• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISBN /e-ISBN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISBN /e-ISBN"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

2015

(2)

Karakteristik

Sumberdaya Laut

dan Pesisir

Editor :

Dr. Sugiarta Wirasantoso, M.Sc

Dr.-Ing. Widodo S Pranowo

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

2015

(3)

Judul Buku :

KARAKTERISTIK SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR

Editor :

Dr. Sugiarta Wirasantoso, M.Sc Dr.-Ing. Widodo S Pranowo

Desain sampul dan Penata isi : Sari Novita, S.T

Korektor :

Agus Hermawan, S.Sos Dani Saepuloh, A.Md Sari Novita, S.T

Jumlah Halaman:

153 + v halaman romawi

Seri :

Pengetahuan Sumberdaya Laut dan Pesisir No.2

Edisi/ cetakan:

Cetakan 1, Desember 2015

Sumber foto sampul:

Survei tahun 2012, Loka Penelitian Sumberdaya Kerentanan Pesisir, Balitbang KP

Penerbit :

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Komplek Bina Samudera Jl. Pasir Putih II Lantai 4, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta. www.p3sdlp.litbang.kkp.go.id

Telp. : (021) 64700755 / Fax. : (021) 64711654, Email : set.p3sdlp@gmail.com

ISBN : 978-602-9086-42-3 e- ISBN : 978-602-9086-43-0

Di cetak oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir @ 2015, hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dilarang mengutip/memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

(4)

iii

KATA SAMBUTAN

Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan merupakan proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan Sumberdaya pesisir dan lautan.

Daerah pesisir di Indonesia yang kebanyakan ditinggali oleh para nelayan, merupakan daerah yang belum sepenuhnya digali potensinya, hal ini berkaitan dengan para nelayan itu sendiri sekedar memanfaatkan hasil dari laut hanya untuk memenuhi harian mereka.

Penelitian mengenai karakteristik Sumberdaya laut dan pesisir sangat membantu pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan khususnya di daerah pesisir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, telah melakukan kajian dan riset tentang karaketristik Sumberdaya laut dan pesisir di Indonesia bagian timur. Hasil riset tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk melanjutkan pertumbuhan sektor kelautan yang saat ini sedang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.

Saya berharap buku ini dapat menjadi jembatan sekaligus wadah untuk terus menghasilkan karya tulis lain yang dapat memberi kontribusi untuk kemajuan pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

(5)

iv

karunia Nya, sehingga buku pengetahuan sumberdaya laut dan pesisir seri 2 (dua) dengan judul Karakteristik Sumberdaya Laut dan Pesisir ini dapat kami selesaikan.

Pada edisi kedua ini terdapat penjabaran mengenai pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (SIG) kaitannya dengan penentuan kawasan budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa, serta penentuan kapasitas tempat evakuasi sementara pada mitigasi bencana tsunami, dan riset ketahanan masyarakat dalam menghadapi gempa dan tsunami khususnya di kota Pariaman. Disamping itu disampaikan pula mengenai sejarah gempa dan tsunami pulau Sumatera. Terdapat pula paparan terkait karakteristik lingkungan pada edisi ini, diantaranya adalah perairan sekitar kawasan Mandeh Sumatera Barat sebagai salah satu upaya untuk pengembangan wisata kapal karam MV Boelongan, serta analisa unsur logam berat pada perairan dan biota estuari Sunggai Manggar di Belitung timur berdasarkan kesesuaian baku mutu lingkungan.

Pada kesempatan ini, kami sampaikan banyak terima kasih kepada pimpinan dan keluarga besar lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir serta beberapa pihak mitra instansi yang berpartisipasi dalam penyusunan Buku Karakteristik Sumberdaya Laut dan Pesisir ini. Kami berharap semoga buku ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat, dan motivasi kepada kami untuk penelitian-penelitian selanjutnya sehingga dapat menghasilkan manfaat demi kemajuan di bidang pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir.

Jakarta, 14 Desember 2015 Tim Editor

(6)

v

Daftar Isi

Kata Sambutan ... iii Kata Pengantar ... iv Daftar Isi ... v

1. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Di Pesisir Kecamatan Moyo Hilir Dan Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa Yulius, Agustin Rustam, Hadiwijaya L. Salim, Aida Heriati, Eva Mustikasari, Ardiansyah ... 1 2. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Penentuan

Kapasitas Tempat Evakuasi Sementara Dalam Mitigasi Bencana Tsunami di Kota Pariaman

Hadiwijaya L. Salim, Dini Purbani, Lestari C. Dewi , Udrekh Hanif ... 17 3. Ketahanan Masyarakat Pesisir Kota Pariaman Dalam

Menghadapi Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami

Dini Purbani, Yulius, Lestari Cendikia Dewi, Devi Dwiyanti Suryono ... 31

4. Gempa Dan Tsunami Sumatera Dalam Sejarah

Semeidi Husrin, Joko Prihantono ... 55 5. Kapal Karam MV Boelongan Nederland di Kawasan

Mandeh, Lingkungan Laut Sekitarnya, dan Kemungkinan Pengembangannya

Nia Naelul Hasanah Ridwan, Gunardi Kusumah, Semeidi Husrin,Terry L. Kepel ... 84 6. Kandungan Unsur Logam Berat Dalam Air dan Biota Estuari

Sungai Manggar Belitung Timur Berdasarkan Kesesuaian Dengan Baku Mutu Lingkungan

(7)

1

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kesesuaian

Kawasan Budidaya Rumput Laut di Pesisir Kecamatan Moyo

Hilir dan Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa

Yulius

1

, Agustin Rustam

1

, Hadiwijaya L. Salim

1

, Aida Heriati

1

, Eva

Mustikasari

1

, dan Ardiansyah

2

1) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir,

Balitbang, KP

2) Pengajar pada Departemen Geografi FMIPA, Universitas Indonesia

Abstrak

Rumput laut merupakan salah satu komoditas Sumberdaya pesisir dan laut yang memilki nilai ekonomis yang tinggi, mudah dibudidayakan serta biaya produksi yang rendah. Kesesuaian kawasan perairan merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan rumput laut. Penelitian yang dilakukan di sekitar Kecamatan Moyo Hilir dan Kecamatan Lape ini bertujuan untuk menentukan kesesuaian kawasan untuk budidaya rumput laut menggunakan SIG. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis spasial (keruangan) dan analisis tabular terhadap kesesuaian kawasan dalam SIG. Hasil analisis spasial dan tabular terhadap kesesuaian kawasan untuk budidaya rumput laut berhasil ditentukan kawasan yang sesuai untuk budidaya rumput laut, menunjukkan bahwa lokasi yang sesuai adalah di perairan Kecamatan Lape dengan luas sekitar 269,27 km2 atau 48,31 % dari luas total wilayah kawasan pengembangan.

Kata kunci : Sistem Informasi Geografis (SIG), budidaya rumput laut, Kecamatan Moyo Hilir, Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa.

Pendahuluan

Rumput laut merupakan salah satu komoditas Sumberdaya laut yang memilki nilai ekonomis yang tinggi, mudah dibudidayakan serta biaya produksi yang rendah. Kebutuhan rumput laut diperkirakan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk konsumsi langsung maupun industri makanan, farmasi dan kosmetik (Kordi, 2010).

Kabupaten Sumbawa memilki letak georafis 116˚42‘00” – 118˚22‘00” BT dan 08˚08‘00” – 09˚07‘00” LS dan memiliki luas wilayah 10.475,70 Km²

(8)

2 (21,20 % NTB) dengan luas daratan 6.643,98 Km² (32,96% dari daratan NTB), serta dengan luas perairan pesisir dan lautan 3.831,72 Km² (13,14 % dari perairan NTB) sehingga sangat berpeluang dalam mengembangkan potensi pesisir dan lautan untuk berbagai kegiatan perikanan. Budidaya rumput laut salah satu kegiatan perikanan yang telah dikembangkan dalam rangka memanfaaatkan potensi perairan dan lautan yang telah ada di Kabupaten Sumbawa (Anonim, 2013).

Pada tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumbawa memilki target untuk produksi rumput laut sebesar 359.924 ton. Kecamatan Moyo Hilir dan Kecamatan Lape merupakan salah satu sentra pengembangan budidaya rumput laut yang ada di Kabupaten Sumbawa, untuk mencapai target yang diinginkan, pemerintah Sumbawa harus meningkatkan wilayah pengembangan rumput laut di daerah-daerah potensial. DKP Sumbawa, (2012) menjelaskan bahwa Labuhan Sangoro yang berada di Kecamatan Maronge merupakan salah satu wilayah pengembangan rumput laut, namun dari luas potensial lahan yaitu sekitar 1.343 Ha baru dimanfaatkan sekitar 880 Ha dengan jumlah petani pembudidaya yaitu 193 orang dan produktivitas lahan budidaya rumput laut di kawasan ini sebesar 46,57 ton/ha/tahun, yang artinya masih tersisa 463 Ha yang belum dimanfaatkan untuk pengembangan rumput laut (Anonim, 2014).

