BUKU AJAR
HIDROLOGI TEKNIK
Penyusun:
DR. IR. MAHMUD ACHMAD, MP
Program Hibah Penulisan Buku Ajar Tahun 2011
Universitas Hasanuddin
HALAMAN PENGESAHAN
HIBAH PENULISAN
BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2011
Judul Buku Ajar : Hidrologi Teknik
NamaLengkap : Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP
N I P : 19700603 199403 1 003
Pangkat/Golongan : Lektor / III c
Prog.Studi/Jurusan : KeteknikanPertanian/TeknologiPertanian Fakultas/Universitas : Pertanian/Univ. Hasanuddin
Alamat e-mail : mahmud_achmad@yahoo.com.au
Biaya : Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah)
Dibiayai oleh Dana DIPA BLU Universitas Hasanuddin Tahun 2011 Sesuai SK Rektor Unhas
Nomor: H4.2/KU.10/2011 Tanggal Makassar,23 November 2011 Dekan Fakultas Pertanian Penulis,
u.b.Wakil Dekan I
Prof. Dr.Ir. Ahmad Munir, M.Eng. Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP. NIP 19600727 198903 1 003 NIP 19700603 199403 1 003
Mengetahui:
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP)
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. NIP. 19630501 198803 1 004
Halaman Sampul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar viii
I. PENDAHULUAN 1
II. SIKLUS HIDROLOGI 6
2.1 Pengertian, ruang lingkup dan peran ilmu hidrologi 6
2.2 Siklus hidrologi 6
2.3 Hidrologi di Indonesia 17
2.4 Latihan dan Penugasan 20
2.5 Daftar Pustaka 20
III. HUJAN DAN PARAMETER IKLIM 21
3.1 Pengertian dan Proses Kejadian Hujan 21
3.2 Klasifikasi Hujan 23
3.3 Pengukuran Curah Hujan dan Perhitungan Hujan Wilayah 29 3.4 Latihan dan Penugasan 36
3.5 Daftar Pustaka 37 IV. EVAPOTRANSPIRASI 38 4.1 Pendahuluan 38 4.2 Evaporasi 40 4.3 Transpirasi 40 4.4 Evapotranspirasi 42 4.5 Evapotranspirasi Acuan 46
4.6 Latihan dan Penugasan 48
V. LIMPASAN HUJAN DAN HIDROMETRI 52
5.1 Pendahuluan 52
5.2 Aliran Permukaan 53
5.3 Aliran Sungai 53
5.4 Waktu Konsentrasi 61
5.5 Transformasi Hujan Aliran 69
5.6 Tipe Sungai dan Aliran 72
5.7 Latihan dan Penugasan 78
5.8 Daftar Pustaka 79
VI. INFILTRASI 80 6.1 Pendahuluan 80
6.2 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi 81
6.3 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi 85 6.4 Pengukuran Infiltrasi 91
6.5 Contoh Soal 93
6.6 Latihan dan Penugasan 94
6.7 Daftar Pustaka 95
VII. PENELUSURAN BANJIR 96
7.1 Pendahuluan 96
7.2 Memilih Model Penelusuran Banjir 97
7.3 Penelusuran Aliran Tipe-Lump 98
7.4 Penelusuran Aliran Tipe-Terdistribusi 102
7.5 Metode Muskingum-Cunge 105
7.6 Latihan dan Penugasan 108
7.7 Daftar Pustaka 108
VIII. KOMPUTASI HIDROLOGI 110
8.1 Pendahuluan 110
8.2 Penyuntingan DEM 112
8.3 Menyunting Arah Aliran 116
8.4 Menyunting Elevations ke Create Streams 118
8.6 Penggambaran Dataran Banjir 124
8.7 Latihan dan Penugasan 126
8.8 Daftar Pustaka 126
No Tabel URAIAN Hal
Tabel 4.1. Koefisien Tanaman (Kc) Padi Menurut Nedeco/Prosida 44
dan FAO Tabel 4.2 Kisaran nilai koefisien panci pada berbagai level kecepatan 48
angin dan kelembaban udara Tabel 4.3 Kisaran nilai ET pada berbagai kondisi iklim wilayah 48
Tabel 5.1 Korelasi Nilai Koefisien dan untuk pelampung batang 58
Tabel 5.2 Pengukuran kecepatan aliran berdasarkan kedalaman 60
Nomor
Gambar Uraian Hal
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (T=transpirasi, E=evaporasi, P=hujan, R=aliran ppermukaan, G=aliran airtanah dan I=infiltrasi). Sumber:
Viessman et.al., 1989)
7 Gambar 2.2 Kesetimbangan dan pergerakan air secara hidrologis. (Sumber:
Viessman et.al., 1989).
8 Gambar 2.3 Distribusi input presipitasi dalam siklus hidrologi 9
Gambar 2.4 Siklus Karbon di Bumi dan di Atmosfir 10
Gambar 2.5 Siklus Nitrogen di Alam (Koottatep, Polprasert & Oanh, 2000) 14
Gambar 2.6 Siklus Fosfor di Alam 15
Gambar 2.7 Siklus Karbon dan Oksigen di Alam 16
Gambar 2.8 Siklus Hidrologi Regional 17
Gambar 2.9. Aliran permukaan dari dari curah hujan dan aliran mantap (air yang tertampung di waduk, danau dan sungai) di pulau-pulau besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)
19 Gambar 2.10. Ketersediaan dan kebutuhan air secara umum di pulau-pulau
besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)
19 Gambar 3.1 Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam inchi). 22 Gambar 3.2 Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam millimeter) 22 Gambar 3.3 Konsentrasi nuklei kondensasi awan di armosfir wilayah
kontinental dan laut
24 Gambar 3. 4 Model Konsep Siklon Ekstratropis. (Smidth dalam Maidment,
1989)
25 Gambar 3.5 Tahap pengembangan massa udara thunderstorm (Maidment,
1989) 26
Gambar 3.6 Curah hujan tahunan berdasarkan posisi latitude 27 Gambar 3.7 Bentuk butiran hujan berdasarkan diameter butiran (Maidment,
1989)
28
Gambar 3.8 Alat penakar hujan type weighing 29
Gambar 3.9 Mekanisme internal alat penakar hujan Meteorological Office Tilting-syphon. A=Collecting chamber; B=Plastic float; C=Knife-edges; D=Double siphon tubes; E=Trigger;
30 Gambar 3.10 Prinsip dasar mekanisme tipping-bucket. A, B: buckets. C:
magnet. D: switch
30
Gambar 3.11 Alat Penakar Hujan (manual dan otomatis) 31
Gambar 3.12 Metode Polgon Thiessen dan prosedur pembuatannya 33
Gambar 3.13 Metode Isohyet 34
Nomor
Gambar Uraian Hal
Gambar 4.1 Proses penguapan air dari badan air 39
Gambar 4.2 Komponen kesetimbangan energi pada tanaman 39
Gambar 4.3 Skema stomata pada daun tanaman 41
Gambar 4.4 Fraksi evaporasi dan transpirasi pada proses evapotranspirasi 41
Gambar 4.5 Skema faktor penentu evapotranspirasi 43
