• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN PESANTREN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERILAKU KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN PESANTREN"

Copied!
386
0
0

Teks penuh

(1)

Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso)

DISERTASI

Diajukan kepada Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan

Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam

Oleh:

MOH. MAHRUS HASAN NIM: 0841915012

PROGRAM DOKTOR

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER JUNI 2022

(2)

(Studi Multisitus di Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso, Pesantren Modern Ihyaus Sunnah Al-Hasany Jember, dan

Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso)

DISERTASI

Diajukan kepada Pascasarjana

UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi beban studi pada Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam

Oleh

MOH. MAHRUS HASAN NIM. 0841915012

Pembimbing

Promotor Co. Promotor,

Prof Dr. H. Miftah Arifin, M.Ag Dr. H. Suhadi Winoto, M.Pd NIP. 197501031999031001 NIP. 195912081983021007

(3)

Bondowoso Pesantren Modern Ihyaus Sunnah Al-Hasany Jember dan Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso)” yang tulis oleh Moh. Mahrus Hasan, NIM:

841915012, telah dipertahankan pada sidang terbuka Disertasi yang dilaksanakan pada hari selasa 19 Juli 2022 dan telah di revisi sesuai masukan dewan Penguji.

DEWAN PENGUJI

1.

2. Ketua Sidang/Penguji

Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M. 1.………

3. Penguji Utama

Prof Masdar Hilmy, S.Ag., MA, Ph.D. 2.………

4. Penguji

Prof. Dr. H. Moh. Khusnuridlo, M.Pd. 3.………

5. Penguji

Prof. Dr. Moh. Dahlan, M.Ag 4.………

6. Penguji Utama

Dr. H. Moch. Chotib, S.Ag, MM. 5.………

7. Penguji

Dr. H. Ubaidillah, M.Ag. 6 .………

8. Promotor Penguji

Prof Dr. H. Miftah Arifin, M.Ag 7.………

9. Co-Promotor Penguji

Dr. H. Suhadi Winoto, M.Pd 8………

Jember, Juni 2022 Direktur

Prof. Dr. Moh. Dahlan, M.Ag NIP.197803172009121007

(4)

Bondowoso Pesantren Modern Ihyaus Sunnah Al-Hasany Jember Dan Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso). Disertasi, Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Kh.

Achmad Siddiq Jember. Promotor: Prof. Dr. H. Miftah Arifin. M.Ag.,Co- Promotor: Dr. H. Suhadi Winoto, M.Pd.

Kata Kunci: Perilaku Kepemimpinan Kiai, Pengembangan Wirausaha Pesantren

Kepemimpinan sebagai proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama, melibatkan pencapaian tujuan dalam tugas dan fungsinya dituntut untuk memiliki kebijaksanaan dan wawasan, terampil dalam ilmu-ilmu agama, mampu menanamkan sikap dan pandangan serta menjadi suri tauladan yang baikyang dijadikan figure sumber inspirasi bagi komunitas yang dipimpinnya. pesantren memiliki modal pengembangan wirausaha, baik yang berwujud (tangible) seperti uang, barang, dan tempat usaha, maupun yang tidak berwujud (intangible) seperti modal intelektual, modal sosial, modal moral, dan modal mental sehingga perlu sosok kepemimpinan dalam pengembangan wirausaha pesantren.

Fokus penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana perilaku komunikasi kiai dalam pengembangan kewirausahaan Pesantren? 2. Bagaimana perilaku motivasi kiai dalam pengembangan Kewirausahaan Pesantren 3. Bagaimana perilaku kiai membangun kreatifitas kewirausahaan Pesantren?. Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa perilaku komunikasi kiai dalam pengembangan kewirausahaan Pesantren, 2. Mendeskripsikan dan menganalisa motivasi kiai dalam pengembangan Kewirausahaan Pesantren 3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa perilaku kiai membangun kreatifitas kewirausahaan Pesantren.

Ketiga fokus tersebut diteliti dengan menggunakan teori perilaku kepemimpinan Gary Yukl, Cross Cultural Leadership Clive Dimmock dan Allan Walker dan teori komunikasi Hanson serta beberapa teori lainnya yang relevan. Penelitian ini menggunakan model pendekatan deskriptif kualitatif, dengan teknik fenomenologis, serta teknik penggalian data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Model analisis menggunakan model kondensasi data (data condensation), menyajikan data (data display), dan menarik simpulan atau verifikasi (conclusion drawing and verification).

Kondensasi data merujuk pada proses pemilihan (selecting), pengerucutan (focusing), penyederhanaan (simplifiying), peringkasan (abstracting), dan transformasi data (transforming).

Temuan penelitian ini adalah perilaku kepemimpinan kiai dalam mengembangkan 1). Komunikasi Kiai Kepada Santri Dalam Pengembangan Wirausaha dengan menggunakan media lisan dan tulisan baik komunikasi pada santri sebagai bawahan (Vertikal) keatas maupun lateral (Horizontal) dengan cara komunikasi antar Individu, kelompok, maupun masyarakat umum dengan garis koordinasi instruksi, Arahan, Informasi, kebijakan maupun prosedur kerja dengan menggunakan metode komunikasi yang beradab, sopan santun, mudah dimengerti, dengan pemikiran inivatif, Inspiratif, gagasan yang millennial serta memiliki opini yang brillian, mendapatkan

(5)

manajemen, pelatihan yang disebut dengan cross cultural leadership dengan kekuatan pemimpin untuk dapat mempengaruhi santri menjadi Expert Of power (kekuasaan ahli), pola pikir, Penyemangat), Preneur (Pengusaha), Networking (Jaringan), Developing (Pengembangan) berani bertindak (dare to act), mengembangkan tim yang baik (good team leader), menjadi pendengar yang baik (eager to learning), berani mengambil risiko, (having mentori), Pikiran yang terbuka (open minded), Adanya kepercayaan (trusted).

3). Kiai membangun kreatifitas kewirausahaan, mengelola tim bekerjasama, berkomunikasi, memilki kekuasaan dan ahli dalam bernegosiasi dengan melibatkan santri, menghadirkan pelatih/mentor professiona, memilki etos kerja yang baik dengan visi, misi dan perencanaan yang matang dan mendukung santri membangun cita-cita tinggi sehingga tertanam pengetahuan, sikap, pribadi terlatih, keterampilan. Berdasarkan hasil penelitian ini, temuan formal dalam penelitian adalah Kepemimpinan Karismatik Kiai Berbasis Kewirausahaan

(6)

Sunnah Al-Hasany Jember And Islamic Boarding School Salafiyah Abu Zairi Bondowoso). Dissertation, Postgraduate Islamic Education Management Study Program, Kh. State Islamic University. Achmad Siddiq Jember.

Promoter : Prof. Dr. H. Miftah Arifin. M.Ag.,Co-Promoter: Dr. H. Suhadi Winoto, M.Pd.

Keywords: Kiai Leadership Behavior, Islamic Boarding School Entrepreneurial Development

Leadership as a process in which an individual influences a group of individuals to achieve a common goal, involves the achievement of goals in their duties and functions, is required to have wisdom and insight, is skilled in the religious sciences, is able to instill attitudes and views and be a good role model who is used as a source of inspiration. for the community they lead. Islamic boarding schools have entrepreneurial development capital, both tangible such as money, goods, and places of business, as well as intangible ones such as intellectual capital, social capital, moral capital, and mental capital so they need a leadership figure in the development of pesantren entrepreneurship.

The focus of this research are: 1. How is the kiai's communication behavior in the development of Islamic boarding school entrepreneurship? 2. How is the kiai's motivational behavior in the development of Islamic boarding school entrepreneurship?

3. How is the kiai's behavior to build Islamic boarding school entrepreneurship creativity?. The objectives of this study are 1. To describe and analyze the communication behavior of kiai in developing Islamic boarding school entrepreneurship, 2. To describe and analyze the motivation of kiai in developing Islamic boarding school entrepreneurship 3. To describe and analyze the behavior of kiai to build Islamic boarding school entrepreneurship creativity.

The three focuses were investigated using Gary Yukl's theory of leadership behavior, Clive Dimmock and Allan Walker's Cross Cultural Leadership and Hanson's communication theory as well as several other relevant theories. This study uses a qualitative descriptive approach model, with phenomenological techniques, as well as data mining techniques through interviews, observation, and documentation. The analysis model uses a data condensation model, presents data (data display), and draws conclusions or verification (conclusion drawing and verification). Data condensation refers to the process of selecting, focusing, simplifying, abstracting, and transforming data.

The findings of this study are the kiai's leadership behavior in developing 1).

Communication of Kiai to Santri in Entrepreneurial Development by using oral and written media, both communication to students as subordinates (Vertical) upwards and laterally (Horizontal) by means of communication between individuals, groups, and the general public by coordinating lines of instructions, directions, information, policies and work procedures using civilized communication methods, courtesy, easy to understand, with innovative thinking, inspirational, millennial ideas and have brilliant opinions, getting feedback to become creative, innovative, independent, trustworthy and responsible students 2).Kiai motivates to develop with the ability to integrate business skills (entrepreneurial leadership) and have the qualities and virtues (virtues) to have a

(7)

a good team (good team leader), be a good listener ( eager to learn), willing to take risks, (having mentoring), open minded, having trust (trusted). 3). Kiai builds entrepreneurial creativity, manages teams to work together, communicates, has power and is expert in negotiating by involving students, presents professional trainers/mentors, has a good work ethic with vision, mission and careful planning and supports students to build high ideals so that they are embedded knowledge, attitude, trained personal, skills.

