• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP TA’DIB MENURUT SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN KARAKTER SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP TA’DIB MENURUT SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN KARAKTER SKRIPSI"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

| 1

KONSEP

TA’DIB

MENURUT SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN KARAKTER

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh MUHAMAD HABIB ALWI

111 13 126

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

| 7

MOTTO

Artinya: “ Tauhid mewajibkan wujudnya iman. Barang siapa tidak beriman maka dia tidak

bertauhid dan iman mewajibkan syariat maka barang siapa yang tidak ada syariat padanya,

maka dia tidak memiliki iman dan tidak bertauhid dan syariat mewajibkan adanya adab,

maka barang siapa yang tidak beradab maka (pada hakikatnya) tiada syariat, tiada iman dan

tiada tauhid padanya”

(8)

| 8

(9)

| 9 PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peran

penting dalam hidup-Ku

1. Bapak Muhammad Ja’far dan Ibu Munawaroh, serta keluarga yang selalu mencurahkan segala usaha dan doa untuk kelancaran belajarku.

2. KH. Abdullah Faqih pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayat Pringapus Ungaran; K. Mursyidul Anam pengasuh Pondok Pesantren Al-Munir Pangkat Tegalrejo;

K. Bahrudin pengasuh Pondok Pesantren Nurul Maghfiroh Tegalrejo Kab. Magelang; KH. Taufikul Hakim pengasuh Pondok Pesantren Darrul Falah

Amtsilati Bangsri Jepara; KH. Zoemri RWS pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Salatiga yang selalu membimbing dan mengajariku ilmu dan adab.

(10)

| 10 KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat

serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah

menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata

guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun jugul skripsi ini adalah

KONSEP TA’DIB MENURUT SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS DAN

IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN KARAKTER

.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan

dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga

4. Bapak Dr. H. Miftahuddin. M. Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan secara

ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan pikiran dan tenaganya

memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak awal proses

(11)

| 11 5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PAI IAIN Salatiga yang telah

berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan kepada penulis dan pelayanan

hingga studi ini dapat selesai.

6. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu memberikan

dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu

dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta

mendapatkan balasan myang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam penulisan

ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan sumbangan bagi

pengetahuan dunia pendidikan. Amien ya robbal ‘alamien.

Salatiga, 11 Agustus 2017

(12)

| 12 MUHAMAD HABIB ALWI

(13)

| 13 ABSTRAK

Alwi, Muhamad Habib. 2017. Konsep Ta’dib Menurut Syed Muhammad Naquib Al -Attas dan Implikasinya Bagi Pendidikan Karakter. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Dr. H. Miftahuddin, M.Ag.

Kata Kunci: Konsep Ta’dib, Pendidikan Karakter.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas sebagai makna pendidikan Islam dan implikasinya terhadap pendidikan karakter, sehingga struktur konsep ta’dib telah mencakup unsur-unsur ilmu

(‘ilm), instruksi (ta’lim) dan pembinaan yang baik (tarbiyah) sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat dalam tiga

serangkai konsep tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas sebagai makna pendidikan Islam? 2)

Bagaimana implikasi konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas dalam konteks pendidikan karakter? Mengingat kajiannya merupakan penelitian literarur/studi pustaka maka metode yang digunakan adalah analisis isi dari buku tersebut.

(14)

| 14 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

(15)

| 15

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Kajian Pustaka ... 7

F. Metode Penelitian ... 16

G. Definisi Operasional ... 19

(16)

| 16 BAB II BIOGRAFI

A. Biografi Tokoh... 24

B. Setting Sosial ... 25

C. Karya-Karya... 34

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Konsep “Ta’dib” ... 40

B. Pendapat-pendapat Terhadap Konsep Ta’dib Yang

Digunakan Oleh Syed M. Naquib Al-Attas ... 68

C. Implikasi Konsep Ta’dib Terhadap Pendidikan Karakter ... 75

BAB IV PEMBAHASAN

A. Signifikansi Pemikiran Syed Muhammad Naquib

Al-Attas ... 88

B. Relevansi Pemikiran Konsep Ta’dib yang Digunakan Oleh

Syed M. Naquib Al-Attas dalam Konteks Pendidikan

Karakter ... 95

C. Implikasi Konsep Ta’dib yang Digunakan Oleh Syed M.

Naquib Al-Attas dalam Konteks Pendidikan Karakter ... 110

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116

(17)

| 17 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Pembimbingan

Lampiran 3 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 4 Daftar SKK

(18)
(19)

| 19

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu sarana terpenting dalam usaha pembangunan sumber daya manusia dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan, yang pada gilirannya akan menciptakan suasana dan tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban.

Masalah sumber daya manusia dan seribu satu permasalahan pendidikan yang dihadapi umat ini menjadi rationale utama, yang membidani kelahiran Konferensi Dunia I mengenai pendidikan Islam (First World Conference on Islamic Education) yang diadakan di Makkah. Tujuan dan

(20)

| 20

Konsep ta’dib adalah konsep paling tepat untuk pendidikan Islam daripada istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib, sebagaimana yang digunakan sampai

saat ini. Al-Attas (1999:33) mengatakan:

Its conceptual structure the elements of knowledge (‘ilm), instruction (ta’lim)

and good breeding (tarbiyah), so that there os no need to refer to the concept of education in Islam as tarbiyah-ta’alim-ta’dib all together” yang artinya struktur konsep ta’dib telah mencakup unsur-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim) dan

pembinaan yang baik (tarbiyah) sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat dalam tiga serangkai

konsep tarbiyah, ta’lim dan ta’dib).

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan pada akhir abad ini seperti perkembangan teknologi komunikasi, transportasi dan informasi yang sedemikian cepat telah menghadapkan masyarakat agama menuju kesadaran kolektif bahwa penyesuaian struktural dan kultural pemahaman agama adalah suatu keharusan. Pada abad ini disebutkan oleh kebanyakan orang, sebagai abad sumber daya manusia (SDM), yang menuntut manusia untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dengan kecerdasan tinggi, yang ber-IQ dan ber-EQ tinggi dan berperilaku produktif. Pada era sekarang, semua orang secara individual maupun bersama-sama dalam ikatan organisasi di tuntut untuk belajar terus menerus dalam proses interaktif yang bermutu. Dengan kata lain, disamping dituntut untuk memiliki kecerdasan intelektual, tentunya setiap individu dituntut belajar untuk mampu tinggal bersama dalam masyarakat majemuk dan secara spiritual dapat memahami arti sesungguhnya dari hidup bersama dengan orang yang memiliki perbedaan agama, etnis dan kelas sosial.

(21)

| 21 Oleh karena itu, sehubungan dengan persoalan tersebut, maka konsep atau istilah pendidikan Islam perlu ditata ulang atau diadakan penyegaran tujuannya agar mampu menghadapi segala tuntutan zaman sehingga akan berimplikasi positif terhadap aplikasi proses pendidikan secara keseluruhan baik yang berkaitan dengan pendidik, peserta didik maupun aspek kurikulum. Konsep kurikulum pendidikan yang berjalan selama ini boleh jadi telah banyak diwarnai oleh pendidikan Barat sehingga menyentuh esensinya, tanpa adanya seleksi yang lebih ketat. Konsep pendidikan Islam yang telah diterapkan selama ini telah dirasuki pandangan hidup Barat yang belandaskan nilai-nilai dualisme dan sekularisme sehingga nilai-nilai adab menjadi semakin kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai hikmah ilahiah.

(22)

| 22 (Barat). Selain itu, juga dapat dijadikan pedoman dalam mempraktikkan segala aktivitas berkaitan dengan proses pendidikan.

