• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PEMERKOSAAN YANG BERUSIA LANJUT Pemidanaan Terhadap Pelaku Pemerkosaan Yang Berusia Lanjut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PEMERKOSAAN YANG BERUSIA LANJUT Pemidanaan Terhadap Pelaku Pemerkosaan Yang Berusia Lanjut."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PEMERKOSAAN

YANG BERUSIA LANJUT

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Dan Dijadikan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

DIANA MAYA SARI NIM C 100 070 076

FAKULTAS HUKUM

(2)
(3)

3 ABSTRAKSI

DIANA MAYA SARI, 2013, PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PEMERKOSAAN YANG BERUSIA LANJUT ,FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYA SURAKARTA.

Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (IPTEK), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks.Kejahatan yang dihadapi oleh manusia mengakibatkan masalah yang dihadapi oleh manusia menjadi datang silih berganti.Masalah kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan.Tindak kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun dan dapat dilakukan oleh siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak tanpa memandang usia bahkan lanjut usia melakukan tindakan tersebut apalagi lebih beragam jika ditanya latar belakang tindakan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim, perbedaan putusan pemidanaan dan proses penyelesaian perkara pidana pada pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis normatif yang bersifat diskriptif.Penilitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Wonogiri dan Pengadilan Negeri Purwodadi.Data pada penelitian ini meliputi data primer dan data skunder.Data primer berupa sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung dari lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis.Data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer.Tehnik pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan wawancara setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data.Setelah data terkumpul maka data yang telah ada dikumpulakan dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian ini penulis berkesimpulan bahwa pertimbangan yang diambil hakim pada kedua putusan didasarkan pada pertimbangan hukum, pertimbangan fakta persidangan seperti terpenuhinya unsur-unsur yang didakwakanterbukti secara sah dan meyakinkan serta bukti-bukti yang sah, dan pertimbangan sosiologis bahwa perbuatan terdakwa dapat menghancurkan masa depan korban dan perbuatan perkosaan dianggap meresahkan masyarakat. Tidak ada perbedaan yang mendasar dalam putusan pemidanaan pada pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut dengan orang dewasa tetap mengacu pada ketentuan pemutusan tindak pidana secara umum yaitu hal ini sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang diatur dalam KUHP bahwa usia lanjut bukan faktor yang menghalangi seseorang untuk dikenai pidana. Proses penyelesaian perkara pidana pemerkosaan pada pelaku usia lanjut adalah sama dengan proses penyelesaian perkara pidana lainnya yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

(4)

4 A. PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah salah satu negara yang berdasarkan pada

hukum yang mana sistem yang dianut adalah sistem konstitusionalisme.

Pemerintahaan Indonesia berdasar atas konstitusi (hukum dasar), tidak

bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Hal ini sudah

dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

ayat (3) berbunyi; ”Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Pancasila

merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber hukum yang

tertinggi di dalam sistem atau tata hukum Indonesia. Pada intinya pancasila

bertujuan untuk mencapai kesusilaan, keselarasan, dan keseimbangan, serta,

kemampuan untuk mengayomi masyarakat bangsa, dan negara.1

Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (IPTEK),

perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru

semakin kompleks. perilaku yang demikian apabila ditinjau dari segi

hukum, tentunya ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada yang dapat

dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran dari norma. Perilaku yang

menyimpang dari norma biasanya akan menjadikan suatu permasalahan

baru di bidang hukum dan merugikan masyarakat.2

Kejahatan yang dihadapi oleh manusia mengakibatkan masalah yang

dihadapi oleh manusia menjadi datang silih berganti, sehingga dapatlah

dikatakan bahwa hal tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang

kehilangan arah dan tujuan dimana manusia mempunyai ambisi, keinginan,

1 Natangsa Surbakti,2010, Filsafat Hukum,Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal.126-129

(5)

5

tuntutan, yang dibalut dengan nafsu. Akan tetapi, karena hasrat yang

berlebihan gagal dikendalikan dan dididik, maka mengakibatkan

masalah-masalah yang dihadapinya semakin bertambah banyak dan beragam.

