METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April
2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain ring sampel untuk analisis sifat fisika tanah, cangkul yang digunakan untuk menggali tanah,
parang yang digunakan untuk memudahkan pengambilan ring dari dalam tanah, penggaris yang digunakan untuk mengukur kedalaman tanah, oven untuk mengeringkan tanah, timbangan digital untuk menghitung berat tanah, erlenmeyer
sebagai wadah untuk mengukur kerapatan partikel tanah, alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh dari penelitian, kamera digital untuk mendokumentasikan selama penelitian, kotak digunakan sebagai wadah ring sampel, kalkulator
digunakan untuk menghitung, ayakan digunakan untuk menyaring tanah atau kompos agar lebih halus, terpal digunakan sebagai tempat tanah dan kompos
dikering anginkan, timbangan digunakan untuk menghitung berat tanah dan kompos yang akan dimasukan ke polybag, gembor digunakan untuk menyiram tanah sampai tanah menjadi mantap.
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah Entisol digunakan sebagai objek yang diteliti, kompos digunakan sebagai bahan
Metode Penelitian
Metode Penelitian menggunakan metode eksperimen di Rumah Kaca dan analisa tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian menggunakan Rancang Acak Lengkap
dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan:
K1 : Tanah Entisol 10 kg + kompos 0 kg (kontrol)
K2 : Tanah Entisol 9 kg + kompos 1 kg K3 : Tanah Entisol 8 kg + kompos 2 kg K4 : Tanah Entisol 7 kg + kompos 3 kg
K5 : Tanah Entisol 6 kg + kompos 4 kg K6 : Tanah Entisol 5 kg + kompos 5 kg Dengan persamaan :
Yij = µ+αi+ɛij...(8) Dimana:
Yij = hasil pengamatan dari faktor kompos pada taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah sebenarnya
αi = pengaruh faktor kompos pada taraf ke-i
ɛij = pengaruh galat pada perlakuan kompos taraf ke-i dan taraf
ulangan ke-j
Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji hasil pengukuran
ketebalan tanah.
Prosedur Penelitian
b. Mengambil sampel tanah Entisol sebanyak ± 300 kg, kemudian
dikeringanginkan. Setelah kering tanah dipecah/digerus, dan diayak dengan ayakan 10 mesh.
c. Mengambil kompos ± 70 kg, lalu dikering anginkan. Setelah kering,
tanah digerus dan diayak dengan ayakan 10 mesh.
d. Mengambil masing-masing tanah dan kompos yang telah diayak.
Kemudian tanah dan kompos dicampurkan dan diaduk hingga merata. e. Mengambil polybag ukuran 10 kg, kemudian dituang perlakuan tanah
dan kompos kedalam polybag.
f. Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh untuk pemantapan tanahnya. Dilakukan penyiraman terus-menerus sampai tanah mantap.
g. Mengambil contoh tanah setelah mencapai kapasitas lapang menggunakan ring sampel, untuk ditentukan sifat fisika tanah di Laboratorium.
2. Pengujian di laboratorium
a. Mengukur tekstur tanah dengan metode hydrometer dan dianalisis
dengan menggunakan segitiga USDA
b. Menganalisis bahan C-organik dengan metode Walkley & Black Bahan organik tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (1)
c. Menganalisis kerapatan massa tanah (bulk density)
Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (2)
d. Menganalisis kerapatan partikel tanah (particle density)
Porositas dihitung dengan menggunakan Persamaan (4)
f. Menganalisis permeabilitas dengan metode Constant Head Test yang didasarkan pada Persamaan (5)
g. Menganalisis kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen
Kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen dihitung dengan menggunakan Persamaan (6). Di laboratorium kadar air kapasitas
lapang dan titik layu permanen ditentukan berdasarkan uji pF h. Menganalisa air tersedia
Air tersedia dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (7)
Uji pF 2,54 (kapasitas lapang) dan pF 4,2 (titik layu permanen) di PPKS i. Mengukur kenaikan ketebalan tanah
j. Menganalisis ukuran pori tanah dengan uji SEM (Scanning Electron Microscope)
k. Melakukan pengujian hasil pengukuran ketebalan tanah dengan
ANOVA pada tingkat signifikasi α = 5%, dengan hipotesis :
Ho: Tidak ada perbedaan ketebalan tanah yang signifikasi diantara 6
perlakuan yang diuji
Hi : Ada perbedaan ketebalan tanah yang signifikasi diantara 6 perlakuan yang diuji. Dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT), apabila terdapat perbedaan yang signifikasi diantara perlakuan.
