• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Historis Kapal MV Boelongan Nederland

Dalam dokumen ISBN /e-ISBN (Halaman 104-108)

Perang Dunia II yang terjadi pada tahun 1939 hingga 1945 antara pasukan Sekutu dengan pasukan poros Jerman-Jepang-Italia tidak hanya memukul Eropa dan Afrika tetapi juga mempengaruhi wilayah Asia Pasifik, sehingga perang ini juga dikenal sebagai Perang Asia Pasifik. Perang ini berpengaruh besar pada gerakan kemerdekaan di beberapa negara di Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tujuan dari invasi Jepang ke Hindia Belanda atau Indonesia adalah untuk menguasai Sumberdaya alam, terutama minyak, untuk mendukung potensi perang Jepang dan mendukung industrinya. Pada saat itu, Jawa dirancang sebagai pusat pasokan untuk semua operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama. Indonesia, yang sebelumnya berada di bawah kendali pemerintah Belanda berubah menjadi koloni Jepang karena Belanda secara resmi menyerahkan Indonesia kepada Jepang pada tahun 1942 berdasarkan Perjanjian Kalijati tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang (Ricklefs, 1998; http://id.wikipedia.org/wiki/ Sejarah_Nusantara). Pada tanggal 18 Maret 1942, Jepang mengambil alih Padang di Sumatera Barat. Pada saat itu, Tentara-16 Jepang mengendalikan Pulau Jawa, Tentara-25 mengendalikan Sumatera Barat, sementara Angkatan Laut Jepang menguasai Indonesia Timur dan berkantor pusat di Makassar (Ricklefs, 1998). Jumlah pertempuran antara pasukan Jepang dengan Sekutu di perairan Indonesia dari mulai Pulau Sumatera hingga ke Maluku dan Papua

99

selama Perang Dunia II menyebabkan banyaknya Sumberdaya arkeologi laut di perairan Indonesia dalam bentuk tinggalan kapal karam dan puing-puing pesawat.

Berdasarkan arsip KPM, MV Boelongan Nederland adalah milik KPM yang merupakan perusahaan pelayaran yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1888 dan mulai beroperasi pada tahun 1891. KPM telah membuat pantai barat Sumatera sebagai wilayah utama layanan selain Batavia (Asnan: 2007). Sejak 1850, Pemerintah Belanda membuka hubungan pengiriman langsung antara Padang dengan Batavia yang terus berlanjut sampai akhir Perang Dunia II. KPM pada waktu itu disubsidi oleh pemerintah Hindia Belanda dan merupakan perusahaan pelayaran istimewa untuk melayani transportasi maritim di seluruh wilayah Hindia Belanda. Perusahaan pelayaran ini melayani transportasi penumpang dan barang di bidang sipil dan pemerintah. Bagi pemerintah Hindia Belanda, kapal-kapal KPM tidak hanya memiliki makna sebagai alat transportasi saja melainkan juga sebagai alat pemersatu koloni mereka. Kapal-kapal KPM termasuk kapal MV Boelongan

Nederland juga kadang-kadang digunakan untuk tujuan militer oleh

pemerintah Hindia Belanda.

Di Tropen Museum, terdapat banyak koleksi foto kapal MV

Boelongan Nederland yang pada waktu itu sering digunakan oleh pejabat

kolonial Belanda ketika mengunjungi istana Kesultanan Bulungan, Darul Aman, di ujung utara pantai timur Kalimantan. MV Boelongan Nederland sebelum kedatangan Jepang sering terlihat di perairan Bulungan sebagai kapal transportasi pejabat kolonial, namun memasuki tahun 1940-an, kapal itu diidentifikasi sedang berada di luar Kalimantan. Salah satu peristiwa penting terkait dengan kapal Boelongan Nederland adalah tenggelamnya kapal KPM Van Imhoff, yang isinya sebagian besar adalah para tahanan Jerman. Van Imhoff adalah kapal ketiga yang berangkat dari kota Sibolga, Sumatera. Pada tanggal 18 Januari 1942, dengan berat 3.000 ton, kapal tersebut akan berlayar ke India, sebagian besar kru adalah orang-orang Jerman yang ditahan oleh Belanda. Penahanan itu dilakukan karena pada tanggal 10 Mei 1940, pasukan Jerman menyerbu Belanda, dan pada hari yang sama Belanda di Indonesia membalas dengan menangkap sebanyak 2.436 orang Jerman untuk kemudian ditahan. Kebanyakan dari mereka adalah anggota pemerintahan kolonial, bersama dengan keluarga mereka, ahli

100 budaya, insinyur, dokter, ilmuwan, ahli minyak, diplomat, misionaris, pedagang, pelaut, dan sejumlah seniman (Zarkasy, 2010).

Van Imhoff kemudian menuju ke kamp terbesar di Sumatera Utara,

dengan kapten bernama Bongvani, mengangkut 477 tahanan Jerman yang dijaga ketat oleh tentara bersenjata dan 62 awak 48 kapal. Anehnya, sebagai kapal tahanan, kapal ini tidak dilengkapi dengan simbol palang merah, sehingga diperkirakan bahwa kapal ini akan sengaja diumpankan untuk dihancurkan oleh Jepang yang tidak lain adalah sekutu Jerman sendiri. Pada hari berikutnya, tanggal 19 Januari 1942, sesuai perkiraan Belanda, kapal Van

Imhoff dibombardir dari udara oleh Jepang, pasukan Belanda yang ada di

kapal tersebut kemudian menarik sekoci dan meninggalkan tawanan Jerman yang dibunuh oleh sekutu mereka sendiri, sebelumnya orang-orang Belanda di kapal tersebut telah menghancurkan pompa air dan jaringan komunikasi kapal, mereka juga dengan sengaja memecahkan dayung dari sisa sekoci yang mereka tinggalkan. Akibatnya, banyak tahanan Jerman yang meninggal, sementara itu orang-orang Jerman yang selamat mencoba berenang dan memanjat sisa sekoci yang ditinggalkan oleh tentara Belanda dan awak Van

Imhoff, akan tetapi banyak dari mereka yang memilih untuk bunuh diri.

Keesokan harinya, pada tanggal 20 Januari 1942, kapal MV Boelongan

Nederland mendekat ke arah puing kapal Van Imhoff, beberapa tahanan yang

selamat mencoba naik kapal tersebut, tetapi orang-orang Belanda di kapal

Boelongan meninggalkan mereka di laut ketika mengetahui bahwa para

korban tersebut adalah orang-orang Jerman, bahkan beberapa orang Jerman telah naik ke kapal tapi kemudian mereka dibuang kembali ke laut.

Harian Kompas menyebutkan bahwa Horst H Geerken dalam buku berjudul A Magic Gecko: Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno (2011) menjelaskan, pada 20 Januari 1942, Boelongan terlihat di lokasi tenggelamnya Van Imhoff II. Namun, karena yang tersisa hanya sekoci berisi tawanan Jerman, Boelongan Nederland kemudian berputar haluan tanpa memberikan pertolongan. Keputusan Kapten Berveling diduga terkait peta Perang Dunia II saat Jerman tergabung dalam poros kekuatan bersama Jepang dan Italia. Di sisi lain, Belanda ikut kubu Sekutu yang di antaranya digerakkan Inggris dan Amerika Serikat. Sebelumnya, Jerman memorak-porandakan Rotterdam di Belanda dengan pengeboman pada Mei 1940. Boelongan yang berperan sebagai pengiring Van Imhoff diduga kembali ke selatan menuju Padang untuk terus ke Pesisir Selatan mengarah ke Batavia atau Australia. Ini

101

terbukti dari posisi kapal itu saat tenggelam yang seperti menuju ke arah selatan (Kompas, 14 Januari 2013). Hal ini kemudian menjadi awal bencana bagi kapal MV Boelongan Nederland. Sekutu Jerman, tentara Jepang, ternyata membayar perlakuan orang-orang Belanda di kapal MV Boelongan tersebut. Ketika mereka melihat kapal itu di perairan sekitar Padang beberapa hari setelah tragedi Van Imhoff, Jepang kemudian langsung membom kapal tersebut untuk membayar kematian orang-orang Jerman. Dengan demikian, kapal megah MV Boelongan Nederland yang pernah menjadi simbol kekuasaan kolonial Belanda di Kerajaan Bulungan pada waktu itu akhirnya tenggelam dan hilang (Zarkasyi, 2010; www.wrecksite.eu, http: // www. arendnet. com; http: // www. bogor. indo.net.id/ indonesia.tuguperingatan jerman).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Kompas terhadap penduduk di Nagari Mandeh dapat diketahui kejadian detil insiden pengeboman kapal Belanda tersebut yang terjadi pada hari Rabu tanggal 28 Januari 1942 selepas waktu dzuhur. Salah satu penduduk, yaitu Anas Malin Randah (usia 83), yang ketika itu masih berusia remaja tengah bersantai di pondok perladangan di atas kawasan perbukitan. Ayahnya waktu itu masih menanam padi di ladang saat satu skuadron pesawat tempur Jepang seperti meraung-raung di atas kepalanya. Anas mengatakan jumlah pesawat tempur tersebut adalah 12. Tak lama berselang, bunyi bom seperti bersahut-sahutan. Anas beserta tiga kakak dan seorang adiknya bergegas menuju ke goa batu untuk berlindung. Anas masih mampu merekam jalannya serangan. Pesawat tempur Jepang itu membombardir kapal Belanda. Serangan berlangsung sekitar tiga jam hingga sore menjelang. Delapan pesawat tempur baru menggantikan peran 12 pesawat sebelumnya. Serangan ditutup oleh enam pesawat berikutnya. Kapal Boelongan tenggelam setelah dibom pada bagian haluan, buritan, dan persis di cerobong asapnya. Anas pun melihat sejumlah awak kapal yang meninggalkan kapal dengan sekoci. Boelongan tenggelam dengan posisi mendatar. Saat dibom, Boelongan pada posisi terbuka di Teluk Mandeh, yang jaraknya sekitar 200 meter dari daratan terdekat dan sekitar 70 kilometer dari Kota Padang. Anas mengatakan bahwa kawasan perairan ini merupakan salah satu rute pelayaran pantai barat Sumatera yang sangat ramai pada masa silam. Anas ingat kapal Boelongan berada di kawasan itu sejak sekitar sepekan sebelumnya. Kapal itu mula-mula masuk dari pintu muara di Nagari Sungai Nyalo Mudik Aie yang bertetangga dengan Teluk

102 Mandeh. Lalu, Boelongan berlindung di Teluk Dalam di antara Pulau Cubadak dan Pulau Taraju yang masih di kawasan perairan Mandeh. Serangan cepat Jepang tak disangka-sangka Belanda. Periode Desember 1941-Februari 1942 memang ditandai dengan serangan udara yang dilakukan Jepang secara bertubi-tubi (Kompas, 14 Januari 2013).

Dalam dokumen ISBN /e-ISBN (Halaman 104-108)