Kejahatan yang terjadi dewasa ini bukan hanya menyangkut kejahatan

terhadap nyawa dan harta benda saja, akan tetapi kejahatan terhadap

kesusilaan, seperti pelecehan dan tindak kekerasan seksual.

Masalah kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kejahatan

yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut

dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan (crime againts

humanity) atau kesusilaan.3 Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi

dapat berakibat fatal bagi korban-korbannya karena hal tersebut sering

terjadi pada suatu krisis sosial dimana keadaan tersebut tidak lepas dari

peranan kaidah sosial yang ada. Hingga kini masih merupakan suatu yang

sifatnya kontraversional di masyarakat kita setiap terjadi kasus pelecehan

seksual diatur atau tidak seringkali masih dijumpai pendapat yang beragam,

terutama yang terkait dengan apakah suatu tindakan itu termasuk pelecehan

seksual atau bukan dan lebih beragam lagi jika ditanya latar belakang

tindakan tersebut.

Tindak kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun dan dapat

dilakukan oleh siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak tanpa

memandang usia. Bahkan lanjut usia melakukan tindakan tersebut. Hal ini

disebabkan lanjut usia juga masih memiliki minat terhadap lawan jenis

(6)

6

dikarenakan lanjut usia juga masih memiliki nafsu seksual yang efektif

seperti halnya sama dengan orang dewasa. Hal tersebut ditunjukkan dengan

usaha berkunjung ke lawan jenis.

Dengan adanya fenomena tersebut menunjukkan bahwa orang lanjut

usia (manula) sekalipun sering melakukan tindak pidana kekerasan seksual

atau pemerkosaan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan,

faktor-faktor yang mempengaruhi lanjut usia melakukan tindak pidana perkosaan

tersebut adalah: (a) Lingkungan yang mendukung pelaku dalam melakukan

tindak pidana; (b) Lingkup pergaulan pelaku; (c) Faktor ekonomi; (d) Faktor

kepribadian pelaku yang rentan sehingga secara spontan melakukan tindak

pidana perkosaan tanpa memperhatikan dampaknya.4 Untuk mengantisipasi

atas kejahatan yang dilakukan oleh lanjut usia, keluarga atau pihak terkait

harus memberikan perhatian atau penanganan yang lebih intensif agar

tindakan-tindakan pemerkosaan tidak terjadi, hal ini bisa dilakukan dengan :

(a) Melakukan penyuluhan untuk upaya preventif tindak pidana perkosaan,

(b) Membuka unit layanan khusus untuk kekerasan terhadap korban, dan (c)

Melakukan penanganan terhadap kasus tindak pidana perkosaan yang terjadi

sebagai upaya shock therapy terhadap mereka yang potensial untuk

melakukan tindak pidana perkosaan khususnya, dan kekerasan terhadap

perempuan secara umum.5

Sebagai salah satu dari pelaksanaan hukum yaitu hakim diberi

wewenang oleh Undang-Undang untuk menerima, memeriksa, serta

memutus suatu perkara pidana. Oleh karena itu hakim dalam mengenai

4 Maria, Ulfa, Dalam makalahPerkosaan Yang dilakukan oleh Lanjut Usia dan

(7)

7

suatu perkara harus dapat berbuat adil sebagai seorang hakim dalam

memberikan putusan kemungkinan dipengaruhi oleh hal yang ada pada

dirinya dan sekitarnya karena pengaruh dari faktor agama, kebudayaan,

pendidikan, nilai, norma, dan sebagainya sehingga dapat dimungkinkan

adanya perbedaan cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan

dalam memberikan putusan.6

B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ciri dalam suatu negara hukum adalah terdapat hakim yang bebas dan

tidak memihak.Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang

oleh undang-undang untuk mengadili.7Hakim, berbeda dengan

pejabat-pejabat yang lain, harus benar-benar menguasai hukum bukan sekedar

mengandalkan kejujuran dan kemauan baiknya. Untuk terjaminnya

pelaksanaan keputusan yang adil dan tidak memihak, maka Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 yang mana dalam Pasal 1 disebutkan bahwa kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi

terselenggaranya Negara Hukum RI. Dalam tugas dan kewajibannya hakim

wajib untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat supaya dalam menciptakan

keputusan-keputusan yang tepat dapat menjawab masalah-masalah yang baru

timbul.