Parameter Penelitian
1. Tekstur tanah
3. Kerapatan massa tanah (bulk density)
4. Kerapatan partikel tanah (particle density) 5. Porositas
6. Permeabilitas
7. Kadar air kapasitas lapang 8. Air tersedia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Tanah
Tanah Entisol bertekstur kasar atau mempunyai konsistensi lepas, struktur
lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara rendah serta bahan organik yang rendah. Tanah Entisol merupakan lahan marjinal yang
memiliki sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang kurang subur karena memiliki tekstur pasir, struktur lepas, permeabilitas cepat, daya menahan dan menyimpan air yang rendah serta hara rendah dan bahan organik rendah. Tanah berpasir
sangat porous sehingga daya sangga air dan pupuk sangat rendah, miskin hara dan kurang mendukung pertumbuhan tanaman (Gaol, dkk., 2014).
Kompos
Dalam penelitian ini menggunakan kompos biotik produk Ipteks Bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus (IBIKK) Compost Centre Universitas Sumatera Utara. Kompos biotik unggul produk IBIKK Compost Centre Universitas
Sumatera Utara dihasilkan untuk menjawab beberapa kebutuhan sekaligus yakni kompos yang mampu meningkatkan kesuburan tanah/media tanam, meningkatkan
serapan unsur makro dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Dalam pembuatan kompos biotik unggul, Compost Centre melakukan proses penelitian untuk menghasilkan dekomposer yaitu DEPETA (Dekomposer
Pembenah Tanah) yang terbuat dari mikroba Sacharomyces, Rizhopus oryzae, dan Lactobacillus sp yang dilarutkan dalam larutan gula. Selanjutnya DEPETA
Keunggulan Kompos Biotik Unggul
Keunggulan kompos dinyatakan oleh Uji Laboratorium BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Sumatera Utara Tahun 2014. Fungsi dari kompos biotik ini adalah asupan hara bagi tanaman, keseimbangan iklim mikro
tanah, penyerapan unsur hara lebih efektif, pengendali penyakit, dan mengembalikan kesuburan tanah. Hasil pengukuran kompos dapat dilihat dari
Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengukuran kompos
Sumber : (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2014)
Tabel 7 menunjukkan bahwa kompos berkategori baik karena sesuai dengan persyaratan SNI 19-7030-2004 (Tabel 1) sehingga kompos dapat
berperan baik untuk kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah sebagai media tumbuh tanaman serta kemampuan menahan air meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur BPBPI (2008) yang menyatakan bahwa kompos
bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik dan akan meningkatkan kemampuan
tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Tekstur Tanah
Dari hasil analisa tekstur tanah (Tabel 8), diketahui bahwa tanah Entisol
bertekstur pasir berlempung, dimana fraksi pasir lebih dominan dari fraksi debu dan liat. Tekstur tanah ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA
(Lampiran 2). Dengan mengetahui tekstur tanah dapat diketahui sifat fisika tanah
tersebut sehingga mudah mengatasi permasalahan tanah dan meningkatkan kesuburannya.
Tabel 8. Hasil analisa tekstur tanah
Tanah Entisol
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa dengan perlakuan penambahan kompos
menyebabkan penurunan persentase fraksi pasir dan meningkatkan jumlah fraksi debu. Semakin porous tanah (semakin tinggi fraksi pasir) akan semakin mudah
akar untuk berpenetrasi, serta semakin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerasi baik, air dan udara banyak tersedia bagi tanaman), tetapi semakin mudah pula air untuk hilang dari tanah, dan sebaliknya. Hal ini sesuai
dengan literatur Soedarmo dan Pragoto (1985) serta Gaol, dkk (2014) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang
kecil sehingga sulit menahan air dan unsur hara.
