• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Budaya Batak Toba Terhadap Masyarakat Pakpak Kelasen Di Kecamatan Manduamas (1946-1992)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Budaya Batak Toba Terhadap Masyarakat Pakpak Kelasen Di Kecamatan Manduamas (1946-1992)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1980), kata “kebudayaan” berasal dari Bahasa Sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian budaya dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, rasa dan karsa.

Unsur-unsur kebudayaan. Menurut konsep B. Malinowski, kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur universal, yaitu: Bahasa, Sistem Teknologi, Sistem Mata Pencaharian, Organisasi Sosial, Sistem Pengetahuan, Religi, Kesenian. Dari ketujuh unsur kebudayaaan ini merupakan acuan bagi penulis dalam mengkaji budaya dan perubahan budaya yang terjadi pada masyarakat Pakpak Kelasen dan pengaruhkebudayaan suku Batak Toba terhadap kebudayaan Pakpak Kelasen di Kecamatan Manduamas.

(2)

dimana saat ini adat budaya Pakpak Kelasen telah berubah dengan menggunakan adat budaya Batak Toba.

Suku Pakpak mendiami wilayah yang disebut dengan Tanah Pakpak, yanglingkungan wilayahnya berbeda dengan wilayah Dairi yang sekarang, yaitu daerahKeppas yang daerahnya mulai dari batas Tele di Humbang Hasundutan sampaidengan ke perbatasan Aceh. Daerah Pegagan mulai dari daerah Silalahi, Paropo,sampai dengan pesisir Bllo Kotacane.Daerah Simsim mulai dari batas Dolok Sanggul sampai ke Penanggalan (Aceh). Daerah Kelasen yang sekarang masuk ke wilayahKabupaten Humbang Hasundutan yang berbatasan dengan Tapanuli Tengah, dandaerah Boang dengan wilayah Simpang Kiri dan Simpang Kanan yang masuk daerahKabupaten Aceh Singkil, dan Subulussalam.

(3)

Kabupaten Tapanuli Tengah di Kecamatan Barus dan Kecamatan Manduamas. Dan kelima, Pakpak Boang yang berdialek Boang, dengan marga Sambo, Penarik, danSaraan. Wilayah yang ditempati Pakpak Boang ini adalah Kabupaten Aceh Singkildan kota Subulussalam.

Sebutan suku Pakpak sering disebut dengan Pakpak Dairi. Dairi merupakan nama yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada saat menjajah Tanah Pakpak yang dinamai dengan Dairi Landen. Tanah Pakpak dibagi-bagi oleh Belanda dalam berbagai wilayah, sehingga dengan mudah melumpuhkan perjuangan Sisingamangaraja XII yang pusat pemerintahannya di Pearaja dan beberapa wilayah Pakpak. Dengan demikian daerah administrasi Dairi Landen dapat dipisahkan dari daerah-daerah masyarakat Pakpak lainnya, misalnya di kecamatan Parlilitan (Kabupaten Tapanuli Utara menjadi Kabupaten Humbang Hasundutan), Tongging (Karo), Boang (Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam), serta Barus dan Manduamas (Kabupaten Tapanuli Tengah).1

1. Daerah Kelasen menjadi wilayah Tapanuli Utara.

Sejak kedatangan Kolonial Belanda pada tahun 1908, Tanah Pakpak resmi dibagi-bagi seperti :

2. Daerah Manduamas masuk wilayah Tapanuli Tengah.

3. Daerah Boang masuk wilayah Aceh Selatan.

Walaupun pada akhirnya untuk memperluas hegemoni kekuasaan Belanda di Sumatera, hak ulayat (tanah) Pakpak yang dulunya satu di bawah naungan Dairi secara administratif dipecah. Hasilnya dibawahi oleh tiga Daerah Tingkat II yakni:

1

(4)

1. Pakpak secara administratif Kabupaten Dairi adalah: Pakpak SIMSIM, Pakpak PEGAGAN, dan Pakpak KEPPAS.

2. Pakpak secara administratif Kabupaten Tapanuli yakni Pakpak KELASEN.

3. Pakpak secara administratif Kabupaten Aceh Selatan yakni Pakpak BOANG.

Pakpak Kelasen, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Kelasen, dengan marga Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Turuten, Pinayungan dan Nahampun atau sering disebut juga dengan Si Onom Hudon. Sionom Hudon (bahasa Batak Toba) adalah terjemahan dari bahasa Pakpak yaitu si Ennem Koden. Si Onom Hudon secara harfiah berarti enam periuk.

