacing sutera dikultur dengan menggunakan beberapa jenis pupuk kandang (kotoran ayam, kotoran domba dan kotoran sapi) untuk mengetahui biomassa cacing sutera. Hasil kultur cacing sutera dan pelet ikan hias akan diaplikasikan untuk mengetahui pengaruh dari pemupukan terhadap laju pertumbuhan, dan kelangsungan hidup dari benih ikan botia.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli tahun 2014, dan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Budidaya, Dinas

Pertanian dan Kelautan Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

1. Kultur Cacing Sutera

Bahan-bahan yang digunakan pada kultur cacing sutera antara lain pasir halus, cacing sutera, kotoran ayam, kotoran sapi dan kotoran domba. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah papan, terpal/plastik hitam, pompa air, pipa paralon, saringan halus, tali plastik, ember, gayung plastik, sarung tangan, masker, gelas ukur, selang, timbangan dan pompa air.

2. Perlakuan dengan Ikan Botia

Bahan-bahan yang digunakan pada budidaya ikan botia antara lain benih ikan botia, oxytetracyline (OTC) dan pelet ikan hias. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah akuarium, aerator, pipa paralon, pompa air, kertas karton, plastik putih, saringan busa, selang sipon, dan mangkok.

3. Pengamatan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada saat pengamatan antara lain cacing sutera dan benih ikan botia. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah kertas milimeter blok, timbangan analitik, pH-meter, DO-meter, termometer, penggaris, saringan kasar, kamera digital, buku catatan, dan alat tulis.

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kultur Cacing Sutera a. Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan untuk kultur cacing sutera ialah kotak yang terbuat dari kayu. Kotak kayu berukuran 100 cm x 50 cm x 20 cm. Wadah kultur akan dialiri air yang

(3)

bersumber dari pipa yang dibuat senyawa dengan terpal tandon.

b. Persiapan Pupuk Organik Cair

Kotoran yang digunakan adalah kotoran ternak ayam, sapi, dan domba. Kotoran kemudian dibersihkan terlebih dahulu hingga menjadi bersih dari sampah, kemudian timbang dengan perbandingan 1:1. Kemudian diaduk sehingga kotoran tercampur merata dengan air, dan ditutup selama 10 hari untuk proses fermentasi. Pupuk organik cair diberikan 2 liter per hari dengan frekuensi pemberian sekali dalam sehari.

c. Kultur Cacing Sutera

Pakan alami berupa cacing sutera yang masih hidup dan segar yang didapatkan dari penjual ikan hias di Jalan Dr. Mansyur, Medan, Sumatera Utara. Cacing sutera yang dikultur terlebih dahulu ditimbang seberat 100 g sebagai awal penebaran. Cacing sutera tersebut dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air bersih mengalir untuk menghilangkan lumpur yang menempel pada cacing sutra. Kemudian cacing sutera ditebar pada masing-masing wadah kultur dimana 100 g untuk 1 wadah kultur.

d. Persiapan Panen Cacing Sutera

Cacing sutera dipanen ketika sudah dikultur selama 20 hari pemeliharaan. Pemanenan cacing sutera dengan cara mengambil substrat dengan menggunakan ember kemudian dipisahkan antara cacing dan substrat dengan menggunakan saringan dan cacing sutera diambil dengan menggunakan tangan dan dipisahkan ke wadah pemanenan. Cacing yang telah dipanen kemudian dibersihkan dengan air mengalir

sehingga diperoleh cacing yang siap menjadi pakan pada pemeliharaan benih ikan botia. Hal ini terus dilakukan hingga diperoleh jumlah cacing sutera yang diinginkan.