Kegiatan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa merupakan jenis usaha budidaya yang cukup berkembang dengan baik, mengingat luas areal yang dapat dimanfaatkan cukup besar yaitu ± 58.784,39 ha. Sampai dengan tahun 2009 pemanfaatan potensi lahan (areal perairan) untuk usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa sekitar 5.650 Ha dengan total produksi sebesar 27.056 ton (basah) (Anonim, 2013). Pada tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumbawa memilki target untuk produksi rumput laut sebesar 359.924 ton, untuk mencapai target yang diinginkan, pemerintah Sumbawa harus meningkatkan wilayah pengembangan rumput laut di daerah-daerah potensial. Lokasi usaha budidaya rumput laut tersebar pada 7 kecamatan yaitu :1) Kecamatan Alas Barat, 2) Kecamatan Lab. Badas, 3) Kecamatan Moyo Hilir, 4) Kecamatan Lape, 5) Kecamatan Maronge, 6) Kecamatan Plampang, 7) Kecamatan Tarano.

(9)

3

Perairan Teluk Saleh memiliki Sumberdaya alam pesisir dan laut yang beraneka ragam, sehingga untuk masa yang akan datang merupakan sumber ekonomi baru bagi pertumbuhan pembangunan di propinsi NTB (Radjawane, 2006). Teluk Saleh merupakan salah satu sentra pengembangan budidaya rumput laut yang ada di Kabupaten Sumbawa. Masyarakat pesisir di sekitar Teluk Saleh melakukan usaha budidaya rumput laut jenis Eucheuma Cottonii dengan jumlah biomassa sekitar 10 ton Km² dan nilai P/B ratio 15,34 tahun

(Anonim, 2004).

Pada pengembangan rumput laut, kelayakan lokasi perairan merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan rumput laut. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh faktor fisika (suhu, kecepatan arus, kecerahan) dan kimia (pH, salinitas, DO, Nutrien) dalam pertumbuhan rumput laut (Puja et al., 2001).

Menurut Puja et al. (2001) salah satu kendala pengembangan budidaya rumput laut pada suatu perairan adalah belum tersediannya data dan informasi yang akurat tentang luasan lahan dan tingkat kelayakan lokasi untuk pengembang budidaya rumput laut. Padahal berhasil tidaknya kegiatan budidaya rumput laut sangat erat kaitannya dengan ketetapan dalam pemilihan dan penentuan lokasi yang tepat. Faktor oseanografi memegang peranan penting dalam prefensi lingkungan selain, topografi serta letak pulau tempat penanaman rumput laut (Barsanti dan Paolo Gualtiari, 2006).

Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kesesuaian kawasan dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesesuaian kawasan untuk budidaya rumput laut melalui aplikasi SIG.

Kawasan Pesisir Kabupaten Sumbawa

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pesisir Kecamatan Moyo Hilir dan Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 1) dan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015.

(10)

4

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Bahan dan alat penelitian yang digunakan yaitu; peta kedalaman/batimetri laut Dishidros TNI-AL lembar peta Teluk Saleh bagian Barat sekala 1 : 50.000 nomor peta 266 tahun 1990 untuk orientasi di lapangan, multi parameter merek TOA-DKK untuk mengukur suhu, salinitas, DO, pH, flouting droudge untuk mengukur kecepatan arus, sedimen grab untuk mengambil sedimen dasar perairan, secchi disk untuk mengukur kecerahan, wave pole untuk mengukur tinggi gelombang, botol poliethilen untuk tempat sampel air, GPS untuk mendapatkan posisi geografis, kamera digital untuk pemotretan kondisi eksisting dan alat tulis.

Data yang digunakan meliputi data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dengan cara melakukan survei dan observasi langsung di lapangan (Tabel 1).

(11)

5

Tabel 1. Pengumpulan Data Primer

No Jenis Data Teknik

Pengumpulan

Alat yang digunakan Lokasi

Pengumpulan Data

1. Data Suhu Perairan (oC) Pengukuran Multi parameter untuk mengukur suhu Perairan pesisir Kecamatan Moyo Hilir dan Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa 2. Data Salinitas Perairan

(‰)

Pengukuran Multi parameter /Refraktometer 3. Data pH Perairan Pengukuran Multi parameter /pH

Meter 4. Data Kecepatan Arus

(cm/detik)

Pengukuran Current Meter untuk

mengukur kecepatan arus 5. Data Dasar Perairan (m) Identifikasi Sedimen Grab

6. Data Kecerahan Perairan (%)

Pengukuran Secchi disk untuk

mengukur

kecerahan perairan 7. Data Dissolved

Oxygen/DO (mg/L)

Pengukuran Multi parameter /DO meter

8. Data Nitrat (mg/L) Pengambilan sampel dan Pengukuran

Poliethilen dan Analisis

Laboratorium 9. Data Fosfat (mg/L) Pengambilan

sampel dan Pengukuran

Poliethilen dan Analisis

Laboratorium 10 Data Tinggi Gelombang

(m)

Pengukuran Wave Pole

Data sekunder diperoleh dari Bappeda Kabupaten Sumbawa, Dinas Tata Ruang Kabuapten Sumbawa, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabuapten Sumbawa, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumbawa, dan Badan Informasi Spasial/Bakosurtanal (Tabel 2). Dari data sekunder banyak diperoleh gambaran kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan fisik yang terdapat di lokasi penelitian secara menyeluruh.

(12)

6

Tabel 2. Pengumpulan Data Sekunder

No Jenis Data Teknik

Pengumpulan Skala/ Resolusi Sumber Data 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11

Data Biofisik dan Oseanografi

Peta Kedalaman/Batimetri Laut, Teluk Saleh bagian Barat nomor peta 266 (1990) Peta Rupa Bumi Indonesia (1992)

Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusatenggara (2012)

Dokumen Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumbawa 2011 - 2031

Rencana Induk Kawasan Minapolitan Perikanan Kabupaten Sumbawa

Laporan Akhir dari kegiatan Penyusunan Dokumen Awal Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Sumbawa,

Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabuapten Sumbawa tahun 2012

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Teluk Saleh

Laporan Akhir Profil Perikanan Budidaya Kabupaten Sumbawa

Kabuapten Sumbawa Dalam Angka Tahun 2013

Hasil survei kawasan budidaya Teluk Saleh tahun 2009

Inventarisasi profil dasar daerah penelitian 1:50.000 1:50.000 1:250.000 Dishidros TNI-AL BIG / Bakosurtanal Puslitbang Geologi (P3G)– ESDM

Dinas Tata Ruang Kabuapten Sumbawa BAPPEDA Sumbawa Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabuapten Sumbawa Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Sumbawa BIG / Bakosurtanal

(13)

7

Analisis Kesesuaian Kawasan (Spasial)

Analisis kesesuaian kawasan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), yaitu sistem informasi spasial berbasis komputer dengan melibatkan perangkat lunak Arc GIS 9.3. Pada analisis ini prinsipnya berupa basis data dari data primer maupun data sekunder dengan data aktual tahun 2015 dapat dirumuskan berdasarkan parameter yaitu :

a. Parameter Fisika - suhu, - kecepatan arus, - dasar perairan, - kecerahan dan - tinggi gelombang b. Parameter Kimia - salinitas, - pH, - DO, - nitrat dan - fosfat

Masing-masing komponen keruangan dijadikan peta tematik dengan skala 1:50.000, kemudian dioverlay-kan untuk mendapatkan peta komposit (peta hasil analisis dengan cara overlay antara seluruh tema peta dalam penentuan kawasan budidaya rumput laut yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Analisis Integrasi SIG Kesesuaian Kawasan Untuk Budidaya Rumput Laut

(14)

8

Analisis Tabular

Menurut Suwargana dkk (2006) kelas kesesuaian kawasan untuk budidaya rumput laut terbagi kedalam 3 (tiga) kelas, yaitu:

1. Kelas S1 (Sesuai) : Daerah ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk suatu penggunaan secara lestari (total skor: >35) 2. Kelas S2 (Sesuai Bersyarat) : Daerah ini mempunyai faktor pembatas

yang dapat mengurangi tingkat produksi atau keuntungan yang diperoleh (total skor: 25 - 35)

3. Kelas N (Tidak Sesuai) : Daerah ini sarankan untuk tidak digunakan, karena faktor pembatasnya bersifat permanen (total skor: <25) Penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut dilakukan dengan metode pembobotan. Parameter-parameter utama kesesuaian yang diperlukan untuk budidaya rumput laut disajikan pada Tabel 3.

