• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESIKO OPERASI DAN REPUTASI. doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESIKO OPERASI DAN REPUTASI. doc"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

NURMAYENI MATONDANG ( 25133092 ) NURUL AFIFI SARFANI ( 25133093 )

NURWAHIDAH ( 25133094 )

\

DIII PERBANKAN SYARIAH SEMESTER V C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2015-2016

MAKALAH MATA KULIAH MANAJEMEN ASET DAN LIKUIDITAS

RISIKO OPERASIONAL DAN REPUTASI

DISUSUN

OLEH :

(2)

BAB I

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.

Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut-turut Bank perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan agar Bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga Bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan evaluasi terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada permodalan Bank.

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. RISIKO OPERASI

A1.PENGERTIAN RISIKO.

Secara umum risiko di definisikan sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah instansi untuk mencapai tujuannya. Dengan defenisi yang bersifat umum ini biasanya manajemen bank tidak akan merasakan perlunya kebutuhn atau urgensi untuk menerapkan sebuah sistem manajemen risiko secara efektif. Dibutuhkan gambaran ukuran besar terhadap dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank.

Defenisi risiko menurut kamus bahasa inggris yaitu “ the possibility of loss, harm, injury, disadvantages or destruction.

Bank indonesia mendefenisikan resiko sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa ( events ) yang dapat menimbulkan kerugian bank.

Eddie Cade mendefenisikan resiko sebagai “ exposure to uncertainty of outcome, solvency risk, dan liquidity risk masuk kategori dengan satu arah kebawah, dan risiko seperti interest rate risk dan price risk masuk kategori dua arah yaitu bawah maupun keatas. Sedangkan risiko seperti credit risk dan operasional risk yang seharusnya masuk kategori risiko satu arah ( hanya rugi ), dapat dipertimbangkan masuk kategori dua arah, yaitu apabila risiko rugi tidak terjadi , bahkan apabila risiko rugi terjadi tetapi tidak material, bank dapat mempertimbangkannya sebagai untung, karena bank telah memperhitungkan risk premium dan reserve yang disipakan untuk menutup kerugian, apabila terjadi

(4)

A2. PENGERTIAN RISIKO OPERASIONAL

Risiko opeasional adalah eksposur yang timbul antara lain karena adanya ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal. Juga karena adanya kesalahan atau kecurangan manusia, kegagalan sistem dalam mencatat, membukukan dan melaporkan transaksi secara lengkap, benar, dan tepat waktu. Termasuk kegagalan dalam ketentuan intern maupun regulasi yang sedang dan akan berlaku, atau adanya problem eksternal seperti perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional bank.1

Karena proses internal risiko operasional dikenal dengan istilah risiko transaksi, seperti kesalahan dalam mengeksekusi, membukukan dan melakukan settlement sebuah tranksaksi jual beli ( trades ). Termasuk didalamnya ketidakcukupan dokumentasi legal. Risiko ini berkaitan dengan masalah keakurasian pelaksanaan proses bisnis bank yang normal guna menghasilkan pendapatan operasional ( cash ).

Karena kesalahan dan kecurangan manusia risiko operasional dikenal juga dengan istilah risiko pengendalian operasional, yaitu menghindari kontrol mullai dari aktivitas di front office, middle dan back office. Contohny pelampauan limit yang tidak terdeteksi atau terindentifikasi, transakasi jual beli diluar kewenangan seorang trader, pencucian uang, akses ilegal ke sisitem, ketergantuhan kepada segelentir trader, atau kelemahan pengendalian disekitar proses transaksi jual beli.

Karena kegagalan sistem risiko opersional dikenal dengan istilah resiko sistem, yaitu kegegalan sistem dalam mendukung operasional bank. Contohnya antara lain, kesalahan membangun sistem dan program komputer, kesalahan dalam memformulasikan model-model matematika ke dalam sistem, kesalahan dalam melakukan perhitungan jumlah mark- to-market, informasi manajemen yang tidak memadai atau tidak tepat waktu, kegagalan jalur komunikasi atau jaringan network, dan tidak tersedia tau tidak memadainya rencana kontinjensi pada saat sistem atau telekomunikasi tidak berfungsi. rencana kontijensi ini memuat juga tindakan yang diperlukan untuk mengatasi bencana ( disaster ) seperti bencana alam, perang, teroris, dan bahkan jatuhnya pasar uang , agar kelangsungn bisnis tetap terjaga.