(8)

ﺪﻤﺣا .ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﺟﻼﺨﻟا ﺔﯾﻻو ﺔﻌﻣﺎﺟ ، ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﺑﺮﺘﻟا ةرادإ ﺔﺳارد ﺞﻣﺎﻧﺮﺑ ﻲﻓ ﺎﯿﻠﻌﻟا تﺎﺳارﺪﻟا ، :كرﺎﺸﻤﻟا جوﺮﻤﻟا ، م .ﻦﯿﻓرﺎﻋ حﺎﺘﻔﻣ .رﻮﺘﻛد .أ :جوﺮﻤﻟا .ﺮﺒﻤﺟ ﻖﯾﺪﺻ ، ﻮﺗﻮﻨﯾو يدﺎﮭﺳ ﻲﺟﺎﺣ رﻮﺘﻛﺪﻟا

ﺔﯿﺑﺮﺘﻟا ﻲﻓ ﺮﯿﺘﺴﺟﺎﻣ

:ﺔﯿﺣﺎﺘﻔﻤﻟا تﺎﻤﻠﻜﻟا ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا سراﺪﻤﻟا ﻲﻓ لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ﺮﯾﻮﻄﺗ ، يﺎﯿﻛ ﻲﻓ يدﺎﯿﻘﻟا كﻮﻠﺴﻟا

ﻖﯿﻘﺤﺗ ﻰﻠﻋ يﻮﻄﻨﺗو ، كﺮﺘﺸﻣ فﺪھ ﻖﯿﻘﺤﺘﻟ داﺮﻓﻷا ﻦﻣ ﺔﻋﻮﻤﺠﻣ ﻰﻠﻋ دﺮﻔﻟا ﺎﮭﯿﻓ ﺮﺛﺆﯾ ﺔﯿﻠﻤﻌﻛ ةدﺎﯿﻘﻟا

ﺪﻟا مﻮﻠﻌﻟا ﻲﻓ ةرﺎﮭﻣو ، ةﺮﯿﺼﺒﻟاو ﺔﻤﻜﺤﻟا ﻰﻠﻋ لﻮﺼﺤﻠﻟ ﺔﺑﻮﻠﻄﻣ ﻲھو ، ﻢﮭﻔﺋﺎظوو ﻢﮭﺗﺎﺒﺟاو ﻲﻓ فاﺪھﻷا ةردﺎﻗو ، ﺔﯿﻨﯾ

.ﮫﻧودﻮﻘﯾ يﺬﻟا ﻊﻤﺘﺠﻤﻠﻟ مﺎﮭﻟﻺﻟ رﺪﺼﻤﻛ ﮫﻣاﺪﺨﺘﺳا ﻢﺘﯾ اًﺪﯿﺟ ﺎًﺟذﻮﻤﻧ اﻮﻧﻮﻜﯾ نأو ﺮﻈﻨﻟا تﺎﮭﺟوو ﻒﻗاﻮﻤﻟا سﺮﻏ ﻰﻠﻋ ﻞﻤﻌﻟا ﻦﻛﺎﻣأو ﻊﻠﺴﻟاو لﺎﻤﻟا ﻞﺜﻣ ﺎًﺳﻮﻤﻠﻣ نﺎﻛ ءاﻮﺳ ، لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ﺔﯿﻤﻨﺗ لﺎﻣ سأر ﺎﮭﯾﺪﻟ ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا سراﺪﻤﻟا سأر ﻞﺜﻣ ﺔﺳﻮﻤﻠﻤﻟا ﺮﯿﻏ ﻚﻟﺬﻛو ، ، ﻲﻠﻘﻌﻟا لﺎﻤﻟا سأرو ﻲﻗﻼﺧﻷا لﺎﻤﻟا سأرو ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻻا لﺎﻤﻟا سأرو يﺮﻜﻔﻟا لﺎﻤﻟا

ﻲﻓ ﺔﯾدﺎﯿﻗ ﺔﯿﺼﺨﺷ ﻰﻟإ ﺔﺟﺎﺤﺑ ﻲﮭﻓ اﺬﻟ ﺔﯾﻠﺧاد ﺔﺳردﻣ ﺔﯾﻣﻼﺳا ﺔﯾﻠﺧاد سرادﻣ

.

:ﻰﻠﻋ ﺚﺤﺒﻟا اﺬھ ﺰﻛﺮﯾ ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا سراﺪﻤﻟا ﻲﻓ لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ﺔﯿﻤﻨﺗ ﻲﻓ يﺎﯿﻛ ﻲﻟﺎﺼﺗﻻا كﻮﻠﺴﻟا ﻮھ ﺎﻣ .1

؟ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﯾ ﻒﯿﻛ .2

يﺰﯿﻔﺤﺘﻟا كﻮﻠﺴﻟا نﻮﻜ يﺎﯿﻛ

ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا سراﺪﻤﻟا ﻲﻓ لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ﺔﯿﻤﻨﺗ ﻲﻓ ﻒﯿﻛ .3

كﻮﻠﺳ نﻮﻜﯾ يﺎﯿﻛ

ﻲھ ﺔﺳارﺪﻟا هﺬھ فاﺪھأ .؟ ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا سراﺪﻤﻟا ﻲﻓ لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر عاﺪﺑإ ءﺎﻨﺑ ﻲﻓ 1

ﻒﺻو .

ﻲﻟﺎﺼﺗﻻا كﻮﻠﺴﻟا ﻞﯿﻠﺤﺗو يﺎﯿﻛ

سراﺪﻤﻟا ﻲﻓ لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ﺮﯾﻮﻄﺗ ﻲﻓ ، ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا

ﻊﻓاود ﻞﯿﻠﺤﺗو ﻒﺻو .2

يﺎﯿﻛ ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا سراﺪﻤﻟا ﻲﻓ لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ﺮﯾﻮﻄﺗ ﻲﻓ كﻮﻠﺳ ﻞﯿﻠﺤﺗو ﻒﺻو .3

يﺎﯿﻛ ةدﺎﯾر عاﺪﺑإ ءﺎﻨﺒﻟ

ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻠﺧاﺪﻟا سراﺪﻤﻟا ﻲﻓ لﺎﻤﻋﻷا ﻼﻛو ، يدﺎﯿﻘﻟا كﻮﻠﺴﻠﻟ ﻞﻛﻮﯾ يرﺎﻏ ﺔﯾﺮﻈﻧ ماﺪﺨﺘﺳﺎﺑ ﺔﺛﻼﺜﻟا روﺎﺤﻤﻟا ﻲﻓ ﻖﯿﻘﺤﺘﻟا ﻢﺗ.

ةدﺎﯿﻘﻟاو ، كﻮﻤﯾد ﻒﯾ

.ﺔﻠﺼﻟا تاذ ىﺮﺧﻷا تﺎﯾﺮﻈﻨﻟا ﻦﻣ ﺪﯾﺪﻌﻟا ﻰﻟإ ﺔﻓﺎﺿﻹﺎﺑ نﻮﺴﻧﺎھ ﻲﻓ ﻞﺻاﻮﺘﻟا ﺔﯾﺮﻈﻧو ﺮﻛوو نﻻﻵ ﺔﻛﺮﺘﺸﻤﻟا ﺔﯿﻓﺎﻘﺜﻟا ﻦﻣ تﺎﻧﺎﯿﺒﻟا ﻦﻋ ﺐﯿﻘﻨﺘﻟا تﺎﯿﻨﻘﺗ ﻚﻟﺬﻛو ، ﺮھاﻮﻈﻟا تﺎﯿﻨﻘﺗ ﻊﻣ ، ﻲﻋﻮﻨﻟا ﻲﻔﺻﻮﻟا ﺞﮭﻨﻟا جذﻮﻤﻧ ﺔﺳارﺪﻟا هﺬھ مﺪﺨﺘﺴﺗ ﻟاو ﺔﻈﺣﻼﻤﻟاو تﻼﺑﺎﻘﻤﻟا لﻼﺧ ضﺮﻋ) تﺎﻧﺎﯿﺒﻟا ضﺮﻌﯾو ، تﺎﻧﺎﯿﺒﻟا ﻒﯿﺜﻜﺗ جذﻮﻤﻧ ﻞﯿﻠﺤﺘﻟا جذﻮﻤﻧ مﺪﺨﺘﺴﯾ .ﻖﯿﺛﻮﺘ

رﺎﯿﺘﺧا ﺔﯿﻠﻤﻋ ﻰﻟإ تﺎﻧﺎﯿﺒﻟا ﻒﯿﺜﻜﺗ ﺮﯿﺸﯾ .(ﻖﻘﺤﺘﻟاو ﺞﺋﺎﺘﻨﻟا صﻼﺨﺘﺳا) ﻖﻘﺤﺘﻟا وأ تﺎﺟﺎﺘﻨﺘﺳﻻا ﺺﻠﺨﺘﺴﯾو ، (تﺎﻧﺎﯿﺒﻟا ﺎﮭﻠﯾﻮﺤﺗو ﺎﮭﺼﯿﺨﻠﺗو ﺎﮭﻄﯿﺴﺒﺗو ﺎﮭﯿﻠﻋ ﺰﯿﻛﺮﺘﻟاو تﺎﻧﺎﯿﺒﻟا كﻮﻠﺴﻟا ﻲھ ﺔﺳارﺪﻟا هﺬھ ﺞﺋﺎﺘﻧ.