Gambar 4.6 Skema perhitungan evapotranspirasi aktual 44
Gambar 4.7 Penentuan Evaporasi dengan Grafik 45
Gambar 4.8 Panci Evaporasi Kelas A 47
Gambar 5.1 Morfologi Sungai dan bentuk pengalirannya 54
Gambar 5.2 Pembagian Penampang Melintang Sungai 55
Gambar 5.3 Profil distribusi kecepatan aliran sungai 56
Gambar 5.4 Pelampung tangkai dari batang bambu 57
Gambar 5.5 Prototipe alat Current meter 59
Gambar 5.6 Contoh Daerah Tangkapan Hujan 65
Gambar 5.7 Contoh Transformasi hidrograf hujan-aliran dan komponen aliran sungai di suatu daerah tangkapan hujan
70 Gambar 5.8 Konsep pendugaan debit puncak dengan metode time-area 72 Gambar 5.9 Pola pergerakan air di sungai dalam tanggul/bantaran sungai 73
Gambar 5.10 Pola pengaliran air sungai (SPAS) 74
Gambar 5.11 Penentuan Orde Sungai 75
Gambar 5.12 Profil Aliran Sungai Hasil Pengukuran 76
Gambar 6.1 Skema komponen rainfall excess 88
Gambar 6.2 Monogram SCS 69
Gambar. 6.3 Metode grafis penentuan Konduktivitas Hidraulik Jenuh dengan segitiga tekstur
91
Gambar 6.4 Infiltrometer 92
Gambar 7.1 Sifat translasi dan attenuasi banjir 97
Gambar 8.1 Menyunting DEM 113
Gambar 8.2 Penentuan batas DAS atau sub-DAS 114
Gambar 8.3 Kesalahan penggambara DAS 114
Gambar 8.4 Das hasil perbaikan/koreksi 115
Gambar 8.5 Hasil akhir penggambaran DAS 115
Gambar 8.6 Peta Citra 116
Gambar 8.7 Aliran Permukaan (stream flow) 117
Gambar 8.8 Menyunting arah aliran dan koreksi 117
Gambar 8.9 Koreksi atribut aliran 117
Gambar 8.10 Peta Penggunaan Lahan 120
Gambar 8.11 Penggunaan HEC-HMS 121
Gambar 8.12 Hasil Pengolahan HEC-RAS di WMS 123
Puji syukur kehadirat Tuhan pencipta alam semesta dan yang menguasai ilmu pengetahuan karena atas nikmat ilmu-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan buku ajar Hidrologi Teknik ini. Karena banyaknya materi dan kajian tentang hidrologi, penulis membatasi tulisan ini sesuai kurikulum di Program Studi Keteknikan Pertanian.
Berbagai tantangan dan halangan yang penulis hadapi dalam penulisan ini terutama dalam setting gambar. Oleh karena itu lewat pengantar ini, saya memohon bila apa yang tersaji masih banyak yang perlu dibenahi. Keterbatasan waktu dalam mebuat modul bahan ajar ini merupakan salah satu faktor pembatas. Penulis tentu akan terus memperbaiki Modul ini untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan kemudahan bagi mahasiswa dalam mempelajari ilmu hidrologi.
Terima kasih saya sampaikan kepada Rektor UNHAS melalui LKPP yang telah memberikan bantuan dana penulisan untuk mendukung terwujudnya buku ajar ini. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada keluarga saya Istri tercinta Hj. Nahar Zakariah dan anak-anakku (Ainun, Uswah dan Ariqah) yang telah dengan penuh pengertian dan dukungan dalam penyelesaian modul ini.
Makassar, November 2011 Penulis
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mengetahui GBRP dan kontrak pembelajaran 2. Mahasiswa memahami sistem evaluasi pembelajaran Kondisi Pembelajaran di Teknik Pertanian
Dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran di Program studi Keteknikan Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS, maka dipandang perlu untuk membuat kelengkapan bahan pengajaran dalam bentuk yang dapat digunakan oleh dosen dan mahasiswa sebagai acuan dasar dalam proses pembelajaran. Salah satu bahan yang dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran pada Mata Kuliah Hidrologi Teknik adalah MODUL yang dibuat dalam bentuk interaktif dan disertai contoh-contoh kasus dalam bidang Sumber Daya Air secara menyeluruh dan terintegrasi.
Mata kuliah Hidrologi Teknik diikuti oleh rata-rata 50 mahasiswa peserta mata kuliah setiap semester dengan kelulusan yang bervariasi dari A sampai ke E. Nilai A kurangdari 5%, A- sekira 10% sedangkan nilai B+ sampai D mendominasi sampai 75%, dan kurang lebih 10% tidak lulus atau mengundurkan diri.
Kelulusan mahasiswa umumnya ditentukan dengan beberapa aspek meliputi: (i) Tingkat Kognisi berupa kemampuan menghitung, mengolah data dan menganalisis persoalan hidrologi seperti peluang kejadian hujan, kejadian banjir, air tanah, dan aspek dalam siklus hidrologi lainnya; (ii) Tingkat Keterampilan (Skill) berupa kemampuan mengoperasikan alat-alat ukur hidrologi dan klimatologi, dan mengolah data dengan perangkat lunak olah data (terdistribusi atau spasial); dan (iii) Skala Sikap dan Soft Skill yang meliputi kemampuan kerja kelompok dan bekerjasama, serta etika dalam penggunaan alat- alat/instrumen laboratorium.
Berdasarkan rekam jejak kelulusan mahasiswa, umumnya nilai selalu rendah pada tingkat kognisi dimana mereka masih lemah dalam menghitung, mengolah dan menganalisis data.
Oleh karena itu, keberadaan MODUL PEMBELAJARAN HIDROLOGI TEKNIK diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pembelajaran mahasiswa dalam hal peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan dalam bidang Hidrologi Teknik.
Sasaran Pembelajaran
Pada akhir penyajian matakuliah Hidrologi Teknik ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip dan teori dasar hidrologi, mampu mendeskripsi komponen-komponen siklus hidrologi dan proses dari masing-masing komponen. Mahasiswa juga diharapkan memahami dan trampil dalam mengukur parameter hidrologi (hidrometri); menganalisis distribusi kebutuhan dan ketersediaan air di Indonesia atau secara lokal di DAS; trampil menggunakan perangkat lunak dalam analisis data dan proses hidrologi.