Bahan Organik Tanah
Hasil analisa bahan organik disajikan pada Tabel 9, dimana perlakuan K6
(5 Kg tanah Entisol + 5 Kg kompos) memiliki kandungan bahan organik terbesar yaitu 4,69 % dengan kriteria sedang, sedangkan perlakukan K1 (kontrol) memiliki
Tabel 9. Hasil analisa kandungan bahan organik tanah Perlakuan Kadar
C-Organik (%)
Kandungan Bahan
Organik (%) Kriteria
K1 0,43 0,74 Sangat rendah
Hal ini disebabkan oleh, semakin tinggi perbandingan kompos pada setiap
perlakuan maka semakin tinggi kandungan organik tanahnya sehingga dapat menambah kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah terutama pada tanah yang memiliki kandungan hara yang rendah seperti Entisol. Hal ini sesuai dengan literatur Neata, et al (2015) yang menyatakan bahwa di
daerah dimana kandungan bahan organik tanah rendah, penggunaan kompos pada pertanian sangat dianjurkan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan untuk meningkatkan serta mempertahankan kualitas tanah.
Tebal Tanah
Hasil pengukuran tebal tanah dalam polybag ukuran 40 cm x 50 cm,
diameter 23 cm dalam kondisi basah (kapasitas lapang dari pengukuran drainase bebas) dapat dilihat dari Tabel 10.
Tabel 10. Hasil tebal tanah Entisol dengan pembenahan kompos
Perlakuan Ketebalan Tanah (cm)
K1 (Kontrol) 13,83
tanah Entisol + 5 kg kompos) yaitu 20,16 cm. Hal ini disebabkan karena K1
(tanah Entisol tanpa kompos) lebih padat dibanding tanah Entisol yang diberikan kompos berdasarkan perbandingan kompos masing-masing, dimana kompos berperan dapat menggemburkan tanah dan meningkatkan kemampuan tanah
dalam menyimpan air. Tanah yang padat akan mengurangi kapasitas memegang air, mengurangi kandungan udara, memberikan hambatan fisik yang besar pada
penetrasi akar sehingga mengurangi kemampuannya memanen air, udara dan hara. Hal ini sesuai dengan literatur Atmojo (2003) yang menyatakan bahwa untuk mengatasi permasalahan tanah yang padat dapat digunakan pembenah organik
yang ringan sehingga tanah menjadi lebih gembur.
Pada saat pembasahan tanah (pemberian air) tanah mengalami
pengembangan yang berasal dari bahan organik yang terkandung di dalam tanah yang mampu menahan air dengan baik sehingga tanah dengan perlakuan kompos memiliki tebal tanah yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur BPBPI (2008)
dan Supriyadi (2008) yang menyatakan bahwa kompos bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Peningkatan bahan organik tanah dari tanah yang terdegradasi akan meningkatkan hasil tanaman dan budidaya karena tiga
mekanisme yaitu (1) peningkatan kapasitas air tersedia, (2) peningkatan suplai unsur hara dan (3) peningkatan struktur tanah dan sifat fisik lainnya.
Tabel 11. Uji DMRT pengaruh perlakuan kompos terhadap tebal tanah
Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5% dan tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1%.
Hasil uji DMRT (Tabel 11) menunjukkan perlakuan K6 yang paling tebal namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan K5 dan berbeda sangat nyata dengan
perlakuan K1, K2, K3 dan K4. Dari segi penyimpanan air diperkirakan tanah yang lebih tebal akan lebih banyak menyimpan air. Hal ini sesuai dengan literatur Indranada, (1986) yang menyatakan bahwa kedalaman solum atau lapisan tanah
menentukan volume simpan air, semakin dalam maka ketersediaan kadar air juga akan semakin banyak.
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)
Hasil pengukuran kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan porositas dapat dilihat dari Tabel 12.
Tabel 12. Kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan porositas
Perlakuan
kepadatan tanah, udara, air, dan penetrasi akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah.
Tanah dengam bobot yang besar (K1 sebesar 1,44 g/cm3) akan lebih sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, begitu pula sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah (K6 sebesar 0,83 g/cm3), akar tanaman lebih mudah
berkembang. Menurut Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa kerapatan lindak
(kerapatan isi, atau bobot isi atau bobot volume atau bulk density), menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume
pori-pori tanah (volume total). Kerapatan isi tanah merupakan petunjuk kerapatan tanah, makin tinggi kerapatan isi tanah makin sulit meneruskan air atau ditembus
akar tanaman.
Nilai kerapatan massa pada tanah Entisol (kontrol) sampai dengan perlakuan kompos (5 kg tanah Entisol + 5 kg kompos) ini berkisar 0,83-1,44
g/cm3. Dimana nilai kerapatan tanah Entisol terbesar adalah 1,44 g/cm3 (K1 atau kontrol) dan yang terkecil adalah 0,83 g/cm3 (K6). Hal ini sesuai dengan literatur
Hossain, et al (2015) yang menyatakan bahwa variasi dalam bulk density disebabkan proporsi relatif dan berat jenis partikel-partikel organik dan anorganik padat dan porositas tanah. Sebagian besar tanah mineral memiliki kepadatan
massa antara 1,0-2,0 g/cm3 dan tanah gembur terbuka dengan kandungan bahan organik yang baik akan memiliki bulk density <1,0 g/cm3
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan K6 memiliki nilai kerapatan partikel tanah terendah yaitu 1,31 g/cm
.
Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)
3
dibandingkan dengan perlakuan K1
kompos yang lebih banyak memiliki nilai kerapatan massa yang semakin rendah
begitupun dengan kerapatan partikel. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa semakin banyak kandungan organik yang terkandung di dalam tanah, maka semakin kecil nilai particle densitynya. Selain
itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain.
Perlakuan K1 (tanpa kompos/kontrol) nilai kerapatan partikelnya yaitu 1,70 g/cm3, berada dibawah nilai rata-rata kerapatan partikel tanah mineral di lapangan yaitu 2,65 g/cm3. Hal ini disebabkan oleh struktur dan tekstur tanah yang
mempengaruhi volume kepadatan tanah. Tekstur Entisol yang pasir berlempung, dimana tekstur ini memiliki banyak pori makro atau pori kasar, menyebabkan
volume kepadatan tanah kecil.
Disamping itu pada awal percobaan tanah dalam keadaan terganggu karena harus digerus dan ayak untuk mendapatkan butiran yang seragam sebelum
dituang dalam polybag, selanjutnya tanah perlu melalui proses pemantapan dan kepadatannya tidak sama dengan kondisi di lapangan (struktur tanahnya berbeda).
Hal ini sesuai dengan literatur Siregar (2016) yang telah melakukan penelitian mengenai kajian distribusi air pada tanah Andosol menggunakan tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens) dengan jumlah pemberian air yang berbeda. Dari satu
parameter penelitian didapat nilai kerapatan partikel yaitu 1,41-1,61 g/cm3. Dimana sebelumnya kondisi tanah yang digunakan juga terganggu karena telah
Porositas Tanah
Dari Tabel 12 didapat hasil porositas tanah tertinggi adalah K6 yaitu 37% dan terendah K1 yaitu 16%. Porositas K6 memiliki porositas yang lebih tinggi karena K6 memiliki perbandingan kerapatan massa dan kerapatan partikel yang
rendah daripada perlakuan yang lain, dimana tinggi rendahnya nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dipengaruhi oleh bahan organik tanahnya sehingga
tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi memiliki porositas yang tinggi pula. Kenaikan kandungan bahan organik tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga akan lebih memantapkan struktur dan tekstur tanah serta
perkembangan biota tanah di permukaan. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perbaikan sifat fisika tanah termasuk peningkatan kapasitas
infiltrasinya. Hal ini sesuai dengan literatur Yulipriyanto (2010) yang menyatakan bahwa keuntungan dari adanya bahan organik pada tanah adalah mengurangi kerapatan massa pada tanah sehingga melarutkan mineral tanah. Kerapatan massa
yang rendah biasanya berhubungan dengan naiknya porositas dikarenakan oleh adanya fraksi-fraksi organik dan anorganik pada tanah. Selain itu menurut AAK
(1983) porositas ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain , tekstur tanah. Tanah-tanah pasir mempunyai porositas kurang dari 50 %.