ﺔﻛﺮﺸﻟ يدﺎﯿﻘﻟا يﺎﯿﻛ

ﺮﯾﻮﻄﺗ ﻲﻓ

ﻊﻣ ﻞﺻاﻮﺘﻟا ءاﻮﺳ ، ﺔﺑﻮﺘﻜﻤﻟاو ﺔﯾﻮﻔﺸﻟا ﻂﺋﺎﺳﻮﻟا ماﺪﺨﺘﺳﺎﺑ لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ﺔﯿﻤﻨﺗ ﻲﻓ يﺮﺘﻧﺎﺳو يﺎﯿﻛ ﻦﯿﺑ ﻞﺻاﻮﺘﻟا .(1 (ﺎًﯿﻘﻓأ) ﺎًﯿﺒﻧﺎﺟو اًدﻮﻌﺻ (ﺎًﯾدﻮﻤﻋ) ﻦﯿﺳوؤﺮﻤﻛ بﻼﻄﻟا طﻮﻄﺧ ﻖﯿﺴﻨﺗ لﻼﺧ ﻦﻣ رﻮﮭﻤﺠﻟا ﺔﻣﺎﻋو تﺎﻋﺎﻤﺠﻟاو داﺮﻓﻷا ﻦﯿﺑ ﻞﺻاﻮﺘﻟا ﻖﯾﺮط ﻦﻋ

تﺎﻤﯿﻠﻌﺘﻟا

ﺔﻟﻮﮭﺳو ، ﺔﻠﻣﺎﺠﻤﻟاو ، يرﺎﻀﺤﻟا لﺎﺼﺗﻻا ﺐﯿﻟﺎﺳأ ماﺪﺨﺘﺳﺎﺑ ﻞﻤﻌﻟا تاءاﺮﺟإو تﺎﺳﺎﯿﺴﻟاو تﺎﻣﻮﻠﻌﻤﻟاو تﺎﮭﯿﺟﻮﺘﻟاو اﻮﺤﺒﺼﯿﻟ ﻞﻌﻔﻟا دودر ﻰﻠﻋ لﻮﺼﺤﻟاو ، ﺔﻌﺋار ءارآ ﻢﮭﯾﺪﻟو ، ﺔﯿﻔﻟﻷاو ، ﺔﻤﮭﻠﻤﻟا رﺎﻜﻓﻷاو ، ﺮﻜﺘﺒﻤﻟا ﺮﯿﻜﻔﺘﻟاو ، ﻢﮭﻔﻟا

، ﻦﯿﻠﻘﺘﺴﻣو ، ﻦﯾﺮﻜﺘﺒﻣو ، ﻦﯿﻋﺪﺒﻣ ﺎًﺑﻼط ﻦﯿﻟوﺆﺴﻣو ﺔﻘﺜﻟﺎﺑ ﻦﯾﺮﯾﺪﺟو

2 ﺰﻔﺤﺗ .(

يﺎﯿﻛ ﺞﻣد ﻰﻠﻋ ةرﺪﻘﻟﺎﺑ ﺮﯾﻮﻄﺘﻟا ﻰﻠﻋ

ﻲﻤﯿﻈﻨﺘﻟا ﻞﻜﯿﮭﻟا ﻰﻠﻋ ﺮﯿﺒﻛ ﺮﯿﺛﺄﺗ ﺎﮭﻟ نﻮﻜﯿﻟ (ﻞﺋﺎﻀﻔﻟا) ﻞﺋﺎﻀﻔﻟاو تﺎﻔﺼﻟا ﺎﮭﯾﺪﻟو (لﺎﻤﻋﻷا ةدﺎﯾر ةدﺎﯿﻗ) ﻞﻤﻌﻟا تارﺎﮭﻣ اﻮﻧﻮﻜﯿﻟ ةدﺎﻘﻟا ةﻮﻗ ﻊﻣ تﺎﻓﺎﻘﺜﻟا ﺮﺒﻋ ةدﺎﯿﻘﻟا ﻰﻤﺴﯾ يﺬﻟا ﺐﯾرﺪﺘﻟاو ةرادﻹاو ةدﺎﯿﻘﻟاو بﻼﻄﻟا ﻰﻠﻋ ﺮﯿﺛﺄﺘﻟا ﻰﻠﻋ ردﺎﻗ

تﺎﻜﺒﺸﻟاو ، (لﺎﻤﻋﻷا ﺪﺋار) ﺪﺋاﺮﻟاو ، (ﺔﻌﺠﺸﻤﻟا) حوﺮﻟاو ، (ﺔﯿﻠﻘﻌﻟاو ، (ءاﺮﺒﺨﻟا ةﻮﻗ) ةﻮﻘﻟا ﻲﻓ ءاﺮﺒﺧ اﻮﺤﺒﺼﯿﻟ (ﺪﯿﺟ ﻖﯾﺮﻓ ﺪﺋﺎﻗ ) اًﺪﯿﺟ ﺎًﻘﯾﺮﻓ رﻮﻄﯾو ، (فﺮﺼﺘﻟا ﻰﻠﻋ ؤﺮﺠﯾ) فﺮﺼﺘﻟا ﻰﻠﻋ ؤﺮﺠﯾ (ﺮﯾﻮﻄﺘﻟا) ﺮﯾﻮﻄﺘﻟاو ، (ﻞﺻاﻮﺘﻟا) ﺣ) اًﺪﯿﺟ ﺎًﻌﻤﺘﺴﻣ ﻦﻛ ، ﺔﻘﺜﻟﺎﺑ ﻊﺘﻤﺘﯾ ، ﻦھﺬﻟا ﺢﺘﻔﻨﻣ ، (ﮫﯿﺟﻮﺗ ﻚﯾﺪﻟ) ، ﺮطﺎﺨﻤﻟا ﻞﻤﺤﺘﻟ داﺪﻌﺘﺳا ﻰﻠﻋ ، (ﻢﻠﻌﺘﻟا ﻰﻠﻋ ﺎًﺼﯾﺮ

.(ﮫﺑ قﻮﺛﻮﻣ) ﻲﻨﺒﯾ .(3

يﺎﯿﻛ ﻦﻣ ضوﺎﻔﺘﻟا ﻲﻓ اًﺮﯿﺒﺧو ةﻮﻘﻟا ﻚﻠﺘﻤﯾو ، ﻞﺻاﻮﺘﯾو ، ﺎًﻌﻣ ﻞﻤﻌﻠﻟ ﺎًﻗﺮﻓ ﺮﯾﺪﯾو ، ﺎًﯾدﺎﯾر ﺎًﻋاﺪﺑإ

، ﻦﯿﻓﺮﺘﺤﻣ ﻦﯾﺪﺷﺮﻣ / ﻦﯿﺑرﺪﻣ مﺪﻘﯾو ، بﻼﻄﻟا كاﺮﺷإ لﻼﺧ ﻂﯿﻄﺨﺘﻟاو ﺔﻟﺎﺳﺮﻟاو ﺔﯾؤﺮﻟا ﻊﻣ ةﺪﯿﺟ ﻞﻤﻋ تﺎﯿﻗﻼﺧأ ﮫﯾﺪﻟو

ﺔﯿﺼﺨﺸﻟا تارﺎﮭﻤﻟاو ، كﻮﻠﺴﻟاو ، ﺔﻓﺮﻌﻤﻟا ﻦﻣ أﺰﺠﺘﯾ ﻻ ءﺰﺟ ﺎﮭﻧأ ﻚﻟﺬﻟ ﺎﯿﻠﻌﻟا ﻞﺜﻤﻟا ءﺎﻨﺒﻟ بﻼﻄﻟا ﻢﻋﺪﯾو ﻖﯿﻗﺪﻟا ﺔﺑرﺪﻤﻟا .

(9)

Segala puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan limpahan nikmat-Nya sehingga tesis/disertasi dengan judul “Perilaku Kepemimpinan Kiai Dalam Pengembangan Wirausaha Pondok Pesantren (Studi Multisitus di Pondok Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso Pondok Pesantren Modern Ihyaus Sunnah Al-Hasany Jember Dan Pondok Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso)” ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah menuntun ummatnya menuju agama Allah sehingga tercerahkanlah kehidupan saat ini.

Dalam penyusunan disertasi ini, banyak pihak yang terlibat dalam membantu penyelesaiannya. Oleh karena itu patut diucapkan terima kasih teriring do’a jazaakumullahu ahsanal jaza kepada mereka yang telah banyak membantu, membimbing, dan memberikan dukungan demi penulisan tesis ini.

1. Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah memberikan ijin dan bimbingan yang bermanfaat.

2. Prof. Dr. Moh Dahlan, M.Ag. selaku Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah memberikan motivasi, sekaligus memberikan banyak ilmu dan bimbingan dengan penuh kesabaran, petunjuk dan arahan dalam penyusunan disertasi.

3. Prof. Dr. H. Khusnuridlo. M.Pd selaku Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Program Doktor Pascasarjana Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah memberikan motivasi, sekaligus memberikan banyak ilmu dan bimbingan dengan penuh kesabaran, petunjuk dan arahan dalam penyusunan disertasi

4. Prof. Dr. H. Miftah Arifin, M. Ag, selaku Promotor yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar sampai selesai.

(10)

6. Seluruh Dosen Pascasarjana Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah banyak memberikan ilmu, mendidik dan membimbing selama penulis menempuh pendidikan di almamater tercinta

7. KH. Thoha Zakariya. Lc. Pengasuh PP Al Ishlah Bondowoso yang telah bersedia memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian pada Pondok Pesantren yang dipimpin.

8. KH. Imam Bukhori Pengasuh Ihyaus Sunnah Al Hasani Jember yang telah bersedia memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian pada Pondok Pesantren yang dipimpin.

9. KH. Muhammad Holid, S.Ag. M.Hum. Pengasuh PP Salafiyah Abu Zairi Bondowoso yang telah bersedia memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian pada Pondok Pesantren yang dipimpin.

10. Bapak dan Ibu Pengurus Pondok Pesantren yang telah berkenan untuk berkerja sama dan memberikan data dan informasi penelitian dalam penyusunan disertasi ini.

11. Teman-teman seperjuangan di Program Doktor Pascasarjana Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan hingga terselesaikannya Disertasi ini.

