• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V dalam penggunaan Fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V dalam penggunaan Fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya."

Copied!
419
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DALAM PENGGUNAAN FABEL PADA MATERI PENYESUAIAN DIRI HEWAN

TERHADAP LINGKUNGANNYA

Ria Perwita Sari Universitas Sanata Dharma

2017

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah pada mata pelajaran IPA di SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta dan diketahui terdapat 75% guru di Yogyakarta belum menggunakan media pembelajaran dalam mengajar pada penelitian yang dilakukan Jaringan Penelitian Pendidikan Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya.

Penelitian ini adalah penelitian quasi-experimental dengan desain

nonequivalet control group design. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah

siswa kelas V 1 SD BOPKRI Gondolayu sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V 2 sebagai kelompok kontrol. Data pada penelitian ini diperoleh dari hasil

pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. pretest dan posttest dilakukan dengan 10 soal pilihan ganda dan 5 soal esai yang telah diuji

validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukarannya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dokumentasi dan wawancara. Prosedur analisis data pada penelitian ini terdiri dari penentuan hipotesis, manajemen data, menentukan taraf signifikansi, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah independent t-test yang didukung dengan penggunaan Microsoft Excel dan Statistical Product and Service

Solutions (SPSS). Hasil analisis data menunjukkan rata-rata skor posttest kelompok

eksperimen lebih tinggi (Mean = 84.77 ; Standar Error of Mean=2,351) memiliki rata-rata skor posttest dibandingkan dengan kelompok kontrol (Mean = 77,85;

Standar Error of Mean=2,351). Perbedaan skor kedua kelompok tersebut

signifikan t(5050) = 2,286 p ≤ 0,05 dan memiliki Medium effect( efek sedang)

sebesar r = 0,3 atau setara dengan 9%. Hasil analisis data kemudian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa atas penggunaan media fabel.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan atas penggunaan media fabel terhadap hasil belajar IPA siswa. Peneliti merekomendasikan fabel agar dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pembelajaran.

(2)

ABSTRACT

THE DIFFERENCE IN THE SCIENCE LEARNING ACHIEVEMENT FIFTH GRADE STUDENT OF THE ELEMENTARY SCHOOL IN USING

FABLES FOR THE TOPIC OF ANIMALS SELF ADAPTION TO THE ENVIRONMENT BOPKRI Gondolayu Yogyakarta elementary school in subject science and 75% of teachers in Yogyakarta had not been using media in teaching based on research conducted by Educational Research Assemble of the city. The goal of current research was to find out the difference result of fifth grade students in learning science using fables on the material of adaptation of animals to the environment.

This was a quasi-experimental research with nonequivalet control group design. Population and sample of current research consisted of 26 students of grade V1 Gondolayu BOPKRI Elementary School as experimentation and 26 students of grade V2 as the control group. The datum in this study come from pretest and posttest done by both experimental group and the control group. pretest and posttest were done using 10 multiple choice question and 5 essays that had been qualified its validity, reliability, and difficulty level. The data collection technically was done in two ways, namely documentation and interviews. Data analysis procedure in this reseach consists of determine the hypothesis, manage the data, determine the significance level of the test, and classic assumptions and hypotheses tests. Data analyzing techniques used to examine the hypothesis was the independent t-test which was supported by the use of Microsoft Excel and Statistical Product and Service Solutions (SPSS). The results of the data examination shows the average posttest scores experimental group was higher (Mean = 84.77; The standard Error of the Mean = 2,351) had average posttest scores compared to the control group (Mean = 77.85; The standard Error of the Mean = 2,351). Difference score of two groups is significant t (5050) = 2.286 p ≤ 0.05 and has Medium effect (the effect being) r = 0.3 or equivalent to 9%. According to the results of the analysis of the data can be concluded that there was a difference in student learning outcomes using fable media .

The conclusion of this study was that there was a significant difference in using the fable media toward IPA students learning outcomes. Researchers recommend fable to be used by teachers as one of the learning media.

(3)

i

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

DALAM PENGGUNAAN FABEL PADA MATERI

PENYESUAIAN DIRI HEWAN TERHADAP

LINGKUNGANNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Ria Perwita Sari NIM: 131134207

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kepada Bapa, atas berkatNya yang melimpah dan rancanganNya, penulis dapat menyelesaikan kuliah S1 dengan baik.

Tulisan ini kupersembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, sahabat sejatiku.

2. Kedua orangtuaku, Bapak Riyanto dan Ibu Puji Iswanti yang selama kuliah telah mendukung, tak berhenti berdoa dan memberikan motivasi.

3. Tante Rita Widyanti dan Kakek Budiyanto yang selalu memberikan dukungan.

4. Sahabat-sahabatku, seluruh teman dan juga orang yang terlibat dalam melakukan penelitian.

(7)

v

MOTTO

“Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di

Sorga. Bukankah kamu yang melebihi burung-burung itu? . . . Perhatikanlah

bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal. . . .

Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan

besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Februari 2017

Penulis,

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Ria Perwita Sari

Nomor Mahasiswa : 131134207

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DALAM

PENGGUNAAN FABEL PADA MATERI PEMBELAJARAN

PENYESUAIAN DIRI HEWAN TERHADAP LINGKUNGANNYA beserta

perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya maupun memberikan royalti selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 14 Februari 2017

Yang Menyatakan

(10)

viii

ABSTRAK

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DALAM PENGGUNAAN FABEL PADA MATERI PENYESUAIAN DIRI HEWAN

TERHADAP LINGKUNGANNYA

Ria Perwita Sari Universitas Sanata Dharma

2017

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah pada mata pelajaran IPA di SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta dan diketahui terdapat 75% guru di Yogyakarta belum menggunakan media pembelajaran dalam mengajar pada penelitian yang dilakukan Jaringan Penelitian Pendidikan Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya.

Penelitian ini adalah penelitian quasi-experimental dengan desain

nonequivalet control group design. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah

siswa kelas V 1 SD BOPKRI Gondolayu sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V 2 sebagai kelompok kontrol. Data pada penelitian ini diperoleh dari hasil

pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. pretest dan posttest dilakukan dengan 10 soal pilihan ganda dan 5 soal esai yang telah diuji

validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukarannya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dokumentasi dan wawancara. Prosedur analisis data pada penelitian ini terdiri dari penentuan hipotesis, manajemen data, menentukan taraf signifikansi, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah independent t-test yang didukung dengan penggunaan Microsoft Excel dan Statistical Product and Service

Solutions (SPSS). Hasil analisis data menunjukkan rata-rata skor posttest

kelompok eksperimen lebih tinggi (Mean = 84.77 ; Standar Error of

Mean=2,351) memiliki rata-rata skor posttest dibandingkan dengan kelompok

kontrol (Mean = 77,85; Standar Error of Mean=2,351). Perbedaan skor kedua kelompok tersebut signifikan t(5050) = 2,286 p ≤ 0,05 dan memiliki Medium effect( efek sedang) sebesar r = 0,3 atau setara dengan 9%. Hasil analisis data

kemudian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa atas penggunaan media fabel.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan atas penggunaan media fabel terhadap hasil belajar IPA siswa. Peneliti merekomendasikan fabel agar dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pembelajaran.

