• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Wirausaha Pesantren

B. Kajian Teori

4) Pengembangan Wirausaha Pesantren

nikmat dan kebaikan yang ia peroleh semakin bertambah.

Muhammad Saw., bersabda : jika kalian berserah diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, niscaya Dia menjamin Rezekimu sebagaimana Dia menjamin kebutuhan burung yang terbang di pagi hari dengan perut kosong dan kembali sore hari dengan perut kenyang.” (HR. Imam Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu

Majah dan Ibnu Hibban).153

b. Modal Sosial dan Moral

Modal sosial dan moral diwujudkan dalam bentuk kejujuran dan kepercayaan, sehingga dapat terbentuk citra diri yang positif.

Seorang wirausaha yang baik biasanya memiliki sepuluh (10) etika wirausaha, yaitu: kejujuran, memiliki integritas, menepati janji, kesetiaan, kewajaran, suka membantu orang lain, menghormati orang lain, warga negara yang baik dan taat hukum, mengejar keunggulan, dan bertanggung jawab.

c. Modal Mental

Modal mental adalah kesiapan mental berdasarkan landasan agama (spiritual). Diwujudkan dalam bentuk keberanian untuk menghadapi risiko dan tantangan yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

d. Modal Material

Modal material adalah modal dalam bentuk uang atau barang.

Modal ini bukan segala-gala dan bukan merupakan modal utama, karena modal material dapat berbentuk apabila telah memiliki jenis-jenis modal tersebut.154

Menurut Masyhud, pengembangan Pesantren adalah perubahan model dan sistem pendidikan pesantren dengan upaya mengadaptasi perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan

154Kompri, Manajemen dan Kepemimpinan Pesantren , (Jakarta:Prenada Media Group, 2018), 157-158

masyarakat kekinian.155 Alasan utama pengembangan Pesantren melalui perluasan aspek kurikulum pendidikan adalah karena pendidikan di Pesantren dianggap sangat konvensional.

Keterampilan dan pengetahuan yang didapatkan santri juga hanya terfokus pada satu subjek materi. Misalnya, sebagian Pesantren menfokuskan pendidikannya pada kajian fiqh atau bahasa Arab saja.

Namun, saat ini pengembangan Pesantren melalui jalur pendidikan sudah banyak dilaksanakan oleh pesantren dengan memasukkan pendidikan formal di dalamnya. Tujuannya adalah untuk memberikan bekal kepada para santri agar mampu berinteraksi dengan masyarakat pada umumnya.

Berbeda dengan Masyhud, Halim memaknai pengembangan pesantren lebih luas. Baginya, tawaran pengembangan Pesantren mencakup pelbagai aspek: pertama, Sumber Daya Manusia (SDM).

Kedua, pengembangan manajemen Pesantren. Ketiga, pengembangan komunikasi pesantren. Keempat, pengembangan ekonomi pesantren.

Kelima, pengembangan sosial pesantren. Keenam, pengembangan teknologi pesantren.156Pada aspek pengembangan usaha perekonomian berbasis Pesantren partisipatif diajarkan oleh kiai mengilhami banyak santri yang saat lulus dari Pesantren berkecimpung dalam dunia wirausaha.

155M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurridlo,Manajemen Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2002), h. 17

156Abdul Halim dkk, Manajemen Pesantren,(Jogjakarta: LKiS, 2005), 12-14

Menurut Murtadho, pengembangan usaha ekonomi di Pesantren terbagi menjadi empat, yakni pertama, usaha ekonomi berpusat dan bertitik tumpu pada kiai yang bertanggungjawab penuh terhadap untuk menjalankan usaha. Kedua, usaha ekonomi untuk operasional Pesantren, dalam hal ini guna menunjang pemenuhan pembiayaan operasional pesantren. Ketiga, usaha ekonomi untuk santri sebagai bekal keterampilan setelah lulus dari pesantren. Dan keempat, usaha ekonomi yang melibatkan alumni untuk mengembangkan usaha produktif individu alumni Pesantren yang keuntungannya untuk Pesantren dan selebihnya untuk pemberdayaan alumni.157

Konsep pendidikan sebagai shortcut pembangunan wirausaha dengan dasar pemikiran bahwa pendidikian dengan misi mengembangkan pekerja menjadi tidak relevan dengan dunia kita hari ini. Kita memerlukan pendidikan yang mengembangkan mereka yang siap tidak menjadi pekerja, tetapi menjadi pencipta kerja.

Maka, pendidikan pengembangan wirausaha melalui lembaga pendidikan, termasuk pesantren, memiliki kelebihan antara lain, pertama, masyarakat sangat percaya terhadap lembaga pendidikan sebagai “paspor” untuk masa depan yang lebih baik. Kedua, lembaga pendidikan sudah ada di seluruh pelosok negeri. Dan ketiga, dapat mempengaruhi keluarga-keluarga darimana anak didik berasal. Jadi,

157“Mewujudkan Kedaulatan Ekonomi di Pesantren” dalam Majalah Santri Vol. 7, 32.

sangat tepat jika lembaga pendidikan dijadikan sebagai tempat mempersiapkan entreprenuer.158

Pendidikan pengembangan wirausaha di pesantren dapat berkontribusi, setidaknya untuk dua hal. Pertama, pendidikan pengembangan wirausaha sangat penting sebagai bekal penguatan dan kemandirian ekonomi alumni santri, karena “Kaadal faqru an yakuuna kufron, kefakiran bisa mendekatkan pada kekufuran.”

Kedua, pembekalan ilmu vokasional dan entrepreneur skills bagi siswa-santri menjadi grand strategy sebagai nilai tambah terhadap dunia pendidikan kita. Namun, pendidikan kecapakan hidup (life skills) harus disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan santri serta memenuhi prinsip-prinsip pendidikan kecakapan hidup, yang antara lain mewajibkan: Tidak merubah sistem pendidikan yang telah berlaku, tidak mengubah kurikulum, tetapi penyiasatan kurikulum yang berorientasi pada kecakapan hidup, pengintegrasian pendidikan kecakapan hidup dengan etika sosio-religius bangsa, penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup diarahkan agar santri hidupnya sehat dan berkualitas, mendapatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan yang luas, serta memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak.159

158 Riant Nugroho, Tantangan Pendidikan Terkini: Mengembangkan “Entreprenuer”, dalam Sutjipto (ed), Pendidikan Nasional: Arah Ke Mana?, (Jakarta: PT. Kompas Media Utama, 2012), 126.

159 M. Sulthon Masyhud dkk, Manajemen Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hlm.163-164.

Pendidikan entreprenuership yang diberikan Pesantren dituangkan dalam berbagai konsep. Misalnya dalam kurikulum pembelajaran, dalam kegiatan ekstrakurikuler, kerjasama antara Pesantren dengan beberapa perusahaan, bahkan mengadakan studi kelayakan usaha.160 Pelatihan wirausaha, membuat wirausaha, dan mengembangkan network ekonomi bisa menjadi pranata manajemen Pesantren akan lebih maju.161

Tujuan pendidikan keterampilan yang dilaksanakan di pesantren berdimensi sosial ekonomik. Dimensi sosial berorientasi pada upaya mendongkrak harkat dan martabat alumninya agar diperhitungkan di masyarakat luas. Dimensi ekonomi berorientasi pada upaya memfasilitasi lahirnya kompetensi dan kreativitas dalam mengerjakan suatu pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat maupun lembaga profesi. Maka, tujuan penguatan materi keterampilan di pesantren adalah untuk membekali kecakapan kerja pada santri dan alumni sehingga mereka mampu bekerja dan memperoleh pekerjaan yang penghasilannya layak bagi bekal kehidupannya.162

Berdasarkan pada penjabaran teori-teori perilaku kepemimpinan (khususnya perilaku kepemimpinan kiai) dan konsep pengembangan wirausaha (khususnya di pesantren) inilah fokus masalah akan penulis bingkai. Pada fokus pertama, perilaku kepemimpinan kiai dari sisi

160Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Entreprenuership Kaum Sarungan, (Jakarta: Khalifa, 2010), 238.

161Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam..., 75.

162Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Emir, 2015), 182.

komunikasi kiai kepada santri dalam pengembangan wirausaha di dua Pesantren tersebut. Pada fokus kedua, perilaku kepemimpinan kiai dari sisi motivasi kiai kepada santri dalam pengembangan wirausaha di tiga pesantren tersebut. Dan fokus ketiga, perilaku kepemimpinan kiai dari sisi bagaimana upaya kiai untuk mengembangkan kreativitas santri dalam pengembangan wirausaha di tiga pesantren tersebut.