Deskripsi Mata Kuliah
Matakuliah ini merupakan mata ajaran yang membahas aspek-aspek yang berkaitan penyebaran, siklus dan proses air di atmosfir dan di bumi serta manfaat dan bahaya air bagi manusia. Ruang lingkup mata kuliah Hidrologi Teknik mencakup pengertian dan ilmu yang terkait dengan hidrologi; genesa dan penyebaran air; proses dan komponen siklus hidrologi; identifikasi dan deskripsi satuan analisis untuk kajian hidrologi; pengukuran komponen/parameter hidrologi (hidrometri), analisis hujan, evapotranspirasi dan perhitungannya, limpasan permukaan; dan dasar komputasi hidrologi. Pelaksanaan kuliah menggunakan pendekatan ekspositori dalam bentuk ceramah dan tanya jawab (diskusi) dengan penggunaan LCD. Kelengkapan kuliah berupa penyelesaian tugas penyusunan dan
penyajian makalah kelompok, diskusi dan pemecahan masalah, serta praktikum
laboratoriun dan lapangan. Di akhir perkuliahan juga dilaksanakan praktek lapangan agar mahasiswa memiliki keterampilan dalam menganalisa masalah-masalah
hidrologi di lapangan. Tahap penguasaan mahasiswa selain evaluasi melalui UTS dan UAS juga evaluasi terhadap tugas, penyajian, diskusi, dan laporan praktikum lapangan.
Pendekatan pembelajaran
Perkuliahanini menggunakan pendekatan ekspositori, penugasan, dan praktek laboratorium dan lapangan
a. Metode Tatap Muka : ceramah, tanya jawab, diskusi, dan pemecahan masalah
b. Tugas : Laporan Praktikum, penyajian makalah dan diskusi, dan Laporan praktek lapangan
c. Media : LCD (presentasi), Penuntun Praktikum (CD), dan Modul Pembelajaran (File PDF).
Evaluasi
Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan ini dievaluasi dengan komponen prestasi yang telah ditunjukkan berupa:
a. Jumlah tatap muka (% kehadiran) b. Partisipasi aktif dalam kegiatan kelas
c. Partisipasi dalam praktikum (Laboratorium dan Lapangan) dan Laporan praktikum Lab/Lapangan
d. Tugas Makalah dan Presentasi e. Kuis
f. UTS dan UAS
GBRP (GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN)
MINGGU
KE PEMBELAJARAN SASARAN PEMBELAJARAN MATERI PEMBELAJARAN STRATEGI PENILAIAN KRITERIA BOBOT NILAI (%) 1 1. Kontrak kuliah 2. Mampu menjelaskan Konsep Hidrologi − Pengertian dan Ruang Lingkup Hidrologi − Permasalahan Hidrologi di Indonesia Kuliah/ Diskusi − Keaktifan (1) − Cara mengemukakan pendapat (2) − Tingkat analisis (2) 5 2 3. Mampu menjelaskan Siklus Hidologi dan komponennya − Siklus Hidrologi − Kesetimbangan Air − Siklus Komponen lain di Bumi Kuliah/ Diskusi − Keaktifan (1) − Cara mengemukakan pendapat (2) − Tingkat analisis (2) 5 3-4 4. Mampu menjelaskan proses kejadian hujan 5. Mampu menjelaskan metode pengukuran hujan dan alat ukurnya 6. Mampu mengidentifikasi dan menganalisis karakeristik hujan 7. Mampu menghitung rata‐ rata hujan wlayah 8. Mampu menjelaskan parameter iklim lain − Pengertian dan proses kejadian hujan − Karakteristik Hujan − Pengukuran Hujan − Hujan Wilayah Kuliah/Penugasan − Keaktifan (1) − Cara menghitung (3) − Cara menggambar area hujan (4) − Tingkat analisis (2) 10
5-6 9. Mampu menjelaskan proses evapotranspirasi 10. Mampu menjelaskan parameter evapotranspirasi 11. Mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi potensial (Penmann) dengan benar 12. Mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi aktual (Penmann) dengan benarMengerti cara pengukuran erosi − Evaporasi − Transpirasi, − Evapotranspirasi − Pengukuran Evaporasi − Perhitungan ETP Kuliah/ Belajar mandiri − Keaktifan (1) − Dokumentasi (3) − Kreatifitas(3) − Menghitung (3) 10 7‐8 13. Mampu menjelaskan pengertian runoff 14. Mampu mengukur penampang pengaliran sungai (praktek lapangan) 15. Mampu melakukan pengukuran kecepatan aliran sungai dengan pelampung dan current meter (praktek lapangan) 16. Mampu menghitung debit aliran sungai hasil pengukuran (praktek lapangan) 17. Mampu menjelaskan tipe‐ tipe Pola Pengaliran Air Sungai (SPAS) 18. Memahami metoda Rasional sebagai pendugaan debit sungai 19. Mampu menghitung intensitas hujan 20. Mampu menenukan waktu konsentrasi dengan WMS 21. Mampu menghitung debit puncak − Pengertian − Aliran Permukaan − Aliran Sungai − APengetian − Alat Ukur − Pengukuran Debit − Perhitungan Debit Praktikum/Praktek Lapangan/ Presentasi/Diskusi − Pengenalan Alat Ukur (3) − Pengukuran Lapang (4) − Penghitungan (2) − Laporan/ Bahan presentasi (5) − Teknik Presentasi (3) − Teknik menjawab (3) 20 9‐11 23. Mampu menjelaskan konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas 24. Mampu menjelaskan perbedaan antara konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas 25. Mampu menghitung laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi serta koefisien fungsi infiltrasi (Kostiakov, Horton, dan Holtan) 26. Mampu melakukan pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer di lapangan. − Pengertian − Faktor yang mempengaruhi infiltrasi − Pengukuran lapangan − Perhitungan Fungsi Infilrtasi Kuliah/ Praktikum/ Praktek Lapangan/ Diskusi − Pengenalan Alat Ukur (2) − pengukuran Lapang (2) − Penghitungan (4) − Laporan/ Bahan Diskusi (4) − Teknik mengemukakan pendapat (3) 15 12‐13 27. Mengetahui cara prakiraan banjir jangka pendek 28. Menghitung hidrograf satuan dari suatu titik ukur ke bagian sungai lain 29. Mengetahui perhitungan debit banjir − Penngertian − Model penelusuran banjir − Tipe Lump − Tipe terdistribusi Kuliah/ Diskusi kelompok/ Prentasi/ Penugasan − Kektifan (2) − Praktek Komputasi (5) − Penghitungan (4) − Laporan/ Bahan Diskusi (4) 15
30. Mengetahui derivasi hidrograf sintetik 14‐15 31. Mengetahui aplikasi komputer dalam analisis hidrologi 32. Mengetahui perhitungan menggunakan komputer 33. Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer 34. Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer 35. Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer 36. Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer − Aplikasi Komputer − Teknik mengoperasikan model WMS − Perhitungan Debit Rencana Kuliah/Praktek/ Pembuatan Laporan − Keaktifan (2) − Pengenalan Software (4) − Pengolahan data (6) − Penyajian hasil/ Laporan (8) 20 16 37. Penguasaan materi − Soal ujian (materi dan praktek) UJI KOMPETENSI DAN REMEDAIL − Akumulasi Kemampuan 100
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mengetahui pengertian, ruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi,
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Siklus Hidrologi, dan, Hidrologi di Indonesia
A. Pengertian, ruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi
Hidrologi adalah cabang ilmu dari ilmu kebumian. Hidrologi merupakan ilmu yang penting dalam asesmen, pengembangan, utilisasi dana manajemen summberdaya air yang dewasa ini semakin meningkat realisasinya di berbagai level. Indonesia secara umum juga mengalami berbagai permasalahan sumberdaya air yang membutuhkan analisis hidrologi yang semakin rumit dalam mengatasinya. Hal ini mendorong para peneliti
bidang Hidrologi untuk semakin intensif dalam mengumpulkan data dan informasi dari level global sampai pada tingkat prilaku air di sub-sub daerah aliran
sungai.