Semoga penyusunan Disertasi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jember, 22 Juni 2022

Moh Mahrus Hasan

(11)

Halaman persetujuan ... ii

Abstrak ... iv

Kata pengantar ... x

Daftar isi... xii

Halaman transeletrasi ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 23

C. Tujuan Penelitian ... 24

D. Manfaat Penelitian ... 25

E. Definisi Istilah ... 26

F. Sistematika Pembahasan ... 28

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ... 30

B. Kajian Teori ... 43

C. Kerangka Konseptual ... 142

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 143

B. Lokasi Penelitian ... 148

C. Kehadiran Peneliti ... 149

D. Data dan Sumber Data Penelitian ... 154

E. Teknik Pengumpulan Data ... 156

(12)

H. Tahapan-Tahapan Penelitian ... 168

BAB IV PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Deskripsi Objek Penelitian... 172

B. Temuan Penelitian ... 223

BAB V PEMBAHASAN A. Perilaku Komunikasi Kiai Dalam Pengembangan Kewirausahaan Pesantren ... 235

B. Perilaku Motivasi Kiai Dalam Pengembangan Kewirausahaan Pesantren ... 260

C. Perilaku Kiai Membangun Kreatifitas Kewirausahaan Pesantren .. 297

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 317

B. Implikasi Penelitian... 319

C. Saran-Saran ... 310

DAFTAR RUJUKAN ... 321

(13)

No Arab Indonesia Keterangan Arab Indonesia Keterangan

1 ا ‘ koma

di atas

ط ț te dengan

titik bawah

2 ب B Be ظ ẓ Zed

3 ت T Te ع ˋ koma diatas

terbalik

4 ث Th te ha غ gh ge ha

5 ج J Je ف f ef

6 ح ḥ ha dengan titik

dibawah

ق q qi

7 خ Kh ka ha ك k ka

8 د D De ل l el

9 ذ Dh de ha م m em

10 ر R Er ن n en

11 ز Z Zed و w we

12 س S Es ه h ha

13 ش Sh es ha ء ‘ koma diatas

14 ص ṣ es dengan titik

bawah

ي y ya

15 ض ḍ de dengan titik

bawah

- - -

(14)

Individu memiliki ciri khas dan kesempatan menjalankan fitrah kehidupannya sebagai seorang pemimpin, setiap individu dilahirkan beragam, keberagaman ini menjadi ciri khas yang unik dari setiap individu. Secara umum kepemimpinan dapat diterjemahkan dengan kemampuan untuk menggerakkan orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Dalam menggerakkan orang lain guna mencapai tujuan tersebut, pemimpin menampakkan perilaku kepemimpinannya dengan bermacam- macam. Yukl menjelaskan bahwa, kepemimpinan merupakan ciri-ciri bentuk sifat, perilaku, pengaruh, pola interaksi, hubungan peran dan pekerjaan administrative (leadership has been in term of traits, behaviors, influences, interaction patterns, role relationships, and accupatation of an administrative position).1

Northouse juga menjelaskan kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Definisi ini menunjukkan terdapat beberapa komponen pokok pada kepemimpinan, antara lain: a) Kepemimpinan adalah sebuah proses, b) Kepemimpinan adalah tentang mempengaruhi orang lain, c) Kepemimpinan terjadi dalam konteks kelompok, d) Kepemimpinan melibatkan pencapaian

1 Gary Yukl, Leadership in Organizations (State University Of New York. University of Albany. S: Pearson, 2013), 2

(15)

tujuan e) Tujuan tersebut disampaikan oleh pemimpin kepada pengikut.2 Berdasarkan deskripsi dan komponen kepemimpinan diatas, maka kiai sebagai pimpinan dipesantren idealnya juga melakukan proses untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok agar tujuan Pesantren tercapai.

Keberadaan seorang kiai sebagai pimpinan, ditinjau dari peran dan fungsinya, dipandang sebagai fenomena kepemimpian yang unik dan sangat menarik serta dinamis. Dikatakan unik karena sebagai pemimpin lembaga pendidikan Islam, seorang kiai tidak sekadar bertugas menyusun kebijakann, kurikulum, membuat peraturan tata tertib, merancang sistem evaluasi, sekaligus melaksanakan proses belajar mengajar yang berkaitan dengan ilmu-ilmu agama di lembaga yang diasuhnya, melainkan juga sebagai pembina, pendidik umat serta menjadi pemimpin masyarakat dan memberdayakan ekonomi masyarakat.

Dalam Undang-Undang tentang Pesantren nomor 18 tahun 2019 pasal 1 ayat 9 dideskripsikan bahwa kiai adalah seorang pendidik yang memiliki kompetensi keilmuan agama Islam yang berperan sebagai figure, teladan dan atau pengasuh pesantren3. Maka dari penjabaran ini penyelenggaraan pesantren dimaksud seorang kiai harus berpendidikan pesantren, berpendidikan tinggi dan memiliki kompetensi tentang ilmu agama Islam sehingga kiai merupakan pimpinan tertinggi pesantren yang mampu menjadi figure yang dapat dijadikan teladan dalam penyelenggaraan pesantren.

2Peter G. Northouse, Kepemimpinan: teori dan Praktek, edisi keenam, terjemahan, (Jakarta:

Indeks, 2013), 5.

3Perpres RI tahun 2019 “UU Pesantren No. 18 tahun 2019” Tentang Pesantren. 2019: 3

(16)

Maka dengan demikian, keberadaan kiai dalam tugas dan fungsinya dituntut untuk memiliki kebijaksanaan dan wawasan, terampil dalam ilmu- ilmu agama, mampu menanamkan sikap dan pandangan serta menjadi suri teladan pemimpin yang baik. Ia juga harus memiliki integritas terhadap kebenaran, kejujuran, dan keadilan agar dapat dipercaya. Ia juga harus menguasai informasi, keahlian profesional, dan kekuatan moral agar ia ditaati, serta memiliki pesona pribadi yang tidak saja menjadikan seorang kiai dicintai dan dijadikan panutan, melainkan dijadikan pula figure keteladanan dan sumber inspirasi bagi komunitas yang dipimpinnya.4

Seorang kiai dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinannya dapat ditinjau dari teori perilaku kepemimpinan. Teori perilaku kepemimpinan merupakan sebuah studi yang memperlihatkan gejala bagaimana pemimpin mempengaruhi aktivitas orang lain serta bagaimana orang lain merespons pemimpin sebagai motivator. Selanjutnya, adanya fenomena kepemimpinan kiai dalam pengembangan wirausaha di Pesantren juga menarik dilihat dari perilaku kepemimpinan kiai.

Perilaku kepemimpinan kiai dan dinamika perkembangan pesantren merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji terus menerus karena keberadaannya berkembang pesat seiring dengan perkembangan kemajuan zaman saat ini. Ditambah lagi penerapan peraturan perundang-undangan yang baru diterapkan di Indonesia tahun 2019 lalu, maka penyelenggaraan pesantren dilaksanakan dengan tetap menjaga kekhasan atau keunikan

4Imron Arifin dan Muhammad Slamet, Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan Manajemen Pesantren: Kasus Ponpes Tebuireng Jombang, (Yogyakarta: CV. Aditya Media, 2010), 47.

(17)

tertentu yang mencerminkan tradisi, kehendak dan cita-cita, serta ragam dan karakter pesantren.

Keberadaan pesantren dalam fungsi pemberdayaan masyarakat juga tercantum dalam perundang-undangan pesantren yaitu: pesantren menyelenggarakan fungsi pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan pesantren dan masyarakat. penyelenggaraan fungsi pemberdayaaan masyarakat, pesantren melaksanakan aktivitas dalam menyiapkan sumberdaya manusia mandiri dalam memiliki keterampilan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan5. Maka dengan demikian, pengembangan Pesantren pada pengembangan bidang wirausaha merupakan cara yang tepat, karena Pesantren memiliki modal pengembangan wirausaha, baik yang berwujud (tangible) seperti uang, barang, dan tempat usaha, mau pun yang tidak berwujud (intangible) seperti modal intelektual, modal sosial, modal moral, dan modal mental.6 Sehingga Pesantren dinilai berhasil menanamkan semangat kewiraswastaan (entreprenuership), semangat berdikari, dan memiliki potensi untuk menjadi pelopor pembangunan masyarakat di lingkungannya.7

Oleh karena itu, peneliti me yakini bahwa ada aspek-aspek perilaku kepemimpinan serta manajemen khusus yang dipegang teguh para kiai dalam mengembangkan entreprenuership lembaga Pesantren serta pendekatan khusus untuk mendiseminasikan kepada para pengurus sebagai pelaksana

5Perpres RI tahun 2019 “UU Pesantren …………: 116

6Dian Wijayanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), 31.

7Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Entreprenuership Kaum Sarungan, (Jakarta: Khalifa, 2010), 45.

(18)

aktivitas ekonomi Pesantren, dan santri (pelajar) yang akan berkompetisi di dunia yang sudah serba berkemajuan, hingga pada orientasi bisnis yang berbeda dari orientasi bisnis secara umum. Tidak sekedar kemampuan kemandirian ekonomi Pesantren, sumber daya alam yang dimiliki, dan aspek- aspek lainnya. juga tidak menolak terikat dengan tawaran sistem yang dijalankan pemerintah’, aspek aturan yang mewajibkan, dan dimensi lainnya.

Namun, lebih jauh dari itu, implementasi kewirauhaan di Pesantren harus dilihat dari pertimbangan dan motif yang lebih luas.

Di kalangan pakar bisnis dan manajemen, sejak tahun 1980-an, kajian entrepreneurship sudah hadir sebagai renewal research agenda Pesantren (pengembangan proyek riset pesantren), khususnya Pesantren yang memiliki perkembangan di bidang ekonomi usaha dan penguatan teknologi pendidikan sebagai salah satu modal kemajuan dan kemandirian Pesantren. Alvaro Cuervo menyebutnya yang demikian local business investment.8 Pesantren menerjemahkan sebagai capital yang kuat dan mampu melahirkan kekuatan baru Pesantren berpusat pada wirausaha yang bertujuan pemberdayaan sumber daya manusia yang kuat serta memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur Pesantren.

