• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Program Pendidikan Karakter Di SMA Kristen 1 Salatiga T2 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Program Pendidikan Karakter Di SMA Kristen 1 Salatiga T2 BAB II"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan Pendidikan Karakter

2.1.1. Pengertian Perancanaan

Menurut George R. Terry (1992) perencanaan adalah pemulihan fakta-fakta dan usaha menghubung-hubungkan antara fakta yang satu dengan yang lain, kemudian membuat perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk menghendaki hasil yang dikehendaki.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah kegiatan menetapkan, merumuskan tujuan dan mengatur pendayagunaan manusia, material, metode dan waktu secara efektif dalam rangka pencapaian tujuan.

Slameto (2009:26-27), menjelaskan setiap perencanaan yang baik setidak-tidaknya harus memiliki 5 unsur yang kita sebut 5 P, antara lain : a. Purpose yaitu tujuan yang akan dicapai. Tujuan ini

harus dirumuskan secara jelas, terperinci dan operasional.

b. Policy yaitu strategi atau cara untuk mencapai tujuan.

c. Procedure yaitu sistem komunikasi yang ada dalam organisasi. Yang dimaksud di sini adalah jalur-jalur komunikasi sebagai akibat adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab.

d. Progress yaitu gambaran tentang tahap-tahap pencapaian tujuan.

e. Program yaitu uraian lebih rinci dan operasional tentang kegiatan sehari-hari dalam rangka kegiatan pelaksanaan.

(2)

8

a. Tujuan harus dirumuskan secara jelas

b. Bersifat rasional, berdasarkan perhitungan-perhitungan yang matang.

c. Disusun secara rinci yang meliputi analisa, jenis-jenis kegiatan, metode kerja dan sebagainya.

d. Mempunyai sifat yang luwes sehingga pada batas-batas tertentu dimungkinkan terjadinya perubahan-perubahan.

e. Ada kesinambungan baik ke dalam maupun ke luar.

Mulyasa (2011:78-88) perencanaan pendidikan karakter di sekolah adalah dalam implementasi pendidikan karakter perencanaan pembelajaran perlu dikembangkan untuk mengkordinasikan karakter yang akan dibentuk dengan komponen pembelajaran lainnya, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar dan

penilaian. Kompetensi dasar berfungsi

mengembangkan karakter peserta didik, materi standar berfungsi pemaknai dan memadukan kompetensi dasar dengan karakter indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan keberhasilan pembentukan karakter peserta didik sedangkan penilaian berfungsi mengukur pembentukan karakter peserta didik, sedangkan penilaian berfungsi mengukur pembentukan karakter dalam setiap kompetensi dasar, dan menentukan tindakan yang harus dilakukan apabila karakter yang telah ditentukan belum terbentuk atau belum tercapai. Perencanaan pendidikan karakter disekolah yang akan bermuara pada pengembangan RPP, Sedikitnya harus mencakup tiga kegiatan yaitu indikasi karakter, intekrasi karakter ke dalam kompetensi dasar dan penyusunan RPP berkarakter.

(3)

9

dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada Bab 11 Pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2.1.2.1. Standar Pengembangan Silabus

Dalam buku panduan umum pengembangan silabus Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008) istilah silabus dapat didefinisikan sebagai

“Garis besar, ringkasan, ikhtisar atau pokok-pokok isi

atau materi pelajaran” (Salim, 1987:98). Istilah

silabus digunakan untuk menyebutkan suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam pengembangan kurikulum dan pelajaran terlebih dahulu perlu ditentukan standar kompetensi yang berisikan kebulatan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ingin dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman belajar yang harus dilakukan sistem evaluasi untuk mengetahui pencapaian standar kompetensi.

(4)

10

pembelajaran, pengelolaan kegiatan, pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian.

Ada 8 prinsip dalam pembuatan silabus menurut panduan umum pengembangan silabus Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008) antara lain :

1. Ilmiah

Ilmiah adalah keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.

2. Relevan

Relevan adalah cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

3. Sistematis

Sistematis adalah komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam pencapaian kompetensi. Standar kompetensi dan kompotensi dasar merupakan acuan utama dalam pengembangan silabus.

4. Konsisten

Konsisten adalah adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar serta tehnik dan instrument penilaian.