(11)

ix

ABSTRACT

THE DIFFERENCE IN THE SCIENCE LEARNING ACHIEVEMENT FIFTH GRADE STUDENT OF THE ELEMENTARY SCHOOL IN USING

FABLES FOR THE TOPIC OF ANIMALS SELF ADAPTION TO THE ENVIRONMENT BOPKRI Gondolayu Yogyakarta elementary school in subject science and 75% of teachers in Yogyakarta had not been using media in teaching based on research conducted by Educational Research Assemble of the city. The goal of current research was to find out the difference result of fifth grade students in learning science using fables on the material of adaptation of animals to the environment.

This was a quasi-experimental research with nonequivalet control group design. Population and sample of current research consisted of 26 students of grade V1 Gondolayu BOPKRI Elementary School as experimentation and 26 students of grade V2 as the control group. The datum in this study come from pretest and posttest done by both experimental group and the control group. pretest and posttest were done using 10 multiple choice question and 5 essays that had been qualified its validity, reliability, and difficulty level. The data collection technically was done in two ways, namely documentation and interviews. Data analysis procedure in this reseach consists of determine the hypothesis, manage the data, determine the significance level of the test, and classic assumptions and hypotheses tests. Data analyzing techniques used to examine the hypothesis was the independent t-test which was supported by the use of Microsoft Excel and Statistical Product and Service Solutions (SPSS). The results of the data examination shows the average posttest scores experimental group was higher (Mean = 84.77; The standard Error of the Mean = 2,351) had average posttest scores compared to the control group (Mean = 77.85; The standard Error of the Mean = 2,351). Difference score of two groups is significant t (5050) = 2.286 p ≤ 0.05 and has Medium effect (the effect being) r = 0.3 or equivalent to 9%. According to the results of the analysis of the data can be concluded that there was a difference in student learning outcomes using fable media .

The conclusion of this study was that there was a significant difference in using the fable media toward IPA students learning outcomes. Researchers recommend fable to be used by teachers as one of the learning media.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan berkat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DALAM PENGGUNAAN FABEL PADA MATERI PEMBELAJARAN PENYESUAIAN DIRI HEWAN TERHADAP LINGKUNGANNYA” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rohadi, Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Chistiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Theresia Yunia Setyawan, S. Pdm, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang

telah membimbing, memberi banyak masukan dan mendukung dengan sabar. 5. Wahyu Wido Sari, M.Biotech. selaku dosen pembimbing II yang

membimbing dengan penuh kesabaran.

6. Ester Markis Sarwo Rini, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta yang telah memberikan ijin melakukan penelitian. 7. Agnita Kristi P, S.Si. selaku guru mitra yang telah membantu pelaksanaan

penelitian, sehingga penelitian berjalan dengan lancar.

8. Siswa kelas V.1 dan V.2 SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang bersedia terlibat dalam penelitian.

9. Sekertariat PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu proses perijinan penelitian.

(13)

xi

11. Mahas Parasdya Agia, yang senantiasa menjadi penyemangat dan pemberi motivasi serta dukungan.

12. Wismaya Putri Mas Mahardhika dan Yesia Rahasti P, sahabatku yang selalu mendukung.

13. Teman-teman persekutuan GKJ Susukan dan adik-adik Sekolah Minggu sebagai semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi.

14. Sahabatku penelitian kolaboratif, Dana, Wismaya, Erwindha, Alfa yang telah memberikan bantuan selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namun telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis. Segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan para pembaca.

(14)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

HALAMAN MOTTO...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vii

ABSTRAK...viii

DAFTAR LAMPIRAN...xvii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...6

D. Manfaat Penelitian...6

E. Definisi Operasional...7

BAB II LANDASAN TEORI...9

A. Kajian Teori...9

1. Karakteristik PerkembanganAnak SD...9

a. Tahap Sensorimotor...11

c. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar...17

(15)

xiii

a. Jenis-jenis Fabel...26

b. Manfaat Fabel...28

4. Ilmu Pengetahuan Alam...32

5. Model Pembelajaran Kooperatif Metode TAI ( Team Assisted Individualization)...33

a. Pengertian TAI (Team Assisted Individualization)...33

b. Komponen Pembelajaran TAI ...34

c. Tahapan Pembelajaran TAI...35

d. Kelebihan Pembelajaran TAI...36

e. KeterbatasanPembelajaran TAI...37

B. Penelitian yang Relevan...38

C. Kerangka Berpikir...43

D. Hipotesis...45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...46

A. Jenis Penelitian...46

B. Waktu dan Tempat Penelitian...48

C. Populasi dan Sampel...50

D. Variabel Penelitian...51

1. Variabel Bebas...52

2. Variabel Terikat...52

3. Variabel Kontrol...52

4. Variabel Moderator...53

E. Teknik Pengumpulan Data...54

1. Wawancara...54

2. Dokumentasi...55

F. Instrumen Penelitian...56

1. Non Tes...56

2. Tes...58

G. Teknik Pengujian Instrumen...60

1. Uji Validitas Instrumen...60

a. Validitas Isi...62

b. Validitas Muka...69

c. Validitas Konstruk...70

2. Uji Reliabilitas Instrumen...78

3. Indeks Kesukaran...80

H. Prosedur Analisis Data...83

1. Merumuskan Null hypothesis...83

2. Megorganisasi Data...84

a. Data Coding...84

b. Data Editting...84

c. Data Entry...85

d. Data Cleaning...86

3. Menentukan Taraf Signifikansi...86

4. Uji Skor Pretest...86

a. Uji Normalitas Skor Pretest...87

b. Uji Homogenitas Skor Pretest...88

(16)

xiv

5. Uji Prasyarat Analisis...91

a. Uji Normalitas Skor Posttest...92

b. Uji Homogenitas Skor Posttest...93

c. Uji Independence...95

6. Uji Hipotesis...95

7. Uji Besar Pengaruh...96

8. Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest...98

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...101

A. Hasil Penelitian...101

1. Hasil Uji Skor Pretest...105

a. Hasil Uji Normalitas Skor Pretest...105

b. Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest...108

c. Hasil Uji Independent t-test Skor Pretest...110

2. Hasil Uji Prasyarat Analisis...112

a. Hasil Uji Normalitas Skor Posttest...112

b. Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest...116

c. Hasil Uji Independence...117

3. Hasil Uji Hipotesis...118

4. Hasil Uji Besar Pengaruh...120

5. Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest...121

B. Pembahasan...121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...132

A. Kesimpulan...132

B. Keterbatasan Penelitian...133

C. Saran...133

DAFTAR REFERENSI...134

LAMPIRAN...138

(17)

xv

Tabel 3.7 Kisi-kisi Soal Pilihan Ganda dan Uraian Uji Validitas Empiris ... 70

Tabel 3.8 Perbandingan r Hitung dan r Tabel ... 74

Tabel 3.9 Soal Pretest dan Posttest yang Dipakai ... 75

Tabel 3.10 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 78

Tabel 3.11 Hasil Penghitungan Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 78

Tabel 3.12 Hasil Penghitungan Reliabilitas Soal Uraian ... 79

Tabel 3.13 Kriteria Indeks Kesukaran ... 80

Tabel 3.14 Tabel Indeks Kesukaran... 81

Tabel 3.15 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan ... 96

Tabel 4.1 Hasil Pretest dan Posttest dari Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 101

Tabel 4.2 Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Kedua Kelompok ... 102

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest Kelompok Eksperimen ... 105

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest Kelompok Kontrol ... 106

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest ... 109

Tabel 4.6 Hasil Uji Independent T-Test Skor Pretest ... 110

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Skor Posttest Kelompok Eksperimen ... 112

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Skor Posttest Kelompok Kontrol... 113

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest ... 116

Tabel 4.10 Hasil Uji Independent T-Test Skor Posttest ... 118

Tabel 4.11 Hasil Penghitungan Koefisien Determinasi ... 120

Tabel 4.12 Hasil Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan ... 121

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Genre Sastra Anak...24

Gambar 2.2 Skema Penelitian yang Relevan...42

Gambar 2.3 Skema Kerangka Berpikir...45

Gambar 3.1 Desain Penelitian...47

Gambar 3.2 Rumus Korelasi Product Moment ...72

Gambar 3.3 Rumus Cronbach’s Alpha...77

Gambar 3.4 Rumus Indeks Kesukaran Soal...80

Gambar 3.5 Rumus Levene’s Test...88 Gambar 3.6 Rumus Independent T-test...…...94

Gambar 3.7 Rumus Effect Size...96 Gambar 3.8 Rumus Koefisien Determinasi...97

Gambar 3.9 Rumus Paired T-test...97 Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Hasil Skor Pretestdan Posttest...103 Gambar 4.2 Histogram (kiri) dan P-P Plot(Kanan) Skor PretestKelompok

Eksperimen...106 Gambar 4.3 Histogram (kiri) dan P-P Plot(Kanan) Skor PretestKelompok

Kontrol...107 Gambar 4.4 Histogram (kiri) dan P-P Plot(kanan) Skor PosttestKelompok

Eksperimen...113 Gambar 4.5 Histogram (kiri) dan P-P Plot(kanan) Skor PosttestKelompok

Eksperimen...114

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Penelitian...139 Lampiran 2 Hasil Wawancara Guru dan Siswa Kelas V ...141 Lampiran 3 Contoh Komentar Validasidan Hasil Validasi Muka ...145 Lampiran 4 Perangkat Pembelajaran Kelas Eksperimen Sesudah Validasi....188 Lampiran 5 Perangkat Pembelajaran Kelas Kontrol Sesudah Validasi...265 Lampiran 6 Contoh Soal Pretestdan PosttestSetelah Validasi Isi...303 Lampiran 7 Contoh Soal Pretestdan PosttestSetelah Validasi Konstrak...316 Lampiran 8 Contoh Hasil Pekerjaan Pretestdan PosttestSiswa Di

Kelas Eksperimen...335 Lampiran 9 Contoh Hasil Pekerjaan Pretestdan Posttest Siswa Di

Kelas Kontrol...342 Lampiran 10 Tabulasi Data Mentah Validitas Konstruk...349 Lampiran 11 Tabulasi Data Mentah Pretestdan PosttestKelas Eksperimen...359 Lampiran 12 Tabulasi Data Mentah Pretestdan Posttest Kelas Kontrol...365 Lampiran 13 Analisis Skor Pretestdan PosttestKelas Eksperimen

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD), yaitu

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pendidikan IPA di SD dihadapkan pada berbagai masalah yang menyangkut aspek-aspek sains. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Sains berasal dari kata

science, yaitu pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk

di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; ilmu

pengetahuan alam. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan apa yang didapat pada

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk pengembangan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Mata pelajaran ini perlu diberikan pada siswa untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA dan perlu dimodofikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya (Samatowa,

(21)

berinteraksi dengan alam dan lingkungannya sehingga ilmu pegetahuan penting untuk diajarkan kepada siswa.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dalam Kompas

(1/12/2014) menjelaskan, 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Berdasarkan pemetaan Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (Kemendikbud) terhadap 40.000 sekolah pada 2012, diketahui bahwa isi, proses, fasilitas, dan pengelolaan sebagian besar sekolah, saat ini masih belum sesuai standar pendidikan yang baik seperti diamanatkan

undang-undang. Akbar (2016) dalam jurnal pendidikan menyatakan kurangnya mutu mengajar juga menjadi masalah dalam efisiensi pendidikan.

Pendidik kurang mampu untuk mengomunikasikan bahan ajar dengan baik sehingga mudah dimengerti dan menarik perhatian peserta didik. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa guru kurang mampu untuk mengomunikasikan

bahan ajar dengan baik sehingga pembelajaran tidak tersampaikan seluruhnya kepada siswa yang berakibat pada hasil belajar siswa menjadi kurang maksimal. Permasalahan yang masih dihadapi ketika mengajar adalah

terdapat guru yang belum menggunakan media pembelajaran karena ketersediaan media yang terbatas dan membutuhkan waktu yang lama untuk

mempersiapkan media. Berdasarkan hasil survei dapat kita ketahui bahwa penggunaan media kurang dimanfaatkan dalam pembelajaran, sebagaimana Latief yang dikutip dari Kompas, 25 Mei 2010, menyatakan.

(22)

Dari pernyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa terdapat guru yang belum menggunakan media pembelajaran untuk alat bantu menyampaikan materi pembelajaran. Belajar dapat diartikan sebagai memperoleh

pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan

(Rahyubi, 2014: 3). Dinyatakan oleh Danim (2010) bahwa tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap pendidikan membuat pendidikan tidak mungkin lagi dikelola hanya dengan menggunakan pola tradisional,

akan tetapi juga membutuhkan perubahan dengan pola yang modern supaya anak dapat belajar secara efektif dan efisien. Dari penjelasan di atas, maka

media pembelajaran sangat diperlukan untuk membantu dalam menyampaikan materi kepada siswa.