6 Oemar Seno Aji, 1997, Hukum Hakim Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 12 7

(8)

8

Terdakwa adalah seorang Lanjut Usia yang bernama Simin Hadi, lahir di

Wonogiri yang berumur 66 Tahun; Berjenis kelamin laki-laki; Kebangsaan

Indonesia; yang bertempat Tinggal di DK. Keplekan RT 03/RW 07 Ds. Selorejo,

Kec. Girimarto, Kab. Wonogiri diajukan ke persidangan karena telah didakwa

oleh penuntut umum melakukan perbuatan cabul (perkosaan) terhadap anak.

Terjadinya kejadian perkosaan ialah pada hari Kamis 16 Desember 2010 hingga

Rabu 10 Agustus 2011, bertempat di Dusun Keplekan RT 03/07 Desa Selorejo

Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri, terdakwa “Dengan Sengaja

Melakukan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Memaksa Anak Untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya”, yang dilakukan oleh terdakwa yaitu dengan cara membangunkan korban yang sedang tidur di kamar belakang bersama

adik korban lalu menyeretnya ke depan TV. Selanjutnya terdakwa menindih tubuh

korban lalu terdakwa memasukkan penis ke dalam vagina korban dengan cara

menggesek-gesekkan alat kelamin terdakwa ke dalam vagina korban hingga lebih

kurang lima menit dapat orgasme mengeluarkan sperma (air mani) korban

berontak tetapi korban kalah tenaga ...Bahwa setelah melakukan persetubuhan terdakwa berkata kepada korban “Ojo ngomong karo sopo-sopo, mengko

konangan polisi dadi ribet, malah sing lapor tak pateni”. Si korban mendengar perkataan tersebut cuma bisa terdiam dan takut melawan

Mengenai tuntutan Penuntut Umum terhadap kasus pemerkosaan

pada anak yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban, maka penuntut

umum mengajukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wonogiri

yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar memutuskan:

1) Menyatakan terdakwa; bersalah melakukan tindak pidana dengan

sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya, sebagaimana diatur dan diancam

dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

(9)

9

2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa di tahanan, denda

sebesar Rp. 60.000.000- (enam puluh juta rupiah), subsidair 6 (enam)

bulan kurungan;

3) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar

Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Mengenai tuntutan Penuntut Umum terhadap kasus pemerkosaan

pada anak yang dilakukan oleh terdakwa (MSB) terhadap korban (SRY),

maka penuntut umum mengajukan kepada Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Purwodadi yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar

memutuskan:

1) Menyatakan terdakwa MSB; bersalah melakukan tindak pidana dengan

sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya, sebagaimana diatur dan diancam

dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak.

2) Menjatuhkan pidana terhadap MSB, oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa di tahanan, denda

sebesar Rp. 60.000.000- (enam puluh juta rupiah), subsidair 5 (lima)

bulan kurungan.

3) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar

(10)

10

Penyelesaian hukum pada tindak pidana pemerkosaan oleh pelaku

berusia lanjut tetap menggunakan ketentuan umum yang dipersyaratkan dalam

hukum pidana formil untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan efek

jera bagi terdakwa.Pemberian hukuman ini menjadi pembelajaran bagi

masyarakat di kemudian hari agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar

hukum.

C. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan

sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertimbangan hakim dalam memutuskan pidana pemerkosaan yang

pelakunya berusia lanjut didasarkan pada pertimbangan hukum,

pertimbangan fakta persidangan, dan pertimbangan sosiologis.