2. Persiapan Pemeliharaan Benih Ikan Botia

a. Persiapan Wadah Pemeliharaan

Wadah untuk penelitian benih ikan botia menggunakan 15 buah akuarium dengan ukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm yang diisi air sebanyak 72 liter serta dilengkapi dengan aerator sebagai penyuplai oksigen.

b. Penebaran Benih

Benih ikan botia yang digunakan ini berasal dari Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok, dengan panjang 3.85 cm - 4.14 cm dengan berat 0.70 g - 0.86 g dengan padat penebaran 7 liter/ekor

c. Perlakuan Pemberian Pakan

Jumlah cacing dan pelet ikan hias diberikan dengan jumlah pakan 3 g perhari dalam frekuensi 1 kali sehari setiap pukul 09.00 WIB. Pakan yang dikonsumsi oleh benih ikan botia akan diamati dengan pertambahan berat selama pemeliharan.

d. Pengukuran Panjang dan Berat

Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil ikan satu per satu hingga seluruh ikan telah diukur serta ditimbang beratnya dengan timbangan analitik dan diukur panjang ikan dengan menggunakan milimeter blok yang telah dilaminating. Pengukuran yang digunakan adalah panjang total yaitu dari ujung mulut hingga ke ujung ekor. Pengukuran dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari pemeliharaan. Sedangkan untuk

(4)

kelangsungan hidup benih ikan dilakukan perhitungan ikan pada awal penelitian dan pada akhir penelitian terhadap keseluruhan jumlah ikan.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, dimana dijelaskan sebagai berikut :

1. Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran ayam 2. Kultur tubifex pemberian

fermentasi kotoran sapi 3. Kultur tubifex pemberian

fermentasi kotoran domba 4. Tubifex tanpa perlakuan 5. Pelet ikan hias

Analisis Data

Data percobaan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel dan hasil data percobaan ditabulasikan dengan ANOVA. Data tersebut akan dijelaskan secara deskriptif. Sedangkan model rancangan percobaan yang digunakan yaitu sebagai berikut : Yij = μ + δi + εij

(Steel dan Torrie, 1982) Keterangan :

Yij = Hasil Pengamatan μ = Nilai Tengah

δi = Nilai tambah akibat perlakuan εij = Galat percobaan

Parameter Pengamatan

1. Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup ikan dihitung dengan rumus (Goddard, 1996):

( ) =

o

Keterangan :

SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)

No = Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)

2. Pertambahan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak ikan dihitung mengikuti rumus yang digunakan oleh (Effendie 1997) :

= o Keterangan :

L = Pertambahan panjang mutlak (cm)

Lt = Panjang rata-rata individu pada waktu t (cm)

Lo = Panjang rata-rata individu pada awal penelitian (cm)

3. Pertambahan Bobot Mutlak

Pertambahan bobot mutlak ikan dapat dihitung dengan mengikuti rumus (Effendie, 1997) :

= o Keterangan :

GR = Pertambahan mutlak (g/hari)

Wt = Berat rata-rata pada waktu ke t (g)

Wo = Berat rata-rata awal penebaran benih (g)

4. Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian ikan dihitung mengikuti rumus (Effendie 1997) :

= n n o Keterangan :

G = Laju Pertumbuhan Spesifik (%)

Wt = Berat ikan pada akhir penelitian (g)

Wo = Berat ikan pada awal penelitian (g)

(5)

5. Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan ikan dapat dihitung dengan mengikuti rumus (Kusriani, dkk., 2012) :

= ml k n n i ik n ( + ) o

Keterangan :

FCR = Rasio konversi pakan

Wo = Berat rata-rata hewan uji penelitian (g)

Wt = Berat rata-rata hewan uji akhir penelitian (g)

D = Bobot total ikan yang mati

Kualitas Air

Pengamatan parameter kualitas air yaitu suhu, pH, DO dilakukan setiap 10 hari sekali pada pagi hari pukul 08.00 WIB sebelum pemberian pakan. Penyiponan dilakukan dengan cara mengurangi air sebanyak 100% dari tinggi volume air pada akuarium.

HASIL

Kultur Cacing Sutera

Populasi dan biomassa cacing sutera diperoleh selama 50 hari pemeliharaan yakni pada wadah kultur dengan pemberian pupuk organik cair kotoran ayam diperoleh hasil sebesar 255.18 g, pada pemberian pupuk organik cair kotoran sapi sebesar 259.40 g dan pada pemberian pupuk organik cair kotoran domba sebesar 279.28 g.

Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia

Tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia selama 30 hari pemeliharaan (Gambar 1.) memperoleh nilai tertinggi sebesar 100% pada seluruh perlakuan dimana padat tebar ikan 10 ekor/72 liter air.

Gambar 1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia

Panjang Mutlak Benih Ikan Botia

Ikan botia mengalami pertumbuhan panjang selama 30 hari pemeliharaan (Gambar 2.) dari 3.90 cm - 4.14 cm menjadi 4.14 cm - 5.15 cm. Diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan berkisar antara 0.14 cm hingga 1.02 cm (Gambar 3.). Hasil

analisis ragam menyatakan bahwa pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang mutlak (Fhit>0.05)

(6)

Gambar 2. Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Botia

Gambar 3. Panjang Rata-Rata Benih Ikan Botia.

Bobot Mutlak Benih Ikan Botia

Data bobot rata-rata benih ikan botia bahwa terjadi peningkatan bobot dari 0.75-0.78 g menjadi 0.86-1.68 g disajikan pada Gambar 4. Pertambahan bobot rata-rata benih ikan botia berkisar antara 0.09 g hingga 0.91 g (Gambar 5.). Hasil

analisis ragam menyatakan bahwa pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot mutlak (Fhit>0.05).

(7)

Gambar 5. Bobot Rata-Rata Benih Ikan Botia

Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia

Selama 30 hari masa pemeliharaan benih ikan botia diperoleh data laju pertumbuhan bobot harian berkisar antara 0.27% hingga 2.57% (Gambar 6.). Hasil

analisis ragam menyatakan bahwa pakan cacing sutera yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian (Fhit>0.05).

Gambar 6. Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia

Rasio Konversi Pakan

Hasil rasio konversi pakan (Tabel 2.) dari 30 hari pemeliharaan benih ikan botia menyatakan pemanfaatan pakan yang diberikan terhadap benih ikan botia terhadap pertambahan bobot benih ikan botia yaitu berkisar antara 102.50 hingga 3926.47.

Tabel 1. Rasio Konversi Pakan Perlakuan Rasio Konversi Pakan

(FCR) 1 150.51 2 216.75 3 102.50 4 3926.47 Kontrol 153.82

(8)

Kualitas Air

Hasil pengamatan data kualitas air (Tabel 2.) dari 30 hari pemeliharaan benih ikan botia diperoleh kisaran suhu antara 26.1 oC - 27.7 oC. Nilai pH berkisar antara 7-7.6, serta nilai kelarutan oksigen (DO) berkisar antar 5.1 ppm - 5.8 ppm.

Tabel 2. Data Kualitas Air Wadah Pemeliharaan Benih Ikan Botia Perlakuan Parameter Kualitas Air

Suhu (oC) pH DO (ppm) 1 26.7-27.4 7.2-7.6 5.1-5.3 2 26.3-27.7 7.2-7.4 5.2-5.3 3 26.1-27.4 7-7.3 5.3-5.5 4 26.3-27.3 7.3-7.6 5.4-5.6 Kontrol 26.3-27.1 7-7.1 5.7-5.8

PEMBAHASAN

Kultur Cacing Sutera

Kultur cacing sutera mencapai populasi dan biomassa cacing sutera nilai tertinggi didapati oleh fermentasi kotoran domba dan nilai terendah pada fermentasi kotoran ayam. C/N juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang menjadi makanan bagi cacing. Hubungan rasio C/N dengan mekanisme kerja bakteri yaitu bakteri memperoleh makanan melalui substrat karbon dan nitrogen dengan perbandingan tertentu sehingga jumlah bakteri dapat meningkat.