Ukuran Pori
Tabel 13. Data ukuran pori tanah Entisol
Perlakuan Rata-rata (µm)
KI 4,125
K2 2,859
K3 3,845
K4 4,125
K5 5,070
K6 5,493
Diketahui ukuran pori-pori tanah Entisol berkisar antara 2,859-5,493 µ m
tergolong ke dalam kelas sedang-kasar. Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa pori-pori tanah tergolong kelas sedang (2,0-5,0 µm) dan kasar (>5,0 µm ) dilihat dari Tabel 6. Pori-pori tanah
dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (macro pore) dan pori-pori halus (micro pore). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena
gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada Tanah-tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanaman mudah kering.
K1 K2
K5 K6 Gambar 2. Ukuran pori
Permeabilitas Tanah
Hasil pengukuran permeabilitas tanah disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisa permeabilitas tanah
Perlakuan Permeabilitas (cm/jam) Kriteria
K1 (Kontrol) 3,81 Sedang
K2 5,64 Sedang
K3 4,10 Sedang
K4 3,17 Sedang
K5 2,30 Sedang
K6 1,24 Agak lambat
Pada pengukuran permeabilitas tanah dalam kondisi jenuh menunjukkan
bahwa laju permeabilitas pada K1 (kontrol), K2, K3, K4 dan K5 dengan kriteria sedang, sedangkan pada K6 kriterianya agak lambat. Dimana, laju permeabilitas tertinggi ditunjukkan pada perlakuan K2 yaitu 5,64 cm/jam dan yang terendah
adalah K6 yaitu 1,24 cm/jam. Permeabilitas dipengaruhi oleh porositas tanah, dimana tanah dengan perbandingan kompos yang tinggi menyebabkan porositas
tanahnya juga tinggi. Pori tanah yang awalnya berukuran makro akan berubah menjadi ukuran meso karena sebagian besar telah terisi oleh kompos. Kompos memiliki sifat yang sama dengan liat, semakin banyak kompos maka semakin
permeabilitas tanah dengan kandungan kompos yang tinggi menjadi semakin
lambat.
Permeabilitas berbanding terbalik dengan data ukuran pori (Tabel 13), karena disebabkan dengan lebih banyak penggunaan kompos atau bahan organik,
maka akan lebih banyak pori-pori dengan ukuran sedang-kasar yang terisi oleh komponen atau unsur kompos sehingga pengikatan airnya semakin kuat dan
permeabilitas tanahnya semakin lambat.
Kadar Air Kapasitas Lapang
Hasil pengukuran kadar air kapasitas lapang disajikan pada Tabel 16. Nilai
pF adalah tegangan air tanah untuk menentukan kemampuan tanah dalam memegang air dalam kondisi kapasitas lapang (pF 2,54) dan titik layu permanen
(pF 4,2).
Tabel 15. Data kadar air tanah pada kapasitas lapang dan titik layu permanen
Dari Tabel 15 dapat dilihat nilai uji pF 2,54 (kapasitas lapang) pada
perlakuan K1 memiliki kadar air tanah terendah yaitu 13,16% dan K6 yang tertinggi yaitu 33,25%. Pada pF 4,2 (titik layu permanen) nilai K1 merupakan hasil kadar air tanah terendah yaitu 4,83% dan K5 yang tertinggi yaitu 26,42%.
Kemampuan tanah dalam memegang air pada kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen dengan perbandingan kompos yang lebih banyak akan lebih tinggi,
dengan literatur Supriyadi (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan erat
antara peningkatan bahan organik dan kapasitas air tersedia dan kemampuan tanah untuk bertahan pada kekeringan tanah yaitu dengan meningkatkan kandungan air tanah dengan meningkatkan karbon organik.
