• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Self-Compassion pada Anak Jalanan Kota Medan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Self-Compassion pada Anak Jalanan Kota Medan Chapter III V"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah salah satu komponen penting dalam penelitian yang berguna untuk membatasi penelitian dengan batasan-batasan yang sangat cermat untuk menjaga agar pengetahuan yang diperoleh dari penelitian dapat memiliki keilmiahan yang tinggi (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran self-compassion pada anak jalanan kota Medan.

Metode deskriptif merupakan metode yang memiliki tujuan untuk menyajikan fakta secara sistematik dan akurat sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan (Azwar, 2013). Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan akurat self-compassion pada anak jalanan kota Medan tanpa bermaksud untuk mencari penjelasan, melakukan pengujian hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

A. Identifikasi Variabel

(2)

kuantitatif dan kualitatif. Variabel dalam penelitian ini adalah self-compassion.

B. Definisi Operasional

Self-compassion merupakan bagaimana individu mampu bersikap baik kepada diri sendiri saat individu mengalami keadaan yang tidak menyenangkan dalam hidup, memahami hal tersebut sebagai sesuatu yang positif serta berusaha menemukan cara untuk meringankan beban tersebut.

Dalam penelitian ini, self-compassion akan diukur dengan skala yang dikembangkan berdasarkan teori self-compassion oleh Kristin Neff (2003) terdiri dari tiga komponen yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi

(3)

bersama yang membedakannya dengan populasi lain (Azwar, 2013). Karakteristik populasi dalam penelitian ini yaitu:

a. Berusia 12-18 tahun. Self-compassion terendah dalam periode kehidupan terjadi pada masa remaja (Neff, 2011). Pada usia tersebut seorang anak juga sedang menjalani masa pubertas dan sedang berada pada masa mencari identitas diri (Erikson, dalam Papalia, 2008). b. Berasal dari semua kelompok anak jalanan

c. Anak yang memiliki dan masih menjalani pendidikan formal maupun nonformal.

d. Anak yang melakukan aktivitas ekonomi (mengemis, berjual, menyemir sepatu, dan sebagainya)

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012). Sampel merupakan bagian dari populasi yang dikenai penelitian. Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah 100 anak jalanan kota Medan.

3. Teknik Sampling

(4)

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,

maksudnya adalah siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dan memenuhi kriteria sebagai sumber data (Sugiyono, 2012).

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan dalam penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan fakta mengenai variabel yang diteliti. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala. Skaladigunakan karena data yang ingin diperoleh atau variabel yang ingin diukur yaitu self-compassion merupakan konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang akan diterjemahkan kedalam bentuk aitem-aitem pernyataan.

(5)

Tabel 3.1. Blue Print SkalaScreening

Pertanyaan Jawaban

(Lingkari) 1. Seluruh anggota keluarga saya hanya makan satu

kali sehari, atau tidak makan sama sekali Ya Tidak 2. Seluruh anggota keluarga saya tidak memiliki

pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah, dan bepergian

Ya Tidak

3. Lantai rumah saya sebagian besar dari tanah Ya Tidak 4. Seluruh anggota saya tidak makan

daging/telur/ikan dalam seminggu Ya Tidak

5. Dalam satu tahun ini, seluruh anggota keluarga

saya tidak membeli sepasang pakaian baru Ya Tidak 6. Saya masih menjalani pendidikan

(formal/informal) Ya Tidak

7. Saya pulang kerumah setidaknya satu kali dalam

satu bulan Ya Tidak

8. Saya melakukan aktivitas berikut : (ceklis, boleh satu atau lebih) Mengemis

Skala pertama dalam penelitian ini menggunakan model skala likert dengan dua alternatif jawaban, yaitu; ya dan tidak. Berdasarkan dua alternatif jawaban, skor yang tersedia adalah 1 dan 0. Jika subjek menjawab “Ya” maka akan

(6)

Pernyataan nomor 1-5 akan mendeskripsikan mengenai tingkat ekonomi yang dimiliki oleh subjek. Pernyataan nomor 6 akan mendeskripsikan apakah subjek menjalani pendidikan formal atau nonformal. Pernyataan nomor 7 akan mendeskripsikan kategori kelompok anak jalanan pada subjek, dan pernyataan nomor 8 akan mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan subjek dijalanan.