Inidikator berwirausaha yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah pertama, seorang entrepreneur berarti memiliki keberanian untuk mengambil resiko dalam kehidupannya, keputusan atau perjuangan untuk melakukan hal berbeda (inovasi), berkontribusi secara

8 Alvaro Cuervo, et al, “Entrepreneurship; Concepts, Theory, and Perspective; an Introduction” un-printedpaper accessed from https://www.uv.es/bcjauveg/docs Diakses pada20 September 2017

(19)

sosial secara mandiri, orang (agen) yang mau membawa perubahan, kedua, menciptakan kreasi baru untuk menyelesaikan persoalan yang pelik.9

Kajian pada entrepreneurship Pesantren akhirnya masuk pada level makro dan mulai dimasuki beberapa pendekatan-pendekatan baru, seperti kajian manajemen organisasi, kepemimpinan, budaya organisasi dan perilaku karyawan, dan aspek-aspek pendekatan lainnya. Bahkan tidak sekedar bergeser secara kajian, dampak lain dari entrepreneurship Pesantren adalah merubah komposisi sebuah institusi lembaga pendidikan yang semestinya memiliki nilai berbeda dengan dunia bisnis, sosial, dan politik ekonomi secara makro. Meskipun Martin Lackues mengatakan bahwa:

“we discuss entrepreneurship in education differs significantly. Some mean that students should be encouraged to start up their own company. This leans on a rather narrow definition of entrepreneurship viewed as starting a business. Others mean that it is not at all about starting new organizations, but that it instead is about making students more creative, opportunity oriented, proactive and innovative, adhering to a wide definition of entrepreneurship relevant to all walks in life. This report takes the stance that a common denominator between these differing approaches is that all students can and should train their ability and willingness to create value for other people. This is at the core of entrepreneurship and is also a competence that all citizens increasingly need to have in today’s society, regardless of career choice. Creating new organizations is then viewed as one of many different means for creating value.10 Kutipan diatas dapat dimaknai bahwa pendidikan pengembangan wirausaha itu penting karena kondisi sosial dan pola hidup masyarakat yang sangat berkembang pesat. Kendati pendidikan pengembangan wirausaha bukan mesti diartikan sebagai bentuk menjadikan para peserta didik sebagai

9Geoffrey Jones and R. Daniel Wardhani, Entrepreneurship and Business History; Renewing Research Agenda,(London; Harvard Business School, 2006), 7

10 Martin Lackeus, Entrepreneurship in Education; What, Why, When How (Paris; OECD Publ, 2015), 6

(20)

bagian integral dari dunia kerja semata, namun lebih jauh dari itu, mereka dilatih dan diberi keleluasaan untuk mengembangkan kemampuan dan kecakapan pribadinya secara mandiri. Dari kutipan di atas, eksistensi kata entrepreneurship lebih dimaknai sebagai wujud nilai atau instrumen baru dalam tata kelola pendidikan yang berkaitan dengan pembelajaran yang mesti diketahui oleh para peserta didik.

Begitupula menurut Sushmita B Waraich menyebutkan bahwa keberadaan konsep entrepreneurship dilembaga pendidikan mampu menciptakan iklim (climate) dan budaya (culture) pengembangan wirausaha secara terpisah dari kombinasi di dalam kelas. Landasan pemikirannya didasarkan pada adanya fakta korelatif kualitatif antara laboratorium bisnis di lingkungan lembaga pendidikan hingga terciptanya pemikiran kemandirian yang ditunjukkan oleh para siswa di sekolah.11

Sumbangsih entrepreneurship ada pada titik perkembangan yang lebih luas (wider point of development organization). Maknanya, lembaga pendidikan mampu memperluas komposisi jaringan networking yang ada di lembaga pendidikan, tidak sekedar terpaku pada dukungan pemerintah semata, Bahkan, mereka para stakeholder di lingkungan pendidikan diharapkan mampu menciptakan inovasi dan kreasi baru agar keterhubungan pendidikan dan kehidupan nyata lebih tampak.12

11 Sushmita B. Waraich & Renu Sharma “Management Education and Entrepreneurship”

dalam AIMA Journal of Management Research Vol 6, Issue 4, 6

12Robert Chia “Teaching Paradigm Shifting in Management Education; University Business School and Entrepreneurial Imagination” dalam Journal of Management Studies Vol 33 Issue 4, 409

(21)

Dua arus utama paradigmatik inilah perilaku wirausaha perlu ditingkatkan dan dikembangkan dilembaga pendidikan yang mengembangkan kewirausahaan sehingga dapat ditiru oleh pengelola Pesantren dan dirumuskan melalui kebijakan kiai sebagai pengambil kebijakan otoritatif yang kemudian menjadi agenda program kerja Pesantren. Pada beberapa tahun terakhir tercatat lengkap bagaimana pergeseran paradigmatik tersebut.

Misal, tuntutan bagi Pesantren untuk menentukan kemampuan santri sebagai bekal hidup dimasa depannya, mengutamakan aspek keterampilan hidup (kreatif dan inovatif) dan juga tuntutan agar Pesantren mampu hidup mandiri dalam menyelenggarakan tata kelola pendidikan kepada para santri dan masyarakat.

Pengembangan wirausaha sangat menarik diidentikkan dengan lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia ini. Padahal, sejatinya, mendiskursuskan nilai dan sikap pengembangan wirausaha di lingkungan Pesantren, sudah bukan hal yang baru lagi.13 Bahkan jauh sebelum diskursus ini dianggap ideal di Pesantren atau menjadi bagian penting dalam disiplin

13 Penulis bisa mengklaim bahwa sebelum kemerdekaan Indonesia, tidak satupun Pesantren yang diinisiasi oleh pemerintah. Keberadaan Pesantren terbangun melalui tiga interaksi- mutualistik; kemampuan dan kekayaan kiai untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam melalui SDA yang dimilikinya, kepercayaan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam mengembangkan Pesantren, dan para santri yang selalu setia untuk mengikuti arahan-arahan yang disampaikan oleh para kiai. Posisi para santri laiknya seperti membership atau followership di dalam kajian ilmu manajemen dan kepemimpinan pendidikan. Klaim penulis ini bisa dilihat pada produk-produk kajian awal Pesantren, seperti karya Zamakhsyari Dofier, Hiroko Horikosi, Martin Van Bruinessen dan peneliti-peneliti Pesantren lainnya. Konstruksi dan asumsi riset seperti ini bisa dilihat dalam Imam Syafi’i, “Kepemimpinan Kiai Abdul Ghofur dalam pengembangan Pendidikan Entrepreneurship di Pesantren Sunan Drajat Lamongan” (Disertasi-UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017), 18 bandingkan dengan Mustadi “Internalisasi Nilai-nilai Pengembangan wirausaha di Pesantren” (Disertasi-UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), 12

(22)

ilmu manajemen pendidikan, Pesantren sudah mandiri dan mendiseminasikan nilai-nilai tersebut pada para santri.14

Dilihat dari sudut pandang al Qur’an yang menjadi landasan tentang begitu pentingnya berwirausaha sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur’an surat Al Furqon - 47 sebagai berikut :

ا ًر ْﻮ ُ ُ َرﺎ َﻬﱠﻨﻟا َﻞ َﻌ َﺟ ﱠو ﺎًﺗﺎ َﺒ ُﺳ َم ْﻮﱠﻨﻟا ﱠو ﺎ ًﺳﺎ َ ِ َﻞ ْﻴﱠﻟا ُﻢ ُﻜَ َﻞ َﻌ َﺟ ْي ِ ﱠا َﻮ ُﻫ َو

Artinya : Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian dan tidur untuk istirahat. Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha (Qs. Al Furqon:47)15.

Sebagaimana juga dijelaskan dalam surah al-Mulk (67): 15

َﻮ ُﻫ ْي ِ ﱠا َﻞ َﻌ َﺟ ُﻢ ُﻜَ

َض ْر َ ْ ا

ً ْﻮُﻟ َذ ا ْﻮ ُﺸ ْﻣﺎ َﻓ ْ ِ

ﺎ َﻬِﺒ ِﻛﺎَ َﻣ ا ْﻮُ ُ َو

ْﻦ ِﻣ ٖۗﻪ ِﻗ ْز ِّر ِﻪ ْ َ ِا َو ُر ْﻮ ُﺸﱡ ﻟا

Artinya : Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan (Qs. Al Mulk: 15).

Selain dari ayat Al-Qur’an secara keseluruhan, terdapat pada kata-kata yang maknanya dapat dikomparasikan dengan makna berwirausaha. Kata-kata tersebut seperti, al-Amal, al-Kasb, al-Fi’il, al-Sa’yu, an-Nashru, dan al-Sa’n.

Misalkan pada kata al-Amal terdapat pada surah al-Taubah (9): 105 pada kalimat ْاﻮُﻠَﻤ ْﻋا ِﻞُﻗ َو yang memiliki arti dan bekerjalah kamu (Darwis, 2017). Secara harfiah

kata tersebut memang tidak merujuk langsung kepada pengertian wirausaha, namun dapat dapat direlevansikan dengan kata tersebut.

14 Nilai-nilai kemandirian—secara terbatas—bisadimaknai pada tradisi santri dalam menyelesaikan semua tugas-tugas kesehariannya. Mukti Ali misalnya sikap kemandirian santri bisa dilihat bagaimana mereka mencuci baju sendiri, memasak sendiri, dan mengelola keungannya sendiri, serta aspek-aspek lainnya. Tidak sekedar itu, dalam tradisi Pesantren masa lalu, para santri tidak sekedar belajar agama, melainkan juga membantu mengelola SDA yang dimili oleh kiai.