5. Memadai

Memadai adalah cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual

(5)

11

memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel

Fleksibel adalah keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.

8. Menyeluruh

Menyeluruh adalah komponen silabus yang mencakup keseluruhan rana kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Langkah-langkah pengembangan silabus:

1. Mengkaji Standar Kompetensi Dan Kompetensi

Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana

tercantum pada standar isi, dengan

memperhatikan hal-hal berikut:

a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.

b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.

c. Keterkaitan antara kompetensi dasar dalam mata pelajaran.

d. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antara mata pelajaran.

2. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan :

a. Potensi peserta didik,

b. Karakteristik mata pelajaran,

c. Relevansi dengan karakteristik daerah,

(6)

12

f. Struktural keilmuan,

g. Aktualitas, kedalaman dan keluasan materi pembelajaran,

h. Relevan dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan

i. Alokasi waktu.

3. Melakukan Pemetaan Kompetensi

a. Mengidentifikasi SK, KD dan materi pembelajaran.

b. Mengelompokkan SK, KD dan materi pembelajaran.

c. Menyusun SK, KD sesuai dengan keterkaitan.

4. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik (guru) agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.

b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.

d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi.

5. Merumuskan Indikator Pencapaian kompetensi

(7)

13

kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.

6. Penentukan Jenis Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio dan penilaian diri.

7. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.

8. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, obyek dan atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan eletronika, nara sumber serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

2.1.2.2. Standar Pengembangan Indikator

Dalam buku Pengembangan Indikator

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008) Indikator adalah karakteristik ciri-ciri, perbuatan, atau respon yang diwujudkan atau dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan kompetensi dasar.

Indikator merupakan penanda pencapaian

(8)

14

Lebih lanjut dalam buku pedoman ini dicantumkan pertimbangan pengembangan indikator belajar:

a. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam kompetensi dasar dan standar kompetens.

b. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik dan sekolah.

c. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat dan lingkungan/ daerah.

Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan indikator yaitu: a. Indikator pencapaian kompetensi yang dikenal

sebagai indikator.

b. Indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang dikenal sebagai indikator soal Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan menggunakan kata kerja operasional.

2.1.2.3. Standar Pembuatan Rencana Proses

Pembelajaran

Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 pasal 20

dinyatakan bahwa: “Perencanaan Proses

Pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,

sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Sesuai

dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tdentang standar Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dalam silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya pencapaian KD. Ada 11 komponen Rencana Proses Pembelajaran antara lain:

a. Identitas mata pelajaran meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program studi, mata pelajaran atau tema pelajaran dan jumlah pertemuan.

(9)

15

menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/ atau semester pada suatu mata pelajaran.

c. Kompetensi Dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

d. Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.

e. Tujuan Pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

f. Materi Ajar memuat fakta konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapain kompetensi.

g. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapain KD dan beban belajar.

h. Metode Pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

i. Kegiatan Pembelajaran untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan pada dasarnya,

langkah-langkah kegiatan memuat a)

pendahuluan, b) kegiatan inti meliputi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, c) kegiatan penutup. j. Penilaian Hasil Belajar merupakan prosedur dan

(10)

16

k. Sumber Belajar adalah penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi.

2.1.2.4. Standar Proses Belajar Mengajar

Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar proses dijelaskan bahwa Rencana Proses Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didikdalam upaya mencapai KD. Untuk pencapaian suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan antara lain: 1. Pendahuluan/Pembukaan.

2. Kegiatan Inti terdiri atas eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

3. Kegiatan Penutup.

Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan pendahuluan (10% dari total Alokasi Waktu)

a) Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

b) Mengajukan Pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.

2. Kegiatan Inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi 75% dari alokasi waktu)

Eksplorasi dalam kegiatan eksplorasi guru :

(11)

17

b) Menggunakan beragam pendekatan

pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain.

c) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarsiswa serta antara siswa dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya.

d) Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

e) Memfasilitasi siswa melakukan percobaan dilaboratorium, studio atau lapangan.

Elaborasi dalam kegiatan elaborasi guru :

a) Membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.

b) Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. c) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut.

d) Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif.

e) Memfasilitasi siswa berkompetensi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar.

f) Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis secara individual maupun kelompok.

g) Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja secara individual maupun kelompok.

h) Memfasilitasi siswa melakukan pameran, turnamen, festifal, serta produk yang dihasilkan.

i) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.

Konfirmasi dalam kegiatan konfirmasi guru :

(12)

18

b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai sumber.

c) Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

d) Memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.

e) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar.

f) Membantu menyelesaikan masalah.

g) Memberikan acuan agar siswa dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi.

h) Memberikan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.

i) Memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Kegiatan Penutup dalam kegiatan penutup guru: a) Bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri

membuat rangkuman/simpulan pelajaran. b) Melakukan [penilaian dan/atau rekleksi

terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.

c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedy, program pengayaan, layanan konseling,atau memberikan tugas sesuai hasil belajar.

e) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

(13)

19

2.1.2.5. Standar Model Penilaian Kelas Kurikulum

Berbasis Kompetensi

Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapain kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan, alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapain hasil belajar peserta didik, pengelolaan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilakukan dengan berbagai cara seperti penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penilain melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik dan penilaian diri.

Teknik penilaian kelas antara lain : 1. Teknik penilaian untuk kerja

Pengamatan untuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemapuan tertentu. untuk menilai kemampuan berbicara peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi berbicara yang beragam, seperti: diskusi dalam kelompok kecil, berpidato, bercerita, dan melakukan wawancara.

2. Penilaian sikap

Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan dalam merespon sesuatu/obyek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang.

Secara umum, obyek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalag sebagai berikut:

(14)

20

c) Sikap terhadap proses pembelajaran.

d) Sikap berkaitan dengan nilai atau normal yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. 3. Penilain tertulis

Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban terhadap tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti menjawab serta lisan, memberi tanda, mewarnai, menggambar, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.

4. Penilaian Proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Penilaian proyek dapat digunakan untuk

mengetahui pemahaman, kemampuan

mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan meninformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.

5. Penilaian produk

Penilaian produk adalah penilaian, baik terhadap proses pembuatan dan atau kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni seperti : makanan, pakaian, hasil karya seni, barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik dan logam.

6. Penilaian Portofolio

(15)

21

Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya antara lain : karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian, synopsis, dsb.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio disekolah antara lain : a) karya siswa adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri, b) saling percaya antara guru dan peserta didik, c) kerahasian bersama antara guru dan peserta didik, d) milik bersama, e) kepuasan, f) kesesuaian, g) penilaian proses dan hasil dan h) penilaian dan pembelajaran.

7. Penilaian Diri (self assessment)

Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajari dalam mata pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.

Langkah-langkah Pelaksanaan Penilaian : a. Penetapan Indikator pencapain kompetensi

Indikator pencapaian kompetensi

dikembangkan oleh guru dengan

memeperhatikan perkembnagan dan

kemampuan peserta didik.

b. Penetapan Kriteria Ketuntasan Belajar

Penentuan kriteria ketentuan belajar (KKB) untuk masing-masing indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sekolah.

(16)

22

Pemetaan standar kompetensi dilakukan untuk memudahkan guru dalam menentukan teknik penilaian.

d. Penetapan Teknik Penilaian

Dalam memilih teknik penilaian

mempertimbangkan ciri indikator.

2.1.2.6. Standar Penulisan Butir Soal

Penilaian berbasis kompetensi merupakan teknik evaluasi yang harus dilakukan guru dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Teknik dan pelaksanaan diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Bab XVI pasal 57, 58, dan 59, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan (3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 dan 23 tahu 2006 tentang standar isi dan standar kompetensi lulusan dan nomor 20 tahun 2007 tentang penilaian.

Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian. Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis sangat tergantung pada perilaku/ kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal obyektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain.

Langkah-Langkah Penyusunan soal: 1. Menentukan tujuan tes.

(17)

23

4. Menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi dan bentuk penilaiannya.

5. Menyusun kisi-kisinya.

6. Menuliskan butir soal.

7. Memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif.

8. Merakit soal menjadi perangkat tes. 9. Menyusun pedoman penskoran. 10. Uji coba butir soal.

11. Analisis butir soal secara kuantitatif dari data empiris hasil uji coba.

12. Perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.

2.2.

Implementasi Pendidikan Karakter

2.2.1. Pengertian Karakter

Pengertian karakter menurut pusat bahasa adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Jadi berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak (Kemendiknas, 2010) karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, pengorbanan dan pengaruh lingkungan yang dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia yang menjadi semacam nilai-nilai intrinsik yang terwujud dalam sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap dan perilakunya. Karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi dibentuk dan dibangun secara sadar dan sengajah, berdasarkan jati diri masing-masing (Soedarsono, 2008).

(18)

24

antropologis itu tidak tunduk pada hukum alam, melainkan menjadi faktor yang membantu pengembangan manusia secara intekral. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan. Karakter berasal dari

bahasa yunani yang berarti “to mark” atau menandai

dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, dan inofatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, efisien, menghargai waktu, pengabdian, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka dan tertib.

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, dan negara serta dunia

Internasional pada umumnya dengan

mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (Kemendiknas 2010). Senada dengan pengertian karakter di atas, Ohoitmur (dalam Rataq dan Korompis, 2011:11),

menegaskan bahwa “karakter personal terdiri dari dua

(19)

25

Sedangkan karakter binaan merupakan karakter yang berkembang melalui pembinaan dan pendidikan secara sistematis.

Lebih lanjut Prayitno dan Belferik dalam bukunya pendidikan karakter dalam pengembangan bangsa (2011:47) menjelaskan pengertian karakter. Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan prilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. 1. Relatif stabil : suatu kondisi yang apabila telah

terbentuk akan tidak mudah diubah.

2. Landasan: kekuatan yang pengaruhnya sangat besar/dominan dan menyeluruh terhadap hal-hal yang terkait langsung dengan kekuatan yang dimaksud.

3. Penampilan perilaku : aktivitas individu atau kelompok dalam bidang dan wilayah (setting) kehidupan sebagaimana tersebut diatas.

4. Standar nilai/norma : kondisi yang mengacu kepada kaidah-kaidah agama, ilmu dan teknologi, hukum, adat, dan kebiasaan yang tercermin dalam perilaku sehari-hari.

2.2.2. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan moral dan pendidikan karakter tidaklah sama. Perbedaannya terletak pada ruang lingkup dan lingkungan yang membantu individu dalam mengambil keputusan. Dalam pendidikan moral, ruang lingkupnya adalah kondisi batin seseorang. Sedangkan dalam pendidikan karakter ruang lingkupnya selain terdapat dalam diri individu, juga memiliki konsekuensi kelembagaan, yang keputusannya tampil dalam kinerja dan kebijakan lembaga pendidikan (Koesoema, 2010).

(20)

26

arus positivisme yang dipelopori oleh filsuf dan sosiologi Perancis Auguste Comte (1798-1857). Tujuan pendidikan menurut Foerster adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karakter menjadi semacam identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas seorang pribadi diukur. Lebih lanjut Foerster menyebutkan kekuatan karakter seseorang tampak dalam empat ciri fundamental yang mesti dimiliki. Kematangan keempat ciri fundamental karakter inilah yang memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas.

Pertama, keteraturan interior melalui mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Karakter tidak terbentuk selalui merupakan sebuah kesediaan dan keterbukaan untuk mengubah dan dari ketidakteraturan menuju keteraturan nilai.

Kedua, koherensi yang memberikan keberanian melalui mana seseorang dapat mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Kredilibitas seseorang akan runtuk apabila tidak ada koherensi.

Ketiga, otonomi atau kemampuan seseorang untuk menginternalisasikan aturan dari luar sehingga menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini tampak dari penilaian keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan dari pihak lain.

Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang untuk mengingini apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

(21)

27

agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat semakin bertanggungjawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai peribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Pendidikan karakter memiliki dua dimensi sekaligus, yakni dimensi individual dan dimensi sosio-struktural. Dimensi individual berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan pendidikan moral seseorang. Sedangkan dimensi sosio-kultural lebih melihat bagaimana menciptakan sebuah sistem sosial yang kondusif bagi pertumbuhan individu.

Tidak hanya di Indonesia, pendidikan karakter juga menjadi perhatian di belahan dunia lain, seperti di Amerika. Character Education Partnership (CEP) (dalam Koesoema, 2010:57), sebuah program nasional pendidikan karakter di Amerika Serikat, mendefinisikan pendidikan karakter demikian.

Sebuah gerakan nasional untuk

mengembangkan sekolah-sekolah agar dapat menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis, tanggung jawab dan kemauan untuk merawat satu sama lain dalam diri anak-anak muda, melalui keteladanan dan pengajaran tentang karakter yang baik, dengan cara memberikan

penekanan pada nilai-nilai universal yang

diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan Negara bagian yang sifatnya intensional dan proaktif untuk menanamkan dalam diri para siswa nilai-nilai oral inti, seperti perhatian dan perawatan (caring), kejujuran, keadilan (fairness), tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain.

Sementara itu Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika Serikat (dalam Koesoema, 2010:57-58), mendefinisikan pendidikan

karakter sebagai berikut “Sebuah proses pengajaran

(22)

28

kebebasan, persamaan, dan rasa hormat. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan diri siswa sebagai warga Negara yang dapat bertanggungjawab secara moral

dan memiliki disiplin diri”.

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang holistik dan ditumbuh kembangkan secara berkesinambungan. Tanggung jawab karakter ada pada keluarga, sekolah dan masyarakat. Masing-masing dapat mengambil bagian sesuai dengan peran dan fungsinya melalui cara, metode ataupun aktifitas yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Dengan demikian sentuhan pendidikan karakter akan terus terasa dan melekat menjadi jati diri pribadi yang berkarakter. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah harus melibatkan semua komponen (stakeholders) dengan baik antara sekolah, keluarga dan komunitas atau lingkungan peserta didik tersebut berada. Hal ini dimulai dengan membangun komitmen semua pihak terutama pimpinan sekolah, guru, dan staf administrasi (Rahayu, 2012:143).

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Kementerian Pendidikan Nasional, telah memberikan pedoman bahwa, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada :

1. Pendidikan Formal

(23)

29

satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik dan tenaga kependidikan.

2. Pendidikan Nonformal

Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga dan pembiasaan.

3. Pendidikan Informal

Secara informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa didalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.

Secara visual Tim Pendidikan Karakter

Kemendiknas (2010) menggambarkan model

(24)

30

Gambar 2.1. Model Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

Gambar 2.1

Keberhasilan pendidikan karakter yang telah dibangun melalui proses pembelajaran dan budaya sekolah harus mampu untuk diterapkan menjadi pembiasaaan keseharian di lingkungan keluarga. Suatu kebiasaan yang dilakukan di lingkungan keluarga akan menjadi cerminan karakter dari suatu masyarakat secara luas.

Dengan demikian penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dilakukan melalui semua sendi kehidupan, baik secara formal maupun informal. Konsep tersebut selaras dengan konsep yang dikembangkan oleh bangsa-bangsa Barat yang saat ini telah diimplementasikan oleh negara-negara barat dengan baik. Apabila konsep tersebut diterapkan di Indonesia, bahkan memungkinkan akan dicapainya penerapan nilai-nilai pendidikan karakter yang lebih dibandingkan negara-negara barat.

2.2.3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

Menurut Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (2009) dalam Abidinsyah

Budaya sekolah (kegiatan/kehidupan keseharian di satuan pendidikan) KBM

di Kelas

Integrasi ke dalam KBM pada setiap Mapel

Pembiasaan dalam Kehidupan keseharian di satuan pendidikan

Integrasi ke dalam kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, dsb.

(25)

31

(2011:3-4) ada beberapa prinsip dasar dalam pendidikan karakter yaitu:

1. Karakter adalah sebuah keunikan individual, kelompok, masyarakat, atau bangsa. Tetapi karakter bangsa bukanlah agregasi karakter perorangan karena karakter bangsa terkait dengan core value yang didukung oleh masyarakatnya. 2. Pendidikan karakter merupakan sebuah proses

berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never ending process). Oleh karena itu diperlukan semacam rumusan utuh manusia Indonesia dalam konteks ruang dan waktu.

3. Penyelenggaraan pendidikan karakter diinferensi dari UU sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yaitu: (1) watak dan peradaban bangsa yang bermartabat; (2) pencerdasan kehidupan bangsa sebagai tujuan kolektif, dan, (3) pengembangan potensi murid sebagai tujuan individual.

4. Proses pembelajaran harus bersifat koherensi sebagai upaya pendidikan manusia yang utuh. 5. Proses pembelajaran, pembuatan kebijakan

pendidikan dalam upaya pendidikan karakter harus dilandaskan pada teori dan ilmu pendidikan. Untuk itu diperlukan revitalisasi LPTK dalam kerangka pendidikan karakter.

6. Proses pendidikan karakter dilandasi oleh pandangan holistik terhadap murid dalam konteks kulturalnya. Pembelajaran dibangun sebagai proses kultural yang prosesnya tidaklah linier dan

bukan pula berupa mata pelajaran “Pendidikan Karakter.” Pengembangan karakter menyatu dalam

proses pendidikan semuanya.

7. Sekolah adalah lingkungan pembudayaan, dan upaya pendidikan harus diposisikan sebagai proses pembangunan karakter. Diperlukan perubahan mind set dari seluruh steakholder. 8. Peran keluarga adalah pertama dan utama yang

(26)

32

9. Pendidikan karakter bersifat multi level, multi chanel, dan multi setting. Diperlukan keteladanan dan oleh karena itu harus menjadi gerakan yang sejati dan holistik.

2.2.4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Mata

Pelajaran yang Terigterasi

Rahmawati (2012) menjelaskan bahwa setiap mata pelajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap

mata pelajaran yang tentunya mempunya

karakteristik yang berbeda-beda. Distribusi penanaman nilai-nilai karakter utama dalam tiap mata pelajaran menurut Sri Narwati dalam Rahmawati (2012) dapat dilihat sebagai berikut:

a. Pendidikan agama : nilai utama yang ditanamkan antara lain religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, perca diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras dan adil.

b. Pendidikan kewarganegaraan: nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.

c. Bahasa Indonesia: berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggungjawab, ingin tahu, santun dan nasionalis.

d. Ilmu pengetahuan sosial: nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur dan kerja keras.

(27)

33

f. Bahasa inggris: menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerja sama, patuh dan aturan sosial.

g. Seni budaya: menghargai keberagaman, nasional, dan menghargai karya orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokratis.

h. Penjaskes: bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, menghargai karya dan prestasi orang lain.

i. TIK/Keterampilan: berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggungjawab, dan menghargai karya orang lain.

j. Muatan Lokal: menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain, nasional, peduli.

Berdasarkan pedoman pendidikan karakter (Masyur ramly, 2011:8) kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka.

(28)

34

sangat berdampak dalam menanamkan pendidikan karakter.

2.2.5. Implementasi Dalam Mata Pelajaran

Triatmanto (2010:192-194) menjelaskan Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam pembelajaran dilakukan dengan pengenalan nilai-nilai, memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.

Integrasi dapat dilakukan dalam substansi materi, pendekatan dan metode pembelajaran, serta model evaluasi yang dikembangkan. Integrasi pendidikan karakter bukan saja dapat dilakukan dalam materi pelajaran, namun teknik dan metode mengajar dapat pula digunakan sebagai alat pendidikan karakter. Membangun individu yang teliti dapat dilakukan dalam proses pengukuran, dan observasi misalnya, membangun tanggungjawab melalui penugasan, membangun kepercayaan diri melalui presentasi dan sebagainya.

2.2.6. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kegiatan Ekstrakulikuler

(29)

35

menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok. Kegiatan ekstrakurikuler juga diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:

a. Pengembangan, yaitu mengembangkan

kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.

b. Sosial, yaitu mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.

c. Rekreatif, yaitu mengembangkan suasana rileks, menggembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.

d. Persiapan karir, yaitu mengembangkan kesiapan karir peserta didik.

Implementasi pendidikan karakter dalam kegiatan ekstrakurikuler merupakan langkah yang sangat strategis, namun saat ini, tidak banyak sekolah yang benar-benar mempunyai kegiatan ekstrakurikuler yang memadai. Tercapaiannya skor UN yang tinggi masih dianggap memiliki gengsi lebih tinggi dari pada prestasi kegiatan yang lain. Anggapan ini tidak saja terjadi pada sekolah, namun juga terjadi pada manajeman Kemendiknas di setiap tingkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari penghargaan Dinas Pendidikan terhadap sekolah-sekolah degan hasil UN yang tinggi.

2.2.7. Budaya Sekolah

(30)

36

Pernyataan ini sama dengan pernyataan Lyncy (1997:2) yang menyatakan budaya sebuah sistem tentang cara berperilaku, cara berpikir, cara mempercayai, dan cara berhubungan dengan orang lain.

Senada dengan pernyata diatas, Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati (2001:267) mengungkapkan kebudayaan sekolah adalah kehidupan disekolah, nilai-nilai, tingkah laku, serta norma-norma yang berlaku disekolah tersebut. Selain itu Thomas & Willower (1992:6) menyatakan hubungan guru administrator dan komitmen mereka untuk perbaikan, dukungan dari orang tua dan dewan sekolah juga berkontribusi besar dalam pembentukan budaya sekolah. Menurut pedoman pelaksanaan pendidikan karakter (Masyur Ramly, 2011:8) pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri yaitu sebagai berikut:

a. Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.

b. Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat ini juga. c. Keteladanan merupakan perilaku dan sikap guru

dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain.

d. Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter.

Jadi budaya sekolah adalah cara berperilaku yang dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan sekolah. Kebiasaan tersebut diterapkan dalam kegiatan pengembangan diri seperti kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan keteladanan dan pengkondisian.

(31)

37

peserta didik, pendidik dan peserta didik, dan anggota kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan,keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, displin, kepedulian sosial, kepedulianlingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Nilai-nilai karakter akan mampu memperkuat norma, nilai, dan keyakinan yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam lingkup sekolah, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan

tindakan yang turut berperan dalam

menentukankeberhasilan sekolah.

(32)

38

2.3.

Evaluasi Pendidikan Karakter

Sedangkan evaluasi untuk pendidikan karakter dalam bukunya ( Kesuma, Triatna dan Permana, 2011) menjelaskan bahwa evaluasi dilakukan untuk mengukur apakan anak sudah memiliki satu atau sekelompok karakter yang ditetapkan oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Subtansi evaluasi dalam konteks pendidikan karakter adalah upaya membandingkan perilaku anak dengan standar (indikator) karakter yang ditetapkan oleh guru dan sekolah.

Adapun tujuan evaluasi pendidikan karakter dilakukan mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui kemajuan hasil belajar dalam bentuk kepemilikan sejumlah indikator karakter tertentu pada anak dalam kurun waktu tertentu.

2. Mengetahui kekurangan dan kelebihan desain pembelajaran yang dibuat oleh guru.

3. Mengetahui tingkat efektifitas proses pembelajaran yang dialami oleh anak, baik pada seting kelas, sekolah maupun rumah.

Sedangkan fungsi evaluasi pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

a. Berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan sistem pengajaran yang didesain oleh guru.

b. Berfungsi untuk menjadi alat kendali dalam konteks manajemen sekolah.

c. Berfungsi untuk menjadi bahan pembinaan lebih lanjut (remedial, pendalaman, atau perluasan) bagi guru kepada peserta didik.

2.4.

Penelitian Yang Relefan

(33)

39

2.4.1. Emiasih (2011)

Emiasih (2011) dalam penelitiannya Tentang Pengaruh Pemahaman Guru Tentang Pendidikan Karakter Terhadap Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran Sosiologi dalam hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran sosiologi dipengaruhi oleh pemahaman guru tentang pendidikan karakter. Pemahaman guru tentang pendidikan karakter akan mempengaruhi guru dalam penyusunan silabus berkarakter, rancangan pelaksanaan pembelajaran berkarakter serta penggunaan metode dan media dalam pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran Sosiologi. Pengaruh pemahaman guru tentang pendidikan karakter terhadap pelaksanaan pendidikan karater pada mata pelajaran Sosiologi di Kabupaten Pekalongan menunjukkan bahwa pemahaman guru tentang pendidikan karakter memiliki peran penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran sosiologi di Kabupaten Pekalongan.

2.4.2. Setyowati (2013)

(34)

40

sekolah dilakukan oleh sekolah melalui serangkaian kegiatan rutin yang sudah terencana, Spontan, Keteladanan dan Pengkondisian.

2.4.3. Triatmanto (2010)

Triatmanto (2010) dalam penelitiannya tentang Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter Di

sekolah diketahui bahwa untuk

mengimplementasikan pendidikan karakter di Indonesia terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi. Secara konseptual, pendidikan karakter di sekolah tampaknya sudah cukup mapan, namun dalam pelaksanaanya hal itu mendapat tantangan yang sangat besar.

Tantangan itu dapat berasal dari lingkungan pendidikan itu sendiri maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berasal dari personal pendidikan maupun perangkat lunak pendidikan (mind set, kebijakan pendidikan, dan kurikulum). Tantangan dari luar berupa perubahan lingkungan sosial secara global yang mengubah tata nilai, norma dan budaya suatu bangsa, menjadi sangat terbuka. Perubahan itu tidak dapat dikendalikan dan dibatasi karena berkembangnya teknologi informasi. Pendidikan karakter disekolah tidak dapat berjalan tanpa pemahaman yang cukup dan konsisten oleh seluruh personalia pendidikan. Di sekolah, kepala sekolah, guru dan karyawan, harus memiliki persamaan persepsi tentang pendidikan karakter bagi peserta didik. Setiap personalia pendidikan mempunyai perananya masing-masing, kepala sekolah sebagai manajer harus mempunyau komitmen yang kuat tentang pendidikan karakter. Kepala sekolah harus mampu membudayakan karakter-karakter unggul di sekolahnya. Kepala sekolah dan guru merupakan personalia penting dalam pendidikan karakter di sekolah.

(35)

41

guru tentang pendidikan karakter sangat menentukan keberhasilan implementasi pendidikan karakter di sekolah. Tidak banyak guru yang secara eksplisit telah mendisain kegiatan pembelajaranya untuk mengembangkan pendidikan karakter.

2.4.4. Jalaludin ( 2012)

Jalaludin ( 2012) dalam penelitiannya tentang Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter mengemukakan bahwa dalam program reformasi pendidikan yang diinginkan oleh Deng Xiaoping pada tahun 1985, secara eksplisit diungkapkan tentang pentingnya pendidikan karakter: Throughout the reform of the education system, it is imperative to bear in mind that reform is for the fundamental purpose of turning every citizen into a man or woman of character and cultivating more constructive members of society (Decisions of Reform of the Education System, 1985). Karena itu program pendidikan karakter telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak jenjang prasekolah sampai universitas. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good,yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Sedangkan pendidikan moral, misalnya PPKN dan pelajaran agama, adalah hanya melibatkan aspek kognitif (hafalan), tanpa ada apresiasi (emosi), dan praktik, sehingga jangan heran kalau banyak manusia Indonesia yang hafal isi Pancasila atau ayat-ayat kitab sucinya, tetapi tidak tahu bagaimana membuang sampah yang benar, berlaku jujur, beretos kerja tinggi, dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama.

(36)

42

Hampir semua pemimpin di Cina, dari Jiang Zemin, Li Peng, Zhu Rongji sampai Hu Jianto dan lainnya, sangat prihatin dengan sistem pendidikan yang terlalu menekankan aspek kognitif saja, yang dianggap dapat

“membunuh” karakter anak, misalnya PR yang terlalu

banyak, pelajaran yang terlalu berat, orientasi hafalan dan drilling, yang semuanya dapat membebani siswa secara fisik, mental,dan jiwa.

Apabila Cina bisa melakukan pendidikan karakter untuk 1.3 miliar manusianya, Indonesia tentunya bisa melakukannya. Namun, Pendidikan karakter belum banyak terdengar dari para pemimpin kita. Tentunya, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita semua bisa mulai melakukannya di lingkungan terkecil kita, keluarga dan sekolah.

Gambar

Gambar 2.1. Model Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Diakses tanggal Diakses tanggal 27 Juli 2013.. [4] 2012, Pengertian Internet,

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (Quasi Eksperimental Method ). Metode ini dilakukan dengan membagi kelompok yang ditelliti menjadi dua kelompok,

Diajukan untuk memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan Dan

Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan melalui sebuah lembaga pendidikan formal sekolah, maka

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 16 Februari s.d 16 April 2018. Dengan rincian yaitu tanggal 16 Februari saya meminta izin untuk melakukan penelitian di sekolah MIS

Per-01/MEN/ 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan (Pasal 11) “Tindakan harus dilakukan untuk mencegah bahaya terhadap orang yang

[r]

[r]