Pada proses pembelajaran hendaknya diterapkan prinsip pembelajaran

yang menyenangkan serta berdasarkan pengalaman langsung mengingat siswa SD menurut Piaget termasuk pada tahap operasional konkret pada rentang umur 7-11 tahun (Piaget, 2010: 108). Siswa akan mulai berpikir logis

dan belajar tentang kejadian-kejadian konkret, proses belajar anak harus konkret, sebab anak belum bisa berpikir secara abstrak. Dengan demikian,

pada masa ini, dalam upaya menyelesaikan masalah dan memperoleh pengetahuan, anak menggunakan logika-logika yang konkret atau bersifat fisik. Media yang digunakan untuk belajar dapat diartikan sebagai alat

(23)

secara utuh (Kustandi, 2011: 1). Media pembelajaran terdiri dari buku, video, film, slide, gambar, komputer, cerita (buku cerita), dan lain sebagainya.

Penggunaan media pembelajaran dapat membuat siswa tertarik dalam

belajar. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah berupa cerita. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa menjumpai berbagai macam cerita

dan dari berbagai sumber, akan berbeda dengan cerita yang digunakan sebagai media pembelajaran. Diawali dari hal kontekstual terdekat siswa, yaitu sebuah cerita yang dikemas untuk menyampaikan materi pembelajaran

agar materi yang akan disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Penggunaan media cerita fabel memiliki berbagai manfaat dalam

pendidikan seperti yang dijelaskan oleh Nurgiyantoro (2010: 41-47), bahwa manfaat cerita dalam nilai pendidikan salah satunya eksplorasi dan penemuan. Ketika membaca cerita, anak melakukan eksplorasi, sebuah

penjelajahan, sebuah petualangan imajinasi, ke sebuah dunia yang lebih relatif dan menawarkan berbagai pengalaman kehidupan. Melalui pengalaman menjelajah secara imajinatif, anak mampu mengritisi segala hal

yang ia jumpai, belajar mencari penemuan-penemuan atau prediksi bagaimana solusi memecahkan suatu persoalan. Penggunaan fabel ini

diharapkan akan membuat siswa lebih memahami materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya. Kecuali itu, siswa menjadi lebih antusias dalam menerima pembelajaran. Siswa yang mengalami kesulitan dalam

(24)

Demi tercapainya hasil belajar yang optimal selain menggunakan media yang cocok dengan tahap perkembangan kognitif siswa, guru juga harus memperhatikan dan memilih metode pembelajaran yang tepat. Pada

penelitian ini menggunakan metode pembelajaran kooperatif yaitu TAI (Team

Assisted Individualization). Slavin (2008: 101) menjelaskan kelebihan dari

model pembelajaran ini yaitu siswa lebih termotivasi untuk belajar karena siswa mencari sendiri informasi yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal di dalam kelompok. Metode ini juga memiliki kelebihan lain yaitu mampu

meningkatkan hasil belajar dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang telah diperoleh dengan kuis dan evaluasi

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa dengan menggunakan cerita fabel dapat menjadi media yang tepat untuk diterapkan terhadap siswa SD kelas V dengan harapan supaya ada perbedaan hasil

belajar IPA pada materi penyesuaian diri hewan. Strategi yang digunakan, yaitu pembelajaran dengan menggunakan media fabel. Fabel merupakan suatu media pembelajaran dengan cerita hewan, maka seorang guru

berkesempatan menggali potensi kecerdasan anak, baik kecerdasan intelegensi, emosi sosial, maupun spiritual yang ada di dalam diri siswa atau

anak didiknya. Dalam proses pembelajarannya, siswa diberikan sebuah fabel yang berupa video dan media cerita fabel untuk memahami materi IPA penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya.

Penelitian ini dibatasi pada perbedaan hasil belajar siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu, Yogyakarta, semester gasal tahun ajaran 2016/2017,

(25)

Penyesuaian Diri Hewan. Penelitian ini berjudul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD dalam Penggunaan Fabel pada Materi Penyesuaian Diri Hewan Terhadap Lingkungannya”. Jenis penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Kuantitatif, yaitu quasi

experimental design tipe nonequivalent control group design.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap

lingkungannya?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan fabel pada materi

penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoretis

dan manfaat praktis, diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini bermanfaat bagi pembaca yang tertarik untuk mempraktikkan apa yang telah dibahas dalam penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan perkembangan di bidang IPA. Guru

(26)

menjadi referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan judul

Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD dalam Penggunaan Fabel Pada Materi Penyesuaian Diri Hewan Terhadap Lingkungannya”.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Memperoleh pengalaman baru dalam menggunakan media fabel sehingga diasumsikan hasil belajar IPA dapat lebih optimal juga sebagai sarana dalam menyampaikan pesan-pesan moral kepada

anak.

b. Bagi guru dan calon guru

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan terhadap pemilihan penggunaan media pembelajaran IPA di sekolah.

c. Bagi Sekolah

Menambah wawasan tentang penggunaan media fabel yang dapat diterapkan untuk pembelajaran di sekolah.

d. Bagi peneliti

Memperoleh pengalaman langsung menggunakan media fabel dalam pembelajaran IPA sehingga dapat berguna untuk bekal mengajar

pada masa mendatang.

E. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Fabel adalah salah satu jenis sastra tradisional, di mana tokoh cerita

(27)

berinteraksi layaknya komunitas manusia, dengan permasalahan hidup layaknya manusia, dan berisi cerita rakyat dengan pesan-pesan moral. 2. Hasil belajar merupakan perwujudan dari perubahan tingkah laku yang

menunjukkan tingkat penguasaan kemampuan yang dicapai melalui proses pengalaman belajar yang telah dialami siswa sehingga siswa

mampu memperbarui atau mengembangkan kemampuan (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang telah dimilikinya.

3. IPA adalah disiplin ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam

yang disusun secara sistematis berdasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia dengan aturan-aturan,

hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesis-hipotesis.

4. Metode pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) adalah metode pembelajaran kooperatif, di mana pada proses pembelajaran

siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda (heterogen). Metode pembelajaran ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa

secara individual.

5. Siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) adalah siswa yang berada pada jenjang

pendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan usia antara 10-11 tahun. Siswa kelas V Sekolah Dasar termasuk dalam tahap perkembangan kognitif operasional konkret, yaitu tahapan kognitif dimana anak belajar dari

(28)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai landasan teori yang berisi kajian pustaka, penelitian yang mendukung, kerangka berpikir, dan hipotesis. Kajian pustaka

membahas teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian, penelitian yang mendukung membahas tentang penelitian sebelumnya sebagai

pendukung penelitian ini yang kemudian dirumuskan dalam kerangka berpikir, sementara hipotesis berisi dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian.

A. Kajian Teori

1. Karakteristik Perkembangan Anak Sekolah Dasar (SD) Menurut Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif Piaget merupakan salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan dengan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya (Muhibin, 2012: 22).

Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan, yaitu: organisasi, adaptif, dan ekuilibrasi.

a. Organisasi

Sistem pengetahuan atau cara berpikir yang disertai dengan

(29)

b. Adaptif/adaptasi

Cara anak untuk menyesuaikan skema sebagai tahapan atas lingkungan. Adaptasi ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu

asimilasi dan akomodasi. 1) Asimilasi

Asimilasi merupakan istilah yang dipakai Piaget untuk merujuk pada memahami pengalaman baru berdasarkan skema yang sudah ada.

2) Akomodasi

Merupakan mengubah skema yang telah ada agar sesuai dengan

situasi baru atau bisa dikatakan akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

c. Ekuilibrasi

Yaitu proses memulihkan keseimbangan antara pemahaman sekarang dan pengalaman baru. Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia mampu

mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Piaget percaya bahwa pengalaman fisik dan

manipulasi lingkungan sangat berperan penting agar terjadi perubahan perkembangan. Dia juga percaya bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya perdebatan dan diskusi, membantu

(30)

Secara garis besar, Piaget (2010: 1) membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap

operasi formal. Senada dengan pendapat Piaget (dalam Dahar, 2011: 132-133) Secara ringkas, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Tahap Sensorimotor

Tahap sensorimotor terjadi pada waktu bayi lahir sampai

sekitar berumur dua tahun. Pada tahap ini, inteligensi anak didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya,

seperti melihat, meraba, mendengar, membau, dan lain-lain. Dalam tahap ini, anak belum dapat berbicara dengan bahasa, anak belum mempunyai bahasa simbol untuk mengungkapkan adanya suatu

benda yang tidak berada di dekatnya. Piaget membagi tahap sensorimotor ini ke dalam enam periode, yaitu periode 1: penggunaan refleks-refleks (usia 0-1 bulan), periode 2: reaksi

sirkuler primer (usia 1-4 bulan), periode 3: reaksi sirkuler sekunder (usia 4-10 bulan), periode 4: koordinasi skema-skema sekunder (usia

10-12 bulan), periode 5: reaksi sirkuler tersier (usia 12-18 bulan), periode 6: permulaan berpikir (usia 18-24 bulan).

b. Tahap Praoperasi

(31)

untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek yang saat itu tidak berada bersama subjek.

c. Tahap Operasi Konkret

Tahap ini terjadi pada anak usia tujuh sampai sebelas tahun. Pada tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran

yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Dalam tahap ini, perkembangan pemikiran yang dijalankan secara terbalik, operasi-operasi logis, konservasi, kemampuan untuk memecahkan

masalah-masalah konkret, pemikiran berbasis pengalaman. Proses-proses penting selama tahapan ini sebagai berikut: pengurutan, yaitu

kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya, klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,

ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika

berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan). Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa

aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar, tetapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi. Reversibility,

anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Konservasi, memahami

(32)

berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Penghilangan sifat egosentrisme, kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, bahkan saat

orang tersebut berpikir dengan cara yang salah. d. Tahap Operasi Formal

Tahap ini terjadi pada anak usia dua belas tahun sampai dewasa. Pada tahap ini seorang individu dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal berdasarkan proposisi-proposisi

dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan, lepas dari apa yang diamati.

Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap yang satu dengan tahap yang lainnya. Semakin tinggi tingkat kognitif anak, maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara

berpikirnya (Siregar & Nara, 2011: 33). Karena itu, sebagai guru, harus mampu memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya sehingga dapat memberikan materi dan media pembelajaran yang

sesuai dengan tahap-tahap tersebut.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan

bahwa teori perkembangan kognitif Piaget merupakan salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan dengan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Proses belajar seorang

anak menurut Piaget digolongkan ke dalam konstruktivisme di mana teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif

(33)

perkembangan kognitif suatu anak dibagi melalui tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi atau penyeimbangan. Tahapan tersebut akan berpengaruh pada periode seorang anak dalam memahami

dunianya yang berkorelasi dan semakin canggih seiring pertambahan usia. Piaget membaginya melalui empat periode utama, diantaranya

sensorimotor, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal.

2. Hakikat Hasil Belajar a. Belajar

Sardiman (2010: 21) mengatakan bahwa belajar diartikan sebagai rangkaian kegiatan jiwa, raga, psiko-fisik, untuk menuju

perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hamalik (2009: 37) menjelaskan bahwa belajar adalah kegiatan yang

bertujuan untuk perubahan tingkah laku. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di

dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. Hilgard dan Gordon (dalam Hamalik 2009: 49) mengatakan bahwa, pada hakikatnya, belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang

dalam situasi tertentu karena pengalamannya yang berulang-ulang dan perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar

kecenderungan-kecenderungan respons bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari orang tersebut.

Baharudin dan Wahyuni (2015: 18-19) menjelaskan bahwa

(34)

perubahan tingkah laku (change behavior), ini berarti hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, (2) perubahan perilaku relatif permanen, artinya perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar

untuk waktu tertentu akan tetap dan tidak berubah-ubah, (3) perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat

proses belajar berlangsung, perubahan tersebut bersifat potensial, (4) perubahan tingkah laku merupakan hasil pengalaman atau latihan, (5) pengalaman atau latihan dapat memberi penguatan, artinya bahwa

sesuatu yang memperkuat akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.

Lain halnya dengan Rohman (2012: 172) yang menyatakan bahwa terdapat empat ciri-ciri belajar, yaitu: (1) belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku, (2) belajar terjadi melalui latihan dan

pengalaman, (3) belajar terjadi melalui latihan pengalaman, berarti perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi atau kepekaan seseorang yang biasanya tidak hanya

berlangsung sementara, (4) perubahan tingkah laku itu menyangkut berbagai aspek kepribadian (fisik/psikis) seperti perubahan pengertian,

berpikir, keterampilan, kebiasaan, dan sikap.