Menurut Darmawati (2013), apabila rasio C/N yang terlalu tinggi artinya pupuk organik cair ini masih mengandung fraksi-fraksi padat, jika rasio C/N terlalu rendah berarti kandungan nitrogen semakin tinggi sehingga akan menghasilkan amonia pada proses fermentasi sedangkan menurut Supadma dan Arthagama (2008) yang menyatakan limbah kotoran ayam menghasilkan rasio

C/N yang paling rendah jadi semakin tinggi kadar N bahan dasar, maka semakin mudah mengalami tingkat dekomposisi, kadar N-total yang semakin tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, fermentasi kotoran ayam segar selama 10 hari menimbulkan bau yang tidak sedap hal ini berbeda dengan fermentasi kotoran sapi dan domba.

Adanya perbedaan jumlah populasi dan biomassa cacing sutera pada perlakuan fermentasi kotoran domba dan sapi akibat jumlah bahan organik yang dapat terkandung pada kotoran berbeda, dimana menurut Rahman (2012) pemakaian kotoran sapi fermentasi pada budidaya cacing sutera memiliki nilai C/N tertinggi dari pada fermentasi kotoran ayam dan puyuh, sedangkan Chamberlain dkk., (2001) pemakaian bahan berserat untuk pertumbuhan bakteri harus dihindari sebab bahan berserat relatif tidak dapat terdekomposisi dengan baik, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Jika dibandingkan dengan domba maka nilai C/N sapi juga lebih tinggi karena jumlah konsumsi sapi akan bahan berserat jauh lebih banyak dibandingkan domba.

Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia

Tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia yang diberi perlakuan pada saat pemeliharaan menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak ada yang mengalami kematian, sehingga perlakuan pemberian pakan yakni kultur cacing sutera dengan pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, pupuk kandang domba, dan cacing sutera tanpa pemberian perlakukan pupuk kandang dan pelet ikan hias tidak memberikan pengaruh yang berbeda

(9)

terhadap kelangsungan hidup benih ikan botia. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia mencapai nilai 100% pada setiap perlakuan juga menunjukan bahwa tidak ada pengaruh pada penebaran dan juga kualitas air pada saat pemeliharaan benih ikan botia selama 30 hari.

Menurut Effendie (1997), bahwa kelangsungan hidup ikan disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya padat tebar ikan yang terlalu tinggi. Padat tebar merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dalam persaingan gerak, dan konsumsi oksigen. Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui toleransi dan kemampuan hidup ikan dalam suatu populasi dengan melihat mortalitas ikan.

Laju Pertumbuhan Benih Ikan Botia

Menurut Effendie (1997), pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, bobot maupun volume dalam kurun waktu tertentu, atau dapat juga diartikan sebagai pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis, yang terjadi apabila ada kelebihan pasokan energi dan protein. Pertumbuhan panjang mutlak (L) benih ikan botia menunjukkan hasil tertinggi pada perlakukan pemberian pakan cacing sutera yang diberi pupuk kandang domba dimana rata-rata pertumbuhan panjang sebesar 1.02 cm dan terendah menunjukkan hasil sebesar 0.14 cm pada perlakukan pemberian pakan pelet ikan hias ikan terhadap benih ikan botia.

Benih ikan botia menunjukan respon terhadap pakan pelet ikan hias yang rendah dikarenakan benih ikan

botia memerlukan adaptasi untuk dapat memakan pelet. Berbeda dengan cacing sutera yang diberikan menunjukkan respon benih ikan botia yang tinggi yang menyatakan benih ikan botia lebih dominan mengkonsumsi pakan alami (cacing sutera) yang merangsang benih ikan botia melalui gerakan daripada pakan buatan (pelet) dikarenakan jumlah kandungan protein pada pakan alami (cacing sutera) lebih tinggi dari pakan buatan. Berdasarkan komposisi pelet ikan hias yang digunakan pada saat penelitian terdiri dari kandungan protein 48% dan lemak 6%, sedangkan cacing sutera memiliki kandungan protein sebesar 57% dan kadar lemak 13%. Menurut Jauncey (1982) diacu oleh Nofyan (2005), kualitas pakan sangat mempengaruhi laju pertumbuhan organisme, terutama besarnya kadar protein didalam pakan tersebut. Protein merupakan bagian yang terbesar dari daging ikan.

