• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Kimiawi Perairan

Dalam dokumen ISBN /e-ISBN (Halaman 127-132)

Parameter selanjutnya adalah Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut dan Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis. Kedua parameter ini sering dijadikan tolak ukur dalam penilaian kualitas lingkungan. Sumber oksigen di laut biasanya dari atmosfir (udara) sebagai hasil difusi serta dari hasil fotosintesis organisme autotrof. Oksigen ini kemudian dimanfaatkan oleh biota laut termasuk mikroorganisme untuk metabolismenya. Dalam kondisi alami, kesetimbangan oksigen terlarut ini

122 akan terjaga melalui proses yang terjadi secara terus-menerus. Apabila terjadi gangguan seperti masuknya bahan organik secara berlebihan maka akan memicu meningkatnya mikroorganisme. Peningkatan ini diikuti oleh peningkatan kebutuhan jumlah oksigen terlarut. Dengan kondisi pasokan oksigen yang tetap tapi terjadi peningkatan kebutuhan, maka otomatis jumlah kandungan oksigen akan menurun.

Nilai DO yang ideal untuk biota laut dan dianggap cukup baik untuk wisata bahari menurut Kep-51/MENKLH/2004 adalah di atas 5 mg/L. Kisaran nilai DO yang terukur di keempat lokasi adalah sebesar 5,4 – 6,24 mg/L. Hal ini berarti bahwa kandungan oksigen terlarut di wilayah Teluk Mandeh cukup tinggi untuk menunjang kehidupan biota laut dan untuk kepentingan wisata bahari. Apabila dibandingkan dengan kriteria pencemaran berdasarkan kandungan oksigen yang dikeluarkan oleh Lee et al (1978) maka wilayah ini masuk pada kategori tercemar ringan (Tabel 7). Dibandingkan dengan pengukuran in-situ, oksigen terlarut di lokasi 4, 5, 6 dan 8 sangat rendah dengan kisaran nilai sebesar 1,9 – 8,61 o/oo. Nilai paling tinggi adalah di lokasi 6* pada pengukuran bulan Desember 2012 sebesar 26,3 o/oo.

Tabel 7. Kualitas Air Berdasarkan Kandungan DO (Lee et al., 1978 dalam Marganof, 2007)

No Kadar Oksigen (mg/L) Status

1 >6,5 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan

2 4,5 – 6,4 Tercemar ringan

3 2,0 – 4,4 Tercemar sedang

4 <2 Tercemar berat

BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme laut untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di suatu perairan. Nilai BOD ini biasanya digunakan untuk melihat tingkat penurunan kualitas air melalui penurunan kadar oksigen terlarut. BOD yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat penggunakan oksigen oleh mikroorganisme dalam mengurai material organik. Dalam penentuan kadar BOD baku digunakan BOD5. BOD5 ini menunjukkan kadar oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme dalam mengurai

123

material organik dalam jangka waktu 5 hari pada suatu volume air tertentu pada suhu 20oC. Nilai BOD5 tertinggi yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk biota laut adalah sebesar 20 mg/L dan 10 mg/L untuk wisata bahari. Apabila batas maksimum ini dibandingkan dengan hasil pengukuran, maka nilai yang ada di wilayah Teluk Mandeh masih jauh di bawah nilai yang disarankan oleh KLH, yaitu berkisar antara 2,48 – 3,71 mg/L. Namun apabila dibandingkan dengan nilai klasifikasi Lee et al (1978), maka perairan ini berada pada kondisi tercemar ringan (Tabel 8).

Tabel 8. Kualitas Air Berdasarkan BOD5 (Lee et al, 1978 dalam Marganof, 2007)

No Kadar Oksigen (mg/L) Status

1 ≥2,9 Tidak tercemar

2 3,00 – 5,00 Tercemar ringan

3 5,10 – 14,90 Tercemar sedang

4 ≤15 Tercemar berat

Nitrat (NO3-N) adalah salah satu bentuk senyawa unsur nitrogen yang penting bagi metabolisme organisme autotrof. Nitrat terbentuk berdasarkan hasil oksidasi senyawa ammonia menjadi nitrit, selanjutnya dari nitrit menjadi nitra,t dimana proses ini sering disebut nitrifikasi.