Sebagaimana dengan pendidikan karakter, sekarang ini dilakukan secara sungguh-sungguh, sistematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan, menguatkan kesadaran dan keyakinan bagi semua orang bahwa tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, kegigihan, semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, memupuk persatuan di tengah-tengah keberagaman, semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama serta rasa percaya diri dan optimisme. Pendidikan karakter seringkali timbul tenggelam dalam sejarah pendidikan nasional. Era sekarang pendidikan karakter menjadi mata pelajaran khusus, kemudian menjadi dimensi yang terintegrasi ke dalam seluruh mata pelajaran. Adakalanya pendidikan karakter diintegrasikan dengan pendidikan agama, pendidikan moral pancasila, atau pendidikan akhlak mulia. Namun, ada juga saat dimana pendidikan karakter sama sekali hilang dalam kurikulum pendidikan nasional.

(23)

| 23 M. Naquib Al-Attas sebagai salah satu intelektual Muslim yang terkenal, berusaha menawarkan pemikiran mengenai konsep ta’dib, dengan kemunculan pemikiran tersebut akan membawa angin segar yang diharapkan membawa dampak positif dalam dunia pendidikan Islam dalam menghadapi segala persoalan baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti berkeinginan mengkaji pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas tentang konsep ta’dib, maka skripsi ini mengambil tema tentang “Konsep Ta’dib Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Implikasinya Bagi Pendidikan Karakter”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat pada sub bab latar belakang, maka penulis hendak merumuskan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas sebagai makna pendidikan Islam?

2. Bagaimana implikasi konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas dalam konteks pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam hal ini, sebagai berikut:

(24)

| 24 2. Untuk mengetahui implikasi konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed

M. Naquib Al-Attas terutama terhadap pendidikan karakter. D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Manfaat teoritis

a) Dapat mendiskripsikan konsep ta’dib pendidikan Islam

b) Kajian ini juga diharapkan agar dapat dijadikan acuan atau pedoman oleh civitas akademika sebagai konsep pendidikan Islam yang benar dan integral sehingga mampu menyelesaikan problematika makna pendidikan Islam dan dapat berfikir kritis serta ikut berperan aktif dalam memfilter konsep-konsep yang tidak sesuai dengan konsep-konsep pendidikan Islam.

2. Manfaat praktis

a) Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi remaja muslim agar mempunyai akhlaqul karimah dan karakter yang baik.

b) Peneliti berharap agar telaah atau kajian ini bermanfaat untuk dunia pendidikan Islam, agar tidak selalu menyadur atau mengadopsi konsep-konsep pendidikan Barat.

(25)

| 25 Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi pusat kajian atau penelitian, maka perlu dikemukakan tentang ruang lingkup kajian. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam mengungkapkan makna pendidikan Islam, diantaranya adalah tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan riyadhah. Dari beberapa istilah pendidikan

Islam tersebut, penelitian ini hanya mengkaji satu istilah yaitu ta’dib.

Berdasarkan penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian khususnya skripsi, penulis menemukan beberapa skripsi yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya:

1. Konsep pendidikan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, disusun oleh Bintang Firstania Sukatno, UIN Sunan Kalijaga. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) Pendidik bukan hanya seorang pengajar (mu’allim) yang tugasnya mentransfer ilmu pengetahuan saja, melainkan juga seseorang yang melatih jiwa dan kepribadian peserta didik dengan cara memiliki kepribadian dan adab yang baik sehingga mampu dijadikan teladan bagi peserta

didiknya. 2) Relevansi konsep ta’dib dilaksanakan di Indonesia adalah untuk

mencapai tujuan pendidikan Islam, dimana pendidik PAI tidak hanya sekedar mahir dalam menghantarkan materi pelajaran PAI saja, namun juga menjadikan peserta didik berakhlak mulia sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

(26)

| 26 Miskawaih) disusun Andika Saputra, UIN Sunan Kalijaga. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) Konsep Pendidikan Akhlak Syed Muhammad Naquib Al-Attas dalam pendidikan agama Isalam yaitu ta'dib, tauhid dan metafora, cerita dan yang mencalup semu:mya baik yang bersifat realita maupun spiritual.dan Ibnu Miskawaih konsep pendidikan ahlak dalam pendidikan ista thariqun thabi'i dan al-'adat wa aljihad, 2) komparasi pendidikan akhlak Syed Naquib Al-Attas dan Ibnu Miskawaih yaitu pendidikan yang rnencakup semua sisi kemanusiaan mendapatkan materi pendidikan, 3) Implikasi konsep pendidikan akhlak menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Ibnu Miskawaih dalam pendidikan Agama Islam terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong bagi terciptanya semua perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempumaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna (al-sa'adat).

(27)
(28)

| 28 metode hadap masalah ini akan timbul berbagai metode-metode yang lain. Sedangakan metode pendidikan Syed M. Naquib al-Attas disesuaikan dengan keadaan murid.

4. Sekularisme dan Pendidikan Akhlak (Studi Atas Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas Tentang Konsep Pendidikan Akhlak dalam Menghadapi

Sekularisme). Lailatus Sa’adah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(29)

| 29 tauhid ke-Islaman. Di dalam pendidikan menurut al-Attas, guru layaknya seorang ayah atau pemimpin, jadi hendaknya bertanggung jawab dan mengevaluasi peserta didik, begitupun peserta didik hendaklah menghormati gurunya sebagaimana ia menghormati orang tuanya dan pemimpinnya.

5. Konsep Adab dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, disusun oleh Syahri Kismanto Program Pascasarjana (PPs) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau. Hasil penelitiannya: melahirkan manusia yang sadar insaf akan tanggung jawabnya kepada Allah SWT yang senantiasa disembah; yang memahami dan melaksanakan tanggung jawabnya kepada diri sendiri dan kepada masyarakat dengan adil dan yang senantiasa berusaha memperbaiki setiap aspek dirinya ke tahap yang lebih sempurna.

6. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Studi Pemikiran Pendidikan Syed Muhammad Naquib Al-Attas), disusun oleh Abdul Gofur Skripsi Jurusan PAI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian bahwa gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan yang diformulasikan oleh Al-Attas merupakan

revolusi episthemologi” sebagai jawaban terhadap krisis epistemologis yang

melanda bukan hanya dunia Islam akan tetapi juga budaya dan peradaban Barat. Dalam operasionalisasi gagasan ini melibatkan dua langkah, yaitu;

(30)

| 30 tubuh pengetahuan modern, khususnya dalam pengetahuan humaniora.

Kedua, memasukkan elemen-elemen Islam dari konsep kunci kedalam

setiap cabang ilmu pegetahuan mas kini yang relevan. Proses Islamisasi ilmi pengetahuan kontemporer ini tidakah mudah, menurut orang-orang yang terlibat didalamnya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam terhadap peradaban Islam dan Barat. Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer bukanlah suatu evolusi tetapi pengembalian manusia kepada fitrahnya. Artinya Islamisasi ilmu ini dapat melindungi manusia khususnya umat Islam dari ilmu yang sudah tercemar dan menyesatkan yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap kehidupan umat manusia.

7. Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Konsep Metafisik dalam Islam, disusun oleh Akhmad Rofii Damyati Dosen STIU (Sekolah Tinggi

IlmuUsuluddin) Al Mujtama’ Pamekasan merupakan paper yang

(31)

| 31 menyeluruh. Sebab dengan demikian, hakikat segala sesuatu bisa dengan lebih sempurna diabstrak. Eksperimen dengan intuisi adalah eksperimen di tingkatan ihsan yang meng-upgrade level-level di bawahnya menjadi lebih terang dan akurat. Dari sudut pandang metafisik Islam ini, para Sufi yang otentik, buka Sufi yang palsu, adalah ilmuan sejati. Sebab merekalah yang langsung berinteraksi langsung dengan haqaiq al-ashya yang menyimpan

makna, hikmah dengan martabat masing-masing yang menuntut untuk diperlakukan sewajarnya sesuai dengan tuntutannya. Pandangan spiritual inilah yang menjadi framework dari seluruh pemikiran al-Attas yang digaungkannya dengan istilah “Worldview Islam”. Oleh karena itu, pada

posisi itulah yang membedakan Al-Attas dengan ilmuan lain dalam metafisik terutama jika dihadapkan dengan posisi ilmuan Barat sebagaimana ia banyak mengkritisinya. Tentu saja Al-Attas tidak seratus persen membuat atau mengkonsep baru konsep metafisiknya. Ia meramu ulang tradisi keilmuan Islam yang sudah ada sebelumnya seperti tradisi filsafat, kalam dan tasawwuf. Sehingga dari hasil racik ulang tradisi keilmuan Islam sebelumnya itu melahirkan framework metafisis yang dianggap lebih menyeluruh.

(32)

| 32 sebagaimana yang dinyatakan al-Attas hanya merupakan simbol keruntuhan otoritas Kristen, musnahnya alam vital keagamaannya, peralihan keyakinan Kristen kepada konsep-konsep duniawi, dan pemisahan antara keyakinan agama dengan hak-hak sipil (dunia) dan kekuasaan konsep agama tanpa negara dan negara tanpa agama. Paham sekularisme yang dekat dengan ideologi positivisme jelas bertentangan dengan pandangan hidup Islam (Islamic worldview). Menurutnya umat Islam tidak boleh sekadar ikut-ikutan

menerapkan konsep pengosongan nilai-nilai ruhani dan fisik (empirik) karena konsep ini bertentangan dengan konsep pandangan hidup Islam (Islamic worldview) tentang alam. Western worldview menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas merupakan worldview yang lahir dari imitasi gagasan praktik

gereja Barat terhadap citra Islam, dan imitasi ini telah dimulai bersamaan dengan kemunculan Islam dan pembebasannya atas Timur dari dominasi kekaisaran Romawi Byzantium, maka maksud teselubung Barat, yakni; berupaya membaratkan atau westernisasi akal pikiran para intelektual dan budayawan Islam agar mengadopsi model peradaban Barat sebagai ganti dari model worldview Islam.

(33)

| 33 identik dengan aspek metafisika atau spiritualitas. Pada dasarnya, pendidikan Islam dalam perspektif Al-Attas adalah proses penanaman adab. Adab yang dimaksud al-Attas adalah ilmu tentang tujuan mencari pengetahuan itu sendiri. Ilmu di sini didefinisikan Al-Attas sebagai sampainya makna segala sesuatu pada jiwa seorang penuntut ilmu. Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan yang dimaksudkan Al-Attas adalah insân kâmil. Hal ini merujuk pada pribadi Nabi Muhammad SAW, yang merupakan perwujudan manusia sempurna, sedangkan pendidikan diarahkan pada terwujudnya potensi dan bawaan manusia sehingga bisa sedekat mungkin menyerupai Nabi Muhammad SAW

Berdasarkan beberapa kajian pustaka diatas, belum ada satupun sumber tulisan yang secara khusus meneliti tentang konsep ta’dib dalam pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan implikasinya bagi pendidikan karakter. Penelitian-penelitian tersebut diatas berfokus pada konsep pendidikan, pendidikan akhlak, pendidikan Islam dalam hal pemisahan antara urusan ukhrawi dan duniawi serta konsep metafisik dan gagasan islamisasi ilmu pengetahuan. Sedangkan fokus penulis dalam kajian ini adalah dibatasi hanya pada interpretasi

ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas baik secara etimologi maupun terminologi dan implikasi konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas pada pendidikan karakter.

F. Metode Penelitian

(34)

| 34 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis yang sangat relevan untuk menafsirkan berbagai gejala, peristiwa, simbol maupun nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan bahasa (Kaelan, 2005: 80). Dalam hal

ini yang diungkap adalah konsep ta’dib dalam pemikiran Syed Muhammad

Naquib Al-Attas dan implikasinya pada pendidikan karakter.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)

yaitu suatu cara kerja tertentu yang bermanfaat untuk mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen yang dikemukaan oleh ilmuan masa lalu maupun sekarang (Kaelan, 2005:250). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, catatan yang berhubungan dengan makna, nilai dan pengertian.

2. Sumber Data

a. Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti. Data

primer dalam penelitian ini adalah karya-karya yang ditulis sendiri oleh tokoh yang diteliti, dalam hal ini Syed M. Naquib Al-Attas. Untuk

melihat konsep ta’dib Syed M. Naquib Al-Attas secara konkrit dan komprehensip, maka peneliti mengupayakan buku-buku yang dikarang oleh pakar pendidikan yang bersangkutan. Dari survei kepustakaan tentang tokoh tersebut, maka sumber primer yang digunakan dalam

(35)

| 35 Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas” (Bandung: Mizan); Syed Muhammad Naquib Al-Attas, 1993, “Islam and

Secularism” (Kuala Lumpur: Art Printing Work Sdn. Bhd) dan Syed

Muhammad Naquib Al-Attas, 1999, “The Concept of Education in

Islam: Framework for an Islamic Philosophy of Education” (Kuala

Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization/ISTAC).

b. Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya penulis lain yang

membahas tentang pendidikan Islam, baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel maupun karya ilmiah lainnya. Beberapa sumber yang penulis gunakan sebagai data sekunder, antara lain: buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara menyeluruh dan relevan dengan fokus, maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal, ataupun internet yang relevan dengan tema penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

(36)

| 36 literatur-literatur yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini, berorientasi pada pendeskripsian sebuah konsep ide pemikiran melalui langkah-langkah penafsiran terhadap pemikiran Syed Muhammad Naquib

Al-Attas tentang ta’dib dan implikasinya terhadap pendidikan karakter.

Analisa data merupakan tahap terpenting dari sebuah penulisan. Sebab pada tahap ini dapat dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah penyampaian yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga mudah dipahami dan dapat diinformasikan kepada orang lain.

Teknik ini dapat dilakukan melalui pengolahan data dengan pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan yang kemudian dideskripsikan, dibahas dan dikritik. Dengan menggunakan analisis isi mencakup prosedur ilmiah berupa obyektifitas, sistematis dan generalis. Maka, arah pembahasan skripsi ini untuk menginterpretasikan, menganalisis isi buku (sebagai landasan teoritis) dikaitkan dengan masalah-masalah pendidikan yang masih aktual untuk dibahas.

(37)

| 37 Agar tidak terjadi kesalah-pahaman dalam penulisan skripsi ini, perlu penulis jelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul di atas. Istilah-istilah tersebut adalah :

1. Ta’dib

Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata

krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. Ta’dib yang seakar

dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban dan kebudayaan yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan.

Menurut Al-Attas, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan terhadap realitas yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan (Wan Daud, 2003: 177). Pengertian ini didasarkan Hadits Nabi SAW:

Artinya: “Tuhan Ku telah mendidik-Ku, sehingga menjadikan baik

pendidikanku”

Artinya: “Aku di utus untuk memperbaiki kemuliaan akhlak” (HR. Malik dari Annas

(38)

| 38

Ta’dib sebagai upaya dalam pembentukan adab terbagi atas empat macam: 1) ta’dib adab al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang

dengannya segala sesuatu diciptakan; 2) ta’dib adab al-khidmah, pendidikan tata krama spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang Raja (Malik) dengan menempuh tata

krama yang pantas; 3) ta’dib adab al-syari’ah, pendidikan tata krama spiritual dalam syariah, yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syariat Tuhan akan berimplikasi pada tata

krama yang mulia; 4) ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata krama spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan berprilaku baik di antara sesama (Mujib dan Mudzakkir, 2006:21).

2. Pendidikan Karakter

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya (Samani & Hariyanto, 2011:43).

(39)

| 39 Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil (Aunillah, 2011:18-19).

Sementara itu sumber lain, wikipedia mendefinisikan pendidikan karakter sebagai istilah payung (umbrella term) yang acap kali digunakan

dalam mendeskripsikan pembelajaran anak-anak dengan sesuatu cara yang dapat membantu mereka mengembangkan berbagai hal terkait moral, kewargaan, sikap tidak suka memalak, menunjukkan kebaikan, sopan santun dan etika, perilaku, bersikap sehat, kritis, keberhasilan, menjunjung nilai tradisional, serta menjadi makhluk yang memenuhi norma-norma sosial dan dapat diterima secara sosial (Samani & Hariyanto, 2011:44).

Jadi, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

(40)

| 40 Muhammad Naquib Al-Attas tentang pengenalan dan pengakuan terhadap realitas yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan yang berdampak pada perkembangan manusia seutuhnya yang memiliki hati, pikiran, raga, rasa dan karsa dalam kehidupan sehari-hari.

H. Sistematika Penulisan

Secara umum dalam penulisan skripsi ini terbagi dari beberapa bagian pembahasan teoritis dan pembahasan empiris dari dua pokok pembahsan tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya, sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, merupakan pendahuluan yang membahas tentang keseluruhan penulisan skripsi ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab II Biografi, mencakup biografi tokoh, Setting Sosial dan karya-karyanya.

Bab III Deskripsi Pemikiran, membahas tentang konsep ta’dib menurut

(41)

| 41

ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas dan Implikasinya terhadap pendidikan karakter.

Bab IV Pembahasan, terdiri dari signifikansi pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas mengenai ta’dib, relevansi pemikiran konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas dalam konteks pendidikan karakter dan implikasi

konsep ta’dib yang digunakan oleh Syed M. Naquib Al-Attas dalam konteks pendidikan karakter.

(42)

| 42 BAB II

BIOGRAFI

A. Biografi Tokoh

Syed M. Naquib Al-Attas merupakan ilmuwan berkewarga-negaraan Malaysia, nama lengkap Syed Muhammad Naquib Ibn Ali Ibn Muhsin al-Attas, lahir pada tanggal 5 September 1931 di Bogor, Jawa Barat Indonesia. Silsilah keluarga dapat dilacak hingga ribuan tahun ke belakang melalui silsilah

“Sayyid” dalam keluarga Ba’dawi di Hadromaut dengan silsilah yang sampai

kepada Imam Husein, cucu nabi Muhammad SAW (Wan Daud, 2003: 431). Leluhur Al-Attas ada yang menjadi wali dan ulama diantaranya yaitu Syed Muhammad al-Aydarus (dari pihak ibu), guru dan pembimbing rohani Syed

Muhammad Hafs ‘Umar bin Syaiban dari hadromaut, yang mengantarkan Nur

al-Din al-Raniri, salah seorang alim ulama terkemuka di dunia Melayu, ke

tarekat rifa’iyyah. Ibunda Syed Muhammad Naquib yaitu Syarifah Raquan al -Aydarus, berasal dari Bogor, Jawa Barat, Indonesia dan merupakan keturunan ningrat Sunda di Sukapura. Pihak bapak, kakek Syed Naquib al-Attas yang bernama Syed Ibn Muhammad al-Attas adalah seorang wali yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga ke Negara Arab.

Muridnya, Syed Hassan Fad’ak, kawan Lawrence of Arabia, dilantik

menjadi penasehat Agama Amir Faisal, saudara raja Abdullah dari Yordania. Neneknya bernama Ruqoyyah Hanum, adalah wanita Turki berdarah

(43)

| 43 Aristokrat yang menikah dengan Ungku Abdul Majid, adik sultan Abu Bakar Johor (wafat 1895) yang menikah dengan adik Ruqoyyah Hanum. Khodijah yang kemudian menjadi ratu Johor setelah Ungku Abdul Majid wafat meninggalkan dua orang anak), Ruqoyyah menikah yang kedua kalinya dengan Syed Abdullah al-Attas dan dikaruniai seorang anak, Syed Ali Al-Attas yaitu bapak dari Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

Syed Muhammad Naquib Al-Attas merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yang sulung bernama Syed Hussein, seorang ahli sosiologi dan mantan wakil rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu bernama Syed Zaid, seorang insiyur kimia dan mantan seorang dosen Institute Tekhnologi MARA. Adapun sekarang Syed Muhammad Naquib menjalani hidupnya bersama keluarganya yang bahagia dan harmonis. Hari-harinya disibukkan dengan aktifitas keilmihan dan sebagai rektor (International Institute Of Islamic Though and Civilization ) Malaysia.

B. Setting Sosial

(44)

| 44 Umur 5 tahun, Al-Attas dikirim ke Johor untuk belajar di sekolah dasar Ngee heng (936-1941). Di sana ia tinggal bersama pamannya Ahmad kemudian dengan bibinya Azizah (Kholiq, 1999: 217). Keduanya adalah anak Ruqoyyah

Hanum dari suaminya yang pertama, Datuk Ja’far Ibn haji Muhammad (wafat

1919) kepala mentri Johor modern yang pertama pada masa pendudukan Jepang, dia kembali ke Jawa untuk meneruskan pendidikannya di madrasah al-‘Urwatu al-Wustqa, Sukabumi (1941-1945), sebuah lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Setelah perang dunia II pada tahun 1946, Syed M. Naquib Al-Attas kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan selanjutnya, pertama di bukit Zahrah School kemudian di English College (1946-1951).

Al-Attas menghabiskan masa muda dengan membaca dan mendalami manuskrip sejarah, sastra dan agama serta buku-buku klasik Barat dalam bahasa Inggris yang tersedia di perpustakaan keluarganya yang lain. Lingkungan keluarga berpendidikan dan bahan bacaan seperti itulah yang menjadi faktor pendukung yang memungkinkan Syed M. Naquib Al-Attas mengembangkan gaya bahasa yang baik dan pemilihan kosa kata yang tepat, yang kelak sangat mempengaruhi gaya tulisan dan tutur bahasa Melayunya.

Setelah Ungku Abdul Aziz pensiun, Syed M. Naquib tinggal bersama

dengan pamannya yang lain, Dato’ Onn Ibn dato’ Ja’far (kepala menteri Johor

(45)

| 45 Naquib menceritakan bahwa Dato’ Onn (salah seorang tokoh nasionalis) sangat mengagumi bakat seninya dan memintanya untuk membuat gambar bendera resmi UMNO (United Malaya National Organization), yaitu partai politik yang menjadi tulang punggung kerajaan Malaysia sejak dimerdekakan oleh Inggris dengan memasukkan kekuatan, kesetiaan dan Islam.

(46)

| 46 Setelah lulus dari Sandhurst, Al-Attas ditugaskan sebagai pegawai kantor di resimen tentara kerajaan Malaya, federasi Malaya, yang ketika itu sibuk menghadapi serangan komunis yang bersarang di hutan. Namun tidak lama di sini, minatnya yang dalam untuk menggeluti dunia ilmu pengetahuan mendorongnya untuk berhenti secara sukarela dari kepegawaiannya kemudian membawanya ke Universitas Malaya, ketika itu di Singapura pada tahun 1957-1959, tidak dapat dinafikan lagi bahwa latihan-latihan militer yang diterimanya, terutama yang berkaitan dengan unsur-unsur keislaman, seperti ketaatan, disiplin diri dan kesetiaan sangat berpengaruh dalam berbagai pandangan dan sikapnya sebagai seorang sarjana dan administrator Muslim.

Syed Muhammad Naquib Al-Attas telah menulis dua buah sewaktu masih kuliah mengambil program SI di Universitas Malaya. Buku pertama adalah

rangkaian Ruba’iyat, buku yang sekarang menjadi karya klasik adalah Some

Aspects of Sufism as Understood and Practised Among the Malays yang diterbitkan di lembaga penelitian Sosiologi Malaysia pada tahun 1963. Sedemikian berharganya buku yang kedua ini sehingga pada tahun 1959 pemerintah Kanada melalui Kanada Council Fellewship, memberinya beasiswa selama 3 tahun, terhitung sejak tahun 1960 untuk belajar di Institut of Islamic Studies, Universitas McGill, Montreal yang didirikan Wilfred Cantwel Smith. Syed M. Naquib Al-Attas mendapat gelar M.A dari Universitas McGill pada

(47)

| 47 Setahun kemudian atas dorongan beberapa sarjana dan tokoh-tokoh orientalis yang terkenal, Syed M. Naquib al-Attas pindah ke SAOS (School of Oriental and African Studies ), Universitas London, untuk meneruskan pendidikan Doktornya. Pada tahun 1965 dia memperoleh gelar Ph. D setelah dua jilid disertasi doktornya yang berjudul The Mysticism of Hamzah Fanshuri lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.

(48)

| 48 Pada tahun 1970 Al-Attas menjadi pendiri senior UKM (Universitas Kebangsaan Malaysia) menjabat sebagai dekan fakultas bahasa dan sastra Melayu, Syed M. Naquib al-Attas telah mengajukan konsep dan metode baru kajian bahasa, sastra dan kebudayaan Melayu yang bisa digunakan untuk mengkaji peranan dan pengaruh Islam serta hubungan dengan bahasa dan kebudayaan lokal dan internasional dengan cara yang lebih baik. Untuk merealisasikan rencana ini, pada tahun 1973 dia mendirikan dan mengepalai IBKKM (Institut Sastra, Bahasa dan Kebudayaan Melayu) di UKM.

(49)

| 49 seperti Henry Corbin, Sayyed Hossein Nasr dan Toshihiko Izutsu. Diapun

pernah menjadi konsultan utama penyelenggaraan Festival Islam International (World of Islam Festival) yang diadakan di London pada tahun 1976, sekaligus

menjadi pembicara dan utusan dalm konferensi Islam Nasional (International Islamic Conference ) yang diadakan secara bersamaan di tempat yang sama. Syed M. Naquib al-Attas menjadi pembicara dan peserta aktif dalam konferensi dunia pertama mengenai pendidikan Islam (First World Conference on Islamic Education) yang dilangsungkan di Mekkah pada tahun 1977 dan dia ditunjuk untuk memimpin komite yang membahas tujuan dan definisi pendidikan Islam. Dari tahun 1976-1977 dia menjadi professor tamu, (visitting professor)

untuk studi Islam di Universitas Temple Philadelpia. Pada tahun 1978 dia diminta UNISCO untuk memimpin pertemuan para ahli sejarah Islam yang diselenggarakan di Aleppo, Suriah. Setahun kemudian dia mendapatkan anugerah medali seratus tahun meninggalnya Sir Muhammad Iqbal dari presiden Pakistan, jenderal Muhammad Ziaul-Haq. Syed M. Naquib Al-Attas telah menghadiri dan memimpin sesi-sesi penting dalam berbagai kongres international, baik yang diselenggarakan oleh UNESCO maupun oleh badan-badan akademi yang lain.

(50)

| 50 Abdur Rozak untuk studi Asia Tenggara (Tun Abdur Razak chair of South East Asian Studies) di Universitas Amerika, untuk periode 1980-1982. Syed M. Naquib Al-Attas adalah pendiri sekaligus rektor ISTAC (International Institut of Islamic Though and Cavilization) Malaysia sejak tahun 1987.

Perjuangan dan aktifitas Syed M. Naquib Al-Attas di berbagai Institut Pendidikan Tinggi yang terdapat di Malaysia, sebuah negara multi Agama, tetapi didominasi oleh orang Islam yang sekarang sedang mengalami perubahan sosial ekonomi yang cepat-tidak hanya memberikan peluang untuk memahami dengan jelas isu-isu fundamental yang mendasari permasalahan-permasalahan kompleks yang sekarang menghadang umat Islam, tetapi juga mencarikan solusi yang tepat bagi permasalahan-permasalahan tersebut.

Adapun prestasi dan jabatan-jabatan yang pernah disandang oleh Syed M. Naquib Al-Attas, sebagai berikut:

1. Sebagai pegawai kantoran (letnan) di resimen tentara kerajaan Malaya, federasi Malaya, yang ketika itu menghadapi serangan komunis yang bersarang di hutan, pada tahun 1952-1955.

2. Ketua Jurusan Sastra di Fakultas Kajian Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur, tahun 1965.

(51)

| 51 4. Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Melayu di UKM pada tahun

1970-1973.

5. Pendiri sekaligus kepala IBKKM (Institute Bahasa, sastra, Kebudayaan Melayu) di UKM pata tahun 1973.

6. Anggota Imperial Iranian Academy of Philosophy pada tahun 1975.

7. Konsultan utama penyelenggaraan Festival Islam Internasional (World of Islam Festival ) yang diadakan di London pada tahun 1976.

8. Professor tamu (visitting professor) untuk studi Islam di Universitas Temple, Philadelphia, pada tahun 1976-1977.

9. Ketua lembaga Tun Abdul Razak untuk studi Asia Tenggara (Tun Abdul Razak Chair of South East Asian Studies ) di Universitas Ohio, Amerika, untuk periode 1980-1982.

10.Ketua lembaga bahasa dan kesusastraan Melayu di Universitas Kebangsaan Malaysia, pada tahun 1970-1984.

11.Pendiri sekaligus rektor ISTAC (International of Islamic Thought and Civilization), Malaysia, sejak tahun 1987.

12.Ketua atau pemegang pertama kursi kehormatan Abu Hamid Al-Ghazali dalam studi Islam (Abu Hamid al-Ghazali Chair of Islamic Thought) di ISTAC pada tahun 1993.

(52)

| 52 C. Karya-Karya

1. Buku dan Monograf

Syed M. Naquib Al-Attas telah menulis 26 buku dan monograf, baik bahasa Inggris maupun bahasa Melayu dan banyak yang diterjemahkan kedalam bahasa lain, seperti bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, Malaya, Indonesia, Prancis, Jerman, Rusia, Bosnia, Jepang, India, Korea dan Albania. Karya-karyanya tersebut adalah:

a. Rangkaian Rubi’iyah, Dewan bahasa dan Pustaka (DBP) Kuala Lumpur, 1959.

b. Some Aspects of Sufism as Understood and Practised Among the Malays, Malaysia Sociological Research Institute, Singapura 1963. c. Raniri and The Wujudiyyah of 17th Centure Acheh, Monograph of d. The Royal Asiatic Society, cabang Malaysia, No, III, Singapura,

1966.

e. The Origin of The Malay Syair, DBP, Kuala Lumpur, 1968.

f. Preliminary Statement One General Theory of The Islamization of The Malay-Indonesian Archipelago, DBP, Kuala Lumpur, 1969.

g. The Mysticism of Hamzah Fanshuri, University of Malaya Press, Kuala Lumpur 1970.

(53)

| 53 i. The Correct Date of The Terengganu Inscription, Museums

Departement, Kuala Lumpur, 1972.

j. Islam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Universitas Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, 1972.

k. Risalah untuk Kaum Muslimin, Monograf yang belum diterbitkan, 186 h., ditulis antara Februari-Maret 1973, (Buku ini kemudian diterbitkan di Kuala Lumpur oleh ISTAC pada 2001-penerja).

l. Commenst on The Re-examination of Al-Raniri’s Hujjatun Al -Shiddiq : Arefitation, Musems Departemen, Kuala Lumpur, 1975. m. Islah The Concept Of Religion and The Foundation of Ethics and

Morality, Angkatan Belia Islam Malaysi, (ABIM), Kuala Lumpur, 1976.

n. Islam, Pahan Agama dan Asas Akhlak, ABIM, Kuala Lumpur. o. Islam and Secularism, ABIM, Kuala Lumpur, 1978.

p. Anas and The objectives of Islamic Education: Islamic Education Series, Hodder and Stoughton dan King Abdul Aziz university, London, 1979.

q. The Consept of Education in Islami, ABIM, Kuala Lumpur, 1980.

(54)

| 54 s. A Commentary on the Hujjat Al-Shiddiq of Nur Al-Din Al-Raniri,

Kementerian Kebudayaan, Kuala Lumpur, 1986.

t. the Oldest Known Malay Manuscript A 16th Century Malay

Translation of The A’qoid of Al-Nafasi, Dept. Penerbitan University Malaya, Kuala Lumpur, 1990.

u. Islam and The Philosophy of Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989. v. The Nature of Man and The Psychology of The Human Soul, ISTAC,

Kuala Lumpur, 1990.

w. The Intuition of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990; On Quiddityand Essence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990.

x. The Meaning and Experience of happiness in Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1993; The Degrees of Experiensice, ISTAC, Kuala Lumpur, 1994.

y. Prolegomena to The Metaphysicsof Islam: An Exposition of The z. Fundamental Elements of The Word View of Islam, ISTAC, Kuala

Lumpur, 1995. 2. Artikel

(55)

| 55 a. “Note on The Opening of Relations between Malaka and Cina, 1403-5”, Journal of The Malaya Branch of The Royal Asiatic Society (JMBRAS), VOL 38, Pt 1, Singapura, 1965.

b. “Islamic Culture in Malaysia”, malaysian Society of Orientalist, Kuala Lumpur, 1996.

c. “New Ligt on The Life of Hamzah Fanshuri”, JBRAS, vol. 40, Pt, 1, Singapura, 1967.

d. “Rampaian Sajak’, Bahasa, Persatuan Bahasa Melayu University Malaya no. 9, Kuala Lumpur, 1968.

e. “Hamzah Fanshuri”, The penguin Companion to Literature, Classikal and Byzantine, Oriental, and African, vol. 4, London, 1969.

f. “Indonesia: 4 (a) History: The Islamic Period”, Encyclopedia of Islam, edisi baru, EJ. Briil, Leiden, 1971.

g. “Comperative philosopy: A Southeast Asian Islam View Point”, Acts of The Fee International Congres of medieva Philosophy, Madrid-Cordova-Granada, 5-2 September 1971.

h. “Konsep Baru mengenai Rencana serta Caragaya Penelitian Ilmiah

Pengkajian Bahasa, Kesusastaraan, dan Kebudayaan Melayu”, buku

panduan jabatan bahasa dan kesusastraan Melayu, University Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur: 1972.

(56)

| 56 j. “Perkembangan Tulisan Jari Sepintas Lalu’, Pameran Khat, Kuala Lumpur, 14-21 Oktober 1973 dan “Nilai-nilai Kebudayaan, Bahasa, dan Kesustraan Melayu”, asas kebudayaan kebangsaan, kementrian kebudayaan Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1973.

k. “Islam in Malaysia”, (versi bahasa jerman), kleines lexicon der Islamichen welt, ed. K. Kreiser awa. Akakolhlhammer, berlin (Barat), Jerman, 1974.

l. “Islam in Malaysia’, Malaysia panorama, edisi special, kementrian luar negeri Malaysia, Kuala Lumpur, 1974. juga diterbitkan dalam edisi bahasa Arab dan Perancis.

m. “Islam dan Kebudayaan Malaysia”, syarahan tun sri lanang, seri kedua, kementrian kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1974.

n. “Pidato penghargaan terhadap ZAABA’, Zinal Abidin ibn Ahmad, kementrian kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1976.

o. “A General Theory of The Islamization of The Malay Archipelago’, profiles of Malay culture, historiography, religion, and politics, editor sartono kartodiharjo, menteri pendidikan kebudayaan Jakarta, 1976. p. “Preliminary thoughts on The nature of Knowledge and Definition

(57)

| 57 q. “Some Reflections on The Philosophical aspect of Iqbal’s Thought”, international congress on the centenary of Muhammad Iqbal, Lahore, 1977.

r. “The Concept of Education in Islam: it is Form, Method and Sistem of

Implementat on”, world symposium of al-Isro; Amman, 1979. Juga tersedia dalam edisi bahasa Arab.

s. “ASEAN-kemana Haluan Gagasan kebudayaan mau diarahkan?”, diskusi, jil. 4, no. 11-12, November-Desember, 1979.

t. “Hijrah: APA Artinya?”panji masyarakat, Desember, 1979.

u. “Knowledge and non-Knowledge”, Readings in Islam, no. 8, first quarter, Kuala Lumpur, 1980.

v. “Islam dan Alam Melayu”, Budiman. Edisi special memperingati abad ke 15 hijriah, University Malaya, Desember 1979.

w. “The Concept of education in Islam”, second world conference on Muslim education, Islamabad, 1980.

x. “Preliminary Thoughs on an islam Philosophy of Science”, Zarrouq Festival, Misrata, Libia: 1980. Juga diterbitkan dalam edisi bahasa Arab.

y. “Religion and Secularity”, Congress of the World’s Religions, New York, 1985.

(58)

| 58

Adab menunjukkan pada pengenalan dan pengakuan akan kondisi kehidupan, kedudukan dan tempat yang baik, layak dan disiplin diri ketika ikut berperan aktif secara sukarela dalam menjalankan peranan seseorang sesuai dengan pengenalan dan pengakuan itu, pemenuhan diri seseorang dan manusia secara keseluruhan mencerminkan kondisi keadilan sebagai ilmu dari Tuhan yang memungkinkan menghasilkan tempat yang tepat dan layak berkeseluruhan.

Konsep kunci dalam pendidikan, menurut al-Attas adalah adab. Syed M. Naquib Al-Attas berpendapat bahwa istilah pendidikan lebih tepat menggunakan kata ta’dib yaitu penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang. Beliau lebih cenderung menggunakan kata ta’dib dalam menyebut istilah pendidikan daripada istilah tarbiyah dan ta’lim. Al-Qur’an menegaskan

bahwa contoh ideal bagi orang yang beradab adalah Nabi Muhammad SAW yang oleh kebanyakan sarjana Muslim disebut sebagai manusia sempurna atau Muslim Universal/al-insan al-kulliyy (Wan Daud, 2003:174).

Oleh karena itu, pengaturan administrasi pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam sistem pendidikan Islam haruslah merefleksikan manusia sempurna. Secara kebahasaan, istilah ta’dib merupakan bentuk (masdar ) kata

kerja addaba yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak arti, sebagai berikut: mendidik, undangan, kebudayaan, tata tertib

(59)

| 59 sosial, berbudi, ketertiban, kebiasaan baik, kepantasan, kemanusiaan. Tafsir (2004:29) berpendapat dalam bukunya bahwa “para lama klasik menerjemahkan dengan kepintaran, kecerdikan dan kepandaian. Sedangkan arti asalnya adalah sesuai dalam bahasa Indonesia adab berarti sopan, kesopanan, kebaikan budi (budi pekerti) dan kehalusan. Dari kata addaba ini diturunkan juga kata adabun yang berarti pengenalan dan pengakuan tentang

hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang dan potensi jasmaniah, intelektual maupun rohaniah seseorang”.

Pengajaran dan proses mempelajari keterampilan betapapun ilmiahnya tidak dapat diartikan sebagai pendidikan jika di dalamnya tidak ditanamkan sesuatu, sebagaimana telah dikemukakan oleh Al-Attas (1999:16), “There is a something in knowledge which if it is not inclucated will not make its

teaching and learning and assimilation an education” Lebih lanjut,

ditegaskan sesuatu yang harus ditanamkan dalam pendidikan tersebut adalah ilmu. Menurut Al-Attas (1999:22), tujuan mencari ilmu terkandung dalam konsep adab. Kecuali itu batasan makna pendidikan dari kata ta’dib penekanannya cenderung lebih banyak pada perbaikan budi pekerti atau nilai-nilai kehidupan manusia.

(60)

| 60 cita dan tujuan pendidikan, secara sistematis Al-Attas mengajukan agar definisi pendidikan Islam diganti menjadi penanaman adab dan istilah pendidikan dalam Islam menjadi ta’dib. Alasan yang dikemukakan ketika mengajukan definisi dan istilah baru untuk pendidikan Islam tersebut sangat konsisten dengan perhatiannya terhadap akurasi dan autentisitas dalam memahami ide-ide dan konsep-konsep Islam. Disebabkan oleh perubahan yang sangat mendasar dalam penggunaan istilah ta’lim, tarbiyah dan ta’dib,

yang berbeda dari yang selama ini dipakai orang, dapat dipahami mengapa komite menerima usulan tersebut secara kompromis yaitu dengan mengungkapkan bahwa arti pendidikan secara keseluruhan terdapat dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib yang dipakai secara bersamaan

(Wan Daud, 2003:175).

Al-Attas (1999:33), menyatakan kembali pendapatnya dalam The Concept of Education in Islam yang disampaikan pada Konferensi Dunia

Kedua mengenai Pendidikan Islam yang diselenggarakan di Islamabad tahun 1980, apabila benar-benar dipahami dan dijelaskan dengan baik, maka konsep ta’dib adalah konsep yang paling tepat untuk pendidikan Islam daripada istilah tarbiyah atau ta’lim sebagaimana yang digunakan sampai saat

ini. Dia mengatakan bahwa struktur konsep ta’dib telah mencakup

unsur-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim) dan pembinaan yang baik (tarbiyah),

sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah

sebagaimana terdapat dalam tiga serangkai konsep tarbiyah, ta’lim dan

ta’dib.

(61)

| 61 biasa terjadi karena hubungan kepemilikan) yang tidak hanya diberlakukan kepada manusia, melainkan juga berlaku untuk hewan dan tumbuhan. Al-Attas dalam bukunya Rosyadi (2004:141) secara jelas dan sistematik menjelaskan, sebagai berikut:

a. Menurut tradisi ilmiah bahasa Arab, istilah ta’dib mengandung tiga unsur yaitu pembangunan iman, ilmu dan amal. Iman adalah pengakuan yang realisasinya harus berdasarkan ilmu. Sebaliknya, ilmu harus dilandasi dengan iman. Sehingga iman dan ilmu dimanifestasikan dalam bentuk amal.

b. Dalam hadits Nabi SAW terdahulu secara eksplisit digunakan istilah ta’dib dari kata addaba yang berarti mendidik. Cara Tuhan mendidik Nabi, tentu saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna.

c. Dalam kerangka pendidikan, istilah ta’dib mengandung arti ilmu, pengajaran dan pengasuhan yang baik. Tidak ditemui unsur penguasaan atau pemilikan terhadap obyek atau peserta didik, disamping tidak pula menimbulkan interpretasi mendidik makhluk selain manusia. Karena menurut konsep Islam yang bisa dan bahkan harus dididik adalah manusia.

d. Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tata krama, sopan santun, adab dan semacamnya atau secara tegas akhlak terpuji yang hanya terdapat dalam istilah ta’dib.

(62)

| 62 dipergunakan secara baik dalam kehidupan masyarakat. Al-Attas mengkombinasikan secara harmonis antara ilmu, amal (praktik) dan adab yang kemudian menamakannya dengan pendidikan. Istilah yang digunakan untuk pendidikan dan proses pendidikan harus membawa gagasan yang benar mengenai pendidikan tersebut, demikian juga mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pendidikan. Oleh karena itu, istilah tarbiyah yang

berlaku selama ini perlu diganti dengan istilah yang lebih tepat dan benar. Al-Attas juga mengungkapkan bahwa orang yang terpelajar adalah

orang baik. “Baik” yang dimaksudkannya di sini adalah adab dalam

pengertian yang menyeluruh dan meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang, yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya. Oleh karena itu, orang yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam didefinisikan oleh al-Attas sebagai orang yang beradab.

Dia mengatakan, “a good man is the one who is sincerely conscious of his resposibilities towards the true God/insaf akan tanggungjawab dirinya kepada Tuhannya yang hak; who understands and fulfills his obligations to himself and others in his society with justice/memahami serta menyelenggarakan

penunaian keadilan terhadap dirinya dan diri-diri lain dalam masyarakat; who constantly strives to improve every aspect of himself towards perfection as a man of adab/insan adabi (Wan Daud, 1998:133).

(63)

| 63 moral. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mentaati segala ketentuan, peraturan, tata tertib yang telah ada. Seseorang tersebut sadar dan mengakui bahwa segala sesuatu di alam ini telah ditata secara harmonis oleh Sang Pencipta sesuai dengan tingkatannya. Dengan demikian, secara otomatis ia akan mampu menempatkan dirinya pada posisi yang tepat sehingga tercerminlah kondisi keadilan (adl). Manusia

seperti ini yang diprediksikan sebagai manusia yang adil, yaitu manusia yang menjalankan adab pada dirinya sehingga mewujudkan atau menghasilkan manusia yang baik. Keadilan merupakan pencerminan dari suatu kearifan (hikmah) yaitu ilmu yang diberikan Tuhan.

Perkataan adab memiliki arti yang sangat luas dan mendalam, sebab pada awalnya perkataan adab berarti undangan ke sebuah jamuan makan, yang di dalamnya sudah terkandung ide mengenai hubungan sosial yang baik dan mulia. Akan tetapi, adab kemudian digunakan dalam konteks terbatas, seperti untuk sesuatu yang merujuk pada kajian kesusastraan dan etika profesional dan kemasyarakatan (Al-Attas, 1993:149).

Dalam sebuah jamuan tersebut, Al-Qur’an dianggap sebagai undangan Tuhan kepada manusia untuk menghadiri jamuan makan di atas permukaan bumi. Al-Attas menyamakan kata addaba dengan allama, pengertian yang

memperkuat posisinya dalam menegaskan bahwa konsep pendidikan Islam yang benar adalah ta’dib. Sehingga Al-Attas menjelaskan,

The Holy Qur’an is God’s invitation to a spiritual banquet, and the

(64)

| 64

is knowledge to be extolled and enjoyed, and approached by means of conduct as befits its lofty nature” yang artinya kesucian sebuah Al-Qur’an

merupakan undangan Tuhan untuk sebuah jiwa pesta besar dan keperolehan pengetahuan yang nyata itu adalah bagian dari makanan yang baik di dalamnya itu. Pada rasa yang sama kenikmatan dari makanan baik dalam baik pesta besar dengan besar ditingkatkan dengan kemuliaan dan perusahaan yang keanggunan dan bahwa makanan mengambil bagian dalam persetujuan dengan peraturan-peraturan dari dihaluskan hantar,perilaku dan tata cara, begitu juga pengetahuan untuk dipuji dan dinikmati serta terdekat oleh maksud-maksud penghantar sebagai keserasian alam tinggi sekalinya (Wan Daud,1998:176).

Kandungan ta’dib memiliki pengertian akhlak. Sedangkan al-Attas merupakan salah seorang pertama yang memahami dan menerjemahkan perkataan addaba dengan makna “mendidikku”. Faktanya membuktikan

bahwa Allah SWT menjadikan pendidikan Nabi Muhammad SAW sebagai pendidikan yang terbaik. Hal ini didukung oleh Al-Qur’an yang mengafirmasikan kedudukan Rasulullah yang mulia (akram) dan teladan yang paling baik. Hal ini kemudian dikonfirmasikan oleh hadits Nabi yang menyatakan bahwa misinya di kehidupan ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia:

Artinya: “Aku diutus untuk memperbaiki kemuliaan akhlak”. (HR. Malik

dari Anas).

(65)

| 65 yang mengatakan bahwa perumusan konsep pendidikan Islam yang benar dan tepat yaitu dengan menggunakan istilah ta’dib. Jika konsep ta’dib ini tidak digunakan dalam perumusan pendidikan Islam, maka sebagai konsekuensinya adalah hilangnya adab yang berarti hilangnya kemampuan membedakan tempat-tempat yang benar dan tepat dari segala sesuatu, yang mengakibatkan rusaknya otoritas yang sah, yang mengakibatkan pula ketidakmampuan untuk mengenali dan mengakui kepemimpinan yang benar dalam semua bidang kehidupan (Badaruddin, 2007:32).

2. Terminologi

Adab mengarahkan kepada ta’zim (realisasi kebesaran Islam) dan

ta’zim tersebut akan mengantarkan kepada ta’mil/kehendak untuk

menyerahkan diri dengan sepenuh hati dan jiwa kepada Islam. Berdasarkan analisis semantis dari perkataan abad tersebut, Al-Attas mengajukan definisi adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hierarki yang sesuai dengan kategori dan tingkatannya sehingga seseorang tersebut mempunyai tempat masing-masing sesuai realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual dan spiritual. Yang dimaksud pengenalan dalam definisi di atas adalah mengetahui kembali (recognize) perjanjian pertama (primordial covenant)

(66)

| 66 hierarki wujud. Akan tetapi manusia mengubah tempat-tempat tersebut sehingga terjadilah ketidakadilan, hal ini dilakukan karena disebabkan oleh kebodohan dan kesombongan manusia tersebut. Sedangkan kata pengakuan yang dimaksudkan oleh Al-Attas adalah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah dikenal di atas. Hal ini semacam “afirmasi” dan

“konfirmasi” atau “realisasi” dan “aktualisasi di dalam diri seseorang

mengenai apa yang sudah dikenalnya itu, yang tanpanya pendidikan menjadi sesuatu yang tidak lebih dari sekadar proses belajar/ta’allum (Wan Daud, 1998: 177).

Makna adab terkait dengan pendidikan manusia akan terasa ketika disadari pengenalan meliputi ilmu, pengakuan, tindakan dan tentang tempat yang pantas sangat berhubungan dengan kata-kata kunci lainnya dalam pandangan hidup Islam, seperti kebijaksanaan (hikmah) dan keadilan (adl),

realitas dan kebenaran (haqq). Realitas dan kebenaran itu sendiri dipahami

(67)

| 67 sendiri pada tempat yang benar. Keadaan seperti itu adalah keadilan bagi dirinya dan jika tidak, ia akan menjadi sesuatu yang tidak adil/zhulm al-nafs (Wan Daud, 1998: 178).

Ta’dib dalam konteks hubungan antara sesama manusia berarti aturan etika yang diterapkan dalam tata krama sosial sudah seharusnya memenuhi beberapa syarat yang didasarkan pada posisi seseorang, misalnya dalam keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini, posisi seseorang bukanlah sesuatu yang ditentukan manusia berdasarkan kriteria kekuatan, kekayaan ataupun keturunan, melainkan ditentukan oleh Al-Qur’an berdasarkan kriterianya terhadap ilmu pengetahuan, akal pikiran dan perbuatan-perbuatan yang mulia menunjukkan sikap rendah hati, hormat, kasih sayang, peduli dan lain-lain baik kepada orang tua, saudara, anak-anak, tetangga maupun masyarakat lainnya, hal itu menunjukkan bahwa seseorang telah mengetahui tempat yang tepat dan sebenarnya dalam hubungannya dengan mereka.

(68)

| 68 berisi petunjuk kehidupan jauh lebih mulia daripada segala sesuatu yang dipakai dalam kehidupan. Adab terhadap ilmu pengetahuan akan menghasilkan cara-cara yang tepat dan benar dalam belajar dan penerapan berbagai bidang sains yang berbeda. Seperti rasa hormat terhadap para sarjana dan guru dengan sendirinya merupakan salah satu pengejawantahan langsung dari adab terhadap ilmu pengetahuan. Dengan demikian, tujuan yang sebenarnya dalam upaya pencarian ilmu dan pendidikan adalah agar seseorang mampu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Wan Daud, 1998: 178).

Adab dalam kaitannya dengan alam berarti pendisiplinan akal praktis dalam berhubungan dengan hierarki yang menjadi karakter alam semesta sehingga seseorang dapat membuat keputusan yang tepat mengenai nilai-nilai dari segala sesuatu, baik dalam konteksnya sebagai tanda-tanda Tuhan, sumber ilmu pengetahuan maupun sebagai sesuatu yang berguna bagi pengembangan ruhani dan jasmani manusia. Dalam konteks bahasa, adab berarti pengenalan dan pengakuan akan adanya tempat yang benar dan tepat untuk setiap kata, baik dalam tulisan maupun percakapan sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam makna, bunyi dan konsep. Dalam Islam, kesusastraan disebut dengan adabiyyah, semata-mata karena ia dianggap

(69)

| 69 tempat yang tinggi sebagai manusia dan masyarakat yang beradab. Sedangkan secara spiritual, adab berarti pengenalan dan pengakuan terhadap tingkat-tingkat keluhuran yang menjadi sifat alam spiritual, pengenalan dan pengakuan terhadap berbagai macam spiritual berdasarkan ibadah, pengenalan dan pengakuan terhadap disiplin spiritual yang dengan benar telah menyerahkan fisik atau jiwa kebinatangan pada spiritual ataupun akal.

Oleh karena itu, di sisi lain adab juga dianggap sebagai representasi keadilan sebagaimana direfleksikan oleh kebijaksanaan (hikmah). Dengan menyintesiskan arti ilmu pengetahuan, makna dan arti adab, dapat dikatakan bahwa definisi pendidikan Islam yang lengkap adalah sebagaimana yang terkandung dalam istilah ta’dib , yang di dalamnya terkandung tujuan, kandungan dan metode pendidikan yang sebenarnya. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Al-Attas menolak peristilahan

tarbiyah dan ta’lim yang selama ini dianggap sebagai pengertian yang

lengkap mengenai pendidikan dalam Islam, baik salah satu (tarbiyah atau ta’lim) maupun keduanya (ta’lim dan tarbiyah), sebab istilah tersebut

Referensi

Dokumen terkait

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen

Perlakuan dosis pupuk NPK terendah (25%) tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, diduga bahwa dosis pupuk NPK dari persentasi rekomendasi yang digunakan sudah

Hasil penelitian menunjukkan Pelaksanaan reformasi birokrasi dalam meningkatkan kualitas kerja pegawai Di Kantor Pertanahan Kota Bandung sudah dilaksanakan cukup

Model matematis yang diajukan berdasar anggapan transfer massa zat warna mengikuti hukum Fick dan tercapai keadaan kesetimbangan lokal, dapat digunakan untuk mendiskripsikan fenomena

Batu Bara ABSEN Melahirkan pada saat PLPG, izin gelombang berikutnya 276 17071821710015 MEI ASIMA PASARIBU SMP NEGERI 5 SATU ATAP KERAJAAN Kab.. Sawah Lunto Sijunjung L

Melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan kesling. Dokumen Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan 1)  Hasil Kerja : Tulis Hasil Kerja sesuai dengan uraian tugas.

Analisa ini meliputi faktor 4M (man, machine, methode, material) 1E(environment) pada permasalahan yang akan ditanggulangi, yaitu kapasitas produksi yang lebih kecil

keburukan pendatang asing ini ialah kesulitan yang dihadapi oleh kerajaan untuk membanteras kemasukan pendatang asing tanpa izin ini, banyak tenaga, dan masa kerajaan terbazir