• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Contextual Teaching Learning (CTL) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri Gendongan ota Salatiga Semester 1 Tahun Pelajaran 20162017 T1 B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Contextual Teaching Learning (CTL) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri Gendongan ota Salatiga Semester 1 Tahun Pelajaran 20162017 T1 B"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD

2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran menurut Degeng (dalam Panawar, 2012:22) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini, secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan,dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.Andi Hakim Nasution (dalam Fathani, 2009: 22), menyatakan bahwa: “Istilah matematika berasal dari kata yunani, mathein atau mantheneiniyang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata sansekerta, medha atau widya yang memiliki arti kepadaian,ketahuan, atau inteligensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskundeyang berarti ilmu tentang belajar”.

(2)

8

terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5) ide (idea) matematika itu sendiri.

Berdasarkan pandangan para ahli yang telah dipaparkan,makadapat di ambil kesimpulan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan yang bersifat abstrak yang membutuhkan kecermatan untuk mempelajarinya dengan cara berpikir yang sistematis dan logis. Matematika merupakan ilmu secara tidak sadar ada di berbagai cabang ilmu lainnya dan dipergunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Rahayu (2007:2) hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.

Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan pembelajaran matematika di SD adalah suatu kegiatan yang menimbulkan interaksi antara guru, siswa, dan komponen lainnya dalam proses belajar mengajar matematika yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Wakiman (2001: 4) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran matematika di Sekolah Dasar dibagi menjadi dua tujuan sebagai berikut.

a. Tujuan umum, dalam tujuan umum matematika SD bertujuan agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan, dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika.

(3)

9

Prihandoko (2006: 5) mengemukakan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat pendidikan lanjutan. Depdiknas (Prihandoko, 2006: 21) menguraikan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah.

Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir sistematis, logis, kritis, kreatif,dan konsisten untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat lanjut, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah dan mempunyai nilai utama yang terkandung sehingga matematika bermanfaat dalam membentuk pola pikir siswa.

2.1.2 Model Contextual Teaching Learning (CTL)

2.1.2.1 Pengertian Model Contextual Teaching Learning (CTL)

Menurut Hermana dkk (2010:59), model Contextual Teaching Learning(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pada konsep di atas ada hal – hal yang harus dipahami yaitu:

1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.

(4)

10

3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapakannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

a. Karakteristik CTL

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Pembelajaran kontekstual mengembangkan level kognitif tingkat tinggi yang melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif.

Menurut Muslich (2011:42), karakteristik pembelajaran dengan model CTL sebagai berikut :

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencipatakan rasa kebersamaan, bekerja sama, saling memahami antar satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquri, to work together). 7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as

an enjoy activity).

b. Komponen CTL

(5)

11 1) Konstruktivisme (Constructivisme)

Contextual Teaching And Learning (CTL) dibangun dalam landasan konstruktivisme yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun peserta didik secara sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui konteks terbatas.Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan baru secara bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan mentranformasikan informasi ke dalam situasi lain secara konstekstual. Oleh karena itu, proses pembelajaran merupakan proses mengkonstruksi gagasan dengan strateginya sendiri bukan sekedar menerima pengetahuan, serta peserta didik menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran (child centre).

2) Menemukan (Inquiri)

Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses menemukan (inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Proses inquiry terdiri atas: a) pengamatan (observation); b) bertanya (questioning); c) mengajukan dugaan (hipothesis); d) Pengumpulan data (data gathering); e)Penyimpulan (conclussion).

3) Bertanya (Questioning)

(6)

12

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antara peserta didik dengan peserta didik, antara peserta didik dengan gurunya, dan antara peserta didik dengan lingkunganya. Proses pembelajaran yang signifikan jika dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar baik secara homogen maupun secara heterogen, sehingga didalamnya akan terjadi berbagi masalah (sharing problem), berbagi informasi (sharing information), berbagi pengalaman (sharing experience), dan berbagi pemecahan masalah (sharing problem) yang memungkinkan semakin banyaknya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh.

5) Pemodelan (Modeling)

Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya pemodelan yang dapat ditiru baik yang bersifat kejiwaan (indentifikasi) maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk mengoperasikan sesuatu aktivitas, cara untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan tertentu. Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, peserta didik, atau mendatangkan narasumber dari luar (outsourcing) yang terpenting dapat membantu terhadap ketuntasan dalam belajar (mastery learning) sehingga peserta didik dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima dari proses pembelajaran.

Guru harus dapat membantu peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian perserta didik akan merasakan memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya mengenai apa yang harus dipelajarinya.

7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

(7)

13

alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Oleh karena itu, tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

Adapun karakteristik dari penilaian autentik (authentic asessment) sebagai berikut:

a) Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. b) Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performansi, bukan mengingat

fakta apakah peserta didik belajar atau apa yang sudah diketahui peserta didik.

c) Penilaian dilakukan secara kelanjutan, yaitu dilakukan dalam beberapa tahapan dan periodik sesuai dengan tahapan waktu dan bahasannya, baik dalam bentuk formatif maupun sumatif.

d) Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan utuh.

e) Hasil penilaian digunakan sebagia feedback yaitu untuk keperluan pengayaan (enrinchment) standar minimal telah tercapai atau mengulangi (remedial) jika standar minimal belum tercapai.

2.1.2.2 Langkah-langkah Model Contextual Teaching Learning (CTL)

(8)

14

siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran dan diakhiri dengan tahap menutup pelajaran, didalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.

Tabel 2.1

Sintaks Contextual Teaching and Learning (CTL)

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Mengembangkan pemikiran kontruktivisme

Guru mengarahkan siswa agar mereka bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan kemampuannya.

Tahap 2

Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.

Guru menyajikan kejadian-kejadian yang menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin tahu siswa.

Tahap 3

Mengembangkan sifat ingin tahu.

Guru memberikan pertanyaan berdasarkan kejadian atau topik yang disajikan.

Tahap 4

Menciptakan masyarakat belajar

Guru membimbing siswa untuk belajar kelompok dan bekerjasama dengan teman sekelompoknya dalam bertukar pengalaman dan berbagi ide.

Tahap 5

Menghadirkan model

Guru menampilkan contoh pembelajaran agar siswa dapat berpikir, bekerja, dan belajar.

Tahap 6

Melakukan refleksi

Guru menyimpulkan materi pembelajaran, menganalisis manfaat pembelajaran, dan penindak lanjutkan kegiatan pembelajaran.

Tahap 7

Melakukan penilaian yang sebenarnya

(9)

15

2.1.2.3 Kelebihan Model Contextual Teaching Learning (CTL)

Menurut Rusman (2011: 199), keunggulan dalam pembelajaran CTL sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang baru dimilikinya.

2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Melakukan penelitian secara objektif, yaitu penilaian kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

2.1.2.4 Kekurangan Model Contextual Teaching Learning (CTL)

Menurut Dzaki (2009), kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu :

1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.

2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.

(10)

16 2.1.3 Hasil Belajar

2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2007:155), hasil belajar nampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan di ukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadi peningkatan dan pengembangan yang lebih baik di bandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya.Widoyoko (2009:1) mengemukan bahwa hasil belajar terkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan menuju evaluasi baik menggunakan tes maupun non tes. Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran.

Gagne dalam Abidin (2011:8) menyatakan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan, pengetahuan, tingkah laku, sikap, dan ketrampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan kea rah yang lebih baik dari sebelumnya. Berdasarkan pengertian hasil belajar menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan diukur pada diri siswa setelah menerima pengetahuan dan kemampuan baru yang lebih baik pada proses pembelajaran matematika.

2.1.3.2 Macam-macam Hasil Belajar

Salahudin (1987: 27-28) menyatakan bahwa hasil belajar dapat muncul dalam berbagai jenis perubahan atau pembentukan tingkah laku seseorang antara lain:

(11)

17

konstan. Kebiasaan pada umumnya dilakukan tanpa perlu disadari sepenuhnya.