Air Tersedia
Hasil uji pF pada kondisi kapasitas lapang (pF 2,54) dan titik layu
permanen (pF 4,2) akan menentukan besarnya nilai air tersedia di dalam tanah karena air yang berada antara titik layu permanen dan kapasitas lapang disebut air tersedia. Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah air tersedia tertinggi adalah K2
sebesar 9,12% dan yang terendah adalah K5 sebesar 6,67%. Hal ini sesuai dengan literatur Kurnia, dkk (2006) yang menyatakan bahwa air yang berada dalam pori
pemegang air disebut air tersedia bagi tanaman, berada antara kapasitas lapang (pF 2,54) dan titik layu (pF 4,2).
Air tersedia pada K3, K4, K5, K6 lebih kecil dari K1 dan K2 karena data
menunjukkan bahwa semakin banyak kompos yang diberikan ke tanah akan meningkatkan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen. Namun dengan
peningkatan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen tidak meningkatkan air tersedia, justru setelah perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos), penambahan kompos pada tanah Entisol akan menurunkan air tersedia. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan kompos yang melebihi perlakuan K2, kemampuan tanah mengikat air lebih besar (ditunjukkan oleh pF
Atmojo (2003) yang menyatakan bahwa proses dekomposisi atau mineralisasi,
disamping dipengaruhi oleh kualitas bahan organiknya, juga dipengaruhi oleh frekuensi penambahan bahan organik.
Dilihat dari jumlah air tersedia yang tertinggi untuk tanah Entisol adalah
perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos), dengan semakin banyak penggunaan kompos pada tanah maka pengikatan kompos terhadap air akan
semakin kuat pula sesuai dengan sifat kompos yang sama dengan liat. Hal ini sesuai dengan literatur Foth dan Adisumarto (1999) yang menyatakan bahwa humus bertindak sama dengan tanah liat dalam mempertahankan hara dalam
bentuk tersedia terhadap pencucian dan mempertahankan hara dalam bentuk yang tersedia untuk tumbuhan dan jasad renik.
Dari penelitian Huda (2016) dan Harahap (2016) pada tanah Ultisol bertekstur lempung berpasir dan Inceptisol bertekstur lempung berpasir menunjukkan bahwa air tersedia yang lebih tinggi pada perlakuan K4 (7 kg tanah
mineral + 3 kg kompos) dengan hasil 7,00% (Ultisol) dan 9,06% (Inceptisol). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan air bagi tanaman pada tanah dengan
pembenahan kompos akan tergantung pada jenis tanah dan tekstur tanahnya. Adanya perbedaan jenis tanah dan tekstur tanah dapat mempengaruhi kesesuaian jumlah perbandingan kompos yang berbeda pula. Pada tanah Entisol yang lebih
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis tanah yang digunakan adalah tanah Entisol dengan tekstur tanah
pasir berlempung.
2. Tanah Entisol tanpa kompos memiliki tebal terendah yaitu 13,83 cm dan
tertinggi pada perlakuan K6 (5 kg tanah Entisol + 5 kg kompos) yaitu 20,16 cm.
3. Porositas tanah tertinggi pada perlakuan K6 (5 kg tanah Entisol + 5 kg
kompos) yaitu 37% dan terendah pada perlakuan K1 (tanpa kompos) yaitu 16%.
4. Ukuran pori-pori tanah Entisol berkisar antara 2,859-5,493 µm tergolong ke dalam kelas sedang-kasar, dimana semakin banyak komposisi kompos maka semakin besar ukuran pori tanah.
5. Permeabilitas tertinggi pada perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg
kompos) yaitu 5,61 cm/jam tergolong kriteria sedang dan terendah pada perlakuan K6 (5 kg tanah Entisol + 5 kg kompos) yaitu 1,24 cm/jam
tergolong criteria agak lambat.
6. Jumlah air tersedia tertinggi pada perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos) sebesar 9,12% dan terendah pada perlakuan K5 (6 kg tanah
Entisol + 4 kg kompos) sebesar 6,67%.
7. Ketersediaan air bagi tanaman pada tanah dengan pembenahan kompos
Saran
1. Pada penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan ukuran pori partikel tanah dengan kompos terhadap pengikatan air tanah dengan ulangan yang lebih banyak.
2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan tanaman pada tanah Entisol dengan perlakuan kompos untuk melihat seberapa besar pengaruh