• Tidak ada hasil yang ditemukan

B AB I PENDAHULUAN - PENERAPAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN REPRESENTASI PADA SISWA SMK - repo unpas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "B AB I PENDAHULUAN - PENERAPAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN REPRESENTASI PADA SISWA SMK - repo unpas"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa, sebagai syarat keberhasilan belajar mulai tingkatan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan. Buktinya, untuk menentukan siswa dapat melanjutkan sekolah kejenjang selanjutnya diadakan Ujian Nasional (UN). Dalam Pedoman Pelaksanaan Ujian Nasional 2013/2014 menentukan keberhasilan siswa oleh 60% nilai evaluasi akhir berupa UN dan 40% nilai sekolah (terdiri dari 60% nilai US dan 40% nilai raport), artinya mata pelajaran yang di Ujian Nasional mempunyai pengaruh dalam penentuan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, kemampuan siswa untuk menguasai mata pelajaran yang diujiankan harus tinggi, termasuk didalamnya mata pelajaran matematika.

Dalam pelaksanaannya pembelajaran matematika di kelas banyak hal yang menjadi hambatan pendidik untuk memberikan pemahaman pada siswa tentang pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut dilatarbelakangi oleh rendahnya minat siswa untuk mempelajari matematika, kurangnya kemampuan siswa menjawab soal-soal ujian dan menanggapi soal tersebut dengan mengaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi para pendidik untuk mencari solusi dan dapat mengatasi masalah tersebut.

Tercantum dalam buku yang berjudul ‘Principles and Standard for School Mathematics” NCTM tahun 2000 menyatakan bahwa lima kemampuan matematis yang seharusnya dimiliki siswa yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan msalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide

(2)

(mathematical connection); (5) belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation).

Ini merupakan suatu tantangan bagi guru matematika untuk menyusun suatu sistem pembelajaran yang selalu melibatkan siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran matematika, karena keaktifan siswa dalam proses pembelajaran berpengaruh terhadap kemampuan matematis siswa. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di samping mendengar penjelasan dari guru dan mencatat yang dijelaskan oleh guru yaitu mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, dan melakukan diskusi kelompok.

Menurut Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran matematika di sekolah menengah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjeaskan keterkaitannya antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(3)

Sejalan dengan tujuan pendidikan matematika tersebut, fokus kemampuan berpikir representasi juga ditemukan dalam tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum 2013 Depdiknas (Setiawati, 2014), adalah:

1. Pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa.

2. Siswa diberi kebebasan berpikir memahami masalah, membangun strategi penyelesaian masalah, mengajukan ide-ide secara bebas dan terbuka.

3. Guru melatih dan membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah.

4. Upaya guru mengorganisasikan, bekerjasama dalam kelompok belajar, melatih siswa berkomunikasi menggunakan grafik, diagram, skema, dan variabel.

Seluruh hasil kerja selalu dipresentasikan didepan kelas untuk menemukan berbagai konsep, hasil penyelesaian masalah, aturan matematika yang ditemukan melalui proses pembelajaran.

Berdasarkan dari data Nilai rata-rata Matematika Ujian Nasional SMK Negeri 1 Sindang Tahun Pelajaran 2012/2013 dan 2013/2014 adalah:

Tabel 1. Daftar Nilai Rata-Rata Matematika Ujian Nasional SMKN 1 Sindang No Tahun Pelajaran Nilai rata-rata Matematika

1 2012/2013 4,45

2 2013/2014 5,14

( Sumber : Daftar Nilai Hasil Ujian Nasional SMKN 1 Sindang tahun pelajaran 2012/2013 s.d 2013/2014 )

Data tersebut dengan nilai standar kelulusan thn ajaran 2012/2013 dan 2013/2014 adalah 5,5. (Pedoman Ujian Nasional,2013).

(4)

Dari hasil data tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa hal tersebut terjadi karena: (1) siswa belum mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaiatannya antar konsep dan mengaplikasikan konsep; (2) siswa belum mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) siswa belum mampu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika; (4) siswa belum mampu mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) siswa belum mampu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan representasi siswa SMK?”. Rumusan masalah tersebut dapat diperinci lagi menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran discovery learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang dan rendah) untuk siswa yang belajar dalam pembelajaran discovery learning dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

3. Apakah peningkatan kemampuan representasi siswa yang mendapat pembelajaran

(5)

4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan representasi siswa ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang dan rendah) untuk siswa yang belajar dalam pembelajaran discovery learning dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

5. Bagaimana sikap siswa terhadap matematika setelah belajar dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai peningkatan pembelajaran discovery learning terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis dan representasi siswa SMK. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran discovery learning dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional;

2. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang dan rendah) pada siswa yang belajar dengan pembelajaran discovery learning dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional;

3. Menelaah kemampuan representasi siswa yang belajar dengan pembelajaran

discovery learning dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional;

(6)

5. Mengetahui sikap siswa terhadap matematika setelah belajar dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Secara umum, penelitian ini memberikan informasi tentang pengaruh pembelajaran

dengan menggunakan metode discovery learning terhadap kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Bagi siswa: Siswa memperoleh pengalaman langsung berkaitan dengan kebebasan dalam belajar matematika secara aktif dan konstruktif melalui aktivitas pembelajaran

discovery learning sehingga dapat meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis.

3. Bagi guru: dapat meningkatkan keterampilan dalam memilih altenatif pendekatan pembelajaran bervariasi yang dapat meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa sehingga dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal, sebagai bagian dari upaya pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran matematika di sekolah.

(7)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran matematika. Branca (Krulik dan Reys, 1980: 3-4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah memiliki tiga interpretasi yaitu: pemecahan masalah (1) sebagai sustu tujuan utama; (2) sebagai suatu proses; dan (3) sebagai ketrampilan dasar. Ketiga hal itu mempunyai implikasi dalam pembelajaran matematika, pertama, jika pemecahan masalah merupkan suatu tujuan maka ia terlepas dari masalah atau prosedur yang spesifik, juga terlepas dari materi matematikanya, yang terpenting adalah bagaimana cara memecahkan masalah sampai berhasil. Dalam hal ini pemecahan masalah sebagai alasan utama untuk belajar matematika. Kedua, jika pemecahan masalah pandang suatu proses maka penekanannya bukan semata-mata pada hasil, melainkan bagaimana metode, prosedur, strategi dan langkah-langkah tersebut dikembangkan melalui penalaran dan komunikasi untuk memecahkan masalah.

Ketiga, pemecahan masalah sebagai ketrampilan dasar atau kecakapan hidup (life skill), karena setiap manusia harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Jadi pemecahan masalah merupakan ketrampilan dasar yang harus dimiliki setiap siswa. Krulik dan Rudnick (Carson,2007), mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu cara dimana seseorang individu menggunakan pengetahuan yang sudah diperoleh sebelumnya. Kemampuan dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan keadaan yang tidak biasa. Siswa harus mensintesis apa yang telah dipelajari dan menerapkannya pada situasi baru dan berbeda.

Menurut Sumarno (2010) menyatakan bahwa pemecahan masalah dapat di pandang sebagai pendekatan belajar artinya pemecahan masalah untuk menemukan dan memahami

(8)

materi. Guru meyajikan masalah lalu mengajukan pertanyaan atau situasi yang mendorong siswa untuk berpikir bagaimana menemukan solusi, namun menurut Carson (2007), bahwa pemecahan masalah akan lebih efektif jika dasar kemampuan dan penerapan pengetahuanya yang menjadi prinsip utama dari teori dan praktek.

NCTM menetapkan pemecahan masalah sebagai suatu tujuan dan pendekatan. Memecahkan masalah bermakna menjawab suatu pertanyaan yang metode untuk mencari solusi dari pertanyaan tersebut tidak dikenal terlebih dahulu. Untuk menemukan suatu solusi, siswa harus menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan melalui proses dimana mereka akan mengembangkan pemahaman–pemahaman matematika yang baru. Memecahkan masalah bukan hanya tujuan dari belajar matematika tetapi sekaligus merupakan alat utama untuk melakukan proses belajar itu. (NCTM, 2000).

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pemecahan masalah matematis, maka pemecahan masalah matematis tidak hanya berfungsi sebagai pendekatan tetapi sebagai tujuan. Hal ini juga telah ditegaskan NCTM (2000) yang menempatkan kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai tujuan utama dari pendidikan matematika. Dalam penelitian inipun, pemecahan masalah diinterpretasikan sebagai tujuan. Menurut NCTM (2000) dicantumkan bahwa dalam pemecahan masalah, semua siswa harus membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah. Ini berarti pemecahan masalah harus dijadikan sarana bagi siswa untuk mengembangkan ide-ide matematika.

Polya (1985) mengemukakan empat langkah atau tahapan yang harus ditempuh dalam pemecahan masalah yaitu:

(9)

2. Merencanakannya pemecahannya, yaitu memeriksa apakah sudah pernah melihat sebelumnya atau melihat masalah yang sama dalam bentuk berbeda. Memeriksa apakah sudah mengetahui soal lain yang terkait, mengaitkan dengan teorema yang mungkin berguna, memperhatikan yang tidak diketahui dari soal mencoba memikirkan soal yang sudah dikenal yang mempunyai unsur yang tidak diketahui yang sama.

3. Menyelesaikan masalah, yaitu melaksanakan rencana penyelesaian, mengecek kebenaran setiap langkah dan membutuhkan bahwa langkah benar.

4. Melihat kembali, yaitu memeriksa kembali hasil yang diperoleh, mengecek argumennya, serta mencari hasil itu dengan cara lain.

Dalam penelitian ini akan diukur keempat kemampuan yang dinyatakan oleh Polya tersebut diatas untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Adapaun indikator pemecahan masalah matematis (CPDD, 2009) adalah : a. Penguasaan konsep (numerical, geometrical, algebraic, statistical)

b. Dari aspek proses : yaitu kemampuan untuk berpikir secara heuristic terhadap proses penyelesaian suatu masalah.

c. Aspek Metakognisi : yaitu mampu mengetahui proses-proses kognitif, artinya kesadaran tentang cara berpikir dalam menyelesaikan masalah.

d. Aspek Skill: yaitu kemampuan untuk mengestimasi dan mengaproksimasikan mental calculation communication dengan menggunakan manipulasi aljabar dan aritmetika atau alat matematika lainnya.

B. Kemampuan Representasi Matematis

(10)

Menurut Pape & Tchoshanov (Luitel, 2001) ada empat gagasan yang digunakan dalam memahami konsep representasi, yaitu: (1) representasi dapat dipandang sebagai abstraksi internal dari ide-ide matematika atau skemata kognitif yang dibangun oleh siswa melalui pengalaman; (2) sebagai reproduksi mental dari keadaan mental yang sebelumnya; (3) sebagai sajian secara struktur melalui gambar, simbol ataupun lambang; (4) sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain.

Representasi merupakan proses pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang, yang terungkap dan divisualisasikan dalam berbagai model matematika, yakni: verbal, gambar, benda konkret, tabel, model- model manipulatif atau kombinasi dari semuanya (Hudoyo, 2002: 47). Cai, Lane, dan Jacabcsin (1996: 243) menyatakan bahwa ragam representasi yang sering digunakan dalam mengkomunikasikan matematika antara lain: tabel, gambar, grafik, pernyataan matematika, teks tertulis, ataupun kombinasi semuanya.

Representasi sangat berperan dalam upaya mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan matematika siswa. NCTM dalam Principle and Standart for School Mathematic

(11)

Standar kemampuan reoresentasi matematis siswa, NCTM menetapkan bahwa program pembelajaran matematika dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 memungkinkan siswa untuk:

a. Membuat dan menggunakan representasi-representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematis.

b. Memilih, menerapkan, dan meneterjemahkan antar representasi-representasi matematis untuk-untuk memecahkan permasalahan.

c. Menggunakan representasi-representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan matematis.

Adapun indikator kemampuan representasi pada penelitian ini adalah:

a. Representasi simbolik, yaitu berupa manipulasi simbol, mengintegrasi makna simbol, dan beroperasi dengan simbol.

b. Representasi Grafis, yaitu menghitung dari bentuk grafik, menggambrkan fungsi yang diberikan atau dihitung, dan beroperasi pada grafik.

c. Representasi proses numerik yaitu menggunakan prosedur untuk memperoleh hasil numerik, memahami dan menerapkan proses dalam bentuk numerik, memahami dan menerapkan proses dalam bentuk numerik, dan menginterpretasikan tabel.

C. Discovery learning

Strategi discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Strategi discovery learning struktur pembelajarannya adalah induktif, yaitu menekankan siswa untuk menemukan pola-pola, aturan, prinsip, dan struktur matematik melalui eksplorasi terhadap contoh-contoh. Sebagaimana yang dikemukakan Taba (Trisnadi, 2006:201) bahwa

(12)

penjelasan sebuah prinsip umum tetapi dengan menghadapkan siswa kepada beberapa contoh dari prinsip, dimana mereka dapat menganalisis, memanipulasi, dan bereksperimen.

Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery learning ialah bahwa pada

discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang di rekayasa guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan ketrampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.

Adapun menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Llearning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:

1. Pemberian rangsangan ( Stimulation )

Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang mengembangkan dan membantu siswa dalam mengekplorasi bahan. Stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.

2. Pertanyaan/Identifikasi Masalah ( Problem Statemet )

Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).

(13)

Ketika eksplorasi berlangsung juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244).

4. Pengolahan Data ( Data Processing )

Menurut Syah (2004:244) data proseccing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditfsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5. Pembuktian ( Verification )

Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).

6. Menarik Kesimpulan Generalisasi ( Generalization )

Tahap generalaization (menarik kesimpulan) adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).

D. Pembelajaran Konvensional

(14)

(Turmudzi,2008), dan Kramarski dan Slettenhaar (Gani,2007) menyatakan pendapat yang sama tentang pembelajaran matematika yang bersifat informatif ini, dimana aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas “menonton” gurunya melakukan matematik, selanjutnya guru menyelasaikan soal-soal dipapan tulis, dan kemudian memberikan soal latihan untuk diselesaikan sendiri oleh siswanya.

Pembelajaran konvensional menurut Russefendi (1991) adalah pembelajaran biasa yang diawali oleh guru memberikan informasi, kemudian menerangkan suatu konsep, siswa bertanya, guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum, memberikan contoh soal aplikasi konsep, selanjutnya meminta siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Siswa bekerja secara individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk disampingnya, kegiatan terakhir adalah siswa mencatat materi yang diterangkan dan diberi soal-soal pekerjaan rumah. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut terdapat dapat di simpulkan bahwa dan siswa hanya menerima pengetahuan tanpa mengetahui dari mana pengetahuan itu diperoleh. Siswa diberi pengetahuan yang bersifat hafalan-hafalan dan latihan-latihan. Pembelajaran seperti ini tidak bermakna bagi siswa dan apa yang sudah dihapalkan akan dengan mudah dilupakan begitu pelajaran tersebut berlalu.

E. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir hubungan antara operasi variabel yang saling berkaitan. Hubungan variabel-variabel ini terjadi dari variabel terikat (dependen) yaitu kemampuan pemecahan masalah dan representasi. Serta variabel bebas (independent) yaitu Discovery Learning. Berikut ini kerangka berpikir dalam penelitian

Metode Discovery

learning

(15)

Gambar 1 Bagan Alur Kerangka Berpikir

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang mendapat pembelajaran

Discovery Learning lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis (tinggi,

sedang dan rendah) untuk siswa yang mendapatkan pembelajaran discovery learning

dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Peningkatan kemampuan representasi siswa yang mendapat pembelajaran discovery learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi (tinggi, sedang dan rendah) untuk siswa yang mendapatkan pembelajaran discovery learning dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

G. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pembelajaran Discovery Learning ( Y ) merupakan variabel terikat akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis (X1) dan representasi matematis (X2) sebagai variabel bebas, untuk variabel kontrol yaitu Kemampuan Awal Matematis (tinggi, sedang, rendah).

Sebagai penjelasannya dapat dilihat pada tabel berikut:

(16)

Tabel 2.1 Operasional Variabel

No Variabel Operasional Indikator Instrumen Responden

1 Variabel (Y) pembelajaran dengan metode Discovery learning

Mengukur pembelajara n dengan metode Discovery learning

Tujuan komponen pembelajaran Discovery learning adalah:

a. Mengklasifikasi istilah,

b.Merumuskan Masalah c.Menganalisis

Masalah,

d. Menata gagasan, e.Merumuskan tujuan, f.Mencari informasi tambahan, g. Mensintesa Pedoman

Observasi Pesertadidik

2 Variabel (X1) kemampuan pemecahan masalah Mengukur kemampuan pemecahan masalah

a. Membangun pengetahuan baru, b. Menyelesaikan masalah,

c. Menggunakan berbagai strategi

Pretes dan

Postes Pesertadidik

3 Variabel (X2) kemampuan representatif matematis Mengukur kemampuan representatif matematis a. Representasi simbolik

b. Representasi grafis

c. Representasi proses

Pretes dan

Postes Pesertadidik

4 Variabel Kontol

Kemampuaan Awal Matematis (tinggi, sedang, rendah)

Keterkaitan antara variabel terikat, variabel bebas dan variabel kontrol tersebut disajikan dalam model Weiner pada tabel berikut :

Tabel 2.2

Tabel Weiner keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol (KAM)

(17)

Masalah i n Masalah i

KAM Tinggi KPMDLT KRDLT KPMKT KRKT

Sedang KPMDLS KRDLS KPMKS KRKS

Rendah KPMDLR KRDLR KPMKR KRKR

Keseluruhan KPMDL KRDL KPMK KRK

Keterangan :

KPMDLT adalah kemampuan pemecahan masalah siswa kelompok KAM tinggi kelas

Discovery Learning

KRDLT adalah kemampuan representasi siswa kelompok KAM tinggi kelas Discovery Learning

KPMKT adalah kemampuan pemecahan masalah siswa kelompok KAM tinggi kelas konvensional

KRKT adalah kemampuan representasi siswa kelompok KAM tinggi kelas konvensional

2. Definisi Operasional

Beberapa variabel dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah memecahkan masalah bermakna menjawab suatu pertanyaan yang metode untuk mencari solusi dari pertanyaan tersebut tidak dikenal terlebih dahulu. Untuk menemukan suatu solusi, siswa harus menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan melalui proses dimana mereka akan mengembangkan pemahaman–pemahaman matematika yang baru. Memecahkan masalah bukan hanya tujuan dari belajar matematika tetapi sekaligus merupakan alat utama untuk melakukan proses belajar itu.

2. Kemampuan representasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat dipresentasikan dalam bentuk objyek, gambar, kata-kata, atau simbol matematika.

(18)

dan guru, siswa dan siswa, serta siswa dan bahan pelajarannya. Dengan demikian, pembelajaran matematika diarahkan pada aktivitas siswa yang terampil dalam menemukan dan memahami kosep-konsep atau pinsisp-prinsip dalam matematika. Jika siswa telah memahami konsep matematika tersebut, maka mereka mampu memecahkan atau menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep matematika yang diajarkan. Salah satu solusi untuk memecahkan masalah tersebut yang menerapkan salah satu model pembelajaran.

H. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Rizki Rahma dan Samsul Ma’arif (2014) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Discovery Terhadap Kemampuan Analog Matematis Siswa SMK Al-IKHSAN Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat” yang menghasilkan diantaranya adalah peningkatan kemampuan analog matematis siswa yang memperoleh metode pembelajaran Discovery

dengan metode Ekspositori. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka Pratiwi (2012) terhadap siswa Sekolah Menengah Kejuruan, proses pembelajaran dengan model Discovery meningkatkan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran.

(19)

Gambar

Tabel 2.1 Operasional Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Mewujudkan peningkatan pendapatan asli daerah sebagai modal bagi terlaksananya pembangunan dan kemajuan daerah, provinsi Jawa Tengah telah memberlakukan

Penerapan pembelajaran model Pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran IPS siswa kelas IIV SDN Lebak Winongan

Kebaharuan dalam penelitian ini adalah novel PJ karya Okky Madasari diteliti menggunakan teori strukturalisme genetik dengan mengungkapkan pandangan dunia

Penyimpanan pada suhu ruang Penyimpanan pada suhu. Setelah direbus ulang Setelah

(dekomposisi), yang menghasilkan senyawa-senyawa berbentuk anorganik (disebut mineralisasi = proses pembentukan bahan mineral atau bahan anorganik) o   Dekomposisi à

Judul : Peranan Penyuluh Agama Islam Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Keberagamaan Anak di Desa Lassa-Lassa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. Skripsi ini

Besar dugaan bahwa pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan SMK Negeri 1 Tinambung tidak pernah merasa kesulitan dalam pencarian bahan pustaka dibagian layanan

Dalam hal ini Wireless sensor network digunakan untuk memantau sistem pengisian dan pengukuran level minyak pada tangki minyak pertamina1. Semua Instruksi akan di