Pemahaman ilmu hidrologi akan membantu kita dalam menyelesaikan problem berupa kekeringan, banjir, perencanaan sumberdaya air seperti dalam disain irigasi/bendungan, pengelolaan daerah aliran sungai, degradasi lahan, sedimentasi dan problem lain yang terkait dengan kasus keairan.
B. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es, atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
1. Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah- celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3. Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen- komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya
Secara umum bagan alir distribusi air hujan dalam proses hidrologi dapat dilihat pada Gambar 3 yang disajikan sebagai bentuk transformasi hyetograph menjadi streamflow hydrograph melalui berbagai proses di bumi dan di atmosfir.
Gambar 3. Distribusi input presipitasi dalam siklus hidrologi
Siklus Karbon (C)
Diagram dari siklus karbon. Angka dengan warna hitam menyatakan berapa banyak karbon tersimpan dalam berbagai reservoir, dalam milyar ton ("GtC" berarti Giga Ton Karbon). Angka dengan warna biru menyatakan berapa banyak karbon berpindah antar reservoir setiap tahun. Sedimen, sebagaimana yang diberikan dalam diagram, tidak termasuk ~70 juta GtC batuan karbonat dan kerogen
Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida (CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan
kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam pemanasan global.
Gambar 4. Siklus Karbon di Bumi dan di Atmosfir Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:
1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
2. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut (lihat bagian solubility pump).
3. Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).
4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik
karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).
Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
1. Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
2. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
3. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
5. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun.
Karbon di biosfer
Sekitar 1900 gigaton karbon ada di dalam biosfer. Karbon adalah bagian yang penting dalam kehidupan di Bumi. Ia memiliki peran yang penting dalam struktur, biokimia, dan nutrisi pada semua sel makhluk hidup. Dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon:
1. Autotroph adalah organisme yang menghasilkan senyawa organiknya sendiri dengan menggunakan karbon dioksida yang berasal dari udara dan air di sekitar tempat mereka hidup. Untuk menghasilkan senyawa organik tersebut mereka membutuhkan sumber energi dari luar. Hampir sebagian besar autotroph menggunakan radiasi matahari untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan proses produksi ini disebut sebagai fotosintesis. Sebagian kecil autotroph memanfaatkan sumber energi kimia, dan disebut kemosintesis. Autotroph yang terpenting dalam siklus karbon adalah pohon-pohonan di hutan dan daratan dan fitoplankton di laut. Fotosintesis memiliki reaksi 6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2
2. Karbon dipindahkan di dalam biosfer sebagai makanan heterotrop pada organisme lain atau bagiannya (seperti buah-buahan). Termasuk di dalamnya
pemanfaatan material organik yang mati (detritus) oleh jamur dan bakteri untuk fermentasi atau penguraian.
3. Sebagian besar karbon meninggalkan biosfer melalui pernafasan atau respirasi. Ketika tersedia oksigen, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara atau air di sekitarnya dengan reaksi C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O. Pada keadaan tanpa oksigen, respirasi anaerobik lah yang terjadi, yang melepaskan metan ke lingkungan sekitarnya yang akhirnya berpindah ke atmosfer atau hidrosfer.
4. Pembakaran biomassa (seperti kebakaran hutan, kayu yang digunakan untuk tungku penghangat atau kayu bakar, dll.) dapat juga memindahkan karbon ke atmosfer dalam jumlah yang banyak.
5. Karbon juga dapat berpindah dari bisofer ketika bahan organik yang mati menyatu dengan geosfer (seperti gambut). Cangkang binatang dari kalsium karbonat yang menjadi batu gamping melalui proses sedimentasi.
6. Sisanya, yaitu siklus karbon di laut dalam, masih dipelajari. Sebagai contoh, penemuan terbaru bahwa rumah larvacean mucus (biasa dikenal sebagai
"sinkers") dibuat dalam jumlah besar yang mana mampu membawa banyak karbon ke laut dalam seperti yang terdeteksi oleh perangkap sedimen [1]. Karena ukuran dan kompisisinya, rumah ini jarang terbawa dalam perangkap sedimen, sehingga sebagian besar analisis biokimia melakukan kesalahan dengan mengabaikannya.
Penyimpanan karbon di biosfer dipengaruhi oleh sejumlah proses dalam skala waktu yang berbeda: sementara produktivitas primer netto mengikuti siklus harian dan musiman, karbon dapat disimpan hingga beberapa ratus tahun dalam pohon dan hingga ribuan tahun dalam tanah. Perubahan jangka panjang pada kolam karbon (misalnya melalui de- atau afforestation) atau melalui perubahan temperatur yang berhubungan dengan respirasi tanah) akan secara langsung mempengaruhi pemanasan global
Siklus Biogeokimia
Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumf. Materi yang berupa unsurunsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan Materi dasar makhluk hidup dan tak hidup.
Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi jugs melibatkan reaksireaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.
Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sulfur. Di sini hanya akan dibahas 3 macam siklus, yaitu siklus nitrogen, siklus fosfor, dan siklus karbon.
1. Siklus Nitrogen (N2)
Gasnitrogenbanyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Nitrogen bebas dapat
ditambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir.
Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03- ).
Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar tumbuhan lain, misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam
tanah
yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen.
Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem. Lihat Gambar.
Gambar 5. Siklus Nitrogen di Alam (Koottatep, Polprasert & Oanh, 2000)
2. Siklus Fosfor
Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).
Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk
fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Lihat Gambar
Gambar 6. Siklus Fosfor di Alam
3. Siklus Karbon dan Oksigen
Di atmosfer terdapat kandungan COZ sebanyak 0.03%. Sumber-sumber COZ di udara berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik. Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah kadar C02 di udara.
Di ekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain.
Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, COz yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air.