Karena faktor eksternal risiko operasional misalny karena adanya perubahan regulasi yang tidak diduga sebelumnya dipengaruhi oleh perubahan peraturan pajak.

(5)

A3. PENGAWASAN AKTIF KOMISARIS DAN DIREKSI DALAM MENGELOLA RISIKO OPERASIONAL.

Dalam kaitan dengan risiko operasionall, dewan komisaris dan direksi bertanggug jawab untuk menciptakan iklim atau budaya organisasi yang sehat dimana terdapat prioritas tinggi bagi manajemen risiko operasional serta ketaatan terhadap pengendalian risiko yang efektif. Hal hal yang mengharuskan manajemen risiko operasional suatu bank yaitu :2

1. Peningkatan budaya operasional yang menuntut adanya integritas dari seluruh pegawai, dalam melaksanakan kegiatan usaha bank, baik dengan perkataan maupun perbuatan.

2. Memahami risiko operasional dan membangun serta memperkuat sekurangnya lima elemen pengendalian, yaitu lingkungan pengendalian sebagai fondasi, risk assessment, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauannya. 3. Memberi persetujuan bagi penerapan sebuah kerangka kerja pengelolaan risiko

operasional bank secara keseluruhan yang terpisah dari pengelolaan risiko lainnya. Kerangka kerja dimaksud sekurangnya mencangkup strategi, roses, insfrastruktur yang dibutuhkan, pedoman dan pengarahan yang jelas berkaitan dengan prinsip-prinsip yang mendasari kerangka kerja dan pengelolaan risiko operasional.

4. Bertanggung jawab untuk menetapkan struktur manajemen dan mampu menerapkan manajemen risiko operasional. Menggambarkan secara jelas garis pertanggungjawaban, akuntabilitas dan pelaporan. Harus ada pemisahan antara garis pertanggungjawaban dan pelaporan dari fungsi yang menjalankan kegiatan usaha 5. Melakukan pengkajian ulang secara berkala terhadap kerangka kerja diatas agar dapat

memastikan bahwa bank telah mengelola risiko operasional yang timbul dari perubahan pasar serta faktor lingkungan luar lainnya, sebagaimana risiko operasional yang terkait dengan produk, kegiatan atau sistem baru. Proses pengkajian ini harus bertujuan untuk mengintegrasikan inovasi yang ada kedalam pengelolaan risiko operasional yang memadai

6. Mendukung internal audit ( SKAI ) agar memiliki coverage yang luas, dan mampu menilai kebijakan dan prosedur operasional yang diterapkan secara efektif. Serta mampu secara berkala memvalidasi bahwa kerangka kerja manajemen resiko operasional bank telah diimplementasikan secara efektif di seluruh perusahaan.

(6)

7. Dewan komisaris dan direksi wajib memastikan scope dan frequency audit cukup memadai untuk mengaudit semua risiko yang ada. Tindakan itu dapat dilakukan baik secara langsung atau melaui komite audit.

8. Memastikan bahwa manajemen senior telah mengimplementasikan kerangka kerja manajemen risiko operasional kedalam kebijakan, proses dan prosedur yang khusus. Kemudian dapat dilaksanakan dn dinilai dalam satuan kerja operasional yang berbeda. Kebijakan ini harus dipastikan telah dikomunikasikan secara jelas kepada semua pegawai seluruh tingkatan dalam satuan kerja operasional yang mengandung risiko operasional yang material.

9. Memastikan bahwa staf dan pegawai yang akan menjalankan kerangka kerja memnuhi syarat. Mereka memilki pengalaman dan kemmapuan teknis yang memadai, diaman staf atau pegawai yang berwenang untuk memantau dan memberdayakan kebijakan risiko. Juga memiliki kewenangan yang independen dari satuan kerja operasional yang dinilainya

10. Memastikan bahwa tidak terdapat celah dan tumpang tindih dalam mengelola seluruh resiko perusahaan. Pejabat pertanggungjawab yang menangani risikoo operasional diwajiban untuk mengkominikasikan pengelolaan risiko operasioanl kepada pejabat yang menangani risiko kerdit, risiko pasar, dan resiko lainnya . juga termasuk satuan kerja yng berhubungan dengan pihak luar seperti perusahaan asuransi dan lain-lain yang ada kaitannya dengan manajemen risiko.

A4. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGELOLA RISIKO OPERASIONAL.

1. PROSES

Proses yang patut dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan dan prosedur dalam rangka mengelola risiko secara sehat, antara lain sebagai berikut :

a. Comfirmation process

(7)

Untuk mengurangi tingkat ( kemungkinan ) terjadinya kecurangan ( fraud ) atau kesalahan ( human error ), proses konfirmasi ini harus dilakukan secara terpisah dari satuan kerja yang mengambil risiko( risk talking unit ).

Proses konfirmasi melibatkan beberapa kontrol checks. Dalam kebanyakan hal proses konfirmasi melalui telepon dan diikuti dengan konfirmsi secara tertulis. Semua konfirmsi kepada counter party, harus dikirim kebagian yang bebas dari pengambilan risiko. Semua konfirmasi masuk harus dicocokkan dengan konfirmasi keluar. Apabila perbedaannya tidak besar, penyelesaian dengan counter party dapat melibatkan pengambil risiko.

b. Settlement process.

Proses pembayaran dan penerimaan uang harus ditangani secara hati- hati. Suatu kesalahan yang terjadi biasa menimbulkan biaya yang relatif besar. Penyelesaian tranksaksi ( settlemnt procces ) khususnya yang berasal dari tranksaksi FX currency harus dikendalikan dengan memanfatkan sistem tickler file dan pertransferan dana dengan menggunakan sistem tekhnologi inormasi secara online.

Sistem ticker file harus memungkinkan bank memantau penyelesaian tranksaksi, khususnya transaksi baru atau yang belum diselesaikan pembayarannya. Siistem tekhnologi informasi secara online akan mengarahkan pelaksanaan penyelesaian transaksi melalui tahapan yang memuat beberapa alat pengendalian.

Sistem-sistem diatas akan sangat memudahkan bank untuk mengukur eksposur risiko operasional, termasuk memastikan tahapan mengenai batas akhir pembatalan perintah pembayaran, batas akhir penerimaan dana, dn waktu pencatatan pembayaran dana.

c. Rekonsiliasi

(8)

d. Dokumentasi.

Bank harus memelihara semua file, seperti file tranksaksi yang masih harus diselesaikan (yang disimpan dengan menggunakan sistem ticker file ), sampai kepada file tranksaksi yang telah diselesaikan dalam bentuk rincian rekening, buku besar, buku tambahan, dokumen pembentukan provisi, yang keseluruhan memberikan jejek audit ( audit trail )

e. Valuasi dan akunting

Setiap parameter yang digunakan untuk menilai tranksaksi yang harus dikaji secara berkala, apakah sesuai prosedur akuntoing dengan tujuan pengamanan, pelaksanaan kehati-hatian, dan standar akunting yang berlaku.

2. KUALITAS SDM

Semua pegawai harus memilik integritas, pengalaman dan kompetensi yang cukup dan memadai, untuk melaksanakan program pengendalan risiko operasional. Pegawai wajib mendapatkan pendidikan, pelatihan dan kompensasi atau insentif yng ada hubungannya dengan manajemen risiko operasional dan pengendalian intern

3. KINERJA SISITEM TEKHNOLOGI INFORMASI

Hal yang penting dalam penilain tekhnolog infomasi adalah sejauh mana berbagai sisitem diintegrasikan ( interface ). Bank memiliki sebuah databse yang memuat file nasabah dan tranksaksi, akan memeilki pengendalian terhadap integritas data yang lenih kuat dibandingkan bank yang file nasabah dan transaksinya tersebar di berbagai sstem.

4. CONTINGENCY PLANING

Sebuah rencana darurat harus disiapkan dan selalu tersedia untuk memastikan bahwa dukungan operasional dan siistem cadangan akan berfungsi dengan baik pda saat terjadi kegagalan pada siistem utama atau bencana alam. Rencana dilakukan secara komprehensif dan mencangkup semua fungsi yang kritis.

5. PRINSIP KNOW YOUR COSTUMER ( KYC )

Empat elemen utama dari sebuah program KYC adalah :

(9)

c. Pemantauan yang berkelanjutan atas rekening beriiko tinggi d. Pengintegrasian prinsip KYC ke dalam proes manajemen risiko.

6. Pelaksanaan audit

Mencangkup :

a. Pengkajian atas aplikasi dan efektifitas dari kecukupan prosedur mananjemen risiko dan metodologi penilaian risiko.

b. Siistem informasi keuangna dan manajemen

c. Akurasi dan catatatn atas laporan keuangan yng dapat dipercaya d. Alat dan cara-cara mengamankan kativa

e. Siistem penilaian kecuupan modal.

7. Asuransi

Asuransi akan berfungsi sebagai salah satu alat mitigasi risiko, seperti risiko yang lazim dapat dialihkan ke asuransi. Seperti tuntutan pihak ketiga karena error atau omission, fraud oleh orang dalam atau pihak luar, kegagalan sistem, kerugian atau kehilangan secara fisik seperti kebakaran, pencurian dan bencana alam.

A5. MENGINDENTIFIKASI, MENGUKUR DAN MEMANTAU RISIKO

OPERASIONAL.

1. Identifikasi resiko

Kesepakatan diatas brdasarkan pada 4 faktor penyebab yaitu :

- Process - People - System

- Exsternal events

Keempat faktor ini berpotensi menghasilkan peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, yang pada akhirnya akan merugikan bank.

2. Mengukur resiko

Dilakukannya peneltian yang luas akan kasus dan kerugian dari risiko operasional baik dengan membahasnya dengan orang-orang lama di bank ataupun sharing dengan bank lain. Lalu lakukan analisa untuk mendapatkan gambaran mengenai profil risiko opersional untuk satu tahun mendatang. Analisis dilakukan dengan pertanyaan sebagai berikut:

- Risiko operasional apa yang paling tinggi ?

(10)

- Apakah perubahan pada startegi atau lingkinagn pengendalian akan mempengaruhi potensi risiko operasional.

- Apakah potensi diatas dapat dibandingkan dengan bank lain. 3. Merespon

Bank harus menyusun program mitigasi risiko dan memasukkannya kedalam lembar mitigasi risiko. Yang disusun berdasrkan tinggi rendahnya rating dari nilai score risiko yang ada

B. RESIKO REPUTASI

B1. PENGERTIAN RESIKO REPUTASI

Risiko reputasi atau “risiko berita utama”, adalah risiko dimana perilaku yang tidak bertanggung jawab atau perilaku manajemen akan merusak kepercayaan dari klien-klien bank.3Menurut regulasi, risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan

para pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank syariah.4

Risiko ini timbul antara lain karena adanya pemberhentian media dan/ atau rumor mengenai bank syariah yang bersifat negatif, serta adanya strategi komunikasi bank syariah yang kurang efektif.

Adiwarman Karim (2004) menyatakan bahwa hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap reputasi antaralain manajemen, pemegang saham, pelayanan yang disediakan, penerapan prinsip-prinsip syariah, dan publikasi. Apabila manajemen dalam pandangan para pemangku kepentingan dinilai baik, risiko reputasi menjadi rendah. Begitupun perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang kuat, maka risiko reputasi juga rendah. Risiko reputasi menjadi tinggi ketika pelayanannya kurang baik. Penerapan prinsip-prinsip syariah haruslah dilaksanakan secara konsekuen agar tidak timbul penilaian negatif terhadap penerapan sistem syariah yang dapat mengakibatkan timbulnya publikasi negatif sehingga akan menaikkan tingkat risiko reputasi. Publikasi negatif dampak berdampak terhadap pangsa pasara, profitabilitas, dan likuiditas suatu lembaga. Oleh karena itu, seluruh bank syariah harus mewaspadai hal-hal yang bisa menyebabkan turunnya reputasi antara lain: kesalahan manajemen, melanggar peraturan, melanggar fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), skandal keuangan, kurang kompeten, baik dalam pengelolaan maupun pelayanan, integrasi yang

3 Henni van Greuning, Zamir iqbal, Analisis risiko Perabankan Syariah, ( Jakarta: Salemba empat, 2011)hal 172

(11)

diragukan, dan performa keuangan yang kurang baik. Reputasi dibentuk dari berbagai atribut seperti tabel berikut ini:

No Risiko Inheren Parameter/ indikator Keterangan 1 Pengeruh reputasi dari

Pengaruh reputasi/ berita negatif dari pemilik bank dan atau perusahaan terkait dengan bank syariah merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan risiko reputasi pada bank syariah

2 Pelanggaran Etika Bisnis Pelanggaran etika terlihat antara lain melalui hal-hal diperhatikan apabila bank sayriah melakukan risiko reputasi apabila terdapat kesalahpahaman penggunaan produk jasa atau pemberitaan negatif pada mitra bisnis, antaralain pada

Sumber: Diadaptasi dari surat edaran Bsnk Indonesia (BI) Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 oktober 2011.

(12)

Kegagalan manajemen risiko reputasi dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana pihak ketiga, menimbulkan masalah likuiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan bahkan bisa mangalami kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama Manajemen Risiko reputasi adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari risiko reputasi bank sayriah. Risiko reputasi dalam bisnis dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank syariah yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Kejadian-kejadian yang telah merugikan reputasi bank syariah, misalnya pemberitaan negatif di media massa, pelanggaran etika bisnis, dan keluhan nasabah

2. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan risiko reputasi, mislanya kelemahan-kelemahan pada tata kelola, budaya perusahaan, dan praktik bisnis bank syariah.

B2.PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

Penerapan manajemen risiko, khususnya risiko reputasi bagi bank syariah, baik secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut.

1. Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS

Bank syariah wajib menerapkan manajemen risiko melalui pengawasan aktif dewan komisaris, direksi dan DPS untuk risiko reputasi. Selain melaksanakan pengawasan aktif, bank syariah perlu juga menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek pengawasan aktif oleh dewan komisaris, direksi, dan DPS, yang mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi

1. Dewan Komisaris dan Direksi harus memberikan perhatian terhadap pelaksanaan manajemen risiko untuk risiko reputasi oleh unit-unit terkait (corporate secretary, humas dan unit bisnis terkait).

2. Dewan Komisaris dan Direksi harus berperilaku secara profesional dan menjaga etika bisnis sehingga dapat menjadi contoh bagi seluruh elemen organisasi bank syariah dalam upaya membangun dan menjaga reputasi. 3. Direksi harus menetapkan satuan kerja/fungsi yang memiliki kewenangan dan

tanggung jawab untuk memberikan informasi kepada nasabah dan para pemangku kepentingan bank terkait dengan aktivitas bisnis bank dalam rangka mengendalikan risiko reputasi.

(13)

5. Dewan pengawas syariah harus mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko khususnya evaluasi (review) atas pemenuhan prinsip syariah

6. Dewan Pengawas Syariah harus mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko khususnya aspek reputasi yang terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah yang terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah.

b. Sumber daya insani

Kecukupan SDI untuk risiko reputasi mangacu pada cakupan penerapan manajemen risiko secara umum.

c. Organisasi Manajemen Risiko Reputasi

1. Seluruh pegawai ternasuk manajemen unit bisnis dan aktivitas pendukung bank syariah harus menjadi bagian dari struktur pelaksana manajemen risiko untuk risiko reputasi, mangingat reputasi merupakan hasil dari seluruh aktivitas bisnis bank syariah. Peran manajemen unit bisnis adalah mengidentifikasi risiko reputasi yang terjadi pada bisnis atau aktivitas unit tersebut dan sebagai front liner dalam membangun dan mencegah risiko reputasi, khususnya terkait hubungan dengan nasabah.