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat lima ciri-ciri belajar, yaitu: (1) belajar ditandai dengan

adanya perubahan tingkah laku (change behavior) yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, keterampilan, kebiasaan, dan lain-lain, (2)

(35)

tidak harus segera dapat diamati, (4) perubahan tingkah laku merupakan hasil pengalaman atau latihan, dan (5) melalui latihan dan pengalaman dapat memberi penguatan, artinya sesuatu yang

memperkuat akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan,

adaptasi, atau kepekaan.

b. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh

siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Sejalan dengan hal tersebut, Sukmadinata (2009: 101-102) menyatakan bahwa hasil

belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Selanjutnya Sudjana (2016: 22) mengemukakan bahwa

hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki atau dikuasai siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Penjelasan lain disampaikan oleh Hamalik (2006: 30) yang menyatakan bahwa

hasil belajar adalah apabila seorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Suatu sistem pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar. Hasil belajar

menurut Bloom (dalam Sudjana 2006: 22) dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah, yaitu: pertama, ranah kognitif, yaitu berhubungan

(36)

ranah kognitif meliputi pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua, ranah afektif, yaitu sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek meliputi penerimaan,

jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ketiga, ranah psikomotorik, yaitu hasil belajar keterampilan serta kemampuan

bertindak.

c. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara umum, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor

internal, yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang berada di luar diri siswa (Baharudin

& Wahyuni, 2015: 28). 1) Faktor Internal

Faktor internal meliputi faktor fisiologis atau jasmani

individu, baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh dengan melihat, mendengar, struktur tubuh, cacat tubuh, dan sebagainya. Faktor fisiologis dibedakan menjadi dua macam, yang pertama

adalah keadaan otot (tonus) jasmani yang merupakaan kondisi fisik yang sehat dan bugar memberikan pengaruh positif terhadap

kegiatan belajar individu. Kedua, keadaan fungsi jasmani yang mencakup peran dari fungsi organ tubuh atau pun panca Indra.

Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun

keturunan dapat berupa faktor intelektual dan non intelektual. Faktor intelektual menyangkut tentang intelegensi, bakat,

(37)

menyangkut tentang komponen kepribadian tertentu seperti sikap, minat, kebiasaan, motivasi, kebutuhan, konsep diri, penyesuaian diri, emosional, dan sebagainya.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal terdiri dari faktor sosial dan lingkungan

non sosial. Lingkungan sosial merupakan faktor yang menyangkut tentang lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, kelompok, budaya lingkungan spiritual

atau lingkungan keagamaan. Lingkungan keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, letak rumah,

pengelolaan keluarga dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Lingkungan sekolah seperti guru, staf administrasi, dan teman-teman sekolah dapat mempengaruhi proses belajar

seorang siswa. Lingkungan masyarakat seperti kondisi lingkungan tempat tinggal siswa di perkotaan atau di pedesaan, dan di lingkungan bersih atau kumuh akan mempengaruhi hasil

belajar.

Lingkungan non sosial merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi hasil belajar yang meliputi faktor lingkungan alamiah seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim, dan sebagainya, faktor lingkungan instrumenal seperti perangkat

(38)

metode yang digunakan harus sesuai dengan perkembangan siswa.

Syah (2008: 144-155) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan belajar ada tiga, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar yang dijelaskan

sebagai berikut.

1) Faktor Internal Siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua

aspek, yaitu aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). Aspek fisiologis atau

jasmaniah mencakup kondisi kesehatan jasmani dari individu yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam

mengikuti pelajaran. Aspek psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa, namun di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih

esensial adalah pertama, tingkat kecerdasan atau inteligensi siswa, tingkat kecerdasan siswa tidak dapat diragukan lagi sangat

menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa, maka semakin besar peluangnya dalam meraih kesuksesan. Sebaliknya, semakin rendah

(39)

Kedua, sikap siswa yang merupakan gejala internal berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,

barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama kepada guru dan mata pelajaran yang

disajikan guru merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang disajikan guru, apalagi apabila diiringi

kebencian kepada guru atau mata pelajaran yang diajarkan guru dapat menimbulkan kesulitan belajar terhadap siswa.

Ketiga, bakat siswa adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang sebagaimana diungkap Chaplin (dalam Syah, 2008:

150). Hal tersebut artinya bahwa setiap orang memiliki bakat yang berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Bakat juga dapat

diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak tergantung pada upaya pendidikan dan

latihan. Bakat dapat mempengaruhi tingi rendahnya prestasi belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu.

Keempat, minat siswa yang berarti kecenderungan dan

kegairahan siswa yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dalam

(40)

perlu berusaha membangkitkan semangat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang kurang lebih sama dengan kita untuk membangun sikap

positif.

Kelima, motivasi siswa adalah keadaan internal siswa yang

mendorongnya untuk berbuat sesuatu yang artinya motivasi merupakan daya untuk bertingkah laku secara terarah. Dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan

keterampilan untuk masa depan memberi pengaruh kuat dan relatif lebih permanen dibandingkan dengan dorongan hadiah atau

dorongan keharusan dari orang tua dan guru. 2) Faktor Eksternal Siswa

Faktor eksternal siswa yang dapat mempengaruhi belajar

dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. Pertama, faktor lingkungan sosial berupa lingkungan sekolah seperti para guru, para staf

administrasi dan teman-temannya yang dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selain itu, lingkungan sosial siswa

dapat berupa lingkungan masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi

kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, dan ketegangan

(41)

terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai siswa. Kedua, lingkungan nonsosial, yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa

dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.

3) Faktor Pendekatan Belajar

Faktor pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan

dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Hal tersebut artinya bahwa seperangkat langkah operasional yang direkayasa

sedemikian rupa untuk memecahkan masalah sehingga dapat mencapai tujuan belajar tertentu.

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah proses suatu kegiatan yang dilakukan seseorang, kegiatan mendapatkan, mengolah, dan

menerapkan pengetahuan atau informasi yang selalu dialami oleh semua manusia di dunia dengan usaha atau berlatih untuk menuju perkembangan diri dalam pembentukan perilaku melalui

pengalaman-pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar ditandai dengan ciri-ciri adanya perubahan tingkah laku (change

behavior) yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, keterampilan, kebiasaan, dan lain-lain, perubahan tingkah laku relatif permanen, perubahan tingkah laku yang tidak harus segera dapat

(42)

latihan, melalui latihan dan pengalaman dapat memberi penguatan, artinya sesuatu yang memperkuat akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku yang disebabkan oleh

motivasi, kelelahan, adaptasi atau kepekaan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar menurut penjelasan dari

beberapa para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu maupun dari luar individu yang turut mengubah

dan membentuk perilaku siswa dari pengalaman belajar yang telah dialami siswa sehingga siswa mampu memperbarui atau

mengembangkan kemampuan (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang telah dimilikinya. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor

eksternal, yaitu faktor-faktor yang berada di luar diri siswa. Keberhasilan hasil belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu, dari luar individu dan pendekatan belajar yang turut

mengubah dan membentuk perilaku siswa. Faktor internal (faktor dari dalam diri individu) yang mencakup aspek jasmani (kebugaran

fungsi-fungsi orang tubuh dan panca Indra) dan rohani (kondisi kejiwaan seperti kecerdasan intelektual, bakat, sikap, psikomotorik, minat, dan motivasi). Faktor eksternal yang meliputi aspek lingkungan sosial

(orang tua, anggota keluarga, tetangga, teman bermain, guru, dan staf administrasi sekolah), dan lingkungan non sosial (letak rumah, letak

(43)

faktor pendekatan belajar yang berkaitan dengan sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan

keefisiensian proses mempelajari materi tertentu.

3. Fabel

Sastra adalah pengungkapan tentang kehidupan manusia dengan

cara dan bahasa yang khas (Nurgiyantoro, 2013: 2). Sastra anak dipahami sebagai ungkapan citraan kehidupan yang dikisahkan, masih berada dalam jangkauan anak, baik melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran,

saraf sensori, maupun pengalaman moral, dan diekspresikan dalam bentuk kebahasaan yang dapat dipahami oleh anak (Nurgiyantoro, 2013:

5-6). Teks sastra anak merupakan produk penulisan dapat dipandang sebagai sebuah citraan kehidupan yang dapat dibaca anak. Berikut ini

adalah skema genre sastra anak.

(44)

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa fabel merupakan salah satu jenis dari sastra tradisional dari genre sastra anak. Nurgiyantoro (2013:

22) menyatakan, istilah “tradisional” dalam kesusastraan merupakan

cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya, dan siapa penciptanya, serta dikisahkan secara turun-temurun secara lisan.

Penjelasan lain dikemukakan oleh Mitchell (2003: 228) bahwa cerita tradisional (traditional literature) merupakan suatu bentuk ekspresi masyarakat pada masa lalu yang umumnya disampaikan secara lisan.

Nurgiyantoro (2010: 172) menjelaskan bahwa sastra tradisional ada beberapa macam, yaitu mitos (myths), legenda, cerita binatang (fables,

fabel), dongeng, cerita wayang.

Gagasan yang sama dikatakan Ampera (2010: 22), jenis-jenis cerita tradisional, yaitu legenda, mitos, cerita binatang (fabel), cerita

wayang, cerita rakyat (folktale) dan nyanyian rakyat (folksong). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi V, fabel yang berasal dari bahasa Inggris fable, adalah cerita yang menggambarkan watak dan budi

manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang (berisi pendidikan moral dan budi pekerti). Nurgiyantoro (2010:190), mengemukakan

bahwa cerita binatang (fables, fabel) adalah salah satu bentuk cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya komunitas

manusia, juga dengan permasalahan hidup layaknya manusia. Fabel-fabel kuno, kini dikenal sebagai fabel Aesop, akan tetapi ada pula yang

(45)

sastra Indonesia, seringkali diartikan sebagai cerita tentang binatang sebagai pemeran (tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, Burung Gagak dan Burung Elang, Semut dan Belalang,

dan sebagainya.

Sarumpaet (2010: 22) juga menjelaskan, fabel pada umumnya

berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya dan cerita yang menggunakan binatang sebagai gambaran manusia yang utuh, konon dianggap oleh sejarawan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang

budak Yunani yang bernama Aesop pada abad VI SM (meski ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari

Aesop). Kumpulan cerita binatang berjudul “Aesop’s Fables” yang ditulis

oleh Wiliam Caxton di Inggris pada 1484, merupakan cerita fabel tradisional yang kali pertama diciptakan.

a. Jenis-jenis Fabel

Dilihat dari waktu kemunculannya, cerita binatang dapat dikategorikan ke dalam cerita klasik dan modern (Nurgiyantoro,

2010:192). Cerita binatang klasik merupakan cerita yang telah ada sejak zaman dahulu, namun tidak diketahui persis kapan munculnya,

yang diwariskan secara turun-temurun, terutama lewat sarana lisan, misalnya cerita yang berjudul Jataka dan Pancatantra. Di Indonesia, cerita klasik dapat ditemukan di Melayu, Jawa, Sunda, Toraja, dan

lain-lain. Cerita binatang modern merupakan cerita yang telah muncul dalam waktu yang relatif belum lama dan sengaja ditulis oleh

(46)

klasik berbeda dengan cerita binatang modern. Cerita binatang klasik hadir semata-mata karena dipakai sebagai sarana mengajarkan moral tertentu, sedangkan cerita binatang modern hadir sebagai hasil

kreativitas penulisan karya sastra yang dimaksudkan untuk memuaskan pembaca (khususnya anak-anak) atau memperlengkapi

bacaan sastra.

Nurgiyantoro (2010: 191), cerita fabel klasik maupun modern mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk memberikan pesan-pesan

moral kepada pembaca, terutama anak-anak (Huck, dkk, 1987: 303); Mitchell, 2003: 245). Fang (1975: 3) mengemukakan bahwa

masyarakat lama memilih tokoh binatang untuk menyampaikan pesan moral yang pertama, cerita binatang sudah muncul sejak manusia masih primitif dan, dalam masyarakat primitif, orang setiap hari

berkumpul dengan binatang. Kedua, cerita binatang berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia dan Eropa karena di India terdapat banyak cerita binatang yang termasyhur seperti Jataka dan

Pancatancatra.

Binatang adalah makhluk yang ada di sekeliling kita, maka

mereka menjadi familier bagi kita bahkan anak-anak terutama binatang-bintang jinak seperti kucing, ayam, kelinci, dan anjing. Kita sering menjumpai anak-anak berbicara dengan binatang piaraannya itu

(47)

b. Manfaat Fabel

Cerita anak diyakini memiliki manfaat yang besar bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju kedewasaan

sebagai manusia yang mempunyai jati diri yang jelas. Berikut ini dikemukakan manfaat cerita bagi anak yang sedang dalam taraf

pertumbuhan dan perkembangan yang melibatkan berbagai aspek kedirian yang secara garis besar dikelompokkan dalam nilai personal dan nilai pendidikan (Nurgiyantoro, 2010: 36).

Nurgiyantoro (2010: 37) memaparkan bahwa manfaat sastra dalam nilai personal, yaitu perkembangan emosional, intelektual,

imajinasi, rasa sosial, rasa etis, dan religius, yang dijelaskan berikut ini.

1) Perkembangan Emosional

Secara langsung atau tidak langsung, dengan membaca buku-buku cerita, anak akan belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar, bagaimana mengelola emosi agar tidak merugikan diri

sendiri dan orang lain. 2) Perkembangan Intelektual

Melalui bacaan aspek intelektual, anak ikut aktif, ikut berperan, dalam rangka pemahaman dan pengkritisan cerita yang bersangkutan. Penelitian tentang pembelajaran seni di Amerika

pada 1980-an (dalam Djohar, 2004: 26) mengemukakan bahwa anak-anak SD yang belajar seni berdampak pada kemampuan siswa

(48)

yang belajar seni dalam tiga bidang tersebut lebih tinggi dari pada kemampuan anak yang tidak belajar seni. Hal ini disebabkan pembelajaran apresiasi terhadap seni menunjang peningkatan

kreativitas di mana aspek kreativitas merupakan sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran dalam bidang apapun.