2NH3 + 3O2 2NO2- + 2H+ + 2H2O 2NO2- + O2 2NO3

Nilai nitrat yang terukur di wilayah Teluk Mandeh adalah sebesar 1,15 – 1,4 mg/L. Nilai tertinggi terukur di muara sungai sedangkan terendah di lokasi kapal karam. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh masukan bahan organik dari daratan ke wilayah perairan. Nilai nitrat berdasarkan Kep-51/MENKLH/2004 adalah sebesar 0,008 mg/L.

Selain nitrat, ammonia juga adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang terdapat di laut. Ammonia terbentuk dari proses fiksasi gas nitrogen serta ammonifikasi nitrogen organik selama proses dekomposisi material organik. Selain itu, ammonia berasal dari sekresi organisme serta masukan limbah organik dari daratan (limbah domestik, industri dan pupuk). Ammonia bersifat toksik pada biota laut karena mengganggu proses

124 pengikatan oksigen dalam darah. Nilai batas maksimum ammonia untuk biota laut menurut Kep-51/MENKLH/2004 adalah sebesar 0,3 mg/L. Nilai hasil pengukuran di Teluk Mandeh menunjukkan bahwa kadar ammonia berada pada tingkatan rendah dengan kisaran 0,05 – 0.12 mg/L. Dengan demikian, kadar ammonia di teluk ini tidak bersifat toksik bagi biota yang ada.

Salah satu bentuk senyawa fosfor yang ada di perairan adalah fosfat dalam bentuk ortofosfat. Forsfor punya peran yang penting dalam proses metabolisme biota melalui proses pembentukan protein dan transfer energi. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, kandungan fosfat yang baik untuk biota laut adalah sebesar 0,015 mg/L. Nilai fosfat yang terukur di Teluk Mandeh di atas nilai yang ditetapkan oleh Kemen LH kisaran antara 0,14 – 0,35 mg/L. Hal ini mengindikasikan adanya masukan buangan industri ataupun limbasan (run off) pertanian yang berupa pupuk. Tingginya kadar fosfat di perairan dapat memicu terjadinya eutrofikasi.

Senyawa sulfida (H2S) di perairan biasanya merupakan hasil respirasi bakteri anaerob disamping gas metana (CH4). Bakteri anaerob meningkat apabila terjadi penurunan kadar oksigen terlarut di air (DO) yang menyebabkan penurunan bakteri aerob. Seperti bakteri aerob, bakteri anaerob juga mengurai komponen organik dalam kondisi tanpa oksigen. Nilai sulfida yang disarankan oleh KLH adalah sebesar 0,01 mg/L. Kandungan sulfide di Teluk Mandeh berkisar antara 0,005 – 0,09 mg/L. Kadar sulfida yang tinggi terukur di dua lokasi yang berada di muara masing-masing dengan nilai 0,05 mg/L dan 0,09 mg/L. Sedangkan kadar yang rendah berada di dua lokasi lainnya yang terletak agak jauh dari muara.

Beberapa bahan pencemar yang sering dijadikan indikator kualitas perairan adalah senyawa fenol, poliaromatik hidrokarbon (PAH), poliklor bifenil (PCB), surfaktans (deterjen), minyak dan lemak serta pestisida. Untuk nilai ambang, KLH sudah menetapkan nilai baku mutunya untuk wisata bahari dan biota laut.

Senyawa fenol biasanya juga dikenal sebagai asam karbolat atau benzenol adalah senyawa hidrokarbon aromatic yang bersifat asam dan toksik. Senyawa ini banyak dipakai dalam industri baik sebagai bahwan dasar ataupun bahan yang diperlukan dalam proses produksi. Contoh penggunaan fenol adalah dalam industri farmasi seperti untuk antiseptik, obat aspirin dan sebagainya. Sisa senyawa ini dari hasil industri dapat terbawa sampai ke perairan. Di perairan, senyawa ini mudah larut dan dapat menurunkan

125

kualitas perairan. Efek buruk senyawa ini adalah gangguan kesehatan seperti pada fungsi paru-paru, ginjal, hati dan zat pemicu kanker. Kisaran senyawa fenol di lokasi pengambilan sampel berturut-turut dari yang terkecil sebesar 0,0037 mg/L di lokasi 6 (kapal karam); 0,0118 mg/L di lokasi ; 0,0153 mg/L di lokasi 4 dan 0,0248 di lokasi 5. Dibandingkan dengan nilai baku mutu, kandungan tertinggi senyawa fenol di lokasi 5 sudah melebihi ambang batas yang bernilai 0,002 mg/L.

