• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK EK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK EK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERCOBAAN 3

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK

EKSTRAKSI : ISOLASI KAFEIN dari TEH dan UJI ALKALOID I. Tujuan Percobaan

1. Mengisolasi kafein dari daun teh dengan cara menggunakan ekstraksi padat-cair, dekoktasi, dan ekstraksi cair-cair.

2. Pemurnian hasil isolasi kafein dengan cara rekristalisasi.

3. Indentifikasi kafein hasil isolasi dengan cara uji KLT, uji alkaloid dengan pereaksi meyer dan dragendorff dan uji titik leleh.

II. Prinsip Percobaan

1. Ekstraksi : Pemisahan berdasarkan perbedaan kepolaran.

2. KLT : Pemisahan berdasarkan perbedaan kepolaran dan kecepatan migrasi.

3. Uji Alkaloid : Reaksi pengendapan antara senyawa golongan alkaloid, pereaksi meyer, pereaksi drangendorf

4. Uji Titik Leleh : Perubahan wujud dari padat menjadi cair berdasarkan titik leleh.

III. Teori Dasar 3.1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur dengan sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Suparni, 2009).

Jenis-jenis ekstraksi yang sering dilakukan adalah : a. Ekstraksi Cara Dingin

(2)

yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi.

b. Ekstraksi Cara Panas

Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet dan infusa.

Ekstraksi cair-cair adalah suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang tidak dapat saling bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) kedalam fase yang kedua. Pemisahan yang dapat dilakukan, bersifat sederhana, cepat dan mudah (Basset, 1994).

Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses ekstraksi adalah pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah memperolehnya kembali. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang sesuai adalah sebagai berikut:

1. Pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan.

2. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya.

3. Titik didh pelarut harus rendah, hal ini akan mempermudah pengeringan kristal yang terbentuk.

4. Titik didih harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai (Svehla, 1979).

(3)

yang ada didalam sampel dalam jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi dan kuantifikasinya (Rohman, 2009).

Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur antara lain menggunakan corong pisah. Ada suatu jenis pemisahan lainnya dimana pada satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain, misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut organik dalam hal ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor sokshlet. Metode sokshlet ini merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan pelarut cair secara continu (Estien, 2005).

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan (Svehla, 1979).

III.2. Kromatografi Lapis Tipis

(4)

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampe lewat jenuh dari larutan (Svehla, 1979).

III.3. Alkaloid dan Kafein

Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam air). Kafein bersifat basa lemah, berbentuk serbuk putih yaitu kristal-kristal panjang, rasanya pahit, Bila tidak mengandung air, kafein meleleh pada suhu 234 oC-239 oC. Kafein mudah larut dalam air panas dan diklorometana, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Kafein bersifat basa lemah dan hanya dapat membentuk garam dengan basa kuat. Dalam teh kering terdapat kira-kira 3% caffeine. Bahan inilah yang menimbulkan rasa nikmat dari air teh. Pada kadar caffeine tidak dimana-mana bagian dari tanaman sama. Daun yang termuda misalnya mengandung caffeine yang terbanyak, yaitu 3-4%, daun kelima dan keenam 1½%, sedang dalam tangkai hanya terdapat 0,5% caffeine. Dalam bulu daun peko terdapat 2% caffeine, sedangkan dalam daun keringnya 2-3% (Adisewojo, 1964).

(5)

dapat ditekan. Konsumsi kafein secara rutin dapat menyebabkan terjadinya toleransi. Tanda-tanda dan gejala-gejala dari konsumsi kafein secara berlebihan antara lain kecemasan, insomnia, wajah memerah, diuresis, gangguan saluran cerna, kejang otot, takikardia, aritmia, peningkatan energi dan agitasi psikomotor. Kafein dapat berinteraksi dengan siprofloksasin dimana mengakibatkan terjadinya penurunan metabolism hepatic kafein sehingga efek farmakologi kafein dapat meningkat (Sukandar dkk, 2008).

IV. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu erlenmeyer, gelas kimia, corong pisah, penangas air, pipet tetes, penyaring isap/vakum, alat dekantasi, dan batu didih.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah daun teh kering, natrium karbonat, air, diklorometana, kalsium klorida anhidrat, aseton, N-heksan, kloroform, pelat TLC, etil asetat, metanol, pereaksi samprot dragendorff, dan pereaksi meyer.

V. Prosuder Kerja 5.1 Ekstraksi cair cair

(6)

labu Elenmeyer. Untuk pengocokan kedua kalinya, dimasukan diklorometan 30 ml ( sebaiknya berlebih) dan dilakukan prosedur yang sama dalam hal pengocokan. Ke dalam labu Elenmeyer yang berisi kafein dari diklorometan ditambahkan 1-2 sendok kalsium kristal anhidrat (CaCl2), dikocok. Larutan kemudian dipisahkan dengan penyaring isap / vakum ( corong buchner ). Kemudian dilakukan penguapan larutan dengan rotatory evaporator. Kristal kafein hasil penguapan kemudian direkristalisasi dengan cara melarutkan kristal dengan aseton panas serta ditambahkan dengan ligroin ( n-heksan) dan disaring menggunakan kertas saring ke dalam beaker glass ( harus dalam keadaan panas ). Setelah tersaring semua kemudian beaker glass dimasukan kedalam air berisi es. Larutan yang berisi kristal disaring menggunakan penyaring isap. Sebelum penyaringan, kertas saring ditimbang terlebih dahulu. Kristal ditimbang dan dilakukan uji titik leleh menggunakan alat melting block. Diamati titik leleh yang terjadi.

5.2. Kromatografi lapis tipis

Sampel Kristal kafein hasil rekristalsisai daun teh dilarutkan sedikit demi sedikit dengan diklorometana atau kloroform. Kemudian, dilarutkan sampel dan ditotolkan diatas pelat TLC sampai nodanya cukup tebal. Lalu dilakukan elusi TLC menggunakan eluen etil asetat : metanol (3:1). Dilakukan elusi sampai tanda batas lalu, dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Disemprot plat dengan senyawa Dragendorff dan setelah itu dipanaskan dan dikeringkan. Adanya alkaloid akan ditunjukan dengan noda pelat berwarna jingga. Ditentukan nilai Rf masing masing noda, dibandingkan!

5.3. Uji Alkaloid

Dilarutkan kristal kafein dalam air. Diteteskan 1-2 tetes pereaksi Meyer. Apabila larutan tersebut mengandung alkaloid, makan akan terjadi endapan kuning muda. Kedalam larutan kafein lainnya dimasukkan 1-2 tetes pereaksi Gragendroff ; pengujian positif akan ditunjukan dengan terjadinya endapan jingga.

(7)

6.1 Data Pengamatan

Hasil dari ekstraksi berat kertas saring kosong adalah 0,53 g, berat kertas saring + kristal adalah 0,7 g, berat kristal adalah 0,17 g. Kromatografi Lapis Tipis etil asetat : metanol (3:1) etil asetat adalah 7,5 ml metanol adalah 2,5 ml. Klorofoam : metanol (9:1) klorofoam adalah 9 ml metanoladalah 1 ml. Rf Etil asetat : metanol (3:1) adalah 0,58 cm. Rf klorofoam : metanol (9:1) adalah 0,78 cm. Uji alkaloid pereaksi meyer larutan kristal kafein + pereaksi meyer menjadi endapan berwarna kuning, pereaksi dragendroff larutan kafein + pereaksi dragendroff menjadi endapan berwarna putih. Uji titik leleh hasil yang didapat 244oC.

6.2. Perhitungan

6.2.1. Ekstraksi Cair-Cair

Dik : Bobot kertas saring kosong = 0,53 g Berat kertas saring + kristal = 0,7 g

Berat kristal = 0,7 g – 0,53g = 0,17 g Dit : % rendemen kafein ?

Jawab : % rendemen kafein ¿bobot yang didapat bobot awal x100

= 0,1725gg x100

= 0,68 %

6.2.2. Kromatografi Lapis Tipis

a. Pembuatan eluen etil asetat : metanol (3:1)

etil asetat = 34x10ml = 7,5 ml

metanol = 1

4 x10ml = 2,5 ml b. Klorofoam : metanol (9:1)

kloroform = 109 x10ml = 9 ml metanol = 1

10 x10ml = 1 ml c. Nilai Rfetil asetat : metanol

(8)

Jarak pelarut = 4,6 cm Dit : Rf ?

Jawab :Rf = Jarak tempuh spot Jarak pelarut = 2,7 cm 4,6 cm = 0,58 cm d. Nilai Rf kloroform: metanol Dik : Jarak spot = 3,5 cm Jarak pelarut = 4,5 cm

Dit : Rf ?

Jawab :Rf = Jarak tempuh spot Jarak pelarut = 3,5 cm 4,6 cm = 0,78 cm

VII. Pembahasan

7.1. Ekstraksi Cair – Cair

Pada percobaan kali dilakukan percobaan Ekstraksi cair – cair untuk kafein dari daun teh kering dengan menggunakan teknik kristalisasi. Ekstraksi cair – cair adalah pemisahan zat terlarut didalam 2 pelarut yang tidak saling bercampur dengan kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik, dan pelarut air atau berdasarkan perbedaan kepolaran. Hal ini dikarenakan sifat senyawa yang berbeda seperti halnya ada senyawa yang terlarut dalam air dan senyawa yang terlarut dalam pelarut organik.

(9)

menarik Tannin dan senyawa lain selain kafein dari teh. Karena tannin merupakan senyawa fenolik yang bersifat asam, maka tannin dapat diubah menjadi garam menggunakan natrium karbonat(Na2CO3) yang bersifat basa. Setelah mendidih antara daun teh kering dengan natrium karbonat (Na2CO3) menghasilkan filtrat.

(10)

diklorometan secara cepat dan banyak dapat mengikat kafein sehingga hasilnya pun akan banyak, karena kelebihan diklorometan tidak dapat menimbulkan masalah dalam ekstraksi.

Setelah diklorometan ditampung dalam labu elenmeyer kemudian ditambahkan dengan 1-2 sendok kalsium kristal anhidrat (CaCl2) dan dikocok. Tujuan ditambahkannya kalsium kristal anhidrat (CaCl2) adalah pengikatan fasa air yang ikut serta pada saat pemisahan fasa diklorometana. Karena air dapat larut di diklorometana sehingga menyerap air yang masih terkandung di dalam larutan kafein diklorometana sehingga setelah dilakukan penyaringan, filtrat yang diperoleh adalah murni larutan kafein diklorometana. Pengocokan akan menghasilkan pembentukan kristal yang ada didalam larutan diklorometan kafein. Larutan kemudian dipisahkan dengan penyaring isap / vakum ( corong buchner ). Hasil kristal dimasukan kedalam corong buchner dengan proses suction (pengisapan) berupa aspirator. Fungsi dari aspirator adalah memisahkan antara kalsium kristal anhidrat (CaCl2) dengan larutan diklorometan kafein. Didapatkan hasil berupa larutan kafein murni. Kemudian dilakukan penguapan larutan dengan rotatory evaporator. Fungsi dari rotatory evaporator adalah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Didapatkan hasil dari proses evaporasi kristal kafein padat berwarna kekuningan.

(11)

memasukan n-heksana kedalam breaker glass tidak di simpan di atas hot plate sehingga kristal yang didapat sedikit.

Kristal yang kering tersebut dimasukan kedalam alat melting block. Fungsi dari alat melting block tersebut adalah untuk mengetahui titik leleh dari kafein yang telah dimurnikan apakah sesuai dengan litelature sebenarnya atau tidak. Menurut literatur dari Adisewojo, 1964 “kafein memiliki titik leleh yaitu 234oC - 239oC”. Hasil yang didapat bahwa kafein

mengalami titik leleh sekitar 224oC, jadi hasil yang didapat sesuai dengan

literatur.

Hasil kristalisasi dari kafein dari 25 g daun teh kering didapatkan 0,17 g, dengan % rendemen kafeinnya adalah 0,68 %. Seharusnya menurut literatur Adisewojo,1964 “dalam daun teh kering mengandung 2-3 %”. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan literatur karna daun teh sudah kadaluarsa, seharusnya daun teh yang akan diuji dalam keadaan segar. 7.2. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah pemisahan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan, dimana sampel dengan kepolaran yang sama akan bermigrasi dengan sampel yang memiliki kepolaran yang mirip. Dalam kromatografi lapis tipis terdapat 2 fase yaitu fase diam da fase gerak. Fase diamnya berupa lapisan tipis yang melekat pada gelas kaca/plastik, allumunium. Sedangkan fase gerak, berupa cairan atau campuran cairan yang biasanya merupakan pelarut organik.

(12)

sedangkan larutan yang polar maka akan bereksi dengan pelarut polar seperti metanol.

Setelah dilakukan elusi, sampel dikeringkan dan disemprot dengan pereaksi Dragendroff. Tujuan disemprotkannya pereaksi Dragendroff adalah memberi warna pada zat organik yang kita dapat pada sampel dalam proses penentuan nilai Rf. Nilai Rf merupakan nilai perbandingan antara jarak tempuh zat dan jarak tempuh pelarut. Perhitungan nilai Rf didsarkan atas jarak bercak dibagi dengan jarak eluen(jarak pelarut). Jarak eluen ketika mendekati lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis. Semakin polar senyawa yang terkandung pada larutan, semakin kuat interaksinya dengan fasa diam yang digunakan, semakin kecil nilai Rf yang dihasilkannya.

Dari percobaan, diperoleh Rf kafein uji pertama dengan eluen etil asetat-metanol (3:1) = 2,7 cm dan 4,6 cm dengan hasil 0,58 cm. Sedangkan Rf kafein uji kedua kloroform : metanol 3,5 cm dan 4,5 cm dengan hasil 0,78 cm. Pada uji pertama diperoleh nilai Rf 0,58 , menurut literatur dari Gandjar 2007 “Nilai Rf yang bagus berkisar 0,2 – 0,8 cm ”. Hasil yang didapat sesuai dengan literatur.

7.3. Uji Alkaloid

Pada percobaan ini dilakukan uji alkaloid. Uji alkaloid memiliki tujuan untuk melihat ada atau tidaknya alkaloid dalam suatu sampel dengan menggunakan suatu pereaksi. Biasanya pereaksi yang digunakan uji alkaloid adalah pereaksi meyer dan pereaksi dragendroff. Pereaksi meyer mengandung logam berat Bi (bismut). Sedangkan perekasi dragendoff mengandung logam berat Pb (timbal). Alkaloid dalam pereaksi meyer dikatakan positif jika sampel berubah menjadi endapan kuning. Sedangkan dalam pereaksi dragendroff dikatakan positif jika sample berubah menjadi endapan jingga.

(13)

didapatkan hasil yaitu endapan berwarna putih. Endapan berwarna putih. Dikarnakan daun teh kadaluarsa. Hasil dari pereaksi tersebut menunjukkan sampel kristal tersebut mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar merupakan kristal kafein.

VIII. Kesimpulan

1. % rendemen didapatkan dari percobaan ekstraksi cair-cair adalah 0,68% 2. Nilai Rf yang didapat pada uji KLT adalah etil asetat : metanol 0,58 cm, kloroform : metanol 0,78 cm.

3. Uji alkaloid menggunakan pereaksi meyer endapan kuning berarti hasil yang didapat positif. Pada pereaksi pereaksi drangendroff terdapat endapan putih berarti hasil uji negatif.

IX. Daftar pustaka

 Adisewojo, R.S. 1964. Bertjotjok Tanam Teh. Sumur Bandung, Bandung.

 Basset dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik . Jakarta: EGC. Hal 165

 Estien Yazid.2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis.Yogyakarta.Hal 181

 Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta

 Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia organik. Jakarta, Erlangga

 Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 Sukandar, Elin Yulinah dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI

Referensi

Dokumen terkait

Suatu cara yang sering dilakukan dalam pemisahan senyawa organik dari campurannya adalah ekstraksi cair-cair, yaitu pemisahan suatu zat berdasarkan

Minyak Atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawa padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, kelarutan dalam pelarut organik dan

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi

Suatu cara yang sering dilakukan dalam pemisahan senyawa organik dari campurannya adalah ekstraksi cair-cair, yaitu pemisahan suatu zat berdasarkan

Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia di antara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan

Ekstraksi pelarut merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling

Minyak Atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawa padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, kelarutan dalam pelarut organik dan keluratan

Ekstraksi cair merupakan suatu metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan dengan menggunakan pelarut lain. Ekstraksi cair-cair menggukan solvent yaitu Etil