(15)

9

Tabel 3. Matriks Kesesuaian Kawasan Untuk Budidaya Rumput Laut

No Parameter Kisaran Nilai

(A) Bobot (B) Skor (AxB) 1. Suhu (oC) 27 – 30 25-<27 atau >30-32 < 25 atau >32 3 2 1 1 3 2 1 2. Salinitas (‰) 29 – 33 25 -<29 atau >33-37 < 25 atau >37 3 2 1 1 3 2 1 3. pH 7 – 8,5 6,5-<7 atau >8,5-9,5 < 6,5 atau >9,5 3 2 1 1 3 2 1 4. Kecepatan Arus (cm/detik) 20 – 40

10-20 atau 40-50 < 10 atau >50 3 2 1 2 6 4 2 5. Dasar Perairan (m) Pasir

Pasir Berlumpur Lumpur 3 2 1 1 3 2 1 6. Kecerahan (m) > 5 3 - 4 < 3 3 2 1 2 6 4 2 7. Dissolved Oxygen/DO (mg/L) > 4 2 - 4 < 2 3 2 1 2 6 4 2 8. Nitrat (mg/L) 0,9 – 3,5 0,01-0,08 atau 3,6-4,4 < 0,1 atau > 4,5 3 2 1 2 6 4 2 9. Fosfat (mg/L) 0,051 – 1 0,021 - 0,05 < 0,021 atau > 1 3 2 1 1 3 2 1 10. Tinggi Gelombang (m) 0,2 - 0,3 0,1-0,19 atau 0,3-0,4 <0,1 atau > 0,4 3 2 1 2 6 4 2 Keterangan:

Angka Penilaian yaitu; 3 : Baik, 2 : Sedang dan 1 : Kurang Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh variabel dominan

(Sumber: Hasil modifikasi dari Aslan. 1988; Utojo et al., 2007; Ariyati, 2007; Kangkan, 2006; Cornelia et al. (2005))

(16)

10

Peta Tematik dalam penentuan kawasan budidaya rumput laut

Peta tematik hasil analisis dalam penentuan kesesuaian kawasan budidaya rumput laut dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) yang masing-masing komponen keruangan dijadikan peta tematik dengan skala 1:50.000. Peta tematik berdasarkan parameter fisika dan kimia seperti terlihat pada Gambar 3.

(17)

11

Gambar 3. Peta Tematik dalam penentuan kawasan Budidaya Rumput Laut

Matrik hasil analisis tabular penentuan kawasan budidaya rumput

laut

Hasil kesesuaian kawasan untuk budidaya rumput laut dilakukan dengan metode pembobotan seperti terlihat pada lampiran tabel 1. Kesesuaian kawasan yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan kesesuaian aktual (actual suitability), yang tingkat kesesuaiannya hanya didasarkan pada data yang tersedia dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan serta tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kendala fisik atau faktor-faktor penghambat yang ada sehingga dapat mempengaruhi kelas kesesuaian budidaya rumput laut.

Analisis Spasial Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian kawasan secara spasial, diperoleh bahwa untuk kawasan budidaya rumput laut pada daerah penelitian, dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelas, yaitu: (1) kelas kesesuaian lahan dengan kategori S1 (Sesuai) dengan areal seluas 269,27 km2 (48,31%), dan (2) kelas kesesuaian

(18)

12 lahan dengan kategori S2 (Sesuai Bersyarat) dengan areal seluas 288,06 km2 (51,69%), seperti ditunjukan pada Tabel 4. Peta sebaran secara spasial kelas kesesuaian untuk kawasan budidaya rumput laut dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 4. Luas Kawasan Kesesuaian Lahan Untuk Kawasan Budidaya Rumput Laut No Kelas Budidaya Rumput Laut Luas (km2) Persentase (%)

1 Sesuai (S1) 269,27 48,31

2 Sesuai Bersyarat (S2) 288,06 51,69

Luas Keseluruhan 557,33 100,00

Gambar 4. Peta Kesesuaian Kawasan Untuk Budidaya Rumput Laut

Kawasan budidaya rumput laut dengan kriteria sesuai (S1), yaitu hampir sebagian besar parameter fisika dan kimia yang dikaji pada kawasan tersebut sesuai untuk budidaya rumput laut. Berdasarkan Tabel 4, serta penyajian secara spasial pada Gambar 4 diketahui bahwa kawasan yang sesuai merupakan daerah yang berada pada sepanjang perairan pesisir Desa Labuan Kuris, Kecamatan Lape.

Pada kawasan tersebut memiliki nilai parameter fosfat (PO43-) tinggi, fosfat merupakan salah satu unsur hara yang berperan dalam proses

(19)

13

pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton dan organisme akuatik lainya. Hasil pengukuran posfat pada lokasi penelitian menunjukan nilai yang melebihi baku mutu ditiap stasiunnya, yaitu berkisar 0,03-0,3 mg/L dengan rata-rata konsentrasi dari seluruh hasil pengukuran sebesar 0,074 mg/L. Nilai baku mutu fosfat yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah 0,051 – 1 (Cornelia et al., 2005). Tingginya nilai fosfat kemungkinan diakibatkan oleh tingginya beban pencemaran dari aktivitas disekitar lokasi penelitian.

Nilai fosfat pada masing-masing stasiun secara umum terlihat menyebar secara merata (Gambar 5), hanya terdapat beberapa stasiun dengan kadar fosfat tinggi. Meskipun demikian, kadar posfat tersebut perlu dikurangi dengan cara membatasi buangan limbah ke perairan, khususnya limbah pertanian dan antropogenik.

Gambar 5. Distribusi parameter fosfat (PO43-) di lokasi penelitian, Mei 2015

Sama halnya dengan fosfat, nitrat merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi fitoplankton dan organisme akuatik lainnya. Pada perairan laut, nitrogen merupakan unsur pembatas bagi produktivitas primer di laut. Nitrogen yang dimanfaatkan oleh fitoplankton adalah dalam bentuk nitrat. Khusus di laut, unsur hara nitrat lebih banyak diperlukan dibandingkan unsur hara fosfat untuk pertumbuhan ideal fitoplankton (Winata, 2006).

Berdasarkan pengukuran pada lokasi, konsentrasi nitrat pada lokasi penelitian berkisar 4,9-18 mg/L dan nilai rata-rata dari seluruh hasil pengukuran sebesar 8,4 mg/L (Gambar 6). Nilai nitrat pada seluruh stasiun tersebut telah melebihi baku mutu untuk budidaya rumput laut yaitu sebesar 0,9 – 3,5 mg/L. Nilai konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 60 dan

(20)

14 terendah pada stasiun 33. Namun, nilai pada masing-masing stasiun tersebut telah melebihi baku mutu. Apabila tidak ditanggulangi, dikhawatirkan akan memicu timbulnya blooming alga di perairan teluk.

Gambar 6. Distribusi parameter Nitrat (NO3-) di lokasi penelitian, Mei 2015

Hasil pengamatan lapangan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan masyarakat di pesisir Kecamatan Moyo Hilir dan Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa adalah eucheuma cottonii. Rumput laut jenis ini memiliki kandungan karaginan kappa yang tinggi, berwarna hijau kekuningan,

thallusnya berbentuk silinder dan bercabang, permukaan licin dan kenyal.

Karaginan sebagai hasil olahan rumput laut dapat diolah menjadi bahan makanan dan minuman, pet-food, bahan baku industri farmasi serta kosmetik (Luhur et al., 2012).

Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis spasial dan tabular terhadap kesesuaian kawasan untuk budidaya rumput laut berhasil ditentukan kawasan yang sesuai untuk budidaya rumput laut, menunjukkan bahwa lokasi yang sesuai adalah di perairan Kecamatan Lape dengan luas sekitar 269,27 km2 atau 48,31 % dari luas total wilayah kawasan pengembangan.

Berdasarkan pengukuran kualitas air yang dilakukan di lokasi penelitian, menunjukan terdapat beberapa parameter yang masih melebihi baku mutu untuk budidaya rumput laut seperti nilai fosfat dan nitrat. Kondisi

(21)

15

tersebut diduga akibat dari aktivitas perekonomian oleh masyarakat sekitar yang menghasilkan limbah ke perairan. Selain itu, beberapa stasiun berlokasi dekat dengan muara sehingga mendapat masukan limbah dari daratan yang terbawa aliran sungai.

Persantunan

Kami ucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, KKP atas bantuan dana untuk menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa atas bantuan sarana dan prasarana sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

Daftar Pustaka

Anonim. 2014. Majalah Minapolitan. Penerbit Dinas Kelautan Perikanan Sumbawa.

Anonim. 2013. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Sumbawa. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.

Anonim. 2004. Daya Dukung Kelautan dan Perikanan Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh dan Teluk Ekas. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 122 hlm.

Ariyati, R. W., L. Sya’rani, dan Endang Arini. 2007. Analisis Kesesuaian Perairan Pulau Karimun Jawa dan Pulau Kemujan Sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis. UNDIP, Semarang. 45 hlm.

Aslan. 1988. Rumput Laut. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Barsanti L dan Paolo Gualtiari, 2006. Algae Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology. Taylor & Francis. New York. USA.

Cornelia, M.I., Suryanto, H., Ambarwulan, W. 2005. Prosedur dan Spesifikasi Teknis Analisis Kesesuaian Budidaya Rumput Laut. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut. Bakosurtanal. Cibinong.

Kangkan, A.L. 2006. Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tesis. UNDIP, Semarang. 102 hlm.

Kordi, K.M.G.H., 2010. Kiat Sukses Budi Daya Rumput Laut di Laut dan di Tambak. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

(22)

16 Luhur, E.S., Witomo, C.M., Firdaus, M. 2012. Analisis Daya Saing Rumput Laut di Indonesia (Studi Kasus: Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara). Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 7(1) : 55 – 66.

Puja, Y., Sudjiharno, Aditya, TW. 2001. Pemilihan Lokasi Budidaya. Dalam Teknologi Budidaya Rumput Laut, Kappaphycus allvarezii. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Juknis seri No. 8, hlm 13-17.

Radjawane, I.M, 2006. Sirkulasi Arus Vertikal Di Perairan Teluk Saleh Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Segara, Vol 2 (1): 10-15.

Suwargana, N., Sudarsono, dan V. P. Siregar. 2006. Analisis Lahan Tambak Konvensional Melalui Uji Kualitas Lahan dan Produksi dengan Bantuan Penginderaan Jauh dan SIG. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital. 3 (1) : 1 – 13.

Utojo, Malik. A. T., Hasnawi. 2007. Pemetaan Kelayakan Lahan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Teluk Sopura, Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Torani. Makassar.

Winata, A.K. 2006. Fluktuasi Kadar Senyawaan Nitrogen Dan Fosfat Di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(23)

17

Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Penentuan

Kapasitas Tempat Evakuasi Sementara Dalam Mitigasi

Bencana Tsunami di Kota Pariaman

Hadiwijaya L. Salim1, Dini Purbani1, Lestari C. Dewi1 dan Udrekh Hanif2 1

Peneliti pada P3SDLP, Balitbang KP 2

Perekayasa pada BPPT

Abstrak

Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan sebuah sistem geo-informasi yang dapat diaplikasikan di banyak bidang, diantaranya untuk penentuan kapasitas dan proyeksi tempat evakuasi tsunami. Kota Pariaman memiliki potensi kebencanaan tsunami yang cukup tinggi, karena posisinya yang langsung berhadapan dengan zona subduksi di Samudra. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kapasitas tempat evakuasi tsunami. Metode yang digunakan memadukan antara metode Sistem Informasi Geografis dengan metode proyeksi penduduk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kota Pariaman telah terdapat 12 TES sehingga diperlukan usulan TES sebanyak 23 unit agar dapat meliputi semua wilayah Kota Pariaman. Kapasitas daya tampung TES usulan bervariasi mulai dari 415 hingga 2.249 jiwa. Adapun pada tahun 2060 diproyeksikan bahwa kebutuhan daya tampung TES berkisar antara 815 hingga 4.419 jiwa yang tercakup dalam kategori cukup tinggi, tinggi hingga sangat tinggi.

Kata kunci : SIG, Tsunami, Tempat Evakuasi Sementara (TES), Kapasitas dan Proyeksi.

Pendahuluan

Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kemampuannya dalam mitigasi bencana (Johnson, 2000). Beberapa penelitian pernah dilakukan dalam aplikasi SIG untuk kebencanaan, diantaranya pernah dilakukan oleh Wadge, 1988; Chou, 1992; Shu-Quiang dan Unwim, 1992 yang memfokuskan penelitiannya pada pemodelan aspek fisik kebencanaan. Contoh penerapan analisis SIG lainnya misalnya dilakukan oleh Dangermond (1985), Dunn (1992) dalam Cova, T.J dan Richard L Church (1997) untuk menentukan rute evakuasi alternatif dan untuk keluar dari zona rawan. Contoh lainnya pernah dilakukan oleh de Silva et al. (1993) dalam Cova, T.J

(24)

18 dan Richard L Church (1997) yang melakukan pengelolaan data keruangan yang berasosiasi dengan decision support system dalam hal evakuasi.

Kota Pariaman secara astronomis terletak antara 0° 33' – 0° 41' Lintang Selatan dan 100° 5' – 100° 12' Bujur Timur. Secara administratif Kota Pariaman merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Barat yang berbatasan dengan Samudera Hindia di bagian barat, dan dikelilingi oleh Kabupaten Padang Pariaman (Gambar 1).

Gambar 1. Peta petunjuk lokasi kajian

Kota Pariaman terletak di pantai barat berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang sebagian merupakan bagian zona subduksi lempeng India-Australia dan Eurasia. Di sekitar Kota Pariaman juga terdapat zona patahan mendatar yang disebut Sumatera Fault Zone (SFZ), sehingga daerah ini memiliki potensi kuat memicu bencana geologi. Salah satu potensi bencana adalah gempa bumi dan tsunami. Gempa bumi terakhir di Kota Pariaman terjadi dua kali pada tahun 2009 dengan lokasi yang berbeda, yaitu dengan pusat di bawah laut dan di daratan yang terasa hampir di seluruh Provinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan suatu penelitian yang dapat mengurangi korban jiwa akibat bencana gempa maupun tsunami. Penelitian ini mengkaji kapasitas daya tampung Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan diperkirakan dapat beroperasi hingga 50 (lima puluh) tahun yang akan datang.

(25)

19

Maksud dari kajian ini adalah untuk menentukan kapasitas tempat evakuasi tsunami (TES) di Kota Pariaman sehingga dapat dijadikan informasi oleh Pemerintah Daerah setempat untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan tata ruang wilayah yang berwawasan mitigasi tsunami. Sedangkan tujuannya adalah :

 Menentukan kapasitas TES

 Membuat zonasi daerah pesisir yang terliput oleh TES

Memproyeksikan kapasitas TES di masa yang akan datang

Kelengkapan data

Data yang diperlukan antara lain :  Peta Rawan Tsunami dari BNPB.

Data tersebut digunakan untuk menentukan kawasan yang dianggap rawan tsunami berdasarkan ketetapan dari BNPB. Wilayah rawan tsunami inilah yang dianalisis untuk menentukan lokasi usulan TES.  Peta Administrasi Kecamatan skala 1 : 25.000 terbitan Bakosurtanal.

Peta dasar administrasi kecamatan digunakan sebagai

boundary/batasan dari wilayah penelitian.

 Peta Jaringan Jalan skala 1:25.000 terbitan Bakosurtanal

Syarat dalam menggunakan metode network analysis adalah ketersediaan aksesibilitas untuk menuju suatu target lokasi/tujuan. Data jaringan jalan ini digunakan sebagai landasan akses dalam menuju suatu target lokasi, dan dalam penelitian ini, target tujuan lokasi adalah TES.

 Data lokasi TES eksisting.

Data lokasi TES ini diambil pada saat kegiatan survei lapangan. Data ini digunakan untuk mengetahui seberapa luas pemukiman di wilayah rawan tsunami yang mampu di jangkau oleh TES yang telah ada. Jika terdapat permukiman yang belum terjangkau oleh TES, maka ditentukanlah lokasi TES yang diusulkan, sehingga seluruh permukiman terjangkau oleh TES.

(26)

20 Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data terdiri dari :

 Arc View 3.2

Arc View 3.2 merupakan salahsatu perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Arc View memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan, mengeksplor, melakukan queri dan analisis data spasial. Analisis yang dapat dilakukan diantaranya adalah analisis jaringan (network analysis) yang dapat menentukan sebuah area pelayanan (service area) di sekitar sebuah situs tertentu dalam hal ini lokasi TES berdasarkan jaringan jalan, waktu tempuh dan jarak. Selain itu Arc View dapat juga melakukan analisis spasial berupa buffering dan overlaying data spasial, sehingga bersama dengan network

analysis dapat ditentukan wilayah jangkauan suatu TES di wilayah

permukiman rawan tsunami.  GPS

Digunakan untuk merekam posisi koordinat dari suatu obyek. Dalam penelitian ini, GPS digunakan untuk men-plot-ing lokasi-lokasi TES yang telah ada saat kegiatan survei lapangan berlangsung.

Proses pengumpulan dan pengolahan data TES

Data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain adalah data TES yang telah ada maupun yang diusulkan, sehingga diperoleh data total TES yang meliputi seluruh permukiman di daerah rawan tsunami di Kota Pariaman. Data lain adalah data penggunaan lahan terutama wilayah permukiman, dan data kependudukan berupa jumlah penduduk dan luas wilayah administrasi pada daerah rawan tsunami.

Data total TES baik yang telah tersedia maupun usulan dilakukan

buffering sejauh 541 meter. Angka 541 meter tersebut mengacu pada Institute of Fire Safety and Disaster Preparedness Japan dalam Budiarjo

(2006) dan FEMA (2008). Angka tersebut memperhatikan waktu dan kecepatan evakuasi terhadap bahaya tsunami. Hasil buffering tersebut kemudian di-overlay-kan dengan sebaran permukiman sehingga diperoleh wilayah permukiman yang terjangkau TES. Adapun kapasitas daya tampung TES dapat diketahui dengan cara mengkalikan luas permukiman yang terjangkau dengan TES dengan densitas penduduk di wilayah tersebut yang diperoleh dari pembagian antara jumlah penduduk dengan luas permukiman di suatu kecamatan.

(27)

21

Untuk mengetahui proyeksi kapasitas TES pada 50 tahun yang akan datang digunakan persamaan proyeksi penduduk. Usia 50 tahun ini memperhatikan kekuatan umur bangunan maksimal (Kemen PU, 2009). Persamaan proyeksi yang digunakan adalah sebagai berikut :

Pn = Po ( 1 + r )n

Selanjutnya hasil proyeksi tersebut kemudian dikelaskan untuk memperoleh gambaran tingkat kebutuhan daya tampung. Pengkelasan berdasarkan pada persebaran data menjadi 3 (tiga) kelas yaitu Sangat Tinggi, Tinggi dan Cukup Tinggi.

Rangkaian pengerjaan dalam menentukan kapasitas TES di Kota Pariaman secara skematik digambarkan dalam diagram alir berikut :

Gambar 2. Alur kerja penentuan kapasitas TES Dimana :

Pn = jumlah penduduk yang akan diketahui pada tahun ke-n, dalam hal ini tahun ke 50

Po = Jumlah penduduk pada saat perhitungan r o = Laju pertumbuhan penduduk

(28)

22

Persebaran TES

Berdasarkan data dari Bappeda Kota Pariaman menunjukkan bahwa Kota Pariaman telah memiliki 12 (dua belas) unit TES (Gambar 3). Ke-12 unit TES tersebut belum meliputi seluruh permukiman di daerah rawan tsunami di Kota Pariaman, sehingga untuk melengkapinya diperlukan usulan beberapa unit TES.

Gambar 3. Persebaran Lokasi TES Eksisting di Kota Pariaman

TES merupakan bangunan vertikal yang mempunyai ketinggian minimum yang aman terhadap tsunami (FEMA, 2008). Hasil kajian Kementerian Kelautan dan Perikanan (2012) menunjukkan bahwa diperlukan penambahan sebanyak 23 (dua puluh tiga) unit TES agar dapat mencakup seluruh wilayah permukiman di daerah rawan tsunami di Kota Pariaman. Penentuan lokasi telah mempertimbangkan kecepatan evakuasi dan datangnya tsunami ke suatu lokasi sekitar 541 meter. Hal tersebut mengacu pada Institute of Fire Safety and Disaster Preparedness Japan dalam Budiarjo (2006). Dengan demikian idealnya terdapat sebanyak 33 (tiga puluh tiga) unit TES di Kota Pariaman. Adapun dalam penelitian ini hanya mengkaji TES usulan, sedangkan TES yang telah ada diasumsikan telah dikaji kelayakannya sebagai daya tampung maupun kebutuhan di masa yang akan datang. Data 23 unit TES tersaji pada Tabel 1.

(29)

23

Tabel 1. Lokasi dan Cakupan TES di Kota Pariaman

No. Nama TES

Lokasi Desa Keterangan LS BT

1 U 1 Padang Birik-Birik, Balai Nara Korong Nareh 1 0 34 37 100 05 58 2 U 2 Naras Hilir, Manggung Korong Nareh Hilia 0 35 26 100 06 20 3 U 3 Campago Selatan Korong Padang Birik-Birik 0 33 46 100 06 00 4 U 4 Apar Korong Tanjungkaba 0 35 31 100 06 54 5 U 5 Pauh Barat, Kampung Pondok Korong Kampungsago, Pauah,

Ampalu 2

0 36 45 100 07 06

6 U 6 Alai Galombang Korong Jatihilia, Jatimudiak 0 36 56 100 08 18 7 U 7 Pasir, Kampung Perak Korong Pariaman, Lohong 0 37 47 100 07 09 8 U 8 Kampung Baru, Jalan Baru,

Ujun

Korong Taratak, Cimparuah 0 37 45 100 08 23

9 U 9 Lohong, Karan Aur Korong Koto Marapak 0 38 01 100 08 06 10 U 10 Taluk, Karan Aur Korong Taluka, Pasa Hilalang 0 38 55 100 08 04 11 U 11 Marabau Korong Marabau 0 38 06 100 09 03 12 U 12 Palak Aneh Korong Kampuang Tangah,

Parak Naneh

0 38 43 100 09 59

13 U 13 Marabau, Padang Cakur Korong Kampuang Tangah, Parak Naneh

0 38 29 100 09 41

14 U 14 Marunggi Korong Padang Tampak, Munggu Panjang

0 39 05 100 09 23

15 U 15 Taluk Korong Karan, Binasi 0 39 32 100 08 39 16 U 16 Marabau, Padang Cakur Korong Padang Cakua 0 38 26 100 08 45 17 U 17 Campago Selatan, Padang

Birik-

Korong Padang Birik-Birik 0 33 45 100 05 38

18 U 18 Marunggi Korong Parak Kadondong 0 40 02 100 09 05 19 U 19 Marunggi Korong Koto Marapak 0 39 24 100 09 30 20 U 20 Marunggi Korong Simp Ampek, Koto

Marapak

0 38 49 100 09 35

21 U 21 Pasir, Kampung Perak Korong Kampuang Baru, Kampuang Pondok

0 37 50 100 07 38

22 U 22 Pasir, Kampung Perak, Lohong Korong Lohong, Karangaur 0 38 14 100 07 30 23 U 23 Jalan Kerata Api, Ujung Batung Korong Simpang Paneh,

Toboh, Lapai

0 37 35 100 08 48

(30)

24 Secara spasial, persebaran lokasi usulan TES tersaji pada gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa lokasi TES tersebar di seluruh Kota Pariaman, terutama di daerah rawan tsunami. Pola sebaran TES merata hampir mengikuti sebaran permukiman dan jaringan jalan. Interval antar TES bervariasi dengan jarak terjauh mencapi 541 meter dari lokasi TES di sekitarnya.

Gambar 4. Persebaran Lokasi TES Usulan di Kota Pariaman

Kapasitas TES dan Proyeksinya

Data dari BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa Kota Pariaman memiliki jumlah penduduk sebesar 91.989 jiwa. Hasil analisis geografis diketahui bahwa permukiman di Kota Pariaman seluas 1.414,5 Ha, sehingga kepadatan penduduknya sekitar 65 jiwa/ha. Dengan angka kepadatan tersebut, kemudian dapat diketahui daya tampung suatu TES dengan cara mengkalikan antara luasan cakupan TES (ha) dengan densitas penduduk (jiwa/ha) seperti tersaji pada Tabel 2. Adapun jumlah penduduk yang terpapar bahaya tsunami berjumlah sebanyak 28.805 jiwa atau sebesar 31,3 % dari total jumlah penduduk yang berada di Kota Pariaman.

(31)

25

Tabel 2. Luas Cakupan TES, kapasitas dan proyeksinya di Kota Pariaman No. Nama TES Ha KAPASITAS (Jiwa) PROYEKSI (Jiwa) 1 U 1 21,421 1392 2735 2 U 2 23,675 1539 3024 3 U 3 6,379 415 815 4 U 4 7,095 461 906 5 U 5 30,688 1995 3920 6 U 6 15,379 1000 1965 7 U 7 31,606 2054 4036 8 U 8 34,605 2249 4419 9 U 9 18,607 1209 2376 10 U 10 23,109 1502 2951 11 U 11 10,959 712 1399 12 U 12 30,470 1981 3892 13 U 13 15,140 984 1933 14 U 14 25,587 1663 3268 15 U 15 8,866 576 1132 16 U 16 9,895 643 1263 17 U 17 10,573 687 1350 18 U 18 8,869 576 1132 19 U 19 21,699 1410 2770 20 U 20 20,042 1303 2560 21 U 21 23,979 1559 3063 22 U 22 18,987 1234 2425 23 U 23 25,557 1661 3264

(Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012 dan pengolahan data)

Tabel 2 menunjukkan bahwa TES U3 merupakan TES dengan kapasitas daya tampung terendah, sedangkan TES U8 tertinggi. TES U3 berada dan meliputi Korong Padang Birik-Birik, Desa Campago Selatan. Sedangkan TES U8 meliputi Korong Taratak dan Cimparuah, dan melayani desa Kampung Baru, Jalan Baru dan Desa Ujun. TES U3 terletak di sebelah utara daerah penelitian berada

(32)

26 sekitar 500 meter dari perbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman. Lokasinya yang berada di sekitar perbatasan dan relatif jauh dari kota diduga menyebabkan kepadatan permukiman di sekitar TES U3 rendah. TES U8 berada di Kecamatan Pariaman Tengah terletak di sekitar pusat kota. Daerah ini terutama sebagai lahan permukiman, diantaranya sebagai kawasan jasa dan perdagangan (Gambar 5).

Gambar 5. Penggunaan Lahan dan Pola Ruang di Kota Pariaman

Hasil perhitungan menggunakan persamaan proyeksi diperoleh perkiraan kebutuhan daya tampung pada 50 tahun yang akan datang (Tabel 2). Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa pada 50 tahun yang akan datang, TES U8 merupakan TES dengan kebutuhan daya tampung terbanyak di Kota Pariaman yaitu sekitar 4.419 jiwa. Adapun TES U3 tetap merupakan TES dengan proyeksi daya tampung terendah yaitu sekitar 815 jiwa.

Berdasarkan pada kebutuhan daya tampung di masa depan, diketahui terdapat 3 (tiga) kelas kebutuhan yaitu : Sangat tinggi (lebih dari 3.218 jiwa), Tinggi (2.017 – 3.218 jiwa), dan Cukup tinggi (kurang dari 2.017 jiwa). Secara spasial, daerah yang termasuk kelas sangat tinggi tersebar di sekitar pusat kota pada wilayah yang terpapar bahaya tsunami dimana terdapat jumlah penduduk terbanyak. Sebarannya mengikuti pola penggunaan lahan

(33)

27

permukiman dan jaringan jalan. Kebutuhan yang cukup tinggi tersebar menjauhi pusat kota, yaitu di sekitar perbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman dan diantara daerah-daerah pusat kecamatan. TES dengan kebutuhan sangat tinggi memiliki jarak bervariasi dari garis pantai mulai dari 100 meter hingga lebih dari 4 km ke arah pedalaman. Hal tersebut dimungkinkan karena lokasi TES tersebut berada di permukiman yang mengikuti pola jaringan jalan. Sebagian besar TES yang sangat dekat dengan garis pantai (kurang dari 300 meter) berkategori Tinggi. Sedangkan kategori cukup tinggi berjarak mulai dari 100 meter hingga 2,75 kilometer (Gambar 6).

Gambar 6. Persebaran Kebutuhan Daya Tampung TES 50 tahun yang akan datang

(34)

28

Rekomendasi

Kota Pariaman sangat rawan terhadap berbagai bencana geologi terutama gempa bumi dan tsunami. Gempa bumi terakhir di Kota Pariaman terjadi dua kali pada tahun 2009 dengan lokasi yang berbeda, yaitu dengan pusat di bawah laut dan di daratan yang terasa hampir di seluruh Provinsi Sumatera Barat.

Terdapat sebanyak 23 (dua puluh tiga) unit TES di Kota Pariaman yang tersebar di daerah rawan tsunami. Pola sebaran TES merata hampir mengikuti sebaran permukiman dan jaringan jalan. Interval antar TES bervariasi dengan jarak terjauh mencapi 541 meter dari lokasi TES di sekitarnya.

Hasil perhitungan daya tampung menunjukkan bahwa TES U3 merupakan TES dengan kapasitas daya tampung terendah terletak di sebelah utara daerah penelitian dan berada sekitar 500 meter dari perbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman. Lokasinya yang berada di sekitar perbatasan dan relatif jauh dari kota diduga menyebabkan kepadatan permukiman di sekitar TES U3 rendah. Sedangkan TES U8 memiliki daya tampung tertinggi berada di Kecamatan Pariaman Tengah terletak di sekitar pusat kota yang sebagian besar merupakan lahan permukiman, kawasan jasa dan perdagangan.

Pada 50 tahun yang akan datang, TES U8 merupakan TES dengan kebutuhan daya tampung terbanyak di Kota Pariaman yaitu sekitar 4.419 jiwa. Adapun TES U3 tetap merupakan TES dengan proyeksi daya tampung terendah yaitu sekitar 815 jiwa. Di Kota Pariaman terdapat 3 (tiga) kelas kebutuhan daya tampung yaitu : Sangat tinggi (lebih dari 3.218 jiwa), Tinggi (2.017 – 3.218 jiwa), dan Cukup tinggi (kurang dari 2.017 jiwa). Secara spasial, daerah dengan kebutuhan sangat tinggi tersebar di sekitar pusat kota dengan jarak bervariasi mulai dari 100 meter hingga lebih dari 4 km dari garis pantai. Adapun sebarannya mengikuti pola penggunaan lahan permukiman dan jaringan jalan. Sedangkan daerah dengan kebutuhan yang cukup tinggi tersebar menjauhi pusat kota, yaitu di sekitar perbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman dan diantara daerah-daerah pusat kecamatan. Sebagian besar TES yang sangat dekat dengan garis pantai (kurang dari 300 meter) berkategori Tinggi. Sedangkan kategori cukup tinggi berjarak mulai dari 100 meter hingga 2,75 kilometer.

(35)

29

Saran

Penelitian ini merupakan sebuah studi awal pendugaan daya tampung TES dan proyeksinya hingga 50 tahun yang akan datang. Diperlukan beberapa penelitian lebih lanjut yang memperhatikan aspek migrasi penduduk, penambahan jaringan jalan dan regulasi pemerintah daerah yang terkait dengan mitigasi bencana tsunami.

Persantunan

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Budi Sulistiyo selaku Kapuslitbang SDLP yang memfasilitasi penelitian ini. Terima kasih juga diucapkan kepada Kepala BPBD dan Kepala Diskanla Kota Pariaman beserta jajarannya, atas diberikannya kemudahan dalam menggunakan data yang diperlukan. Kepada saudara Ardiansyah penulis ucapkan terima kasih atas bantuan pengolahan datanya.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik, 2010, Hasil Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Padang Pariaman Angka Sementara.

Budiarjo, A, 2006, Evacuation Shelter Building Planning for Tsunami- prone Area; a Case Study of Meulaboh City, Indonesia.- Master thesis, International Institute for Geo- information Science and Earth Observation, Enschede, 112 pp.

Cova, T, J & Church, R.L.,1997, Modelling community evacuation vulnerability using GIS, Internatioal Journal Geographical Information science, 11,( 8) pp 763- 784

Dangermond, J., 1985, Network allocation modelling for emergency planning. Proceedings of the Conference on Emergency Planning: Emergency Planning, Simulation Series, Volume 15, Number 1, edited by J. M. Carroll (La Jolla: Society for Computer Simulation), pp. 101- 106.

de Silva, F., Pidd, M., and Eglese, R., 1993, Spatial decision support systems for emergency planning: an operational research/geographical information systems approach to evacuation planning. In Proceedings of the 1993 Simulation Multiconference on the International Emergency Management and Engineering

(36)

30 Conference (San Diego: The Society for Computer Simulation), pp. 130-133.

Dunn, C. E., 1992, Optimal routes in GIS and emergency planning applications. Area, 24, pp 259-267.

FEMA, 2008, Guidelines for Design of Structures for Vertical Evacuation from Tsunamis, FEMA P646, June.

Johnson, R., 2000, GIS Technology for Disasters and Emergency Management, An Esri White Paper May 2000

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012, Analisis Kebijakan Penataan Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat Berbasis Mitigasi Bencana, Laporan Akhir, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir

Kementerian PU, 2009, Pedoman Perencanaan Umum Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2009, Maret.

(37)

31

Ketahanan Masyarakat Pesisir Kota Pariaman Dalam

Menghadapi Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami

Dini Purbani, Yulius, Lestari Cendikia Dewi, Devi Dwiyanti Suryono

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP

Abstrak

Kota Pariaman tahun 2009 mengalami gempa bumi dua kali dengan kekuatan gempa (Mw) 7,9 dan 6,2 (USGS, 2009). Dampak dari gempa bumi 2009 menyebabkan terjadi korban jiwa dan kerusakan harta benda. Kota Pariaman berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia yang sangat rentan akan bencana gempa bumi dan tsunami, maka penelitian perlu dilakukan di Kota Periaman untuk mengukur ketahanan masyarakat dengan menggunakan CCR (Coastal Community Resilience) atau Ketahanan Masyarakat Pesisir. Metode CCR terdiri dari 8 parameter yaitu : Tata Pemerintahan, Sosial Ekonomi dan Mata Pencaharian, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Tata Guna Lahan dan Bangunan, Pengetahuan Risiko, Peringatan dan Evakuasi, Respon Darurat dan Pemulihan. Data Ketahanan Masyarakat Pesisir diperoleh dari hasil wawancara secara purposive sampling kepada 6 responden seperti kepala sekolah, kepala desa, sekretaris desa, tokoh agama, sesepuh masyarakat dan tokoh pemuda. Metode ini diterapkan di 7 lokasi penelitian yang berada di pesisir Kota Pariaman antara lain: Desa Naras Satu, Desa Ampalu, Desa Kampung Baru, Desa Karan Aur, Desa Marabu, Desa Taluak dan Desa Pasir Sunur. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tertinggi Tata Pemerintah (3,125) berada di Desa Marabau, Sosial Ekonomi dan Mata Pancaharian (2,528), Pengelolaan Sumberdaya Pesisir (2,313), Pengelolaan Pemanfaatan Lahan dan Rancangan Sktuktural (2,542), Tanggap Darurat dan Bencana (2,854) dan Pemulihan (2,889) berada di Desa Kampung Baru dan nilai Pengetahuan risiko (2,778) diperoleh di Desa Marabau dan Kampung Baru.

Kata kunci: Bencana gempa bumi dan tsunami, ketahanan masyarakat pesisir, Kota Pariaman.

(38)

32

Pendahuluan

Kota Pariaman yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia merupakan wilayah yang rentan bencana, terhadap gempa bumi dan tsunami. Hal ini disebabkan karena Kota Pariaman, yang secara administrasi berada di Propinsi Sumatera Barat, terletak dekat Sumatera Fault Zone (SFZ) dan juga zona penujaman Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia, sehingga rentan gempa bumi. Sepanjang pesisir Kota Pariaman rentan akan bencana gempa bumi dan tsunami.

Pada tahun 2009 Kota Pariaman mengalami gempa bumi dua kali dengan kekuatan gempa (Mw) 7,9 dan 6,2 (USGS, 2009). Dampak yang ditimbulkan terjadi korban jiwa 46 jiwa, luka berat 64 jiwa dan luka ringan 363 jiwa (BPK - RI 2010). Beberapa gempa yang dirasakan sampai ke Kota Pariaman antara lain gempa bumi di Aceh tahun 2004 dengan kekuatan 9,2 SR, di Nias tahun 2005 dengan kekuatan 8,7 SR, di Bengkulu tahun 2007 dengan kekuatan 7,9 SR (Natawidjaja, 2007). Sejarah gempa bumi yang terjadi di Kota Pariaman menjadi dasar pentingnya usaha mitigasi bencana yang merupakan bagian dari manajemen penanggulangan bencana.

Usaha mitigasi bencana terdapat dalam UU No. 24/2007 Tentang Penanggulangan Bencana pasal 27, 46, dan 48. Pada garis besarnya, isi pasal 27, 46 dan 48, antara lain mengatur kegiatan penanggulangan bencana untuk mengurangi risiko bencana dan tindakan penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang tertimpa bencana.

UU No 27/ 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Bab X Mitigasi Bencana, Pasal 56 hingga 59, mengatur bahwa dalam menyusun rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah daerah berkewajiban memuat mitigasi bencana dalam bentuk fisik atau non fisik.

Antisipasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Pariaman adalah dengan menerbitkan Peraturan Daerah Kota Pariaman nomor 3 tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 32, Ayat 1, yaitu mitigasi untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana dan Ayat 2, yaitu kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan melalui: a. Pelaksanaan penataan ruang, b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan; Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

(39)

33

Tindakan selanjutnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pariaman tahun 2011 membentuk forum masjid pengurangan bencana. Forum ini sudah memberikan penyuluhan ke 40 masjid dari tahun 2011 sampai 2014. Tahun 2012 BPBD Kota Pariaman telah melatih relawan di 20 desa Kota Pariaman secara berkelanjutan dan telah menghasilkan 400 relawan. Kegiatan ini dilaksanakan dari tahun 2011 sampai 2014. Pada tahun 2013 dan 2014 dibentuk Desa Tangguh Bencana. Pada tahun 2012 BPBD membentuk forum pengurangan risiko bencana. Selanjutnya tahun 2013 BPBD Kota Pariaman mengadakan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Bencana Alam diikuti oleh siswa-siswa dari SMAN 1 Pariaman, SMAN 2 Pariaman dan SMAN 3 Pariaman (http://sumbar.antaranews.com). Tujuan dari diklat adalah untuk melatih siswa dalam pengetahuan bencana, pengoperasian peralatan bencana dan membuat tenda posko pertolongan korban bencana. Tahun 2012 BPBD Kota Pariaman mengadakan pelatihan penyelamatan dari gempa bumi dan tsunami yang diikuti oleh 5.000 siswa dari 9 sekolah yaitu: SMK 2 Pariaman, SMK 3 Pariaman, SMK 4 Pariaman, SMP 1 Pariaman, SMP 7 Pariaman, SMP 9 Pariaman, SMA 3 Pariman, SMA 4 Pariaman, Madrasah Tsanawiyah Modern Pariaman.

Selain aktivitas pelatihan bencana alam, BPBD Kota Pariaman juga telah memasang sirene INATEWS di kantor BAPPEDA Kota Pariaman, Masjid Pasir Sunur, Masjid Desa Naras Satu dan di lapangan Desa Taluak yang diusulkan sebagai shelter. Pemasangan sirene INATEWS dilaksanakan pada akhir tahun 2008. Program INATEWS merupakan program hasil kerjasama antara German dan Indonesia yang dilaksanakan sejak tahun 2008. (http://www.gitews.de/ fileadmin/documents/content/wp6000/GTZ-IS_GITEWS_Newsletter_03-09_Indonesia.pdf. 2008).

Berbagai aktivitas dalam menghadapi bencana telah dilakukan oleh BPBD Kota Pariaman namun sampai saat ini belum diketahui parameter apa yang dominan dalam ketahanan masyarakat pesisir (coastal community

resilience). Parameter yang digunakan terdiri atas tata pemerintahan, sosial

ekonomi dan mata pencaharian, pengelolaan Sumberdaya pesisir, tata guna lahan dan bangunan, pengetahuan risiko, peringatan dan evakuasi, respon darurat dan pemulihan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan masyarakat pesisir yang berperan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

(40)

34 Tata pemerintahan adalah suatu proses yaitu lembaga pemerintah, organisasi, masyarakat atau kelompok-kelompok mempunyai tujuan bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan, bersama-sama berkoordinasi membuat keputusan yang baik sehingga dapat memenuhi keinginan masyarakat secara bijaksana sesuai norma-norma budaya dan hukum.

Sosial ekonomi dan mata pencaharian merupakan kombinasi antara hubungan aktifitas ekonomi, kehidupan sosial dan kemampuan masyarakat untuk dapat melaksanakan kehidupan. Kekuatan ekonomi dan keragaman mata pencaharian dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan bencana, mempercepat proses pemulihan dan mengadaptasi perubahan dapat meminimalkan kerentanan di masa depan.

Pengelolaan Sumberdaya pesisir adalah suatu rencana pengelolaan, seperti halnya suatu proses untuk mengembangkan dan menerapkan rencana pengelolaan. Pengelolaan Sumberdaya pesisir melindungi sumber tenaga untuk ketahanan masyarakat dalam kaitan dengan Sumberdaya alam, Sumberdaya ekonomi, kualitas lingkungan yang dapat melindungi dari tekanan alam.

Pengelolaan tata guna lahan dan desain struktural dapat digunakan untuk mengurangi dampak potensial tsunami dan bencana pesisir. Sistem pengelolaan tata guna lahan yang paling efektif memiliki rencana tata guna lahan yang didukung oleh kebijakan, mencegah tata guna lahan tertentu terjadi di spesifik area dan mendorong pengembangan di lokasi yang lebih diinginkan. Perencanaan dan desain bangunan harus sesuai dengan kebutuhan konstruksi bangunan dan infrastruktur. Banyak masyarakat mengadopsi kode bangunan seperti Uniform Building Code (UBC) atau

International Building Code (IBC) yang secara khusus didesain untuk

mengatasi gempa bumi dan banjir. Namun, building code tersebut tidak dapat menahan tsunami sehingga ini merupakan tanggung jawab dari masyarakat yang berisiko tsunami. Oleh karena itu masyarakat harus bersikap waspada jika terjadi tanda-tanda tsunami.

Pengetahuan risiko merupakan pemahaman mengenai risiko bencana di wilayah pesisir. Hal ini disebabkan wilayah pesisir rentan akan bencana seperti banjir pasang laut, abrasi, tsunami dan pencemaran. Pengetahuan risiko dapat juga berasal dari kearifan lokal seperti yang terjadi di Pulau Simeuleu, masyarakat di pulau tersebut sudah memahami jika terjadi tanda air laut surut secara tiba-tiba menandakan akan terjadi tsunami, atau mereka

(41)

35

mengenal smong yang berarti tsunami maka segera lari ke bukit. Mereka telah mengenal kata smong sejak kejadian gempa bumi dahsyat tahun 1907.

Peringatan dan evakuasi adalah komponen penting dalam pengelolaan bencana. Sistem peringatan yang dipadukan dengan rencana evakuasi dapat menginformasikan dengan baik untuk tanggap dalam menyelamatkan hidup. Tiga komponen penting dalam sistem peringatan antara lain: sistem rancangan dan rencana yang meliputi elemen-elemen kerangka kerja yang menggambarkan peran masing-masing tingkat pemerintahan dan media, teknologi informasi yang sesuai seperti rencana diseminasi peringatan dan prosedur pelaksanaan standar, prosedur untuk menguji dan mengevaluasi semua aspek menyangkut diseminasi peringatan dan sistem evakuasi pada suatu basis rutin yang diperlukan oleh karakteristik dan teknologi yang digunakan.

Tanggap darurat merupakan manajemen yang diperlukan dalam mekanisme tanggap darurat yang efektif kepada masyarakat untuk memulihkan kembali dengan cepat setelah bencana. Dalam kejadian bencana, prosedur tanggap darurat yang efektif dapat mengurangi hilangnya korban jiwa dan investasi dalam pelaksanaan pemulihan.

Pemulihan bencana adalah proses kegiatan untuk mengembalikan dan meningkatkan pelayanan dasar, lingkungan, tempat tinggal dan standar kehidupan dari orang-orang yang terpengaruhi oleh bencana dan mengurangi dampak dari bencana di masa depan dengan restorasi dan aktivitas rekonstruksi.

Analisis Coastal Community Resilience

Penelitian dilakukan di Kota Pariaman pada 31 Maret sampai dengan 16 Juli 2014. Lokasi penelitian berada di Desa Naras Satu, Desa Ampalu, Desa Kampung Baru, Desa Karan Aur, Desa Taluak, Desa Marabau, dan Desa Pasir Sunur (Gambar 1).

Wilayah administrasi Kota Pariaman sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan V Koto Kampung Dalam (Kabupaten Padang Pariaman), sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Nan Sabaris (Kabupaten Padang Pariaman), sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan VII Koto Sungai Sariak (Kabupaten Padang Pariaman) dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Mentawai.