Setelah skala pertama dibagikan, berikut skala self-compassion yang akan digunakan untuk uji coba:

Tabel 3.2. Blue Print Skala Self-Compassion sebelum Uji Coba NO KOMPONEN INDIKATOR JUMLAH BOBOT

1 Self-kindness Bersikap hangat dalam memahami

2 Self-judgment Mengkritik

(7)

mampu

5 Mindfulness Menerima keadaan ataupun

6 Over-identified Memenuhi pikiran dan perasaan

(8)

Subjek akan diberikan skor 5 jika memilih sangat sesuai, skor 4 jika subjek memilih sesuai, diberikan skor 3 jika subjek menjawab agak sesuai, skor 2 untuk subjek yang memilih kurang sesuai, dan subjek akan diberikan skor 1 untuk jawaban tidak sesuai. Pada komponen self-judgment, isolation, dan over-identification skor akan bergerak dari 1 sampai 5. Subjek yang memilih sangat

sesuai akan mendapatkan skor 1, diberikan skor 2 jika subjek memilih jawaban sesuai, diberikan skor 3 jika memilih agak sesuai, diberikan skor 4 jika menjawab kurang sesuai, dan akan diberikan skor 5 jika subjek menjawab tidak sesuai.

Pengklasifikasian tinggi atau rendahnya self-compassion pada anak jalanan di kota Medan yaitu dengan mencari mean dan standard deviasi hipotetik. Selanjutnya akan dibuat rentang sebanyak tiga klasifikasi, yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan rumus:

Tabel 3.3. Kategorisasi Norma Nilai Self-Compassion

Rentang Nilai Kategori

X < (µ - 1,0ϭ) Rendah

(µ - 1,0ϭ) ≤ X < (µ + 1,0ϭ) Sedang

(µ + 1,0ϭ) ≤ X Tinggi

Keterangan: µ = Mean hipotetik skala self-compassion

(9)

E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur adalah sejauh mana suatu skala dapat menghasilkan data yang akurat dan tepat sesuai dengan tujuan ukurya. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menghasilkan data yang relevan dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2012). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity).

Validitas isi merupakan suatu estimasi untuk melihat sejauh mana aitem-aitem skala mewakili aspek-aspek dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan sejauh mana aitem-aitem skala mencerminkan indikator keperilakuan yang hendak diukur (Azwar, 2012). Validitas isi diusahakan dengan pengujian aitem melalui professional judgement (Azwar, 2012). Professional judgement dilakukan dengan cara berkonsultasi dengan pihak lain (dosen pembimbing) yang lebih mengerti tentang pembuatan alat ukur dan variabel yang akan diukur.

2. Reliabilitas Alat Ukur

(10)

internal (Cronbach’s Alpha Coeffecient) menggunakan SPSS 21.0 for Windows. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2012).

3. Uji Daya Diskriminasi Aitem

Daya diskriminasi aitem merupakan sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Parameter daya diskriminasi aitem adalah koefisien korelasi aitem total, yaitu koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala total, yang menunjukkan kesesuaian fungsi aitem dengan fungsi skala. Dengan demikian, pemilihan aitem didasarkan pada koefisien korelasi aitem total yang diperoleh (Azwar, 2012).

(11)

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Dalam melihat daya beda item, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 21.0 for Windows, dengan batasan (koefisien rix) 0.30. Azwar (2012) berpendapat bahwa semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 memiliki daya pembedanya yang dianggap memuaskan.

Setelah dilakukan uji coba, terdapat aitem-aitem yang memiliki koefisien korelasi diatas 0.30 dan ada beberapa aitem yang memiliki koefisien korelasi dibawah 0.30. Berikut gambarananalisa uji coba skala self-compassiondengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 21.0 for Windows :

Tabel 3.4. Blue Print Skala Self-Compassion setelah Uji Coba NO KOMPONEN INDIKATOR JUMLAH BOBOT

1 Self-kindness Bersikap hangat dalam memahami

2 Self-judgment Mengkritik

(12)

mengalami

5 Mindfulness Menerima keadaan ataupun

6 Over-identified Memenuhi pikiran dan perasaan

(13)

Hasil uji coba skala Self-compassion menunjukkan bahwa dari 36 aitem, terdapat 27 aitem yang memiliki koefisien rix ≥ 0.30 dan terdapat 9 aitem yang gugur. Hasil reliabilitas sebesar 0.843. Selanjutnya, dari 27 aitem yang tersisa peneliti melakukan analisis kembali untuk melihat apakah 27 aitem tersebut benar-benar telah valid. Dari 27 aitem tersebut tidak ada aitem yang gugur dan diperoleh reliabilias sebesar 0,884. Dari 27 aitem yang memiliki koefisien rix

≥ 0.30 peneliti hanya mengambil 20 aitem, agar aitem pada setiap komponen

berjumlah seimbang. Dari 27 aitem, aitem yang tidak digunakan adalah aitem 2, aitem 5, aitem 13, aitem 18, aitem 20, aitem 24 dan aitem 35.