Pertimbangan Hukum, terdakwa didakwa dengan dakwaan subsidaritas,

maka terlebih dahulu Majelis Hakim harus membuktikan dakwaan ke satu

primair yaitu melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan unsur-unsur sebagai

berikut setiap orang (barangsiapa), dengan sengaja memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pertimbangan fakta persidangan berupa keterangan saksi-saksi,

keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Pertimbangan

sosiologis berupa, hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang

(11)

11

2. Tidak ada perbedaan yang mendasar dalam putusan pemidanaan pada

pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut dengan orang dewasa.

Pertimbangan hakim dalam memutus tindak pidana perkosaan terhadap

pelaku yang berusia lanjut tetap mengacu pada ketentuan pemutusan

tindak pidana secara umum yaitu berdasarkan pertimbangan hukum, fakta

persidangan, dan pertimbangan sosiologis. Hal ini sudah sesuai dengan

ketentuan hukum yang diatur dalam KUHP bahwa usia lanjut bukan

faktor yang menghalangi seseorang untuk dikenai pidana. Artinya faktor

usia lanjut bukan termasuk faktor yang menghapuskan, mengurangi atau

memberatkan hukuman. Satu-satunya faktor yang dapat meringankan

hukuman adalah pertimbangan sosiologis, ini tergantung pada penilaian

hakim terhadap perbuatan terdakwa, dampaknya terhadap korban, apakah

sudah ada denda, kondisi terdakwa, dan lain-lain.

3. Proses penyelesaian perkara pidana pemerkosaan pada pelaku usia lanjut

adalah sama dengan proses penyelesaian perkara pidana lainnya yang

didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Diawali dengan

adanya laporan kriminal yang diajukan kepada pihak yang berwenang

yaitu kepolisian. Setelah diproses penyelidik melakukan penyelidikan

karena penyelidik yang memiliki wewenang menerima laporan atau

pengaduan dari seseorng tentang adanya tindak pidana serta mencari

keterangan dari barang bukti. Penyelidik kemudian membuat dan

menyampaikan laporan hasil pelaksanaan penyelidikan kepada penyidik.

(12)

12

segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntu umum. Apabila

ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan

berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.

Setelah penuntut umum telah menerima atau menerima kembali hasil

penyidikan dan telah dinyatakan sudah memenuhi persyaratan maka

penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan. Tahap berikutnya

adalah proses pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan.

Selanjutnya hasil pemeriksaan di persidangan, alat bukti, keterangan saksi

dan keterangan terdakwa. Jika unsur perbuatan terdakwa telah mencocoki

rumusan delik yang terdapat dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23

tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka perbuatan terdakwa

merupakan hal yang bersifat melawan hukum. Terdakwa meskipun sudah

tua adalah orang yang menurut hukum mampu bertanggung jawab (tidak

sakit, tidak pikun, dan tidak mengalami gangguan jiwa) dan melakukan

(13)

13 DAFTAR PUSTAKA

Bisri, Ilhami, 2005,Sistem Hukum Indonesia, Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum Indonesia, Jakarta: Grafindo Persada.

Chazwi, Adam, 2005,Tindakan Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: Raja Grafindo.

Ekotama, Suryono, 2001,A Brotus Provocatus Bagi Korban Perkosaan, Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1991, Asas-asas HukumPidana, Rineka Cipta, Jakarta: Cetakan Pertama

Hamzah, Andi, 2008,Hukum Acara Pidana Indonesia Kedua. Jakarta: Sinar Grafika

Kaelan, 2004.Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Lamintang, PAF, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Armico

Maryam, Siti, 2008, Mengenai Usia Lanjut dan Pera watannya, Jakarta: Salemba Medika.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984.Pidana dan Pemidanaan, Semarang: Banda Penyediaan Bahan Kuliah.

Mulyadi,Lilik, 2007,Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya.

Soesilo, R., 1996,Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentarnya. Politera Bogor.

Santoso, Topo, 1997, Seksualitas dan Hukum Pidana, Jakarta: IND-HILL-CO cet.I.