(42)

36 Wilayah administrasi Kota Pariaman sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan V Koto Kampung Dalam (Kabupaten Padang Pariaman), sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Nan Sabaris (Kabupaten Padang Pariaman), sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan VII Koto Sungai Sariak (Kabupaten Padang Pariaman) dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Mentawai.

Gambar 1. Lokasi Penelitian.

Bahan dan alat penelitian yang digunakan adalah Peta Topografi Kota Pariaman lembar 0715-33 Pariaman skala 1: 50.000. Alat yang digunakan selama survei antara lain GPS Hand Held Oregon 520 untuk mendapatkan posisi geografis, kamera digital untuk pemotretan saat wawancara dengan masyarakat dan alat tulis.

Data yang digunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data jumlah penduduk di setiap wilayah, mata pencaharian masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat yang diperoleh dari Dinas Kependudukan Kota Pariaman. Data primer adalah hasil wawancara dengan penduduk setempat. Metode yang digunakan adalah purposive sampling, yang ditujukan kepada 6 responden seperti kepala sekolah, kepala desa, sekretaris desa, tokoh agama, sesepuh masyarakat dan tokoh pemuda.

(43)

37

Wawancara kepada masyarakat dilakukan menggunakan metode Modul Coastal Community Resilience (CCR) yang diperoleh dari USAID. Pengukuran ketahanan masyarakat pesisir berbentuk pertanyaan yang disampaikan kepada masyarakat dan bersifat purposive sampling, responden terdiri dari Kepala Sekolah, guru, murid sekolah, penjaga sekolah, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Sesepuh Desa dan Tokoh Pemuda. Parameter yang diukur seperti yang diuraikan di bagian pendahuluan.

Sistem CCR menggambarkan langkah kunci untuk meningkatkan ketahanan. Langkah tersebut meliputi: Standar pengukuran ketahanan untuk mengakses kekuatan, kelemahan dan ketidaktahuan, Penilaian ketahanan untuk menentukan garis dasar dan untuk memonitor perubahan waktu, Perencanaan ketahanan untuk menentukan garis dasar dan untuk memonitor perubahan waktu, Perencanaan ketahanan untuk mengembangkan strategi dan aksi untuk mengatasi perselisihan dan prioritas, Pelaksanaan strategi dan tindakan untuk meningkatkan ketahanan dan Monitoring kemajuan untuk mengukur perubahan dalam ketahanan.

Data yang diperoleh dari hasil wawancara diolah melalui beberapa proses. Responden memilih jawaban yang sudah disediakan kemudian setiap jawaban pertanyaan memiliki nilai kisaran 1 sampai dengan 4. Pertanyaan dibagi menjadi 8 parameter yang terdiri dari 1. Tata Pemerintahan, 2. Sosial Ekonomi dan Mata Pencaharian, 3. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, 4. Pengelolaan Tata Guna Lahan dan Desain Struktural, 5. Pengetahuan Risiko, 6. Peringatan dan Evakuasi, 7. Respon Darurat dan 8. Pemulihan Bencana. Hasil dari penilaian dari 8 parameter kemudian dibuat nilai standar pengukuran ketahanan seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai standar pengukuran ketahanan.

Nilai Keterangan

3 < x < 4 Sangat baik (76-100 % dipenuhi, berkelanjutan) 2 < x < 3 Baik (51-75 % dipenuhi)

1 < x < 2 Sedang (26-50 % dipenuhi, sedang dalam proses) 0 < x < 1 Kurang (1-25 % dipenuhi, kendala utama)

0 Tidak ada (0 % dipenuhi, tidak mengatasi) N/A Tidak dapat digunakan untuk masyarakat ini

(44)

38

Profil Desa Naras Satu

Desa Naras Satu berjarak 497 m dari garis pantai dengan jumlah penduduk 2.435 jiwa (http://pariamankota.bps.go.id. 2014). Responden dari Desa Naras Satu adalah kepala desa, tokoh masyarakat dengan profesi wiraswasta, ketua kelompok siaga bencana desa tangguh, PNS dan ketua pemuda honorer PU. Hasil penilaian tingkat ketahanan masyarakat di Desa Naras Satu dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Tingkat ketahanan bencana masyarakat di Desa Naras Satu.

No Parameter Nilai Standar Penilaian

1 Tanggap Darurat Bencana 2,771 Baik 2 Sistem Peringatan dan Evakuasi 2,600 Baik

3 Tata Pemerintahan 2,444 Baik

4 Pemulihan 2,444 Baik

5 Pengetahuan Risiko 2,333 Baik

6 Pengelolaan Pemanfaatan Lahan dan Rancangan Struktural

2,083 Baik

7 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir 1,771 Sedang 8 Sosial Ekonomi dan Mata Pencaharian 1,625 Sedang

Gambar 2. Grafik tingkat ketahanan bencana masyarakat di Desa Naras Satu.

(45)

39

Hasil perhitungan terhadap tingkat ketahanan masyarakat di Desa Naras Satu, parameter yang dominan adalah parameter tanggap darurat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Naras Satu bersifat adaptif terhadap bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Desa Narah Satu ditetapkan

sebagai Desa Tangguh Bencana sejak tahun 2011

(http://sumbar.antaranews.com/berita/95962/18-desa-di-pariaman-berpredikat-siaga-bencana.html. 2014). Desa Tangguh Bencana telah dilatih untuk bisa memetakan risiko bencana, termasuk langkah penanggulangannya. Perencanaan penanganan bencana dapat dikategorikan baik dengan tersedianya lahan untuk pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) seluas 3.000 m2. Kesiapan instansi pemerintah baik dengan adanya kerja sama antara BPBD Kota Pariaman dengan para relawan seperti Kelompok Siaga Bencana Desa Tangguh, Forum Masjid Peduli Bencana. Kedua forum tersebut bertujuan mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana. Jika terjadi bencana stok makanan obat-obatan dan keperluan lain yang tersedia sangat cukup sehingga warga dapat dibantu, keberadaan stok selalu dipantau oleh BPBD Kota Pariaman. Distribusi stok ke korban bencana berjalan dengan baik. Pelaksanaan pelatihan dan simulasi tanggap darurat bencana dilakukan oleh BPBD Kota Pariaman seperti tsunami drill meliputi evakuasi menuju TES dengan latihan lari dan pemasangan tenda. Kerja sama antar organisasi dalam operasi tanggap darurat bencana sangat baik seperti dengan Dinas Sosial, Dinas Perumahan Rakyat, Dinas Pekerjaan Umum dan instansi lain. Penyebaran informasi bencana baik melalui sirene Tsunami Early

Warning System (TEWS), menggunakan tradisi lokal dengan meniupkan

trompet jika terjadi bencana disamping itu BPBD Kabupaten Padang Panjang menginformasikan melalui SMS kepada warga Naras Satu, sehingga warga dapat segera evakuasi menuju ke TES terdekat.

Profil Desa Ampalu

Desa Ampalu berjarak 515 m dari garis pantai, dengan jumlah penduduk 1.921 jiwa (http://pariamankota.bps.go.id 2014). Responden di Desa Ampalu adalah Kepala Sekolah SDN 15 Ampalu, kepala dusun, guru sekolah SDN 15, relawan BPBD, tokoh masyarakat, dan kepala desa. Hasil penilaian tingkat ketahanan masyarakat diperoleh parameter yang dominan hingga yang kurang dominan seperti dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Gambar

Gambar 3. Peta Tematik dalam penentuan kawasan Budidaya Rumput Laut
Tabel 4. Luas Kawasan Kesesuaian Lahan Untuk Kawasan Budidaya Rumput Laut  No  Kelas Budidaya Rumput Laut  Luas (km 2 )  Persentase (%)
Gambar 6. Distribusi parameter Nitrat (NO 3 -
Tabel 1. Lokasi dan Cakupan TES di Kota Pariaman  No.  Nama
+7

Referensi

Dokumen terkait

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2014 telah berhasil meraih prestasi yaitu mendapatkan predikat A dalam akreditasi Institusi sebagaimana tertulis dalam

Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, kebutuhan teknologi dalam dunia bisnis menjadi sangat penting dalam menentukan kemajuan suatu perusahaan. Banyak

Penulis sangat gemar berfantasi dan ini berpengaruh pada karya, jadi penulis menggambarkan anjing tidak seperti anjing pada umumnya namun ada perubahan bentuk

Pada penelitian ini dibangun sebuah sistem pakar untuk menentukan jalur terpendek objek wisata pada Kota Kupang dengan menggunakan metode forward chaining.. Dengan

Tujuan kajian ini dijalankan adalah untuk mengenalpasti elemen paling dominan dalam campuran promosi yang digunakan oleh peniaga untuk meningkatkan jualan di pesta konvokesyen di

Surat Keputusan Kwartir Nasional Nomor 224 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Organisasi dan Tata Kerja Kwartir Ranting Gerakan Pramuka;2. Memperhatikan : Keputusan

Sedangkan pembingkaian yang dilakukan CNN Indonesia dalam memberikan informasi terkait isu pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid, pada berita “Kronologi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Cipondoh pada Wanita Usia Subur (WUS), maka penulis membuat kesimpulan secara keseluruhan, responden yang memiliki