Menurut Ekavianti (2004), bahwa ikan botia merupakan ikan karnivora yang membutuhkan kadar protein yang lebih tinggi, dan ikan botia lebih menyukai pakan alami cacing sutera dibandingkan pelet buatan dikarenakan kadar protein cacing sutera lebih tinggi dari pada pakan buatan. Respon rendah benih ikan botia terhadap pelet ikan hias dari pada cacing sutera mengakibatkan pertumbuhan panjang mutlak terendah pada saat pemeliharaan benih ikan botia selama 30 hari pemeliharaan.

Hal ini juga terjadi pada laju pertumbuhan harian (GR) benih ikan botia, dimana nilai tertinggi pada perlakuan pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan pupuk kandang domba yaitu sebesar 2.57%, dan terendah pada pelet ikan hias

(10)

yaitu sebesar 0.27%. Laju pertumbuhan harian benih ikan botia berhubungan dengan bobot ikan dimana bobot mutlak (W) dengan nilai tertinggi pada perlakuan pemberian cacing sutera yang dikultur dengan pupuk kandang domba yaitu sebesar 0.91 g, dan terendah pada perlakuan pemberian pakan pelet ikan hias yaitu sebesar 0.09 g.

Pada penelitian ini pemberian pakan terhadap benih ikan botia diberikan secara ad libitum dimana ikan tidak memiliki frekuensi pemberian pakan. Pemberian pakan diberikan sekali sehari pada puku 08:00 WIB. Dimana mempengaruhi pada perlakuan pemberian pakan berupa pelet. Menurut Ekavianti (2004), kelemahan dari pakan buatan adalah bila terlalu lama berada di air akan larut dan menyebabkan air menjadi keruh. Sisa pakan akan menghasilkan amoniak, terutama dari pakan dengan kandungan protein tinggi, yang akhirnya menyebabkan kualitas air menurun. Ini jelas mempengaruhi laju pertumbuhan harian dan bobot dari benih ikan botia meninjau kelemahan dari pelet ikan hias yakni cepat hancur (amoniak), sehingga ketika lambung benih ikan botia kosong makanan tidak tersedia.

Berdasarkan uji statistik, bahwa nilai tertinggi pada perlakukan pemberian pakan cacing sutera yang diberi pupuk kandang domba berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang dan bobot benih ikan botia, tapi tidak signifikan terhadap perlakuan yang diberikan pada cacing yaitu pupuk kandang yang berbeda (ayam, sapi dan domba) terhadap pertumbuhan panjang dan bobot benih ikan botia. Sedangkan perlakuan pemberian

pakan pelet ikan hias menunjukkan berbeda nyata terhadap perlakuan kultur cacing sutera dengan pemberian pupuk kandang ayam, sapi dan domba.

Menurut Syarip (1988), pemupukan dalam budidaya cacing sutera bertujuan untuk menambah sumber makanan baru pada media pemeliharaan cacing sutera. Pemberian pupuk tambahan yang berbeda baik frekuensi maupun jumlah setiap pemberian pupuk secara langsung akan mempengaruhi bahan organik dalam media. Tingginya bahan organik dalam media akan meningkatkan jumlah bakteri dan partikel organik hasil dekomposisi oleh bakteri sehingga dapat meningkatkan jumlah bahan makanan pada media yang dapat mempengaruhi populasi dan biomassa cacing.