3) Perkembangan Imajinasi

Imajinasi akan memicu bertumbuh dan berkembangnya daya kreativitas. Imajinasi dipahami bukan sebagai khayalan atau daya

khayal saja, tetapi mengarah pada makna pemikiran yang kreatif (creative thinking).

4) Pertumbuhan Rasa Sosial

Kesadaran bahwa orang hidup mesti membaca dalam kebersamaan, rasa tertarik masuk dalam kelompok sudah mulai

terbentuk ketika anak berusia 3-5 tahun dan kesadaran bahwa ada orang lain di luar dirinya. Kesadaran tersebut dapat ditumbuhkembangkan melalui bacaan sastra lewat perilaku tokoh.

Anak pada usia 10-12 tahun mempunyai cita rasa keadilan dan kepedulian kepada orang lain yang lebih tinggi usianya. Melalui

bacaan sastra yang mengeksploitasi kehidupan bersosial secara baik akan mampu menjadikannya sebagai contoh bertingkah laku sosial sebagaimana aturan sosial yang berlaku.

5) Pertumbuhan Rasa Etis dan Religius

Pada umumnya, anak akan mengidentifikasikan diri dengan

(49)

sikap dan perilaku tokoh dalam cerita. Nurgiyantoro (2010: 41-47) juga mengemukakan bahwa manfaat sastra dalam nilai pendidikan, yaitu eksplorasi dan penemuan, perkembangan bahasa,

pengembangan nilai keindahan, pemahaman wawasan multikultural dan pemahaman kebiasaan membaca yang dijelaskan sebagai

berikut ini.

1) Eksplorasi dan Penemuan

Ketika membaca cerita, anak melakukan eksplorasi,

sebuah penjelajahaan, sebuah petualangan imajinasi, ke sebuah dunia yang lebih relatif yang belum dikenalkan, dan

menawarkan berbagai pengalaman kehidupan. Pengalaman menjelajah secara imajinatif, anak mampu mengkritisi untuk melakukan penemuan-penemuan atau prediksi bagaimana

solusi ditawarkan. 2) Perkembangan Bahasa

Melalui membaca sastra, peningkatan penguasaan bahasa

anak harus dipahami tidak hanya melibatkan kosakata dan struktur kalimat, tetapi lebih menyangkut keempat kemampuan

berbahasa tersebut dengan strategi yang dikreasikan sendiri oleh guru secara kontekstual.

3) Pengembangan Nilai Keindahan

Anak usia 1-2 tahun dininabobokan dengan nyanyian, kata-kata yang bersajak dan berirama indah, anak belum dapat

(50)

merasakan keindahannya. Hal ini dapat dilihat dari reaksi anak berupa tertawa, ekspresi wajah yang ceria. Aspek keindahan dalam diri anak bersama dengan berbagai aspek yang lain akan

membawa dampak positif bagi perkembangan personalitasnya. 4) Pemahaman Wawasan Multikultural

Berhadapan dengan bacaan sastra, anak dapat bertemu dengan wawasan budaya berbagai kelompok sosial dari berbagai belahan dunia. Melalu bacaan dapat dijumpai

berbagai sikap dan perilaku hidup yang mencerminkan budaya suatu masyarakat yang berbeda dengan masyarakat lainnya.

5) Pemahaman Kebiasaan Membaca

Penyakit malas membaca, dapat berkurang dengan adanya pembiasaan anak untuk membaca buku-buku, terutama

melalui buku-buku yang disukainya.

Berdasarkan beberapa uraian bagian sebelumnya, fabel adalah cerita

dengan tokoh binatang dalam setiap ceritanya di mana binatang-binatang itu memiliki watak seperti manusia, berbicara, berakal budi, dan berisi cerita rakyat dengan pesan-pesan moral. Jadi, cerita binatang hadir sebagai

personifikasi manusia, baik yang menyangkut penokohan lengkap dengan karakter mau pun persoalan hidup yang diungkapkannya. Hal tersebut

artinya cerita fabel tersebut berupa kisah tentang manusia dan kemanusiaan yang ditujukan kepada manusia, namun digambarkan dengan komunitas binatang. Dilihat dari waktu kemunculannya, cerita binatang

(51)

berbagai manfaat dalam nilai persoalan, yaitu dalam perkembangan emosional, intelektual, imajinasi, rasa sosial, rasa etis, dan religius. Sedangkan manfaat dalam pendidikan, yaitu eksplorasi dan penemuan,

perkembangan bahasa, nilai keindahan, pemahaman wawasan multikultural, kebiasaan membaca.

4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Samatowa (2011: 24) menjelaskan, bahwa IPA merupakan terjemahan dari kata-kata dalam bahasa Inggris, yaitu natural science,

artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, IPA

atau science pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Argumen yang sama juga dikatakan oleh Widi dan Sulistyowati

(2014: 23), Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai tiga kata, yaitu Ilmu, Pengetahuan, dan Alam. Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh secara

ilmiah artinya diperoleh dengan metode ilmiah. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia, sedangkan pengetahuan alam merupakan pengetahuan tentang alam semesta dan seisinya. Dengan

pengertian tersebut, IPA dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sebab dan akibat kejadian-kejadian yang ada di alam.

Nash, 1993 (dalam Samatowa, 2011: 20), menjelaskan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga mengemukakan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis,

Gambar

Gambar 2.1. Skema Genre Sastra Anak
Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa fabel merupakan salah satu
Gambar 2.2 menjelaskan lima penelitian orang lain yang memiliki
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Keluaran Dalam Negeri Kasar (KDNK) merupakan nilai barang dan perkhidmatan yg dikeluarkan oleh semua factor pengeluaran dalan sesebuah Negara..  Keluaran Negara Kasar (KNK)

ls!tu Gaqi Ddsd (86 sffirn B:di... ,orLr,/GBreet Poi

pelaksanaan kredit, sistim kerja dari pihak penjamin yang efektif dalam pemberian kredit

[Data Max Kredit Pelanggan] [Data Pelanggan] [Data Barang] [Data Barang] Data Barang Data Diskon [Data Diskon] Data Pegawai [Data Pegawai] [Data Pegawai] Data Jabatan Data Jabatan

Karena ada pengeluaran 3 variabel dari model yaitu variabel paritas, riwayat penyakit keluarga dan jumlah janin maka hanya 5 variabel (usia, pendidikan, riwayat

Dengan demikian, praktik dominasi kasta (etnik) dalam arena politik dapat didefinisikan sebagai bentuk pertarungan yang terjadi antar aktor dari basis etnisitas

Penyerah Piutang adalah Instansi Pemerintah termasuk Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Lembaga Negara, Komisi Negara, Badan Hukum lainnya

Soejadi, 2003, Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan, Aktualisasinya di Indonesia, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah