• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IVGAMBARAN UMUM PROFIL WILAYAH KABUPATEN BUTON TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IVGAMBARAN UMUM PROFIL WILAYAH KABUPATEN BUTON TENGAH"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

IV-

1

BAB IVGAMBARAN UMUM PROFIL WILAYAH

KABUPATEN BUTON TENGAH

4.1. Kondisi Geografi dan Geologi 4.1.1. Kesampaian Wilayah

Kabupaten Buton Tengah dapat dijangkau atau dicapai dari Jakarta melalui pesawat transit di Makassar dan terus ke Bandara Betoambari di Kota Baubau kemudian menyeberang ke Pelabuhan Wamengkoli.Alternatif lain adalah pesawat terbang langsung Jakarta – Kendari atau transit di Makassar kemudian ke Kendari,dari Kendari dapat ditempuh dengan kapal cepat ke Baubau baru kemudian menyeberang ke dermaga Wamengkoli di Waara. Bagi para petualang dapat memanfaatkan jalan darat dari Kendari ke Konawe Selatan dan terus menyeberang ke Tampo ( Muna ) dari Torobulu, langsung ke Buton Tengah.

Sebenarnya sekiranya Bandara Sugi Manuru di Kota Raha (Kabupaten Muna ) dapat diaktifkan kembali,maka pesawat bisa dari Makassar ke Raha dan dapat langsung ke Labungkari (Ibukota Kabupaten Buton Tengah). Kedepan jika Kabupaten Buton Tengah perekonomian dan pariwisatanya dapat berkembang pesat maka tidak menutup kemungkinan dapat dibangun bandara yang mengakses Bandara Hasanuddin-Makassar sebagai pintu gerbang Indonesia Timur.

Berdasarkan uraian di atas maka untuk dapat mencapai ODTW di Kabupaten Buton Tengah dapat ditempuh melalui mode udara seperti yang telah dijelaskan,yang diteruskan dengan mode laut dan mode darat. Demikian juga bagi kapal pesiar dalam Nusantara maupun mancanegara dapat berlabuh langsung di Pelabuhan Wamengkoli atau perahu-perahu “yacht” dapat langsung masuk ke

(2)

IV-

2 Teluk Lasongko. Untuk sementara kegiatan Kepariwisataan Buton Tengah tidak dapat dilaksanakan dari kunjungan wisata ke kota Baubau dan Kabupaten Wakatobi. Oleh sebab itu kegiatan wisata di kabupaten Buton Tengah harus tampil berbeda dan saling melengkapi dengan ODTN yang telah ada di kedua wilayah tersebut.

Bahwa kunjungan wisatawan akan sangat tergantung kepada ketersediaan informasi yang ada dari ODTN yang dimiliki oleh kabupaten Buton tengah serta sistem kemasannya yang memiliki daya tarik wisatawan untuk mengunjunginya.

4.1.2. Unsur Geografis

Meliputi :

1. Relief dan Kelerengan

Secara fisiografi Kabupaten Buton Tengah terdiri atas beberapa relief topografi yakni sebagai berikut :

(a).Relief perbukitan (Bukit Wanepanepa,Wadiabero,Bukit Bombonawulu di Lolibu-Lasongko/Wajo dan Wambuloli-Lagili).

(b).Relief dataran tinggi yang hampir diseluruh wilayah Kabupaten Buton Tengah.

(c).Relief Teluk ( Teluk Lasongko,Teluk Lianabanggai,Teluk Kolowa/Tolandona dan Teluk Lombe serta Teluk Nambo) (d).Selat Baruta sebagai bagian dari Selat Buton yang sangat

sempit dengan arus badai bolak-balik yang sangat keras. Sekeliling pantai mulai dari selat Buton dari Walengkabola – Watulea - Lombe di timur ; Wamengkoli – Waara - Teluk Lasongko - Teluk Lianabanggai - Mawasangka sampai tepi-tepi perbatasan dengan Kabupaten Muna Barat pantainya diisi oleh

(3)

IV-

3 keberadaan terumbu karang ( “coral reef” ). Pada bagian barat terdapat selat Muna -Selat Tiworo.

Ditinjau dari aspek kelerengan,maka wilayah Kabupaten Buton Tengah dapat dikelompokkan ke dalam:

(a). Kelerengan 0-3 % sepanjang Pantai Barat Mawasangka - Tampunawou dan Lombe – Watulea

(b). Kelerengan 3-8 % pada bagian tengah dan timur ( Katukobari - Lasongko)

(c). Kelerengan 8-15 % disekitar perbukitan Lolibu – Wambuloli – Wanepanepa - Bombonawulu

(d). Kelerengan >15 % berada pada perbukitan Lolibu - Wambuloli – Wanepanepa - Bombonawulu.

Adapun peta kelerengan Kabupaten Buton Tengah dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut :

Akan dibuat oleh Tim GIS Konsorsium

(4)

IV-

4 2. Topografi dan Rupa Bumi

Berdasarkan relief dan kelerengan diatas,maka topografi di Kabupaten Buton Tengah dapat dibedakan ke dalam :

(a). Topografi perbukitan yang terdapat pada bagian tengah dari Kabupaten Buton Tengah

(b) Topografi bergelombang pada kaki perbukitan dan

(c) Topografi dataran pantai pada bagian barat Buton Tengah yang cukup dominan,bagian Selatan dan bagian Timurnya. Kondisi fisiografi,relief,kelerengan, dan topografi/rupa bumi tersebut di atas adalah sangat dipengaruhi oleh topografi karst yang berasal dari endapan batu gamping/batu kapur yang hampir menutupi seluruh wilayah Kabupaten Buton Tengah ini.

4.1.3.Satuan Geomorfologi

Satuan geomorfologi Kabupaten Buton Tengah dibentuk oleh proses konstruksi bumi yang terjadi pada jutaan tahun pada zaman tersier akhir dan kuarter awal. Berdasarkan kondisi geologi kuarter tersebut,maka satuan geomorfologi dapat dikelompokkan menjadi :

1.Perbukitan

2.Dataran tinggi Kantolobea, Wasindoli yang meliputi seluruh wilayah yang mengelilingi kawasan perbukitan

3.Dataran rendah pantai Mawasangka – Tampunawou – Tapi-tapi - Lombe dan sekitarnya mengitari seluruh pantai Barat,pantai Selatan dan pantai Timur.

Adapun peta satuan geomorfologi Kabupaten Buton Tengah dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini.

(5)

IV-

5 Gambar 4.2 Peta Morfologi Kab. Buton Tengah

4.1.4.Satuan Litostratigrafi

Satuan Litostatigrafi adalah susunan stratigrafi batuan pembentuk kerak bumi,khususnya yang menyusun daratan kabupaten Buton Tengah berdasarkan peta geologi yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi ( P3G) Bandung Tahun 1995 seperti tampak pada gambar 4.3 berikutnya. Adapun susunan Litostratigrafi di daerah ini adalah jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan Geologi Pulau Buton tetangganya.

(6)

IV-

6 Gambar 4.3 Peta Geologi Kabupaten Buton Tengah

Susunan Litostratigrafi Kabupaten Buton Tengah terdiri dari :

1. Formasi SAMPOLAKOSA ( Tumps ),tidak tersingkap tetapi diduga merupakan “ basement ” atau batuan dasar dari litostratigrafi yang ada di wilayah ini. Formasi ini disusun oleh Napal yang berlapis tebal sampai masif,dengan sisipan kalkarenit ( batu gamping pasiran ) pada bagian tengah dan bagian atasnya,serta banyak mengandung fossil foraminivora besar dan kecil sebagai indikasi diendapkan pada lingkungan laut dangkal – laut dalam dan berumur Miosan Atas – Pliosen Awal ( 5 – 10 juta tahun yang lalu ). Formasi ini tersingkap di Kabongka, Pasarwajo, dan Lasalimu dengan lokasi tipe di Sungai Sampolakosa yang ditandai dengan adanya rembesan Aspal.

(7)

IV-

7 Berdasarkan sifat fisik batuan,maka daya dukung batuan terhadap konstruksi bangunan yang ada diatasnya adalah rendah – sedang.

2. Formasi WAPULAKA ( Qpw ) adalah batuan yang hampir seluruhnya menutupi daratan Pulau Muna ( Kabupaten Buton Tengah,Kabupaten Muna, dan Kabupaten Muna Barat ).Seluruh wilayah Kabupaten Buton Tengah ditutupi oleh singkapan batuan ini yang tersusun gamping terumbu ganggang dan koral samudra dan topografi “ KARST “, endapan hancuran terumbu, batu kapur, batu gamping pasiran,batu pasir gampingan, batu lempeng, penciri indikasi diendapkan pada laguna – litoral ( laguna laut dangkal ) seperti halnya pembentukan Kepulauan Seribu di pantai Jakarta dan Kepulauan Masalembo di Pantai Barat Makassar. Berdasarkan kandungan foraminfera kecil tersebut diperkirakan berumur Pleistosen atau Kuarter Awal ( < 5 juta tahun yang lampau ). Persebarannya sampai mencapai Kabupaten Wakatobi yang mempersatukan daerah Sulawesi Tenggara Kepulauan dengan ketebalan mencapai 700 m ( sangat tebal ).Mencermati fisik batuannya dengan pelamparan yang sangat luas tersebut,maka batuan Formasi WAPULAKA ini memiliki daya dukung yang sedang – tinggi terhadap konstruksi bangunan yang ada diatasnya, bahkan menjadi bahan bangunan pondasi, perkerasan jalan dan pelabuhan yang dibangun diwilayah Sulawesi Tenggara Kepulauan tersebut.

3. Endapan ALLUVIUM ( Qal ) yang hanya terdapat Sun Marubu diperbatasan dengan Kabupaten Muna Barat di sebelah Utara Kabupaten Buton Tengah ,tetapi dapat dikatakan tidak ada diwilayah Kabupaten Buton Tengah . Ini adalah lapisan batuan

(8)

IV-

8 yang paling atas/terendah dan terdiri atas kerikil,pasir dan lumpur bergambut berupa hasil endapan sungai– rendah, rawa, dan pantai dengan daya dukung yang sangat rendah,dan berumur Holosan – Kuarter sejak ribuan – 1 juta tahun yang lalu, dan sampai sekarang masih terbentuk.

Untuk melihat susunan litostratigrafinya secara vertikal dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Susunan Kolom Litostratigrafi Kabupaten Buton Tengah berdasarkan Peta Geologi ( P3G, 1995 dan Hasil Analisis Konsultan ).

UMUR

KOLOM STRATIGR

AFI

SATUAN DESKRIPSI LINGKUNGAN PENGENDAPAN K U A R T E R Resen Endapan ALUVIUM ( Qal ) Kerikil,Pasir,Lumpur bergambut Lingkungan Alluvial Pantai,Sungai,Rawa ( 1 juta – ribuan tahun lalu , )

Daya dukung sangat rendah sampai rendah Fluviatil/Darat dan Pantai T E R S I E R Pleistosen Formasi WAPULAKA ( Qpw ) Batu gamping,terumbu ganggang dan Koral,Topografi

“KARST “ dengan indikasi pengangkutan

batupasir,gampingan,batugam ping pasiran,sedikit batu lempeng dan rapal. Berumur ( kurang dari 5 juta tahun lalu )

dengan daya dukung sedang - tinggi Laut Dangkal ( Laguna ) Pliosen Formasi SAMPOLAK OSA

Napal berlapis tebal dan massif, sisipan batu gamping

kalkarewit/pasiran

Laut Sedang – Sangat Dalam

(9)

IV-

9 Data litostratigrafi tersebut diatas sangat bermanfaat untuk merencanakan Kawasan budidaya di dalam Pola Ruang RTRW terkait dengan kesesuian,kelayakan dan kemampuan daya dukung dan daya tampung lahan di Kabupaten Buton Tengah. 4.1.5. Kondisi Struktur Geologi

Kembali lagi bahwa berdasarkan Peta Geologi ( P3G, 1995 ) tidak tampak adanya struktur geologi sepertiyang ada di Pulau Buton yang sangat intensif sedangkan di Pulau Muna di mana Kabupaten Buton Tengah berada tidak terpetakan sama sekali akan keberadaan struktur geologi. Hal ini dapat diasumsikan bahwa geologi struktur yang terdapat di Indonesia pada umumnya dibentuk oleh geodinamika/geotektonikum akibat oreogenese (peningkatan kontinen yang disertai oleh perlipatan dan pembentukan pegunungan ) pada umur Tersier, khususnya pada Orogenese Miosen Tengah.

Sedangkan di Kabupaten Buton Tengah tampak adanya gejala pengangkatan dari bukti adanya undak-undak terumbu karang seperti yang tampak pada unit satuan Litostratigrafi dari Formasi WAPULAKA, tetapi lapisan batuan sedimen pada umumnya horizontal,tidak ada kemiringan lapisan batuan sedimen. Walaupun demikian sekalipun terjadi peningkatan pada Kuarter Awal atau diakhir tersier yang tidak melibatkan perlipatan batuan,tetapi berdasarkan unsur geografi seperti yang di atas, terdapat pola kelurusan topografi dari Selat Baruta sebagai bagian dari Selat Buton yang paling sempit,Teluk Lasongko dan Teluk Lianabanggai mencerminkan adanya kontrol struktur geologi.

(10)

IV-

10 Untuk lebih pastinya akan ditelaah dalam pelaksanaan survei lapangan sebagai masukan yang paling berharga di dalam penyusunan RTRW Kabupaten Buton Tengah.

Berdasarkan dengan deduksi tersebut maka diketahui pola struktur geologi Kabupaten Buton Tengah seperti diuraikan berikut ini.

1. Pola Utara – Selatan yang diperlihatkan oleh arah Teluk Lasongko dan Teluk Lianabanggai dari arah Pantai Selatan Kabupaten Buton Tengah. Arah kelurusan ini sama dengan arah perlipatan dan Sesar Anjak di daratan Pulau Buton yaitu arah Sesar Anjak Lambusango dan Sesar Anjak Teluk Sampolawa.

2. Timurlaut – Baratdaya dari pembelokan Teluk Lasongko yang membelok di Wongko menuju ke arah Lasongko adalah searah dengan Selat Baruta Patahan Bungi – Langkoromi di Pulau Buton maupun Patahan Suandala yang mengarah ke Teluk Lawele.

3. Timur – Barat yang ditunjukkan oleh pembelokan Teluk Lianabanggai di Katukobari yang mengarah ke Timur sama dengan struktur geologi Patahan Normal Pasarwajo serta Patahan Gunung Wani di Buton Utara.

Berdasarkan kemiripan tersebut dapat disimpulkan bahwa Litostratigrafi yang berumur Tertsier Akhir dan Kwarter Awal di Kabupaten Buton Tengah berada diatas bidang patahan ( struktur geologi ) yang berumur Miosen Tengah ke atas, sehingga pada saat terjadi pengangkatan maka bidang lemah yang diakibatkan oleh patahan sebelumnya menjadi tampak pada unsur geografis seperti yang diuraikan sebelumnya.

(11)

IV-

11 Untuk diketahui bahwa patahan /sesar dari unsur struktur geologi tersebut merupakan bidang lemah yang dapat menjadi medium rambat gelombang gempa kalau terjadi gempa bumi yang ada disekitarnya, sehingga perlu dikaitkan dengan stabilitas wilayah untuk menetapkan kawasan rawan bencana dalam segala resikonya terhadap pengembangan wilayah. Oleh karena itu dalam penyusunan RTRW Kabupaten Buton Tengah perlu dipertimbangkan wilayah-wilayah yang rawan bencana di dalam aspek mitigasi bencana alam khususnya bencana geologi ke depan.

Adapun kemungkinan pola struktur geologi berdasarkan gejala geologi dari unsur-unsur geografi yang ada dapat disaksikan secara ilustratif pada gambar 4.4 berikut :

Gambar 4.4 : Peta Ilustrasi Denah Pola Struktur Geologi di Kabupaten Buton Tengah.

(12)
(13)

IV-

13 4.1.6 Sejarah Geologi

Mencakup :

1. Sejarah pembentukan bantuan dan sedimentasi, seperti tampak pada geologi dan kolom litostratigrafi sebelumnya, dapat ditelusuri gejala sedimentasi seperti tampak pada uraian sebagai berikut :

a. Batuan tertua yang tersikap di Pulau Muna sebelah Barat tepatnya di Kabupaten Muna Barat merupakan batuan dasar (“basement”) dari seluruh singkapan batuan yang terdapat di seluruh Pulau Muna termasuk Buton Tengah yang terdapat di Pulau ini. Batuan tersebut adalah Formasi MUKITO (PTRM) berupa batuan malihan atau metamorfosa regional dinamothermal jenis Sekis Plagioklas – Sekis Khlorit epidol – Fillit terkersikan derajat tinggi-sedang berumur Trias Awal (±250 juta tahun lalu), kemudian diendapkan batuan formasi WAPULAKA (Qpw) berupa batu gamping, ganggang dan koral yang berumur Pliosan Akhir – Pleistosen Awal (±10-5 juta tahun lalu).

b. Terjadinya rumpang (gap) umur ±240 juta tahun tidak ada endapan, dimana daratan Pulau Muna masih berada di posisi bawah laut. Jadi, baru pada Kwarter Awal (±10 juta tahun lalu) terjadi proses pengangkatan daratan Pulau Muna meghasilkan kondisi seperti sekarang ini.

c. Dasar cekungan sedimen dari kondisi laut sangat dalam sampai menjadi dangkal saat ini membutuhkan ratusan tahun lamanya, yang sangat berbeda dengan posisi sejarah geologi Pulau Buton dengan variasi batuan yang sangat tinggi, sedangkan di Pulau Muna termasuk keberadaan Buton Tengah hampir seluruh daratannya ditutupi oleh endapan formasi WAPULAKA yang sebagian besar membentuk

(14)

IV-

14 topografi KARST yang meliputi seluruh daerah Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Muna Barat di Kabupaten Muna. 2. Sejarah Tektonik/geodinamika wilayah Kabupaten Buton

Tengah dapat dilihat dari gejala terdapatnya patahan/dasar (Lateral Slip Fault Zone) Lasongko-Wambuloli-Lombe sebagai penyeberangan dari dasar selat Buton yang berarah Timur Laut-Barat Daya seperti tampak pada gambar 4.4 di atas, yang berlanjut menjadi Selat Anjak/Naik (“Thrust Fault Zone”) yang relative Utara – Selatan tegak lurus terhadap datangnya gaya Timur-Barat dari pergerakan lempeng kerak Samudra Pasifik. Efek dari geotektonik tersebut menghasilkan pusat gempa di Teluk Lasongko dengan kedalaman 150 kaki dan kekuatan gempa 5-6 SR, serta pusat gempa di daerah Kabaena pada Kecamatan Talaga Raya (Batas Kabupaten Buton Tengah dan Kabupaten Bombana) juga dengan kedalaman gempa di atas 150 kaki dan kekuatan gempanya di atas 6 SR berdasarkan Peta Seismotektonik Indonesia (Pusat Survei Geologi, 2006). Jika terjadi gempa atau pelepasan energi dari tumbukan lempeng Pasifik dan lempeng Asia tersebut dapat mengakibatkan:

a. Pengaktifan dasar/patahan yang telah ada sebelumnya

b. Pada pusat gempa yang terjadi di dasar laut dapat menimbulkan dislokasi/pematahan di dasar laut menjadi penyebab terjadinya tsunami.

Oleh karena itu, keberadaan gejala geologi yang dapat menimbulkan kerawanan bencana geologi perlu dikelola di dalam penyusunan RTRW berbasis mitigasi bencana Kabupaten Buton Tengah 2015-2035 yang disusun secara simultan dalam penyusunan dokumen RIPPARDA ini.

(15)

IV-

15 4.1.7 Kondisi Air Tanah

Air tanah yang berada dibawah permukaan bumi menjadi potensi yang tersembunyi, karena hanya sebagian yang tampak muncul sebagai mata air maupun muara sungai bawah tanah di daerah ini. Proses pelarutan batuan bersifat karbonat (gampingan) menghasilkan akuifer air tanah yang saling berhubungan satu sama lain melalui retakan akibat proses dekonstruksi, dekomposisi maupun patahan dan retakan proses-proses tektonik seperti patahan/struktur geologi yang telah di uraikan di atas. Pemunsulan sungai-sungai bawah tanah melalui perancungan topografi banyak terjadi jika diperhatikan kalau kita berjalan dari arah Waara menuju menuju Kecamatan Mawasangka. Pada beberapa kemunculan mata air dan sungai-sungai bawah tanah menjadi tempat permandian dan dapat dijadikan sebagai daerah objek destinasi tujuan wisata (ODTW) seperti :

a. Permandian Wadiabero (Kecamatan Gu)

b. Permandian Kadaiula Air Maamba (Kecamatan Gu) c. Permandian Lahumbo (Kecamatan Gu)

d. Permandian Labungkari (Kecamatan Lakudo) e. Permandian Fotu (Kecamatan Mawasangka) f. Permandian Sondi (Kecamatan Mawasangka)

g. Permandian Maobu (Kecamatan Mawasangka Tengah),

Demikian pula terdapat danau-danau sebagai uvala dan dolina dalam sistem topografi Karst yang juga menjadi DOTW adalah : a. Danau Lakaedu (Kecamatan Lakudo)

b. Danau Anano Tei’da c. Danau Bungi

(16)

IV-

16 Untuk melindungi keberadaan topografi Karst dan konservasi SD-Air tanah maka perlu dilakukan pemetaan kasawan topografi Karst khususnya kelas I dan kelas II untuk dilindungi sesuai dengan UU-RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SD-Alam hayati dan ekosistemnya.

4.2. Kondisi Tanah

Berdasarkan Soil Association dengan Soil Gread Groups (Soil Taxonomy USDA, 1976) dan pusat penelitian Tanah Bogor (1984) maka dalam daratan Pulau Muna ditemukan beberapa jenis tanah, yaitu :

a. Kambisols, dimana horizon tanahnya tanpa memperlihatkan gejala hidromorfik dengan ketebalan solum 50 cm

b. Litosols, yaitu tanah dengan solum 25 cm (dangkal) yang berbatu

c. Aluvial, yaitu tanah yang tidak memiliki horizon diagnostic ketebalan solum 25-100 cm sebagai hasil endapan sungai tekstur lempeng berpasir.

d. Organosol, yaitu tanah yang mempunyai solum setebal 50 cm yang mengandung bahan organik/gambut dengan drainase terhambat.

e. Gleisols, berupa tanah yang selalu jenuh air tetapi belum matang

f. Pedosolik, adalah tanah yang berkembang dari batu lempeng dan batu pasir yang banyak mengandung mineral argilih bersifat basa dengan ketebalan solum mencapai 125 cm serta sistem drainasenya baik.

(17)

IV-

17 Secara umum terdapat dua jenis musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau, dimana musim hujan terjadi pada Bulan November sampai Maret. Adapun musim kemarau terjadi pada Bulan Mei sampai Oktober yang bertiup angin timur dari arah Australia. Sedangkan pada Bulan April terjadi angin pancaroba. Curah hujan tidak merata di seluruh wilayah. Curah hujan berkisar antara 437-2.644 mm/tahun dalam suhu udara berkisar antara 18ºc -32 ºc. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka iklim di Kabupaten Buton Tengah dapat dikategorikan sebagai iklim tipe D dan E.

4.4. Kondisi Hidro-Oseanografi

Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Buton Tengah sebagian besar wilayahnya berupa perairan kelautan yaitu :

a. Di sebelah Timur dikelilingi oleh perairan Selat Buton yang relative sempit antara Baruta (Kecamatan Sangia Mambulu) dan Batu Soni (Kecamatan Lea-Lea/Kota Baubau)

b. Sebelah Selatan dikelilingi oleh Laut Flores yang sangat luas. c. Sebelah Barat dikelilingi oleh Selat Muna dan Teluk Bone

(Provinsi Sulawesi Selatan).

Pada kondisi perairan esteria mulai dari Pantai Timur, Pantai Selatan dan Pantai Barat wilayah Buton Tengah daratan merupakan pantai berkarang yang ditumbuhi oleh terumbu karang atau “coral reef”. Demikian pula dengan Pulau Talaga Kecil yang berada di Kecamatan Talaga Raya adalah berasal dari Laguna dan Atols sebagai bagian dari terumbu karang tersebut. Keberadaan terumbu karang adalah menjadi tempat kehidupan biota laut (habitat) yang ditunjang oleh kehadiran mangrove atau bakau di Pantai Buton Tengah (Perairan Estuaria) sebagai “nichea” atau sumber pakan dan tempat inkubasi bagi ikan-ikan yang

(18)

IV-

18 menetas di kawasan terumbu karang dan dibesarkan di kawasan bakau kemudian kembali lagi ke Laut lepas. Demikian sehingga interaksi terumbu karang dan bakau “mangrove” harus dapat terpelihara dari kerusakan untuk menjalin keberlangsungan biota perairan laut dangkal dan laut lepas.

Disisi lain bahwa keberadaan ikan di kawasan terumbu karang yang sebagian besar spesiesnya dapat dikategorikan sebagai ikan hias menjadi komoditas yang sangat ekonomis untuk dikembangkan serta menjadi objek destinasi tujuan wisata bahari yang sangat potensial di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kawasan-kawasan tersebut dapat dijadikan sebagai kawasan konservasi dan lindung lingkungan hidup daerah Kabupaten Buton Tengah.

Berdasarkan basimetrisnya maka Perairan Laut Kabupaten Buton Tengah memiliki paparan pantai laut dangkal (litoral-meritik) kedalaman 5-50 cm, tiba-tiba kedalaman melonjak mulai 100 sampai mencapai laut dalam, sangat dalam (batial-abisal-hadal). Sehingga kondisi perairan wilayah Kabupaten Buton Tengah dapat dikembangkan sebagai :

a. Alur pelayaran mendukung, ALKI-2 dan ALKI-3

b. Kawasan pengembangan Wisata Bahari khususnya dapat dijadikan sebagai pusat peristirahatan kapal-kapal pesisir, khususnya di Teluk Lasongko dan Teluk Lianabanggai.

c. Kawasan pengembangan Pelabuhan Murhum (Kota Baubau) dengan pengembangan Pelabuhan Peti Kemas Wamengkoli untuk melayani kebutuhan arus barang dan jasa serta penumpang di Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Muna dan Kabupaten Muna Barat.

Posisi Perairan Kabupaten Buton Tengah sangat strategis bagi pengembangan pelayaran Indonesia (Timur-Barat dan

(19)

Utara-IV-

19 Selatan) untuk lalu lintas transportasi mode laut, serta menjadi tempat pengembangan wisata bahari terkait dengan pelayaran kapal-kapal pesiar untuk menjadi tempat penambatan/pelabuhan “Yacht” atau kapal-kapal pesiar mengantisipasi wisata “sail” yang diadakan setiap tahunnya maupun program kemaritiman yang diangkat sejak tahun 2014 yang lalu.

4.5 . Kondisi Hutan

Secara umum diketahui bahwa kawasan peruntukan hutan di wilayah Kabupaten Buton Tengah, karena belum dipisahkan datanya untuk masing-masing kecamatan. Walaupun demikian dapat disajikan luas hutan diseluruh Kabupaten Buton sebelum Kabupaten Buton Tengah menjadi daerah otonomi baru seperti terlihat pada Tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2. Keadaan hutan di Kabupaten Buton sejak tahun 2005 termasuk Kabupaten Buton Tengah (RTRW Kab. Buton, 2007-2027, 2007).

No Fungsi Hutan Luas Kawasan Hutan

(Ha) (%)

I.

II.

Kawasan Lindung 1. Hutan Lindung (HL)

2. Hutan Swaka Alam Wisata (HSAN)/PPA

Kawasan Hutan Budidaya

1. Hutan Produksi Terbatas (HPS) 2. Hutan Produksi Tetap (HP) 3. Hutan Produksi Konvesi (HPK)

54.420 26.675 27.745 94.587 25.100 55.458 36,52 17,90 18,62 63,48 16,84 37,22

(20)

IV-

20

14.039 9,42

149.017 100,00

Sekalipun diperkirakan bahwa kondisi kawasan hutan di Kabupaten Buton Tengah lebih kecil dari pada kawasan hutan di Kabupaten Buton (Induk) maupun yang ada di Kabupaten Buton Selatan, tetapi jika dianalogikan dari sisi presentasenya maka tampak bahwa kawasan lindung ( 36,52 % ), dan Hutan Lindung (HL) mencapai 17,90 % dan HSAN/PPA (18,62 %) merupakan kawasan yang harus dikonservasi terkait dengan perlindungan SD-AIR yang pada umumnya daratan di Kabupaten Buton Tengah adalah topografi karet seperti yang telah diuraikan diatas. Keberadaan kawasan hutan akan dapat menjamin keberadaan SD-AIR (baku, bersih/PDAM, dan lain-lainnya). Agar diketahui bahwa lokasi wisata permandian yang telah diuraikan di depan adalah sangat tergantung kepada perlindungan SD-AIR dan yang menjadi faktor pemerintahnya adalah terjaminnya kesinambungan fungsi hutan dalam sistem pengaturan tata air atau dan hidrogi-geohidrologi didaerah ini.

Demikian keberadaan dan kesinambungan fungsi kawasan pariwisata yang berbasis alam seperti ; Wahana Wisata, Wisata Pegunungan, dan Wisata Bahari adalah seperti tergantung kepada kesinambungan fungsi kawasan hutan di daerah ini yang harus dikonservasi, dilestarikan atau dipreservasi.

(21)

IV-

21 4.6.1. Demografi/Kependudukan

Keadaan penduduk Kabupaten Buton Tengah yang meliputi 7 (tujuh) Kecamatan dimana 6 (enam) Kecamatan di wilayah daratan Pulau Muna bagian selatan dan 1 (satu) Kecamatan di Pulau Kabaena dan Pulau Talaga Kecil di sebelah Barat memiliki komposisi kependudukan seperti tampak pada Tabel 4.3. berikut : Tabel 4.3. Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk,

Persebaran Penduduk dan Kepadatannya di Kabupaten Buton Tengah 2010-2012 (BPS Kab. Buton, 2014) N o Kecamatan Jumlah Penduduk Laju Pertum buhan (%) Luas Wilayah (Km2) Persebaran (%) Kepadatan (jiwa/Km2) 2010 2012 2010 2012 2010 2012 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Gu Sangia Wambulu Lakudo Mawasangka Mawasangka Timur Mawasangka Tengah Talaga Raya 15.836 5.003 20.210 22.054 4.839 9.147 9.023 16.348 5.168 20.833 22.786 4.983 9.443 9.308 1,60 1,64 1,53 1,65 1,48 1,61 1,57 104,00 10,00 225,00 269,55 126,23 152,22 71,31 6,19 1,96 7,90 8,62 1,89 3,58 3,53 6,211 1,96 7,92 8,66 1,89 3,59 3,54 152 500 90 82 38 60 127 157 517 93 85 39 62 131 - Jumlah 86.112 88.919 - 958,31 - - - - - Rata-Rata - - 1,58 - 4,76 4,82 149,86 154,86

Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.3. tersebut diatas dapat diterjemahkan hal-hal sebagai berikut :

(22)

IV-

22 a. Jumlah penduduk tertinggi adalah di Kecamatan Mawasangka

sejumlah 22.786 (2012), dan disusul oleh Kecamatan Lakudo 20.833 (2012) dan Kecamatan Gu 16.348 (2012).

b. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Mawasangka 1,65 % (2012), dan disusul oleh Kecamatan Sangia Wambulu 1,64 % (2012) di Kecamatan Mawasangka Tengah 1,61 % (2012).

c. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Mawasangka seluas 269,55 km2, dan disusul oleh Kecamatan Lakudo 225,00 Km2

dan Kecamatan Mawasangka Tengah seluas 152,22 Km2.

d. Adapun persebaran tertinggi/terbesar berada di Kecamatan Mawasangka sebesar 8,66 % (2012), dan disusul oleh Kecamatan Lakudo 7,92 % (2012) dan Kecamatan Gu 6,21 % (2012).

e. Sedangkan kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Sangia Wambulu 517 jiwa/km2, dan disusul oleh

Kecamatan Gu 157 jiwa/km2 (2012) dan Kecamatan Talaga

Raya 131 jiwa/km2 (2012).

Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa : a. Dilihat dari kepadatan penduduk, maka Kecamatan Sangia

Wambulu dengan luas hanya 10,00 km2 dan kepadatan 517

jiwa/km2 sudah menuju titik jumlah terutama ditinjau dari

aspek pemetaan ruang wilayah kecamatan ditambah lagi dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif cukup tinggi. b. Untuk menjamin terjadinya persebaran penduduk secara

merata keseluruh wilayah kecamatan yang ada perlu penambahan kegiatan perekonomian yang menjamin dan mensejahterahkan masyarakat sesuai dengan basis komoditas yang diunggulkan dan dapat dipersaingkan.

(23)

IV-

23 c. Perlu mulai disadari di dalam pemerataan ruang wilayah

sebagaimana akan dituangkan di dalam rencana pola ruang Kabupaten Buton Tengah, yaitu :

1) Menetapkan daerah yang masih memiliki kemampuan daya dukung dan daya tampung untuk dapat direncanakan secara bebas,

2) Desa atau kecamatan yang hanya dapat direncanakan dan dikembangkan pengisian ruangnya secara terbatas dan diperhatikan sunguh-sungguh sesuai dengan kajian lingkungan hidup strateginya.

3) Kawasan kecamatan yang sudah jenuh dan tak dapat lagi untuk dilakukan pengisian ruangnya.

4) Kemudian jika ditinjau dari rasio laki-laki/perempuan dan jumlah penduduk di kaitkan dengan jumlah rumah tangga yang ada dapat diperiksa pada Tabel 4.4. berikut :

Tabel 4.4. Perbandingan laki-laki/perempuan, jumlah rumah tangga, dan jumlah rata-rata anggota keluarga dalam rumah tangga pada tahun 2012 di Kabupaten Buton Tengah (BPS Kab. Buton, 2013)

No Kecamatan

Jenis kelamin (jiwa

Jumlah (jiwa)

Rasio (%)

Rumah Tangga

Laki-laki Perempuan Jumlah Anggota

Keluarga RT 1. 2. 3. 4. 5. 6. Gu Sangia Wambulu Lakudo Mawasangka Mawasangka Timur Mawasangka Tengah 7.856 2.442 9.802 10.815 2.351 4.512 8.492 2.726 11.031 11.971 2.632 4.931 16.348 5.168 20.833 22.786 4.983 9.443 93 90 89 90 89 92 3.828 1.180 4.631 4.930 1.207 2.031 4 4 4 5 4 5

(24)

IV-

24

7. Talaga Raya 4.180 5.128 9.308 82 1.939 5

- Jumlah 41.958 46.911 88.869 - 19.746 -

(25)

IV-

25 Kemudian jika ditinjau berdasarkan pada Tabel 4.4. diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Bahwa jumlah proporsi laki-laki terhadap perempuan rata-rata hanya mencapai 89,29 % yang berarti jumlah penduduk wanita sudah melampaui jumlah penduduk laki-laki, tetapi belum mencapai 1:2.

b. Rasio laki-laki/perempuan tertinggi ada di Kecamatan Gu 93 % dan di Kecamatan Mawasangka Tengah 92 %, yang disusul oleh Kecamatan Mawasangka 90 %.

c. Sedangkan jumlah rumah tangga terbanyak berada di Kecamatan Mawasangka sebanyak 4.930, yang disusul oleh Kecamatan Lakudo 4.631 dan Kecamatan Gu 3.828.

d. Adapun jumlah anggota keluarga terbanyak terdapat di Kecamatan Mawasangka Tengah dan Talaga Raya.

4.6.2. Adat Istiadat Masyarakat Buton Tengah

Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Buton Tengah secara Kultural atau budaya adalah bagian yang tidak terpisahkan dariadat istiadat dari masyarakat Kesultanan Buton suku bangsa yang mendiami Kabupaten Buton Tengah antara lain adalah :

a. Masyarakat suku Pancana yang relative menjadi suku yang jumlah penduduknya dominan mendiami wilayah ini;

b. Masyarakat suku Moronene yang mendiami wilayah Kecamatan Talaga Raya dan sekitarnya;

c. Masyarakat suku Wolio sebagai suku campuran pendatang yang berasal dari Tanah Jawa, Tiongkok, dan dari Arab yang berbasis di dalam dan disekitar Benteng Keraton Buton dan Kota Baubau.

(26)

IV-

26 Akulturasi masyarakat yang sangat tinggi di wilayah Kesultanan Buton pada umumnya dan Kabupaten Buton Tengah pada khususnya merupakan fakta kultural pluralisme yang terikat dalam tatanan tali persaudaraan yang dikukuhkan didalam Ikatan Sara Pataanguna yaitu :

a. POMAA-MAASIAKA

Saling sayang-menyayangi, dan kasih-mengasihi kepada sesama;

b.POANGKA-ANGKATAKA

Saling hormat-menghormati, dan saling meninggikan derajat sesama;

c. POPIA-PIARA Saling pelihara-memelihara, dan saling lindung-melindungi sesama;

d. POMAE-MAEKA Saling segan-menyegani, dan saling takut-menakuti sesama.

Keempatnya dikemas dalam BHINCI-BHINCIKI KULI atau; jangan mencubit ataupun menyakiti orang lain kalau engkau merasakan sakit mencubit kulit diri sendiri. Itulah yang melandasi kehidupan berumah tangga berbangsa dan beragama, sejak kerajaan/kesultanan Buton berdiri sebagai Negara, sampai akhirnya berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat pengembalian kedaulatan pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag (Negeri Belanda) Tahun 1947 yang lalu.

NKRI baru menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara pada Tahun 1945, dengan falsafah BHINEKA TUNGGAL IKA yaitu boleh berbeda-beda suku bangsa tetapi tetap satu (Tunggal-Eka), sedangkan kesultanan Buton setelah ditetapkan TUTURA (UNDANG-UNDANG DASAR) MARTABAT TUJUH pada tahun 1600 M telah dikukuhkan falsafah Dasar Negaranya :

(27)

IV-

27 “ TONTOMAKA MOBHARINA TOO MOSAANGUNA”

“ TONTOMAKA MOSAANGUNA TOO MOBHARINA” “ SYUHUUDUL KATSRA FIL WAHDA”

“ WA SYUHUUDUL WAHDA FIL KATSRA” Yang artinya kurang lebih demikian ;

“ Menatap/memandang yang banyak/jauh/plural Untuk Yang Esa/Tunggal, dan

Menatap Yang Tunggal/Ika/Esa untuk yang jauh/plural/banyak.

Demikian fakta yang aktual di masyarakat Buton, dan tidak terkecuali mayarakat Buton Tengah yang telah mendarahdaging sejak ratusan tahun yang lampau. Wujud kesatuan dari keutuhan masyarakat Buton pada umumnya adalah tercermin dalam wujud mulai dari

a. Membentengi diri sendiri; b. Membentengi keluarga; c. Membentengi negeri.

Oleh karena itu wilayah kerajaan/kesultanan Buton dikenal pula dengan Negeri Seribu Benteng, seperti yang terdapat di Kabupaten Buton Tengah yaitu ;

1) Benteng Bhombana wulu di Kecamatan Gu; 2) Benteng Watulea di Kecamatan Gu;

3) Benteng Boneoge di Kecamatan Lakudo;

4) Benteng Lakudo ( Liwu ) di Kecamatan Lakudo; 5) Benteng Lasaidewa di Kecamatan Mawasangka; 6) Benteng Wasilomata di Kecamatan Mawasangka; 7) Benteng Lagili di Kecamatan Mawasangka Timur;

8) Benteng Mawasangka Gau di Kecamatan Mawasangka Timur, dan

(28)

IV-

28 Kesembilan benteng tersebut diatas menjadi objek destinasi tujuan wisata yang dapat dikembangkan di wilayah Kabupaten Buton Tengah sebagai wujud peradaban/budaya masa lalu yang menjadi saksi sejarah Istiadatul Azali yang monumental yang dapat dipelajari, diteladani, dan untuk disikapi serta diandalkan didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 4.7. Kondisi Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi Kabupaten Buton Tengah pada tingkat regional dan local dapat diutarakan pada kemampuan wilayah dalam menciptakan output atau nilai tambah pada suatu waktu tertentu. Untuk PDRB sendiri sehingga masih bersatu dengan Kabupaten induknya seperti tampak pada Tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5. PDRB Kabupaten Buton menurut sektor atas dasar harga bertahan dan atas dasar harga konstan tahun 2011 – 2012 (jutaan Rp) (BPS Kab. Buton, 2013).

No Sektor

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

ADHB ADHK 2011 2012 2011 2012 1. 2. 3. PRIMER a. Pertanian b. Pertambangan dan Penggalian SEKUNDER TERSIER 1.168.957,69 964.870,96 204.086,73 213.460,49 869.090,86 1.389.027,02 1.047.470,94 341.956,08 236.099,87 962.076,35 351.471,31 294.120,60 57.350,71 102.855,47 323.036,67 391.594,17 305.287,67 86.346,50 110.346,19 346.317,81 - PDRB 2.251.509,07 2.587.023,24 777.363,45 848.258,17

(29)

IV-

29 Kemudian dapat terlihat jelas di dalam struktur PDRB menurut lapangan usaha baik terhadap ADHB maupun terhadap ADHK Tahun 2011 – 2012 seperti tampak pada Tabel 4.6. berikut :

Tabel 4.6.Struktur PDRB Kabupaten Buton menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga kesatuan (ADHK) tahun 2011 -2012 (BPS Kab. Buton, 2013).

No Lapangan usaha

Struktur PDRB menurut lapangan usaha ADHB (%) ADHK (%) 2011 2012 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pertanian

Pertambangan dan Penggalian Industri pengolahan

Listrik, gas dan air minum Konstruksi/penggunaan

Perdagangan, hotel dan restoran

Angkutan dan komunikasi Keuangan,persewaan,& jasa perusahaan Jasa-jasa 42,85 9,06 4,96 0,50 4,02 16,65 2,50 4,49 14,95 40,47 13,22 4,74 0,48 3,91 16,95 2,34 4,30 13,59 37,84 7,38 7,77 0,45 5,02 16,12 2,86 5,37 17,20 35,99 10,17 7,63 0,45 4,93 16,62 2,82 5,26 16,13 - PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00

Berdasarkan struktur PDRB pada Tabel 4.6 sebagai penjabaran dari kondisi PDRB pada Tabel 4.5 ; maka tampak bahwa seluruh pertanian masih tetap mendominasi penerimaan PDRB di Kabupaten Buton baik ADHB 42,85 % (2011) dan 40,47 % (2012) maupun pada ADHK 2000 sebesar 37,84 % (2011) dan 35,99 % (2012).

(30)

IV-

30 Sekalipun Kabupaten Buton Tengah belum memiliki PDRB, dan struktur PDRB yang dihitung tersendiri terlepas dari induk Kabupaten Buton, maka perlu pula dilihat Pendapatan Regional perkapita baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000 seperti tampak pada Tabel 4.7.

Mengingat bahwa PDRB perkapita adalah menjadi salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah.

Tabel. 4.7. PDRB Perkapita Kabupaten Buton termasuk Kabupaten Buton Tengah ADHB dan ADHK (2000) Tahun 2011-2012 (BPS Buton, 2013)

No Perincian ADHB ADHK 2000

2011 2012 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7

PDRB pada harga pasar (Rp. Juta)

Penyusutan (Rp. Juta) PDRN pada harga pasar

(Rp. Juta)

Pajak tak langsung Netto (Rp. Juta)

PDRB atas dasar biaya faktor pendapatan regional.( juta ) Penduduk pertengahan tahun(jiwa) PDRB perlapisan (Rp. Juta) 2.251.509,07 167.287,12 2.084.221,85 30.170,22 2.054.051,23 260.801 8,63 2.587.203,24 192.229,20 2.394.974,04 34.668,52 2.360.305,52 261.119.- 9,91 777.363,45 64.521,17 712.842,28 10.649,88 702.192,40 260.801,- 2,98 848.258,20 70.396,93 777.861,20 11.619,73 766.241,50 261.119,- 3,25

Dilihat dari PDRB/kapita di atas aik ADHB maupun ADHK 2000 tampak menunjukkan peningkatan dari tahun 2011 (8,63) menjadi 9,91 (2011) dan dari 2,98 (2011) menjadi 3,25 (2012). Hal ini menunjukkan tingkat kenaikan kesejahteraan rakyat

(31)

IV-

31 masyarakat Kabupaten Buton termasuk Kabupaten Buton Selatan di dalamnya.

4.8. Prasarana dan Sarana Dasar Wilayah 4.8.1.Infrastruktur Perhubungan

Meliputi :

a. Moda Transportasi Darat;

Diketahui bahwa moda transportasi darat di Kabupaten Buton Tengah adalah sangat memprihatinkan, karena semua akses jalan yang ada di wilayah ini hanya dibangun rata-rata 10-15 tahun lalu tanpa menjalani proses peningkatan dan pembangunan. Akses jalan darat adalah Lombe sebagai pintu masuk dari Kabupaten Muna dan Kabupaten Muna Barat, menuju Lakudo - Mawasangka Timur - Mawasangka Tengah - dan Mawasangka. Kemudian dari arah Waara (Lakudo) - Mawasangka Timur - Mawasangka Tengah - Mawasangka; Lakudo – Gu – Muna - Muna Barat. Kondisi dari Tolandona (Sangia Wambulu)-Gu – Lakudo – Mawasangka Timur-Mawasangka Tengah dan Timur-Mawasangka.

Dari data kondisi jalan di Kabupaten Buton Tengah secara umum termasuk Kabupaten Buton Tengah didalamnya dapat dilihat pada tabel 4.8. dan tabel 4.9. berikut ini :

(32)

IV-

32 Tabel 4.8. Panjang jalan menurut jenis permukaan, kondisi dan

kelas jalan tahun 2011-2012 (km) (BPS Kab. Buton, 2013) No Perincian 2011 2012 I II III JENIS PERMUKAAN a. Di Aspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak terinci e. Rabat beton KONDISI JALAN a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak berat e. Tidak terinci KELAS JALAN a. Kelas I b. Kelas II c. Kelas III d. Kelas III A e. Kelas III B f. Kelas III C g. Tidak terinci 878,822 410,906 - 343,195 124,721 - 878,822 275,610 228,284 74,427 300,501 - 878,822 - - 878,822 - - 910,689 428,117 - 353,064 115,144 14,364 910,689 292,821 218,415 51,350 247,323 - 910,689 - - 910,689 - -

(33)

IV-

33 Tabel 4.9. Panjang jalan menurut keadaan dan status jalan tahun

2011-2012 (km) (BPS Kab. Buton, 2013)

No Perincian Jalan Negara Jalan Propinsi Jalan Kabupaten 2011 2012 2011 2012 2011 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) JENIS PERMUKAAN a. Di Aspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak terinci e. Rabat beton KONDISI JALAN a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak berat e. Tidak terinci KELAS JALAN a. Kelas I b. Kelas II c. Kelas III d. Kelas III A e. Kelas III B f. Kelas III C g. Tidak terinci 187,954 163,732 - 24,222 - - 187,954 75,544 19,840 51,361 41,209 - 187,954 187,954 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 122,000 74,000 - 48,000 - - 122,000 11,000 19,000 44,000 48,000 - 122,000 - 122,000 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 878,822 410,906 - 343,195 124,721 - 878,822 275,610 228,284 74,427 300,501 - 878,822 - - 878,822 - - - - 910,689 428,117 - 353,064 115,144 14,364 910,689 292,821 218,415 51,350 247,323 100,780 910,689 - - 910,689 - - - -

Demikian juga kondisi jalan yang ada di Kabupaten Buton Tengah cukup memprihatinkan sehingga produk/hasil-hasil pertanian dan perkebunan menjadi terhambat karena urat nadi perekonomian tidak seperti yang diharapkan. Sehingga biaya transportasi darat menjadi lebih mahal dan sangat tidak menunjang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(34)

IV-

34 b. Moda Transportasi Laut;

Diketahui bahwa pada saat ini terdapat beberapa pintu masuk alur pelayaran laut di Kabupaten Buton Tengah yakni :

1) Pelabuhan penyeberangan Ferry Tolandona (Kecamatan Sangia Wambulu);

2) Pelabuhan penyeberangan Ferry Waara (Kecamatan Lakudo);

3) Pelabuhan Penyeberangan Ferry Mawasangka (Kecamatan Mawasangka);

4) Pelabuhan penyeberangan Ferry Talaga Raya;

5) Pelabuhan pelayaran Rakyat di Lombe (Kecamatan Gu) 6) Pelabuhan Rakyat Lamena (Kecamatan Mawasangka

Timur), dan

7) Pelabuhan Rakyat lain-lain.

Pelabuhan Ferry maupun pelabuhan Rakyat dapat menghubungkan Kabupaten Buton Tengah dengan Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Muna, Kabupaten Muna Barat, Kabupaten Bombana, dan ke arah Maluku dan Sulawesi lainnya yang dilakukan oleh masyarakat maritim/bahari Kabupaten Buton Tengah.

c. Moda Transportasi Udara;

Satu-satunya Bandara Udara yang terdekat dengan Kabupaten Buton Tengah adalah Bandara Betoambari di Kota Baubau kemudian dilanjutkan dengan penyeberangan Ferry ke Tolandona, Waara, Mawasangka, dan Talaga Raya. Kondisi dari pelabuhan Ferry tersebut di atas dilanjutkan dengan transportasi moda darat ke Kecamatan-kecamatan di wilayah daratan Kabupaten Buton Tengah (Kecamatan Sangia Wambulu, Kecamatan Gu, Kecamatan Lakudo, Kecamatan

(35)

IV-

35 Mawasangka Timur, Kecamatan Mawasangka Tengah, dan Kecamatan Mawasangka).

4.8.2.Prasarana dan Sarana Pariwisata Daerah

Kabupaten Buton Tengah memiliki objek destinasi tinjauan wisata (ODTW) seperti yang telah diuraikan di atas tersebar diseluruh Kecamatan yang ada seperti dirangkaikan pada Tabel 4.10. berikut :

Tabel 4.10. ODTW Kabupaten Buton Tengah Propinsi Sulawesi Tenggara (Propinsi Kepulauan Buton Raya

Persiapan/Promosi)

No ODTW Kecamatan Kondisi Infrastruktur

dan Fasilitas Pariwisata I II PERMANDIAN ALAM 1. Permandian Wadiabero 2. Permandian Kadeula Air Maamba 3. Permandian Lahumbo GU

1. Kondisi jalan rusak dan sedang

2. Belum ada fasilitas dan utilitas wisata 3. Belum ada

direncanakan dengan baik 4. Belum ada hotel

dan home stay yang memenuhi syarat dan memadai. 4. Permandian Labungkari Lakudo 5. Permandian Gumanano 6. Permandian Fotu 7. Permandian Sondi Mawasangka 8. Permandian Maobu Mawasangka Tengah PANTAI WISATA BAHARI

1. Pantai Katembe 2. Pantai Bone Montete 3. Pantai Kaumele

Lakudo

1. Dapat ditempuh dengan perahu layar dan kapal motor, ferry

penyebrangan dan dilanjutkan dengan jalan darat

2. Belum ada fasilitas akomodasi (hotel maupun home stay)

3. Akses moda

4. Pantai Labobo Mawasangka

5. Pantai Kaumeumele 6. Pantai Wantopi 7. Pantai Gubali. Mawasangka Timur 8. Pantai Bungi 9. Pantai Kokoe

10. Pantai Bone Rua Tanda 11. Pantai Bome Marambe

(36)

IV-

36 III IV V transportasi darat yang belum ada/jauh dari memadai 4. Fasilitas penunjang pariwisata belum ada (perlu diadakan) WANA WISATA DAN

WISATA PEGUNUNGAN 1. Danau La Kendu 2. Danau Anano Tei’ 3. Danau Bungi 4. Kali Kaumeumele 5. Gua Wekoila Lakudo Mawasangka Mawasangka Timur Mawasangka Timur Mawasangka Tengah 1. Diakses melalui jalan darat yang masih kurang memadai

2. Belum ada fasilitas akomodasi

3. Belum terdapat fasilitas dan utilitas pariwisata

WISATA SITUS SEJARAH 1. Benteng Bombana

Wulu

2. Benteng Watulea

Gu

Diakses melalui jalan darat yang masih kurang memadai

1. Belum ada fasilitas akomodasi

2. Belum terdapat fasilitas dan utilitas pariwisata

3. Benteng Boneoge

4. Benteng Lakudo Lakudo

5.Benteng Wasilomata 6.Benteng Lasaidewa 7.Baruga Wasilomata 8.Sejarah Laras Panjang

Mawasangka 9.Benteng Lagili

10.Benteng Mawasangka Gau

Mawasangka Timur

11.Benteng Kooe Mawasangka Tengah

WISATA ZIARAH/RELIGIUS 1. Makam Sangia

Wambulu (Imam Mesjid Keraton Buton yang keramat)

Sangia Wambulu

1. Diakses melalui jalan darat yang masih kurang memadai

2. Belum ada fasilitas akomodasi

3. Belum terdapat fasilitas dan utilitas pariwisata

2. Makam Kiy Jula

(37)

IV-

37 Secara faktual semua kecamatan yang ada di Kabupaten Buton Tengah memiliki kawasan pariwisata dengan ODTW diuraikan pada Tabel 4.10. di atas, sehingga dapat dikatakan bahwa semua Kecamatan memiliki pusat pelayanan pariwisata di dalam sistem jaringan Rencana Struktur Ruang di dalam RTRW Kabupaten Buton Tengah tahun 2015-2035.

Oleh karena itu, sudah tepat pihak Pemerintah Kabupaten Buton Tengah melalui BAPEDA dan dinas terkait memprioritaskan penyusunan rencana induk pembangunan pariwisata daerah (RIPPARDA) Kabupaten Buton Tengah yang menginduk kepada RIPPARDA Propinsi Sulawesi Tenggara dan RIPPARNAS Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif sebagai rujukannya. Mengingat bahwa tantangan terbesar didalam pembangunan pariwisata Kabupaten Buton Tengah adalah menyangkut jalan akses, prasarana dan sarana dasar wilayah lainnya infrastruktur/fasilitas penopang (akomodasi dan logistik) serta utilitas lainnya yang mutlak perlu diadakan, serta menjadikan kawasan pariwisata menjadi kawasan strategi dan program andalan pada kawasan unggulan Kabupaten Buton Tengah. Untuk melihat peta persebaran ODTW di atas dapat dilihat pada gambar 4.5. berikut :

(38)

IV-

38 Gambar 4.5. peta persebaran ODTW di Kabupaten Buton Tengah. 4.9. Kondisi SD-Manusia Pendukung Pariwisata

Secara pasti kondisi SD-Manusia di Kabupaten Buton Tengah tidak dapat diketahui, tetapi yang ada adalah gambaran indikatif berdasarkan jumlah pencari kerja di Kabupaten Buton (daerah induk) dimana Kabupaten Buton Tengah terdapat didalamnya seperti tampak pada uraian Tabel 4.11. dan seterusnya.

(39)

IV-

39 Tabel 4.11. Penduduk usia 15 tahun keatas menurut jenis

kegiatannya selama 7 (tujuh) hari kerja pada tahun 2012(Kab. Buton dalam angka, 2013).

No Jenis Kegiatan Pencari Kerja (Orang) Jumlah Laki-Laki Perempuan I II ANGKATAN KERJA 1. Bekerja 2. Menganggur BUKAN ANGKATAN KERJA 1. Sekolah 2. Urus Rumah Tangga 3. Lain-Lain 60.456 59.456 1.000 14.372 1.415 1.906 11.051 44.302 43.593 709 41.014 2.293 33.512 5.209 104.758 103.049 1.709 55.386 3.078 35.418 16.260 Jumlah (I + II) 74. 828 85.316 160.144 III 1. (%) Bekerja Terhadap Angkatan Kerja 2. (%) Angkatan Kerja Terhadap Penduduk Usia Kerja 98,35 80,79 98,40 51,93 98,37 65,41

Bahwa (%) yang bekerja terhadap angkatan kerja baik laki-laki maupun perempuan adalah cukup tinggi di atas 98 %, sedangkan (%) angkatan kerja terhadap usia kerja untuk perempuan lebih kecil dari pada laki-laki.

(40)

IV-

40 Tabel 4.12. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja

Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Sesuai Dengan Jenis Kelaminnya Pada Tahun 2012 (BPS Kab. Buton, 2013)

No Jenis Pendidikan Yang No Ditamatkan

Penduduk Pencari Kerja

Jumlah Laki-Laki Perempuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tidak/Belum Tamat SD Tamat SLTP SLTA Umum SMK Perguruan Tinggi (Diploma dan Sarjana)

19.551 16.641 10.378 8.656 1.292 2.938 16.299 12.796 6.831 3.886 564 3.217 35.850 29.437 17.209 12.542 1.856 6.155 Jumlah 59.456 43.593 103.049

Berdasarkan ijazah yang dipegang oleh pencari kerja tersebut di atas tampak bahwa mutu SDM Kabupaten Buton di Kabupaten Buton Tengah adalah masih sangat rendah yaitu dari tidak tamat SD sampai hanya tamat SLTP terdapat 46.570 orang atau 78,33 % untuk laki-laki dan untuk perempuan 35.926 orang atau 82,41 %. Sedangkan gabungan penduduk laki-laki dan perempuan adalah 82.496 orang yang berpendidikan SLTP ke bawah atau 80.05 %. Kondisi ini adalah sangat memprihatinkan, sehingga ke depan sektor pendidikan harus terus ditingkatkan dimana tidak ada lagi masyarakat berpendidikan SLTP ke bawah yang menjadi pencari kerja dengan menggalangkan wajib belajar 12 tahun. Demikian sehingga SD-Manusia Kabupaten Buton Tengah minimal adalah

(41)

IV-

41 lulusan SLTA umum maupun SMK sebagai pencari kerja dimasa akan datang.

Jika ditinjau dari lapangan pekerjaan, maka diketahui bahwa sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan mendapat porsi paling besar yaitu sejumlah 58.891 orang bekerja dibidang ini seperti tampak pada tabel 4.13. berikut :

Tabel 4.13. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Sesuai Jenis Kelaminnya Pada Tahun 2012 (BPS Kab. Buton, 2013)

No Lapangan Pekerjaan Usaha No Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan 1. 2. 3. 4. 5. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan

Industri

Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi

Jasa kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Lain-Lain 27.521 3.828 9.213 3.420 15.474 24.483 2.838 9.981 3.348 2.473 52.004 6.666 19.194 968 18.217 Jumlah 59.456 43.593 103.049

Diharapkan dengan masuknya kegiatan pariwisata akan dapat mendorong peningkatan sektor industri kreatif dibidang kepariwisataan, rumah makan dan restoran dalam wisata kuliner, jugaakomodasi perhotelan dan homestay/wisma/losmen/ bagi

(42)

IV-

42 wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, serta kegiatan sektor lainnya.

Untuk mendorong kegiatan pariwisata maka perlu dibentuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang bertanggung jawab langsung dengan tugas dan fungsi pokoknya menjalankan seluruh program kepariwisataan kedepan sesuai dengan RENSTRA dan Indikasi program yang tentang didalam RIPPARDA Kabupaten Buton Tengah ini.

4.10.Kondisi Kelembagaan/Institusionalisasi

SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang bertanggung jawab sepenuhnya menjalankan seluruh program rencana induk pembangunan pariwisata daerah (RIPPARDA) Kabupaten Buton Tengah ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pemerintah Kabupaten Buton Tengah. Adapun RIPPARDA ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan turunan dari RTRW Kabupaten Buton Tengah tahun 2015-2035 dan RPJPD Kabupaten Buton Tengah tahun 2015-2025. Hal yang terpenting adalah RIPPARDA Kabupaten Buton Tengah 2015-2025 ini adalah harus terjabarkan didalam RENSTRA kepariwisataan yang pada setiap tahunnya tertuangkan di dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai bahan masukan didalam penyusunan RAPBD Kabupaten Buton Tengah.

Berdasarkan PP-RI No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional tahun 2010-2025 pasal 2 ayat :

a. Pembangunan kepariwisataan nasional meliputi : 1. Destinasi pariwisata;

2. Pemetaan pariwisata; 3. Industri pariwisata; dan

(43)

IV-

43 4. Kelembagaan pariwisata.

b. Pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud pendapat (1) dilaksanakan berdasarkan RIPPARNAS.

c. RIPPARNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat: 1. Visi;

2. Misi; 3. Tujuan; 4. Sarana; dan

d. Arah pembangunan kepariwisataan nasional dalam kurun waktu 2010 sampai dengan tahun 2025.

e. Visi pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah : “TERWUJUDNYA INDONESIA SEBAGAI NEGARA TUJUAN PARIWISATA BERKELASDUNIA, BERDAYA SAING, BERKELANJUTAN, MAMPU MENDORONG PEMBANGUNAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT”.

f. Dalam mewujudkan Visi pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditempuh melalui 4 (empat) misi pembangunan kepariwisataan nasional meliputi :

1. Destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional daerah dan masayarakat.

2. Pemasaran pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara.

3. Industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, menyerahkan kemitraan usaha, dan bertanggungjawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya; dan

(44)

IV-

44 4. Organisasi pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan

masyarakat, SD-Manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien dalam rangka mendorong terwujudnya pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan.

g. Tujuan pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c adalah :

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata; 2. Mengkomunikasikan destinasi pariwisata Indonesia dengan

menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien, dan bertanggungjawab;

3. Mewujudkan industri pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian nasional; dan

4. Mengembangkan kelembagaan kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pamasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara professional, efektif, dan efisien.

h. Sasaran pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d adalah peningkatan:

1. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara; 2. Jumlah pergerakan wisatawan nusantara;

3. Jumlah penerimaan divisa dari wisatawan mancanegara; 4. Jumlah pengeluaran wisatawan nusantara ; dan

5. Produk destinasi bruto di bidang kepariwisataan.

i. Arah pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf e meliputi pembangunan kepariwisataan nasional dilakanakan :

1. Dengan berdasarkan prinsip pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan;

(45)

IV-

45 2. Dengan orientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan,

peningkatan kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan;

3. Dengan tata kelola yang baik;

4. Secara terpadu, secara lintas sektoral, lintas daerah, dan lintas pelaku; dan

Gambar

Gambar 4.1 Peta Kelerengan Kabupaten Buton Tengah
Tabel 4.1. Susunan Kolom Litostratigrafi Kabupaten Buton Tengah  berdasarkan Peta Geologi ( P3G, 1995 dan Hasil  Analisis  Konsultan )
Gambar 4.4 : Peta Ilustrasi Denah Pola Struktur Geologi   di Kabupaten Buton Tengah.
Tabel 4.2. Keadaan hutan di Kabupaten Buton sejak tahun 2005  termasuk  Kabupaten  Buton  Tengah  (RTRW  Kab
+6

Referensi

Dokumen terkait

Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan

Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 menunjukkan bahwa lapangan usaha sektor pertanian masih tetap menjadi prioritas utama dalam sumbangan sektoral ekonomi

PDRB Kabupaten Merangin atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2008 sebesar Rp 1,012 T dan meningkat pada tahun 2012 sebesar Rp 1,348 T dengan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 PEMATANG SIANTAR 2004-2010 (JUTAAN

Sektor pertanian selama tahun 2014 menghasilkan nilai tambah terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Solok yang dipresentasikan melalui PDRB Atas dasar Harga

Sedangkan bila dilihat dari struktur perekonomian daerah sampai dengan tahun 2006,. yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Landak (atas

Kondisi laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan Tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut. Laju

Kontribusi Pembentukan PDRB Masing-Masing Sektor dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (%) …… 48 PDRB Kabupaten Banyuasin Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Juta