• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK (KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA ABDULLAH MUNIR) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK (KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA ABDULLAH MUNIR) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK

(KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA

ABDULLAH MUNIR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

ISWANTO

NIM : 111-12-246

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)

iii

METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK

(KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA

ABDULLAH MUNIR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

ISWANTO

NIM : 111-12-246

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTTO

CINTA ADALAH SIKAP BATIN YANG AKAN MELAHIRKAN

KELEMBUTAN, KESABARAN, KELAPANGAN, KREATIVITAS,

SERTA TAWAKAL, SEBAGAIMANA DICONTOHKAN

RASULULLAH SAW.

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan kepada:

 Allah Subhanahu wata‟ala serta kekasih-Nya al-Habib al-Musthofa Muhammad

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.

 Bapak ibu, dan semua kakakku, serta keponakan-keponakanku tercinta yang selalu

memberikan semangat dan do‟anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.

 Bpk Imam Mas Arum, M.Pd. yang telah membimbing penulis dalam pembuatan

skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan. Sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai.

 Untuk para dosenku yang telah memberikan bekal ilmu untuk masa depanku.

 Sahabat-sahabatku seiman dan seperjuangan.

 Teman-teman PAI G yang selalu ceria dan kompak.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah meberikan

keutamaan ilmu dan amal kepada anak cucu adam a.s. melebihi seluruh alam. Sehingga penulis dapat dan mampu menulis skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung

Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat dan keturunannya yang menjadi sumbernya ilmu dan hikmah. Dengan bershalawat dan salam semoga kita termasuk golongan yang memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Amin.

Penyusunan skripsi ini bertujuan guna memenuhi prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Terselesaikannya skripsi ini tidak semata-mata hasil dari jerih payah penulis sendiri melainkan banyak pihak yang terkait yang telah membantu baik moril maupun spiritual, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd.,selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd., selaku pembimbing skripsi, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan dukungan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai.

(10)

x

6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi ini.

7. Semua teman-teman seperjuangan pai 2012 dan teman-teman sekelilingku yang telah banyak membantu serta mengisi hari-hari dengan canda, duka, dan tawa.

8. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.

Akhirnya hanya kepada Alloh SWT penulis berserah diri dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca

pada umumnya. Amin ya robbal „Alamin.

Salatiga, 14 Maret 2016

Penulis

(11)

xi

ABSTRAK

Iswanto. 2017. Metode Pembelajran Dalam Pendidikan Anak (Kajian Terhadap Buku Spiritual Teaching Karya Abdullah Munir). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum M.Pd.

Kata kunci: Metode Pembelajaran, Pendidikan Anak, Buku Spiritual Teaching

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji Metode Pembelajaran dalam Pendidikan (Kajian Terhadap Buku Spiritual Teaching Karya Abdullah Munir). Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan Anak yang terkandung dalam buku Spiritual Teaching?, dan (2) Bagaimana relevansi metode pembelajaran dalam pendidikan Anak pada buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan (Library Research).Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian literer, sumber data primernya adalah buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir. Sedangkan sumber data sekundernya adalah buku-buku lain yang relevan dengan obyek pembahasan penulis.Metode pengolahan data yang dipakai adalah metode analisis kualitatif.

Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yaitu (1) Metode pembelajaran dalam pendidikan Anak yang terkandung dalam buku spirirtual teaching yaitu metode keteladanan dan sikap guru dalam proses pembelajran diantara: melembutkan hati,

(12)

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL.………... i

LEMBAR BERLOGO... ii

JUDUL... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

PENGESAHAN KELULUSAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... vi

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………... 5

C . Tujuan Penelitian………... 6

D. Kegunaan Penelitian………... 6

E. Metodologi Penelitian………... 7

F. Penegasan Istilah………... 10

G. Sistematika Penulisan………... 12

BAB II BIOGRAFI ABDULLAH MUNIR A. Riwayat Hidup Abdullah Munir………... 14

B. Karya-Karya Abdullah Munir………... 16

(13)

xiii

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

A.Metode Pembelajaran dalam Buku SpiritualTeaching... 27 B.Tujuan Metode Pembelajaran dalam Buku SpiritualTeaching... 60

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

A. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan... 62 B. Relevansi Metode Pembelajaran dalam Pendidikan dengan Buku Spiritual

Teaching... 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………... 72

B. Saran-Saran………... 74

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan kombinasi aktifitas di dalam pendidikan yang dilakukan peserta didik dan guru. Di dalam pembelajaran perlu adanya rencana pembelajaran yang matang dan terperinci, sehingga dapat memberi peluang tercapainya keberhasilan guru. Menurut Gagne, pembelajaran dapat diartikan sebagai proses memodifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya (Huda, 2014: 3).

Pembelajaran dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 Pasal 1

tentang Sistem Pendidikan Nasional diterangkan bahwa “pembelajaran

(15)

2

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pembelajaran. Dalam melaksanakan tugas guru sangat jarang menggunakan satu metode, tetapi selalu memakai lebih dari satu metode. Karena karakteristik metode yang memiliki kelebihan dan kelemahan menuntut guru untuk menggunakan metode yang bervariasi (Djamarah, 2000: 19).

Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan (Arifin, 1994: 97). Dari keterangan diatas yaitu metode sebagai sebuah alat, tentunya metode harus dipersiapkan dengan baik, karena dengan alat yang tepat, proses yang dilakukan akan semakin efekif dan efisien. Metode pembelajaran yang tidak efektif akan menjadi penghambat kelancaran proses pembelajaran sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru akan berdaya guna dan berhasil jika mamp dipergunakan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

(16)

3

2011:119). Jadi, pemilihan kata metode pembelajaran disini dimaksudkan sebagai variasi cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran.

Idealnya seorang guru tidak hanya sekedar mengajar di dalam kelas, membacakan buku, kemudian memberikan tugas. Tetapi guru juga harus bisa membekali anak didiknya dengan akhlak dan moral yang baik. Sealain harus mempunyai bekal keilmuan yang tinggi seorang guru harus mampu membimbing dan menjadi teladan bagi muridnya dan panutan di dalam masyarakatnya, mempunyai semangat, niat yang ikhlas, sabar serta ketulusan hati. Bila seorang guru mengajar sesuai niat panggilan jiwanya tentu akan mampu mengantarkan anak didiknya pada kehidupan intelektual dan sosial yang baik.

Begitupula menjadi seorang guru harus tahu betul seluk-beluk hakikat guru itu sendiri memahami dengan seksama peranan dirinya. Dalam hal mengajar guru harus benar-benar memperhatikan berbagai hal atau etika baik di dalam ruang kelas maupun di luar kelas. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Undang-Undang Guru dan Dosen No.14 Th.2005 Bab Guru, Pasal 8).

(17)

4

sumber ilmu pengetahuan karena jika hanya itu, maka google berfungsi jauh lebih sempurna sebagai sumber belajar. (Asmani, 2009: 22). Dalam interaksi edukatif antara guru dan siswa untuk menciptakan suasana yang menyenangkan perlu adanya sentuhan-sentuhan dari dalam diri sang guru kepada siswa, sehingga akan terjadi sebuah ikatan batin antara guru dan siswa, terciptanya rasa kasih sayang yang menjadikan siswa akan semangat dalam belajar.

(18)

5

Dalam konteks pengunaan metode pembelajaran di atas, Abdullah Munir dengan ilmu dan pengalamannya melalui buku Spiritual Teaching

ingin memberi bimbingan kepada para guru agar dapat menikmati hari-harinya di depan murid dan mengantarkan anak didiknya kelak menjadi manusia yang mengerti tujuan hidupnya. Menjalani kegiatan mengajar lebih dalam lagi, mendidik dengan metode pembelajaran yang berbekal rasa cinta yang melimpah.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong mengkaji untuk lebih lanjut tentang “METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN (KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL

TEACHINGKARYA ABDULLAH MUNIR)”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan yang disamapaikan oleh abdullah munir. Rumusan masalah tersebut, dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan pada buku Spiritual

Teaching?

(19)

6

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metode pembelajaran dalam pendidikan yang digagas oleh Abdullah Munir yang tertuang di dalam buku Spiritua Teaching. Adapun tujuan umum tersebut dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut:

1. Mengetahui konsep metode pembelajaran dalam pendidikan pada buku

Spiritual Teaching.

