• Tidak ada hasil yang ditemukan

889f4355 4828 4272 9612 e02d8d5e68eb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "889f4355 4828 4272 9612 e02d8d5e68eb"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan dukungannya dalam peningkatan pelayanan publik di bidang kesehatan (Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif) dengan menguatkan tiga pilar governance yaitu pemerintah daerah, pemberi layanan (puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota), dan penerima layanan (masyarakat) yang tersebar di 24 kabupaten/kota dari 5 provinsi di Indonesia. Hasil pendampingan di Papua akan disampaikan dalam seri lain.

Panduan ini memberikan tatacara, materi, strategi, target group dari pembelajaran pengalaman USAID-KINERJA mulai dari awal masuk kesuatu daerah sampai membuahkan kemitraan yang kuat antara penerima layanan, pemberi layanan, dan Multi-Stakeholder Forum (MSF) sebagai wadah untuk melakukan fasilitasi, mediasi, advokasi dan monitoring Layanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas yang mengarah kepada peningkatan pelayanan publikdengan mengacu pada pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) melalui Organisasi Mitra Pelaksana (OMP).

Tulisan ini memberikan inspirasi para pembaca tentang bagaimana USAID-KINERJA dengan memperhatikan keadilan gender dalam setiap tahap pendekatan dan aktivitasnya menghasilkan gerakan masyarakat lokal dengan semangat relawan dan diperkaya oleh berbagai inovasi dan insentif telah mampu memberikan model Janji Perbaikan Layanan Kesehatan dalam Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif.

Tulisan ini inal berkat kesabaran para personil KINERJA di Jakarta, daerah, serta LPSS, OMP, MSF dan hasil

kerja keras mereka semua. USAID-KINERJA dan penulis mengucapkan penghargaan yang tak ternilai kepada seluruh pihak tersebut. Karenanya diharapkan pendekatan governance yang unik dari USAID-KINERJA yang tertuang dalam Seri Pembelajaran ini akan memperkaya Penguatan Layanan Publik di Indonesia kedepan.

Jakarta, 25 Maret 2014

Elke Rapp

Chief of Party USAID-KINERJA

(4)

DAFTAR ISI 2

RINGKASAN EKSEKUTIF 3

Tujuan and keberhasilan USAID-KINERJA 3

Bab I Pendekatan KINERJA 7

Pendekatan Umum Program KINERJA 7

Inisiatip di Sektor Kesehatan 8

Prinsip dalam Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif 9

Bab 2 Pengalaman KINERJA dalam Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif 12

Situasi yang Dihadapi di Daerah 12

Bagaimana KINERJA Memulai Inisiatif 14

Proses Kerja 17

Proses Perubahan dan Manfaat 19

Bab 3 Mengatasi Tantangan dan Mencapai Sukses 21

Tantangan 21

Cerita Sukses 22

Replikasi dan Scaling up 25

Bab 4 Rekomendasi untuk Replikasi 26

Rekomendasi untuk Pemerintah 26

Rekomendasi untuk Organisasi Mitra Pelaksana 28

Rekomendasi untuk Lembaga Diklat 29

(5)

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. Tujuan dan Keberhasilan USAID-KINERJA

a) Secara umum

Program KINERJA bertujuan membantu pemerintah daerah meningkatkan tata kelola dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Bekerja di 24 kabupaten/kota dari lima ratusan daerah di Indonesia, oleh karena itu program inidapat menjadi pembelajaran “praktik baik” untuk diadopsi dan diadaptasi di daerah lain di Indonesia. Dokumen ini ditujukan kepada para pengambil keputusan tingkat nasional dan daerah yang berkepentingan memperkuat aspek governance di lembaga atau daerahnya masing-masing. Buku ini bagian dari “Seri Pembelajaran KINERJA” dalam penerapan tata kelola Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif dengan penerapan prinsip, model penerapan governance dalam sektor kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak, serta rekomendasi kepada para pihak.

b) Di Sektor Kesehatan dalam Inisasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

Program KINERJA dirancang dengan mandat untuk membantu peningkatan layanan publik dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas pada daerah mitra melalui penguatan tiga pilar governance

yaitu pemerintah daerah, pemberi layanan, dan penerima layanan. Pendekatan governance ini menjadi paradigma baru bagi tata kelola layanan publik, dari peran “penyedia jasa layanan” dan satu-satunya aktor dalam upaya peningkatan kualitas layanan kesehatan; bergeser menjadi lembaga pendorong yang memfasilitasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses perencanaan prioritas, alokasi sumberdaya, dan monitoring untuk perbaikan kualitas layanan untuk pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM). Pendekatan KINERJA membangun kepedulian bersama antara pemerintah daerah, layanan kesehatan, lintas sektor, akademisi, media lokal, dan Forum Multi Pihak/Multi Stakeholder Forum (MSF) yang mewakili unsur-unsur masyarakat.

(6)

2. Hasil Capaian KINERJA

Keberhasilan KINERJA pada tingkat pemberi layanan sampai tahun 2014 telah dilakukan pendampingan di 5 provinsi, 19 dinas kesehatan kabupaten/kota dengan 75 puskesmas mitra. 19 kabupaten/kota sudah mempunyai Peraturan Bupati/Walikota dan/atau Peraturan Daerah tentang Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif yang dibuat mengikuti aspek governance. 11 daerah sudah membiayai kegiatan forum para pemangku kepentingan (Multi-Stakeholder Forum, MSF) dengan 55 MSF tingkat kecamatan. Ada juga 3 Dinas Kesehatan, dan 5 Puskesmas telah menolak bekerjasama dengan susu formula bayi karena mendukung IMD dan ASI Eksklusif, sehingga angka cakupan IMD dan ASI Eksklusif meningkat nyata.

61 puskesmas telah memasang SOP Alur Layanan sehingga terlihat oleh pengguna layanan, dan telah membuat dan menempel di dinding puskesmas Janji Perbaikan Layanan sebagai respon terhadap Survei Pengaduan Pengguna Layanan. 33 puskesmas telah melakukan Kemitraan Bidan dan Dukun model KINERJA yang sesuai kaidah governance, dan 45 puskesmas melakukan revitalisasi Kantong Persalinan.

Rata-rata daerah mitra telah menambah jumlah konselor IMD dan ASI Eksklusif dan jumlah kelas ibu hamil, dan telah membuat ruang ASI atau pojok laktasi di fasilitas umum yang sesuai standar dan SOP nasional. Terbangunnya kemitraan dengan lintas sektor seperti dinas pendidikan dan kantor urusan agama sangat mempercepat gerakan perubahan perilaku masyarakat.

Pada sisi demand, MSF termasuk media lokal sudah berperan aktif sebagai pengawas, motivator, dan advokator dalam melakukan perubahan dan perbaikan layanan kesehatan pada tingkat dinas kesehatan dan puskesmas. MSF telah melakukan pengelolaan manajemen pengaduan, dan terlibat dalam

(7)

3. Keberlanjutan Program

Inisiatif yang sudah dilakukan oleh KINERJA di daerah dan puskesmas mitra perlu keberlanjutan dan perbaikan yang berkesinambungan dengan dukungan penuh pemerintah daerah. Perubahan melalui pendekatan governance KINERJA yang telah dicapai saat ini dengan melakukan replikasi atas dukungan dana APBD di minimal 5 daerah dan 38 puskesmas adalah awal dari penguatan tiga pilar governance yang dapat dijadikan sebagai stimulan dan menjadi tempat pembelajaran bagi puskesmas lain baik yang berada di wilayah mitra maupun di luar daerah mitra.

4. Lingkup Dokumen ini

Dokumen ini terdiri atas 4 bab dengan ringkasan eksekutif memuat tentang tujuan dan keberhasilan KINERJA selama 2 tahun pendampingan. Bab 1 menampilkan pendekatan umum proyek, bentuk dukungan inisiatif di sektor kesehatan, dan prinsip KINERJA dalam tata kelola IMD dan ASI Eksklusif. Bab 2 menje las-kan pengalaman KINERJA dalam mendukung tata kelola IMD dan ASI Eksklusif, tahapan dalam memulai inisiatif di daerah, pengaturan pekerjaan, sampai pada proses kerja dan perubahan yang dihasilkan. Bab 3 berisikan tantangan yang dihadapi serta strategi untuk mencapai sukses. Bab 4 memuat rekomendasi kepada berbagai pihak untuk replikasi dan scaling up baik dalam daerah mitra maupun di luar daerah.

5. Rekomendasi

a) Kepada Pimpinan Daerah

Pendekatan governance KINERJA dengan memperkuat supply dan demand side terbukti meningkatkan perbaikan layanan publik dalam waktu 1-2 tahun pendampingan. Pendekatan ini dapat direplikasi dan

scaling up ke dalam program dan layanan publik lainnya di dinas kesehatan secara bertahap sesuai ketersediaan anggaran daerah. Pendekatan ini juga dapat di scaling up di semua layanan publik lainnya dengan memperjelas peran unit layanan, MSF, dan OMP, sedangkan fungsi LPSS dapat juga digantikan oleh manajemen tingkat 3 atau 4 dari sektor teknis bila pendanaan daerah terbatas.

(8)

Kepada OMP yang melakukan advokasi terhadap layanan publik yang berpihak kepada masyarakat marginal dan rentan, perubahan pelayanan publik dengan penguatan kebijakan lokal, pemberi layanan, dan penerima layanan terbukti cost effective, dan mampu mempercepat dan memperkaya gerakan multi unsur dalam komunitas.

Mengadopsi dan mengadaptasi materi, alat, dan bahan yang sudah dikembangkan KINERJA sebagai pendekatan program dibidang lain (replikasi dan scaling up) menjadi pilihan yang terbukti “membuat perubahan positif” dalam waktu 1 – 2 tahun pendampingan. Kunci keberhasilan dari 2 tahun pendampingan tersebut terjadi karena (1) dilakukannya penguatan personil OMP dengan pendekatan

governance KINERJA diawal dan berkesinambungan selama proses pendampingan, yang dapat diperkuat oleh pihak universitas, lembaga diklat, dan Local Champion/STTA; (2) memilih gerakan masyarakat yang sudah mengakar dan aktif di masyarakat.

c) Kepada Lembaga Diklat

(9)

USAID-KINERJA adalah program bantuan teknis kepada 24 kabupaten/kota di 5 provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Papua. Program USAID-KINERJA difokuskan pada pengembangan tata kelola pemerintahan khususnya di aspek pelayanan publik pada bidang kesehatan, pendidikan, dan pengembangan iklim usaha yang kondusif. KINERJA menawarkan tiga paket tersebut kepada pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota dengan pendekatan yang komprehensif untuk menguatkan kapasitas dari sisi penyedia layanan maupun pengguna layanan.

Harapan KINERJA, pengalaman pemerintah daerah dalam reformasi komprehensif dalam satu-dua layanan publik akan menjadi contoh yang baik agar pemda dapat melakukan sendiri reformasi komprehensif dalam layanan publik lain.

KINERJA mendorong perbaikan layanan publik dari dua sisi, yaitu dari sisi pemberi layanan (supply side) dan sisi pengguna layanan (demand side). Dengan adanya intervensi di kedua sisi tersebut, diharapkan upaya untuk mencapai good governance menjadi lebih cepat, berkelanjutan dan dapat direplikasi.

Penguatan pada sisi pemberi layanan dilakukan melalui pembangunan kapasitas internal terkait dengan kebijakan, manajemen program, dan pemberi layanan. Penguatan pada sisi pengguna layanan dilakukan dengan membangun kesadaran masyarakat tentang haknya dan memberdayakan mereka agar turut berpartisipasi aktif dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pemberi layanan mulai dari perumusan kebijakan, penyusunan rencana, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan/program.

KINERJA bekerjasama dengan organisasi yang mempunyai pengalaman, keahlian dan ketrampilan

melaksanakan bantuan teknis di kabupaten/kota, yang disebut Organisasi Mitra Pelaksana (OMP). KINERJA mengembangkan sistem dan menyusun program dan OMP mengembangkan strategi dengan menterjemahkan program KINERJA sesuai kondisi lokal seperti bahan yang dipresentasikan di sini. Para fasilitator OMP dilatih sebelum bekerjasama dengan pemda dan dinas kesehatan agar mempunyai kemampuan yang memadai dalam memberikan bantuan teknis bagi daerah mitra KINERJA. Di masa mendatang OMP-KINERJA dan OMP yang baru diharapkan akan menjadi mitra pemerintah daerah setelah program KINERJA berakhir dan mampu

BAB 1

PENDEKATAN KINERJA

(10)

berbagai tahapan program/kegiatan yang membutuhkan keterlibatan dan dukungan para pihak sehingga dapat berperan aktif membantu unit pemberi layanan baik sebagai mediator, advokator, maupun motivator.

Inisiatif di Sektor Kesehatan

Dalam bidang kesehatan, USAID-KINERJA mendukung Kesehatan Ibu dan Anak sebagai prioritas utama kesehatan nasional jangka panjang dan jangka menengah melalui dua program yaitu (1) Persalinan Aman, dan (2) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif. Kinerja melakukan penguatan terhadap Manajemen Puskesmas melalui perencanaan kegiatan dengan sumber-sumber pendanaan yang tersedia seperti BOK pada tingkat puskesmas dengan keterlibatan aktif Multi Stakeholder Forum (MSF), sehingga menjadi perencanaan layanan kesehatan dasar yang partisipatif, akuntabel, responsif, dan transparan. Inovasi ini menjadi dasar bagi terselenggaranya program Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif yang efektif dan

eisien sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

(11)

berkontribusi nyata meningkatkan jumlah persalinan oleh di petugas kesehatan; kesiapsiagaan persalinan oleh bidan; dan pemanfaatan data untuk monitoring serta pemecahan masalah.

KINERJA bersama OMP dan dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan penguatan sisi supply dengan menginisiasi pelatihan pendampingan dan konseling IMD dan ASI Eksklusif bagi petugas kesehatan tingkat puskesmas yang sesuai standar dan SOP Kementerian Kesehatan dan WHO. Pada sisi demand, menginisiasi dan menambah jumlah kelas ibu hamil, kelas bapak, dan pojok laktasi. Program KINERJA menginisiasi strategi promosi Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif yang partisipatif, dan membangun kesadaran kritis masyarakat, dan inovatif dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat masyarakat.

KINERJA mendukung MSF membuat Peraturan Bupati/Walikota untuk mendukung tatakelola Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif yang mengatur tentang budaya institusi/layanan kesehatan yang ramah terhadap program tersebut, larangan penyediaan susu formula di semua layanan kesehatan, peran masyarakat, pemerintah dan swasta, serta tim monitoring pelaksanaan peraturan bupati/walikota. Berbagai model kampanye Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif dengan pengayaan muatan lokal daerah mitra bermunculan dari MSF, masyarakat, dan petugas kesehatan. Dukungan ini menghasilkan localchampion, model insentif pada tingkat supply dan demand, serta strategi promosi yang bernuansa kekayaan lokal akan menjadi salah satu bentuk keberlanjutan program.

Prinsip dalam Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan

ASI Eksklusif

1. Secara umum

Dalam upaya peningkatan pelayanan publik sektor kesehatan khususnya Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif, KINERJA mengacu kepada prinsip-prinsip yang mencerminkan layanan publik yang baik yaitu:

• Tidak mengembangkan inovasi baru, tapi menggunakan dan mengadopsi pola yang sudah teruji oleh

Pemerintah Pusat/Kabupaten/Kota, Universitas, Mitra Pembangunan/donor sebagai, dll.

• Program dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas dan penyebarluasan di daerah/unit pelayanan mitra

(replikasi).

• Dalam rangka mendorong keberlanjutan program, maka dilaksanakan melalui pihak ketiga, disebut

(12)

2. Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

Dalam Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif, KINERJA menjalankan prinsip di atas dengan memperkuat tiga pilar governance yang ditemukan lemah dan mempunyai daya lenting meningkatkan program yaitu:

• Membangun komitmen pemerintah daerah dengan memfasilitasi tersedianya kebijakan lokal sebagai

payung hukum daerah dan penyediaan anggaran bersumber APBD.

• Menguatkan supply side dengan membangun budaya organisasi, menyelenggarakan layanan yang sesuai standar dan SOP nasional. Keberadaan SOP teknis dan SOP alur layanan kesehatan menjadi indikator terlaksananya layanan yang berkualitas. SOP disusun dan diterapkan untuk menjamin supply side

memberikan layanan sesuai standar baku, sebagai jaminan bagi masyarakat agar memperoleh pelayanan yang berkualitas dan berdampak pada meningkatnya kepuasan pasien.

• Menguatkan demand side melalui peningkatan pengetahuan dan partisipasi masyarakat dengan membentuk atau merevitalisasi forum masyarakat sehat yang sudah mati suri menjadi MSF.

Dikembangkannya model Manajemen Penanganan Keluhan (Complaint Handling Mechanism) yang diawali dengan dilaksanakannya Survei Pengaduan Masyarakat, kemudian menjadi Janji Perbaikan Layanan (service charter) yang ditandatangani oleh kepala puskesmas. Proses ini menjadi bentuk komitmen, transparansi dan akuntabilitas pemberi layanan (Puskesmas) kepada penerima layanan (masyarakat).

Dalam advocacy, KINERJA menggunakan MSF sebagai wadah terbangunnya kemitraan dengan lintas sektor (pemerintah dan swasta), kelompok masyarakat, dan media lokal untuk mempunyai kepedulian bersama terhadap isu-isu yang muncul dari hasil Survei Pengaduan, serta melakukan monitoring/pengawasan terhadap implementasi kebijakan lokal dan Janji Perbaikan Layanan.

(13)

OMP bersama MSF juga melakukan promosi IMD dan ASI Eksklusif untuk membangun pemahaman dan kesadaran kritis masyarakat, sehingga mereka mau dan berani untuk meminta pelayanan dan penyuluhan IMD dan ASI Eksklusif serta menolak berbagai bentuk promosi susu formula kepada petugas kesehatan (bidan) saat persalinan. Munculnya peran aktif kelompok akar rumput, dan meningkatkan perspektif gender melalui kelompok Bapak serta Remaja Peduli ASI Eksklusif.

Untuk meningkatkan cakupan IMD dan ASI Eksklusif untuk mencapai SPM, KINERJA telah mendukung pembuatan Peraturan Bupati/Walikota tentang IMD dan ASI Eksklusif, menginisiasi tersedianya ruang laktasi di fasilitas kesehatan, tempat kerja, dan fasilitas umum sesuai SOP, dan meningkatkan kemitraan dengan lintas sektor, kelompok masyarakat berdasarkan kesetaraan gender, dan media lokal untuk secara kreatif, inovatif, dan simultan mengkampanyekan pentingnya IMD dan ASI Eksklusif kepada semua pihak.

(14)

Situasi yang Dihadapi di Daerah

Meskipun kebijakan pemerintah nasional (melalui dukungan APBN) dan daerah (melalui APBD), serta dukungan lembaga internasional, telah menjadikan program ASI Eksklusif sebagai program prioritas sejak beberapa tahun yang lalu, baru 33,6% bayi di Indonesia yang beruntung mendapat ASI Eksklusif (Susenas,

2010). Bahkan Survei Demograi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan tren ini menurun.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberi layanan (fasilitas kesehatan) justru melemahkan upaya peningkatan ASI Eksklusif. Hasil Rapid Assessment 20101 dan Kinerja USAID 2012, ditemukan masih banyak

rumah sakit pemerintah dan swasta, puskesmas, serta bidan praktik menerima sponsor susu formula dan membagikan hadiah berupa sampel susu formula, tas kit, kalender, ballpoint, blok note, poster, bahkan umrah dan haji.

Dari pendampingan KINERJA terungkap bahwa IMD dan ASI Eksklusif sudah menjadi prioritas program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di 19 kabupaten/kota dampingan, namun tidak dibarengi oleh anggaran, aturan yang memberi sanksi kepada petugas yang mempromosikan susu formula, dan budaya organisasi yang tidak mendukung ASI Eksklusif, sehingga cakupan IMD dan ASI Eksklusif tetap rendah bahkan cenderung menurun sesuai konteks di atas.

Temuan KINERJA berikutnya, fungsi pemerintah daerah dalam monitoring dan pengawasan pelaksanaan IMD dan ASI Eksklusif, serta larangan susu formula di pelayanan kesehatan dan masyarakat masih lemah. Pemerintah belum terlibat dalam mendorong partisipasi aktif pihak swasta dan masyarakat. Kondisi tersebut

DAN ASI EKSKLUSIF

(15)

menyebabkan rendahnya komitmen petugas kesehatan menjalankan program karena menganggap IMD dan ASI Eksklusif adalah program pemerintah pusat.

Hasil assesment USAID-KINERJA untuk supply side (sisi pemberi pelayanan) tingkat dinas kesehatan dan puskesmas ke bawah ditemukan: (1) rendahnya anggaran yang mendukung program ASI Eksklusif; (2) bervariasinya komitmen, pemahaman dan keterampilan petugas tentang standar pelayanan IMD dan ASI Eksklusif; (3) terbatasnya waktu dan sarana petugas untuk memberikan konseling dan bimbingan kepada penerima layanan; (3) gencarnya promosi susu formula oleh petugas kesehatan di layanan kesehatan; (4) ketersediaan dan fasilitas ruang laktasi di pelayanan kesehatan terlebih di fasilitas umum belum memadai; dan (5) pendampingan dan pengawasan pada tingkat puskesmas ke bawah jauh dari optimal.

Temuan Kinerja tahun 2012, masyarakat tidak menerapkan ASI Eksklusif pada dasarnya karena kurang mengerti manfaat IMD dan ASI Eksklusif. Masih kentalnya budaya memberikan makanan selain ASI segera setelah bayi lahir (misalnya madu) supaya bayi kuat; persepsi yang keliru tentang bayi menangis pasti karena lapar, dan ASI saja tidak cukup dan harus dibantu dengan susu formula atau makanan lembek; masih banyaknya masyarakat membuang kolostrom2 (susu pertama) karena dianggap basi/rusak; kecenderungan beralih ke susu formula karena dianggap modern dan tidak membuat payudara jatuh; serta malu membuka aurat (payudara) di depan umum.

Tantangan terbesar yang ditemui USAID-KINERJA di lapangan adalah rendahnya pengetahuan, keterlibatan, dan pengawasan masyarakat dalam mendukung IMD dan ASI Eksklusif. Tokoh masyarakat, para suami, perempuan yang tidak sedang hamil dan remaja tidak menjadi sasaran penerima informasi tentang manfaat IMD dan ASI Eksklusif, menyebabkan rendahnya dukungan mereka. Padahal keputusan pemberian makanan tambahan bagi bayi banyak dipengaruhi oleh orang yang dituakan dalam keluarga. Sejalan dengan pernyataan Menteri Kesehatan 20123, hanya sekitar 60% masyarakat yang mengetahui informasi tentang ASI. Meskipun dalam PP/No 33/Tahun 2012 tertuang masyarakat secara perorangan, berkelompok, maupun organisasi harus mendukung keberhasilan program ASI Eksklusif.

2 Kolostrom adalah air susu yang berwarna kekuningan dan kental yang dihasilkan oleh kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah kelahiran bayi, kolostrum sangat penting bagi bayi karena mengandung banyak gizi dan zat-zat pertahanan tubuh.

(16)

http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/berita-dan-kegiatan/37-pekan-asi-Langkah pertama KINERJA di daerah adalah Konsultasi Provinsi sebagai bentuk transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang dihadiri oleh pemerintah provinsi bersama lima kabupaten/kota mitra KINERJA dari unsur pimpinan (eselon 2 – 3) Pemerintah Daerah, Ketua Bappeda, DPRD (Komisi Anggaran, Kesehatan dan Pendidikan), Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Ekonomi. Hasil pertemuan: (1) Kabupaten/Kota memilih satu prioritas dari tiga sektor dukungan KINERJA yaitu Pendidikan, Kesehatan, dan Penguatan Iklim Usaha pada tahun pertama; dan (2) Terbangunnya komitmen Pemerintah Daerah dengan Penandatanganan Nota Kesepakatan (Memorandum of Understanding atau MOU) antara Kepala Daerah dengan Pimpinan KINERJA.

Tahap berikutnya di daerah yang memilih bantuan KINERJA di bidang kesehatan dilakukan Konsultasi Tingkat Kabupaten/Kota keseluruh daerah mitra KINERJA dengan metode Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion atau FGD) sebagai bentuk transparansi dan partisipasi pendekatan KINERJA. Konsultasi dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Bappeda dengan peserta pemegang program Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan Bidan, Kader Posyandu, Organisasi Masyarakat peduli kesehatan, Organisasi Profesi

(1) Diawali dengan membangun penyadaran dan gerakan dari Kader Posyandu, PKK, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), MSF, Bapak Peduli ASI, AINI, ‘Aisyiyah, Ibu Candra Kirana dan Jurnalis Warga terus melakukan sosialisasi mengkampanyekan pentingnya ASI Eksklusif. (2) Pada perayaan Hari jadi Kota Makassar, kelompok tersebut melakukan kampanye bersama pentingnya IMD dan ASI Eksklusif yang digerakkan dan difasilitasi oleh OMP KOPEL serta MSF, dan LPSS. (3) Gerakan tersebut terus menerus baik formal dan non formal melakukan advokasi dan sosialisasi kepada para pengambil keputusan di Kota

Makassar sampai akhirnya walikota menyetujui untuk pembuatan Peraturan Walikota tentang ASI Eksklusif. (4) Sebelum program KINERJA, walikota sudah mengkampanyekan gerakan 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang didalamnya juga tercakup pentingnya ASI Eksklusif. (5) Setelah Peraturan walikota tentang ASI Eksklusif tersedia, ditindaklanjuti dengan penyusunan modul bagi para penggiat ASI Eksklusif dengan mengadopsi modul dari Kementerian Kesehatan dan WHO dalam bahasa yang mudah dipahami oleh kader masyarakat.

(17)

(IDI, IBI), Media, dan Tokoh Masyarakat (Kelompok Agama dan Adat) dengan perspectif gender. Output

pertemuan ini diperolehnya (1) isu prioritas dalam Program KIA yang kemudian menjadi IMD dan ASI Eksklusif, dan Persalinan Aman; dan (2) penentuan puskesmas yang akan menjadi dampingan mitra Kinerja sesuai kriteria yang disepakati yaitu puskesmas yang pelayanannya masih kurang, puskesmas terpencil, puskesmas yang sudah cukup bagus.

Diskusi informal di daerah dampingan KINERJA dilakukan bersama media (radio, media cetak), staff pemerintahan, DPRD, organisasi profesi untuk mendapatkan gambaran nyata tentang kondisi daerah mitra KINERJA selain data sekunder terkait sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan dari pemerintah daerah.

LPSS dan OMP sebagai inisiator, motivator, dan fasilitator, melakukan pendekatan persuasif secara simultan kepada DPRD, Bapeda, pengambil keputusan di Dinas Kesehatan, serta tokoh masyarakat, dan organisasi profesi untuk mendapatkan dukungan moril dan pembiayaan (budget sharing). Unsur ini kemudian menjadi cikal bakal MSF.

Pengalaman Kinerja menunjukkan bahwa program IMD dan ASI Eksklusif cukup sukses dibanyak daerah mitra KINERJA bila ada komitmen yang kuat dari pembuat kebijakan, terutama Kepala Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, Unsur MSF, serta LPSS dan OMP.

Pengaturan Pekerjaan

KINERJA memulai programnya dengan merekrut tenaga spesialis di bidang pelayanan publik yang disebut dengan Local Public Service Specialist (LPSS) pada tingkat kabupaten/kota. Tugas utama LPSS adalah mengkoordinir program, memfasilitasi OMP untuk dapat menjalankan fungsinya secara optimal dengan Dinas Kesehatan, MSF, dan pemerintah daerah. LPSS bersama OMP bertanggung jawab terhadap mutu capaian program.

KINERJA menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil konsultasi daerah. KINERJA menawarkan kegiatan kepada organnisasi lokal dengan proses terbuka melalui beberapa tahap. Pertama, KINERJA mengirimkan

konsep tulisan kepada organisasi yang telah teridentiikasi oleh KINERJA. Kemudian menyeleksi organisasi

yang memenuhi kriteria. Selanjutnya KINERJA menawarkan proposal. KINERJA membentuk tim penyeleksi proposal, hasil seleksi itu terpilih organisasi mitra pelaksana (OMP).

(18)

teknis bagi daerah mitra KINERJA. Untuk penguatan supply side dalam tehnik IMD dan Konseling ASI

Eksklusif, KINERJA kemudian merekrut local champion dengan latar belakang teknis medis untuk mendukung kerja OMP di daerah.

Di masa mendatang OMP dan Local Champion (dalam konteks ini adalah SDM lokal yang berfungsi sebagai agen perubahan di sisi supply maupun demand sesuai bidang keahlian masing-masing) diharapkan akan menjadi mitra pendamping pemerintah daerah setelah program KINERJA berakhir sebagai bagian dari strategi keberlanjutan dan replikasi. Oleh karena itu keberadaan Seri Pembelajaran KINERJA ini menjadi penting sebagai panduan praktis pelaku yang berkepentingan kedepan.

Untuk dukungan Persalinan Aman, KINERJA bekerjasama dengan lima OMP, yakni:

Provinsi Aceh

• IMPACT (Inspiration for Managing People Action) mendampingi Kota Banda Aceh dan Bener Meriah..

• PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) mendampingi Aceh Singkil, Aceh Tenggara, dan Simeulue.

Provinsi Kalimantan Barat

• PKBI Kalbar (Perkumpulan Keluarga Berencana Kalimantan Barat) mendampingi Kota Singkawang,

Sambas, Melawi, Bengkayang, dan Sekadau.

Region Sulawesi

• KOPEL (Komite Pemantau Legislatif Sulawesi Selatan) mendampingi Kota Makassar dan Bulukumba. • FIK ORNOP Sulsel (Forum Informasi dan Komunikasi LSM Sulawesi Selatan) mendampingi Luwu

dan Luwu Utara. Provinsi Jawa Timur

• PKBI Jawa Timur mendampingi Bondowoso.

• YAPIKMA (Yayasan Pemberdayaan Intensif Kesehatan Masyarakat) mendampingi Kota Probolinggo,

Kabupaten Probolinggo, Tulungagung, Jember, dan Bondowoso melanjutkan PKBI Jawa Timur.

• Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) melakukan penguatan untuk Kesehatan Reproduksi Remaja di

(19)

LPSS dan OMP selalu berkoordinasi dengan jajaran pemerintah daerah melalui Tim Teknis yang terdiri dari unsur-unsur Bappeda, Dinas Kesehatan, Bagian Organisasi, Bagian Keuangan, Badan Kepegawaian Daerah, dan lembaga-lembaga non pemerintah. Tim Teknis ini dibentuk secara resmi dan berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota, berperan mengawal kelancaran program KINERJA, advokasi anggaran, dan melakukan monitoring pelaksanaan kegiatan.

2. Pengaturan Pekerjaan

Setelah MoU ditandatangi, kemudian dilanjutkan dengan konsultasi kabupaten/kota. Tahap selanjutnya adalah Tim KINERJA yang terdiri atas STTA (Short Term Technical Assistant/tenaga tehnik spesialis jangka pendek - yaitu konsultan dari nasional dan lokal yang dikontrak berdasarkan kebutuhan, berpengalaman dan mempunyai keahlian untuk melakukan pelatihan, pendampingan, on the job training bagi petugas kesehatan di tingkat tertentu, bahkan sampai pada pendampingan petugas di tingkat masyarakat) dan LPSS, melakukan kunjungan ke puskesmas calon dampingan melakukan diskusi kelompok terarah (FGD) bersama kepala puskesmas, bidan, kader, dan tokoh masyarakat. Diskusi ini bertujuan untuk (1) memperkenalkan program governance KINERJA, (2) melakukan penjajakan terhadap komitmen kepala puskesmas dan bidan koordinator, (3) memperoleh informasi langsung dari unit pemberi layanan tentang isu KIA, tantangan dan kendala dalam memberikan layanan KIA, dan (4) serta dukungan yang diharapkan dari KINERJA. Hasil pertemuan ini kemudian menjadi Usulan Rencana Kerja/ Kegiatan paket IMD dan ASI Eksklusif. Tugas STTA di pusat adalah memastikan usulan rencana kerja sejalan dengan RPJMD serta perencanaan dan penganggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Proses Kerja

1. Peran Para

Stakeholders

Setelah penjaringan aspirasi selesai, KINERJA menyusun paket kegiatan dan mulai menyiapkan TOR serta undangan untuk calon OMP sesuai masukan dari provinsi dan kabupaten/kota mitra. Setelah OMP terpilih, implementasi kegiatan mulai dilakukan sesuai proposal yang disepakati antara KINERJA dan OMP.

(20)

Unsur di atas kemudian berevolusi (berubah bentuk) menjadi MSF yang berfungsi sebagai motivator, advokator, dan fasilitator bagi Masyarakat. SKPD (sektor terkait), Pemerintah Daerah, dan DPRD. MSF kemudian menjadi tim penyusunan draft peraturan bupati/walikota sampai konsultasi publik, dan monitoring pelaksanaan peraturan tersebut. MSF juga menjadi fasilitator dan motivator ASI Eksklusif. Lintas sektor, universitas, dan pemerintah daerah sudah menjadi bagian dari MSF.

DPRD berperan dalam memonitor pelaksanaan program KINERJA, dibeberapa kabupaten/kota DPRD menjadi anggota atau ketua MSF, sebagai advokator internal DPRD dan pihak eksekutif (kepala daerah dan panitia anggaran) untuk memperlancar persetujuan anggaran yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan IMD dan ASI Eksklusif. Pada daerah dimana bupati/walikota mempunyai komitmen yang lebih tinggi dari DPRD, justru peran mereka melakukan advocacy anggaran kepada DPRD seperti di Kabupaten Sambas dan Probolinggo, serta Kota Makassar dan Singkawang.

2. Pelaksanaan Rencana Kerja

Program dukungan IMD dan ASI Eksklusif dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

Persamaan persepsi dan membangun komitmen para pihak

LPSS mendampingi OMP melakukan inisiasi dan sosialisasi kepada para pihak tentang IMD dan ASI Eksklusif. Proses ini merupakan tahap penting yang bertujuan untuk membangun pemahaman, persepsi, dan kepedulian bersama untuk membangun komitmen awal dalam pelaksanaan program.

Pembentukan dan peningkatan kapasitas MSF

LPSS bersama OMP memfasilitasi beberapa pertemuan untuk pembentukan MSF dan peningkatan kapasitas MSF untuk mulai memotivasi masyarakat terkait IMD dan ASI Eksklusif. Pertemuan ini bertujuan untuk peningkatan pemahaman MSF tentang pentingnya program IMD dan ASI Eksklusif bagi masyarakat.

Berbagi pengalaman dan pemecahan masalah

(21)

Advokasi

MSF didampingi OMP mengintegrasikan perencanaan MSF ke dinas kesehatan dan puskesmas, bertujuan untuk terjaminnya keberlanjutan program. Strategi advokasi dengan kunjungan ke unit layanan (Puskesmas) untuk berdiskusi dengan manajemen puskesmas.

Dengan pendampingan intensif dari Dinas Kesehatan, MSF melakukan advokasi kepada pemerintah daerah untuk ketersediaan peraturan daerah dan anggaran pendukung dalam menjalankan peraturan tersebut.

Pelembagaan MSF

Beberapa daerah seperti Bengkayang dan Simeulue memilih untuk melegalkan MSF menjadi berbadan hukum. Pilihan ini kemudian memberikan kekuatan hukum bagi MSF dalam mendorong terlaksananya program IMD dan ASI Eksklusif.

Proses Perubahan dan Manfaat

Perubahan nyata dukungan KINERJA paket IMD dan ASI Eksklusif dapat dilihat di beberapa daerah seperti di Kota Makassar, Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, Kota Probolinggo dan Kabupaten Probolinggo, selain juga terjadi secara merata di daerah dampingan KINERJA lainnya. Indikator perubahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

• Dari sisi pemerintah daerah: Tersedianya Peraturan Bupati/Walikota tentang IMD dan ASI Eksklusif sebagai payung hukum, dan dukungan dana APBD untuk melakukan replikasi ke puskesmas di wilayahnya dengan jumlah yang bervariasi di masing-masing daerah. Hasil ini dapat dilihat setelah satu tahun

pendampingan.

(22)

Kota Makassar; dan kelompok Ibu Peduli ASI di Kota Singkawang. Perubahan ini mulai tampak setelah pendampingan KINERJA dan OMP KINERJA selama 1 tahun.

Perubahan prilaku masyarakat mulai tampak, dihampir semua puskesmas mitra terjadi peningkatan permintaan untuk Konselor ASI dan Kelas Ibu dari masyarakat. Di Makassar, para ibu yang dahulunya kurang peduli, sekarang mulai memberikan penyuluhan kepada ibu lain yang memberikan susu formula kepada bayinya, sambil menjelaskan manfaat ASI Eksklusif. Di Singkawang, keluarga ibu bersalin mulai meminta layanan IMD kepada bidan saat persalinan, dan menolak ditawarkan contoh-contoh susu formula oleh petugas kesehatan. Pada tingkat Posyandu, kader posyandu juga mulai suka mengajak suaminya untuk ikut promosi ASI Eksklusif.

(23)

Tantangan

Dalam mendukung paket IMD dan ASI Eksklusif, selama 3 tahun pendampingan KINERJA ditemukan tantangan yang berbeda di setiap daerah dan tingkat pemerintahan. Namun yang merata ditemukan bahwa pemahaman pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat tentang manfaat IMD dan ASI Eksklusif masih sangat rendah. Sedangkan petugas kesehatan dari tingkat dinas kesehatan sampai bidan di desa mempunyai pemahaman dan keterampilan yang bervariasi tentang IMD dan ASI Eksklusif karena lemahnya penerapan standar dan SOP nasional.

Pada Tingkat Pemerintah Daerah:

• Belum tegas menerapkan peraturan bupati/walikota khususnya tentang insentif dan sanksi terhadap

pemberian susu formula pada tingkat pemberi layanan baik publik maupaun swasta di wilayahnya.

• Belum optimal menyediakan ruang menyusui sesuai SOP nasional di seluruh layanan kesehatan dan

tempat kerja, serta fasilitas umum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 39 Tahun 2013; PP RI No 33/2012; dan Peraturan Bersama lima Menteri.

• Advokasi anggaran seringkali tidak sesuai dengan siklus penganggaran berjalan.

• Pergantian pimpinan daerah kemungkinan diikuti dengan mutasi kepala SKPD dan staff dinas kesehatan,

sehingga hubungan kerja dimulai dari awal kembali.

Pada Tingkat Dinas Kesehatan dan Puskesmas:

• Meskipun IMD dan ASI Eksklusif sudah menjadi isu prioritas, namun belum dibarengi dengan alokasi dana. • Tidak semua daerah mempunyai pelatih konselor IMD dan ASI Eksklusif yang sesuai standar dan SOP nasional. • Adanya personil pada tingkat pengambil keputusan di dinas kesehatan dan puskesmas yang kurang

memberikan daya dukung sehingga seringkali menjadi penghambat program.

• Dinas Kesehatan dan Puskesmas belum yakin bahwa petugas kesehatan (bidan) tidak bekerja sama

BAB 3

(24)

• Masih kentalnya budaya memberi makan bayi segera setelah lahir, dan paradigma bahwa susu formula

lebih modern dan gengsi dari ASI Eksklusif.

• Di wilayah perkotaan, perempuan pekerja dan buruh perusahaan mengalami kesulitan memerah ASI

karena belum tersedia tempat perah ASI di tempat kerja.

Pada Tingkat OMP:

• Keterbatasan pengetahuan tentang pendekatan KINERJA dan teknis IMD dan ASI Eksklusif membatasi

mereka dalam melakukan pendampingan kepada Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan MSF.

• Daerah yang terpencil dan berjauhan antara satu puskesmas dengan yang lainnya berdampak rendahnya

koordinasi dengan waktu proyek yang sangat pendek.

Mengatasi Tantangan

Tantangan yang dihadapi KINERJA menjadi praktek baik sebagai pembelajaran diawal bagi pengembang program governance berikutnya. Kendala teknis yang disampaikan di atas sudah banyak terobosan yang diambil oleh KINERJA, namun hambatan budaya masih membutuhkan waktu yang lebih lama.

Cerita Sukses

Di bawah ini beberapa contoh cerita sukses dari hasil dampingan KINERJA. Ada contoh sukses pelaksanaan program IMD dan ASI Eksklusif di Kota Singkawang, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo.

1. Inisiasi Menyusu Dini di Puskesmas Singkawang Selatan, Kota Singkawang

Masyarakat sudah mampu “meminta” layanan kesehatan

• Keluarga pasien protes kepada bidan bila ibu tidak dibimbing melakukan IMD saat persalinan. • Permintaan terhadap Kelas Ibu Hamil meningkat drastis, tahun 2011 belum ada Kelas Ibu Hamil,

(25)

sudah mampu difasilitasi oleh mantan ibu hamil bersama kader, sehingga mengurangi ketergantung pada bidan/petugas kesehatan.

• Permintaan terhadap penyuluhan dari konselor

ASI meningkat.

• Cakupan ASI Eksklusif Kota Singkawang juga

sudah meningkat. Pada tahun 2011 ketika KINERJA masuk daerah, persentase bayi yang diberikan ASI Eksklusif hanya 22,2%. Cakupannya naik menjadi 38,1% setelah 1 tahun pendampingan (2012), dan meningkat lagi menjadi 48,7% pada tahun 2013.

• Semua persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan wajib diberikan IMD di wilayah Puskesmas

Singkawang Selatan.

• Reformasi kebijakan lokal melalui advokasi oleh MSF.

• Dinas Kesehatan dan Puskesmas mitra didukung untuk menerapkan aspek governance yaitu partisipasi publik, transparansi dan akuntabilitas, dengan model inovasi model insentif dan sanksi.

• Adanya Alur Layanan Kesehatan yang dapat dilihat dan dimengerti oleh pengguna layanan.

• Pemberi layanan/petugas kesehatan mengerti dan terampil menjalankan tugasnya sesuai standar dan

SOP teknis nasional.

• Berfungsinya MSF sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, prioritas sumber

daya, dan kualitas layanan.

• Adanya Manajemen Pengelolaan Keluhan yang digerakkan oleh MSF dan pengguna layanan.

• Program yang mengarah pada pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai indikator kinerja

layanan kesehatan.

2. Bapak Peduli ASI di Kota Makassar

• Pengalaman Kota Makassar diawali dengan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) dengan unsur tokoh

(26)

untuk melawan dan menolak susu formula, dan membina ibu lain untuk meminta IMD dan melakukan ASI Eksklusif.

3. ASI Eksklusif di Kabupaten Problinggo

• Ibu Bupati Probolinggo menjadi Duta ASI Kabupaten Probolinggo dan telah menerbitkan Peraturan Bupati

Probolinggo terkait Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif yang disusun secara partisipatif oleh MSF.

• Penerbitan surat larangan penyediaan susu formula bagi fasilitas kesehatan dan praktek bidan di seluruh

Kabupaten Probolinggo.

• Bupati bersama Dinas Kesehatan aktif melakukan supervisi mendadak (sidak) ke seluruh fasilitas

kesehatan dan praktek bidan untuk memeriksa apakah masih menyediakan susu formula, serta memberikan sanksi bagi yang melanggar (bentuk sanksi a.l : ditugaskan di dinas kesehatan selama beberapa waktu).

• Mencanangkan gerakan penanaman daun katuk yang bermanfaat untuk memperlancar ASI, dan

memberikan menu wajib sayur daun katuk bagi ibu melahirkan di Puskesmas dan Rumah Sakit.

• Bekerjasama dengan swasta untuk menyediakan ruang ASI ditempat kerja.

4. Kampanye ASI Eksklusif di Puskesmas Beji, Kabupaten Tulangagung

• Sebagai bagian dari kampanye yang lebih luas untuk meningkatkan pemberian ASI, Puskesmas Beji

membatalkan perjanjian dengan sebuah perusahaan susu formula. Terhitung sejak bulan Mei 2013, staf puskesmas tidak diizinkan lagi menjadi distributor untuk produk susu formula. Keputusan berani yang diambil oleh kepala puskesmas ini sejalan dengan tuntutan badan pengawasan masyarakat dan juga sesuai dengan peraturan daerah yang baru yang melarang peredaran susu formula di sarana pelayanan kesehatan masyarakat.

• Pengaruhnya sangat besar. Antara bulan Mei dan Juli, Puskesmas Beji mendapati bahwa persentase ibu

(27)

Replikasi dan

Scaling up

Program IMD dan ASI Eksklusif dengan model pendekatan KINERJA telah direplikasi oleh beberapa pemerintah daerah dengan dana APBD, misalnya Kota Singkawang dari 3 puskesmas tahun 2011 direplikasi ke seluruh puskesmas (5) pada tahun 2013. Kota Makassar, dari 3 puskesmas kemudian direplikasi ke seluruh puskesmas (20). Kabupaten Sambas, dari 3 menjadi 6, kemudian tahun 2014 menjadi 13 puskesmas.

Faktor pendorong suksesnya program IMD dan ASI Eksklusif bervariasi di setiap daerah. Kesamaannya adalah adanya faktor pimpinan yang kuat dari pimpinan daerah, peran aktif agen perubahan dalam wujud LPSS, OMP, serta unsur-unsur dalam MSF. Ketika keempat unsur tersebut menunjukkan komitmen yang tinggi dan mempunyai pemahan kritis tentang pendekatan model KINERJA, maka program dijamin akan memperlihatkan hasil dalam waktu singkat (1 sampai 2 tahun).

(28)

Tantangan

Pengalaman KINERJA selama 3 tahun memberikan rekomendasi hasil terobosan yang sebagian telah dilakukan menghadapi tantangan yang disampaikan dalam Bab sebelumnya. Rekomendasi diberikan kepada pemerintah pusat (kementerian kesehatan), pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan dinas kesehatan masing-masing.

Rekomendasi untuk Pemerintah

Berdasarkan pengalaman KINERJA, pemerintah daerah yang akan mereplikasi model pendekatan KINERJA untuk program IMD dan ASI Eksklusif atau program lain.

a) Komitmen

Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Kesehatan daerah yang dituangkan dalam bentuk tersedianya payung hukum daerah, dukungan pendanaan, memelihara local champion dan SDM yang sudah terlatih pada tempat yang sesuai.

b) Membangun Partisipasi Masyarakat

Menyediakan sumberdaya lokal untuk terbentuk dan berperannya model MSF dan Pengelolaan Manajemen Keluhan sebagai wujud nyata partisipasi aktif demand side, dan transparansi serta akuntabilitas supply side yang akan berdampak pada capaian SPM dan peningkatan kinerja layanan kesehatan (publik).

c) Pengawasan Perorangan dan Komunal

Melakukan monitoring dan pengawasan supaya peraturan daerah dijalankan dengan semestinya melalui peran aktif SKPD terkait bersama MSF.

(29)

layanan) model KINERJA dengan bantuan materi serta alat dari Seri Pembelajaran KINERJA serta bimbingan dari LPSS, OMP, dinas kesehatan dan puskesmas mitra KINERJA secara bertahap sesuai kemampuan daerah.

e) Tenaga kesehatan

Mendukung dinas kesehatan untuk menyiapkan tenaga kesehatan dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai standar dan SOP nasional. Dibutuhkan dukungan para pihak seperti MSF, DPRD, serta pemerintah provinsi dan pusat untuk melakukan advokasi supaya puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota mampu merencanakan dan menyiapkan SDM yang profesional.

f) Hubungan dengan Penyedia Layanan Kesehatan Swasta

Koordinasi dan monitoring antara Dinas Kesehatan dan/kepada penyedia layanan kesehatan swasta dipersyaratkan untuk diperkuat.

g) Insentif dan Sanksi

Dibutuhkan inovasi kreatif untuk insentif dan sanksi bagi pemberi dan penerima layanan. Inovasi ini penting untuk stimulan yang mampu menjadi obor dalam membangun dinamika gerakan perubahan baik pada tingkat masyarakat maupun pada tingkat pemberi layanan.

h) Melindungi

Kepala daerah dibutuhkan untuk berperan sebagai pelindung bagi organisasi dan petugas yang menerapkan larangan serta sanksi berkaitan pelaksanaan payung hukum daerah.

i) Motivasi kepada Penyedia Layanan

Mendorong peran sektor pemerintah dan swasta dalam menyediakan fasilitas ruang/pojok ASI beserta konselornya ditempat kerja dan fasilitas umum.

j) Motivasi kepada Media

Mendorong peran media lokal untuk konsisten menjadi relawan pendukung gerakan IMD dan ASI Eksklusif atau gerakan untuk perbaikan layanan publik di daerah.

k) Motivasi kepada Masyarakat

(30)

a. Seri Pembelajaran dengan penguatan tiga pilar aspek governance melalui inovasi kebijakan lokal, pemberi layanan, dan penerima layanan telah terbukti cost effective, dan berkelanjutan sehingga layak untuk diintegrasikan dengan materi/alat yang sudah ada, diadopsi dan diadaptasi.

b. Unsur-unsur governance seperti partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan program dengan pengembangan model inovasi, insentif, dan sanksi perlu tertuang jelas dalam design dan implementasi program.

c. Dibutuhkan penguatan personil lembaga dengan pendekatan governance KINERJA dalam proses pembentukan sampai berfungsinya MSF, Pengelolaan Manajemen Keluhan, serta mengerti issu teknis yang dibutuhkan oleh supply side.

d. Dari sisi supply, identiikasi terhadap local champion pada tingkatan Middle Management (eselon 3 – 4) di SKPD teknis sangat penting untuk menggantikan peran LPSS KINERJA. Local champion ini dipersyaratkan untuk mengerti pendekatan program.

e. Pendampingan, pelatihan dan pengawasan terhadap pelaksanaan standar dan SOP nasional sangat dibutuhkan oleh SKPD teknis. Kerjasama dengan pihak Universitas atau STTA teknis dari local champion

yang terlatih menjadi sebuah pilihan.

f. Menyesuaikan waktu pendampingan dengan siklus perencanaan dan penganggaran di kabupaten/kota. g. Memilih gerakan masyarakat yang sudah mengakar dan aktif di masyarakat dengan pemberian insentif

yang kreatif seperti membangun rasa bangga untuk dapat membantu sesama menjadi pilihan inovasi yang

cost effective dan berkelanjutan.

h. Mengadopsi dan mengadaptasi materi, alat, dan bahan yang sudah dikembangkan KINERJA sebagai pendekatan program di bidang lain menjadi pilihan yang cost effective karena sudah terbukti membuat perubahan positif dalam waktu 1 – 2 tahun pendampingan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan pedesaan terpencil.

(31)

Rekomendasi untuk Lembaga Diklat

Lembaga-lembaga pendidikan dan latihan (Diklat), baik pemerintah, maupun non-pemerintah, mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program tata kelola IMD dan ASI Eksklusif. Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat:

a. Memasukkan pendekatan KINERJA melalui pendekatan dan penguatan tiga aspek governance yaitu pemerintah daerah, supply side, dan demand side ke dalam Kurikulum Diklat.

b. Mengadopsi dan mengadaptasi materi, alat, dan bahan yang sudah dikembangkan KINERJA ke dalam pendekatan bahan ajar Diklat yang sudah ada sehingga menjadi inovasi baru Diklat.

c. Kepada Badan Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), peningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan yang sesuai standar dan SOP nasional menjadi kebutuhan yang bersifat segera dan menyeluruh.

(32)
(33)

LAMPIRAN

Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini

dan ASI Eksklusif

(34)

Pokok Bahasan 36

Sasaran dan Strategi Kegiatan 38

Tujuan 38

Materi 39

Sistematika 40

MODUL I Strategi Pendekatan KINERJA dalam Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif 44

• Deskripsi Modul 44

• Sasaran Pengguna 44

• Tujuan Pembelajaran 44

• Pokok Bahasan 45

• Metode 45

• Alat dan Bahan 45

• Waktu 45

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 46

• Uraian Substansi 47

• Contoh Praktek Baik 57

• Contoh Bahan Presentasi 59

MODUL 2 Perencanaan Puskesmas yang Partisipatif untuk Mendukung IMD dan ASI Eksklusif

64

• Deskripsi Modul 64

• Sasaran Pengguna 65

• Tujuan pembelajaran 65

• Pokok bahasan 66

• Metode 66

• Alat dan bahan 66

• Waktu 66

• Proses fasilitasi Kegiatan Pelatihan 67

• Uraian Subtansi 68

• Panduan Pelaksanaan 77

(35)

MODUL 3 Pojok ASI untuk Mendukung ASI Eksklusif 84

• Deskripsi Modul 84

• Sasaran Pengguna 84

• Tujuan Pembelajaran 85

• Pokok Bahasan 85

• Metode 85

• Alat dan Bahan 86

• Waktu 86

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 86

• Uraian Substansi 88

• Panduan Pelaksanaan 90

• Contoh Praktek Baik 91

• Contoh Bahan Presentasi 93

MODUL 4 Kelompok Peduli ASI 98

• Deskripsi Modul 98

• Sasaran Pengguna 98

• Tujuan Pembelajaran 98

• Pokok Bahasan 99

• Metode 99

• Alat dan Bahan 100

• Waktu 100

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 100

• Uraian Substansi 101

• Panduan Pelaksanaan 103

• Contoh Praktek Baik 106

• Contoh Bahan Presentasi 107

MODUL 5 Pengelolaan Pengaduan dan Janji Perbaikan Layanan 112

• Deskripsi Modul 112

• Sasaran Pengguna 112

(36)

• Panduan Pelaksanaan 123

• Contoh Praktek Baik 132

• Contoh Bahan Presentasi 135

MODUL 6 Standar Layanan dan Standard Operating Procedure (SOP) 140

• Tujuan 140

• Sasaran Pengguna 140

• Tujuan Pembelajaran 140

• Pokok Bahasan 141

• Metode 141

• Alat dan Bahan 142

• Waktu 142

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 142

• Uraian Substansi 144

• Panduan Pelaksanaan 160

• Contoh Praktek Baik: SOP IMD di Puskesmas Bangsalsari, Kabupaten Jember 165

• Contoh Bahan Presentasi 167

MODUL 7 Strategi Promosi Kesehatan untuk IMD dan ASI Eksklusif 172

• Deskripsi Modul 172

• Sasaran Pengguna 172

• Tujuan Pembelajaran 173

• Pokok Bahasan 173

• Metode 173

• Alat dan Bahan 174

• Waktu 174

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 174

• Uraian Substansi 176

(37)

• Contoh Praktek Baik 190

• Contoh Bahan Presentasi 197

LAMPIRAN B Daftar Pustaka 199

LAMPIRAN C Bahan di CD 200

(38)

Pokok Bahasan

USAID-KINERJA adalah program bantuan teknis untuk 24 kabupaten/kota di 5 provinsi di Indonesia. Sampai dengan tahun 2014, terdapat 5 provinsi yang menjadi wilayah kerja USAID-KINERJA, yaitu Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan Papua. Provinsi Papua berbeda masa intervensi dan strategi intervensi maka informasi yang disampaikan dalam modul-modul ini adalah pengalaman di luar provinsi Papua. Program USAID-KINERJA difokuskan pada pengembangan tata kelola pemerintahan khususnya di aspek pelayanan publik pada bidang kesehatan, pendidikan, dan pengembangan iklim bisnis yang kondusif. KINERJA menawarkan beberapa paket untuk ketiga sektor tersebut dengan pendekatan yang komprehensif untuk menguatkan kapasitas dari sisi penyedia layanan maupun pengguna layanan.

KINERJA mendorong perbaikan layanan publik dari dua sisi, yaitu dari sisi pemberi layanan (supply side) dan sisi pengguna layanan (demand side). Dengan adanya intervensi di kedua sisi tersebut, diharapkan upaya untuk mencapai tata kelola yang baik (good governance) menjadi lebih mudah dan berkesinambungan. Penguatan pada sisi pemberi layanan dilakukan melalui pembangunan kapasitas internal (capacity building) terkait dengan kebijakan, manajemen unit layanan agar lebih bertatakelola dalam manajemen organisasi, manajemen program dan manajemen layanan, dan strategi promosi agar pengguna layanan memahami hak dan kewajibannya dalam pelayanan.

Penguatan pada sisi pengguna layanan dilakukan dengan menyadarkan masyarakat tentang haknya dan memberdayakan mereka agar turut berpartisipasi aktif dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pemberi layanan mulai dari perumusan kebijakan, penyusunan rencana, pelaksanaan, monitoring, evaluasi program/ kegiatan dan advokasi.

(39)

program KINERJA berakhir dan mampu memberikan bantuan teknis kepada daerah sebagai bagian dari strategi keberlanjutan dan replikasi.

Dalam upaya membantu OMP menjalankan perannya dalam memberikan bantuan teknis kepada daerah mitra KINERJA, maka keberadaan modul pelatihan dan pendampingan menjadi sangat penting. Dengan adanya modul pelatihan dan pendampingan ini diharapkan OMP mampu menerjemahkan program KINERJA dengan lebih baik, serta dapat pula menjadi acuan daerah mitra KINERJA dalam menjalankan berbagai program KINERJA.

Disamping itu, modul ini diharapkan juga dapat digunakan langsung oleh unit pemberi layanan sebagai panduan praktis dalam mengintegrasikan berbagai pelayanan kesehatan menuju tata kelola kesehatan (health governance) dalam melaksanakan setiap program pelayanan publik yang menjadi tanggungjawabnya.

Demikian juga bagi stakeholder yang lain, keberadaan modul ini akan memberi gambaran yang jelas tentang berbagai tahapan program/kegiatan yang membutuhkan “campur tangan” mereka sehingga para stakeholder tersebut dapat berperan aktif membantu unit pemberi layanan baik sebagai mediator, advokator, maupun motivator.

Paket KINERJA di bidang kesehatan meliputi Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dan ASI Eksklusif. Modul Kesehatan ini akan membahas aspek tata kelola Persalinan Aman dalam manajemen dan pelayanan. Secara garis besar, topik yang dibahas dalam modul kesehatan ini terdiri dari 7 topik, yaitu meliputi:

1. Strategi Pendekatan Kinerja Dalam Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif; 2. Perencanaan Puskesmas yang partisipatif;

3. Pojok ASI;

4. Kelompok Peduli ASI;

5. Standard Operating Procedure sebagai bentuk akuntabilitas dan tranparansi pemberi layanan kepada pengguna layanan;

6. Pengelolaan pengaduan dan janji perbaikan layanan sebagai bentuk responsif unit layanan terhadap persepsi pengguna layanan;

7. Strategi promosi dalam Persalinan Aman yang lebih partisipatif dan inovatif.

(40)

melengkapi. Demikian juga dengan berbagai modul lain yang dikembangkan secara spesiik untuk

masing-masing aktivitas, misalnya modul survey pengaduan, modul MSF, dan modul kesehatan reproduksi.

Sasaran dan Strategi Kegiatan

Sasaran modul ini adalah Organisasi Mitra Pelaksana (OMP) atau fasilitator program USAID-KINERJA bidang kesehatan, unit pemberi layanan, dinas kesehatan, dan stakeholder lain yang terkait, seperti dukun, MSF, dan berbagai kelompok peduli kesehatan yang ada di masyarakat.

Pendekatan USAID-KINERJA dalam memberikan bantuan teknis bagi daerah mitra KINERJA dilakukan dalam 2 strategi utama. Pertama, OMP melakukan pertemuan (lokakarya/workshop; FGD; dan lainnya) dalam pencapaian persamaan persepsi terhadap suatu issue dan atau meningkatkan kapasitas pengelola program baik tingkat kabupaten maupun unit layanan. Kedua, memfasilitasi/mendampingi dinas kesehatan dan unit pemberi layanan (puskesmas) dalam merancang, menjalankan program, monitoring dan evaluasi tatakelola kesehatan.

Setiap kegiatan tersebut dikoordinasikan oleh Local Public Services Specialist (LPSS) sebagai perwakilan KINERJA di daerah. LPPS sebagai pengawal OMP dalam melaksanakan program KINERJA sesuai dengan rencana kerja dan mediator dengan stakeholder daerah agar program KINERJA dapat berjalan dengan lancar.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan modul-modul ini adalah untuk membantu kabupaten/kota mitra KINERJA-USAID dalam mengelola program persalinan aman secara partisipatif, akuntabel, responsif, transparan, dan inovatif.

Tujuan Khusus

Tujuan bagi peserta dalam Training of Trainers (TOT):

(41)

2. Mampu mendampingi Puskesmas menyusun perencanaan yang partisipatif untuk mendukung program IMD dan ASI Ekslusif;

3. Mampu mendampingi Puskesmas dalam mewujudkan pojok ASI;

4. Mampu mendampingi Puskesmas dan masyarakat dalam membentuk kelompok peduli ASI;

5. Mampu mendampingi Puskesmas dalam menyusun dan mengimplementasikan Standard Operating Procedure (SOP) sebagai upaya menjalankan manajemen pelayanan Puskemas yang baik;

6. Mampu mendampingi Puskesmas dalam melakukan pengelolaan pengaduan, khususnya melalui pelaksanaan survei pengaduan, penyusunan dan pemenuhan janji perbaikan layanan; dan 7. Mampu mendampingi Puskesmas dalam menyusun dan mengimplementasikan strategi promosi

kesehatansebagai upaya menjalankan manajemen pelayanan Puskemas yang baik.

Tujuan bagi peserta dalam pelatihan instansi pemerintah dan unit pelayanan kesehatan:

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta akan:

1. Mampu menerapkan pendekatan dan strategi good governance dalam upaya peningkatan pelayanan publik terutama dalam pelayanan kesehatan;

2. Mampu menyusun perencanaan Puskesmas secara partisipatif untuk mendukung program IMD dan ASI Eksklusif;

3. Mampu mewujudkan pojok ASI;

4. Mampu membuat dan melaksanakan kelompok peduli ASI;

5. Mampu menyusun dan mengimplementasikan Standard Operating Procedure (SOP) sebagai upaya menjalankan manajemen pelayanan Puskemas yang sesuai SPM dan hak pengguna layanan; 6. Mampu melakukan pengelolaan pengaduan, khususnya melalui pelaksanaan survei pengaduan dan

penyusunan janji perbaikan layanan; dan

7. Mampu menyusun dan mengimplementasikan strategi promosi kesehatan sebagai upaya menjalankan manajemen pelayanan Puskemas yang baik.

Materi

1. Modul Strategi Pendekatan Kinerja Dalam Persalinan Aman; 2. Modul Perencanaan Puskesmas yang Partisipatif;

3. Modul Pojok ASI;

(42)

6. Modul Pengelolaan Pengaduan dan Janji Perbaikan Layanan; 7. Modul Strategi Promosi dalam IMD dan ASI Eksklusif.

Sistematika

Modul pelatihan dan pendampingan program KINERJA bidang kesehatan untuk kab/kota ini terdiri dari beberapa pokok bahasan yang disusun secara bertahap seperti dijelaskan dalam skema berikut:

(43)

yang dapat dilakukan untuk mengelola dan menjalankan ketiga program utama tersebut agar lebih berhasil guna. Manajemen Puskesmas yang partisipatif, akuntabel, responsif, transparan dan inovatif menjadi dasar bagi terselenggaranya program Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif secara efektif dan

eisien. Tata kelola yang baik ini diawali dari fase perencanaan dan pembiayaan program. Disinilah pentingnya

pembahasan mengenai manajemen PTP atau Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sebagai salah satu sumber dana untuk program kesehatan.

Pelaksanaan program Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif membutuhkan dilakukannya inovasi tertentu agar program dapat memenuhi target yang ditetapkan. Kegiatan inovasi yang ditawarkan KINERJA adalah pojok ASI serta kelompok peduli ASI. Kedua kegiatan ini diharapkan dapat memberikan daya ungkit positif bagi ketiga program kesehatan tersebut. Di samping itu, keberadaan SOP layanan juga menjadi faktor penting bagi terlaksananya program yang berkualitas. SOP disusun untuk menjamin adanya standar yang baku bagi provider sehingga ada kejelasan dalam bertindak, sekaligus sebagai jaminan bagi masyarakat agar memperoleh pelayanan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian diharapkan kepuasan masyarakat dapat terjamin. Tetapi jika masih ditemui keluhan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh provider pelayanan kesehatan, maka pemberi layanan harus merespon keluhan tersebut dalam sebuah janji perbaikan layanan. Inilah yang menjadi ciri baik pelaksanaan pelayanan publik.

(44)
(45)

Strategi Pendekatan

KINERJA dalam Persalinan

Aman, Inisiasi Menyusu Dini,

dan ASI Eksklusif

(46)

Strategi

Pendekatan

KINERJA dalam

Inisiasi Menyusu

Dini dan ASI

Eksklusif

Deskripsi Modul

Modul ini menguraikan tentang pendekatan

governance KINERJA dalam program IMD dan ASI Eksklusif untuk diterapkan di tingkat Dinas Kesehatan dan Puskesmas agar terjadi peningkatan mutu dan kinerja melalui praktek-praktek baik yang partisipatif, akuntabel, responsif, transparan dan inovatif serta dengan memperkuat dan memper-hatikan keseimbangan unsur demand dan supply.

Strategi peningkatan cakupan Persalinan Aman dibahas dalam modul panduan pendampingan lain.

Sasaran Pengguna

1. Organisasi Mitra Pelaksana (OMP) 2. Konsultan/Pelatih

3. Fasilitator kesehatan 4. Staf Dinas Kesehatan

5. Kepala Puskesmas, bidan koordinator dan bidan desa

6. Masyarakat yang peduli kesehatan (kader kesehatan, PKK, tokoh agama, tokoh masyarakat, asosiasi, paguyuban).

Tujuan Pembelajaran

Tujuan Umum

Tujuan modul ini adalah untuk memahami program KINERJA secara umum termasuk pendekatan dan

Modul 1

...

menguraikan

tentang pendekatan

governance KINERJA

dalam program IMD

dan ASI Eksklusif

(47)

Forum-MSF) dalam pengelolaan program Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif di tingkat Puskesmas dan masyarakat; 5. Praktek baik di daerah mitra KINERJA.

Metode :

1. Pemaparan materi 2. Diskusi dan tanya jawab

Alat dan bahan

1. LCD Projector 2. Laptop

3. Flipchart/Kertas Plano/Metaplan/white board 4. Alat tulis

5. Materi Presentasi

Waktu

Sesi pelatihan: Satu hari strategi good governance dalam upaya peningkatan

pelayanan publik.

Tujuan Khusus

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta akan:

1. Mampu menjelaskan ruang lingkup program KINERJA, khususnya paket KINERJA bidang kesehatan

2. Mampu menjelaskan pendekatan program KINERJA dalam sektor kesehatan dan governance

3. Memahami peran dari sisi pengguna dan penyedia layanan kesehatan dalam mengintegrasikan pendekatan KINERJA dalam upaya peningkatan pelayanan.

4. Memahami konsepdan strategi pengarusutaman gender dalam program KINERJA.

5. Mampu menjelaskan peran pentingnya

Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia di masa depan;

6. Mampu menjelaskan temuan dan kondisi daerah dalam Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif.

Pokok Bahasan

1. Pelayanan publik hak rakyat;

2. Dasar Program KINERJA dalam Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif;

3. Strategi pendekatan KINERJA dalam Persalinan Aman;

Waktu Pokok Bahasan

1 x 45 menit Pembukaan

Penjelasan singkat tentang Program KINERJA

Bina Suasana

(48)

Proses Fasilitasi

Kegiatan Pelatihan

1. Pengantar

a) Fasilitator membuka sesi dengan menjelaskan pendekatan khusus yang digunakan oleh KINERJA dalam mengelola program IMD dan ASI Eksklusif dengan lebih baik, yaitu dengan memperhatikan keseimbangan unsur supply dan demand. Untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang KINERJA, ada baiknya terlebih dahulu disampaikan gambaran sekilas tentang program KINERJA, khususnya bidang kesehatan. b) Fasilitator menjelaskan desain kegiatan

secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 1 hari, dengan alokasi waktu 4 x 45 menit. Materi yang akan dibahas tentang program KINERJA bidang kesehatan yang

meliputi IMD dan ASI Eksklusif dengan penekanan khusus pada pendekatan KINERJA tersebut termasuk Peran pemangku kepentingan (Multi Stakeholder Forum-MSF) di tingkat Puskesmas dan masyarakat.

c) Fasilitator melakukan bina suasana untuk mencairkan situasi sebelum memulai pelatihan. Kegiatan yang bisa dilakukan misalnya: perkenalan, mapping harapan peserta dan motivation game.

d) Melaksanakan self-assessment untuk memetakan kondisi daerah terkait pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dinidan ASI Eksklusif. Hasil pemetaan awal ini dapat digunakan sebagai entry point

dalam menyusun langkah perbaikan, yaitu

dengan menerapkan pendekatan spesiik

yang dikembangkan KINERJA.

2. Proses pelatihan

a) Fasilitator atau nara sumber menyajikan materi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Gunakan media pembelajaran yang sesuai untuk memudahkan

penangkapan peserta. Bahan presentasi dapat menggunakan bahan yang tersedia dalam modul ini. Gunakan metode interaktif, dengan mengutamakan peran aktif dari seluruh peserta. Minta peserta untuk menyampaikan pendapatnya terkait dengan topik yang tengah dibahas.

b) Beri kesempatan kepada setiap peserta untuk mengajukan pertanyaan. Tawarkan dulu komentar atas pertanyaan peserta 2 x 45 menit Penyajian materi: Strategi

Pendekatan Kinerja Dalam Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif Diskusi dan tanya jawab

2 x 45 menit Penyajian materi: Peran pemangku kepentingan (Multi Stakeholder Forum-MSF) dalam pengelolaan programInisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif di tingkat Puskesmas dan masyarakat.

Diskusi dan tanya jawab 1 x 45 menit Rencana tindak lanjut

(49)

kepada peserta yang lain, agar suasana diskusi tidak hanya berjalan 1 arah. Tugas fasilitator adalah memfasilitasi proses diskusi dan mengarahkan jika ada proses diskusi yang menyimpang.

Rincian aktivitas per sesi adalah sebagai berikut:

i. Sesi I: Sudah dijelaskan dalam pengantar

ii. Sesi II: Minta peserta untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan kondisi daerah terkait dengan pelaksanaan program program Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Beberapa hal yang bisa disoroti diantaranya: tingkat pencapaian target, keterlibatan unsur masyarakat dan stakeholder yang lain dalam program, serta hambatan dan peluang program.

iii. Sesi III: Nara sumber menyajikan materi tentang Strategi Pendekatan Kinerja Dalam program Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Beberapa point yang perlu mendapat penekanan khusus adalah: konsep governance, keseimbangan sisi demand dan supply, dan kesetaraan gender dalam program. Tampilkan contoh praktek baik yang telah ada dari berbagai daerah untuk menginspirasi peserta.

iv. Sesi IV: Nara sumber menyajikan materi tentang Peran pemangku kepentingan (Multi Stakeholder Forum-MSF) dalam pengelolaan program program Inisiasi

Menyusu Dinidan ASI Eksklusif di tingkat Puskesmas dan masyarakat. Uraikan secara jelas bentuk partispasi yang bisa dilakukan oleh MSF serta dasar hukum yang mengatur tentang hal tersebut.

3. Penutup

Setelah semua sesi berakhir, susun rencana tindak lanjut pelatihan dengan melibatkan kontribusi aktif peserta. Rencana tindak lanjut yang dimaksud berupa uraian langkah konkrit yang akan dilakukan baik oleh OMP, LPSS, MSF, maupun Puskesmas dan Dinas Kesehatan untuk mulai menerapkan beberapa pendekatan KINERJA tersebut dalam menjalankan program Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif. Selanjutnya fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab, serta menekankan kembali beberapa hal yang akan dilakukan sesuai dengan rencana tidak lanjut yang telah disusun.

Uraian Substansi

1. Program USAID-KINERJA

(50)

Barat, Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan Papua. Program USAID-KINERJA dalam modul ini difokuskan pada pengembangan tata kelola pemerintahan khususnya di aspek pelayanan publik pada bidang kesehatan kecuali Papua.

Sesungguhnya konstitusi menjamin hak warga dalam pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 28H dan pasal 34 ayat (3). Selanjutnya diturunkan peraturan lebih implementatif melalui Undang-Undang Pelayanan Publik (UU No 25 tahun 2009). Walaupun sebelumnya sudah terbit beberapat peraturan Kementerian Aparatur Negara dalam peningkatan pelayanan publik terutama pada fasilitas pemerintah.

Pentingnya penekanan pada fasilitas pemerintah karena fasilitas pemerintah merupakan fasilitas kesehatan yang tidak memiliki risiko ketika fasilitasnya tidak dikunjungi oleh masyarakat. Bahkan sangat menguntungkan bagi pegawai negeri karena tidak banyak kerja dan tidak menambah laporan. Pada sisi lain, fasilitas kesehatan pemerintah secara tidak sadar masih terpengaruh oleh pola pikir masa kolonial Belanda.

Pada masa itu, penduduk Indonesia (lander) harus memberi penghormatan yang besar kepada pemberi layanan karena layanan itu adalah anugerah dari bangsa kolonial. Akibatnya, petugas pemberi layanan susah mendengar keluhan, berperilaku seenaknya dan tidak jelas berbagai pelayanan.

Era desentralisasi diharapkan terjadi perubahan ini tetapi tidak terjadi karena pemerintah daerah masih turut terpengaruhi pula pola pikir yang sama. Namun era demokrasi ini harus didorong ke arah tata kelola yang baik. Karena dampak utama dari demokrasi adalah pelayanan publik yang baik. Sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Penataan tatakelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam pelayanan publik dengan menerapkan beberapa unsur tatakelola yaitu partisipasi, transparansi, daya tanggap dan akuntabilitas.

2. Dasar Desain Program

Persalinan Aman, Inisiasi

Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif

Gambar

Gambar 1.  Intervensi Hemat Biaya Untuk Menekan Kematian Anak

Referensi

Dokumen terkait

mulai dari kebiasaan, tatacara, sampai adat. Perilaku tak bermoral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial dikarenakan pelanggaran terhadap rambu-rambu

Hasil komparasi antara nilai IKE beban pendinginan data hasil simulasi dengan target nilai acuan IKE dari GBCI dan ASEAN-USAID menunjukkan simpangan yang cukup

Melakukan pengawasan terhadap proses pendistribusian bahan baku agar pelaksanaannya sesuai dengan tatacara yang ada, mulai dari penerimaan formulir permintaan

Pencapaian kinerja yang sesuai target, melebihi target ataupun dibawah target yang telah ditetapkan, tidak terlepas dari perencanaan yang dilakukan mulai dari

4.1 Garis panduan ini merangkumi tatacara pelaksanaan kursus pendek dalam talian (KPDT) serta kadar agihan bayaran yang ditetapkan dari semasa ke semasa bagi

Latief (2012) mengemukakan bahwa dengan terbentuknya motivasi yang kuat, maka dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang telah

USAID menyediakan asistensi yang sifatnya menyuluruh mulai dari dana kerja, manajerial, program, dan juga pelayan kesehatan kepada perusahaan swasta dan industri agar dapat

Penelitian pengaruh kuat tekan terhadap kuat lentur balok beton bertulang dengan variasi kuat tekan mulai dari 20 MPa hingga 42,5