Rasio Konversi Pakan

Hasil perhitungan yang didapat selama pemeliharaan benih ikan botia dimana nilai tertinggi FCR terdapat pada perlakuan pemberian pakan pelet terhadap benih ikan botia yaitu sebesar 3926.47 dan hasil terendah terdapat pada perlakuan pemberian pakan cacing sutra yang dikultur dengan pemberian pupuk kandang domba. Perbedaan nilai FCR pakan cacing sutra dari hasil kultur dengan beberapa jenis pupuk kandang dengan pakan pelet ditentukan dari kualitas pakan terhadap pertambahan bobot benih ikan botia yang didapati pada akhir penelitian. Menurut Niagara (1994) dalam Madinawati, dkk., (2011), bahwa pakan yang banyak mengandung protein akan menjadi salah satu pemacu pertumbuhan ikan. Keadaan lingkungan, kualitas dan kuantitas

(11)

pakan serta kondisi ikan itu sendiri mempengaruhi pertumbuhan ikan, dan memiliki kaitan dengan tinggi rendahnya konversi pakan yang dihasilkan.

Kualitas Air

Berdasarkan data penunjang kualitas air yang dihasilkan selama pemeliharaan benih ikan botia masih berada dalam kisaran normal. Lingga dan Susanto (2003), menyatakan bahwa kandugan oksigen terlarut untuk pertumbuhan yang optimal bagi sintasan ikan botia harus selalu lebih dari 5 mg/liter. Sedangkan menurut Panjaitan (2004), dalam penelitiannya menunjukan bahwa suhu 27.16 oC -27.44 oC memperoleh hasil tertinggi dalam pertumbuhan panjang dan bobot ikan botia. Menurut Boyd (1982), pH ideal untuk kehidupan ikan yatiu 6.5-9.0. Nilai pH dibawah 4 dan diatas 11 menyebakan kematian pada ikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menghasilkan biomassa cacing sutera yang telah dikultur dengan pemberian pupuk organik cair kotoran ayam sebesar 255.18 g, pada pemberian pupuk organik cair kotoran sapi sebesar 259.40 g dan pada pemberian pupuk organik cair kotoran domba sebesar 279.28 g. Hasil penelitian ini menyatakan tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia sebesar 100% pada setiap perlakukan. Dan hasil tertinggi diperoleh dari perlakuan pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan menggunakan fermentasi kotoran domba (perlakuan 3) terhadap pertambahan panjang mutlak (L) sebesar 1.02 cm, pertambahan bobot mutlak (W)

sebesar 0.91 g, dan laju pertumbuhan harian (GR) sebesar 2.57%. Hasil terendah diperoleh dari perlakuan pemberian pakan pelet ikan hias (perlakuan 4) terhadap pertambahan panjang mutlak (L) sebesar 0.14 cm, pertambahan bobot mutlak (W) sebesar 0.09 g, dan laju pertumbuhan harian (GR) sebesar 0.27%. Dan kualitas air termasuk optimal untuk pertumbuhan benih ikan botia pada setiap perlakuan yakni suhu 26.1 oC - 27.7 oC, pH 7-7.6, dan DO sebesar 5.1 ppm - 5.8 ppm.

Saran

Disarankan pemeliharaan benih ikan botia ukuran 3.9 cm - 4 cm dengan pemberian pakan pelet ikan hias diberikan dengan frekuensi pemberian pakan. Selain itu disarankan pula pemeliharaan benih ikan botia menggunakan pakan yang merupakan campuran dari pakan buatan dan alami.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C. E. 1982. Water Quality

Management for Pond Fish Culture. El Sevier Scientific

Publishing Company. New York. 318 p.

Chamberlain, G., Avnimelech, Y., McIntosh, R.P., Velasco M., 2001. Advantages of Aerated

Microbial Reuse Systems with

Balanced C/N: Nutrient

Tranformation and Water Quality Benefits. Global Aquaculture Alliance : April 2001.

Darwati, 2013. Kandungan Kalium Rasio C/N dan pH pada Pupuk Cair Hasil Fermentasi Kotoran Berbagai Ternak

(12)

Menggunakan Starter Starbio. IKIP PGRI. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang.

Effendie, M. I. 1997. Metoda Perancangan Percobaan. CV Armico. Bandung. 472 hal. Ekavianti, R. 2004. Laju

Pertumbuhan Benih Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker) yang Dipelihara Dalam Sistem Resirkulasi Dengan Frekuensi Pemberian Pakan yang Berbeda. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus Pertanian Bogor. Bogor.