Kecamatan Manduamas ini merupakan bagian dari Tanah Pakpak. Secara geografis Manduamas ini berbatasan dengan Kabupaten Dairi sebagai Kabupaten Induk Tanah Pakpak karena secara ideologi dan kebudayaan masih menyatu. Sebab Kabupaten Dairi merupakan bagian dari Pakpak awalnya sebelum dimekarkan. Untuk itu, walaupun telah terjadi pemisahan antara Pakpak dan Dairi, tetapi sebagai sebuah entitas masyarakat antara keduanya tidak dapat dipisahkan dari sisi ideologi dan kebudayaan yang ada di masyarakatnya karena memang keduanya memiliki keidentikan dalam banyak hal sebagai sebuah identitas masyarakat yang satu. Sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. Perbatasan sebelah Timur ini jugalah yang menghubungkan Manduamas ke Barus2

2

Barus dikenal sebagai sentral niaga internasional pengekspor hasil-hasil alam, termasuk juga damar dan kemenyan yang berasal dari Pakpak.

(5)

internasional pada saat itu, yang dibuktikan sekarang banyak ditemukan bukti-bukti makam tua yang menunjukkan fakta tersebut ada.3

Secara umum etnis Pakpak mengenal dua bentuk upacara (kerja).Yangpertama disebut dengan Kerja Baik, yaitu yang berhubungan dengan upacara sukacita.Yang termasuk upacara baik adalah upacara perkawinan, kelahiran anak, panen, dan lain-lain.Sedangkan yang kedua adalah upacara Kerja Njahat atau upacara yang berhubungan dengan perasaan dukacita, seperti upacara kematian.

Letak Manduamas yang strategis ini kemudian menunjukkan bahwa Pakpak dilingkupi daerah Dairi dan Humbang Hasundutan yang secara geografis tentu saja perbatasan daerah ini memiliki pengaruh dalam dalam masyarakatnya, terutama dalam hal kedekatan budaya antar kedua daerah ini dan termasuk juga penyebaran masyarakat Pakpak di dalamnya merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dihindari mengingat perbatasan ini juga menunjukkan adanya hubungan ekonomi antar kedua daerah terutama Manduamas sebagai bagian dari Pakpak itu sendiri.

4

3

Dada Meuraxa, Sejarah Masuknya Islam di Bandar Barus, Sumatera Utara: Lobu Tuo, Fansur Barus lebihdahulu dari Sriwijaya, Lemuri, Perlak, Pasai dan Majapahit (Medan: Sasterawan, 1973), hlm. 6

4

Berutu, Lister,Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak. Monora: Medan, 2002, hlm. 5

Salah satu upacara Kerja Baik pada masyarakat etnis Pakpak adalah perkawinan.Sebab perkawinan merupakan suatu tahap yang penting dilalui oleh setiap insanmanusia.

Koentjaraningrat menyatakan bahwa: “Perkawinan merupakan peralihan yang terpenting dari life cycle dari semua manusia di seluruh dunia adalah saat peralihan dari

(6)

Saat ini kebudayaan Pakpak yang juga merupakan kebudayaan PakpakKelasen telah mengalami perubahan.Kebudayaan yang berubah itu adalah dalam hal upacara adat perkawinan.Adat Pakpak sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian besar warga Pakpak Kelasen dan beralih menggunakan upacara adat perkawinan yang baru, yaitu adat Batak Toba.Penggunaan adat Pakpak dalam masyarakat Pakpak Kelasenmulai berkurang pemakaiannya.Bila melaksanakan adat pesta perkawinan yangdipakai adalah adat Batak Toba, meskipun perkawinan antara sesama etnis PakpakKelasen adat yang dipakai tetap adat Batak Toba.Akan tetapi yang mengalamiperubahan hanya dalam adat perkawinan saja, sedangkan adat Pakpak lainnya masih tetap dipakai oleh masyarakat Pakpak Kelasen.Hal ini disebabkan orang Batak Toba banyak yang tinggal dan bermukim di sekitar desa Si Onom HudonKecamatan Manduamas.Dulunya juga suku Pakpak Kelasen banyak yang berasal dari suku Batak Toba.Perubahan upacara adat perkawinan ini disebabkan terjadinyaperkawinan antara Pakpak Kelasen dan Batak Toba dengan menggunakan adat BatakToba.

(7)

periode akhir penelitian ini karena berdasarkan PP No. 35 / 1992 tanggal 13 Juli 1992 tentang pembentukan 18 kecamatan yang ada di Sumatera Utara, maka Kabupaten Tapanuli Tengah mendapat dua daerah pemekaran yakni Kecamatan Manduamas yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Barus dan juga Kecamatan Kolang hasil pemekaran dari Kecamatan Sibolga.

Dibutuhkan suatu penelitian tentang kenapa orang Pakpak tidak konsisten dan selalu mengalah atau beradaptasi dengan adat orang lain dalam adat perkawinan. Berbeda dengan orang Karo dan Toba yang selalu konsisten dengan adatnya walaupun kawin dengan etnis lain. Secara umum memang diketahui penyebabnya, antara lain faktorsejarah, faktor pendidikan dan faktor politik. Faktor sejarah dan politik misalnya sangat berperan dengan memecah belah wilayah komunitas Pakpak dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan, sehingga wilayah tradisional Pakpak terbagi dalam beberapa kabupaten.

1.2 Rumusan masalah

Di dalam suatu penulisan, rumusan masalah sangat penting sebab akan memudahkan panulis dalam pengarahan pengumpulan data dalam rangka untuk memperoleh data yang relevan. Hal ini menjadi landasan dalam penulisan nantinya pada bab-bab selanjutnya sehingga penulisan lebih mudah dan terarah karena telah berpedoman pada rumusan masalah.

Berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini maka ada beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji, yaitu:

(8)

2. Bagaimana keberadaan masyarakat Batak Toba di Manduamas?

3. Apa faktor yang mempengaruhi budaya masyarakat Pakpak Kelasen mengikuti budaya Batak Toba?

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Setelah memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang akan dikaji oleh penulis maka yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah apa yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini, serta manfaat yang didapatkan dari hasil penulisan.

Memang masa lampau manusia tidak dapat ditampilkan dalam konstruksi seutuhnya, namun rekonstruksi manusia perlu dipelajari sehingga diharapkan mampu memberikan pelajaran bagi kehidupan manusia di masa kini dan akan datang. Adapun Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk dapat menjelaskan budaya Pakpak Kelasen sebelum masuknya Batak Toba ke Manduamas

2. Untuk dapat menjelaskan bagaimana keberadaan Batak Toba dan pengaruh budayanya terhadap masyarakat Pakpak Kelasen.

3. Untuk dapat menjelaskan apa faktor yang mempengaruhi masyarakat Pakpak Kelasen mengikuti budaya Batak Toba.

Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat bagi kita, yaitu:

(9)

2. Memberikan informasi tentang kebudayaan Pakpak Kelasen bagi yang ingin mengetahui adat Pakpak Kelasen.

3. Memberikan bahan masukan bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat Pakpak Kelasen dan bagi masyarakat Pakpak umumnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka. Selain melakukan penelitian ke lapangan, peneliti juga menggunakan beberapa literatur kepustakaan berupa buku dan laporan serta artikel yang berkaitan sebagai bentuk studi kepustakaan yang akan dilakukan selama penelitian.

(10)

mencakup kebudayaan Pakpak secara umum dan luas. Dari kelima suak yang ada pada bangsa Pakpak tidak ada perbedaan dan semua sama dan seragam.

Lister berutu dan Tandak Berutu dalam bukunya Adat dan Tata Cara Perkawinan Masyarakat Pakpak (2006), menjelaskan tentang adat perkawinan yang berlaku pada masyarakat Pakpak yang masih memegang adatnya. Buku ini berguna untuk mengungkapkan bagaimana adat perkawinan masyarakat Pakpak yang sesungguhnya. Buku ini secara khusus menyajikan bentuk upacara perkawinan yang dianggap ideal oleh umumnya orang Pakpak, yakni: perkawinan Sitari-tari (merbayo), Sohom-sohom, Menama, Mengrampas, Mencukung, Mengeke, dan Mengalih. Ketujuh bentuk perkawinan ini memiliki ciri khasnya masing-masing, namun Sitari-tari (Merbayo) merupakan bentuk upacara perkawinan yang biasa dilaksanakan dan dianggap paling ideal karena semua hak dan kewajiban dari kerabat pihak pengantin laki-laki dan pengantin perempuan telah terpenuhi. Bentuk perkawinan jenis ini dibicarakan lebih lanjut dan menjadi fokus utama buku ini. Pentingnya adat perkawinan Pakpak ini untuk diuraikan secara tertulis karena dikhawatirkan adat perkawinan Pakpak akan hilang karena generasi tua pun tidak konsisten mempertahankan adatnya. Dan generasi mudanya pun tidak paham terhadap adatnya sendiri, karena orangtuanya sendiri pun mungkin tidak memahami secara rinci.

(11)

Kemudian pembahasan tentang nama ‘batak’. Sesudah itu akan dibicarakan juga Batak Toba sebagai salah satu subetnis dari batak.

O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba dalam bukunya Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskripsi. Buku ini menggambarkan kedinamisan suku bangsa Batak Toba. Persebaran mereka ke daerah sekitar yang bermula dari Pusat Negeri Batak sudah berlangsung sejak beberapa abad yang lalu. Kejadian tersebut sudah digambaran dalam berbagai kepustakaan yang membahas silsilah dan penyebaran marga-marga. Telaah kali ini berkenaan dengan penyebaran orang Batak Toba dalam konteks yang lebih modern serta dalam ruang lingkup yang lebih luas, dengan sajian sejak permulaan abad XX. Buku ini diperlukan untuk mengambil contoh Tano Perserakan orang Batak Toba ke wilayah Dairi dan Tapanuli Tengah.

(12)

1.4 Metode Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merekonstruksi sejarah dan menghasilkan sebuah karya sejarah yang bernilai ilmiah, sehingga tahapan demi tahapan harus dilalui untuk mencapai suatu hasil yang maksimal.Untuk itu dalam merekonstruksi masa lampau pada objek yang ditulis tersebut dipakai metode sejarah dengan mempergunakan sumber sejarah sebagai bahan penelitian. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.5

5

Louis Gottschalk, “Mengerti Sejarah”, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hlm 32.

Langkah pertama yang dilakukan adalah heuristik, yaitu mengumpulkan sumber-sumber yang sesuai dan mendukung objek yang ditulis. Dalam hal ini dengan menggunakan metode

(13)

Langkah kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam tahapan ini, kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari keaslian sumber tersebut baik dari segi substansial (isi), yakni dengan cara menganalisa sejumlah sumber tertulis misalnya buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan orang Pakpak dan Batak Toba, kritik ini disebut dengan kritik intern. Disamping itu juga dilakukan kritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsukah sumber tersebut agar diperoleh keotentikan, kritik ini disebut dengan kritik ekstern.Kritik yang dilakukan lebih banyak kepada kritik internal, hal tersebut terjadi karena kurangnya sumber primer yang diperoleh, sehingga sulit untuk melakukan kritik eksternal.

Tahapan selanjutnya setelah uji dan analisis data ialah tahap interpretasi.Dalam tahapan ini, data yang diperoleh dianalisa sehingga melahirkan satu analisa yang baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang ditulis.Objek kajian yang cukup jauh kebelakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif. Dengan kata lain, tahap ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau data-data/informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada untuk diceritakan kembali.

Referensi

Dokumen terkait

P: Hilangnya sesuatu hal dalam proses pernikahan adat Batak Toba juga menghilangkan nilai budaya pernikahan adat Batak Toba itu sendiri, menurut anda apa yang dapat

Namun tidak hanya perubahan pada tempat pelaksanaan adat yang berubah namun penggunaan wisma/gedung sebagai sarana ruang pelaksanaan ritual Adat Perkawinan Batak Toba juga

Pada saat ini dapat dilihat dari tahun 2012 sampai tahun 2014 prestasi UKM Bola Basket menurun meskipun kompensasi non finansial sudah banyak mengalami perubahan

Contoh tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai “Tindak Tutur dalam Upacara Adat Melamar pada Perkawinan Masyarakat Kambowa Kecamatan Kambowa Kabupaten Buton

Kain Ulos juga menjadi bagian penting dalam upacara adat masyarakat Batak. Bilamana dalam suatu upacara adat Kain Ulos tidak digunakan atau diganti

Pada umumnya rumah adat masyarakat Batak Toba yang disebut juga dengan Gorga Sopo Godang, terdapat berbagai jenis ornamen yang diletakkan di berbagai tempat yang memiliki makna

tanda dalam mangupa pada upacara perkawinan masyarakat Angkola... Meskipun sebelumnya sudah banyak ahli-ahli budaya

Sebagian besar generasi muda Karo terutama yang sudah merantau tidak tahu bahwa zaman dahulu peralatan musik tradisional suku Karo berperan dalam berbagai kegiatan upacara adat