2. Mengetahui deskripsi relevansi metode pembelajaran pada buku

Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini.

Ketiga tujuan penelitian yang nanti hasilnya semoga bermanfaat bagi khalayak umum dan khususnya bagi penulis, sehingga dapat membuka wawasan serta pemikiran baru yang yang dapat menambah pengetahuan tentang isi yang terkandung dalm buku Spiritual Teaching

yang mengacu pada metode pembelajaran dalam pendidikan yang terkandung di dalamnya.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut di atas mempunyai maksud agar berguna sebagai berikut :

1. Teoretis :

(20)

7

khusunya yang menyangkut metode pembelajaran dan relevansinya di dalam pendidikan yang digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Praktis :

a) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana dalam memperoleh informasi dan pengetahuan peneliti dalam memakai metode pembelajaran dan relevansinya di dalam proses pembelajaran.

b) Bagi Lembaga Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan kajian dalam pengembangan metode pembelajaran dan relevansinya di dalam pendidikan islam.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

(21)

8

pendidikan dan relevansinya dengan konteks pendidikan saat ini di dalam buku Spiritual Teaching.

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan atau (library research) dengan langkah :

a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder.

b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku sumber.

c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokan serta klasifikasikan sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk per bab.

Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini juga menggunakan metode. Pengumpulan data yang dapat berupa buku, kitab, jurnal, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Dengan demikian, penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut (Suryabrata, 1995: 66).

3. Sumber Data

(22)

9 a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku tentang

Spiritual Teaching karya Abdullah Munir. b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah buku-buku, dan sumber lain yang mendukung penelitian ini, berbagai literatur yang berhubungan dan relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid, website, dan blog di internet yang berupa jurnal.

4. Metode Analisis Data

Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah ini merupakan library research. Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dengan cara:

a. Deduktif

(23)

10

Metode ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan dari pola pemikiran yang bersifat umum kepada penarikan pola pemikiran yang khusus. Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisa data tentang metode pembelajaran dalam pendidikan.

b. Metode Induktif

Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa kongkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa yang kongkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1990: 26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus kemudian ditarik kesimpulan menjadi umum. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis data tentang metode pembelajaran dalam pendidikan di dalam buku

SpiritualTeaching karya Abdullah Munir.

F. Penegasan istilah

Untuk memahami judul dan mempermudah serta menghindari kesalahan , maka akan dijelaskan beberapa kata pokok yang terdapat pada judul di atas, yaitu:

1. Metode

(24)

11

2011: 4). Sedangkan menurut Ramayulis metode dalam bahasa Arab, dikenal dengan istilah Thoriqoh yang berarti langkah-langkah strategi yang dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Bila dihubungkan dengan pendidikan maka metode ini harus diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka mengembangkan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik (Ramayulis, 2008: 188).

2. Pembelajaran

Pemebelajaran juga diartikan sebagai suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan memeper mudah proses belajar dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa (Nazarudin, 2007: 163).

3. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Maslikhah, 2009: 130).

4. Spiritual

Kata spiritual sendiri dapat dimaknai sebagai hal-hal yang bersifat spirit atau berkenaan dengan spirit, dari sini kita dapat mengartikan

“spiritual” sebagai suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan kita

(25)

-12

benar memperhatiakn “jiwa” dan “sukma” kita dalam

menyelenggarakan kehidupan di bumi (Alya, 2009: 748). 5. Teaching

Adapun “Teaching” disini berarti mengajar. Mengajar adalah suatu

proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, untuk proses mengajar sebagai proses menyampaikan pengetahuan, akan lebih tepat diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukan Smith bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau ketrampilan (Teaching Is Imparting Knowledge) (Sanjaya, 2006: 96).

G. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran. Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, akan disusun ke dalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:

(26)

13

Pada BAB II, diuraikan mengenai gambaran riwayat hidup dari Abdullah Munir sebagai penulis buku, perjalanan intelektual atau pemikiran, dan karya-karya yang beliau hasilkan, dan gambaran umum isi materi buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir.

Pada BAB III, membahas tentang deskripsi pemikiran Abdullah Munir tentang metode pembelajaran dan tujuan metode pembelajaran menurut Abdullah Munir pada buku Spiritual Teaching.

Pada BAB IV, akan memaparkan analisis penelitian, yang terdiri dari analisis metode pembelajaran dan relevansi metode pembelajaran pada buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini.

Pada BAB V, berisi mengenai kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka.

(27)

14

BAB II

RIWAYAT HIDUP ABDULLAH MUNIR

DAN GAMBARAN UMUM BUKU SPIRITUAL TEACHING

A. Biografi Abdullah Munir

Abdullah Munir dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah, 1 Januari 1975. Dia merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah ia tempuh di Kota kelahirannya dari tahun 1984 sampai 1987 yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatus Sibyan, Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah, Madrasah Aliyah Muhammadiyah. Karena beliau mencintai dunia pendidikan beliau pun memilih studi jenjang sarjana di Fakultas Tarbiyah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang kini menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan lulus pada tahun 2002 (Munir, 2010).

(28)

15

kuliah ia menyibukkan diri untuk menekuni dunia tulis menulis dan juga sebagai pendidik. Hal ini dapat dilihat kesibukannya sebagai editor sekaligus anggota Tim penyusun buku Pendidikan Agama Islam untuk SD pada penerbit Cempaka Putih, Klaten.

Abdullah Munir adalah seorang yang aktif di dunia pendidikan, semenjak remaja beliau mengembangkan bakat kepemimpinannya di berbagai organisasi sehingga kariernya sebagai pendidik tergolong cemerlang. Hal ini dapat terlihat pada waktu semasa kuliah beliau sudah aktif sebagai guru sehingga pada tahun 1998 beliau merintis SD Islam Terpadu Hidyatullah di Sleman, Yogyakarta dan menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar Islam Terpadu Hidayatullah (1998-2002). Dilanjutkan pada tahun 2002 beliau merintis sekolah serupa yakni SD Islam Terpadu Al-Madinah di Kebumen, Jawa Tengah (2003-2008). Selanjutnya, mulai tahun 2008 ia diberi amant untuk mengajar di SMP Integral Hidayatullah (Munir, 2010).

(29)

16

berarti guru harus mempunyai sifat tawakal dan istikomah yang mana setiap pekerjaan harus diserahkan kepada Alloh SWT. Hal ini sebagi bentuk penghambaan dan pengabdiannya kepada Alloh. Dengan begitu sikap istiqomah dan rasa ikhlas pun datang dengan sendirinya. Karena apabila seorang guru yang tidak memilliki.sikap seperti itu maka guru akan menjadi manusia materialistik yakni segala sesuatnya mengharapkan imbalan atau uang.

B. Karya-Karya Abdullah Munir

Selain profesinya sebagai seorang guru, Abdullah Munir juga sebagi seorang penulis buku. Adapun beberapa karya-karya buku yag dihasilkan oleh Abdullah Munir, meliputi antara lain:

1. Buku panduan PAI untuk SD, yang diterbitkan oleh Cempaka Putih, tahun 2003.

2. Buku dengan judul Spiritual Teaching, yang diterbitkan oleh Pustaka Insani Madani, tahun 2006.

3. Buku dengan judul Safar; Fikih Praktis, yang diterbitkan oleh Pustaka Insan Madani, tahun 2007.

4. Buku dengan judul 100 Masalah Puasa Yang Sering Ditanyakan, yang diterbtkan oleh Qadasia, tahun 2008.

(30)

17

6. Buku dengan judul Catatan Cinta Seorang Guru, yang diterbitkan oleh Pedagogia, tahun 2010.

7. Buku dengan judul Pendidikan Karakter; Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah, yang diterbitkan oleh Pedagogie, tahun 2010.

8. Buku dengan judul 101 Kesalahan Orang Tua Ketika Berinteraksi dengan Anak Usia Dini, yang diterbitkan oleh Pedagogie, tahun 2012.

C. Gambaran Umum Materi Buku Spiritual Teaching

Buku Spiritual Teaching : Agar Guru Semakin Mencintai Pekerjaan Dan Anak Didiknya karya dari Abdullah Munir ini terdiri dari 5 Bab, yang disajikan dengan penulisan gaya bahasa yang praktis, cerita, dan juga beserta contoh-contohnya. Sebagai gambaran umum dari buku ini, yakni:

Bab Pertama, TeladanMulia. Terdapat 8 tema, yaitu: 1. PeDE Boleh, Overacting Jangan!

(31)

18 2. Waspada Emosi

Guru harus pandai mengendalikan emosinya. Jangan sampai persoalan internalnya dibawa-bawa saat ia berada disekolah. Mempunyai kemampuan mengelola emosi yang baik dan canggih. Misalnya, mengambil posisi badan berjongkok ketika ingin berbicara dengan siswa.

3. Menjadi Sosok Pemaaf

Dalam kondisi situasi apapaun guru tidak boleh memberi klaim negatif pada anak. Untuk menghindari hal itu maka guru harus menjadi sosok pemaaf.

4. Naluri Hewaniah Anak

Tak ada untungnya sama sekali bila guru menerima kesalahan anak didiknya, kemudian menyimpannya didalam hati. Seharusnya guru menyadari anak berbuat kesalahan tidak dengan kesadaran sebagaimana kesadaran orng dewasa. Anak berbuat kesalahan karena dorongan naluri kekanak-kanakannya ketimbang pertimbangan rasional. Naluri inilah, jika dicermati, sangat mirip naluri yang ada pada hewan.

5. Tidak Otoriter Tidak Pula Demokratis

(32)

19

semacam ini, harus ditumbuhkan budaya musyawarah dan dialog. Msalnya dengan mengadakan musyawarah secara serentak, hingga tak ada satu pun siswa yang tidak terlibat di situ, semuanya boleh berpendapat.

6. Ada yang Perlu disipakan

Agar dapat tampil logis dan penuh dengan sikap bijak, ada hal-hal yang perlu disiapkan terlebih dahulu. Diantaranya kesiapan guru untk mendengar kata-kata siswa. Ini bukanlah pekerjaan gampang. Sebab

guru sering terjebak pada posisi seolah “serba tahu”.

7. Bertawakal

Dengan memahami prinsip takdir Allah, guru tidak akan muda berputus asa. Ia akan memiliki kesadaran, bahwa sepandai apa pun keahlian mengajar yang dimilikinya, hasil akhir tetap ditangan Alloh. 8. Cara Muda Bertaakal

Pertama adalah meyakinkan diri bahwa ilmu Allah berada di atas ilmu siapapun. Alloh swt. Adalah sumber dari segala sumber ilmu.

(33)

20

Bab Kedua, MelembutkanHati. Terdapat 6 tema, yaitu: 1. Proklamasi Pertama: Aku Juga Mencintaimu

Sederhananya, segala yang dilakukan anak sesungguhnya adalah

teriakan yang berbunyi, “cintailah aku, cintailah aku!”. Oleh karena itu,

tak perlu tergesa-gesa menyalahkan anak. Lebih baik segeralah menangkap pesan rahasia dari anak itu, yakni pesan cinta. Dan

proklamasikan di dalam hatinya: “aku juga mencintaimu, nak...” itu

adalah bahasa cinta.

2. Proklamasi Kedua: Aku Hadir Demi Kamu

Jika guru telah menganut filsafat “aku dihadirkan oleh Allah ke

dunia ini memang kalian semua”, insya Alloh, bagaimanapun karakter

siswa yang dihadapi, guru akan mampu menerima apa adanya. 3. Gunjingan di Ruang Guru

Terkadang guru malah menunjukan perilaku yang tidak menunjukan cintanya kepada muridnya. Misalnya, anak-anak biang keladi menjadi gunjingan di ruang guru. Tingkah pola mereka yang konyol, apalagi prestasi yang amburadul, menjadi gosip yang mengasyikan.

4. Proklamasi Ketiga Akulah Sahabatmu

(34)

21

guru berkepentingan dan berkewajiban untuk turut menciptakan suasana pergaulan yang penuh persahabatan, diantara para muridnya. 5. Cuma Jadi “Teman Dinas”

Kadang-kadang, guru tidak banyak berperan sebagai teman sejati bagi para siswanya. Pertemanan yang sering terjadi tak lebih hanya

“Pertemanan Dinas”. Hampir seluruh komunikasi yang terjadi antara

guru dengan siswa dilakukan ketika hanya terkait dengan profesi. 6. Menjadi Teman Sejati

Guru yang memilih peran “Teman Sejati” tidak menegur siswanya.

Tetapi dengan sapaan yang lain seraya menyempatkan diri duduk di sisinya. Inilah yang dimaksud dengan komunikasi “pemecah es” (ice breaker).

Bab Ketiga, Menyemai Benih Kasih Sayang. Terdapat 10 tema, yaitu:

1. Membangun Citra Sekolah

(35)

22 2. Terapkan Kiat-Kiat Sederhana

Guru perlu berbagai cara untuk memoles dan mewarnai hubungannya dengan anak. Sebab, ada beragam karakter anak. Untuk itu dibutuhkan kiat-kiat khusus. Kiat-kiat ini hubungan yang berkualitas akan menghasilkan keselarasan (harmoni). Sebaliknya hubungan yang buruk akan menimbulkan kekacuan (disharmoni).

3. Istimewakan Setiap Anak

Ada beraneka cara untuk mengistimewakan anak didik. Dan intinya bentuk pengistimewaan adalah kita menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan mereka sambil bermain peran (role playing) walau hanya sebentar.

4. Curahkan Perhatian, Berilah Hadiah

Sebagai guru janganlah segan untuk meluangkan waktu dan perhatian kita pada mereka. Dan beri hadiah pada yang berprestasi. 5. Bantulah Kesulitan Mereka

Karena anak belum mampu melakukan sosialisasi dan internalisasi kebudayaannya. Maka, sebagai guru, biasakanlah membantu mengatasi setiap kesulitan mereka.

6. Jangan Pelit Memuji

Bagi anak, pujian orang dewasa akan memuaskan jiwanya. “pujian

(36)

23

7. Tanggapi Obrolan “Tak berguna” Mereka

Sebagai pendidik yang melandasi pekerjaannya dengan cinta. Anak didik perlu didengar dan ditanggapi pertanyaan-pertanyaannya.

8. Jangan Lupa. Sentuhan Fisik

Mendekap, mengelus kepala, menggendong, menggandeng tangan, mengajak bermain bersama, atau memberikan tepukan di bahu tanda bangga adalah hal yang lazim diraskan sebgai bentuk kasih sayang orang dewasa pada anak-anak, apalagi untuk anak TK dan SD.

9. Hadirkan Mereka Dalam Do‟a

Guru bisa mendoakan anak didiknya setiap selesai shalat fardhu,

sunah atau bahkan menghadirkan mereka didalam do‟a-do‟a khusus

pada saat shalat malam. 10.Cobalah Angket Cinta

Siapa guru yang menyayangi kamu? Atau, kamumerasa dicintai oleh guru siapa? Dan mengapa kamu merasa dicintai oleh guru itu?

Bab Empat, BeristiqamahDiri. Terdiri dari 7 tema, yaitu: 1. Ingatlah Janji Alloh

Apabila anak adam mati, maka putuslah seluruh amalnya kecuali tiga. (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh

(37)

24 2. Mengelola Resiko

Repot, penghasilan pas-pasan, dan sering sakit hati, itulah resiko seorang guru.

3. Miliki Totalitas

Mencurahkan seluruh potensinya, waktu, tenaga, ketrampilan, metri, pikiran, bahkan “kehormatan”, semua dipertaruhkan tidak setengah-setengah.

4. Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Membulatkan tekad menjadi guru adalah hal yang penting, dan berhati-hati dalam membanding-bandingkan diri dengan orang atau profesi lain.

5. Figur Nyata utuk Bercermin

Guru harus menentukan figur nyata yang dikagumi prestasi dandedikasinya, yang dapat dipelajari dan dijadikan cermin. Untuk menjaga semangat dan standar kinerja yang jelas sehingga tahu kapan berhasil dan kapan gagal.

6. Bekali Diri dengan Segudang Keterampilan

Mengajar adalah seni. Sebab, mengajar membutuhkan ketrampilan dan kreativitas.

7. Luruskan Niat, Antisipasi Masalah

Sedia payung sebelum hujan. Adalah ungkapan yang pas untuk

(38)

25

Bab Kelima, IndikatorCinta. Terdiri dari 8 tema, yaitu: 1. Dekasi dan Cinta Guru

Pada akhirnya, guru akan mampu menunjukan dedikasinya terhadap profesinya sebab dan hanya cuma cinta, kasih, dan sayanglah yang menjadi landasannya.

2. Pasokan Energi yang Berlimpah

Orang yang sedang jatuh cinta akan memiliki pasokan energi yang luar biasa.

3. Kesediaan Berkorbaan

Kreativitas seorang guru muncul ketika komitmen, konsentrasi, dan dedikasi dia curahkan sepenuhnya bagi keberhasilan proses pendidikan dan anak didiknya.

4. Selalu Ingin Memberi yang Terbaik

Dengan modal kasih-sayang total, seorang ibu mampu berperan laksana matahari bagi anak-anaknya. Begitu pun guru, mampu memberikan yang terbaik buat anak didiknya.

5. Respons Balik Siswa

Gru yang ideal adalah guru yang dijadikan figur lekatan oleh siswanya. Figur lekatan tidak bisa dipaksa, ia hadir atas dasar pengakuan.

6. Lebih Didengar

(39)

26 7. Merasa Aman

Nilai-nilai cinta, kasih, dan sayang yang melandasi pelaksanaan tugas guru akan berdampak pada timbulnya rasa aman pada anak didik. 8. Imbalan Terbaik

(40)

27

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching

Abdullah Munir dengan pemikirannya Spiritual Teaching menekankan

pada para guru untuk bersikap “Spiritual”. Artinya menjalankan profesi guru

sebagai sebuah profesi yang mulia, agung, dan suci dan mencintai profesinya dan menguatkan sikap cinta, kasih, serta sayang kepada para anak didiknya. Berkenaan dengan hal ini Abdullah Munir menjelaskan metode-metode pembelajaran agar guru senantiasa mencintai pekerjaan dan anak didiknya. Sebagaimana akan disajikan sebagai berikut:

1. Teladan Mulia

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,

tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu

ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

(41)

28

apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada

Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal

kepada-Nya (Ali Imron [3]: 159).

Dengan ayat tersebut, Allah memberi pelajaran bagi kita bahwa Rasulullah senantiasa bersikap lemah-lembut dalam dakwahnya. Pesona cinta yang ditebarkan Rasulullah SAW Mampu membuat suku demi suku, bangsa demi bangsa, berbondong-bondong memeluk agama Islam.

Cinta adalah sikap batin yang akan melahirkan kelembutan, kesabaran, kelapangan, kreativitas, serta tawakal, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Cinta selalu meniscayakan sikap-sikap

tersebut. Maka, sungguhlah ironis manakala ada guru berkata ”Aku

menyayangi kalian.” Kepada siswanya, namun sikapnya justru tidak

menampakan kasih-sayang secuil pun dalam interaksi dengan siswa. Selama ini, banyak umat Islam menegenal Rasulullah sebagai juru dakwah saja. Umat islam hanya menyebut para pengikut beliau sebagai

“sahabat”, bukan “murid” seperti halnya pengikut Nabi Isa a.s. Padahal,

upaya dakwah Rasululloh saw. Dapat dimaknai sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia. Sehingga diibaratkan, Muhammad Adalah

guru sejati dan segenap pengikut beliau adalah para “murid”. Maka,

seluruh ilmu dan kebajikan yang beliau sampaikan adalah “pelajaran”, tahap-tahap dakwah yang beliau terapkan adalah “kurikulum”, cara

(42)

29

Dengan begitu sangatlah tepat apabila para guru dapat meniru dan menerapkan metode dakwah Rasulullah dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari disekolah, sesuai tuntutan situasi dan kondisi masing-masing. a. PeDe Boleh, Overacting Jangan!

Walaupun berpendidikan tinggi, guru tetap memiliki peluang kegagalan besar. Gelar yang disandang bukanlah jaminan keberhasilan. Bahkan, sebaliknya, sangat mungkin gelar dan status pendidikan menjadi penyebab menuju kegagalan. Hal ini dapat terjadi ketika guru terlalu yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, atau terlalu percaya diri dengan ilmu yang telah dipelajarinya.

Menjadi manusia hanya mampu berusaha. Selebihnya, keputusan akhir atas hasil usaha kita tetap bergantung kepada Allah SWT. Sebagian orang memang kerap melupakan, kerja keras mesti dibarengi tawakal, yakni berserah diri sepenuhnya kepada Allah serta mengharapkan peran Allah sebagai Sang Pencipta dan Pengatur.

(43)

30

karena itu kemisteriusannya tetap melekat pada kehidupannya dan menjadi bagian dari rahasia Sang Pencipta

b. Waspada Emosi

Guru juga harus pandai mengendalikan emosinya. Jangan sampai persoalan pribadinya dibawa saat ia berada di sekolah. Persoalan pribadi ini biasanya muncul ketika guru sedang menghadapi masalah rumah tangga. Memang, namanya manusia biasa, tidak sedikit guru yang tak mampu memisahkan masalah tersebut dari wilayah tugas profesionalnya. Inilah yang sering menyebabkan masalah yang terjadi di rumah berimbas ke sekolah.

Semestinya guru mempunyai kemampuan mengolah emosi secara lebih baik dan canggih. Misalnya dengan mengambil sikap badan berjongkok bila ingin berbicara dengan siswa. Dengan sikap demikian, waja guru akan sejajar dengan wajah siswa, sehingga pengendalian emosi lebih mudah dilakukan oleh guru dibanding ketika ia berbicar sambil berdiri, apalagi dengan berkacak pinggang! Contoh lain, sikap memegang lembut bahu murid terlebih dahulu ketika hendak mengatakan sesuatu juga merupakan sikap penghilang jarak antara guru dan murid.

c. Menjadi Sosok Pemaaf

(44)

31

bertingkah dengan target memancing emosi gurunya. Jadi, apabila guru terpancing marah ketika bertemu anak ini, berarti dia telah berhasil.

Sering pula guru berjumpa dengan anak yang memang telah membawa maslah dari rumah. Dalam kondisi demikian, segala yang ditawarkan guru oleh guru seolah salah melulu dihadapan anak semacam itu. Karena itu, bila tidak betul-betul memiliki kontrol emosi yang kuat, guru mudah terpancing bersikap kasar.

Untuk menghindari hal-hal seperti itu, guru harus menjadi sosok pemaaf. Rasulullah SAW Memberikan contoh sempurna untuk sikap mulia ini. Misalnya, ada kisah yang menceritakan bahwa beliau memaafkan orang yang amat membenci beliau. Padahal, orang itu sampai meludahi beliau setiap kali menjumpai. Namun, apa yang Rasulullah lakukan kemudian? Saat orang itu sakit, Rasulullah menjadi orang yang pertama yang menengoknya.

d. “Naluri Hewani” Anak?

Tak ada untungnya sama sekali bila guru menerima kesalahan anak didiknya, kemudian menyimpannya ke dalam hati. Seharusnya guru menyadari anak berbuat kesalahan tidak dengan kesadaran sebagaimana kesadaran orng dewasa. Anak berbuat kesalahan karena dorongan naluri kekanak-kanakannya ketimbang pertimbangan rasional. Naluri inilah, jika dicermati, sangat mirip naluri yang ada pada hewan.

(45)

32

menunjukan kesempurnaannya itu, yakni “naluri malaikat” dan “ naluri

hewani” sekaligus. Akalnya nanti yang akan membuat dua hal yang

bertolak belakang ini menjadi bersnergi. e. Tidak Otoriter, Tidak Pula Demokratis

Tidak selamanya pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena mereka tidak taat peraturan. Ada juga pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena kurangnya rasa memiliki terhadap peraturan. Mereka merasa bahwa peraturan sekolah ada hanya untuk memaksa mereka. Pemahaman bahwa peraturan itu ditegakan demi kebaikan semua warga sekolah termasuk diri merek, sangatlah minim.

Dalam keadaan semacam ini, harus ditumbuhkan budaya musyawarah dan dialog. Sekolah dapat memulainya dengan melibatkan siswa dan guru dalam membuat peraturan. Msalnya dengan mengadakan musyawarah secara serentak, hingga tak ada satu pun siswa yang tidak terlibat di situ, semuanya boleh berpendapat.

(46)

33

Al-Qr‟an dan Hadis Nabi. Peraturan itu, jangan lupa, harus tetap berada didalam koridor keseimbangan antara hak dan kewajiban semua pihak dalam proses pendidikan. inilah salah satu contoh pentingnya musyawarah dan dialog.

f. Ada yang Perlu Disiapkan

Agar dapat tampil logis dan penuh dengan sikap bijak, ada hal-ahal yang perlu disiapkan terlebih dahuulu. Diantaranya kesiapan guru untk mendengar kata-kata siswa. Ini bukanlah pekerjaan gampang. Sebab

guru sering terjebak pada posisi seolah “serba tahu”.

Oleh karena itu, alasan siswa perlu didengar dan diuji keenarannya. Ini akan lebih aman bagi dirinya, dan ia akan selamat dari berburuk sangka (su‟uzan) sebelum kelas duduk masalahnya. Hal lain yang harus dimiliki guru pendialog adalah kemempuan untuk berempati. Empati adalah sikap membayangkan diri sendiri berada pada posisi orang lain. Prinsipnya adalah berbaik sangka (husnuzan), tanpa rasa curiga. Pengandaian seperti itu mempermudah guru menangkap dan mengerti inti penjelasan siswa. Apakah pelanggaran dilakukan karena kehilangan kontrol atau karena rasa keadilan yang terusik.

g. Bertawakallah!

(47)

34

terjadi bukan karena semata kebodohannya, melainkan mungkin juga karena Allah belum menghendaki keberhasilan seperti yang diinginkan. Menurut guru yang telah menyadari keterbatasan darinya, bisa jadi kegagalan justru menuju jalan keberhasilan.

Jadi sungguh penting untuk tak berputus asa. Dan satu-satunya jalan menuju ke sana adalah mempertebal tawakal kepada Allah Rabbul „Izzati.

h. Cara Muda Bertawakal

Minimal ada dua hal yang perlu ditanamkan kedalam jiwa supaya guru mudah bertawakal. Pertama adalah meyakinkan diri bahwa ilmu Allah berada di atas ilmu siapa pun. Allah SWT adalah sumber dari segala sumber ilmu. Di dalam Al-Qur‟an sudah ditandaskan bahwa Allah SWT adalah Zat yang telah mengajarkan kepada manusia.

Kedua, meyakini kehendak (masyiah) Allah SWT guru harus yakin bahwa kehendak Alloh berada di atas semua makhluk-Nya, termasuk dirinya sendiri dan anak didiknya. Dengan keyakinan tersebut, jika guru menemui kegagalan, dia akan merasa bahwa kegagalan itu bukanlah akhir segalanya. Dia yakin bahwa dibalik kegagalan akan ada kesuksesan.

(48)

35

ditempatkan secara tepat akan menjadi temeng sejati yang melindungi diri dari sifat sombong dan putus asa.

2. Melembutkan Hati

Semua guru ingin mencintai siswanya. Dengan harapan siswa juga dapat mencintai dirinya. Inilah fitrah. Namun pada kenyataannya tidak semua guru dapat berhasil melakukan itu. Jadilah seperti kisah cinta yang tidak terbalas. Niat guru untuk mendidik siswa dengan cinta kasih, tanpa harus membentak, mencubit, atau berteriak keras, tidak kesampaian.

Ada dua kemungkinan yang menyebabkan situasi demikian. Pertama, guru tidak mampu membahasakan cintanya, sehingga sinyal-sinyal cintanya tidak tertangkap oleh siswa. Kedua, tidak menyiapkan hatinya dengan baik sehingga tak sabar ingin melihat respon cinta dari siswa. Ia tak sadar bahwa semua itu membutuhkan proses dan memakan waktu. Maka, guru wajib menumbuhkan cinta di dalam hatinya terlebih dahulu, lalu membahasakannya dengan benar kepada siswa. Dengan cara hati guru perlu disiapkan.

Kiat-kiat berikut dapat diterapkan untuk melembutkan hati guru. Nantinya, setelah hati melembut, tanam dan rawatlah cinta diatasnya. Cintalah yang akan menjadi landasan hubungan guru dengan siswa.

Ada tiga “Proklamasi Hati” yang mesti dilakukan dengan tepat (pada

(49)

36

a. Proklamasi Pertama: Aku Juga Mencintaimu

Ada naluri di dalam diri anak yang selalu mendorong mereka untuk banyak bertingkah. Naluri ini jarang tertangkap oleh orang dewasa.

Itulah “naluri cinta”. semua tingkah laku anak adalah “bahasa cinta”.

Sederhananya, segala yang dilakukan anak sesungguhnya adalah

teriakan yang berbunyi, “cintailah aku, cintailah aku!” bila permohonan

untuk dicintai itu tidak endapat respons positif dari orang-orang di sekelilingnya, bahasa cinta anak itu akan berubah menjadi sebaliknya. Oleh karena itu, tak perlu tergesa-gesa menyalahkan anak. Lebih baik segeralah menangkap pesan rahasia dari anak itu, yakni pesan cinta.

Dan proklamasikan di dalam hatinya: “Aku juga mencintaimu!” itu

adalah bahasa cinta. Misalnya dengan elusan, dekapan, hadiah, bantuan, senyuman, sapaan, dan lain-lain.

b. Proklamasi Kedua: Aku Hadir Demi Kamu

Jika guru telah menganut filsafat “Aku dihadirkan-Nya ke dunia ini

memang memang demi kamu seorang”, Insya Allah, bagaimanapun karakter siswa yang dihadapi, guru aka mampu menerima apa adanya.

Tidak mudah terpancing untk segera memberi “stempel” bahwa si A

(50)

37

Demikianlah. Ketika guru menghadapi anak-anak biang keladi keributan, dan dia sudah hampir-hampir tak tahan, saat itulah ia perlu memakasa hatinya untuk memproklamasikan kembali pernyataan suci

ini. “Aku dilahirkan dan dihadirkan-Nya, memang untuk mereka!”

pernyataan ini memunculkan kesiapan hati untuk menerima keadaan siswa secara tulus, tanpa syarat.

c. Gunjingan Di Ruang Guru

Terkadang guru malah menunjukan perilaku yang tidak menunjukan cintanya kepada muridnya. Misalnya, anak-anak biang keladi menjadi gunjingan di ruang guru. Tingkah pola mereka yang konyol, apalagi prestasi yang amburadul, menjadi gosip yang mengasyikan.

Lebih baik, setiap kali berinteraksi dengan anak yang biang onar atau anak yang kurang pandai, guru selalu memproklamasikan

pernyataan di dalam hati “Saya dilahirkan dan dihadirkan Allah

memang untuk kamu, Nak!” pernyataan ini juga mampu melupakan

catatan hitam para siswa biang keladi keributan dan mampu membuat emosional guru kembali ke titik netral.

d. Proklamasi Ketiga: Akulah Sahabatmu

Salah satu keunikan yang ada pada ajaran islam adalah pemakaian

istilah “sahabat” untuk para teman dekat Rasulullah Muhammad SAW

Berbeda dengan Nabi Isa a.s., misalnya yang memakai istilah “murid”

(51)

38

adalah guru paling utama bagi umat manusia, dan para sahabat adalah murid-murid beliau, Rasulullah lebih memilih istilah sahabat sebagai sebutan untuk para rekan beliau. Hal ini menandakan bahwa antara beliau dengan umatnya tidak ada jarak sosial dan psikis. Beliau setara dengan mereka dan teman bagi mereka.

Posisi teman dekat atau sahabat bagi seorang anak sangatlah penting. Menjadi sangat berbahaya bila seorang anak merasa tidak memiliki teman dan komunitas sebaya (peer group) nya. Maka para guru berkepentingan dan berkewajiban untuk turut menciptakan suasana pergaulan yang penuh persahabatan, di antara para muridnya. e. Cuma Jadi “Teman Dinas”?

Kadang-kadang, guru tidak banyak berperan sebagai teman sejati bagi para siswanya. Pertemanan yang sering terjadi tak lebih hanya

“Pertemanan Dinas”. Hampir seluruh komunikasi yang terjadi antara

guru dengan siswa dilakukan ketika hanya terkait dengan profesi. Bila bertemu guru selalu menyapa, dengan sapaan seputar teguran dan kritik tentang kedisplinan, kerapian dan kepatuhan.

Memang sapaan-sapaan itu tidak salah. Sembari menyapa mungkin guru mengajak siswa untuk berdisiplin dan menaati tata aturan. Bila melihat guru harus menjadi teman sejati bagi mereka, hal itu belum menunjukan perannya. Karena sapaan semacam itu, lama-kelamaan akan terbangun citra guru dimata sang anak bahwa guru tak lebih

(52)

39 f. Menjadi teman sejati

Pola hubungan “teman dinas” sangat berbeda denga pola hubungan

“teman sejati”. Guru yang memilih peran “teman sejati” tidak menegur

siswanya. Tetapi dengan sapaan yang lain seraya menyempatkan diri duduk di sisinya.

Setelah itu, silakan guru memberi perhatian pada kerapian, kedisplinan, atau adab anak. Tegurlah dengan tegas jika kesalahan itu memang berat. Guru tidak perlu lagi khawatir. Sebab, sebelum guru memberikan perhatian negatif, dia telah mendahuluinya dengan perilaku positif.

Untuk menjaga agar guru selalu konsisten dalam menjaga hubungan pertemanan dengan siswa, ada baiknya setiap kali berjumpa dengan mereka guru selalu mengingatkan diri sendiri akan sebuah

proklmasi. “Aku adalah temanmu, Nak!” proklamisakan hal ini di

dalam hati secara terus-menerus, setiap kali berjumpa dengan mereka. Insya Alloh, pada akhirnya guru akan betul-betul berhasil menjadi teman sejati bagi para siswanya.

3. Menyemai Benih Kasih Sayang

(53)

40

Mendidik dengan berlandaskan cinta akan berefek pada bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada guru, juga terhadap sekolah. Sebab, bila anak didik penuh dengan rasa cinta, kasih, dan sayang, didalam dirinya akan tumbuh sifat-sifat positif, seperti kepercayaan diri yang tinggi, berani, dan tidak mudah patah semangat. a. Membangun Citra Sekolah

Ketika sebuah lembaga pendidikan berdiri, tentu “citra” (image)

akan dibangun pula. Pengelola sekolah akan menerbitkan brosur, memasang spanduk, serta menyelanggarakan promosi. Semua itu tidak lain ditunjukan untuk membangun citra. Dengan berbagai usaha memperkenalkan keberadaan sekolah sebaik mungkin dengan harapan agar mendapat respon positif dari masyarakat.

Jika respon itu datang, akan banyak siswa yang masuk pada setiap tahun ajaran baru. Sebenarnya pekerjaan berat telah menunggu yaitu memlihara dan mempertahankan citra sekolah. Membangun lebih sulit, tetapi merawat bangunan jauh lebih sulit. Ini sama saja membangun kepercayaan pada masyarakat.

(54)

41

unggul, bukan hanya secara akademiknya, melainkan juga dari rasa percaya diri, keuletan, keberanian, dan kemandirian siswa.

Salah satu kiat jitu untuk membangun karakter unggul adalah dengan menekankan kepada semua guru, agar mendidik siswa dengan cinta, kasih, dan sayang. Jika hal itu sudah mampu dijalankan, tentu kepercayaan para orang tua terhadap guru dan sekolah akan semakin bertambah.

b. Terapkan Kiat-Kiat Sederhana

Untuk menumbuh dan merawat kasih sayang, dibutuhkan kiat-kiat khusus. Kiat-kiat ini hubungan yang berkualitas akan menghasilkan keselarasan (harmoni). Sebaliknya hubungan yang buruk akan menimbulkan kekacuan (disharmoni). Guru perlu berbagai cara untuk memoles dan mewarnai hubungannya dengan anak. Sebab, ada beragam karakter anak. Ada anak yang suka diberi hadia, tapi belum tentu suka di beri pujian. Ada yang mungkin lebih suka ditemani mengobrol ketimbang dibantu pekerjaannya. Itu menegaskan bahwa guru harus mempunyai cara-cara khusus yang disukai anak.

Guru dituntut untuk mampu kreatif dalam menerjemahka teori (yang tertulis) menjadi tindakan (yang praktis) di sekolah.

c. Istimewakan Setiap Anak

(55)

42

Ada beraneka cara untuk mengistimewakan anak didik. Misalnya, ketika bersalaman dengan siswa guru menyapa dulu sambil berkelakar, Assalamualaikum, Pakde, Bude!” atau saya beli rujaknya, Mbok,”

ketika guru melihat segerombolan nak putri sedang bermain rujak-rujakan. Intinya bentuk pengistimewaan adalah kita menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan mereka sambil bermain peran (role playing)

walau hanya sebentar.

d. Curahkan Perhatian, Berilah Hadiah

Karena anak-anak harus selalu diperhatikan, sebagai guru janganlah segan untuk meluangkan waktu dan perhatian kita pada mereka. Bahkan bila perlu mampu berprestasi, berilah hadiah khusus yang bakal mereka terima dengan penuh suka cita dan membuat hati mereka tersanjung.

e. Bantulah Kesulitan Mereka

(56)

43

“begitu saja ndak bisa. Jangan cengeng, ah!” atau “selesaikan sendiri,

kamu „kan sudah besar!”.

Tak perlu ragu-raagu atau canggung dalam memeberi pelayanan kepada murid ketika mereka mengalami kesulitan, apalagi kalau sampai mereka meminta tolong kepada kita. Namun, kita kita tidak boleh membiarkan mereka jadi orang yang manja dan kolokan yang kita berikan, sehingga anak tak punya ketrampilan sama sekali.

Guru membantu murid dengan memeberikan kata “kunci” atau

“kail”, untuk menyelesaikan masalah, bukan meneyelasaikan masalah

itu sendiri yang membukakan pintu, atau memeberikan ikan.

Namun begitu ada saat-saat di mana guru harus memabantu siswa. Misalnya, ketika mereka betul-betul tak mampu menegrjakan soal-soal latihan yang diberikan guru, atau benar-benar tak mampu lagi mengerjakan PR. Mungkin, guru memang sudah berkali-kali memberi contoh mengerjakan. Namun, ketika anak tak mampu lagi mengerjakan, lebih baik saat itu guru memberikan bantuan. Target bantuan ini tak lagi menjadikan anaka paham tetapi, lebih sebagai antisipasi agar anak tidak stres atau putus asa. Dengan dibantu seperti itu, anak akan merasa kasih-sayang guru walau, sebenarnya, dia dalam sedang keadaan tidak

mampu berprestasi. Jadi, kasih sayang guru tetap ada baik ketika “anak

pintar” atau tidak.

(57)

44

tetapi malas. Kalau guru menyimpulkan anak itu malas, maka guru bisa menggunakan cara-cara lain untuk merayunya. Guru bisa melakukan negosiasi atau menawari hadiah yang menarik agar anka mau mengerjakan tugas-tugasnya.

f. Jangan Pelit Pujian

Bagi anak pujian orang dewasa akan memuaskan jiwanya. “pujian,

bagi anak, adalah piala”. Maka, guru harus banyak-banyak memeberi pujian kepada anak. Bagi anak, pujian adalah kebutuhan pokok.

Kalau guru masih sering meras canggung untuk memuji anak, ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, karena guru memnag belum ikhlas untuk memuji anak sehingga terlihat sekali bahwa pujian itu dipaksakan. Kedua, guru masih jarang melakukan hal itu. Maka ketika dia mengerjakannya akan merasa canggung dan keki. Jadi, kuncinya adalah ikhlas dan sering melakukan.

Yang salah-kaprah justru ialah guru guru mengungkapkan kemauannya terlebih dahulu, baru kemudian memuji anak.

g. Tanggapi Obrolan “Tak Berguna” Mereka

(58)

45

Tak mengapa bila guru menanggapi obrolan anak-anak yang ceplas-ceplos itu dengan tanggapan yang ceplas-ceplos pula, aslakan masih dalam koridor akhlak yang terjaga, baik dari sisi cara berbicara ataupun isi pembicaraan itu sendiri. Guru harus menghindari perilaku-perilaku buruk seperti mengumpat, berbohong, berdusta, menyebu sesuatu dengan gelar atau sebutan yang jelek, atau bahkan mengucapkan kata-kata kotor.

h. Jangan lupa, sentuhan fisik

Jangan menganggap jabat tangan dan elusan sebagai sesuatu yang remeh. Sentuhan fisik seperti itu membawa pengaruh yang sangat besar pada diri anak. Itulah salah satu saran guru untuk mengungkapkan rasa sayang pada anak didiknya. Dengan demikian sinyal kasih-sayang para guru bakal terpancar secara kuat dan tertangkap dengan baik oleh siswa.

(59)

46

justru bahwa anak akan menangkap sinyal tidak sayang dari guru: “Aku

nggak dipedulikan, berarti aku nggak disayang!”

Inilah pentingnya ungkapan sayang dengan menggunakan bahasa tubuh. Cara ini sangat sederhana dan sangat mudah dilakukan, asalkan guru bersedia meluangkan waktunya sebentar.

Mendekap, mengelus kepala, menggendong, menggandeng tangan, mengajak bermain bersama, atau memberi tepukan di bahu tanda bangga adalah hal-hal yang lazim dirasakan sebagai bentuk kasih-sayang orang dewasa bagi anak-anak, apalagi untuk anak TK dan SD. Guru harus melakukan ini setiap saat dan di manapun tatkala berinteraksi dengan siswa.

Namun sentuhan fisik ini tidak tepat bila dilakukan kepada anak yang sudah remaja. Yang perlu dilakukan guru adalah mengenalkan nilai-nilai islam tentang pergaulan. Misalnya, guru perlu menjelaskan adab pergaulan anatarlawan jenis melalui praktik tentang kehidupan nyata. Selain itu, perbanyaklah melibatakan diri di dalam berbagai kegiatan mereka yang edukatif.

i. Hadirkan Mereka Dalam Do‟a.

Hendaknya guru juga berusaha menjadi “orangtua ke-dua” bagi

(60)

47

atau menghadirkan mereka di dalam doa khusus dimalam hari pada saat mengerjakan shalat malam. Ini snagat penting untuk memudahkan guru menuju keberhasilan proses pendidikan.

Ada manfaat lain yang bisa didapat dengan teknik berdoa. Ketika di kelas sebelum pelajaran dimulai, guru bisa melibatkan anak-anak berdoa secara langsung. Melalui doa bersama ini, guru bisa mengenalkan eksistensi Allah SWT mengajari mereka tentang nikmatnya bersyukur, dan bisa juga dijadikan media yang efektif untuk mengungkapkan rasa cinta guru kepada siswa. Guru bisa merangaki sendiri doa yang akan dibacakan bersama siswa.

j. Cobalah “Angket Cinta”

Jika diperlukan guru bisa membuat angket yang isinya memastikan apakah usahanya untuk mencintai siswanya telah berhasil atau belum. Apabila kasih-sayang telah mendapat respon siswa, berarti sudah saatnya guru berharap perkembangan kemampuan siswa segera naik. Tetapi, jika respon siswa itu belum ada, guru masih perlu bersabar lagi.

Guru bisa membuat pertanyaan yang disebar keseluruh siswa, baik secara lisan maupun tulisan. Bentuk pertanyaan yang baik adalah: siapa

guru yang menyayangi kamu?” atau, kamu merasa dicintai oleh siapa?”

setelah pertanyaan itu dijawab siswa, guru bisa melanjutkan dengan

pertanyaan berikutnya: “mengapa kamu merasa dicintai oleh guru itu?

(61)

48

sayang ataukah belum; sedangkan pertanyaan kedua untuk mengetahui bagaiman bahasa cinta masing-masing anak. Pada pertanyaan kedua, jawaban siswa akan sangat beragam. Nah, jawaban dari pertanyaan kedua inilah tercermin dari bahasa cinta anak. Mereka merasakan cinta dari hal yang sangat sederhana, dan setiap anak bisa berbeda.

Dengan angket seperti ini, guru menerapkan mekanisme pengawasan dan evaluasi diri. Yang lebih penting, hasil angket bisa menjadi bahan perenungan diri yang amat berharga.

4. Beristiqomah Diri

Berusaha untuk bisa menikmati profesi sebagai seorang guru adalah hal yang mendasar dan penting. Sebabnya, mendidik adalah pekerjaan berat yang menuntut komitmen dan konsistensi tinggi. Guru yang tidak mencintai profesinya akan mudah merasa gagal, sehingga gampang muncul di dalam pikirinnya keinginan untuk berpindah ke profesi lain-alias tidak betah jadi guru.

Agar guru senantiasa merasa betah dengan pekerjaannya, bahkan dapat menikmatinya, sehingga bisa istiqamah dalam bekerja, beberapa hal ini, Insya Allah, bisa dijadikan bahan motivasi diri:

a. Ingat Janji Allah

(62)

49

akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat berupa pahala dan kemuliaan yang tak pernah putus.

Kalau seorang pendidik meletakan motivasi lain selain kemuliaan dari Allah SWT sebagai landasan utamanya dalam bekerja, ia akan

menjadi rapuh, walaupun ia sering mengatakan, “saya menjadi pendidik

bukan untuk mencari uang.” Atau, tidak sedikit pula guru yang salah dalam memahami kemuliaan pahala ini.

Allah maha kaya. Bisa saja seorang guru akan diberi-Nya kekayaan yang melimpah, melebihi orang-orang yang berprofesi lain. Hal ini tergantung pada doa yang dipanjatkannya, dan keseriusannya dalam menolong (Agama) Allah SWT semakin serius dia di mata Allah SWT, maka semakin besar pertolongan yang akan diberikan kepadanya. Jadi, bagi guru yang serius bekerja dan menempatkan pekerjaannya di dalam

kerangka “menolong (Agama) Allah SWT”, biarlah bagi mereka di

akhirat kelak masuk surga meskipun di dunia mereka juga kaya raya. b. Mengelola Resiko

Guru sulit untuk bisa nyambi profesi lain, sebagaiman banyak di profesi yang lain. Profesi guru menuntut konsentrasi. Sebabnya, profesi guru tidak mungkin dijalani setengah-setengah.

(63)

50

untuk menekuninya atau sebaliknya mantap untuk meninggalkannnya. Jika seseorang memilih untuk menekuni profesi guru maka ia akan menjadi seorang guru yang ikhlas. Jadi, ketika keikhlasan mulai tumbuh, segalanya bakal terasa ringan dan bermakna. Inilah risiko-risiko yang perlu dipahami sorang guru.

Pertama, risiko seorang guru adalah repot. Karena kadang-kadang yang diurusi guru bukan hanya anak didiknya, tetapi juga orang tua mereka. Ini terjadi karena seringkali anak yang bermasalah bermula dari orangtuanya di rumah yang juga bermasalah.

Kedua, risiko seorang guru adalah berpenghasilan pas-pasan.

Ketiga, risiko yang bisa didapat seorang guru adalah sering sakit hati. Guru sering mendapat kritik, keluhan, ungkapan kekecewaan, dan sejenisnya dari orang tua siswa.

c. Miliki Totalitas

Bila kita menyimak wawancara atlet yang baru saja meraih juara, atau artis yang sedang naik daun, atau tokoh politik yang tengah populer,atau pengusaha yanga sukses meraup untung, sering dijumpai pernyataan-pernyataan “Totalitas”. Para orang sukses bakal menggambarkan bahwa dirinya bisa meraih prestasi spektakuler itu

karena “tidak main-main” di bidang yang digelutinya. Dia mencurahkan

seluruh prestasinya. Waktu, tenaga, ketrampilan, materi, pikiran,

bahkan “kehormatan”, semua dipertaruhkan tidak setengah-setengah.

(64)

51

Inilah yang dimkasud dnegan totalitas. Nah, guru juga perlu bersikap total terhadap profesinya. Sebagaimana banyak atlet, artis, pengusaha, atau politisi, jika mereka ingin prestasi yang spektakuler. Para pendidik besar pun, umumnya, tidak menganggap remeh sosal totalitas ini.

d. Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Dibandingkan dengan sesama profesi guru saja, yaitu guru negeri, kesejahteraan guru swasta tak seberapa. Apalagi jika dibandingkan dengan profesi-profesi empuk di dunia bisnis, politik atau wirausaha, tingkat keberhasilan guru pasti jauh di bawahnya. Di sinilah pentingnya sesorang yang sudah membulatkan tekadnya untuk menjadi guru, terutama di sekolah swasta, untuk berhati-hati bila membanding-bandingkan diri dengan orang atau profesi lain.

e. Figur Nyata untuk Bercermin

(65)

pengalaman-52

pengalaman berharganya, yang darinya bisa dipetik pelajaran. Atau minta mereka untuk menceritakan prinsip-prinsip yang dipegangnya sehingga membuat mereka mampu bertahan menjadi guru. Setelah itu, tetapkan dalam hati sebuah tekad: “Aku ingin seperti dia!”

Namun, jika sulit menemukan figur nyata seperti itu disekitar anda, bacalah buku-buku yang memuat kisah-kisah para guru teladan. Pada akhirnya, temukan figur yang betul-betul bisa dijadikan sebagai cermin. Keberadan figur untuk bercermin ini sangat penting artinya guna menjaga stabilitas psikologi seorang guru dalam menghadapi berbagai kondisi.

f. Bekali Diri dengan Segudang Ketrampilan

Memebekali diri dengan ketrampilan tidaklah sama dengan mencari rumus-rumus sakti yang bisa digunakan untuk menghipnotis anak. Jangan memebayangkan ada sebuah pelatihan yang melatih jurus-jurus ampuh mengatasi anak, kemudian setelah mengikuti pelatihan tersebut setiap masalah bakal bisa diselesaikan dengan juurus-jurus itu. Tidak ada urus paten dalam menghadapi anak.

(66)

53

setiap kali menghadapi masalah. Catat dalam diary anda, metode apa saja temuan anda yang berhasil diterapkan dan yang tidak.

Mencari ilmu dan inspirasi juga bisa dengan sering-sering pergi ke toko buku. ingat, dengan mengajar ilmu seorang guru memeang tidak akan berkurang. Tetapi, jika guru berhenti belajar daya tariknya akan berkurang karena pengetahuan dan ketrampilannya semakin terbatas atau bahka tertinggal. Akan semakin banyak sisiwa yang tidak tertarik kepadanya, bahkan tidak menyukainya. Sementara itu, akan muncul permasalahan baru yang lebih mutakhir melebihi ilmu yang dimilikinya sat ini.

Kini sudah banyak ditemukan teori-teori baru dalam psikologi pendidikan, sperti multiple inteligence, quantum learning, teaching,

reading, atau writing, dan sebagainya. Jika tidak rajin membaca buku, mustahil seorang guru akan tahu itu semua dan bisa mengikuti perkembangan. Dengan memiliki banyak ketrampilan, seorang guru juga akan semakin profesional. Dan di zaman modern seperti ini, masyarakat akan meninggalkan guru dan sekolah yang tidak memiliki profesionalisme.

g. Luruskan Niat, Antisipasi Masalah

Unsur yang paling berkaitan dengan hati adalah niat.

تاينلاب لامعلأا امنإ

Artinya: Setiap amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiaporang tergantung pada apa yang ia niatkan (Muttafaq

(67)

54

Niat yang masih lurus akan membuat kondisi hati tetap stabil. Kondisi hati yang stabil akan melahirkan emosi yang stabil pula. Maka, emosi yang stabil inilah yang snag dibutuhkan guru di dalam menghadapi anak didiknya. Salah satu cara untuk menstabilkan emosi adalah dengan memisahkan wilayah pribadi dan wilayah tugas. Seorang guru yang mampu memisahkan kedua hal tersebut akan terhindarkan dari kelabialn emosi.

Untuk menghindari kelabialn emosi seperti ini, guru perlu meluruskan niatnya setiap hari, bahkan sesering mungkin.setaiap kali hendak melangkahkan kaki, meninggalkan rumah sediakan waktu sebentar untuk berwudhu dan meluruskan niat. Lebih baik jika pelurusan niat ini dilakukan sebelum masuk kelas. Semakinserig pelurusan niat dilakukan, maka dampaknya akan semakin baik. Sangat mungkin bahwa saat itu, sebenarnya guru sedang menghadapi problem rumah tangga atau problem pribadi lainnya. Dengan melruskan niat, problem-problem itu akan mudah disimpan di dalam wilayah tersendiri, tak ikut terbawa ke sekolah atau di dalam kelas.

5. Indikator Cinta

(68)

55

kerelaan menghadapi risiko-risiko yang harus ditanggung, sedangkan cinta guru kepada siswa terejahwentahkan melalui kedekatan, keakraban, penerimaan yang tulus, atau cairnya hubungan yang terbangun bersama mereka. Curahan cinta, kasih, dan sayang guru kepada siswa akan menghasilkan sesuatu yang spektakuler, respons balik dari siswa yang berupa cinta, pengabdian dan prestasi.

Maka, kesemua hal itu berlangsung secara timbal-balik, memunculkan suatu interaksi proses belajar-mengajar yang menggairahkan, mencerdaskan, dan menerahkan antara guru denagn siswa. Dari mana kiata dapat mengidentifikasi terjadinya proses yang dahsyat itu. Tentunya melalui indikator-indikator cinta di bawa ini:

a. Dedikasi dan Cinta Guru

(69)

56

Pada akhirnya, guru bakal mampu menunjukan dedikasinya terhadap profesinya sebab hanya dan cuma cinta, kasih, dan sayanglah yang menjadi landasannya.

b. Pasokan Energi yang Berlimpah

Demi meraih kesuksesan dalam menjalani profesinya seorang guru harus mempunyai cadangan energi yang luar biasa untuk menampik segala hal yang bisa menghambatnya.

Namun, sayangnya, yang sering tampak pada banyak guru bukanlah sikap tangguh seperti itu. Kadang-kadang, belum lagi mendapatkan hambatan, baru merasa tidak ada dorongan dari orang sekeliling sudah membuat seorang guru kendor semangatnya. Bahkan, ada juga guru yang, sebenarnya, selalu mendapat dorongan dan motivasi dari kerabat dekatnya, namun tetap saja itu semua tidak membuatnya kuat. Sebabnya, faktor penguat yang berasal dari dalam dirinya sendiri belum kuat, yakni cinta terhadap profesinya. Maka, wajar saja bila cadangan energinya selalu habis. Tiada energi yang setiap waktu akan mampu membuatnya terus bertahan.

c. Kesedian berkorban

Seorang kepala sekolah mengungkapkan keheranannya terhadap

perilaku beberapa guru yang, menurutnya, “terlalu banyak menuntut”.

(70)

57

sumber daya yang meningkat, yang didapat sekolah setelah mengikutsertakannya dalam pelatihan, tapi justru keluhan-keluhan tentang capeknya mengikuti acara, kurangnya fasilitas, dan anggapan miring tentang penyelenggaraan acara itu.

Cerita di atas sangat berkebalikan jika dibandingkan dengan cerita berikut. Ada seorang guru yang selalu membiayai dirinya sendiri untuk bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang diaanggap dapat mendukung profesinya. Di sela-sela waktu mengajarnya, ia masih menyempatkan diri membaca buku dan mengikuti seminar-seminar untuk menambah wawasan dan memeperkaya dirinya dengan menambah banyak metode dan kreativitas dalam mengajar. Ia rela mengeluarkan biaya yang, sesungguhnya, bukan menjadi tanggung jawabnya,

Dari kedua cerita di atas, tampak sekali perbedaan antara guru yang menjalani profesinya dengan berlandaskan cinta atau semata-mata terpaksa. Kreativitas guru muncul tatkala berkomitmen, konsentrasi, dan dedikasi dia curahkan sepenuhnya bagi keberhasilan proses pendidikan da anak-anak didiknya.

d. Selalu Ingin Memberi yang Terbaik

Referensi

Dokumen terkait

guru sekarang ini merasa bahwa buku paket ada, namun penggunaannya dalam pembelajaran belum maksimal, seperti yang terjadi di SD N Sidoagung 3. Sekolah ini

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalatul Mu’awanah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad

yang telah diperbuat kepa da „Aisyah. Demikian itulah penjelasan kutipan dalam novel Syahadat Cinta karya Taufiqurrahman al- Azizy. h) Islamlah yang akan membawa kedamaian

Akan tetapi puasa yang dapat menumbuhkan kecerdasan spiritual bukan hanya puasa yang sekedar dilakukan oleh fisik manusia hanya dengan menahan makan, minum dan

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumen yaitu pengambilan sumber data dari dokumen-dokumen, baik berbentuk buku, majalah, artikel, jurnal, dan

Penelitian ini merupakan upaya pembinaan kecerdasan spiritual santri yayasan ponndok pesantren As salafiyah Nurul Yaqiin Bejen, Kabupaten Karanganyar. Penelitian

Dalam sejarah, posisi perempuan berada di bawah kezaliman kaum laki-laki, tidak mendapatkan hak dan kedudukan yang sewajarnya dalam masyarakat, terutama hak untuk mendapatkan

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan judul penelitian proses implementasi pendekatan Contextual Teaching Learning yang dilakukan oleh guru mata pelajaran