Gambar 7. Siklus Karbon dan Oksigen di Alam
Kesetimbangan Air Regional
Konsep kesetimbangan air juga dapat dinyatakan secara regional atau dalam suatu kawasan seperti pada suatu daerah tangkapan hujan (catchment area) atau pada suatu daerah pengaliran sungai (DAS atau Sub-DAS).
Kesetimbangan air dapat diklasifikasikan berdasarkan posisinya dalam bumi menjadi: i. Kesetimbangan air di atas permukaan tanah,
Kesetimbangan air di atas permukaan tanah dapat dinyatakan dengan persamaan:
P + R1 – R2 + Rg – Es –Ts – I = Ss ii. Kesetimbangan air di bawah permukaan tanah
Kesetimbangan air di bawah permukaan tanah dapat dinyatakan dengan persamaan:
iii. Kesetimbangan total adalah merupaka kombinasi dari persamaan kesetimbangan air di atas permukaan dan di bawah permukaan tanah yang dinyatakan dengan persamaan:.
P – (R2 –R1) – (Es + Eg) – (Ts + Tg) – (G2 – G1) = (Ss + Sg).
Kesetimbangan regional air tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
C. Hidrologi di Indonesia
Indonesia dalam mengimplemetasikan konsep keairan telah menuangkan dalam bentuk perundangan berupa UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 yang memuat konsep dasar keairan berupa definisi-definisi:
1. Air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
2. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
3. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
4. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, atau pun di bawah permukaan tanah
5. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
6. Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
7. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
Permasalahan sumberdaya air di Indonesia masih bertumpu pada aspek kuantitatif seperti kejadian banjir dan kekeringan. Dimana air terlalu banyak pada musim hujan dan terlalu sedikit pada musim kemarau. Distribusi ketersediaan air sepanjang waktu sangat ditentukan oleh distribusi hujan sepanjang tahun dan ketersediaan sarana penampungan air untuk mencegah kekurangan air pada musim kemarau.
Disamping persoalan kuantitas, kualitas air juga menjadi permasalahan di Indonesia dimana kualitas air permukaan sudah sangat kotor, misalnya air di Sungai Citarum yang berbau dan berwarna hitam.
Permasalahan sumber daya air ini dapat diselsesaikan dengan pemahaman yang komprehensif tentang hidrologi wilayah/regional pada masing-masin DAS. Pemahaman yang baik dapat mengatur ketersediaan air dalam jumlah dan waktu yang cukup serta kualitas yang sesuai peruntukannya.
Bentruk transformasi hujan aliran dan simpanan air di wilayah sangat ditentukan oleh kondisi bentang alam yang terdapat di wilayah jatuhnya hujan. Komposisi aliran permukaan dan tampungan air secara kuantitatif dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Aliran permukaan dari dari curah hujan dan aliran mantap (air yang tertampung di waduk, danau dan sungai) di pulau-pulau besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)
Sebaran kebutuhan dan ketersediaan air di Indonesia cukup bervariasi dimana pulau seperti Jawa, NTB dan Bali memiliki defisit air bila ditinjau dari aspek kebutuhan domestik dan pertanian. Sementara pulau lainnya masih cenderung cukup dalam artian
ketersediaan aliran mantap. Meskipun demikian, kekurangan air di pulau-pulau tersebut berpeluang terjadi pada periode waktu tertentu.
Gambar 10. Ketersediaan dan kebutuhan air secara umum di pulau-pulau besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000).
SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan: a. Hidrologi
b. Presipitasi
2. Jelaskan peranan hidrologi dalam pemecahan permasalahan sumberdaya air yang ada di Indonesia
3. Gambarkan siklus hidrologi dan jelaskan komponen-komponen penyusunnya 4. Diskusikan ketersediaan dan kebutuhan air di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Chow, VT., Maidment, DR., and Mays, LW. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hills. New York.
Kodoatie, RJ dan Sjarief, R. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Linsley RK., Kohler, MA., and Paulhus, JLH. 1982. Hydrology for Engineers. McGraw- Hills. New York.
Viessman, W., Lewis, GL., and Knapp, JW. 1989. Introduction to Hydrology. Harper Collins Pub. New York.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses kejadian hujan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan metode pengukuran hujan dan alat ukurnya 3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisis karakeristik hujan 4. Mahasiswa mampu menghitung rata-rata hujan wlayah
5. Mahasiswa mampu menjelaskan parameter iklim lain
3.1 Pengertian dan Proses Kejadian Hujan
Presipitasi atau Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Hujan di daerah tropis (termasuk Indonesia) umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es pada suatu kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat berupa air atau salju/es.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahun (Sitanala, 1989). Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan. Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau dari curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian dan curah hujan perjam. Harga-harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk
menentukan prospek dikemudian hari dan akhirnya perancangan sesuai dengan tujuan yang dimaksud (Sosrodarsono dan Takeda, 1999).
Kejadian hujan menunjukkan suatu variabilitas dalam ruang dan waktu. Salah satu konsekuensi dari variabliltas hujan adalah terjadinya fluktuasi curah hujan di setiap wilayah yang dapat menimbulkan kondisi ekstrim berupa kekeringan dan banjir yang terjadi dengan skala yang berbeda dan tergantung pada periode keberulangannya.
Dinamikan Atmosfir: Variabel utama yang digunakan untuk menggambarkan kondisi dinamik atmosfir adalah are kerapatan udara, tekanan udara, dan suhu. Persamaan lama
menghubungkan variabel atmosfir dengan laju atmosfir melalaui sistem 6 persamaan (konservasi massa, konservasi energi, hukum gas ideal, dan 3 persamaan konservasi momentum, komponen masing-masing persamaan memiliki parameter laju) pada enam parameter (tekanan, temperature, kerapatan, dan 3 komponen laju).
Salah satu komponen siklus hidrologi yang sangat penting dan selalu diukur adalah hujan. Pengukuran hujan telah dilakukan sejak lama dengan melakukan penakaran hujan. Penakar hujan pertama berada di Korea tahun 1400an, dan 200 tahun kemudian, Sir Christopher Wren menginvensi alat penakar hujan otomatis.
Gambar 3.1/2 Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam inchi dan millimeter).
Data rekaman meteorologi dan hidrologi dimaksudkan untuk penilaian sumber daya air, evaluasi kejadian banjir puncak di wilayah pertanian dan perkotaan/ permukiman Kebutuhan data dapat bervariasi dari menit ke menit sampai bulanan dan tahunan.
Proses Kejadian Hujan
Pembentukan hujan merupakan proses fisika awan Sejumlah proses fisik terdapat dalam proses terjadiinya hujan, dan proses tersebut memiliki hubungan dengan berbagai issu dari kualitas lingkungan sampai perubahan iklim.