2. Satuan kerja yang melaksanakan manajemen risiko untuk risiko reputasi seperti corporate secretary, humas, investor relation, antara lain bertanggung jawab yang mencakup hal-hal berikut.

a. Menjalankan fungsi kehumasan dan merespons pemberitaan negatif atau kejadian lainnya yang memengaruhi reputasi bank syariah dan dapat menyebabkan kerugian bank syariah.

b. Mengomunikasikan informasi yang dibutuhkan para pemangku kepentingan: investor, nasabah, kreditur, asosiasi, dan masyaraka

2. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit

Bank syariah perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek kebijakan, prosedur, dan penetapan limit dalam melaksanakan kebijakan, prosedur dan penetapan limit untuk risiko reputasi yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Strategi manajemen risiko

Penyusunan strategi menajemen risiko untuk risiko reputasi mengacu pada cakupan penerapan secara umum khususnya tentang kebijakan, prosedur, dan penetapan limit.

(14)

Penetapan tingkat risiko yang akan diambil dan tolenransi risiko untuk risiko reputasi mengacu pada cakupan penerapan secara umum.

c. Kebijakan dan prosedur

1. Bank syariah harus mempunyai kebijakan dan prosedur tertulis yang memenuhi prinsip-prinsip transparansi dalam rangka menigkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mengendalikan risiko reputasi. Kebijakan tersebut juga harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai perlindungan kepada konsumen. 2. Bank syariah harus memiliki dan melaksanakan kebijakan komunikasi yang

tepat dalam rangka menghadapi berita/publikasi yang bersifat negatif atau mencagah informasi yang cenderung kontraproduktif, antara lain dengan cara menerapkan strategi penggunaan media yang efetif untuk menghadapi barita negatif.

3. Bank syariah harus mempunyai protokol khusus untuk pengelolaan reputasi pada saat krisis sehingga dapat dengan cepat mengantisipasi peningkatan risiko reputasi di saat krisis. Penilaian atas faktor ini mencakup struktur manajemen krisis, dan prosedur manual manajemen krisis.

d. Limit

Limit risko reputasi secara umum bukan merupakan limit yang dapat dikuantifikasi secara finansial. Sebagai contoh: limit waktu merespons keluhan nasabah dan batasan waktu menunggu dalam antrean atau mendapat layanan.

3. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian risiko serta SIM risiko reputasi

Bank syariah perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam melakukan penerapan manajemen risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta SIM risiko untuk risiko reputasi dalam tiap proses dimaksud, sebagai berikut.

a. Identifikasi dan pengukuran risiko reputasi

1. Bank syariah harus mencatat dan menatausahakan setiap kejadian yang terkait dengan risiko reputasi termasuk jumlah potensi kerugian yang diakibatkan kejadian dimaksud dalam suatu administrasi data. Pencatatan dan penatausahaan data tersebut disusun dalam suatu data statistik yang dapat digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian pada suatu periode dan aktivitas tertentu bank sayriah.

(15)

pemberitaan media massa; situs bank dan hasil analisis jejaring sosial; pengaduan nasabah melalui layanan nasabah; dan kuesioner kepuasan nasabah.

b. Pemantauan risiko reputasi

Pelaksanaan pemantauan untuk risiko reputasi mengacu pada cakupan penerapan secara umum.

c. Penegendalian risiko reputasi

1. Bank syariah harus segera menindaklanjuti dan mengatasi adanya keluhan nasabah dan gugatan hukum yang dapat meningkatkan eksposur risiko reputasi.

2. Bank syariah harus mengembangkan mekanisme yang andal dalam melakukan tindakan pengendalian risiko reputasi yang efektif. Secara umum, pengendalian risiko reputasi dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu sebagai berikut.

a. Pencegaahan terjadinya kejadian yang menimbulkan risiko reputasi, yang secara umum dilakukan melalui serangkaian aktivitas sebagai berikut.

 Tanggung jawab sosial perusahaan (profit equalisation reserve-PER),

merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan bank syariah untuk pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kegiatan ekonomi/sosial yang diharapkan dapat membangun reputasi positif dari para pemangku kepentingan terhadap bank syariah.

 Komunikasi/edukasi secara rutin kepada para pemangku kepentingan

dalam rangka membentuk reputasi positif dari para pemangku kepentingan.

b. Pemulihan reputasi bank syariah setelah terjadi kejadian yang menimbulkan risiko reputasi, yaitu segala respons bank syariah untuk memulihkan reputasi dan mencegah terjadinya pemburukan reputasi bank syariah.

3. Mitigasi risiko reputasi maupun kejadian yang menimbulkan risiko reputasi dilakukan dengan mempertimbangkan materialitas permasalahan dan biaya. Meskipun demikian, dapat saja risiko reputasi tersebut diterima sepanjang masih sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil.

4. Tindakan pencegahan dan pemulihan risiko reputasi dalam rangka pengendalian risiko reputasi yang lebih besar pada masa depan, yang telah dilakukan perlu diikuti dengan perbaikan pada kelemahan pengendalian dan prosedur yang memicu terjadinya risiko reputasi.

(16)

1. Bank syariah harus memiliki prosedur reguler dan mekanisme pelaporan risiko reputasi/ kejadian yang menimbulkan risiko reputasi, baik secara tertulis maupun melalui sistem elektronik termasuk pembahasan dalam board/management meeting.

Bank syariah harus memilki mekanisme sistem peringatan dini untuk memberikan sinyal kepada manajemen sehingga dapat melakukan respons-respons dan mitigasi yang dibutuhkan.

BAB III

KESIMPULAN

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, setiap Bank wajib menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan fungsional masing-masing, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi

Risiko opeasional adalah eksposur yang timbul antara lain karena adanya ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal. Juga karena adanya kesalahan atau kecurangan manusia, kegagalan sistem dalam mencatat, membukukanemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.

Kegagalan manajemen risiko reputasi dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana pihak ketiga, menimbulkan masalah likuiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan bahkan bisa mangalami kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama Manajemen Risiko reputasi adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari risiko reputasi bank.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Robert Tampubolon, Risk Management ( Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif Untuk

Bank Komersial, penerbit: pt elex media komputindo, jakarta : februari 2004

Greuning Henni van ,Iqbal Zamir, Analisis risiko Perabankan Syariah. Salemba empat,

jakarta : 2011

Rustam Bambang Rianto, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, Salemba

empat, jakarta :2013

Drs. Zainul Arifin, MBA, dasar-dasar manajemen bank syariah, pustaka alvabet, cet 3,

jakarta : Februari 2005

Referensi

Dokumen terkait

Bank yang tidak memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Risiko sekurang- kurangnya untuk 4 (empat) jenis Risiko :. 

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum mengatur agar masing-masing bank menerapkan manajemen risiko sebagai

Penerapan good corporate governance yang tepat juga dapat membantu perusahaan untuk memiliki strategi yang tepat dalam menerapkan manajemen risiko, dengan manajemen risiko yang

BMT Sumber Mulia mengeluarkan produk yang sudah mencapai tahap kemampuan awal, di mana masyarakat sudah mengenal BMT. Dalam hal ini, produk yang dipasarkan

Rekomendasi yang dapat diberikan untuk Bank Muamalat Syariah dalam menerapkan manajemen resiko kredit dan derivative yang digunakan menggunakan derivative SWAP sudah sangat

Identifikasi risiko sebagai tahap awal dalam manajemen resiko dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang faktor risiko dan variabel dimana pada penelitian ini difokuskan

Penerapan strategi manajemen risiko reputasi yang sejalan dengan strategi manajemen risiko bank secara keseluruhan2. Penerapan tingkat risiko yang diambil dan toleransi

Untuk pihak bank, diharapkan dapat menerapkan manajemen risiko khususnya pada bagian kredit secara baik dan tepat karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel penerapan