Mereka (baca; para santri) berkebun, berladang, dan bahkan mencari ikan ke laut untuk kepentingan para santri itu sendiri. Lihat Mukti Ali dalam Imam Bawani, Tradisionalisme Pesantren (Surabaya; Pustaka Hidayah, 1998), 9

15Depag RI. “Alqur’an dan Terjemahnya”(Jakarta ; Depag RI; 1994) 242

(23)

Jika dikaji dari sejarah berdirinya bangsa Indonesia ini, pesantren dulu, juga merupakan institusi perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan etis pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Karena menjadi lawan, maka mereka harus memiliki kemampuan dan keinginan untuk menjauhkan diri dari ‘welas asih’ yang disumbangkan pemerintah kolonial terhadap lembaga pendidikan yang didirikannya.16

Pesantren juga melalui kekuatan dan kemampuan yang dimiliki para pemimpinnya, tidak memanjakan diri pada pemerintah yang dibantu kemerdekaannya. Identitas kemandirian masih selalu dilekatkan, agar Pesantren tidak menjadi alat pemerintah untuk menghegemoni masyarakat awam. Pesantren berupaya untuk menjadi penyeimbang pemerintah dalam menjalankan roda kepemimpinan nasionalnya.17

Kendati Pesantren sudah memiliki nilai-nilai perekonomian dan kemandirian secara historis dan empirik, namun para pengkaji Pesantren, juga beranggapan bahwa ada beberapa Pesantren yang sudah tidak memiliki keberanian diri untuk mandiri. Eksistensi Pesantren tersebut sudah bergeser;

dari paradigma optimalisasi kemampuan ekonomi di lingkungan Pesantren

16Lihat Ahmad Baso, Pesantren Studies 4a (Jakarta; Alif Press, 2009), 234

17 Robert W. Hefner, Andrea Fillard, dan para pengkaji kebijakan pendidikan mengidentifikasi fenomena ini ada di era orde baru, dimana Presiden Soeharto kala itu melaksanakan politik kanalisasi ideologi. Dampaknya, Pesantren pun menjadi alat pemerintah untuk melakukan hegemoni pembangunan tersebut. Pesantren yang dibangun pemerintah ini, cenderung dimanjakan dengan bantuan dan akses politik yang diberikan. Pasca reformasi, pola seperti ini memang masih ada, meski sangat kecil dibandingkan sebelumnya. Kontestasi untuk mendapatkan akses politik tersebut sudah sangat terbuka, melalui proses yang tekadang tidak tampak (invisible). Lihat Robert W. Hefner, Politic of Multicultural Education in South-east Asia (London; Rutledge, 2005), xx, bandingkan dengan Andrea Fillard, NU vis a vis Negara (Bandung;

Mizan, 1999), 89

(24)

(developing from within), ke arah kebergantungan pada bantuan dan sarana yang diberikan oleh pemerintah.

Dalam asumsi penelitian ini, perubahan sikap tidak terlepas dari adanya aturan atau regulasi baru yang mewajibkan Pesantren memiliki standarisasi tersendiri sebagai lembaga pendidikan. Tuntutan itu pula, membutuhkan dan mewajibkan Pesantren membutuhkan banyak biaya dan sarana, dalam proses pembangunannya. Akibatnya, jika saja Pesantren mampu (melalui sumber daya alam yang dimilikinya) menjawab semua tuntutan pemerintah, maka nilai kemandirian itu tidak akan hilang.

Sebaliknya, jika Pesantren tersebut tidak memiliki sumberdaya (resources) yang memadai, maka berkolaborasi dengan pemerintah adalah sebuah pilihan tersendiri.

Dari dinamika perkembangan pesantren yang berperan penting dalam pemberdayaan masyarakat, pemerintah memposisikan diri sebagai fasilitasi sehingga merespon positif perkembangan pesantren tentang regulasi pemberdayaan pada masyarakatnya, karena pemberdayaan masyarakat oleh Pesantren dilaksanakan dalam bentuk: pelatihan dan praktik kerja lapangan, penguatan potensi dan kapasitas ekonomi Pesantren dan masyarakat, pendirian koperasi, lembaga keuangan, dan lembaga usaha mikro, kecil, dan menengah, pendampingan dan pemberian bantuan pemasaran terhadap produk masyarakat, pemberian pinjaman dan bantuan keuangan, pembimbingan manajemen keuangan, optimalisasi, dan kendali mutu,

(25)

pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan, pemanfaatan dan pengembangan teknologi industri; dan/atau, pengembangan program lainnya.

Dalam peraturan pesantren mencantumkan bentuk dukungan dan fasilitasi kepesantren dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat, maka, bentuk dukungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yaitu memberikan bantuan keuangan, sarana prasaran, bantuan teknologi dan atau pelatihan keterampilan.18 Oleh sebab itu, para akademisi tertarik untuk mengkaji kembali hubungan Pesantren dengan nilai kemandirian yang dimilikinya. Umumnya, meski tidak semua, Pesantren yang memiliki kemandirian penuh (fully-entrepreneurial institution) cenderung memiliki entitas sebagai Pesantren salafiyah seperti Pesantren Sidogiri Pasuruan dan Pesantren Langitan Tuban.19Atau Pesantren modern yang dibangun melalui kekuatan individual kiai, atau pengembangan ekonomi kreatif yang diprogramkan oleh Pesantren seperti Pesantren Mukmin Mandiri20 dan

18Perpres RI tahun 2019 “UU Pesantren …………: 2019; 120

19 Yang penulis anggap sebagai Pesantren salafiyah adalah Pesantren yang tetap mengarusutamakan pendidikan keagamaan di dalamnya. Mereka tidak mengintegrasikan pendidikan formal sebagai kewajiban pada para santri. Saat ini, setidaknya, ada dua Pesantren besar (terkecuali Pesantren Lirboyo Kediri yang sudah terpecah menjadi Pesantren kecil-kecil dan memiliki distingsi masing-masing dalam pengelolaannya) yakni, Pesantren Sidogiri dan Pesantren Langitan Tuban. Dua Pesantren ini memiliki kemiripan kemandirian; pertama, mereka mengoptimalisasi SDA yang dimiliki Pesantren. Kedua, melatih para santri memahami tata kelola modern, meski dalam bingkai budaya salaf. Ketiga, mengembangkan networking melalui alumni masing-masing. Pesantren Sidogiri memiliki perkumpulan alumni bernama Sidogiri Network Forum dan IKSAS. Sedangkan Pesantren Langitan mempunyai komunitas alumni bernama KESAN. Keempat, mereka memiliki alat komunikasi berupa majalah dan kreatifitas media modern lainnya. Jadi, melalui lembaga-lembaga tersebut, yang menarik penulis kemukakan, biaya pendidikan di dua Pesantren ini sangatlah terjangkau. Di Pesantren Sidogiri tidak sampai Rp 300.000 perbulan. Di Pesantren Langitan, Tuban hanya Rp 150.000 perbulan untuk klasikal dan Rp 300.000 untuk Pesantren. Nilai keekonomian ini bisa dibandingkan dengan model-model pendidikan Pesantren lainnya. (Data ini bisa dilihat pada tulisan Rudi al Hana “Perubahan- Perubahan Pesantren Salafiyah” dalam Jurnal Tadris Vol 3 No 2, Tahun 2012, 223.

20Pesantren Mukmin Mandiri didirikan dan dibangun oleh seorang kiaientrepreneur bernama KH. Muhammad Zaki al Hafidz. Dia mendirikan Pesantren setelah sukses mengembangkan usaha perkebunan kopi dan produksi kopi di beberapa daerah. Oleh karena itulah, para santri di

(26)

Pesantren Gontor21, atau Pesantren yang memiliki funding (bantuan dana) kuat di luar pemerintah, seperti tampak pada Pesantren-Pesantren yang berafiliasi pada ideologi transnasional.22 Semua Pesantren yang penulis sebutkan tersebut, bisa dikategorikan sebagai Pesantren mandiri dan tidak bergantung pada bantuan pemerintah.

Interpretasi terhadap kemandirian Pesantren menjadi lebih beragam lagi apabila posisi Pesantren bercorak modern, atau didirikan berdasarkan pesanan pemerintah,23 atau mereka sudah memilih untuk mengintegrasikan pendidikan formal di dalamnya, yang secara pengelolaan akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit.

Oleh karena itu, tidak salah jika ada yang menilai bahwa pendidikan keterampilan bagi siswa-santri menjadi sangat penting dan strategis karena Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin akhir-akhir ini mengalami pergeseran orientasi belajarnya, dimana para santri yang khusus mengkaji

Pesantren ini, selain diwajibkan untuk mengaji, mereka diminta Pesantren dan dibayar oleh Pesantren untuk membantu mengelola usaha-usaha yang sudah dibangun oleh kiai tersebut. Kajian konfrehensif tentang Pesantren wirausaha diulas oleh: (Saeful Anam, “Pesantren Entrepreneur dan Analisis Kurikulum Pesantren Mukmin Mandiri Waru Sidoarjo dalam Pengembangan Dunia Usaha” dalam Jurnal Studi Keislaman Maraji’ Vol 02 No 2 Tahun 2016. Atau bandingkan dengan Ali Mustofa “Manajemen Pengembangan wirausaha Pesantren berbasis Agro-Bisnis; Studi Kasus di PP. Mukmin Mandiri dan PP. Nurul Karomah, dalam Jurnal Kependidikan Islam Vol. 6 No. 2 Tahun 2015).

21 Pengembangan wirausaha diPesantren Gontor bisa dicek melalui program-program koperasi La Tahzan dan beberapa kegiatan ekonomi lainnya. Ahmad Suyuthi “Pengembangan Model Pendidikan Pesantren berbasis Kompetensi Skill, Knowledge, dan Ability” dalam Jurnal UNISLA, Vol 1 No 1,Tahun 2014 98

22 Lihat Farish A. Noor, edit “Islamic Education and Transnational Linkage” (London;

Rutledge, 2008), 28 atau ulasan Jajang Jahroni “Ekonomi politik kelembagaan pendidikan Islam”

dalam proceeding of AICIS Paper Tahun 2012 di Surabaya. 212

23 Meminjam istilah Imam Syafi’ie, mantan Kasubdit Ketenagaan Diktis dalam Staium General di Program Doktoral IAIN Jember, ada tiga model Pesantren hari ini; pertama, telepati;

yakni Pesantren yang ada setelah ditelpon pemerintah ditunjuk mendapatkan program tertentu.

Kedua, merpati; yakni Pesantren yang ada setelah mendapatkan bantuan, atau proposalnya disetujui pemerintah. Ketiga, Pesantren sejati; Pesantren yang memang berdiri dan ada baik karena bantuan atau kemandirian ekonominya. Ceramah ilmiah dalam Stadium General di IAIN Jember

(27)

ilmu keagamaan sebesar 48, 50 % dan mengkaji ilmu keagamaan disertai ilmu pengetahuan dan keterampilan sebesar 51, 50 %. Selanjutnya, pada tahun 1995 para santri yang khusus mengkaji ilmu agama tinggal 33,20 % dan mengkaji ilmu agama disertai ilmu pengetahuan umum dan keterampilan 66,80%.24

Sebagaimana yang di deskripsikan oleh Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI, pada tahun1970-an pernah memprakarsai pendidikan keterampilan, setelah menyaksikan kenyataan, bahwa ternyata hanya sebagain kecil santri yang belajar di Pesantren yang bercita-cita menjadi kiai.