Bahan pencemar perairan lainnya adalah dikenal sebagai PAH dan PCB. PAH adalah kelompok senyawa yang berukuran besar dan memiliki banyak cincin aromatic dalam struktur senyawanya. Beberapa contoh senyawa PAH adalah naphthalene, fluorene, pyrene, dan lain-lain. Senyawa ini bersifat toksik dan karsinogen atau penyebab kanker. Sumber pencemaran senyawa PAH ini biasanya dari industri, kendaraan bermotor ataupun tumpahan minyak dari kapal pengangkut dan kilang minyak.

Di perairan Teluk Mandeh tidak teridentifikasi adanya kandungan senyawa PCB sedangkan PAH terukur sangat rendah dengan kisaran 0,0006 mg/L di lokasi 7; 0,0008 mg/L di lokasi 4 dan 0,0014 mg/L di lokasi 5. Bahkan di lokasi 6, PAh tidak teridentifikasi. Nilai ini sangat rendah apabila dibandingkan dengan nilai baku mutu KLH sebesar 0,003 mg/L.

Surfaktan adalah senyawa kimia yang banyak digunakan dalam detergen atau bahan pembersih lainnya. Komposisi surfaktan dapat mencapai 15-40 % dari total bahan yang digunakan. Selain dapat merusak kulit, senyawa ini juga mempunyai efek karsinogen. Di perairan, tingginya konsentrasi detergen dapat menyebabkan eutrofikasi. Kandungan surfaktan (detergen) di Teluk Mandeh adalah sebesar 0,2 mg/L di lokasi 6 dan 7, lokasi 4 sebesar 6 mg/L serta 8 mg/L di lokasi 5. Nilai konsentrasi detergen di lokasi 4 dan 5 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai baku mutu. Hal ini mengindikasikan adanya pencemaran di daerah muara yang berasal dari daratan.

Kandungan minyak dan lemak di Teluk Mandeh berturut-turut adalah sebesar 0,305 mg/L di lokasi 6; 0,4525 mg/L di lokasi 7; 0,825 mg/L di lokasi 4 serta paling tinggi di lokasi 5 sebesar 0,967 mg/L. Konsentrasi di lokasi 6 dan 7 masih jauh di bawah baku mutu yaitu 1 mg/L sedangkan di lokasi 4 dan 5 hampir sama dengan nilai baku mutu.

Kandungan pestisida berturut-turut adalah 0,018 µg/L di lokasi 7; 0,026 µg/L di lokasi 4 serta 0,03 di lokasi 5. Sedangkan di lokasi 6 tidak

126 teridentifikasi adanya pestisida. Selain di lokasi 6, semua lokasi mempunyai kandungan pestisida yang lebih tinggi dari baku mutu.

Dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya kualitas air di lokasi-lokasi muara Sungai Mandeh dan Nyalo mempunyai kualitas air yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi yang terletak lebih jauh dari daerah muara. Dari nilai kandungan beberapa bahan pencemar menunjukkan bahwa lokasi muara mengalami pencemaran ringan. Hal ini mengindikasikan adanya masukan bahan pencemar dari daratan melalui air sungai ke laut.

Dari hasil pengukuran dan analisis kondisi hidrologi, dapat diketahui bahwa kondisi suhu rerata, salinitas rerata, oksigen terlarut, fosfat, nitrat, pH, dan kecerahan di lokasi kapal karam Teluk Mandeh relatif masih baik dan cocok untuk berbagai kepentingan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam Kep-02/MNLH/I/1988 Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1988). Secara umum, kondisi kualitas air (kecerahan air, pH, dan temperatur) di lokasi tinggalan kapal karam MV Boelongan Nederland tidak mengindikasikan kondisi alam yang ekstrim yang dapat mengakibatkan laju pelapukan atau penghancuran secara kimiawi terhadap situs kapal karam tersebut.

Pengembangan sebagai Destinasi Pariwisata Bahari dan Kawasan

Dalam dokumen ISBN /e-ISBN (Halaman 127-132)