• Tidak ada hasil yang ditemukan

b583809b 15bf 40b3 9702 1f00804fa7f3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "b583809b 15bf 40b3 9702 1f00804fa7f3"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

Tata Kelola Persalinan Aman

2014

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan dukungannya dalam peningkatan pelayanan publik di bidang kesehatan (Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif) dengan menguatkan tiga pilar governance yaitu pemerintah daerah, pemberi layanan (puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota), dan penerima layanan (masyarakat) yang tersebar di 24 kab/kota dari 5 provinsi di Indonesia. Hasil pendampingan di Papua akan disampaikan dalam seri lain.

Panduan ini memberikan tatacara, materi, strategi, target group dari pembelajaran pengalaman USAID-KINERJA mulai dari awal masuk kesuatu daerah sampai membuahkan kemitraan yang kuat antara penerima layanan, pemberi layanan, dan Multi-Stakeholder Forum (MSF) sebagai wadah untuk melakukan fasilitasi, mediasi, advokasi dan monitoring Layanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas yang mengarah kepada peningkatan pelayanan publikdengan mengacu pada pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) melalui Organisasi Mitra Pelaksana (OMP).

Tulisan ini memberikan inspirasi para pembaca tentang bagaimana USAID-KINERJA dengan memperhatikan keadilan gender dalam setiap tahap pendekatan dan aktivitasnya menghasilkan gerakan masyarakat lokal dengan semangat relawan dan diperkaya oleh berbagai inovasi dan insentif telah mampu memberikan model Janji Perbaikan Layanan Kesehatan dalam Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif.

Tulisan ini inal berkat kesabaran para personil KINERJA di Jakarta, daerah, serta LPSS, OMP, MSF dan hasil

kerja keras mereka semua. USAID-KINERJA dan penulis mengucapkan penghargaan yang tak ternilai kepada seluruh pihak tersebut. Karenanya diharapkan pendekatan governance yang uniq dari USAID-KINERJA yang tertuang dalam Panduan Pendampingan ini akan memperkaya Penguatan Layanan Publik di Indonesia kedepan.

Jakarta, 25 Maret 2014

Elke Rapp

Chief of Party USAID-KINERJA

(4)

DAFTAR ISI 2

RINGKASAN EKSEKUTIF 3

Tujuan dan keberhasilan USAID-KINERJA 3

Hasil Capaian KINERJA 4

Keberlanjutan Program 5

Lingkup Buku ini 5

Rekomendasi 5

BAB 1 Pendekatan KINERJA 7

Pendekatan Umum Program KINERJA 7

Inisiatif di Sektor Kesehatan 8

Prinsip dalam Tata Kelola Persalinan Aman 10

Prinsip KINERJA dalam Persalinan Aman 12

BAB 2 Tata Kelola Persalinan Aman 14

Bagaimana KINERJA Memulai Inisiatif di Daerah 16

Pengaturan Pekerjaan 18

Penyusunan Rencana Kerja 19

Proses Kerja 19

Pelaksanaan Rencana Kerja 20

Proses Perubahan dan Manfaat 23

BAB 3 Mengatasi Tantangan dan Mencapai Sukses 26

Tantangan 26

Cerita Sukses 28

Replikasi dan Scaling up 30

Daya Ungkit dalam Program KINERJA 31

BAB 4 Rekomendasi untuk Replikasi 32

(5)

1. Tujuan dan Keberhasilan USAID-KINERJA

a) Secara umum

Program KINERJA bertujuan membantu pemerintah daerah meningkatkan tata kelola dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Bekerja di 24 kabupaten/kota dari lima ratusan daerah di Indonesia,

karenanya program ini dapat menjadi “praktik baik” untuk diadopsi dan diadaptasi di daerah lain di Indonesia. Dokumen ini ditujukan kepada para pengambil keputusan level nasional dan daerah yang berkepentingan memperkuat aspek governance di lembaga atau daerahnya masing-masing. Buku ini bagian dari “Seri Pembelajaran KINERJA” dalam penerapan tata kelola Persalinan Aman dengan penerapan prinsip, model penerapan governance dalam sektor kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak, serta rekomendasi kepada para pihak.

b) Di Sektor Kesehatan dalam Persalinan Aman

Program KINERJA dirancang dengan mandat untuk membantu peningkatan layanan publik dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas pada daerah mitra KINERJA melalui penguatan tiga pilar tata kelola yaitu pemerintah daerah, pemberi layanan, dan penerima layanan. Pendekatan governance ini menjadi paradigma baru bagi tata kelola layanan publik, dari peran “penyedia jasa layanan” sebagai aktor tunggal dalam layanan kesehatan; bergeser menjadi lembaga pendorong yang memfasilitasi Masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses perencanaan prioritas, alokasi sumberdaya, monitoring, mencari jalan keluar terhadap masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat untuk perbaikan kualitas layanan yang mengarah pada pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM). Pendekatan KINERJA membangun kepedulian bersama antara pemerintah daerah, layanan kesehatan, lintas sektor, akademisi, swasta, media lokal, dan multi-pihak yang mewakili unsur-unsur masyarakat.

KINERJA bekerja dengan prinsip (1) Memperkaya program pelayanan publik dengan konsep tata kelola yang baik dengan penerapan aspek transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi; dengan inovasi, model insentif, dan replikasi; (2) Menggunakan, mengadopsi dan memperkaya pola yang sudah teruji oleh Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota, Universitas, Mitra Pembangunan/donor lainnya; (3) Program dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas dan penyebarluasan di daerah/unit layanan mitra; (4) Untuk

(6)

Keberhasilan KINERJA pada tingkat pemberi layanan kesehatan telah dilakukan pendampingan di 4 provinsi, melalui 19 Dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan 61 puskesmas mitra. Sekitar 20 kabupaten dan kota sudah mempunyai peraturan bupati/walikota tentang Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif yang dibuat mengikuti aspek governance. 11 daerah sudah membiayai kegiatan forum para pemangku kepentingan (Multi-Stakeholder Forum, MSF) dengan 61 MSF tingkat kecamatan.

61 puskesmas telah memasang SOP Alur Layanan sehingga terlihat oleh pengguna layanan, dan telah membuat dan menempel di dinding puskesmas Janji Perbaikan Layanan sebagai respon terhadap Survei Pengaduan Pengguna Layanan. 33 puskesmas telah melakukan Kemitraan Bidan dan Dukun model KINERJA yang sesuai kaidah governance, dan 45 puskesmas melakukan revitalisasi Kantong Persalinan.

Rata-rata daerah mitra telah menambah jumlah konselor IMD dan ASI Eksklusif dan jumlah kelas ibu hamil, dan telah membuat ruang ASI atau pojok laktasi di fasilitas umum yang sesuai standar dan SOP nasional. Terbangunnya kemitraan dengan lintas sektor seperti dinas pendikan dan departemen agama sangat mempercepat gerakan perubahan perilaku masyarakat. Ada juga 3 Dinas Kesehatan, dan puluhan Puskesmas telah menolak bekerjasama dengan susu formula bayi karena mendukung IMD dan ASI Eksklusif, sehingga angka cakupan IMD dan ASI Eksklusif meningkat nyata.

Pada sisi demand, MSF termasuk media lokal sudah berperan aktif sebagai pengawas, motivator, dan advokator dalam melakukan perubahan dan perbaikan layanan kesehatan pada tingkat dinas kesehatan dan puskesmas. MSF telah melakukan pengelolaan managemen pengaduan, dan terlibat dalam perencanaan, penentuan prioritas, dan monitoring Jaminan Persalinan Aman (JAMPERSAL), Biaya Operasional Kesehatan (BOK), serta sumber pendanaan lain yang tersedia di puskesmas. MSF melakukan pengawasan terhadap implementasi SOP, janji perbaikan layanan dan lainnya. MSF turut melakukan advokasi kepada pemerintahan desa untuk mengalokasikan anggaran dana desa untuk kemitraan bidan dan dukun.

(7)

kesehatan dengan inovasi sumberdaya dan bahasa lokal sehingga mempercepat perubahan prilaku dan berkelanjutan. Partisipasi publik, transparansi dan akuntabilitas pemberi layanan jelas menjadi roh kegiatan KINERJA.

3. Keberlanjutan Program

Inisiatif yang sudah dilakukan oleh KINERJA di daerah dan puskesmas mitra perlu keberlanjutan dan perbaikan yang berkesinambungan dengan dukungan penuh pemerintah daerah. Perubahan melalui pendekatan governance KINERJA yang telah dicapai saat ini, adalah awal dari penguatan tiga pilar

governance yang dapat dijadikan sebagai stimulan dan menjadi tempat pembelajaran bagi puskesmas lain baik yang berada di wilayah mitra maupun di luar daerah dampingan KINERJA.

4. Lingkup Dokumen ini

Seri Pembelajaran ini terdiri atas 4 bab dengan ringkasan eksekutif memuat tentang tujuan dan keberhasilan KINERJA selama 2 tahun pendampingan. Bab 1 menampilkan pendekatan umum proyek, bentuk dukungan inisiatif di sektor kesehatan, dan prinsip KINERJA dalam tata kelola Persalinan Aman. Bab 2 menjelaskan pengalaman KINERJA dalam mendukung Tatakelola Persalinan Aman, tahapan dalam memulai inisiatif di daerah, pengaturan pekerjaan, sampai pada proses kerja dan perubahan yang dihasilkan. Bab 3 berisikan tantangan yang dihadapi serta strategi untuk mencapai sukses. Bab 4 memuat rekomendasi kepada berbagai pihak untuk replikasi dan scaling up baik dalam daerah mitra maupun di luar daerah mitra.

5. Rekomendasi

a) Kepada Pimpinan Daerah

(8)

b) Kepada Calon Organisasi Mitra Pelaksana

Kepada OMP yang melakukan advokasi terhadap layanan publik yang berpihak kepada masyarakat marjinal dan rentan, perubahan pelayanan publik dengan penguatan tiga pilar governance melalui inovasi kebijakan lokal, pemberi layanan, dan penerima layanan terbukti cost effective. Adopsi dan adaptasi materi, alat, dan bahan yang sudah dikembangkan KINERJA sebagai pendekatan program dibidang lain menjadi pilihan yang terbukti “membuat perubahan positif” dalam waktu 1 – 2 tahun pendampingan. Salah satu kunci keberhasilan dari 2 tahun pendampingan tersebut terjadi karena dilakukannya penguatan personil OMP dengan pendekatan

governance KINERJA diawal dan berkesinambungan selama proses pendampingan, yang dapat diperkuat oleh pihak universitas, lembaga diklat, dan Local Champion/STTA.

c) Kepada Lembaga Diklat

(9)

BAB 1

PENDEKATAN KINERJA

Pendekatan Umum Program KINERJA

USAID-KINERJA adalah program bantuan teknis kepada 24 kabupaten/kota di 5 provinsi di Indonesia. Dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014, terdapat 5 provinsi yang menjadi wilayah kerja USAID-KINERJA yaitu Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan pada tahun 2012 mencakup Papua. Program USAID-KINERJA difokuskan pada pengembangan tata kelola pemerintahan khususnya di aspek pelayanan publik pada bidang kesehatan, pendidikan, dan pengembangan iklim usaha yang kondusif. KINERJA menawarkan beberapa paket untuk ketiga sektor tersebut dengan pendekatan yang komprehensif untuk penguatan kapasitas dari sisi penyedia layanan dan pengguna layanan.

Harapan KINERJA, pengalaman pemerintah daerah dalam reformasi komprehensif dalam satu-dua layanan publik akan menjadi contoh yang baik agar pemerintah daerah secara mandiri dapat melakukan reformasi komprehensif dalam layanan publik pada program dan sektor lain.

KINERJA mendorong perbaikan layanan publik dari dua sisi, yaitu dari sisi pemberi layanan (supply side) dan sisi pengguna layanan (demand side). Dengan adanya intervensi di kedua sisi tersebut, diharapkan upaya untuk mencapai good governance menjadi lebih cepat, berkelanjutan dan dapat direplikasi.

Penguatan pada sisi pemberi layanan dilakukan melalui pembangunan kapasitas internal terkait dengan kebijakan, manajemen program, dan pemberian layanan. Penguatan pada sisi pemberi layanan dilakukan dengan menggunakan STTA (short term technical assistant/tenaga tehnik spesialis jangka pendek) yaitu konsultan lokal yang dikontrak berdasarkan kebutuhan, berpengalaman dan mempunyai keahlian untuk melakukan pelatihan, pendampingan, on the job training bagi petugas kesehatan di level dinas kesehatan dan puskesmas, bahkan sampai pada pendampingan petugas di level masyarakat.

(10)

memberikan bantuan teknis bagi daerah mitra KINERJA. Di masa mendatang OMP-KINERJA diharapkan akan menjadi mitra daerah setelah program KINERJA berakhir dan mampu memberikan bantuan teknis kepada daerah sebagai bagian dari strategi keberlanjutan dan replikasi.

Seri Pembelajaran ini dan bahan lain terlampir dapat dipakai, diadopsi, dan diadaptasi oleh pemda dan OMP menjadi lebih berdaya guna.

Bagi stakeholder lain, keberadaan modul ini akan memberi gambaran yang jelas tentang berbagai tahapan program/kegiatan yang membutuhkan keterlibatan dan dukungan para pihak sehingga dapat berperan aktif membantu unit pemberi layanan baik sebagai mediator, advokator, maupun motivator.

Inisiatif di Sektor Kesehatan

Dalam bidang kesehatan, USAID-KINERJA mendukung Kesehatan Ibu dan Anak sebagai prioritas utama kesehatan nasional jangka panjang dan jangka menengah melalui dua program yaitu (1) Persalinan Aman, dan (2) Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI Eksklusif. Kinerja melakukan penguatan terhadap Manajemen Puskesmas melalui pendampingan perencanaan puskesmas dengan sumber-sumber pendanaan yang tersedia seperti Biaya Operasional Kesehatan (BOK) dengan keterlibatan aktif MSF, sehingga menjadi perencanaan layanan kesehatan dasar yang partisipatif, akuntabel, responsif, dan transparan. Inovasi ini

menjadi dasar bagi terselenggaranya program Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif yang efektif dan eisien

sesuai dengan Standard Pelayanan Minimal (SPM).

MSF bidang kesehatan yang beranggotakan unsur-unsur jurnalis warga, media lokal, akademisi, dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, lintas sektor, DPRD, tokoh masyarakat/agama/adat, dan masyarakat, dengan keberpihakan kuat terhadap suara perempuan dan kaum muda pada level kabupaten dan kecamatan/ puskesmas menjadi penyeimbang supply dan demand side dengan berperan aktif sebagai mediator,

(11)

Pengembangan alat dan penerapan Survei Pengaduan dari penggunan layanan pada level puskesmas, yang ditindaklanjuti menjadi Janji Perbaikan Layanan oleh Puskesmas, dan disepakatinya Pengelolaan Penanganan Keluhan oleh MSF bersama puskesmas dan dinas kesehatan telah mampu menjadi penghubung yang dinamis antara supply dan demand side yang mengarah pada perbaikan kinerja layanan kesehatan yang berkelanjutan, dan secara sistematis berdampak pada meningkatkan cakupan program untuk mencapai SPM.

Inovasi KINERJA dalam pengelolaan Persalinan Aman melalui (1) Penerapan SOP Ante-Natal Care (ANC/ pemeriksaan kehamilan), dan SOP Penanganan Persalinan yang sesuai standar nasional dan diterjemahkan ke dalam bahasa yang mudah dibaca dan dimengerti oleh penerima layanan; (2) Pembuatan dan penerapan SOP Alur Layanan Puskesmas sesuai fasilitas dan sumberdaya yang ada di puskesmas; (3) Inovasi kantung persalinan, agar bidan puskesmas mampu membuat dan menggunakan kantung persalinan sebagai wujud akuntabilitas dan tanggap/siaga dalam menangani ANC, dan persiapan kegawat daruratan persalinan; dan (4) kemitraan bidan dan dukun, inovasi melalui MoU yang didasarkan atas partisipasi dan publikasi, kesetaraan, kejelasan peran dan tugas antara bidan dan dukun, serta insentif yang layak bagi dukun; dan (5) Perencanaan kegiatan dan sumberdaya puskesmas untuk mendukung persalinan aman bersama MSF.

Kelima dukungan tersebut mengarahkan puskesmas lebih partisipatif, transparan, akuntabel, responsif, dan inovatif sehingga di beberapa daerah mitra KINERJA telah berkontribusi nyata meningkatkan cakupan ANC dan persalinan di petugas kesehatan; kesiapsiagaan persalinan oleh bidan; dan pemanfaatan data ANC untuk monitoring serta pemecahan masalah.

KINERJA bersama OMP/ STTA lokal, dan dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan penguatan sisi supply

dengan menginisiasi pembuatan Alur Layanan, pelatihan dan pendampingan (on the job training) teknis SOP ANC dan SOP Penanganan Persalinan yang dibutuhkan oleh petugas kesehatan di puskesmas untuk peningkatan mutu layanan. Pada sisi demand, menginisiasi dan menambah jumlah kelas Ibu. Menginisiasi strategi promosi Persalinan Aman yang partisipatif, membangun kesadaran kritis masyarakat, dan inovatif dari level kabupaten/kota sampai level masyarakat.

(12)

Prinsip dalam Tata Kelola Persalinan Aman

1. Secara umum

Dukungan KINERJA untuk program persalinan aman sejalan dengan 4 strategi Kementerian Kesehatan dan

World Health Organisation (WHO) untuk meningkatkan mutu pelayanan ANC dan Persalinan Aman, yang masih lemah di daerah mitra KINERJA. Strategi KINERJA adalah 1) Perbaikan akses dan perawatan yang berkualitas, melalui transparansi perencanaan dan pembiayaan puskesmas dengan melibatkan MSF sehingga perencanaan puskesmas berpihak pada kebutuhan pasien, serta layanan yang berbasis standar nasional; 2) Bidang-bidang di dinas kesehatan ikut terlibat aktif dalam promosi kesehatan ke puskesmas dan masyarakat, kemitraan bidan dan dukun, dan MSF merupakan perpaduan multi pihak; 3) Mendorong keterlibatan

masyarakat, terutama perempuan, laki-laki/suami, dan remaja serta keluarga; dan 4) Meningkatkan

pengawasan manajemen, memperbaiki sistem informasi, pemantauan dan pembiayaan, dengan adanya janji perbaikan layanan, keterlibatan MSF dalam audit maternal berkala tingkat kecamatan untuk penyelesaian masalah KIA di tingkat puskesmas kebawah, dan penguatan inovasi kantong persalinan.

Dalam upaya peningkatan pelayanan puskesmas yang patisipatif, akuntabel, responsif, transparan dan inovatif, KINERJA mengacu kepada prinsip-prinsip layanan publik yang baik, yaitu:

KINERJA memberi dukungan kepada daerah mitranya untuk melaksanakan perbaikan layanan tertentu secara menyeluruh, mulai dari visi dan kebijakan sampai perencanaan dan penganggaran lengkap dan program pelaksanaan dan akuntabilitasnya kepada masyarakat

(13)

sampai pada pencabutan izin praktek bagi petugas kesehatan yang sudah tidak mau berubah dan terus melakukan pelanggaran peraturan.

Menggunakan dan mengadopsi pola yang sudah teruji oleh pemerintah pusat, kabupaten/kota, universitas, serta mitra pembangunan/donor lain.

Program dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas melalui pelatihan, pendampingan dan berbagi serta penyebarluasan informasi kepada unit layanan di daerah mitra.

Dalam mendorong keberlanjutan program, maka dilaksanakan melalui pihak ketiga yaitu OMP dengan mengutamakan sumberdaya/kapasitas lokal, supaya daerah mitra dapat bantuan fasilitasi setelah masa USAID-KINERJA selesai.

Pentingnya kesetaraan gender, dan tindakan khusus positif bagi kelompok marjinal (termasuk perempuan dan pemuda) untuk terlibat aktif dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai proses monitoring dan evaluasi.

Kinerja mendukung program yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Strategis Sektor Daerah, serta mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan. Pada level nasional, KINERJA berkoordinasi dengan kementerian yang terkait: beberapa institusi seperti BAPPENAS, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, dan Direktorat Jenderal PUM. Tim Koordinasi/Advisori dibentuk berdasarkan kebutuhan, dengan melibatkan: Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Kementerian Kesehatan,

Kementerian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal PUM sebagai mitra utama untuk pengawasan pelaksanaan di daerah, DJ Otonomi Daerah sebagai mitra utama untuk monitoring dan evaluasi dampak, DJ Pembangunan Daerah, BAKD), Kementerian Pendidikan, Kementerian PAN&RB, UP4K, serta lainnya.

Pengalaman Kabupaten Bulukumba tahun 2011 – 2013 dalam perbaikan Management Puskesmas:

• Dimulai dengan identiikasi tanggapan pengguna layanan puskesmas atau Survei Pengaduan. • Kemudian dibuat dan disepakati Janji Perbaikan Layanan Puskesmas

• Janji Layanan ditandatangani oleh wakil pengguna (MSF) dan kepala puskesmas dengan disaksikan

oleh DPRD.

• Puskesmas mulai melakukan pembenahan-pembenahan, seperti layanan loket yang kurang

memuaskan pasien, kemitraan bidan-dukun, kebersihan puskesmas dan toilet, serta tidak adanya ruang tunggu untuk pengantar.

• MSF membantu puskesmas untuk mencari jalan keluar dalam memenuhi Janji Perbaikan Layanan. • Puskesmas Bonto Bangun bersedia melakukan 32 jenis perbaikan dari harapan masyarakat.

Puskesmas Ujung Loe 18 jenis.

• MSF kemudian melakukan monitoring terhadap Janji Perbaikan Layanan tersebut.

• Perbaikan yang sudah dilakukan termasuk: klinik layanan, ketersediaan SOP layanan, pembenahan

(14)

1. Membangun komitmen pemerintah daerah dengan memfasilitasi tersedianya kebijakan lokal sebagai payung hukum daerah dan penyediaan anggaran bersumber APBD.

2. Penguatan supply side dengan membangun budaya organisasi, menyelenggarakan layanan yang sesuai standard dan SOP nasional. Keberadaan dan diterapkannya SOP Alur Layanan, dan SOP teknis ANC dan Persalinan menjadi indikator terlaksananya layanan yang berkualitas. SOP diterapkan untuk menjamin layanan diberikan sesuai standar baku, sebagai jaminan bagi masyarakat agar memperoleh pelayanan yang berkualitas dan berdampak pada meningkatnya kepuasan pasien.

3. Penguatan demand side melalui peningkatan pengetahuan dan partisipasi masyarakat dengan (a) mengadakan forum masyarakat dari unsur masyarakat yang mewakili semua pemangku kepentingan persalinan aman, yang disebut MSF, (b) dikembangkannya Manajemen Penanganan Pengaduan yang diawali dengan dilaksanakannya Survei Pengaduan Masyarakat, kemudian menyusun Janji Perbaikan Layanan (Service Charter) yang ditandatangi oleh kepala puskesmas, serta (c) tersedianya Unit Penyampaian Pengaduan di puskesmas. Proses ini menjadi bentuk komitmen, transparansi dan akuntabilitas pemberi layanan (puskesmas) kepada penerima layanan (masyarakat).

4. Dalam advokasi, KINERJA menggunakan MSF sebagai wadah terbangunnya kemitraan dengan lintas sektor (pemerintah dan swasta), kelompok masyarakat, dan media lokal untuk memiliki kepedulian bersama terhadap isu-isu yang muncul dari Survei Pengaduan Masyarakat, serta melakukan monitoring/ pengawasan terhadap implementasi kebijakan lokal dan Janji Perbaikan Layanan. MSF juga melakukan advokasi agar pemerintah daerah menganggarkan dan menyediakan petugas kesehatan yang terampil sesuai SOP nasional dalam melakukan ANC dan menolong persalinan baik di fasilitas kesehatan maupun di rumah.

(15)

6. Pengadaan Kemitraan Bidan dan Dukun dapat menjadi sebuah strategi unggulan untuk meminimalisasi praktek budaya yang sudah mengakar di masyarakat dan berdampak pada kesakitan dan kematian ibu dan bayi.

7. Upaya di atas didukung oleh pembuatan Peraturan Bupati/Walikota tentang Persalinan Aman.

(16)

Situasi yang Dihadapi di Daerah

Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) membuat pemerintah menempatkan upaya penurunan AKI dan AKB sebagai program prioritas nasional dan daerah. Capaian indikator SPM kesehatan termasuk cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan pertama (K1) dan kunjungan ke-empat (K4) untuk ANC, persalinan ditangani oleh tenaga kesehatan, dan persalinan di fasilitas kesehatan di banyak daerah di Indonesia juga masih rendah. RISKESDAS (2010) melaporkan bahwa hanya 61,4% perempuan melakukan ANC dan hanya 82,4% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Cakupan pelayanan sangat bervariasi antar daerah di Indonesia, dan daerah pedesaan seperti kebanyakan daerah mitra KINERJA seringkali jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Menurut temuan KINERJA, banyak petugas kesehatan yang melakukan ANC dan penolong persalinan belum sesuai SOP teknis karena keterbatasan pengetahuan, sarana, dan alat yang belum memadai; bidan desa sering tidak berada di tempat; kompetensi bidan junior/baru masih rendah; poskesdes dan polindes belum dimanfaatkan dan sarananya masih terbatas; banyak puskesmas yang belum mempunyai ruang persalinan; kurangnya komunikasi antara bidan dan dukun; dan terbatasnya ahli spesialis teknis untuk memberikan bimbingan regular kepada petugas. Kondisi di atas berdampak pada angka cakupan K1 – K4 yang belum sesuai SPM.

(17)

rendahnya pengetahuan masyarakat terutama ibu akan hak-haknya dalam ANC; pasien tidak tahu kemana mengeluh; dan keinginan masyarakat dan kemampuan puskesmas belum pernah dibicarakan bersama.

Hasil asesmen awal KINERJA ternyata Puskesmas belum menerapkan unsur partisipasi, tranparansi dan akuntabilitas kepada publik. Belum adanya budaya organisasi yang ramah ibu dan anak; di beberapa puskesmas, layanan KIA diberikan dalam ruang sempit atau ruang serba guna; dan belum terintegrasinya manajemen puskesmas sehingga anggaran yang tersedia kurang berdampak terhadap kualitas layanan puskesmas.

Pengalaman Kabupaten Bulukumba

• Pemerintah provinsi mengajukan surat minat kepada KINERJA.

• KINERJA merespon dengan memberikan 5 kabupaten/kota yang akan mendapat dukungan. • Dilakukan serangkaian pertemuan formal dan informal untuk membangun pemahaman, hubungan,

dan kepercayaan dari para pengambil keputusan di daerah.

• Dilakukan workshop tingkat provinsi dengan peserta dari stakeholders provinsi dan 5 kab/kota terpilih untuk mensosialisasikan pendekatan dan 3 paket dukungan KINERJA kepada Bappeda, Sekda, DPRD (ketua dan komisi B dan E), Dinas Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi yang dihadiri oleh eselon 2, 3 dan 4. KINERJA diwakili oleh STTA dari Jakarta, koordinator provinsi (PC) dan LPSS dari kab/kota penerima bantuan. Diakhiri dengan penandatanganan MoU antara KINERJA dengan Bapak Bupati.

• Pada workshop di provinsi, KINERJA meminta daerah untuk memilih 1 paket dukungan pada tahun pertama, kemudian dilanjutkan dengan paket lainnya pada tahun kedua.

Workshop di Dinas Kesehatan Kabupaten Bulukumba memilih puskesmas yang ada di dataran tinggi, dan perkotaan dengan wilayah pantai menjadi dampingan Kinerja.

• Fase implementasi dengan pendampingan kepada pemberi layanan tingkat dinas kesehatan dan

puskesmas serta kelompok masyarakat dilakukan oleh OMP bersama LPSS,

• Setelah dua tahun, MSF Bulukumba melakukan advokasi anggaran ke DPRD untuk peningkatan

sarana di puskesmas seperti tempat berteduh pasien, ruang tunggu, kebersihan toilet serta fasilitas lain yang dibutuhkan dalam survei kepuasan pasien.

• Bappeda kemudian mengundang MSF untuk terlibat dalam proses perencanaan di Musrembang

(18)

Saat KINERJA mulai di suatu provinsi, langkah pertama adalah konsultasi calon daerah mitra KINERJA dengan unsur pimpinan (eshelon 2 dan 3), yaitu ketua Bappeda, DPRD (Komisi Anggaran, Kesehatan dan Pendidikan), Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan. Output pertemuan kabupaten/kota memilih prioritas dari tiga sektor dukungan KINERJA yaitu Pendidikan, Kesehatan, dan Penguatan Iklim Usaha pada tahun pertama. Setelah terbangunnya komitmen pemerintah daerah, Pimpinan KINERJA bertemu dengan kepala daerah untuk membahas komitmen tersebut yang kemudian diatur dengan Penandatanganan Nota Kesepakatan (Memorandum of Understanding, MoU) antara kepala daerah dengan pimpinan KINERJA.

Provinsi Aceh

• IMPACT (Inspiration for Managing People Action) mendampingi Kota Banda Aceh dan Bener Meriah.

• PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan

Anak) mendampingi Simeulue, Aceh Singkil, dan Aceh Tenggara.

Provinsi Kalimantan Barat

• PKBI Kalbar (Perkumpulan Keluarga

Berencana Kalimantan Barat) mendampingi Kota Singkawang, Sambas, Melawi, Bengkayang, dan Sekadau.

Provinsi Sulawesi

• KOPEL (Komite Pemantau Legislatif

Sulawesi Selatan) mendampingi Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba.

• FIK ORNOP Sulsel (Forum Informasi

dan Komunikasi LSM Sulawesi Selatan) mendampingi Luwu dan Luwu Utara.

Provinsi Jawa Timur

• (PKBI) Jawa Timur mendampingi

Bondowoso.

• YAPIKMA (Yayasan Pemberdayaan Intensif

Kesehatan Masyarakat) mendampingi Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Tulungagung, Jember, dan Bondowoso melanjutkan PKBI Jatim.

• Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP)

melakukan penguatan untuk Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Bondowoso.

(19)

Berdasarkan MoU tersebut, KINERJA menugaskan seorang ahli layanan publik lokal (local public service specialist atau LPSS) di kantor pemerintah daerah (pemda). KINERJA mulai melakukan assesment

Organisasi Mitra Pelaksana (OMP) yang punya kapasitas governance dan juga berpengalaman dalam bidang kesehatan.

Tahap berikutnya di daerah yang memilih bantuan KINERJA di bidang kesehatan, dilakukan Konsultasi Tingkat Kabupaten/Kota dengan metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) (atau Focus Group Discussion) sebagai bentuk transparansi dan partisipasi pendekatan KINERJA. Konsultasi dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Bappeda dengan peserta pemegang program Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan Bidan, Kader Posyandu, Organisasi Masyarakat peduli kesehatan, Organisasi Profesi (Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia), Media, dan Tokoh Masyarakat (Kelompok Agama dan Adat) dengan perspektif jender. Output pertemuan ini diperolehnya (1) isu prioritas dalam Program KIA yang kemudian menjadi Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif; (2) penentuan puskesmas yang akan menjadi dampingan mitra KINERJA sesuai kriteria yang disepakati yaitu puskesmas yang pelayanannya masih kurang, puskesmas terpencil, puskesmas yang sudah cukup bagus.

Diskusi informal di kabupaten/kota dilakukan di luar diskusi formal bersama media (radio, media cetak), staf pemerintahan, DPRD, organisasi profesi untuk mendapatkan gambaran nyata tentang kondisi daerah mitra KINERJA selain data sekunder terkait sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan dari pemerintah daerah.

KINERJA menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil konsultasi daerah. KINERJA menawarkan kegiatan kepada organnisasi lokal dengan proses terbuka melalui beberapa tahap. Pertama, KINERJA mengirimkan

concept paper kepada organisasi yang telah teridentiikasi oleh KINERJA. KINERJA menyeleksi organisasi

yang memenuhi kriteria. Selanjutnya KINERJA menawarkan proposal (request for assignment). KINERJA membentuk tim penyeleksi dan hasil seleksi itu terpilih organisasi mitra pelaksana (OMP). Seluruh OMP kesehatan merupakan organisasi lokal yang ada pada kotak sebelah kanan.

LPSS dan OMP sebagai inisiator, motivator, dan fasilitator, melakukan pendekatan persuasif secara simultan kepada DPRD, Bappeda, pengambil keputusan di Dinas Kesehatan, serta tokoh masyarakat, dan organisasi profesi untuk mendapatkan dukungan moril dan pembiayaan (budget sharing). Unsur ini kemudian menjadi cikal bakal MSF.

(20)

OMP bekerja penuh pada tingkat kabupaten, puskesmas, dan masyarakat dalam memfasilitasi pelatihan, lokakarya, dan pendampingan masyarakat terutama MSF.

Salah satu kunci keberhasilan KINERJA adalah, karena KINERJA melakukan penguatan kapasitas OMP secara berkala, sehingga mereka mempunyai kemampuan yang memadai dalam memberikan bantuan teknis bagi daerah mitra KINERJA. Untuk penguatan supply side terkait teknis persalinan aman, KINERJA kemudian memberdayakan local champion dengan latar belakang kesehatan untuk mendukung kerja OMP di daerah.

OMP dan Local Champion dibina KINERJA untuk menjadi SDM lokal yang memiliki kapasitas sebagai agen perubahan di daerah dalam bidangnya masing-masing, diharapkan akan menjadi mitra pendamping

Contoh kasus: Kemitraan Bidan dan Dukun di Puskesmas Singkil - Aceh Singkil.

OMP bersama puskesmas mitra melakukan identiikasi angka persalinan oleh dukun. Dipilih desa yang

paling tinggi angka persalinan oleh dukun untuk melakukan Kemitraan Bidan dan Dukun.

Membangun persepsi lintas sektor tentang pentingnya kemitraan melalui pertemuan yang melibatkan dinas kesehatan, perangkat desa, imam mukim (camat), puskesmas, LSM, media, tokoh masyarakat, kader desa, bidan, dan dukun.

Penyusunan SK Kepala Desa Tentang Dukun yang akan bermitra. Desa memberikan insentif Kepada Dukun setiap bulan sebanyak Rp. 50.000 dari Sumber Anggaran Desa.

Bidan memberikan insentif kepada dukun sebanyak Rp. 50.000 setiap persalinan yang ditolong secara bersama.

(21)

pemerintah daerah setelah program KINERJA berakhir sebagai bagian dari strategi keberlanjutan dan replikasi. Oleh karena itu Seri Pembelajaran ini menjadi penting sebagai panduan praktis pelaku yang berkepentingan kedepan.

LPSS dan OMP selalu berkoordinasi dengan jajaran pemerintah daerah melalui Tim Teknis yang terdiri dari unsur-unsur Bappeda, Dinas Kesehatan, Bagian Organisasi, Bagian Keuangan, Badan Kepegawaian Daerah, dan lembaga-lembaga non-pemerintah. Tim Teknis ini dibentuk secara resmi dan berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota, berperan mengawal kelancaran program KINERJA, advokasi anggaran, dan melakukan monitoring pelaksanaan kegiatan.

3. Penyusunan Rencana Kerja

Setelah MoU ditandatangi, kemudian dilanjutkan dengan konsultasi kabupaten/kota. Tahap selanjutnya adalah Tim KINERJA yang terdiri atas STTA dan LPSS, melakukan kunjungan ke puskesmas calon dampingan untuk melakukan DKT bersama kepala puskesmas, bidan, kader posyandu, dan tokoh masyarakat. Diskusi ini bertujuan untuk (1) memperkenalkan program governance KINERJA, (2) melakukan penjajakan terhadap komitmen kepala puskesmas dan bidan koordinator, (3) memperoleh informasi langsung dari unit pemberi layanan tentang isu KIA, tantangan dan kendala dalam memberikan layanan KIA, serta (4) dukungan yang diharapkan dari KINERJA. Hasil pertemuan ini kemudian menjadi Usulan Rencana Kerja/Kegiatan paket Persalinan Aman. Tugas STTA di pusat memastikan usulan rencana kerja sejalan dengan RPJMD serta perencanaan dan penganggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Proses Kerja

1. Peran Masing-masing

Stakeholder

LPSS membimbing dan memfasilitasi OMP untuk mulai melibatkan SKPD, organisasi profesi, universitas, pemerintah daerah, Bappeda, dan media lokal dalam berbagai kegiatan yang akan dilakukan untuk membangun rasa memiliki terhadap program Persalinan Aman selanjutnya. Tahapan ini sangat penting sebagai titik awal untuk membangun peran para pihak seperti:

(22)

sertakomisi DPRD yang terkait. MSF kemudian menjadi tim penyusun draf peraturan bupati/walikota tentang Persalinan Aman sampai konsultasi publik, dan monitoring pelaksanaan peraturan tersebut.

DPRD berperan dalam memonitor pelaksanaan program KINERJA, di beberapa kabupaten/kota DPRD menjadi anggota atau ketua MSF, sebagai advokat kepada internal DPRD dan kepada pihak eksekutif (kepala daerah dan panitia anggaran) untuk memperlancar persetujuan anggaran yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan Persalinan Aman. Pada daerah dimana bupati/walikota mempunyai komitmen yang lebih tinggi dari DPRD, justru kepala daerah yang melakukan advokasi kepada DPRD untuk mengalokasikan anggaran, seperti di Kabupaten Sambas, Bondowoso, Simeulue, Luwu Utara, dan Kota Probolinggo.

2. Pelaksanaan Rencana Kerja

Program dukungan Persalinan Aman model KINERJA dilaksanakan melalui tahapan yang bervariasi sesuai kondisi daerah dan kekuatan daerah, namun secara umum mengikuti pola sebagai berikut:

Persamaan persepsi dan membangun komitmen para pihak. Diawali dengan koordinasi dan komunikasi intensif antara LPSS, OMP, dan STTA KINERJA untuk persamaan persepsi tentang pendekatan governance. Dilanjutkan dengan melakukan inisiasi dan sosialisasi kepada lintas sektor, Bappeda, DPRD dan tokoh masyarakat tentang persalinan aman. Proses ini merupakan tahap penting yang bertujuan untuk membangun pemahaman, persepsi, dan kepedulian bersama untuk membangun komitmen awal dalam pelaksanaan program.

Penguatan Puskesmas. OMP bersama dinas kesehatan melakukan sosialisasi program dukungan KINERJA kepada puskesmas terpilih sebagai calon mitra. Secara bertahap dilakukan penguatan perbaikan

puskesmas mulai dari yang kurang daya sensitiitas terhadap personil dan secara nyata membantu kerja

(23)

Setelah LPSS, OMP, dan MSF mempunyai komunikasi yang intensif dengan puskesmas, barulah OMP mulai bicara tentang perencanaan puskesmas yang melibatkan MSF, penentuan prioritas dan anggaran sesuai kebutuhan masyarakat melalui keterwakilan MSF, dan keterlibatan MSF dalam audit maternal minilok puskesmas/kecamatan.

Ketika puskesmas sudah merasakan manfaat bermitra dengan OMP, MSF serta mengerti pendekatan

governance KINERJA, baru usulan tentang survei pengaduan dan Janji Perbaikan Layanan diterapkan (umumnya setelah 6 bulan pendampingan). Transparansi dana BOK, JAMPERSAL, Unit Pengaduan Keluhan masyarakat dilakukan atas kehendak puskesmas sendiri yang terbangun dari kesadaran kritis personilnya karena ingin menunjukkan bahwa mereka adalah puskesmas yang partisipatif, akuntabel, responsif, transparan, dan inovatif. Hasil kegiatan ini baru mulai kelihatan setelah 1 tahun pendampingan.

Minimalisasi konlik menjadi pilihan strategi KINERJA dalam beraktiitas.

Pembentukan MSF. OMP bersama dinas kesehatan dan puskesmas mitra melakukan pemetaan LSM, media lokal, serta tokoh kunci di masyarakat yangkemudian menjadi calon MSF kabupaten dan MSF

kecamatan. Pendampingan lewat pertemuan rutin membicarakan peran dan fungsi MSF kepada unsur-unsur masyarakat diatas sampai mereka sepakat membentuk MSF kabupaten dan kecamatan.

Formatur keanggotaan MSF kabupaten di beberapa daerah bervariasi, sebagian mengambil dari MSF kecamatan sehingga MSF kabupaten adalah unsur-unsur dari MSF kecamatan ditambah universitas dan lintas sektor, serta swasta. Namun dibeberapa daerah lainnya, MSF kabupaten tidak diwakilkan oleh MSF kecamatan. Pada model pertama, isu-isu yang muncul di tingkat desa dan kecamatan akan otomatis menjadi isu MSF kabupaten/kota, sedangkan pada pola kedua, OMP berperan memfasilitasi temuan MSF kecamatan sebagai bahan advokasi MSF kabupaten/kota.

Beberapa daerah seperti Kabupaten Bengkayang di Kalimantan Barat memilih untuk melegalkan MSF menjadi berbadan hukum. Pilihan ini kemudian memberikan kekuatan hukum bagi MSF dalam advokasi dan mendorong terlaksananya pelayanan Persalinan Aman yang sesuai SOP teknis nasional.

• Penguatan MSF. OMP memfasilitasi pertemuan berkala peningkatan kapasitas MSF untuk berbagi

(24)

Puskesmas dengan disaksikan oleh MSF, kepala daerah, dan DPRD sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.

• Melakukan advokasi pentingnya payung hukum daerah. Hasil survei pengaduan juga menjadi bahan

advokasi berbasis fakta yang dibutuhkan pengguna layanan kepada dinas kesehatan, dan pemerintah daerah. LPSS, OMP, MSF dengan promotor utama dinas kesehatan, bersama melakukan advokasi ke pemerintah daerah tentang pentingnya ketersediaan payung hukum daerah untuk persalinan aman. Secara partisipatif unsur tersebut terlibat mulai dari inisiasi, pembuatan draf peraturan, dan diskusi publik dengan melibatkan peran media cetak dan radio, sampai pada akhir. Banyak daerah belum mulai melibatkan universitas dan swasta dalam proses ini, sehingga perlu perbaikan ke depan.

Keberlanjutan MSF. MSF didampingi OMP mengintegrasikan perencanaan MSF ke dinas kesehatan dan puskesmas, bertujuan untuk terjaminnya keberlanjutan program yang melibatkan MSF. Salah satu strategi advokasi MSF adalah kunjungan ke unit layanan (Puskesmas) untuk berdiskusi dengan manajemen puskesmas. Dengan pendampingan intensif dari Dinas Kesehatan, MSF melakukan advokasi kepada pemerintah daerah untuk ketersediaan payung hukum, dan anggaran pendukung dalam menjalankan peraturan bupati/walikota tentang persalinan aman.

(25)

Proses Perubahan dan Manfaat

Perubahan nyata dukungan KINERJA untuk paket Persalinan Aman dapat dilihat di beberapa Kabupaten seperti Sambas, Aceh Singkil, Bener Meriah, Luwu, Luwu Utara, Bondowoso, Probolinggo, dan Jember. Indikator perubahan yang dapat dilihat termasuk:

Dari sisi pemerintah daerah: Tersedianya Peraturan Bupati/Walikota tentang Persalinan Aman

sebagai payung hukum yang disusun secara partisipatif dengan keterlibatan aktif MSF mulai dari inisiasi

pembahasan draf, konsultasi publik, hingga inal. Payung hukum tersebut mengikat tenaga kesehatan

untuk memberikan pelayanan sesuai standar nasional. Dari sisi pengguna layanan, memberi ruang partisipasi masyarakat serta kewajiban untuk melakukan monitoring dan terlibat aktif meningkatkan mutu layanan kesehatan sebagai tanggung jawab bersama antara supply dan demand side.

Meningkatnya komitmen pemerintah daerah juga dilihat dari dukungan dana APBD untuk menunjang pelaksanaan Kemitraan Bidan dan Dukun, serta melakukan replikasi ke puskesmas di wilayahnya dengan jumlah yang bervariasi di masing-masing daerah. Di Bondowoso, pelantikan Ibu Bupati Bondowoso sebagai Ibu Pendamping Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif disebut UMMI PERSAMEDA. Ibu Bupati aktif mengkampanyekan gerakan Persalinan Aman, IMD dan ASI Eksklusif sampai ke tingkat desa di seluruh wilayah Bondowoso melalui forum pertemuan PKK. Hasil ini dapat dilihat setelah satu tahun pendampingan.

Dari sisi supply: Adanya SOP Alur Layanan yang transparan kepada pasien, sehingga pasien mengetahui jenis layanan yang tersedia di puskesmas, arah pemeriksaan dan pengobatan, dan waktu yang dibutuhkan untuk diberikan layanan tersebut.Adanya kesepakatan fungsi dan tugas dalam Kemitraan Bidan dan Dukun berazaskan partisipasi dan kesetaraan, serta insentif yang adil. Bidan berfungsi menolong teknis medis dan dukun berfungsi sebagai motivator dan promotor untuk ANC dan persalinan di petugas kesehatan, serta memberikan layanan ritual/budaya positif sehingga meningkatkan cakupan ANC dan persalinan oleh tenaga kesehatan. Bidan puskesmas yang memberikan pelayanan ANC dan pendampingan persalinan sesuai SOP meningkat secara kuantitas dan kualitas. Misalnya, di Kabupaten Bondowoso telah tersedia kotak kegawatdaruratan dalam penanganan persalinan dilengkapi dengan peralatan dan obat yang diperlukan.

(26)

anjuran dukun supaya melahirkan dengan bantuanpetugas kesehatan terutama fasilitas kesehatan.

Perubahan di atas berdampak pada perbaikan cakupan SPM. Di kabupaten tersebut di atas terjadi peningkatan cakupan ANC (K1-K4), persentase komplikasi kebidanan yang ditangani bidan, maupun persentase persalinan oleh tenaga kesehatan/fasilitas kesehatan. Meskipun beberapa daerah seperti Kabupaten Aceh Singkil menunjukkan penurunan pada hampir semua cakupan di atas setelah adanya pendampingan KINERJA, rasionalisasi data tersebut salah satunya karena adanya perbaikan dalam pencatatan dan pelaporan KIA. Persalinan di dukun telah menurun di kebanyakan desa atau wilayah puskesmas yang mempunyai kemitraan bidan dan dukun. Hal ini tercapai dalam 1 tahun pendampingan.

Yang penting adalah tersedianya tenaga kesehatan lokal yang mampu, mau dan menguasai SOP nasional

dalam Persalinan Aman.

Dari sisi penerima layanan: MSF kecamatan aktif berperan memonitor Janji Perbaikan Layanan, dan juga secara dinamis dan simultan bersama puskesmas melakukan promosi dan pendidikan kritis dengan istilah lokal kepada masyarakat yang menghasilkan strategi unik dan inovatif dari kelompok masyarakat untuk berperan aktif menolong sesama melakukan promosi supaya masyarakat memeriksakan kehamilan (ANC) dan melahirkan di fasilitas kesehatan. Beberapa MSF juga memasang baliho persalinan gratis di puskesmas dan beberapa lokasi strategis di jalan raya sebagai bentuk promosi dan transparansi puskesmas.

Para ulama/tokoh agama di Bondowoso, Jember, Sambas, dan Singkawang sudah mengintegrasikan materi persalinan aman kedalam khotbah mereka dan para ulama dan pendeta melakukan penyuluhan/ konseling pra-nikah kepada masyarakat. Para perias pengantin Kabupaten Probolinggo bangga karena mampu memberikan wejangan kepada para calon pengantin yang dirias untuk melaksanakan pemeriksaan kehamilan dan persalinan di petugas kesehatan. Aktifnya Ummi Persameda (Duta Persalinan Aman) di tingkat kecamatan dan desa sebagai promotor tingkat komunitas. Radio lokal memberikan waktu tayang rutin untuk talk show terkait dengan Peralinan Aman di Tulungagung dan Kabupaten Probolinggo. Perubahan ini mulai tampak setelah pendampingan KINERJA – OMP selama 1 tahun.

(27)

masih tabu, enggan, dan dilarang menurut adat lokal. Kritik, usulan dan saran dari masyarakat bermunculan untuk menjawab kebutuhan layanan kesehatan masyarakat di hotline klinik Sambas. Ibu hamil menggunakan hotline klinik untuk meminta layanan emergensi dengan ambulan dan bidan untuk persiapan persalinan di fasilitas kesehatan. Sehingga puskesmas merespon dengan Kartu Emergensi Persalinan dengan menuangkan nomor telephone kepala puskesmas, bidan koordinator, bidan desa, kepala desa, serta MSF kecamatan sebagai kontak yang dapat dihubungi keluarga saat emergensi terjadi. Keterlibatan MSF dalam audit maternal perinatal tingkat kecamatan dirasakan sangat membantu dalam pemecahan masalah terhadap persoalan yang dihadapi Puskesmas seperti di kabupaten Simeulue, Singkil dan Sambas.

Di Sambas, manfaat dampingan KINERJA yang paling dirasakan adalah hasil kerja MSF bersama puskesmas dalam menyediakan Survei Pengaduan Layanan, Kemitraan Bidan dan Dukun, dan Mekanisme Pengaduan. Semua unsur governance paket KINERJA jelas terpampang dan berjalan di puskesmas Semparok. Alamat surat, SMS, dan telpon untuk pengaduan, serta respon paling lama akan diterima dalam 2 hari kerja bila pengirim memberikan alamat yang jelas.

(28)

Tantangan

Dalam mendukung paket Persalinan Aman, selama dua tahun pendampingan KINERJA ditemukan tantangan yang bervariasi antar daerah dan level pemerintahan. Namun secara merata ditemukan adanya mitos, tabu, dan budaya yang menghambat Persalinan Aman dan masih cukup kuat diterapkan oleh masyarakat di daerah mitra KINERJA mulai dari Provinsi Jawa Timur sampai Sulawesi. Petugas kesehatan dari tingkat dinas kesehatan sampai bidan di desa mempunyai pemahaman dan keterampilan yang bervariasi tentang standard dan SOP untuk ANC dan pertolongan persalinan karena lemahnya penerapan standar dan SOP nasional. Ada beberapa contoh tantangan yang dihadapi oleh stakeholder.

Pada tingkat Pemerintah Daerah

Belum tegas menerapkan peraturan bupati/walikota khususnya tentang insentif dan sanksi terhadap petugas yang tidak bekerja sesuai standard dan SOP nasional pada level pemberi layanan baik publik maupaun swasta di wilayahnya.

Belum optimal menyediakan fasilitas (alat, bahan) dan personil kesehatan yang mengerti dan terampil melakukan ANC dan penolong persalinan sesuai standard dan SOP nasional.

Advokasi anggaran seringkali tidak sesuai dengan siklus penganggaran berjalan.

Pergantian pimpinan daerah kemungkinan diikuti dengan mutasi personil dinas kesehatan, dan puskesmas sehingga hubungan kerja dimulai dari awal kembali.

Pada tingkat Dinas Kesehatan dan Puskesmas

(29)

Adanya personil pada tingkat pengambil keputusan di dinas kesehatan dan puskesmas yang kurang memberikan daya dukung sehingga seringkali menjadi penghambat program.

Banyak petugas yang belum melakukan ANC dan penolong persalinan sesuai standar dan SOP teknis.

Miniloka puskesmas/kecamatan bersama lintas sektor dan MSF sering tidak terlaksana karena hambatan biaya.

Pada tingkat MSF, Masyarakat dan Pemberi Kerja

Masih kentalnya budaya, mitos, tabu yang berdampak meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi seperti badapu di Aceh Singkil dan pamali periksa hamil pada trimester awal pada daerah Tapal Kuda, Jawa Timur.

• Cukup banyak daerah yang masyarakatnya cenderung periksa kehamilan dan melahirkan di dukun dari

pada petugas kesehatan dengan alasan lebih terjangkau transport dan biaya, nyaman karena komunikasi interpersonal yang baik, dan meyakinkan karena budaya.

• Masih terbatasnya pengetahuan MSF tentang Persalinan Aman sementara mereka diharapkan berperan

mengawal dan melakukan montoring/pengawasan terhadap Janji Layanan serta memberikan masukan terhadap keluhan masyarakat yang muncul.

• Masih tingginya angka pernikahan dini (misalnya Bondowoso, Jember, dan daerah Tapal Kuda) akibat

faktor kemiskinan dan budaya masyarakat.

• Masyarakat masih lebih percaya kepada dukun, dan adanya kepercayaan bahwa pada awal kehamilan

tidak boleh diperiksakan ke bidan/dokter.

• Pertemun MSF rawan tidak berkesinambungan karena sebagian besar anggota MSF dari non-pemerintah

masih mengharapkan dibayar dana tranportasi sementara puskesmas atau pemerintah kecamatan tidak memiliki dana untuk menggantikan biaya transport itu.

Pada level OMP

Keterbatasan pengetahuan tentang pendekatan KINERJA dan teknis Persalinan Aman membatasi mereka dalam melakukan pendampingan kepada Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan MSF. KINERJA menjembatani dengan STTA lokal.

• Daerah yang terpencil (berbatasan dengan sungai, gunung, laut) dan berjauhan antara satu puskesmas

dengan yang lainnya berdampak rendahnya koordinasi dengan waktu proyek yang sangat pendek.

• Pendekatan dengan pihak swasta pada tahun pertama masih dirasakan kurang.

• Banyak OMP Kinerja tidak berasal dari mitra lokal (kabupaten/kota). Pada saat program KINERJA tutup

(30)

Cerita Sukses

Di bawah ini beberapa contoh cerita sukses dari hasil dampingan KINERJA. Kemitraan Bidan dan Dukun di Puskesmas Singkil, Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

• Kemitraan dimulai bulan April 2012. Pada tahap pertama, kemitraan diterapkan di 2 desa, kemudian

dikembangkan di 5 desa lainnya.

• Pertolongan persalinan oleh dukun menurun menjadi 0% di wilayah Puskesmas Singkil. Tahun 2011

terdapat 18 persalinan yang ditolong dukun, menurun menjadi 8 persalinan pada tahun 2012, dan mencapai 0 pada tahun 2013.

• Puskesmas Singkil akan melakukan scaling-up dengan melibatkan dukun secara aktif dalam promosi kesehatan di komunitas sebagai “Pelopor Kesehatan di Desa”.

• Melakukan monitoring pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun setiap tiga bulan untuk melihat hasil dan

kendala yang dihadapi.

• Kemitraan Bidan dan Dukun di Puskesmas Singkil telah dicanangkan untuk direplikasi ke seluruh

Kabupaten Aceh Singkil.

• Peluncuran Kartu Emergency Persalinan dan Hotline Pelayanan Kesehatan di seluruh Puskesmas.

• Memberikan penghargaan kepada kemitraan bidan dan dukun terbaik.

Puskesmas Semparuk, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.

• Sebelum pendampingan KINERJA, Puskesmas Semparuk melakukan pelayanan rutin tanpa

mempertimbangkan mutu layanan serta kenyamanan pasien yang datang ke Puskesmas. KINERJA mulai memperkenalkan hak masyarakat termasuk yang miskin dan tidak mampu menjadi tanggungjawab negara termasuk puskesmas.

• Puskesmas Semparuk merasa perlu melakukan perubahan untuk merespon keinginan masyarakat

(31)

• Keterbatasan membuat mereka berusaha menjalin kemitraan dengan semua pihak untuk mencapai

pelayanan publik yang memuaskan sisi demand. Meskipun pada awalnya muncul berbagai ketakutan dan penolakan dari banyak staf puskesmas dengan alasan, seperti sulit menyamakan persepsi dan komitmen tentang perbaikan layanan dari sisi petugas dan masyarakat; kemitraan nantinya akan menambah beban kerja petugas dengan berbagai komitmen yang harus disepakati; adanya campur tangan pihak luar dalam pengelolaan dan pelayanan puskesmas; beban pimpinan puskesmas untuk menegakkan aturan dan SOP; serta disiplin pegawai yang sudah lama terabaikan.

• Seiring dengan keinginan masyarakat yang difasilitasi OMP supaya puskesmas Semparuk berubah, pada

tahun 2013 Kabupaten Sambas juga berubah dari layanan publik menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), yang berarti kewenangan Pengelolaan Puskesmas secara penuh dipegang pihak puskesmas. Perubahan ini sangat berpengaruh besar dalam perubahan Puskesmas Semparuk.

• BLUD mempersyaratkan: citra pegawai yang baik, adanya staf yang berkembang pengetahuan dan

ketampilannya, menerapkan standar SOP dan aturan, menghindari komplain masyarakat.

• KINERJA mendukung perubahan di Puskesmas mulai dari memahami harapan dan keluhan masyarakat

melalui Survei Pengaduan Masyarakat. Kemudian muncul indeks pengaduan masyarakat, dipecahkan melalui pertemuan kemitraan lintas sektor dan unsur-unsur masyarakat. Masalah internal puskesmas diselesaikan melalui pertemuan microplanning untuk kemudian menyusun rencana aksi.

• Secara isik, puskesmas nyata terjadi peningkatan transparansi, seperti pemasangan Alur Pelayanan

Puskesmas, Waktu Tunggu Pelayanan, Janji Perbaikan Layanan, Cara Penyampaian Keluhan, Tarif Retribusi Layanan berdasarkan peraturan daerah terbaru, Standar Layanan, dan informasi JAMPERSAL, yang menjadi hiasan dinding yang dapat dilihat oleh pasien yang datang ke puskesmas. Klinik KIA dan ruang bermain anak berubah sesuai dengan permintaan masyarakat dalam janji layanan. Kemitraan Bidan dan Dukun telah mampu menurunkan pertolongan persalinan oleh dukun dari 77 persalinan tahun 2010 menjadi 0 pada tahun 2013.

• Terjadi perubahan budaya organisasi, terbuka melakukan kemitraan dengan MSF yang kemudian

menjadi jembatan antara puskesmas dengan keinginan masyarakat; petugas terbuka untuk menerima saran, kritik atau pengaduan; mendorong terbentuknya puskesmas Ramah Ibu dan Anak; lebih banyak menjalin jejaring untuk pemberdayaan masyarakat; dan terus berusaha memperbaiki mutu layanan melalui penerapan janji layanan untuk peningkatan kepuasan pengguna layanan. Pelayanan menjadi lebih cepat, murah, dan mudah. Lokakarya lintas sektor bersama MSF untuk pemecahan persoalan dilakukan secara berkala, Pos Kesehatan Desa, Posyandu, Muspika Kecamatan menjadi bagian aktif dari MSF kecamatan.

(32)

dengan aktiitas menjangkau 26 sekolah.

• Tersedia dan berfungsinya Ustad terlatih untuk Promosi Kespro Remaja di pesantren

• Komitmen untuk terintegrasi dalam APBD melalui layanan kesehatan peduli Ibu, Anak & Remaja • Media kampanye yang dibuat remaja: 7 video diary, 46 stiker dan poster, 35 artikel karya anak.

Replikasi dan

Scaling up

Replikasi

Program Persalinan Aman dengan pendekatan model KINERJA telah direplikasi oleh beberapa instansi pemerintah dengan berbagai sumber pendanaan, termasuk:

• Kemitraan Bidan dan Dukun sudah direplikasi pada seluruh puskesmas di Kabupaten Aceh Singkil dengan

berbagai sumber pendanaan yaitu Dinas Kesehatan kabupaten, dana BOK, JAMPERSAL, OMP, dan Anggaran Dana Desa (ADD).

• Kabupaten Sambas dengan menggunakan dana APBD telah mereplikasi seluruh paket kesehatan

KINERJA dari 6 menjadi 13 puskesmas pada tahun 2013 dan akan dilanjutkan dengan 7 puskesmas lain baru pada tahun 2014.

• Peluncuran Kartu Emergency Persalinan dan Hotline Pelayanan Kesehatan di seluruh Puskesmas di Kabupaten Aceh Singkil pada Januari 2014.

• SOP ANC sudah diterapkan pada seluruh puskesmas di Singkil, Simeulue dan 2 puskesmas lainnya di

Bener Meriah.

• Survei pengaduan sudah direplikasi pada semua puskesmas di Kota Probolinggo.

(33)

Daya Ungkit dalam Program KINERJA

Faktor pendorong suksesnya program Persalinan Aman bervariasi di setiap daerah. Kesamaannya pada faktor kepemimpinan yang kuat dari pimpinan daerah dan sektor teknis, serta peran aktif agen perubahan dalam wujud kepala bidang atau kepala seksi KIA, kepala puskesmas, LPSS, OMP, serta unsur-unsur dalam MSF. Ketika kelima unsur tersebut menunjukkan komitmen yang tinggi dan mempunyai pemahaman kritis tentang pendekatan model KINERJA, maka program dijamin akan memperlihatkan hasil dalam waktu singkat (1 sampai 2 tahun). Khusus untuk Kemitraan Bidan dan Dukun, kunci keberhasilan sangat bergantung pada komitmen kepala desa, kepala puskesmas, bidan koordinator di puskesmas, dan MSF kecamatan dengan inisiasi kuat dari OMP.

Pengungkit di Kabupaten Probolinggo, Bondowoso, Sambas, Aceh Singkil, Bener Meriah, Simeulue, dan Kota Singkawang pada awalnya adalah sosok LPSS dan OMP yang menguasai pendekatan KINERJA dan punya komitmen tinggi melakukan perubahan, dan berpadu dengan kepemimpinan kepala daerah atau sekretaris daerah yang memang menginginkan perubahan positif. Di Dinas Kesehatan, level eselon 2 dan 3 mempunyai pemahaman yang kuat tentang program dan menginisiasi perubahan, siap bertemu dengan komitmen dan proaktif dari LPSS dan OMP, dan mampu menggerakkan MSF menjadi agen perubahan yang melakukan

(34)

Tantangan

Pengalaman KINERJA selama 2 tahun memberikan rekomendasi hasil terobosan yang sebagian telah dilakukan menghadapi tantangan yang disampaikan dalam Bab sebelumnya.

Rekomendasi untuk Pemerintah

Komitmen

Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Kesehatan daerah yang dituangkan dalam bentuk tersedianya payung hukum daerah, dukungan pendanaan, memelihara local champion dan SDM yang sudah terlatih pada tempat yang sesuai.

Membangun Partisipasi Masyarakat

Menyediakan sumberdaya lokal untuk terbentuk dan berperannya model MSF dan Pengelolaan Manajemen Puskesmas yang bertata kelola baik dengan mewujudkan partisipasi aktif sisi demand, dan transparansi serta akuntabilitas sisi supply yang akan berdampak pada capaian SPM dan peningkatan kinerja layanan kesehatan (publik).

Mempertahankan keterlibatan MSF untuk berperan aktif membantu unit pemberi layanan sebagai mediator, advokator, motivator, dan penyelesai masalah dengan dukungan sumber daya lokal. Meningkatkan peran universitas dan pihak swasta mulai dari proses perencanaan program sampai pada monitoring dan evaluasi kegiatan.

Monitoring

dan Pengawasan Personal dan Komunal

(35)

Materi dan Alat Pembelajaran Puskesmas

Mendukung dinas kesehatan/sektor teknis untuk mengadopsi dan mengadaptasi Puskesmas (unit layanan) model KINERJA dengan bantuan alat dan bahan dari pembelajaran KINERJA serta bimbingan dari LPSS, OMP, dinas kesehatan dan puskesmas mitra KINERJA secara bertahap sesuai kemampuan daerah.

Kemitraan Bidan dan Dukun model KINERJA dapat direplikasi ke wilayah lain karena telah terbukti

meningkatkan cakupan ANC dan persalinan oleh dan di fasilitas kesehatan untuk mencapai SPM Kesehatan.

Tenaga Kesehatan

DPRD, Pemerintah Daerah, dan MSF perlu mendukung dinas kesehatan untuk menyiapkan tenaga

kesehatan yang inovatif dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai standard dan SOP nasional serta membudayakan penerapan berbagai model Insentif dan Sanksi untuk layanan publik.

Hubungan dengan Penyedia Layanan Swasta

Koordinasi dan monitoring Dinas Kesehatan kepada penyedia layanan kesehatan swasta (rumah sakit daerah dan klinik bersalin) dipersyaratkan untuk diperkuat.

Insentif dan Sanksi

Dibutuhkan inovasi kreatif untuk Insentif dan Sanksi bagi pemberi dan penerima layanan.

Melindungi

Menjadi pelindung bagi organisasi dan petugas yang menerapkan larangan serta sanksi berkaitan pelaksanaan payung hukum daerah.

Motivasi Kepada Penyedia

Mendorong peran sektor pemerintah dan swasta dalam menyediakan dukungan tempat pemberian ASI beserta konselornya di tempat kerja dan fasilitas umum.

Motivasi Kepada Media

(36)

Kesetaraan gender dan suara kelompok rentan dalam program krusial penting, sehingga KIA khususnya Persalinan Aman menjadi tanggung jawab semua pihak.

Rekomendasi untuk Organisasi Mitra Pelaksana

Kepada OMP yang melakukan advokasi terhadap layanan publik yang berpihak kepada masyarakat marginal, rekomendasi di bawah ini akan mempercepat dan memperkaya gerakan komunitas:

Perubahan pelayanan publik dengan penguatan tiga pilar governance melalui inovasi kebijakan lokal, pemberi layanan, dan penerima layanan terbukti cost effective, dan berkelanjutan sehingga layak diadopsi dan diadaptasi dengan material/alat yang sudah ada.

Unsur-unsur governance seperti partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan program dengan pengembangan model inovasi, insentif, dan sanksi perlu tertuang jelas dalam desain dan implementasi program.

Dibutuhkan penguatan personil OMP dengan pendekatan governance KINERJA dalam management

puskesmas dari sisi suplai dan gerakan masyarakat dari sisi supply agar terjadi peningkatan kualitas pelayanan dan pengarusutamaan gender dalam semua aspek perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi kegiatan/program kesehatan.

Memastikan keterlibatan yang proporsional antara laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan

program kesehatan, menyediakan pelatihan yang ditargetkan untuk perempuan, dan juga laki-laki untuk meningkatkan peran serta mereka dalam KIA sebagai bentuk pengarusutamaan gender.

Kemitraan Bidan dan Dukun model KINERJA dapat menjadi strategi unggulan untuk meminimalisasi prilaku dari pemahaman budaya yang melemahkan promosi kesehatan dan berdampak pada peningkatan persalinan pada tenaga kesehatan terlatih yang dapat menurunkan kesakitan dan kematian ibu serta anak.

Identiikasi terhadap local champion pada tingkatan Middle Management (eselon 3 – 4) di SKPD teknis sangat penting untuk menggantikan peran Local Public Service Specialist (LPSS) yang ditugaskan di daerah mitra KINERJA.

(37)

Penting untuk menyesuaikan waktu pendampingan dengan siklus perencanaan dan penganggaran di kabupaten/kota.

Memilih gerakan masyarakat yang sudah mengakar dan aktif di masyarakat

Mengadopsi dan mengadaptasi material, alat, dan bahan yang sudah dikembangkan KINERJA sebagai pendekatan program di bidang lain menjadi pilihan yang terbukti membuat perubahan positif dalam waktu 1 – 2 tahun pendampingan.

Meningkatkan peran universitas dan perusahaan/swasta mulai dari tahap perencanaan sampai monitoring

dan evaluasi.

Rekomendasi untuk Lembaga Diklat dan Universitas

Lembaga-lembaga pendidikan dan latihan (Diklat), baik pemerintah maupun non-pemerintah, mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program tata kelola persalinan aman. Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat:

Memasukkan pendekatan governance KINERJA kedalam kurikulum Diklat

Mengadopsi dan mengadaptasi material, alat, dan bahan yang sudah dikembangkan KINERJA ke dalam bahan ajar Diklat yang sudah ada sebagai inovasi Diklat.

Kepada Badan Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan yang sesuai standar dan SOP nasional menjadi kebutuhan yang bersifat segera dan

menyeluruh.

Mengadakan kemitraan bidan dan dukun sebagai strategi unggulan untuk meminimalisasi prilaku dari pemahaman budaya yang melemahkan promosi kesehatan dan berdampak pada tingginya kesakitan dan kematian.

Memperkuat materi dan strategi program dengan menjamin kualitas dan kesetaraan gender dalam semua aspek perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi kegiatan/program kesehatan.

(38)
(39)

LAMPIRAN

Tata Kelola Persalinan Aman

(40)

Pokok Bahasan 42

Sasaran dan Strategi Kegiatan 44

Tujuan 44

Materi 46

MODUL I Strategi Pendekatan KINERJA dalam Persalinan Aman 50

• Deskripsi Modul 50

• Sasaran Pengguna 50

• Tujuan Pembelajaran 50

• Pokok Bahasan 51

• Metode 51

• Alat dan Bahan 51

• Waktu 51

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 52

• Uraian Substansi 53

• Contoh Praktek Baik 62

• Contoh Bahan Presentasi 64

MODUL 2 Perencanaan Puskesmas yang Partisipatif untuk Mendukung Pelayanan KIA 70

• Deskripsi Modul 70

• Sasaran Pengguna 71

• Tujuan pembelajaran 71

• Pokok bahasan 72

• Metode 72

• Alat dan bahan 72

• Waktu 72

• Proses fasilitasi Kegiatan Pelatihan 73

• Uraian Subtansi 75

• Panduan Pelaksanaan 84

(41)

MODUL 3 Kemitraan Bidan dan Dukun untuk Mendukung Program Persalinan Aman 92

• Tujuan 92

• Sasaran Pengguna 92

• Tujuan Pembelajaran 93

• Pokok Bahasan 93

• Metode 94

• Alat dan Bahan 94

• Waktu 94

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 94

• Uraian Substansi 96

• Contoh Praktek Baik 104

• Contoh Bahan Presentasi 105

MODUL 4 Kantung Persalinan untuk Mendukung Program Persalinan Aman 108

• Tujuan 108

• Sasaran Pengguna 108

• Tujuan Pembelajaran 109

• Pokok Bahasan 109

• Metode 109

• Alat dan Bahan 109

• Waktu 110

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 110

• Uraian Substansi 111

• Panduan Pelaksanaan 117

• Contoh Praktek Baik 120

• Contoh Bahan Presentasi 121

MODUL 5 Standar Layanan dan Standard Operating Procedure (SOP) 126

• Tujuan 126

• Sasaran Pengguna 126

(42)

• Panduan Pelaksanaan 143

• Contoh Praktek Baik 148

• Contoh Bahan Presentasi 150

MODUL 6 Pengelolaan Pengaduan dan Janji Perbaikan Layanan 156

• Deskripsi Modul 156

• Sasaran Pengguna 156

• Tujuan Pembelajaran 156

• Pokok Bahasan 157

• Metode 157

• Alat dan Bahan 158

• Waktu 158

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 158

• Uraian Substansi 158

• Panduan Pelaksanaan 168

• Contoh Praktek Baik 176

• Contoh Bahan Presentasi 179

MODUL 7 Strategi Promosi Kesehatan untuk Persalinan Aman 184

• Deskripsi Modul 184

• Sasaran Pengguna 184

• Tujuan Pembelajaran 185

• Pokok Bahasan 185

• Metode 185

• Alat dan Bahan 186

• Waktu 186

• Proses Fasilitasi Kegiatan Pelatihan 186

• Uraian Substansi 188

(43)

• Contoh Praktek Baik 201

• Contoh Bahan Presentasi 204

LAMPIRAN B Daftar Pustaka 205

LAMPIRAN C Bahan di CD 206

(44)

Pokok Bahasan

USAID-KINERJA adalah program bantuan teknis untuk 24 kabupaten/kota di 5 provinsi di Indonesia. Sampai dengan tahun 2014, terdapat 5 provinsi yang menjadi wilayah kerja USAID-KINERJA, yaitu Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan Papua. Provinsi Papua berbeda masa intervensi dan strategi intervensi maka informasi yang disampaikan dalam modul-modul ini adalah pengalaman di luar provinsi Papua. Program USAID-KINERJA difokuskan pada pengembangan tata kelola pemerintahan khususnya di aspek pelayanan publik pada bidang kesehatan, pendidikan, dan pengembangan iklim bisnis yang kondusif. KINERJA menawarkan beberapa paket untuk ketiga sektor tersebut dengan pendekatan yang komprehensif untuk menguatkan kapasitas dari sisi penyedia layanan maupun pengguna layanan.

KINERJA mendorong perbaikan layanan publik dari dua sisi, yaitu dari sisi pemberi layanan (supply side) dan sisi pengguna layanan (demand side). Dengan adanya intervensi di kedua sisi tersebut, diharapkan upaya untuk mencapai tata kelola yang baik (good governance) menjadi lebih mudah dan berkesinambungan.

Penguatan pada sisi pemberi layanan dilakukan melalui pembangunan kapasitas internal (capacity building) terkait dengan kebijakan, manajemen unit layanan agar lebih bertatakelola dalam manajemen organisasi, manajemen program dan manajemen layanan, dan strategi promosi agar pengguna layanan memahami hak dan kewajibannya dalam pelayanan.

Penguatan pada sisi pengguna layanan dilakukan dengan menyadarkan masyarakat tentang haknya dan memberdayakan mereka agar turut berpartisipasi aktif dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pemberi layanan mulai dari perumusan kebijakan, penyusunan rencana, pelaksanaan, monitoring, evaluasi program/ kegiatan dan advokasi.

(45)

menjadi aktivitas yang penting, agar OMP mempunyai kemampuan yang memadai dalam memberikan bantuan teknis bagi daerah mitra KINERJA. Di masa mendatang OMP diharapkan akan menjadi mitra daerah setelah program KINERJA berakhir dan mampu memberikan bantuan teknis kepada daerah sebagai bagian dari strategi keberlanjutan dan replikasi.

Dalam upaya membantu OMP menjalankan perannya dalam memberikan bantuan teknis kepada daerah mitra KINERJA, maka keberadaan modul pelatihan dan pendampingan menjadi sangat penting. Dengan adanya modul pelatihan dan pendampingan ini diharapkan OMP mampu menerjemahkan program KINERJA dengan lebih baik, serta dapat pula menjadi acuan daerah mitra KINERJA dalam menjalankan berbagai program KINERJA.

Disamping itu, modul ini diharapkan juga dapat digunakan langsung oleh unit pemberi layanan sebagai panduan praktis dalam mengintegrasikan berbagai pelayanan kesehatan menuju tata kelola kesehatan (health governance) dalam melaksanakan setiap program pelayanan publik yang menjadi tanggungjawabnya.

Demikian juga bagi stakeholder yang lain, keberadaan modul ini akan memberi gambaran yang jelas tentang berbagai tahapan program/kegiatan yang membutuhkan “campur tangan” mereka sehingga para stakeholder

tersebut dapat berperan aktif membantu unit pemberi layanan baik sebagai mediator, advokator, maupun motivator.

Paket KINERJA di bidang kesehatan meliputi Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dan ASI Eksklusif. Modul kesehatan ini akan membahas aspek tata kelola persalinan aman dalam manajemen dan pelayanan. Secara garis besar, topik yang dibahas dalam modul kesehatan ini terdiri dari 7 topik, yaitu meliputi:

1. Strategi Pendekatan Kinerja Dalam Persalinan Aman;

2. Perencanaan Puskesmas yang partisipatif untuk mendukung program Persalinan Aman; 3. Kemitraan bidan dan dukun yang partisipatif, akuntabel dan responsif;

4. Kantung persalinan untuk mendukung program Persalinan Aman yang lebih tranparan, akuntabel dan responsif;

5. Standard Operating Procedure sebagai bentuk akuntabilitas dan tranparansi pemberi layanan kepada pengguna layanan;

6. Pengelolaan pengaduan dan janji perbaikan layanan sebagai bentuk responsif unit layanan terhadap persepsi pengguna layanan;

7. Strategi promosi dalam Persalinan Aman yang lebih partisipatif dan inovatif.

Gambar

Gambar 1. Sistematika Modul

Referensi

Dokumen terkait

Hasil untuk uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan gel hand sanitizer ektrak daun kelor memiliki homogenitas yang baik, hal tersebut ditandai dengan hasil

Walaupun tidak nyata, tetapi rata-rata nilai tertinggi terdapat pada perlakuan dengan perendaman satu jam (W1), diduga peren- daman dengan waktu satu jam merupakan

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa dari kedua perlakuan yaitu pengaruh tingkat kematangan buah mangga kuweni (Mangifera adorata) dengan perlakuan A 1 mangga

dilengkapi media point of sale bahkan dapat juga ditambahi dengan sales promotion girl (SPG). Sedangkan layanan ritel dilakukan oleh Toserba Laris dengan memberikan

Rata – rata berapa yang bisa saudara/i tabung ke bank setiap bulan Rp.. Jika Anda tidak punya rekening tabungan, apakah Anda menabung

Pemeriksaan karakteristik komposisi unsur-unsur pembentuk aspal emulsi berbasis bitumen hasil ekstraksi aspal alam Buton (BHEAAB) sebagai penyusun utama dalam pembuatan

Pendidikan karakter Islam merupakan pengetahuan tentang kebaikan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian secara prespektif Islam, menimbulkan komitmen untuk

saat t; ABN_AKRU t = abnormal akrual yang diestimasi dari model Jones secara cross sectional ; DAR t = rasio utang terhadap aset total pada saat t; SKEP t = variabel dummy