Setelah melakukan uji coba, maka peneliti melakukan penomoran kembali pada setiap aitem untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian seperti berikut :

Tabel 3.5. Blue Print Skala Self-Compassion yang digunakan

NO KOMPONEN INDIKATOR JUMLAH BOBOT

1 Self-kindness Bersikap hangat dalam memahami diri sendiri ketika mengalami penderitaan, kegagalan, atau merasa tidak mampu, bukan memberikan kritik pada diri sendiri

3 aitem (2, 12, 19)

15%

2 Self-judgment Mengkritik (menyalahkan) diri sendiri ketika mengalami penderitaan, kegagalan, dan perasaan tidak mampu

3 aitem (9, 16, 18)

(14)

3 Common humanity

Merasa orang lain juga

pernah mengalami

pengalaman yang sama sehingga tidak merasa sendiri

4 aitem mengalami keadaan yang sulit

3 aitem (7, 15, 17)

15%

5 Mindfulness Menerima keadaan ataupun pengalaman sulit, sebagai sesuatu yang seimbang

4 aitem (1, 5, 10,

20)

20%

6 Over-identified Memenuhi pikiran dan perasaan dengan emosi negatif

Prosedur pelaksanaaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.

1. Persiapan Penelitian a. Pembuatan alat ukur

(15)

b. Evaluasi alat ukur

Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah mengevaluasi aitem-aitem dalam alat ukur. Evaluasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi kualitatif dilakukan dengan bantuan professional judgement(dosen pembimbing) untuk menilai apakah indikator dan aitem yang ada sesuai dengan aspek variabel. Evaluasi kuantitatif dilakukan dengan menguji coba alat ukur pada beberapa subjek.

c. Revisi alat ukur

Setelah melakukan evaluasi, peneliti menguji reliabilitas dan daya beda aitem skala dengan menggunakan SPSS versi 21.0 for windows. Aitem-aitem yang memenuhi syarat tetap dipertahankan

dan yang tidak memenuhi syarat akan dibuang.

2. Pelaksanaan Penelitian

(16)

3. Pengolahan Data Penelitian

Setelah pengambilan data dilaksanakan dan data semua subjek telah terkumpul, maka data yang terkumpul akan di analisis dengan menggunakan program komputer SPSS 21.0 for windows

H. Metode Analisis Data

Pada penelitian ini, data akan di analisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Hadi (2000) menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisa dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Data yang akan diolah yaitu untuk menentukan skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi dari self-compassion. Data tersebut akan mengkategorisasikan self-compassion yang tinggi, sedang, dan rendah. Data yang diperoleh juga akan

mendeskripsikan skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi dari masing-masing komponen self-compassion yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness.

(17)
(18)

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan analisa hasil penelitian sesuai dengan pelaksanaan dan data yang didapat dari lapangan. Pembahasan akan dimulai dengan menjelasan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan analisa hasil penelitian.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang anak jalanan yang berada di kota Medan denganrentang usia 12-18 tahun. Subjek penelitian dikelompok berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, kategori anak jalanan, usia, dan suku.

1. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 4.1. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin N Persentase

Laki-laki 61 61%

(19)

Berdasarkan tabel di atas, dijelaskan bahwa subjek penelitian lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 61 orang (61%), sedangkan subjek dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 39 orang (39%).

2. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 4.2. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan N Persentase

SD/ Sederajat 5 5%

SMP/ Sederajat 35 35%

SMA/ Sederajat 30 30%

Tidak Bersekolah/

Informal 30 30%

(20)

3. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Kategori Anak Jalanan Berdasarkan tingkat pendidikan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 4.3. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Kategori Anak Jalanan Kategori

Anak Jalanan

N Persentase Children On

the Street 68 68%

Children Of

the Street 32 32%

Children From Families Of

the Street

- -

Berdasarkan gambaran dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah anak jalanan pada setiap kategori cukup berbeda. Anak jalanan yang terbanyak terdapat pada kategori pertama, yaitu children on the street sebanyak 68 orang (68%). Selanjutnya disusul dengan kategori

(21)

4. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia

Jika dilihat berdasarkan usia, maka penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 4.4. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia

Usia N Persentase

12-15 46 46%

16-18 54 54%

Berdasarkan tabel di atas, dijelaskan bahwa subjek penelitian lebih banyak berada pada usia 16-18 tahun yaitu sebanyak 54 orang (54%). Pada usia 12-15 tahun terdapat 46 orang (46%).

5. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Suku

Jika dilihat berdasarkan suku, maka penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 4.5. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Suku

Suku N Persentase

Batak 86 86%

Jawa 10 10%

Ambon 1 1%

Padang 1 1%

(22)

Berdasarkan tabel di atas, dijelaskan bahwa subjek penelitian lebih banyak yang memiliki suku Batak yaitu sebanyak 86 orang (86%). Pada subjek dengan suku Jawa terdapat 10 orang (10%). Selanjutnya pada suku Ambon dan Padang terdapat masing-masing 1 orang subjek (1%), dan pada subjek dengan suku Melayu terdapat 2 orang (2%).

B. Hasil Utama Penelitian

Hasil utama dalam penelitian ini akan menggambarkan self-compassionsecara umum serta komponen-komponen self-compassionpada

anak jalanan kota Medan.

1. Gambaran Self-Compassion Subjek Penelitian Secara Umum

Gambaran self-compassion pada anak jalanan kota Medan secara umum dapat dilihat dari skor mean, standar deviasi, nilai minimum serta nilai maksimum dari skor skala self-compassion. Berikut ini merupakan tabel yang menggambarkan nilai empirik dan nilai teoritik pada subjek penelitian.

Tabel 4.6. Skor Empirik dan Skor Teoritik Self-Compassion

Variabel Empirik Teoritik

Self-Compassion

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

(23)

Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa skor minimum self-compassion dari 100 subjek adalah sebesar 45 dan skor maksimum sebesar

96. Data pada tabel juga menggambarkan bahwa mean empirik dari self-compassion sebesar 78.19 dengan standar deviasi sebesar 11.00,

sedangkan mean teoritik sebesar 60 dengan standar deviasi sebesar 13.33. Selanjutnya, subjek akan digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengelompokan self-compassion subjek penelitian dilakukan dengan pengkategorian sebagaimana yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Kategori Norma Nilai Self-Compassion

Variabel Rentang Nilai Kategori

Self-compassion

X < (µ - 1,0ϭ) Rendah (µ - 1,0ϭ) ≤ X < (µ + 1,0ϭ) Sedang (µ + 1,0ϭ) ≤ X Tinggi Keterangan: µ = Mean hipotetik skala self-compassion, ϭ = Standar devias

Berdasarkan kategorisasi norma self-compassion pada tabel di atas, yang juga terdapat skor mean dan standar deviasi, maka diperoleh pengelompokkan self-compassion seperti yang dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 4.8. Pengelompokkan Self-Compassion Subjek

Rentang Skor Kategorisasi Frekuensi Persentase

X < 47 Rendah 2 2%

47 ≤ X ≤ 73 Sedang 21 21%

(24)

Berdasarkan penggolongan self-compassion pada tabel di atas, maka penyebaran subjek pada setiap kategori dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 4.1. Kategorisasi Self-Compassion Subjek

Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa dari 100 orang subjek penelitian sebanyak 2 orang (2%) memiliki self-compassion rendah, 21 orang (21%) memiliki self-compassion sedang, dan sebanyak 77 orang (77%) memiliki self-compassion yang tinggi.

2. Gambaran Self-Compassion Berdasarkan Komponen-komponen Self-Compassion

Gambaran self-compassion pada anak jalanan kota Medan berdasarkan komponen-komponen self-compassion diuraikan sebagai berikut:

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Rendah Sedang Tinggi

Rendah

Sedang

(25)

1. Komponen Self-Kindness

Komponen self-kindness pada skala ini terdiri dari 6 aitem dengan rentang nilai 1-5. Hasil perhitungan mean empirik dan mean teoritik digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.9. Skor Empirik dan Skor Teoritik Self-Kindness

Variabel Empirik Teoritik

Self-Kindness Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

12 30 22.78 3.83 6 30 18 4.00

Pengelompokan self-compassion pada subjek berdasarkan komponen self-kindness adalah sebagaimana yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4.10. Pengelompokam Komponen Self-Kindness

Rentang Skor Kategorisasi Frekuensi Persentase

X < 14 Rendah 2 2%

14 ≤ X ≤ 22 Sedang 37 37%

X > 22 Tinggi 61 61%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan komponen self-kindness, dari 100 orang subjek penelitian terdapat 2 orang (2%) yang

memiliki skor self-kindness yang rendah, 37 orang (37%) memiliki skor self-kindness yang sedang, dan 61 orang (61%) memiliki skor

(26)

2. Komponen Common Humanity

Komponen common humanity pada skala ini terdiri dari 7 aitem dengan rentang nilai 1-5. Hasil perhitungan mean empirik dan mean teoritik disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.11. Skor Empirik dan Skor Teoritik Common Humanity

Variabel Empirik Teoritik

Common

Humanity

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

14 35 27.16 4.74 7 35 21 4.66

Pengelompokan self-compassion pada subjek berdasarkan komponen common humanity adalah sebagaimana yang ditampilkan pada tabel

berikut:

Tabel 4.12. Pengelompokam Komponen Common Humanity

Rentang Skor Kategorisasi Frekuensi Persentase

X < 16 Rendah 2 2%

16 ≤ X ≤ 26 Sedang 39 39%

X > 26 Tinggi 59 59%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan komponen common humanity, dari 100 orang subjek penelitian terdapat 2 orang

(27)

3. Komponen Mindfulness

Komponen mindfulness pada skala ini terdiri 7 aitem dengan rentang nilai 1-5. Hasil perhitungan mean empirik dan mean teoritik disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.13. Skor Empirik dan Skor Teoritik Mindfulness

Variabel Empirik Teoritik

Mindfulness Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

13 35 28.25 4.35 7 35 21 4.66

Pengelompokan self-compassion pada subjek berdasarkan komponen mindfulness adalah sebagaimana yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4.14. Pengelompokam Komponen Mindfulness

Rentang Skor Kategorisasi Frekuensi Persentase

X < 16 Rendah 4 4%

16 ≤ X ≤ 26 Sedang 22 22%

X > 26 Tinggi 74 74%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa gambaran komponen mindfulness dari 100 orang subjek penelitian terdapat 4 orang (4%) dengan

(28)

Gambaran self-compassion pada anak jalanan kota Medan berdasarkan komponen-komponen self-compassion dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik.4.2. Kategorisasi Self-Compassion Subjek Berdasarkan Komponen

Self-Compassion

Berdasarkan data yang digambarkan oleh grafik tersebut dapat dilihat bahwa dominannya pada setiap komponen subjek berada pada kategori tinggi. Jumlah subjek pada kategori tinggi bergerak dari angka 59 orang (59%) hingga 74 orang (74%). Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa kategori tinggi yang paling dominan dimiliki oleh komponen mindfulness dengan jumlah 74 orang (74%).

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Self-kindness Common humanity Mindfulness

Rendah

Sedang

(29)

C. Hasil Tambahan

1. Gambaran Self-compassion Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Gambaran self-compassion pada subjek berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.15. Gambaran Self-Compassion Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis

Kelamin N Persentase

Self-compassion

Mean Score

Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki 61 61% 1 10 50 79.62

Perempuan 39 39% 1 12 26 75.95

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 61 orang (61%) subjek berjenis kelamin laki-laki, yang memiliki self-compassion yang rendah sebanyak 1 orang, 10 orang dengan self-compassion yang sedang, dan 50 orang lainnya memiliki self-compassion yang tinggi. Dari tabel dapat dilihat bahwa subjek dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 39 orang (39%), yang memiliki self-compassion yang rendah sebanyak 1 orang, 12 orang dengan self-compassion yang sedang, dan 26 orang lainnya memiliki self-compassion yang tinggi.

(30)

laki-laki lebih tinggi dari self-compassion subjek yang berjenis kelamin perempuan.

2. Gambaran Self-Compassion Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gambaran self-compassion pada anak jalanan di kota Medan berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.16. Gambaran Umum Self-Compassion Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat

Pendidikan N Persentase

Self-compassion Mean

Score

Rendah Sedang Tinggi SD/

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 5 orang (5%) subjek pada tingkat pendidikan SD/Sederajat, sebanyak 2 orang subjek memiliki self-compassion yang sedang dan 3 orang lainnya memiliki

self-compassion yang tinggi. Pada subjek yang sedang menempuh pendidikan

SMP/Sederajat dari 35 orang (35%), sebanyak 2 orang yang memiliki self-compassion yang rendah, 9 orang subjek dengan tingkat self-compassion

(31)

dari 30 orang (30%), sebanyak 7 orang dengan self-compassion sedang dan 23 orang subjek memiliki self-compassion yang tinggi. Selanjutnya, pada subjek penelitian dengan tingkat pendidikan tidak bersekolah atau menjalani pendidikan informal dari 30 orang (30%), sebanyak 4 orang memiliki compassion yang sedang dan 26 orang subjek memiliki self-compassion yang tinggi.

Berdasarkan tabel di atas, juga dapat dilihat bahwa subjek dengan tingkat pendidikan SD/Sederajat memiliki mean score sebesar 75.00, subjek dengan tingkat pendidikan SMP/ memiliki mean score sebesar 76.23, subjek dengan tingkat pendidikan SMA/Sederajat memiliki mean score 76.16, serta subjek dengan pendidikan tidak bersekolah atau hanya

menjalani pendidikan informal memiliki mean score sebesar 83.03. Nilai mean score tersebut menunjukkan bahwa self-compassion yang dimiliki

subjek yang tidak bersekolah atau hanya menjalani pendidikan informal lebih tinggi dari self-compassion yang dimiliki subjek dengan latar pendidikan SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan SD/Sederajat.

3. Gambaran Self-Compassion Subjek Berdasarkan Kategori Anak Jalanan

(32)

Tabel 4.17. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Kategori Anak Jalanan

Kategori Anak

Jalanan N Persentase

Self-compassion Mean

Score

Rendah Sedang Tinggi Children On on the street sebanyak 2 orang memiliki self-compassion yang rendah, 13

orang memiliki self-compassion yang sedang, dan terdapat 53 orang yang memiliki self-compassion yang tinggi. Pada kategori kedua, yaitu children of the streetdari 32 orang (32%) sebanyak 10 orang yang memiliki

self-compassion yang sedang dan terdapat 22 orang yang memiliki

self-compassion yang tinggi.

Berdasarkan tabel di atas, juga dapat dilihat bahwa subjek dengan kategori anak jalanan pertama yaitu children on the street memiliki mean score sebesar 78.96. Sementara itu subjek dengan kategori anak jalanan

kedua yaitu children of the street memiliki mean score sebesar 76.64. Pada kategori anak jalanan yang ketiga yaitu children from families of the street untuk di kota Medan tidak dapat dijumpai. Ada beberapa kriteria

(33)

jalanan berasal dari keluarga yang juga dari jalanan, sebagaian dari mereka masih memiliki rumah dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga mereka tidak dapat dikategorikan kedalam kategori anak jalanan yang ketiga. Dari nilai mean score pada anak jalanan kategori children on the street dan children of the street dapat disimpulkan bahwa

self-compassion yang dimiliki anak jalanan kategori children on the

streetlebih tinggi dari self-compassion yang dimiliki anak jalanan kategori

children of the street.

4. Gambaran Self-Compassion Subjek Berdasarkan Usia

Gambaran self-compassion pada anak jalanan di kota Medan berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.18. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia

Usia N Persentase Self-compassion Mean

Score

Rendah Sedang Tinggi

12-15 46 46% 2 11 33 77.26

16-18 54 54% 0 9 45 79.18

Berdasarkan tabel di atas, dijelaskan bahwa dari 46 orang (46%) subjek yang berada pada rentang usia 12-15 tahun, sebanyak 2 orang (2%) memiliki self-compassion yang rendah, 11 orang (11%) dengan self-compassion yang sedang, dan 33 orang (33%) dengan self-compassion

(34)

(54%), sebanyak 9 orang (9%) memiliki self-compassion yang sedang dan sebanyak 45 orang (45%) memiliki self-compassion yang tinggi. Pada usia 12-15 tahun terdapat 46 orang (46%).

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek dengan usia 12-15 tahun memiliki mean score sebesar 77.26, sedangkan subjek dengan usia 16-18 tahun memiliki mean scoresebesar 79.18. Nilai mean score tersebut menunjukkan bahwa self-compassion yang dimiliki subjek dengan usia 16-18 lebih tinggi dari self-compassion yang dimiliki subjek dengan usia 12-15.

5. Gambaran Self-Compassion Subjek Berdasarkan Suku

Gambaran self-compassion pada anak jalanan di kota Medan berdasarkan suku dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.19. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Suku

Suku N Persentase Self-compassion Mean

Score

Rendah Sedang Tinggi

Batak 86 86% 2 21 63 77.6

Jawa 10 10% 0 1 9 81.6

Ambon 1 1% 0 0 1 93.0

Padang 1 1% 0 0 1 78.0

Melayu 2 2% 0 0 2 78.0

(35)

63 orang (63%) dengan self-compassion yang tinggi. Pada subjek dengan suku Jawa dari10 orang (10%), sebanyak 1 orang (1%) memiliki self-compassion yang sedang dan 9 orang memiliki self-compassion yang

tinggi. Selanjutnya pada suku Ambon dan Padang terdapat masing-masing 1 orang subjek (1%) yang memiliki self-compassion yang tinggi, dan pada subjek dengan suku Melayu dari 2 orang (2%) subjek, keduanya memiliki self-compassion yang tinggi.

Berdasarkan tabel di atas, juga dapat dilihat bahwa subjek dengan suku Batak memiliki mean score sebesar 77.6, subjek dengan suku Jawa memiliki mean score sebesar 81.8. Selanjutnya subjek pada suku Padang dan Melayu masing-masing memiliki mean score sebesar 78.0, dan subjek dengan suku Ambon memiliki mean score sebesar 93.0. Meskipun nilai mean score yang dimiliki setiap suku berbeda-beda namun dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa self-compassion pada setiap suku berada pada kategori tinggi.

D. Pembahasan

(36)

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-compassion yaitu; lingkungan, usia, jenis kelamin, dan budaya (Neff, 2003).

Faktor lingkungan adalah seperti lingkungan keluarga, lingkungan dalam masyarakat, teman sebaya, maupun lingkungan pendidikan. Namun, lingkungan yang paling mempengaruhi self-compassion adalah lingkungan yang dekat dengan anak, yaitu lingkungan keluarga (Neff, 2003). Hubungan antara anak dan orang tua yang dapat mempengaruhi self-compassion seperti kepercayaan yang dibangun antara anak dan

orang tua dalam hal kenyaman, perlindungan, dan sebagainya.

(37)

warnet, di pinggiran jalan, maupun menempati rumah-rumah kosong yang sudah tidak layak huni.

Jika dilihat dari nilai mean score, anak jalanan kategori children on the street memiliki mean score yang lebih tinggi dari anak jalanan

kategori children of the street yang berarti self-compassion anak jalanan kategori children on the streetlebih tinggi dari self-compassionyang dimiliki anak jalanan kategori children of the street. Hal tersebut menjelaskan bahwa lingkungan keluarga dapat memengaruhi anak dalam menghadapi permasalahan kehidupan baik dalam bentuk kegagalan maupun kesulitan. Lingkungan keluarga juga dapat mempengaruhi motivasi anak untuk melihat permasalahan dalam hidup sebagai sesuatu yang positif serta dapat membantu anak mencari cara untuk meringankan permasalahan ataupun penderitaan yang sedang mereka alami.

(38)

mengeksplorasi sikap anak jalanan dalam menghadapi masalah, kegagalan, atau kesulitan dalam hidup.

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi tingkat self-compassion seseorang adalah usia. Neff (2011) menyatakan bahwa self-compassion terendah dalam periode kehidupan terjadi pada masa remaja. Pada usia tersebut seorang anak juga sedang menjalani masa pubertas dan sedang berada pada masa pencarian identitas diri (Erikson, dalam Papalia, 2008). Namun pada anak jalanan kota Medan, jika dilihat dari hasil penelitian sebagian besar dari mereka memiliki self-compassion yang tinggi. Hal tersebut bukan berarti mereka tidak memiliki kesulitan, tetapi lebih kepada mereka berusaha untuk pemenuhan kehidupannya sehari-hari untuk lebih baik lagi. Mereka juga dituntut untuk memiliki pemikiran yang lebih dewasa dari usia mereka, sehingga fase terendah tersebut sudah mereka lewati sebelumnya waktunya.

(39)

untuk berkarir, berhubungan, dan ekploitasi identitas diri, sehingga anak akan mencoba hal-hal baru dengan cara yang positif untuk tercapainya keinginan tersebut.

Faktor selanjutnya, yaitu faktor ketiga yaitu jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan mean score yang dimiliki anak jalanan laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 79.62 dari mean score yang dimiliki anak jalanan perempuan yaitu sebesar 75.95 yang menunjukkan bahwa self-compassion anak jalanan dengan jenis kelamin perempuan lebih rendah

dari pada laki-laki. Hal inisesuai dengan pernyataan Neff (2011) bahwaperempuan memiliki self-compassion yang lebih rendah daripada laki-laki. Penyebabnya adalah perempuan memiliki pemikiran yang lebih rumit dibandingkan laki-laki, sehingga perempuan lebih menderita depresi dan kecemasan dua kali lipat dibandingkan pria (Neff, 2011).

(40)

Hal tersebut dapat terjadi karena adanya proses asimilasi. Proses tersebut ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara perorangan atau kelompok-kelompok manusia. Kota Medan yang menjadi mayoritas dari suku batak mencari cerminan bagi suku-suku lain, sehingga budaya yang ada pada suku minoritas melebur. Budaya pada suku Batak sendiri sangat menjunjung tinggi pendidikan. Irmawati (2004) menyatakan bahwa nilai-nilai filsafat hidup orang Batak dalam jalan menuju tercapainya kekayaan dan kehormatan adalah melalui pendidikan. Kebiasaan lain yang dimiliki suku Batak sebagai suku mayoritas adalah mereka merupakan masyarakat yang keras dan gigih dalam pendiriannya. Mereka selalu memprioritaskan kerja kerasnya dan komitmennya terhadap suatu pekerjaan dan dalam berorganisasi pun mereka sangat solid (Adityosunu: 2013).

(41)

mengalami kegagalan maupun kesulitan, setiap suku memiliki cara yang sama dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Sejalan dengan budaya yang di anut di Indonesia maupun kota Medan, anak jalanan juga bergantung pada kelompoknya masing-masing. Mereka menjunjung tinggi solidaritas. Mereka sudah menganggap bahwa kelompok seperti saudara bagi mereka. Mereka menjunjung tinggi solidaritas. Andari (2008) juga menjelaskan bahwa anak jalanan memiliki solidaritas sangat erat yang disebabkan karena seringnya berkumpul menyebabkan rasa kesetiakawanan yang erat. Solidaritas yang dimiliki anak jalanan adalah solidaritas yang berazas kebersamaan. Sebagai contoh, bila ada yang anak jalanan sakit mereka akan bergotong royong mencari bantuan dengan anak jalanan lainnya untuk membantu mengobati atau merujuk ke petugas kesehatan. Mereka juga selalu berbagi dalam makanan meskipun mereka berbeda-beda dalam mencari rezeki.

(42)

memiliki permasalahan, kesulitan, atau kegagalan hidup yang lebih besar, mereka akan selalu mencari usaha untuk menyelesaikan masalah yang mereka alami. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah, kegagalan, serta kesulitan dapat dikaitkan dengan adversity quotient. Stoltz (dalam Diana, 2008) mengatakan bahwa individu yang terbiasa berada dilingkungan yang sulit akan memiliki adversity quotient yang lebih besar karena pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah, kesulitan, atau kegagalan hidup yang lebih besar akan meningkatkan kemampuan beradaptasi yang dimiliki anak jalanan kota Medan dalam mengatasi masalah sehingga hal tersebut dapat meningkatkan self-compassion anak jalanan kota Medan, meskipun mereka tidak menjalanani pendidikan formal.

Pendidikan yang merupakan salah satu aspek yang dilihat oleh peneliti sebagai suatu harapan dan motivasi bagi anak jalanan kota Medan untuk kehidupan yang lebih baik juga dapat dilihat dari hasil penelitian. Dari 100 subjek, hanya 30 orang yang tidak bersekolah, namun mereka tetap menjalani pendidikan informal yang diberikan oleh relawan. Sebagian dari mereka juga bekerja keras untuk mendapatkan prestasi didunia pendidikan dengan harapan akan berhasil dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

(43)

mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, yaitu harapan akan keberhasilan. Harapan anak jalanan yang tinggi adalah keberhasilan dimasa yang akan datang. Harapan yang tinggi dapat mendorong merekaserta membantu mereka untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan dengan cara pandang yang positif dan bersikap baik pada diri sendiri dalam menghadapinya.

(44)

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh. Pada bagian awal bab ini peneliti akan menguraikan kesimpulan dan pada bagian akhir akan disampaikan saran-saran yang diharapkan bermanfaat bagi penelitian yang akan datang.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif self-compassion pada anak jalanan yang berada di kota Medan, didapatkan bahwa dari 100 subjek penelitian, sebanyak 77 orang (77%) memiliki self-compassion yang tinggi.

2. Berdasarkan 3 komponen self-compassion yaitu self-kindness; common humanity; dan mindfulness, komponen mindfulness memiliki nilai mean

score paling tinggi yaitu sebesar 28.25.

3. Berdasarkan jenis kelamin,subjek yang berjenis kelamin laki-laki memiliki self-compassion yang lebih tinggi dari subjek yang berjenis kelamin

perempuan.

(45)

5. Berdasarkan kategori kelompok anak jalanan, anak jalanan dengan kategori pertama yaitu children on the street memiliki self-compassion yang lebih tinggi dari anak jalanan dengan kategori kedua yaitu children of the street dengan mean scoresebesar 78.88.

6. Berdasarkan rentang usia, subjek yang berusia 16-18 memiliki self-compassion yang lebih tinggisubjek yang berusia 12-15 denganmean score

sebesar 79.18.

7. Berdasarkan suku,suku yang paling mendominan adalah suku Batak. Namun subjek dari semua suku dimiliki self-compassion yang tinggi.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah disampaikan, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dibagi kedalam dua bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Saran Metodologis

a. Untuk penelliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang sama, disarankan agar dapat menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh dinamika self-compassion pada anak jalanan kota Medan secara mendalam.

(46)

lingkungan tempat tinggal, faktor anak turun kejalanan, dan sebagainya.

2. Saran Praktis a. Pemerintah

Kepada pemerintah terkhusus Dinas Sosial Kota Medan, dapat merealisasikan program-program untuk meningkatkan self-compassion pada anak jalanan dengan mengembangkan dan

meningkatkan sarana dan prasarana seperti pengembangan diri untuk anak-anak jalanan, sehingga hidup mereka tidak berakhir dijalanan juga. Pengembangan program pendidikan informal, pengembangan kreativitas, dan lain-lainnya sangat dibutuhkan oleh mereka. Perpustakaan mini dengan buku-buku yang menarik juga dapat dibangun agar anak jalanan memiliki kegiatan yang lebih bermanfaat di waktu luangnya.

b. Organisasi Relawan

Gambar

Tabel 3.1. Blue Print SkalaScreening
Tabel 3.2. Blue Print Skala Self-Compassion sebelum Uji Coba
Tabel 3.3. Kategorisasi Norma Nilai Self-Compassion
Tabel 3.5. Blue Print Skala Self-Compassion yang digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan sebagian besar dari anak jalanan yang melakukan aktivitasnya seperti bekerja dengan mengamen, mengasong, jualan koran, dan sebagainya berasal dari luar Kecamatan Medan Johor,

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa secara nyata ada masalah dalam kebutuhan yang belum terpenuhi pada anak jalanan tersebut khususnya dalam pemenuhan untuk hidup sehat

1) Ekonomi, adalah adanya peluang sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perilaku kesehatan reproduksi pada anak jalanan dengan seks aktif di Kota Semarang, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak jalanan

Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi pemerintah kota Medan, agar mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah anak jalanan

Hasil penelitian didapati bahwa persentase anak jalanan yang berperilaku baik sebanyak 37 orang dan yang berperilaku buruk 44 orang serta faktor yang paling banyak

Pada tahun 2010 Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) melakukan pemetaan ulang terhadap situasi anak jalanan di kota Medan, dari pemetaan tersebut ditemukan data statistik

Berdasarkan pernyataan informan tersebut maka informan pendukung (Kader Anak Jalanan) juga mengatakan hal yang terkait tentang pergaulan bebas pada anak jalanan