Akhirnya, beliau terpikir, jika santri tidak memiliki cita-cita menjadi kiai, berarti perlu dipersiapkan pendidikan keterampilan bagi santri agar ketika kembali ke masyarakat, misalnya sebagai muballigh, tukang kayu, dan sebagainya, mereka bisa berdakwah melalui keterampilan yang telah dipersiapkan ketika di Pesantren.25

Tentu, dalam pandangan penulis, nilai kemandirian yang mereka praktikkan tidak terkategori sebagai wujud kehadiran pemerintah. Bisa jadi, dalam pengelolaan Pesantren, mereka mengoptimalisasi bantuan yang diberikan masyarakat dan lembaga ekonomi yang dibangunnya. Namun sebaliknya, dalam pengembangan lembaga pendidikan formal di dalamnya, mereka masih ‘menerima bantuan’ pemerintah, apakah itu berupa biaya operasional ataupun sarana untuk peningkatan mutu lembaga pendidikan

24Abd. Halim Soebahar, Mewujudkan Pesantren Mandiri, Jawa Pos Radar Jember, 27 Nopember 2015.

25Abd. Halim Soebahar, Mewujudkan Pesantren Mandiri, Jawa Pos Radar Jember, 27 Nopember 2015.

(28)

Pesantren. Contoh dan potret Pesantren model seperti ini sangat banyak, seperti Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Pesantren Zainul Hasan Genggong, dan Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Situbondo. Tiga Pesantren ini memiliki lembaga ekonomi, kemampuan berdiri sendiri, namun tidak antipati terhadap bantuan pemerintah, terlebih untuk pembangunan kualitas pendidikan formalnya.26

Berdasarkan pada asumsi-asumsi faktual di atas, maka tidak mengherankan apabila kajian entrepreneurship seringkali dikontekskan untuk membaca kembali kemandirian Pesantren. Meskipun beberapa hasil kajiannya harus dipilah pada berbagai disiplin yang berbeda-beda. Ada yang analitis-deskriptif, antropologis-sosiologis, serta ekonomi dan bisnis. Hal ini diasumsikan beberapa corak kajian pengembangan wirausaha di Pesantren adalah sebagaimana berikut: Pertama, tipe dan model pengembangan kemandirian Pesantren.27 Kedua, format diseminatif serta internship yang

26Menurut asumsi penulis, ada kemiripan aspek keekonomian pada Pesantren Nurul Jadid dan Pesantren Salafiyah Syafi;iyah, yakni: pertama, keduanya memiliki lembaga khusus yang bertugas mengoptimalisasi SDA dan SDM untuk pengembangan masyarakat, kemudian berkontribusi terhadap Pesantren, seperti koperasi, unit dagang, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Dan kedua, dalam pembangunan institusi formalnya, dua Pesantren ini acapkali mendapatkan bantuan/mengajukan program kepada pemerintah. Seperti pembangun Rumah Susun Mahasiswa di Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. (lihat; Ahmad Zaini, pengembangan Pesantren Nurul Jadid Paiton dalam Jurnal Kependidikan Islam Vol 3 No 2 Tahun 2011. Untuk kondisi keekonomian Pesantren Sukorejo data penulis dapat dari paparan perkuliahan Prof. Halim Soebahar di kelas Program Doktoral IAIN Jember. Pada perkuliahan tersebut dia mengatakan bahwa, Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo memiliki badan usaha Pesantren.

27Yang penulis maksudkan dengan model dan tipe ini adalah para pengkaji hubungan antara dunia usaha dan Pesantren mempostulasikan temuannya berdasarkan pada model usaha yang dikembangkan. Misalnya, pengembangan Pesantren agribisnis, bagi Pesantren yang core-business- nya berbasis usaha hasil pertanian dan perkebunan. Contoh lainnya Pesantren adalah pengembangan dengan model usaha peternakan dan perikanan, seperti yang banyak di lakungan di Pesantren gunung dan pesisir pantai. Lihat Ansori “Model Pengembangan Pengembangan wirausaha Santri Melalui Pesantren berbudaya Agribisnis Tanaman Palawija” dalam Jurnal Didaktik, vol 8 No 1, 7, Ahmad Zaini “Strategi Pengembangan Pesantren Melalui Usaha Kecil Masyarakat” dalam Jurnal Kependidikan Islam , vol 4 Nomor 1, 179

(29)

dijalankan Pesantren untuk memberikan pemahaman kepada para santri di lingkungan Pesantren.28 Ketiga, bagaimana tata kelola (managerial process) dunia usaha Pesantren dan seberapa besar kontribusinya terhadap pengembangan Pesantren.29

Pada bagian pertama, kecenderungan rangka teoritik yang digunakan adalah seperti berwujud strategic-review. Buku Mujamil Qomar,30 Abdul Halim31dan Sulton Masyhud dan Khusnuridlo32bisa dijadikan pijakan untuk mengetahui proses-proses strategis pengembangan kemandirian Pesantren.

Sedangkan dalam proses pendidikan, asumsinya adalah Pesantren bisa menjadi contoh ideal bagaimana pembelajaran pengembangan wirausaha disampaikan. Penelitian tipe seperti ini, umumnya, berasal dari mereka yang berlatar pendidikan Pendidikan Agama Islam (PAI) atau Pendidikan Guru

28Terkait dengan kajian ini ada puluhan eksemplar riset individual, kolektif, dan tulisan jurnal yang sudah dipublish. Komposisinya beragam, misalnya, melaui sistem pembelajaran dalam bentuk mata ajar, desain kurikulum, pendekatan pembudayaan, dan instructional design berbasis vokasi. Penulis ingin mengambil dua contoh saja bagaimana entrepreneurship menjadi objek kajian dalam tipe ini. Lihat: Noor Achmady “Pesantren dan Pengembangan wirausaha ; Peran Pesantren Sidogiri Pasuruan dalam Mencetak Wirausaha Muda Mandiri” (penelitian invidu dosen UIN Surabaya, tahun 2013) diakses melalui digilib.uinsa.ac.id pada 23 September 2017. Lihat juga Ismail Suardi Wekke “Pesantren dan Pengembangan Kurikulum Pengembangan wirausaha ; Kajian Pesantren Raudlatul Huffadz Sorong Papua Barat” dalam Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Inferensi, vol 6 no 2, 205.

29Dalam konteks ekonomi dan bisnis judul-judul penelitian berikut bisa menjadi rujukannya.

Umumnya, dari mereka mengaitkan pengembangan wirausaha Pesantren dalam bingkai jumlah kontribusi yang diberikan dunia usaha pada Pesantren, model manajemen, dan kerangka financial yang dikelola oleh mereka. Contoh penelitian ini adalah Slamet Widodo “Pengembangan Potensi Agribisnis dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Pesantren (Kajian Ekonomi dan Sosio- Kultural)” dalam Jurnal Embriyo Vol 7 No 2, Tahun 2010 111. Hikmah Muhaimin

“Mengembangkan Mental Pengembangan wirausaha Santri di Pesantren Riyadlul Jannah Mojokerto” dalam Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah Iqtishodia, Vol 1 No 1 Tahun 2014, 144. Dan Ainur Rifqi dan Mustiningsih “Strategi Peningkatan dan Pemanfaatan Pembiayaan Mandiri di Pesantren” dalam Jurnal Manajemen Pendidikan Vol 24, No 4, Tahun 2014, 325

30 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Surabaya: Erlangga, 2007),52

31Abdul Halim dkk, Manajemen Pesantren, (Jogjakarta: LKiS, 2005), 12-14

32M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurridlo, Manajemen Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2002), 17

(30)

dalam arti yang luas. Artinya, mereka yang bertugas untuk mendesain bahan ajar kewirausahan di lingkungan pendidikan, bukan pemangku kebijakan administratif. Model kajian yang terakhir, kajiannya para pengkaji sistem ekonomi dan ilmu manajemen, baik itu dilingkungan pendidikan mau pun ilmu manajemen umum.

Berangkat dari fenomena diatas, peneliti megambil tiga lokasi penelitian sebagai lokus dalam penelitian. Tiga Pesantren tersebut adalah Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso, Pesantren Modern Ihyaus Sunnah Al-Hasany Jember dan Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso.

Pertama Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso yang diasuh oleh KH. Thoha Yusuf Zakariya ini terus mengembangkan wirausaha yang menjadikan skill wirausaha sebagai salah satu di antara sebelas kualifikasi kelulusan santrinya, yakni qadirun ala al-kasbi; kemampuan berwirausaha yang mempunyai life skill, kemampuan management, leadership.33 Dari uraian kualifikasi lulusan Pesantren Al Ishlah pengasuh melibatkan santri dalam masa pengabdian (santri yang lulus harus mengabdi di Pesantren selama setahun). Hal ini untuk menunjang capaian maksimal kelulusan, maka, dibantu santri kelas akhir KMI (setara SMA) dalam pengelolaan unit- unit wirausaha Pesantren, seperti AMIN MART (Al-Ishlah Mini Market) di kompleks BCA (Bisnis Center Al-Ishlah), sentra kuliner ikan, cold stroge, dan budi daya ikan lele sistem bioflok.34

33Observasi. “Profil Pesantren Al Ishlah Bondowoso” 10 Juni 2021.

34Observasi. “Profil Pesantren Al Ishlah Bondowoso” 10 Juni 2021.

(31)

Selanjutnya berdasar observasi, data yang didapatkan menunjukkan bahwa Pesantren al Ishlah mempunyai motto “Berdiri di atas dan untuk semua golongan” dengan rincian tujuan pesantren secara khusus membekali

para santri dalam pengembangan wirausaha melalui program Pesantren Singkat Pelatihan Usaha Produktif (PSPUP). Sebagaimana yang disampaikan oleh Pengasuh pesantren ini bahwa “Program pelatihan pengembangan wirausaha ini tidak hanya diikuti oleh santri Al-Ishlah, tetapi juga mengundang para santri dari Pesantren lain di wilayah Bondowoso dan luar wilayah Bondowoso. Dengan bekerjasama dalam Yayasan Dharmais, pelatihan ini diadakan setiap enam bulan sekali dengan berbagai materi pelatihan: pertanian, peternakan, perikanan, menjahit, pengolahan makanan dan minuman, dan lain-lain35.