Febrianti, D. 2004. Pengaruh Pemupukan Harian Dengan Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Populasi Dan Biomassa Cacing Sutera (Limnodrillus). Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manjemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor..

Goddard. S., 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and

Hall, New York.

Herawati, V. E. 2005. Manajemen Pemberian Pakan Ikan. Laporan Pengembangan Program Mata Kuliah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro.

Kusriani, P. Widjanarko, dan N. Rohmawati. 2012. Uji Pengaruh Sublethal Pestisida Diazinon 60 EC terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Penelitian Perikanan. Vol. 1, No. 1, Hal. 36-42.

Lingga, P.dan Susanto, H. 2003. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Madinawati, N. Serdiati, dan Yoel. 2011. Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap

Pertumbuhan Dan

Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus). Media Litbang

Sulteng IV (2) : 83 – 87. Nofyan, E. 2005. Pengaruh

Pemberian Pakan Dari Sumber Nabati dan Hewani Terhadap Berbagai Aspek Fisiologi Ikan Gurami (Osphronentus gouramy L.). Jurnal Iktiologi Indonesia, Vol. 5, No. 1, Hal. 3.

Panjaitan, E. F. 2004. Pengaruh Suhu Air yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Botia

macracanthus Bleeker).

Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus Pertanian Bogor. Bogor.

Rahman, W. J. 2012. Efektifitas Penggunaan Berbagai Pupuk

(13)

Difermentasikan Pada Budidaya Cacing Sutra Oligocaheta. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan. Institus Pertanian Bogor. Bogor. Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie.

1980. Principles and Procedures of Statistics A

Biometrical Approach.

Second Edition. McGraw-Hill

International Book Company. Tokyo. 633 hal.

Supadma, A. A. N dan D. M A m . 2 8. “Uji Formulasi Kualitas Pupuk Kompos yang Bersumber dari Sampah Organik dengan

Penambahan Limbah Ternak Ayam, Sapi, Babi dan T n m n i n.” n l Bumi Lestari, Vol. 8 No. 2: 113-121.

Suseno, D., dan Siti Subandiah. 2000. Ciri Morfologis Jenis Ikan Macan Atau Botia Strain Batanghari, Musi, dan Kapuas. Prosiding Seminar Nasional Keanekaragaman Hayati Ikan, 6 Juni 2000. Syarip, M. 1988. Pengaruh Frekuensi

Pemberian Pupuk Tambahan Terhadap Pertumbuhan Tubifex sp. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gambar

Gambar 1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia
Gambar 2. Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Botia
Gambar 5. Bobot Rata-Rata Benih Ikan Botia

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari deskripsi dan wawancara subjek S 2 diatas, subjek dapat menyebutkan apa yang diketahui dari soal sesuai dengan pernyataan S 2.2.2. Selanjutnya subjek memahami

Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau

Untuk perusahaan dengan lini produk yang banyak dapat mengambil laba tinggi untuk produk biaya rendah dan laba rendah untuk produk biaya tinggi. Sehingga semua produknya

ABSTRAK : Perisian Sistem Pengurusan Pangkalan Data Ujian Standard Kecergasan Fizikal Kebangsaan Malaysia (SEGAK) merupakan satu sistem pengurusan pangkalan data yang digunakan

Dalam kesempatan lain terungkap pengakuan karyawan dari hasil wawancara pada tanggal 19 September 2007 pukul 12:25 - 15:35 dengan beberapa karyawan di perusahaan

(a) Faktor pendukungnya yakni Stakeholders mendukung sepenuhnya kebijakan dan program-program fakultas dengan sistem kolektif kologial; Pimpinan memberikan

[r]

Dalam buku ini, Bruno S Frey mendefinisikan terorisme secara praktis dimana pelaku terror (teroris) melakukan kekerasan terhadap warga sipil dengan bertindak dalam kapasitas yang