Seno Aji, Oemar, 1997,Hukum Hakim Pidana, JakartA: Bumi Aksara Hal 12.

Soekanto, Soerjono, 1986,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Soekanto, Soerjono dan Abdurahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta

(14)

14

Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana I, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum UNDIP Semarang.

Sudarto, 2007,Hukum dan Hukum Pidana.Bandung Alumni.

Surabakti, Natangsa, 2010,Filsafat Hukum, Surakarta Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Syafiodin, M. Hisyam dan Faturachman, 2005,Hukum bagi Pemerkosa dan Perlindungan bagi Korban.Jurnal Mendobrak Budaya Patriarki, UGM.

Tanjung,Bgd Armaidi, 2007,Free Sex No Nikah Yes, Jakarta: Amzah.

Wahid, Abdul & Muhammad Irvan, 2001,Perlindungan Terhadap Korban Kekeraan Seksual (Adoka sitas Hak Aksi Perempuan). Bandung: PT. Refika Aditama.

Waluyo, Bambang, 2008,Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika.

Widiastuti,Tri Wahyu, 2009,Kebijakan Hukum Pidana dalam Perlidnungan Korban Pemerkosaan. Magister Ilmu Hukum UNDIP Semarang..

Agus Achir, Yaumil, 1998, Memahami Makna Usia Lanjut, Makalah diterbitkan

di http://www.kalbe.co.id, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia

Akhmadi, 2005, Perma salahan Lanjut Usia (Lansia), dalam

http://www.raja wana.com.Diakses Kamis 29 Mei 2012 pukul 12:30

Fajrin, 2012, Pidana dan pemida naan, dalam http://kitab pidana.blogspot.com/2012/04/pidana-dan-pemidanaan.html

Siadari, Ray Pratama, 2012, Pengertian Jenis-jenis dan tujuan Pemidanaan, dalam http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertianjenisjenisdan -tujuan-pemidanaan.html

Suhartini Ratna., Lanjut Usia Tinjauan Lanjut Usia, dalam http://www.da mandiri. or. Id/ file/Ratna Suhartini Unnair bab 2, pdf

Scribd, com, Jum’at 20 Januari 2011, 14:29 WIB: Makalah Lansia, dalam

http://www.scribd.com/doc/59040479.

Tri Bawono, Bambang, 2004, Faktor-faktor Yang MenjadiPertimbanganHakim

Dalam Jurnal Hukum Online,

(15)

15

Ulfa, Maria, Dalam Makalah Perkosaan Yang dilakukan oleh Lanjut Usia da n Penanggulangannya, http://www.mariaulfa.umm.pdf.

Wordpress.com, Jum’at, 10 November 2010, 13:37 wib: Upaya Penanggulangan Penanganan Kejahatan, dalam http://wordpress.com/2010/11/08/ upaya-penanggulangan kejahatan.

Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Referensi

Dokumen terkait

sawit adalah setiap pokok harus menerima tiap jenis pupuk sesuai dosis yang telah. direkomendasikan oleh MRC untuk mencapai produktivitas tanaman

Jika nilai piksel pada citra lebih besar dari nilai threshold yang ditentukan maka nilai piksel tersebut akan diubah menjadi warna putih dan diinisialkan dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 menunjukan bahwa terdapat pengaruh investasi dalam negeri dan tingkat

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

Dumasar hasil ieu panalungtikan, bisa dicindekkeun yén aya béda anu signifikan antara kamampuh nulis karangan éksposisi siswa kelas VIII C SMPN 12 Bandung taun ajaran

Peta daerah tingkat kerawanan banjir dalam penelitian ini pada penelitian yang dilakukan oleh Primayuda, 2006 yang diperoleh dari hasil skoring, overlay dan pembobotan dari

merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan.. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai

Tokoh Rama Rao juga tenggelam dalam suasana modernisme yang cenderung lebih primitive dari zamannya.Tokoh Rama yang di gambarkan sosok seniman modern yang tidak hanya pintar