Pelatihan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi juga dilaksanakan diBalai Latihan Kerja (BLK) Komunitas Al-Ishlah.

Pelatihan desain grafis, foto grafis, dan cinematografis merupakan salah satu pelatihan yang sudah dilaksanakan. Para santri yang tergabung dalam komunitas Junior Graphic Designer (Desainer Grafis Muda) itu dibekali dengan “kunci-kunci” skill dasar desain grafis. Selanjutnya, mereka dapat mengembangkan skill dengan “kunci-kunci” dasar yang telah mereka miliki tersebut36.

35 Wawancara, KH. Thoha Yusuf Zakariya, 10 Juni 2021, Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso

36 Wawancara, KH. Thoha Yusuf Zakariya, Pengasuh Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso 10 Juni 2021

(32)

Dari penuturan kiai dan sumber-sumber informasi lainnya, dapat dijadikan rujukan bahwa pengembangan wirausaha di Pesantren yang berdiri pada tahun 1970 ini bertujuan agar santri menjadi KADES (Kualitas Diri, Ekonomi, dan Sosial). Kualitas diri santri bercirikan: (1) BRIGHT (belief in God, richess, intellectual, goodness, helpy, trusty), (2) BCA (Berani Cerdas Amanah), dan (3) BRI (Berani Rasional Iman). Kebalikannya adalah KUSAM (Kufur, Urakan, Sarsar, dan Mencederai). Ciri kualitas ekonomi santri tercakup dalam WAH (Wealth and Helpful: kaya raya dan suka membantu).

Lawannya adalah SUSAH (Sedikit Uang Sedikit Aset Harta). Sedangkan kualitas kualitas sosial ditandai dengan CASH (Care and Solidarity for Humanity: mempunyai kepeduliandan solidaritas untuk kemanusiaan), dan MARI JAMIN (Maafkan, beri, Jangan Minta-minta), yang berlawanan dengan suka KREDIT (Kurang Rasa Empati dan Ingin Tersohor). Semua kualitas baik tersebut bermodal DUIT SEJUTA (Doa, Usaha, Ikhtiar, Tawakkal, Setia, Jujur, dan Tabah).37

Kedua, lokus penelitian adalah Pesantren Modern Ihyaus Sunnah Al- Hasany yang terletak di Dusun Sumber Canting Desa Tugusari Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember memilih kopi sebagai pengembangan wirausaha pesantren. Produk kopi Pesantren yang terletak di lereng Gunung Argopuro dengan wilayah yang didominasi perkebunan kopi ini di-branding dengan nama Kopi BIKLA (Barokah Ibrahimy Kopi Lereng Argopuro); dari Pesantren untuk negeri, dari kampung untuk dunia. Kopi BIKLA memiliki

37Wawancara, Muhammad Rasyid Ridho, Pengurus Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso 15 Juni 2021

(33)

dua varian: kopi jantan dan kopi rempah. Pesantren ini termasuk di antara 100 Pesantren di Indonesia yang fokus pada pengembangan usaha ekonomi produktif.38

Dengan pengembangan Kopi BIKLA, pimpinan Pesantren bertekad menjadikan Pesantren ini sebagai pusat pergerakan ekonomi santri dan umat.

Pesantren ini melibatkan santri dalam pengolahan kopi, baik praktik langsung di pabrik kopi maupun di SMK Tekonologi Pertanian jurusan pengolahan hasil perkebunan yang berada di lingkungan Pesantren. Dengan demikian, santri pasti memiliki keterampilan dalam pengolahan produk perkebunan berupa kopi.39

Pesantren ini mampu memproduksi sekitar 2.500 bungkus kopi setiap hari dan direncanakan dapat memproduksi 25 ton kopi per-harinya. Kopi yang dibacakan Ratibul Haddad ijazah dari Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo ini telah menembus pasar di berbagai daerah di Jawa dan luar Jawa, bahkan luar negeri. Saat ini, omsetnya mencapai kurang lebih 600 juta rupiah. Hal ini dimungkinkan karena pemasaran kopi ini didukung oleh PT. Barokah Ibrahimy Grup (BIG) Dream, dan kiai menjadi direktur utamanya. Perusahaan ini menjalankan network marketingdalam pemasaran kopi BIKLA dengan pemberian reward dan bonus sesuai pencapaian level anggotanya.

KH. Imam Bukhori pengasuh Pesantren menyampaikan bahwa “Kami berupaya untuk terus mengembangkan produksi kopi dengan beragam varian,

38 Dokumentasi: Dimuat dalam buku 100 Pesantren Ekonomi yang diterbitkan oleh Balai Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2021.

39Dokumnetasi Pondok Pesantren Modern Ihyaus Sunnah Al-Hasany 2021

(34)

agar masyarakat dapat menikmati kopi sesuai selera masing-masing dan produk kopi Pesantren semakin meningkat. Sehingga harapannya untuk menjadikan Pesantren ini sebagai “Pesantren berdaya” melalui wirausaha kopi dan mencetak santri GAYA NINGRAT (Generasi Kaya di Dunia dan Juga di Akhirat) atau GAYA KINANTI (Generasi Kaya Kini dan Nanti) dapat terwujud40.

Ketiga, lokus penelitian dalam disetasi ini Pesantren Salafiyah Abu Zairi yang terletak di Desa Pakisan kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso dengan observasi awal didapatkan bahwa pesantren ini memiliki visi “Pesantren Interpreneur berbasis Sufisme41” dengan memiliki Sentra Industri Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM) sebagai pengembangan wirausahanya. Produksi Pesantren yang terletak di kaki lereng Gunung Raung dengan wilayah yang didominasi olahan pertanian dan perkebunan ini di- branding dengan nama Azzairi Group (group Produksi Abu Zairi). Pesantren dengan “Kemandirian Ekonomi Pesantren” dengan motto 3M “mengaji, mengabdi dan mandiri”. Hingga saat ini Azzairi Group memiliki variant produk UMKM dengan memiliki banyak nama: ada varian cemilan yang diberi nama Kedai Santri.42 Memproduksi (Tape Krispy, Rengginang dan Pisang Krebo). Olahan pangan camilan bernama “Markibak” (Mari Kita Coba). Variant biji-bijian seperti kopi dengan diberi nama (Kopi Kyai, Kopi Santri) yang terbuat dari bahan jenis kopi Robusta dan Arabica lereng gunung

40 Wawancara, KH. Imam Bukhori, 11 Juni 2021, Pesantren Ihyaus Sunnnah al Hasani Jember.

41Dokuementasi Profil Visi Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso 12 Juni 2021

42 Wawancara, Ustad Haderi, 12 Juni 2021, Pengurus Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso

(35)

Raung, kacang-kacangan (Cak Kacung), Rengganis (Rengginang Renyah dan manis) ada pula olahan hasil Laut yang diberi nama (Petis Kormen Level).

Ada yang mengolah dibidang minuman penyegar dan jamu (Djamu Mbag Eneng) Pesantren ini termasuk di kategori pesantren salafiyah namun sudah bernuansa semi modern yang fokus pada pengembangan usaha ekonomi produktif.43

Dengan pengembangan kemandirian Pesantren Azzairi Group juga sudah memiliki Baitul Maal Wattamwil (BMT) Salafiyah dan Mini Market Azzairi, pimpinan Pesantren bertekad menjadikan Pesantren ini sebagai pusat pergerakan kemandirian ekonomi santri dan masyarakat. Pesantren ini melibatkan santri dalam berbagai urusan pesantren mulai dari system organisasi, keterampilan dan kedisiplinan Pesantren, dengan praktik langsung di dalam Pesantren. Dengan demikian, santri memiliki keilmuan, pengalaman, pengamalan dan keterampilan.44

Selanjuntya pesantren salafiyah Abu Zairi ini selama satu tahun terakhir ini sudah mampu menciptakan sekitar 70 variant produk UMKM.

yang sudah di Pasarkan di banyak Mini market seperti Indomaret, Alfamart, tingkat lokal maupun interlokal Hal ini dimungkinkan karena pemasaran bekerjasama dengan PT. Adiva Group Jember dan dalam kerjasama ini Kiai menjadi inspiratory utamanya. KH. Muhammad Holid selaku pengasuh Pesantren berupaya terus mengembangkan produksi yang di gagas oleh

43 Wawancara, Ustad Haderi, 12 Juni 2021, Pengurus Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso

44 Wawancara, Ustad Haderi, 12 Juni 2021, Pengurus Pesantren Salafiyah Abu Zairi Bondowoso

Referensi

Dokumen terkait

Dari sekian banyaknya alternatif metode atau strategi dalam pemecahan masalah matematika yang dapat digunakn dalam pengajaran matematika di sekolah, tentunya

Kemudian evaluasi masing-masing sampel berdasarkan profil atribut rasanya dengan cara memberikan skor yang tersedia (intensitas 1- 5)sedangkan untuk tekstur dodol selama

Hasil penelitian ini adalah (1) struktur yang membangun novel Kenanga meliputi tema sebuah perjalanan hidup yang sangat kompleks baik dari segi kebudayaan,

Pihak villa diharapkan untuk lebih meningkatkan lagi pada kualitas pelayanan, proses pelayanan, kenyamanan lingkungannya serta memperhatikan harga agar pelanggan menjadi

Hasil dari penelitian ini sebaiknya dapat dijadikan acuan atau informasi bagi pemerintah,masyarakat ataupun stakeholder yang lainnya agar melakukan

Metode penelitian Administrasi merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu

Dan berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa aplikasi sistem penunjang keputusan untuk penerima home care dengan metode Simple Aditive Weighting

i.. Hukum syarak secara keseluruhannya bersifat dinamik. Ianya dapat berubah dari satu hukum ke hukum yang lain sesuai dengan perubahan yang berlaku, termasuklah