2. Keterampilan. Keterampilan adalah perubahan tingkah laku yang tampak sebagai akibat kegiatan otot dan digerakkan serta dikoordinasikan oleh system syaraf. Keterampilan dilakukan secara sadar dan penuh perhatian, tidak seragam serta memrlukan latihan yang berkesinambungan.

3. Akumulasi Persepsi. Dengan belajar sesorang dapat memperoleh persepsi yang banyak mengenai berbagai hal, misalnya pengenalan simbol, angka atau pengertian dengan benda yang konkrit.

4. Asosiasi dan Hafalan. Teori asosiasi mengatakan bahwa belajar terjadi dengan ulangan atau pembiasaan, dimana anak diberikan stimulus sehingga menimbulkan reaksi. Hafalan adalah seperangkat ingatan mengenai sesuatu sebgai hasil dan penguatan malalui asosiasi, baik asosiasi wajar maupun yang dibuatbuat.

5. Pemahaman dan Konsep. Konsep diperoleh melalui belajar secara rasional. Pemahaman diperoleh dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana.

6. Sikap. Sikap adalah pemahaman, perasaan, serta kecendrungan bertindakseseorang terhadap sesuatu. Sikap terbentuk karena belajar dan dapat terbentuk positif, netral, ataupun negatif.

7. Nilai. Nilai merupakn tolak ukur untuk membedakan yang baik dan yang jahat. Nilai diperoleh melalui belajar yang bersifat etis. Perolehan nilai dapat terjadi secara bertahap mulai dari kepatuhan atau mempersamakandiri dan internalisasi.

8. Moral dan Agama. Moral merupakan penerapan nilai-nilai dalam kaitannya dengan kehidupan bersama dengan menusia lain. Sedangkan agama merupakan penerapan nilai-nilai yang bersifat transendal dan ghaib. Dalam hal ini dikenal dengan konsep Tuhan dan iman kepada-Nya.

(12)

18 1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud antara lain: mengenal (recognition), pemahaman (comprehension), penerapan atau aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).

2) Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. Kelima aspek tersebut yaitu penerimaan (reciving/attending), jawaban (responding), penilaian (assasment), organisasi, karakteristik nilai atau internalisasi nilai.

3) Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Terdapat enam tingkatan keterampilan bertindak individu, yaitu:

a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar .

c) Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.

d) Kemampuan di bidang fisik, misalkan kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.

e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.

f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretative.

(13)

19

nontes jenisnya antara lain unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan, ujian praktik, dan portofolio.

2.1.3.3 Pengukuran Hasil Belajar

Hasil belajar peserta didik di berbagai kawasan belajar dapat diukur dengan menggunakan bermacam-macam instrument, tergantung dari apa yang akan diukur. Di bawah ini terdapat contoh kawasan belajar dan instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur hasil belajar di kawasan tersebut (Thorndike & Hagen, 1977):

Tabel 2.2

Kawasan Belajar dan Instrumen

Kawasan Belajar Instrumen Pengukuran

Kognitif Tes :

1. Pilihan Ganda 2. Esai

3. Penjodohan 4. Betul Salah

Psikomotorik 1. Tes Tertulis

2. Laporan

3. Lembaran Observasi 4. Daftar check/rating scale 5. Lembaran kerja

Afektif Quetioner

Penilaian hasil belajar kali ini akan berfokus pada hasil belajar kognitif siswa. Berbekal instrumen pengukuran, hasil belajar siswa dapat dilihat perubahannya.

2.2 Hasil penelitian yang Relevan

(14)

20

Contextual Teaching Learning (CTL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di Kelas V SDN Inpres Balaroa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Rancangan penelitian ini mengacu pada desain penelitian Kemmis and Mc Taggart yakni perencanaan, tindakan, observasi, serta refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan CTL yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut berbeda mengikuti komponen-komponen, yaitu 1) konstruktivis, 2) bertanya, 3) penemuan, 4) masyarakat belajar, 5) pemodelan, 6) refleksi dan 7) penilaian.