1. Terbentuknya awan
Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh: Supersaturation terjadi melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan uap air terkondensasi pada partikel atmosfir. Proses ini disebut nukleasi (nucleation). Aeroso; atmosfir yang merupakan suspensipadat atau bahan cair dengan kecepatan jatuh kecil memegang peranan penting dalam permulaan kondensasi dengan memfasilitasi tempat proses nukleasi bagi uap air. Dua tipe awan dapat dibedakan atas awan dingin (cold clouds) dan awan panas (warm clouds). Awan dengan suhu di atas 0 0C disebut awan dingin.
2. Struktur Awan
Di awal abad 20, Wegener menyatakan bahwa pada campuran awan yang terbentuk dari condensasi uap merupakan mekanisme umum terjadinya hujan yang terkadang juga membentuk salju dan es. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu lapisan atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang dilewati hujan).
Droplet atau butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi (warm clouds) melalui proses kondensasi, kollisi (collision), dan koalesens
(coalescence). Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan dengan suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini juga mengecilkan kristal hujan dan membentuk butiran hujan.
Gambar 3.3 Konsentrasi nuklei kondensasi awan di armosfir wilayah kontinental dan laut
3. Proses Jatuhnya Air Hujan
Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk hujan.
Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan sangat cepat (sekitar 45 menit).
Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara orografis melalui pegungungan dan perbukitan.
Ada enam kelas sistem kejadian hujan secara umum yang diuraikan seperti berikut:
a. Siklon Extratropis
Sirkulasi udara yang terdiri dari massa udara (streams) yang bergerak secara normal dan stabil mengikuti pola gerakan di atas permukaan bumi. Suhu dan kelembaban udara sangat tergantung pada asal gerakan udara; masssa udara kontinental kutub dingin dan kering; massa udara laut tropis panas dan lembab. Wilayah disekitar daerah tropis sangat berbeda sehingga dua airan udara paralel dengan suhu berbeda sehingga memicu ketidak stabilan di lapisan antara keduanya yang cenderung menyebabkan terjadinya siklon.
Kejadian kurva siklon ekstratropis curve dapat mencapai ribuan kilometer. Pengangkatan vertiakal dalam siklon ekstratropis diasosiasikan dengan posisi kurva dengan kecepatan kurng dari 0.1 km/jam. Kebanyakan hujan pada siklon ini didominasi oleh mekanisme stratiform yang dimicu oleh kejadian konvektif seperti terlihat pada Gambar 3.4.
b. Midlatitude Thunderstorms
Seperti halnya siklon ekstratropis yang merupakan contoh hujan stratiform, maka midlatitude thunderstorms merupakan contoh hujan konveksi. Massa udara thunderstorms terbentuk dari massa udara tak stabil secara konveksi dalam jumlah yang relatif besar dari kandungan uap rendah dan gesekan angin kecil. Struktur spasial hujan ditentukan dengan pola acak pada thunderstorm.
Studi pada akhir 1940an memberikan hasil proses kejadian hujan thunderstorm yang memiliki karakterisrik siklus, (1) membetuk awan cumulus
yang
membentuk partikel hujan di awan tapi tidak mencapai bumi karena proses pengangkatan udara yang kuat, (2) tahap pematangan dimana gesekan partikel hujan menyebabkan gerak ke bumi sehingga butiran hujan jatuh, dan (3) tahap dissipasi dimana butiran hujan kecil terus jatuh. Umumnya thunderstorms tidak menghasilkan curah hujan yang tinggi pada wilayah yang luas. Kejadian thunderstorms dalam skala sedang (mesoscale convective systems, MCS) merupakan penyebab utama terjadinya banjir di berbagai tempat.
Gambar 3.6 menunjukkan bahwa secara global curah hujan rata-rata tahunan di wilayah tropis merupakan yang terbesar. Curah hujan yang maksimum tersebut berasosiasi dengan kluster awan yang terjadi pada zona putaran angin yang memusat. Kluster awan, seperti halnya pada sistem awan tropis, konveksi merupakan pemicu awal kejadian hujan. Meskipun sistem awan tropis meliputi jangkauan skala yang luas, kebanyakan hujan karena proses kluster awan jatuh pada luas wilayah yang dapat mencapai 50.000 km2. Hujan tropis memainkan peranan penting dalam sirkulasi global dan berkaitan erat dengan anomali sirkulasi atmosfir seperti El-Nino.
Gambar 3.6 Curah hujan tahunan berdasarkan posisi latitude.
d. Hujan Monsoon ( Monsoon Rainfall)
Akumulasi hujan terbesar selama periode lebih dari 24 jam berasosiasi dengan Asian monsoon. India dan Asia Tenggara adalah lokasi utama kejadian hujan monsoon selama musim panas di Asia. Indonesia dan Malaysia sering mengalami hujan monsoon ekstrim selama periode Winter di Asia. Istilah monsoon diadopt dari bahasa arab yang berarti musim. Karakteristik umum
iklim monsoon ditandai oleh arah angin yang berlawanan pada dua musim. Misalnya di Indonesia dikenal dengan Musim Angin Timur (banyak hujan) dan Musim Angin Barat (kurang hujan).
e. Hujan Badai (hurricanes)
Badai umumnya dikenal di wilayah pasifik yang menyebabkan hujan ektrim di wilayah pesisir pantai sepanjang Samudra Atlantik dan Pasifik. Kejadian hujan badai merupakan proses ektrim dari konveksi dan stratiform. Kejadian badai masih merupakan proses yang diperdebatkan.
f. Hujan Orografis
Pengaruh Orografis dapat merubah type kejadian hujan di atas . Hujan orografis pada prinsipnya memiliki mekanisme: (1) inisiasi konveksi, (2) pengangkatan dalam skala besar, dan (3) pertumbuhan yang lambat.
1. Karakteristik Hujan
Ada dua faktor fisik yang mempengaruhi curah hujan, yakni kecepatan jatuh butiran hujan dan distribusi ukuran butiran hujan. Kedua faktor ini mempengaruhi proses yang terjadi di tanah saat hujan jatuh.
2. Kcepatan jatuh butiran hujan
Kecepatan terminal suatu bola padat butiran hujan merupakan proportional dari akar pangkat dua dari diameter butiran. Air yang jatuh melewati udara menimbulkan gaya aerodinamik yang menyebabkan butiran hujan bergetar dan terdeformasi.
Diameter butiran hujan kurang dari 0.35 mm umumnya bulat dan jatuh ke bumi dengn ukuran yang dapat mencapai diameter 1 mm dengan bentuk lonjong (oblate spheroid). Butiran yang lebih besar umumnya ujungnya cembung (flattened concave). Untuk butiran hujan besar, vibrasi dan deformasi seringkali memecah butirsn hujan.
Gambar 3.7 Bentuk butiran hujan berdasarkan diameter butiran (Maidment, 1989) Kecepatan jatuh hujan dapat diestimasi dengan rumus Gunn and Kinzer:
v(D) = 3,86 D 0.67 ………. (3.1)
Keterangan v(D) adalah kecepatan jatuh butiran hujan, dan D adalah diameter butiran hujan pada kisaran antara 0.8 dan 4.0 mm.
3. Distribusi Ukuran Butiran
Distribusi ukuran butiran hujan dalam volume di atmosfir dikarakterisasi oleh hubungan densitas butiran (dalam butiran per meter kubik) dan distribusi
ukuran
butiran (dalam mm). Distribusi ukuran butiran secara khusus dinyatakan sebagai fungsi N(D) yang menunjukkan densitas butiran hunan sebagai suatu fungsi diameter butiran hujan. Distribusi butiran hujan umumnya dinyatakan dengan distribusi Marshall-Palmer:
N(D) = No exp(-ΛD)
dimana N(D) dan No adalah jumlah butiran per meter kubik per mm masing- masing diameter butiran hujan dan Λ dalam mm. Nilai No adalah 8000 m-3mm-1. Marshall dan Palmer menghubungkan parameter Λ dengan laju hujan dengan rumus:
Λ= 4,1 R-0,21
R adalah laju hujan (mm/jam). Beberapa peralatan otomatis dikembangkan untuk mengukur distribusi ukuran butirsn hujan termasuk distrometer dan raindrop camera.
3.3 Pengukuran Curah Hujan dan Perhitungan Hujan Wilayah
Alat Penakar Hujan
Berbagai alat ukur atau penakar telah dikembangkan untuk menakar hujan. Dua tipe penakar: terekam dan tak terekam. Alat penakar hujan terekam otomatis menyajikan data akumulasi curah hujan pada waktu tertentu sampai pada data per menit atau lebih detail. Perekam data hujan otomatis biasanya dilengkapi dengan telemetri melalui sistem transmisi real-time dan kelengkapan khusus untuk manajemen sumber daya air.
Ada tiga tipe perekam data hujan: weighing type, float and siphontype, dan tipping-bucket type. Gambar 3.8 adalah ilustrasi penakar hujan weighing type. Alat penakat tak terekam terdiri dari penadah/wadah silinder sederhana dan sebuah batang pengkalibrasi yang merupakan bagian penakaran.
Gambar 3.8 Alat penakar hujan type weighing
Gambar 3.9 Mekanisme internal alat penakar hujan Meteorological Office Tilting- syphon. A=Collecting chamber; B=Plastic float; C=Knife-edges; D=Double siphon tubes; E=Trigger;
Gambar 3.10 Prinsip dasar mekanisme tipping-bucket. A, B: buckets. C: magnet. D: switch.
Curah Hujan Efektif (Re)
Hujan yang diharapkan terjadi selama satu musim tanam berlangsung disebut curah hujan efektif. Masa hujan efektif untuk suatu lahan persawahan dimulai dari pengolahan tanah sampai tanaman dipanen, tidak hanya selama masa pertumbuhan
(Pasandaran dan Taylor, 1984).
Curah hujan efektif untuk tanaman lahan tergenang berbeda dengan curah hujan efektif untuk tanaman pada lahan kering dengan memperhatikan pola periode musim hujan dan musim kemarau. Perhitungan curah hujan efektif dilakukan atas dasar
prinsip hubungan antara keadaan tanah, cara pemberian air dan jenis tanaman (Handayani, 1992).
Besarnya curah hujan efektif diperoleh dari pengolahan data curah hujan harian hasil pengamatan pada stasiun curah hujan yang ada di daerah irigasi/daerah sekitarnya dimana sebelum menentukan curah hujan efektif terlebih dahulu ditentukan nilai curah hujan andalan yakni curah hujan rata-rata setengah bulanan (mm/15 hari) dengan kemungkinan terpenuhi 80% dan kemungkinan tak terpenuhi 20% dengan
menggunakan rumus analisis (Chow, 1994):
………. (3.1) ……… (3.2)
Dimana : R80 = Curah hujan andalan tengah bulan (mm/hari) Re = Curah hujan efektif (mm/hari) n = Jumlah tahun pengamatan curah hujan.
Curah hujan efektif dapat juga dihitung dengan rumus:
Re = Rtot (125 – 0,2 Rtot)/125 ; Rtot < 250 mm …… (3.3)
Re = 125 + 0,1 Rtot ; Rtot > 250 mm …… (3.4)
Dimana : Rtot adalah jumlah curah hujan bulanan (mm/hari)
Curah Hujan Wilayah
Hampir semua analisis hidrologi membutuhkan data distribusi hujan. Biasanya curah hujanrata-ratayang mewakili suatu DAS atau Sub-DAS dapat ditentukan dengan beberapa cara.
1. Rata-rata Aritmetik
Nilai curah hujan wilayah dapat ditentukan dari beberapa data curah hujan stasiun
penakar/klimatologi dengan menggunakan nilai rata-rata curah hujan stasiun yang terdapat di dalam DAS.
……… (3.5)
Keterangan:
CH = Curah hujan rata-rata wilayah CHi = Curah hujan pada stasiun i n = Jumlah stasiun penakar hujan
2. Metode Poligon Thiessen
Metode poligon Thiessen adalah cara penentuan hujan wilayah dengan rata-rata
tertimbang. Masing-masing pos penakar hujan mempunyai daerah pengaruh sendiri-sendiri seperti terlihat pada Gambar 3.12 (d). Metode penggambaran poligon dapat dilihat pada Gambar 3.12 (a), (b) dan (c). 3
Gambar 3.12 Metode Polgon Thiessen dan prosedur pembuatannya Nilai curah hujan wilayah dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
……… (3.6 Dimana Ai adalah luas yang diwakili oleh stasiun i.
Metode Isohyet adalah metode penentuan curah hujan wilayah berdasarkan kontur curah hujan berdasarkan data curah hujan yang ada di dalam DAS dan di sekitar wilayah
(lihat Gambar 3.13).
Intensitas Hujan
Dalam perencenaan bangunan hidrologi dan hidraulik, intensitas hujan merupakan data atau informasi yang dibutuhkan dalam penentuan debit rencana. Oleh karena itu perlu disajikan metode penentuan intensitas hujan untuk wilayah yang tidak memiliki pengamatan intensitas hujan akibat keterbatasan alat ukur.
Ada beberapa metode untuk menghitung intensitas hujan secara empiris yakni: 1. Metode Talbot (1881)
2. Metode Sherman (1905); hanya digunakan untuk t < 2 jam ……… (3.8) 3. Metode Ish ……… (3.9) 4. Metode Mononobe ……… (3.10) Keterangan:
i = intensitas hujan (mm/jam)
t = waktu atau durasu hujan (menit: rumus 1-3; jam: rumus 4) a, b, m = tetapan
d24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) n = jumlah pasangan data i dan t
Metode ini lebih teliti dibandingkan dengan metode rata-rata aritmetik. CONTOH SOAL :
Suatu DAS seperti pada Gambar 3.14 memiliki data curah hujan seperti pada Tabel 3.1. Hitunglah curah hujan wilayah dengan menggunakan (i) rata-rata aritmetika dan (ii) metode Poligon Thiessen.
Gambar 3.14. Posisi Penakar pada suatu DAS
Solusi: (Gunakan Kalulator atau Spreadsheet)
(i) Dengan mengunakan rata-rata aritmetika diperoleh nilai curah hujan 3.20 in.
(ii) Dengan mengunakan metode Poligon Thiessen diperoleh nilai 3.45 in (lihat Tabel 3.1).
3.4 PENUGASAN
1. Kumpulkan data curah hujan harian suatu wilayah (sub-DAS) selama kurung satu tahun.
2. Kumpulkan data curah hujan bulanan dari suatu wilayah (sub-DAS) selama kurung waktu 10 tahun.
3.5 SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan: a. Curah hujan wilayah b. Intensitas hujan
2. Jelaskan proses terjadinya hujan dan sebutkan tipe-tipe hujan.
3. Gambarkan poligon Thiessen Gambar berikut dan hitung luas masing-masing bagian dengan planimeter atau dengan screen digitasi pada Arc-GIS. Hitung Curah hujan wilayah dengan metode aritmetika jika CH di Stasiun A sampai K, adalah: 29,79; 34,97; 25,6; 24,21; 24,60; 42,61; 42,35; 15,51; 39,99; 43,04; dan 28,41.
4. Diskusikan metode penentuan curah hujan wilayah, kelebihan dan kekurangan masing-masing metode.
3.6 DAFTAR PUSTAKA
Chow, VT., Maidment, DR., and Mays, LW. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hills. New York.
Linsley RK., Kohler, MA., and Paulhus, JLH. 1982. Hydrology for Engineers. McGraw- Hills. New York.
Maidment, DR. (ed) 1989. Handbook of Hydrology. McGraw-Hill, New York. Soemartono, CD. 1999. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sastrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1999, Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Pramita. Bandung.
Todd, 1983, Introduction to Hydrology. McGraw-Hill, New York
Viessman, W., Lewis, GL., and Knapp, JW. 1989. Introduction to Hydrology. Harper Collins Pub. New York.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses evapotranspirasi 2. Mahasiswa mampu menjelaskan parameter evapotranspirasi
3. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi potensial (Penmann) dengan benar
4. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi aktual (Penmann) dengan benar
5.
4.1 Pendahuluan
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air (abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (boitik) akibat proses respirasi dan fotosistesis.
Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET).
Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu komponen penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam badab-badan air, tanah, dan tanaman. Untuk kepentingan sumber daya air, data ini untuk menghitung kesetimbangan air dan lebih khusus untuk keperluan penentuan kebutuhan air bagi tanaman (pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode produksi. Oleh karena itu data evapotranspirasi sangat dibutuhkan untuk tujuan irigasi atau pemberian air, perencanaan irigasi atau untuk konservasi air.
Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak faktor yakni:
a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-badan air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis lokasi,
b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung terus sebelum terjadinya keejenuhan kandungan uap di udara,
c. Kelembaban relatif (RH): Parameter iklim ini memegang peranan karena udara memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk temperatur udara dan tekanan udara atmosfit
d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi. Suhu ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir.
Proses terjadinya evaporasi dan transpirasi pada dasarnya akibat adanya energi yang disuplai oleh matahari baik yang diterima oleh air, tanah dan tanaman. Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2 merupakan ilustrasi proses penyerapan energi yang menyebabkan evaporasi dan transpirasi.
4.2 Evaporasi
Evaporasi adalah proses dimana air dalam bentuk cair dikonversi menjadi uap air (vaporization) dan dipindahkan dari permukaan penguapan (vapour removal). Air dapat terevaporasi dari berbagai permukaana seperti danau, sungai, tanah dan vegetasi hijau.
Energi dibutuhkan untuk merubah bentuk molekul air dari fase cair ke fase uap. Radiasi matahari langsung dan faktor lingkungan yang mempengaruhi suhu udara
merupakan sumber energi. Gaya penggerak untuk memindahkan uap air dari permukaan penguapan adalah perbedaan tekanan antara uap air di permukaan penguapan dan tekanan udara atmosfir. Selama berlangsungya proses, udara sekitar menjadi jenuh secara perlahan dan selanjutnya proses akan melambat will dan
kemungkinan akan berhenti jika udara basah tidan dipindahkan ke atmosfir. Pergantianudarajenuh dengan udara kering sangat tergantung pada kecepatan angin. Oleh karena itu, radiasi surya, temperature udara, kelembaban udara dan kecepatan angin merupakan parameter iklim yang dipertimbangkan dalam penentuan proses evaporasi.
Jika permukaan penguapan adalah permukaan tanah, maka tingkat penutupan tanaman pelindung (crop canopy) dan jumlah air tersedia pada permukaan penguapan juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses evaporasi. Kejadian hujan, irigasi dan gerakan vertikal air dalam tanah dari muka air tanah dangkal merupakan sumber
pembasahan permukaan tanah. Jika tanah dapat menyuplai air dengan cepat yang memenuhi kebutuhan evaporasi, maka evaporasi dari tanah ditentukan hanya oleh kondisi meteorologi. Akan tetapi, bila interval antara hujan dan irigasi cukup lama dan
kemampuan tanah mnegalirkan lengas ke dekat permukaan tanah kecil, maka kandungan air di lapisan topsoil meturun dan menyebabkan permukaan tanah menjadi kering. Pada lingkungan dimana air terbatas, maka jumlah air tersedia menjadi faktor pembatas. Berkurannya supplai air ke permukaan tanah menyebabkan evaporasi menurun drastis. Proses ini mungkin akan terjadi dalam beberapa hari.
4.3 Transpirasi
Proses transpirasi meliputi penguapan cairan (air) yang terkandung pada jaringan tanaman dan pemindahan uap ke atmosfir. Tanaman umumnya kehilangan air melalui stomata. Stomata merupakan saluran terbuka pada permukaan daun tanaman melalui proses penguapan dan perubahan wujud menjadi gas seperti disajikan pada Gambar
4.3. Air bersama beberapa nutrisi lain diserap oleh akardan ditransportasikan ke seluruh tanaman. Proses penguapan terjadi dalam daun, yang disebut ruang intercellular, dan pertukaran uap ke atmossfir dikontrol oleh celah stomata (stomatal aperture). Hampir semua air yang diserap oleh akar keluar melalui proses transpirasi dan hanya sebahagian kecil saja yang digunakan dalam tanaman.
Transpirasi seperti evaporasi langsung tergantung pada suplai energi, tekan uap air dan angin. Kandungan lengas tanah dan kemampuan tanah melewatkan air ke akar juga menentukan laju transpirasi, termasuk genangan air dan salinitas air tanah. Laju transprasi juga dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, aspek lingkungan dan praktek