(15)

21

Lingkaran Kelas VIII pada SMP N 3 Patebon Kendal tahun ajaran 2011/2012 yang ditunjukkan dari hasil ketuntasan belajar siswa dan rata-ratanya, hasil observasi keaktifan siswa dan hasil observasi kinerja guru.

Perhatikan antara kedua penelitianyang relevan dengan penelitian tindakan kelas ini, makaterdapatpersamaandanperbedaan.Adapunpersamaannya yaitu sama-samabertujuanuntukmeningkatkan hasil belajar siswa dengan model Contextual Teaching and Learning (CTL). Perbedaannyayaitupenelitianhasil temuanproses pembelajarannya menitik beratkanpada salah satu metode saja. Oleh karena itupada penelitian tindakan kelas ini, proses pembelajarannya menitik beratkan pada penggunaan metodepembelajaran yaitu model Contextual Teaching and Learning (CTL).

2.3 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1

SkemaKerangkaBerpikir

Berhasil atau tidaknya pencapaian suatu tujuan proses pembelajaran tergantung pada bagaimana strategi yang diterapkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Rendahnya pemahaman yang berdampak hasil belajar yang

Proses Pembelajaran

Guru dalammelakukan proses pembelajaranbelummenggunakan model pembelajaran yang inovatif (metodeceramah)ataubelumsesuaidengankar akteristikmatapelajaransertakarakteristiksis wa (siswapasif).

Hasilbelajarsiswarendah terutamapadamatapelaj aranmatematika.

Proses

pembelajarandenganmengg unakanmodel Contextual

Teaching Learning

(CTL)(siswamenjadiaktif). Hasilbelajar matematika

(16)

22

rendah tentang konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat disebabkan oleh pembelajaran yang bersifat konvensional. Proses pembelajaran berlangsung secara monoton, yaitu menerangkan konsep dan operasi matematika, memberi contoh mengerjakan soal, serta meminta siswa untuk mengerjakan soal yang sejenis. Siswa belum aktif dan belum diberi kesempatan untuk menemukan dan membangun kembali pengetahuan sendiri. Guru hanya mengaitkan materi dengan kehidupan nyata berbatas pada kegiatan hutang piutang yang belum sesuai dengan tahapan karakter siswa dan belum mengoptimalkan penggunaan alat peraga.

Untuk mengatasi permasalah tersebut dilakukanpenerapanmodel Contextual Teaching Learning (CTL). Model CTL dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari konsep matematika, karena permasalahan diambil dari pengalaman nyata yang dekat dengan kehidupan siswa. Selain itu melatih siswa berpikir kritis dan kreatif, karena dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan penemuan dan pengalaman sendiri. Pengetahuan yang diperoleh siswa lebih bermakna sehingga tidak mudah hilang/bersifat tahan lama.

(17)

23

pengalamannya tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pemahaman konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada siswa meningkat begitu juga dengan hasil belajarnya.

2.4 Hipotesis Tindakan

Gambar

Tabel 2.2 Kawasan Belajar dan Instrumen
Gambar 2.1 SkemaKerangkaBerpikir

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah dengan penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan aktivitas dan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan aktivitas

Hasil penelitian siklus II ini aktivitas belajar siswa kelas X.3 program keahlian Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga (lampiran 23, halaman 135) dalam

Refleksi adalah cara berfikir tentang baru apa yang dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan masa lalu.Pada fase terakhir ini aktifitas

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa membuat rangkuman tentang materi yang baru saja dipelajari. Dilanjutkan refleksi dengan meminta salah satu siswa untuk membuka

Kognitif : Peserta didik dapat mengerti tentang Kelenturan yang Bersifat Spontan dari aspek berpikir divergen.. Afektif : Peserta didik dapat menghasilkan aneka jenis

Tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) pada mata pelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari