• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

40 BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kasus Tindak Pidana Penyelundupan Narkotika Transnasional

Terorganisasi yang Dilakukan Terpidana Narkotika Fredi Budiman

Tindak pidana narkotika merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extra

ordinary crime) yang dikategorikan sebagai organized crime (kejahatan

terorganisasi) dan menggunakan sarana tehnologi informasi serta modus

operandi yang canggih. Tindak pidana penyelundupan narkotika (drug

smuggling) telah terjadi di Indonesia yang dikoordinasikan di dalam penjara oleh Fredi Budiman dan telah diputus dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR. Tindak pidana penyelundupan narkotika dikategorikan sebagai tindak pidana transnasional yang terorganisasi (transnational organized crime) sehingga tindak pidana yang dilakukan oleh Fredi Budiman memberikan dampak pada batas yurisdiksi negara serta prinsip-prinsip lain dari tindak pidana transnasional yang terorganisasi yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988.

a. Identitas Terpidana Narkotika Fredi Budiman

Nama Lengkap : Fredi Budiman alias Budi bin H. Nanang Hidayat

Tempat lahir : Surabaya

Umur/Tanggal Lahir : 34 tahun / 18 Juli 1977

Jenis kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat tinggal : Jalan Bahagia Nomor 14 Blok D. Rt.005/ Rw.07

Kelurahan Menteng, Kecamatan, Cengkareng - Jakarta Barat

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

(2)

commit to user

b. Kronologis Tindak Pidana Penyelundupan Narkotika Transnasional

Terorganisasi yang Dilakukan Terpidana Narkotika Fredi Budiman

Tindak pidana transnasional terorganisasi di bidang narkotika yang melibatkan 9 (sembilan) orang warga negara Indonesia, yang saat ini 7 (tujuh) orang telah disidangkan dan telah di jatuhi putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat yakni, FREDI BUDIMAN alias BUDI Bin H.NANANG HIDAYAT, HANI SAPTA PRIBOWO alias BOWO Bin H.M GATOT EDI, CHANDRA HALIM alias AKIONG Bin

TINGTONG, MUHAMMAD MUHTAR alias MUHAMAD

MOEKTAR, ABDUL SYUKUR alias UKUNG Bin MEIJI, ACHMADI alias MADI Bin SUKYAN, TEJA HARSOYO alias RUDI, 1 (satu) orang telah disidangkan terpisah di Peradilan Militer yakni, SUPRIADI Bin SAMIN, sedangkan 1 (satu) orang masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni YU TANG. Penyelundupan narkotika yang berasal dari China tersebut juga melibatkan seorang warga negara Hongkong yang masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni WANG CHANG SHUI. Kasus penyelundupan narkotika melalui pelabuhan Tanjung Periok tersebut dikordinasikan didalam penjara oleh seorang terpidana yang bernama Fredi Budiman.

Pengkoordinasian tindak pidana penyelundupan narkotika jenis

Metilendioksimetamfetamin (MDMA)/ (±)-N, α-dimetil 3,4

(metilendioksi) fenetilamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 37 Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau lebih dikenal dengan nama Ekstasi, dilakukan di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang. Bermula dari perkenalan di dalam Rutan Cipinang antara Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong, Fredi Budiman, dan Hani Sapta Pribowo alias Bowo.

Perkenalan antara Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan Fredi Budiman yang terjadi jauh sebelum keduanya berada di Rutan Cipinang, yaitu saat keduanya bisnis narkotika jenis Shabu sebanyak 6 (enam) kilogram yang dikirim oleh Wang Chang Shui

(3)

commit to user

seorang warga negara Hongkong teman dari Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan diterima oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Hotel Ibis Jakarta Pusat. Pada saat itu juga kerjasama antara Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan Fredi Budiman, yakni kesepakatan bahwa Fredi Budiman menyanggupi untuk ambil Shabu tersebut dengan kesepakatan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mendapat Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta) per kilogramnya. Fredi Budiman juga masih tersisa hutang yang belum dibayar kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliyar rupiah) saat bisnis Narkoba besama lainnya. Namun Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mengaku bahwa baru kenal dengan Fredi Budiman pertama kali di Polda Metro Jaya sewaktu sama-sama ditahan, kemudian sama-sama menjalani hukuman di Rutan Cipinang dan sejak peristiwa ini dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan Narkotika Cipinang Jakarta Timur.

Tindak pidana penyelundupan narkotika dari China tersebut berawal saat Yu Tang (DPO) yang merupakan anak buah dari Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) datang kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Rutan Cipinang menanyakan tentang perusahaan yang bisa mengeluarkan barang dan Narkotika dari pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur khusus tanpa pemeriksaan barang karena Yu Tang (DPO) mengatakan akan mengirim Ekstasi sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) butir bersama Fish Tank (Aquarium) dan apabila Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong berhasil menguruskan keluarnya barang-barang tersebut saksi mendapat Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Hingga pada saat dipenjara Fredi Budiman menawarkan kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong jika ada kiriman narkotika dari luar negeri yang melalui pelabuhan Tanjung Priok agar melalui Fredi Budiman, karena dia ada orang yang bisa mengurus di pelabuhan dan kemudian berdasarkan informasi tersebut Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menceritakan kepada Wang Chang Shui

(4)

commit to user

(Warga Negara Hongkong) (DPO). Orang yang bisa mengurus di pelabuhan Tanjung Priok yang dimaksud Fredi Budiman tidak lain adalah Hani Sapta Pribowo alias Bowo yang merupakan teman satu kamar dengan Fredi Budiman di dalam Rutan Cipinang yang bekerja di perusahaan bongkar muat kontainer di Tanjung Periok sebelum menjadi narapidana dan mempunyai teman yang bisa bekerja untuk itu bernama Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji, selanjutnya diperkenalkannya Hani Sapta Pribowo alias Bowo dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong oleh Fredi Budiman.

Setelah perkenalan, ketiganya sering melakukan pertemuan di kamar Fredi Budiman yang satu kamar dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Hani Sapta Pribowo alias Bowo menyanggupi apa saja yang akan dikirim oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan Hani Sapta Pribowo alias Bowo juga telah memberikan alamat perusahaan yang dapat mengeluarkan barang dan Narkotika dari pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur khusus tanpa pemeriksaan barang yaitu Primkop Kalta BAIS TNI (Badan Intelijen Strategis) yang mempunyai Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan ijin perdagangannya atau ijin impor kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong.

Dalam pertemuan selanjutnya Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menanyakan kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo tentang pengiriman barang dari luar negeri melalui jalur yang aman yang maksudnya jalur yang tidak diperiksa oleh bea dan cukai karena akan ada impor barang dari China berupa dispenser dari Taiwan sekitar bulan Desember 2011 oleh Wang Chang Shu (Warga Negara Hongkong) (DPO), lalu Hani Sapta Pribowo alias Bowo menelpon Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji melalui handphone untuk minta kop surat Primkop Kalta sekaligus memperkenalkan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan memberikan nomor handphone Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji

(5)

commit to user

kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Atas perintah dari Hani Sapta Pribowo alias Bowo, Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menghubungi Supriadi Bin Samin anggota Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) yang bertugas membantu koperasi Primkop Kalta yakni PT. Primer Koperasi Kalta (BAIS TNI) yang Kantor Pusat Primkop Kalta BAIS TNI di Jalan Kalibata Raya Nomor 24 Jakarta Selatan 12750 telepon 021 7883208, sedangkan Sub Unitnya di Tanjung Priok di luar Kepabeanan, dimana pada bulan Mei 2012 Supriadi Bin Samin dipanggil Waka Bais dan disuruh membuka Sub Unit Primkop Kalta sendiri di Tanjung Priok, yang kemudian Supriadi Bin Samin memberikan kop asli Primkop Kalta kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji melalui anak buahnya Sani, namun Supriadi Bin Samin pesan kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang mengatakan supaya foto coppy dari kop asli yang berikan kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo dan sekaligus memperkenalkan Abdul Syukur alias Ukung dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong, namun pengiriman dispenser batal.

Hani Sapta Pribowo alias Bowo menghubungi Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji lagi untuk menyampaikan bahwa order kali ini import barang berupa Fish Tank (Aquarium). Pada tanggal 26 Maret 2012 sekira

pukul 15.00 WIB Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji mengirim Short

Message Service (SMS) kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo yang

isinya memberitahukan alamat PT. Primer Koperasi Kalta (Bais TNI) di Jalan Kalibata Raya Nomor 24 Jakarta Selatan 12750 telepon 021 7883208 ext 4510.4511, 4514 karena ada permintaan Hani Sapta Pribowo alias Bowo minta alamat tersebut untuk pengiriman barang import berupa quarium Fish Tank (Aquarium) dari China.

Sebelum bulan Mei 2012 Fredi Budiman sepakat dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong akan mengirim Ekstasi berupa sample 500.000 (lima ratus ribu) butir, setelah itu awal Mei 2012 Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong datang ke kamar Fredi Budiman yang satu

(6)

commit to user

kamar dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo, kedatangan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong untuk menanyakan alamat Primkop Kalta yang saat itu Hani Sapta Pribowo alias Bowo memberikan alamat Primkop Kalta dan memastikan aman 1000% untuk import barang karena ada jalur kuning, yang merupakan salah satu jalur pelayanan dan pengawasan barang impor. Sesuai dengan Peraturan Dirjen Bea Cukai No. P25/BC/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor P21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kepabeanan di bidang Impor pada Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tanjung Priok. Pelayanan dan Pengawasan barang impor terdapat 5 (lima) jalur pelayanan:

1) Jalur Prioritas, yaitu jalur khusus untuk mitra utama (MITA) dengan

mekanisme pelayan dan pengawasan pengeluaran impornya langsung diterbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen, seperti Toyota Astra, Panasonic, Nestle;

2) Jalur Mitra Utama Non Prioritas, yaitu hampir sama dengan jalur

prioritas namun perbedaannya ialah dilakukan penelitian dokumen dalam hal importasi komoditi resiko tinggi, impor sementara, re impor, barang dengan penangguhan bea masuk atau barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan begitu diteliti dulu baru diterbitkan SPPB;

3) Jalur Hijau, yaitu pelayanan dan pengawasan pengeluarannya tidak

dilakukan pemeriksaan fisik, namun dilakukan penelitian dokumen setelah diterbitkan SPPB;

4) Jalur Kuning, yaitu pelayanan dan pengawasan pengeluaran

barangnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, namun dilakukan pemeriksaan dokumen terlebih dahulu sebelum diterbitkan SPPB; dan

(7)

commit to user

5) Jalur Merah, yaitu pelayanan dan pengawasannya dalam pengeluaran

barang dilakukan dengan pemeriksaan fisik kemudian diteliti dokumennya baru setelah itu diterbitkan SPPB.

Semua importir bisa mendapatkan jalur hijau, jalur kuning maupun jalur merah dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Jalur Hijau, pada saat ada importir yang melakukan registrasi ke bea

cukai untuk mengurus NIK (Nilai Induk Kepabeanan) maka saat itu juga ada tim yang melakukan evaluasi atas profil importir dan profil komuditi. Setelah mendapatkan skor bagus kemudian diinput kedalam komputer dan, komputer melakukan kombinasi penilaian atas evakuasi tim serta sistem komputer sendiri dan secara otomatis akan mengeluarkan penilaian layak tidaknya suatu perusahaan dan jenis barang yang didimpor mendapatkan jalur hijau;

2) Jalur Kuning, pada jalur kuning ada kriteria yang mengatur selain

dari pada penilaian dari sistem komputer secara otomatis, adapun evaluasi penilaian tersebut antara lain:

a) Importir beresiko tinggi, komuditas rendah maka masuk jalur

kuning;

b) Importir beresiko menengah, komuditas menengah maka masuk

jalur kuning; dan

c) Importir mitra non prioritas namun komuditasnya tinggi maka

masuk jalur kuning;

3) Jalur Merah, pada Jalur merah ada kriteria yang mengatur selain

daripada penilaian dari sistem komputer secara otomatis, adapun penilaian tersebut antara lain:

a) Importir beresiko tinggi, komuditas menengah, maka masuk

jalur merah;

b) Importir beresiko menengah, komuditas tinggi, maka masuk

jalur merah;

c) Importir beresiko rendah, komuditas tinggi, maka masuk jalur

(8)

commit to user

Pada saat itu juga Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mengatakan kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo akan ada kiriman kontainer TGHU 0683898 yang berisikan Fish Tank (Aquarium) yang didalamnya ada Ekstasi sebanyak 12 (dua belas) karton/dus yang didalamnya bersisi Narkotika jenis Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram. Jumlah Ekstasi tersebut melebihi dari kesepakatan awal antara Fredi Budiman dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong yang hanya sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) butir, sehingga membuat kesepakatan baru yaitu kesepakatan bahwa untuk kelebihan dari jumlah Ekstasi tersebut Fredi Budiman akan diberi 10% dan mendapat bagian lagi jika berhasil mengeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Priok serta menjualkannya di diskotik-diskotik di Jakarta atau di kota-kota lainnya di Indonesia, sedangkan jika tidak bersedia akan dikirim ke Singapura oleh Yu Tang (DPO). Fredi Budiman menyetujui kesepakatan baru bahwa bersedia menjual kelebihan Ekstasi tersebut, sehingga akhirnya dikirim Ekstasi dari China oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) melalui Yu Tang (DPO) sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram.

Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong datang kekamar atau sel Fredi Budiman yang satu kamar dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo mengatakan bahwa Narkotika jenis Ekstasi berasal dari China dengan mengunakan kontainer TGHU 0683898, harga di China seharga Rp800,00 (delapan ratus rupiah) perbutir dengan biaya seluruhnya berikut ongkos kirim Rp15.000,00 (lima belas ribu rupiah) perbutir. Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong juga mengatakan kepada terdakwa Fredi Budiman kalau mau berpastisipasi harus membayar uang

(9)

commit to user

muka sebanyak Rp625.000.000,00 (enam ratus dua puluh lima juta rupiah) karena Fredi Budiman tidak ada uang sejumlah itu lalu terdakwa Fredi Budiman minta bantu Babe alias Edi Kuncir sebebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di kirim transfer melalui internet Banking BCA rekening atas nama Lina sedangkan sisanya uang Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh limat juta rupiah) adalah uang milik Fredi Budiman langsung dibayarkan kepada Yu Tang (DPO) sehingga jumlah uang yang di kirim kepada Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) Rp625.000.000,00 (enam ratus dua puluh lima juta rupiah) dan Narkotika jenis Ekstasi tersebut di jual di Indonesia dengan harga Rp45.000,00 (empat puluh lima ribu rupiah) perbutir.

Jika Narkotika jenis Ekstasi tersebut sudah sampai di gudang di Indonesia Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mendapat fee dari Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan selain itu juga Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menjanjikan dari jumlah Narkotika jenis Ekstasi tersebut:

1) Terdakwa Fredi Budiman menerima upah sebesar 10%;

2) Hani Sapta Pribowo alias Bowo menerima upah sebesar 10%;

3) Yu Tang (DPO) mendapat upah sebesar 30%; dan

4) Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan Supriyadi Bin Samin

mendapat upah dari Hani Sapta Pribowo alias Bowo.

Sekitar tanggal 4 Mei 2012 Yu Tang (DPO) kembali membesok Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan menyerahkan Bill of Lading, Packing List, dan Invoice dokumen asli tersebut kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Kemudian Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menyerahkan dokumen tersebut langsung kepada Fredi Budiman serta mengatakan bahwa Yu Tang (DPO) rencana akan menyerahkan sendiri sample atau contoh Ekstasi kepada Fredi Budiman setelah kontainer tersebut dibongkar di gudang. Setelah dokumen tersebut diterima oleh Fredi Budiman selanjutnya menyuruh Hani Sapta

(10)

commit to user

Pribowo alias Bowo alias Bowo mengirim dokumen tersebut melalui fax kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang selanjutnya Fredi Budiman menyuruh Hani Sapta Pribowo alias Bowo alias Bowo untuk memberikan nomor telepon Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Setelah Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mendapat nomor telepon Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dari Hani Sapta Pribowo alias Bowo lalu menelpon Abdul Syukur alias Ukung menanyakan fax sudah terima atau belum dan menanyakan biaya pengeluaran barang tersebut lalu dijawab oleh Abdul Syukur alias Ukung fax sudah diterima dan mengenai harga akan dibicarakan terlebih dahulu dengan pengurus PT. Primer Koperasi Kalta yaitu Supriadi Bin Samin.

Nomor handphone yang biasa Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong pakai adalah 021 83818119 dengan hp merk esia warna biru saat sebelum ditangkap tanggal 30 Juni 2012 disembunyikan di gudang mesin air tidak jauh dari kamar Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan satu lagi handphone merk esia warna orange nomor 021 95939562 yang Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong gunakan komunikasi dengan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji, Supriadi Bin Samin (disidangkan terpisah di Peradilan Militer) dan Yu Tang (DPO) namun handphone tersebut sudah dibuang oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan nomor handphone 089635718230 milik Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang biasa yang Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong hubungi seputar perihal fax dan besar biaya yang akan dikeluarkan.

Akan tetapi kemudian timbul kesalahpahaman antara Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan Supriadi Bin Samin, di satu sisi dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong berkaitan dengan proses pengeluaran barang tersebut serta tentang biaya pengeluarannya, sehingga telepon dan SMS dari Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan Supriadi Bin Samin sering tidak ditanggapi oleh Chandra Halim alias

(11)

commit to user

Akiong Bin Tingtong. Kesalahpahaman diatara ketiganya tersebut disampaikan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong kepada Fredi Budiman dan meminta Fredi Budiman untuk ikut mengurus pengeluarannya dari Pelabuhan Tanjung Priok. Karena hal tesebut maka Fredi Budiman kemudian aktif mengurus pengeluaran kontainer yang membawa Ekstasi dari China untuk dibawa keluar pelabuhan, lalu Fredi Budiman menghubungi Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji untuk membicarakan proses pengeluarannya dari Pelabuhan Tanjung Priok.

Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menyampaikan bahwa biaya pengeluaran kontainer tersebut dari Pelabuhan dan biaya-biaya selama barang tersebut di Pelabuhan adalah sebesar Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah) dan Fredi Budiman menyuruh anak buahnya yang bernama Achmadi alias Madi Bin Sukyan untuk mengurusnya. Oleh karena itu Achmadi alias Madi Bin Sukyan lah yang selalu berkomunikasi dengan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji sebagai penghubung Fredi Budiman. Biaya pengeluaran Fish Tank (Aquarium) yang didalamnya ada Ekstasi sebanyak 12 (dua belas) karton/dus yang didalamnya bersisi Narkotika jenis Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram dari Pelabuan Tanjung Priok ditanggung oleh Fredi Budiman, selanjutnya Fredi Budiman memerintahkan Achmadi alias Madi Bin Sukyan mengantarkan uang kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji untuk keperluan pengeluaran kontainer barang yang dikirim dari China di Pelabuhan Tanjung Priok. Achmadi alias Madi Bin Sukyan mengantarkan uang kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji sebanyak 2 (dua) kali dan diserahkan di sebuah Rumah Makan Padang di daerah Tanjung Priok, dimana yang pertama sebanyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan yang kedua sebanyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), sehingga semuanya menjadi Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta

(12)

commit to user

rupiah), uang tersebut adalah uang Fredi Budiman hasil dari penjualan Narkotika oleh Samuel (anak buah Fredi Budiman) yang Achmadi alias Madi Bin Sukyan terima dari Samuel di Stasiun Senen. Jarak penyerahan pertama dengan kedua lebih kurang 1 (satu) minggu di tempat yang sama yaitu di sebuah Rumah Makan Padang di Tanjung Priok. Pada saat mengantarkan uang pertama Achmadi alias Madi Bin Sukyan datang sendiri dan pada saat mengantar uang yang kedua ditemani Teja Harsoyo alias Rudi, yang sebelumnya Teja Harsoyo alias Rudi telah dihubungi oleh Achmadi alias Madi Bin Sukyan melalui handphone lalu disuruh datang ke rumah Achmadi alias Madi Bin Sukyan di Jalan Kembang Sepatu, Senen - Jakarta Pusat disana sudah ada mobil rental yang dipinjam oleh Achmadi alias Madi Bin Sukyan. Selanjutnya Teja Harsoyo alias Rudi atas petunjuk dari Fredi Budiman untuk mengaku kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji sebagai Bos dari barang-barang yang dikirim dari China tersebut, karena pada saat penyerahan uang yang pertama Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menanyakan kepada Achmadi alias Madi Bin Sukyan siapa Bos dari barang tersebut dan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menyatakan keinginannya untuk bertemu, lalu hal tersebut disampaikan Achmadi alias Madi Bin Sukyan kepada Fredi Budiman. Pada saat menyerahkan uang kedua selain mengantarkan uang sebanyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) Achmadi alias Madi Bin Sukyan juga menyerahkan dokumeen-dokumen untuk pengurusan barang-barang tersebut keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji. Dokumen-dokumen tersebut Achmadi alias Madi Bin Sukyan dapat melalui orang yang bernama Wahyu Kirana alias Awe alias Hawai Bin almarhum Parji, dan Wahyu Kirana alias Awe alias Hawai Bin almarhum Parji mendapatkannya dari Fredi Budiman di Rutan Cipinang Jakarta Timur.

Dokumen dan uang tersebut yang telah diterima oleh Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dari Achmadi alias Madi Bin Sukyan diserahkan lagi kepada Supriyadi Bin Samin di Primkop Kalta BAIS TNI

(13)

commit to user

sekitar tanggal 15 atau tanggal 16 Mei 2012 untuk keperluan proses pengantar keluarnya barang/kontainer tersebut dari Pelabuhan Tanjung Priok. Dokuman tersebut berupa invoice, packing list dan bill of loading, sedangkan uang yang Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji serahkan kepada Supriyadi Bin Samin adalah sebanyak Rp85.000.000,00 (delapan puluh lima juta rupiah) sedangkan sisanya sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) diambil Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji.

Setelah uang dan dokumen barang itu diserahkan oleh Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji kepada Supriyadi Bin Samin, lalu Supriyadi Bin Samin proses dan kirim ke Bea Cukai, sehingga masuknya barang-barang tersebut ke Indonesia adalah melalui importer koperasi Primkop Kalta BAIS TNI yang dalam dokumen invoice disebutkan barang-barang yang ada dalam kontainer tersebut adalah Fish Tank (Aquarium) beserta assesorisnya. Bea Cukai barang BAIS masuk jalur merah dan juga bisa masuk jalur kuning, karena jalur masuk barang di Bea Cukai ada 3 (tiga) yaitu, jalur merah, kuning dan hijau. Sementara barang dalam kontainer tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok/Bea Cukai dikirim dan masuk jalur kuning, yaitu pelayanan dan pengawasan pengeluaran barangnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, namun dilakukan pemeriksaan dokumen terlebih dahulu sebelum diterbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang). Barang yang di order oleh Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang katanya Fish Tank (Aquarium) tersebut didatangkan dari China, masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam kontainer 20 fit dan Supriyadi Bin Samin pernah melihat isi kontainer tersebut pada saat diperiksa Bea Cukai.

Kontainer TGHU 0683898 20 fit tiba di pelabuhan Tanjung Priok sekitar tanggal 10 Mei 2012. Berdasarkan data track record yang didapatkan Kurnia Saktiyono, SH yang bekerja sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok dan Jabatan sebagai Kepala Seksi Pabeanan Cukai I Bidang Pelayanan Pabeanan Cukai (PBC III) pada Kantor KPU Bea Cukai Tanjung Priok, dan tugas pokok

(14)

sehari-commit to user

hari adalah melakukan pengadministrasian fisik import dan mengadakan pelayanan hogho scan seperti bila ada konteiner yang masuk ke jalur merah adalah tugas Kurnia Saktiyono, SH untuk melakukan pengecekkan, dan telah menjabat sejak tahun 2011 di Kantor Bea Cukai Tanjung Priok setelah Kurnia Saktiyono, SH analisa benar bahwa muatan barang yang terdaftar berupa plastik Fish Tank (Aquarium) dan assesoris dan primer koperasi kalta masuk dalam jalur kuning berdasarkan data yang dikeluarkan secara komputerisasi. Berdasarkan analisa Kurnia Saktiyono, SH barang dalam kontener tersebut masuk jalur kuning karena komuditasnya kategori menengah, dan primer koperasi kalta masuk dalam importir beresiko menengah. Sebenarnya jalur kuning maupun hijau dapat dilakukan pemeriksaan fisik apabila terdapat informasi atau dugaan kuat terjadi pelanggaran kepabeanan dengan mekanisme penerbitan NHI (Nota Hasil Intelijen) yang dikeluarkan oleh bidang Penindakan dan Pelayanan Bea Cukai. Berdasarkan dokumen Consignee nya adalah Primer Koperasi Kalta dan pemilik Container TGHU No 0683898 adalah Primer Koperasi Kalta.

Pada tanggal 22 Mei 2012 disegel oleh pihak Bea dan Cukai pelabuhan, setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Bea dan Cukai ternyata didalam kontainer tersebut berisikan 12 (dua belas) kardus yang didalamnya ada Narkotika jenis Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram dan ada Fish Tank (Aquarium) serta makanan ikan sedangkan biaya pengeluaran melalui Primkop Kalta untuk kontener 20 fit yang normal biayanya Rp60.000.000,00 sampai dengan Rp65.000.000,00 akan tetapi kontener TGHU 0683898/20 di bayar Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah) oleh Fredi Budiman.

Barang tersebut keluar dari pelabuhan hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 sekitar pukul 16.00 atau pukul 17.00 WIB dan SPPBnya

(15)

commit to user

dikeluarkan oleh Eka Mustika Galih Sayudo alias Galih. Yang mengurus kontainer tersebut bisa keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok adalah Supriyadi Bin Samin. Selanjutnya pada hari itu juga Supriyadi Bin Samin menelpon Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji memberitahukan bahwa barang akan keluar daerah Pelabuhan dan menanyakan alamat kemana barang akan dikirimkan. Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menghubungi Achmadi alias Madi Bin Sukyan meminta alamat dan selanjutnya Achmadi alias Madi Bin Sukyan memberitahu pula lewat telepon kepada Fredi Budiman, hingga akhirnya diberitahukan kepada Achmadi alias Madi Bin Sukyan untuk disampaikan kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan diteruskan kepada Supriyadi Bin Samin alamat pengirimannya yaitu gudang di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng - Jakarta Barat.

Sebelumnya guna menampung barang-barang yang ada dalam kontainer tersebut, maka Fredi Budiman melalui komunikasi telepon meminta adiknya yang bernama Johni Suhendra alias Johni Suherman untuk mencarikan gudang yang akan disewa. Tetapi Johni Suhendra alias Johni Suherman menyuruh pegawainya yang bernama Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar (Muhtar alias Tar) yang juga sudah lama kenal dengan Fredi Budiman, yang selanjutnya Fredi Budiman berkomunikasi lewat telepon dengan Muhtar alias Tar tersebut. Gudang yang beralamat di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng - Jakarta Barat sebenarnya yang menemukannya adalah Johni Suhendra alias Johni Suherman namun menyuruh Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar yang melihat dan menghubungi nomor telepon yang tertera di papan di pintu masuk gudang tersebut, yang sebelumnya Johni Suhendra alias Johni Suherman juga menyuruh Muhtar alias Tar mencari gudang. Gudang beralamat di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng - Jakarta Barat, harga sewanya sebesar Rp28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah), uang untuk menyewa gudang tersebut berasal dari Fredi Budiman yang diterima oleh

(16)

commit to user

Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar melalui anak buah Fredi Budiman yang bernama Achmadi alias Madi Bin Sukyan sebesar

Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), lalu sebanyak

Rp28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah) dipergunakan untuk sewa gudang sisanya Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) diserahkan kepada Johni Suhendra alias Johni Suherman untuk berobat kakak Fredi Budiman yang kecelakaan dan Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) diserahkan kepada sopir dan kernet, sedangkan Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) lagi dibelikan untuk lampu gudang. Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar lalu minta untuk beli pulsa Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) kepada Johni Suhendra alias Johni Suherman atas permintaan Fredi Budiman. Johni Suhendra alias Johni Suherman juga telah memberikan uang sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) untuk biaya kawal kontainer pesanan Fredi Budiman dan Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) lagi untuk pegangan Mukhtar alias Muhamad Moektar.

Fredi Budiman memerintakan Mukhtar alias Muhamad Moektar untuk menunggunya di pintu keluar Tol Kamal serta menuntunnya ke gudang di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng Jakarta Barat yang telah disewanya tersebut. Sekitar pukul 19.00 WIB, pada hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 Truk Trailer yang membawa kontainer tersebut sampai di pintu Tol keluar Kamal Cengkareng Jakarta Barat tepatnya di Jalan Kayu Besar Raya Kapuk Kamal Cengkareng Jakarta Barat, dan Mukhtar alias Muhamad Moektar dengan mengendarai sepeda motor mendekati Truk tersebut sambil memberi tanda dengan lambaian tangan untuk mengikutinya. Pada saat itulah Mukhtar alias Muhamad Moektar, Sopir dan Kernet Truk Trailer yang membawa kontainer tersebut ditangkap petugas BNN, lalu bersama Truk kontainer tersebut di bawa ke Kantor BNN di Cawang. Selanjutnya di Kantor BNN Truk kontainer tersebut dibongkar dengan disaksikan pimpinan BNN, Mukhtar alias Muhamad Moektar, sopir truk kontainer yang bernama

(17)

commit to user

Roni dan kernetnya yang bernama Asep, maka ditemukanlah barang berupa alat-alat Fish Tank (Aquarium) beserta assesorisnya dan 12 (dua belas) kardus berisi Ekstasi yang setelah dihitung pakai mesin ternyata berisi 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir Ekstasi atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram, serta Ekstasi tersebut tidak dilindungi dengan surat izin dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia atau pejabat/instansi yang berwenang lainnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti Ekstasi yang disita dari container TGU 0683898/ 20 fit warna merah hati tersebut, sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium No. 73 F/VI/2012/UPT. Lab Uji Narkoba tanggal 7 Juni 2012 dari UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) Laboratorium Uji Narkoba BNN, bahwa benar mengadung MDMA/(+)N,α- dimetil 3,4 (metilendioksi) feretilamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 37 Lampiran Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Barang bukti Ekstasi tersebut dimusnahkan di Lido Sukabumi, karena alat perusak di Kantor BNN kecil, sedangkan alat perusak di Lido Sukabumi besar dan sebagian dipisahkan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan.

Fredi Budiman ditangkap dengan cara di Bon di Rutan Cipinang Jakarta Timur oleh Petugas BNN, pada hari Sabtu, tanggal 30 Juni 2012 dan pada saat itu dari Fredi Budiman disita 4 (empat) buah Handphone dan uang tunai sebanyak Rp17.300.000,00 (tujuh belas juta tiga ratus ribu rupiah). Setelah penangkapan Fredi Budiman tidak lagi ditahan di Rutan Cipinang, tetapi telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang.

Berdasarkan keterangan dari Fredi Budiman untuk berkomunikasi keluar Rutan, Fredi Budiman mempergunakan Handphone dan pada saat di Rutan Fredi Budiman sampai mempunyai Handphone sebanyak 40 (empat puluh) buah, yang didapat dengan cara membeli dari narapidana yang akan keluar karena habis masa hukumannya, dititip untuk dibelikan

(18)

commit to user

diluar, dan didapat melalui teman yang besuk serta ada juga dari narapidana yang telah berakhir masa hukumannya. Sebelummya setelah mengetahui kontainer berisi Ekstasi tersebut ditangkap BNN, Fredi Budiman menyuruh adiknya Johni Suhendra alias Johni Suherman menghindar, begitu juga dengan Teja Harsoyo alias Rudi dan Achmadi alias Madi Bin Sukyan. Akan tetapi pada akhirnya Teja Harsoyo alias Rudi dan Achmadi alias Madi Bin Sukyan telah ditangkap oleh BNN.

c. Dakwaan Terhadap Fredi Budiman

1) Primair

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2) Subsidair

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

3) Lebih Subsidair

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

d. Pertimbangan Hakim Terhadap Fredi Budiman

Menimbang, bahwa untuk membuktikan kesalahan Terdakwa sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka fakta-fakta sebagaimana tersebut di atas perlu dihubungkan dengan unsur-unsur dari pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa, apakah perbuatan Terdakwa tersebut memenuhi unsur-unsur dari pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum tersebut ataukah tidak;

Menimbang, bahwa Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan Subsideritas, dimana pada dakwaan Primair Terdakwa didakwa melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132

(19)

commit to user

ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pada dakwaan Subsidair Terdakwa didakwa melanggar ketentuan Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan pada dakwaan Lebih Subsidair Terdakwa didakwa melanggar Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika;

Menimbang, bahwa oleh karena itu pertama-tama Majelis Hakim akan mempertimbangkan tentang dakwaan Primair melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. “Setiap orang”;

2. “Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyediakan atau menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih”;

3. “Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

atau prekursor Narkotika, sebagaimana Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”.

Ad.1.Tentang unsur : “Setiap orang”;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah setiap pendukung hak dan kewajiban yang terhadapnya dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum yang dalam perkara aquo adalah Terdakwa FREDI BUDIMAN alias BUDI bin H. NANANG HIDAYAT;

Menimbang, bahwa terhadap Terdakwa tersebut oleh Majelis Hakim di persidangan telah ditanyakan tentang identitasnya dan ternyata adalah sama dengan identitas terdakwa yang terdapat dalam Surat Dakwaan, sehingga dengan demikian dalam perkara ini tidak terjadi error in persona;

(20)

commit to user

Menimbang, bahwa selain itu selama persidangan Majelis Hakim tidak menemukan adanya alasan-alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban hukum terhadap Terdakwa baik berupa alasan-alasan pemaaf maupun alasan-alasan-alasan-alasan pembenar, sehingga dengan

demikian Terdakwa adalah orang yang cakap dan mampu

mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya;

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “setiap orang” telah terbukti secara sah dan meyakinkan;

Ad.2.Tentang unsur : “Tanpa hak atau melawan hukum

menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyediakan atau menerima Narkotika

Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih”;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “tanpa hak” adalah tanpa kewenangan artinya perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut adalah tanpa dilindungi dengan surat izin dari Departemen Kesehatan RI (Kementerian Kesehatan RI) atau pejabat/instansi yang berwenang lainnya, sedangkan Undang-undang mewajibkan untuk itu sehingga Terdakwa tidak berhak atau tidak berwenang;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “melawan hukum” adalah bertentangan dengan hukum atau Undang-Undang, artinya hukum atau Undang-Undang melarang untuk melakukan perbuatan tersebut atau perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut bertentangan dengan kewajiban hukumnya yang dalam hukum pidana dikenal dengan istilah Werder Rechtelijheid;

Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, “unsur tanpa hak atau melawan hukum” tersebut adalah terhadap perbuatan menawarkan untuk dijual,

(21)

commit to user

menjual, membeli, menjadi perantara jual beli, menukar, menyerahkan dan menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman dengan berat 5 gram atau lebih;

Menimbang, bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan, bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan layanan kesehatan dan dalam jumlah yang terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk regensia laboratorium setelah mendapat persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;

Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ditegaskan pula, bahwa Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/ atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pengawasan yang ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sedangkan dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor Nomor 35 Tahun 2009 diatur pula, bahwa Narkotika hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah dan untuk itu wajib memiliki izin khusus penyaluran dari Menteri;

Menimbang, bahwa memperhatikan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan, diketahui bahwa barang bukti Ekstasi sebanyak 1.412.176 butir dengan berat 380.996,9 gram yang terdapat dalam Kontainer TGHU No. 0683898/ 20 feet warna merah hati, yang ditangkap dan disita oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) di dekat pintu Tol Kamal Cengkareng, Jakarta Barat, pada hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 adalah dibeli oleh Terdakwa FREDI BUDIMAN dan CHANDRA HALIM dari China kepada WANG CHANG SHUI melalui YU TANG yang akan dijual di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makasar sampai ke

(22)

commit to user

Papua, karena Terdakwa mempunyai market dan pasar yang luas di Indonesia;

Menimbang, bahwa Terdakwa selain membeli bersama CHANDRA HALIM Alias AKIONG dan memasarkan Ekstasi tersebut, juga bertugas mengatur pengeluaran Ekstasi yang dibawa ke Indonesia dari China bersama alat aquarium (Fish Tank) tersebut di pelabuhan Tanjung Priok dan untuk itu Terdakwa telah menghubungi dan bekerja sama dengan HANI SAPTA PRIBOWO, ACHMADI, MUKHTAR alias TAR, TEJA HARSOYO, ABDUL SYUKUR serta SUPRIYADI dari Koperasi Primkop Kalta BAIS TNI, yang mana atas keberhasilannya mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari Pabean Pelabuhan Tanjung Priok akan mendapat Fee berupa Ekstasi sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi, di luar keuntungan penjualannya di ”Market”nya Terdakwa;

Menimbang, bahwa terhadap perbuatan tersebut di atas Terdakwa tidak mempunyai izin dari Menteri Kesehatan RI/Kementerian Kesehatan RI atau pejabat/instansi yang berwenang untuk itu, sedangkan Ekstasi tersebut sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Nomor 73F/VI/2012/UPT Lab Uji Narkoba tanggal 7 Juni 2012 dari UPT Laboratoium Uji Narkoba BNN menyebutkan, bahwa benar mengandung MDMA/(±) N, α-Dimetil 3,4 (metilen dioksi) fenetilemina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 37 Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang penggunaannya, penguasaannya atau penyalurannya dalam jumlah yang terbatas hanya boleh untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak dibolehkan untuk pengobatan atau keperluan lainnya, karena penggunaan yang tidak terkontrol dan tanpa pengawasan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, sehingga dengan demikian unsur “tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih” terbukti ada dalam perbuatan Terdakwa;

(23)

commit to user

Ad.3.Tentang unsur : “Percobaan atau permufakatan jahat untuk

melakukan tindak pidana atau prekursor Narkotika, sebagaimana Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”;

Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan dikatakan, bahwa pada hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 sekitar pukul 19.00 WIB, bertempat di dekat pintu Tol Kamal Cengkareng Jakarta Barat, petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menangkap 1 (satu) Truk Trailer yang membawa kontainer warna merah hati TGHU No. 0683898/ 20 feet yang setelah diperiksa, ternyata didalamnya terdapat sebanyak 1.412.476 butir Ekstasi dengan berat 380.996,9 gram bersama dengan barang-barang lainnya berupa aquarium (Fish Tank) dan assesorisnya yang dibeli dari China, dari orang yang bernama WANG CHANG SHUI melalui orang yang bernama YU TANG oleh CHADRA HALIM alias AKIONG alias ALING bersama Terdakwa dan dikirim ke Indonesia melalui importir koperasi Primkop Kalta BAIS TNI;

Menimbang, bahwa Terdakwa FREDI BUDIMAN membeli Ekstasi tersebut adalah dengan maksud untuk dijualnya di kota-kota besar di Indonesia antara lain di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makasar bahkan sampai ke Papua, karena Terdakwa mempunyai “market” dan pangsa pasar yang luas di Indonesia;

Menimbang, bahwa Terdakwa selain membeli dan menjual/ memasarkan Ekstasi tersebut, juga bertugas mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari daerah Pabeanan Pelabuhan Tanjung Priok dan waktu itu Terdakwa telah menghubungi dan bekerja sama dengan HANI SAPTA PRIBOWO (perkara terpisah), ACHMADI (dijatuhi hukuman mati), MUHAMAD MUKHTAR alias TAR (dijatuhi pidana seumur hidup), TEJA HARSOYO alias TEJA alias RUDI (dijatuhi pidana mati), ABDUL SYUKUR (dijatuhi pidana seumur hidup) dan SUPRIYADI

(24)

commit to user

(disidangkan terpisah di Mahkamah Militer) dari Primkop Kalta BAIS TNI, yang mana atas keberhasilannya mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari Pabeanan Pelabuhan Tanjung Priok akan mendapatkan jasa/fee dari YU TANG sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi di luar keuntungan penjualannya di”market”nya Terdakwa;

Menimbang, bahwa semua perbuatan dan tindakan Terdakwa

tersebut sebagaimana telah dipertimbangkan pula pada saat

mempertimbangkan unsur kedua tersebut di atas tidaklah dilindungi oleh izin dari Menteri Kesehatan RI atau pejabat/instansi yang berwenang untuk itu dan dilakukan dari dalam Rumah Tahanan Negara Cipinang dengan menggunakan alat komunikasi Handphone atau dengan memanggil teman kerjasamanya ke Rumah Tahanan Negara pada jam besuk serta membicarakannya di tempat tersebut;

Menimbang, bahwa Ekstasi barang bukti tersebut berjumlah 1.412.476 butir dengan berat 380.996,9 gram dan setelah diperiksa di Laboratorium Uji Narkoba Badan Narkotika Nasional (BNN),

sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Nomor

73F/VI/2012/UPT Lab Uji Narkoba tanggal 7 Juni 2012 dari UPT Laboratoium Uji Narkoba BNN, menyebutkan bahwa benar mengandung MDMA/(±) N,α-Dimetil 3,4 (metilen dioksi) fenetilemina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 37 Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana “tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih” telah terbukti pula ada dalam perbuatan Terdakwa;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, telah terbukti ada dalam perbuatan Terdakwa, maka Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan

(25)

commit to user

bersalah melakukan tindak pidana “permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram” sebagaimana dakwaan Primair;

Menimbang, bahwa oleh karena itu Terdakwa haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya tersebut sesuai dengan ketentuan undang-undang dan pidana denda, yang akan disebutkan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Primair telah terbukti

maka dakwaan Subsidair dan Lebih Subsidair tidak perlu

dipertimbangkan lagi;

Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim tidaklah sependapat dengan Pembelaan/ Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa yang berpendapat, bahwa Terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum dan memohon supaya Terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan (Vrijs praak);

Menimbang, bahwa memperhatikan pula fakta-fakta yang diperoleh di persidangan, bahwa terjadinya tindak pidana Narkotika sebagaimana yang telah terbukti tersebut di atas yang sangat berpotensi merusak moral dan kesehatan banyak orang yang memakainya, di samping atas kerjasama Terdakwa dengan CHANDRA HALIM alias AKIONG alias ALING, HANI SAPTA PRIBOWO, ACHMADI alias MADI, MUHAMAD MUKHTAR alias TAR, ABDUL SYUKUR, TEJA HARSOYO, SUPRYADI serta pihak-pihak terkait lainnya, juga yang sangat berperan adalah penggunaan alat komunikasi telepon maupun e-mail dari dan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara, sehingga jalur dan penggunaan alat komunikasi oleh Terdakwa perlu diputus secara hukum;

Menimbang, bahwa Pasal 10 KUHP selain mengatur tentang hukuman pokok yang dapat dijatuhkan oleh Hakim kepada terdakwa, juga mengatur hukuman tambahan, dimana dalam Pasal 10 huruf (b) ayat

(26)

commit to user

(1) (e) KUHP disebutkan hukuman tambahan berupa pencabutan beberapa hak tertentu;

Menimbang, bahwa Pasal 35 KUHP menentukan, bahwa hak yang dapat dicabut tersebut adalah:

1. Hak menjabat segala jabatan atau jabatan yang ditentukan;

2. Hak masuk pada kekuasaan bersenjata (Bala tentara);

3. Hak memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan

menurut Undang-Undang umum;

4. Hak menjadi Penasihat atau Penguasa amanat (wali yang diakui sah

oleh Negara), menjadi wali, wali pengawas, menjadi curator atau curator pengawas atas orang lain dari pada anaknya sendiri;

5. Kuasa Bapak, kuasa wali dan penjagaan (curatele atas anak sendiri);

6. Hak melakukan pekerjaan yang ditentukan;

Menimbang, bahwa walaupun Pasal 35 KUHP tersebut secara limitatif menentukan hak yang dapat dicabut oleh Hakim, tetapi sebagaimana fakta yang diperoleh di persidangan dari keterangan saksi-saksi dan Terdakwa sendiri, bahwa sangat mudah untuk memperoleh dan mempergunakan alat komunikasi telepon baik dengan cara dibeli atau diwariskan dari Narapidana yang hukumannya telah berakhir maupun didatangkan dari luar Rutan/ Lapas, lalu menggunakannya dari dalam Rutan/Lapas tersebut untuk melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah terbukti dalam perkara aquo, bahkan Terdakwa sendiri menerangkan di persidangan bahwa Terdakwa sampai memiliki 40 (empat puluh) buah Handphone selama di Rumah Tahanan Negara, serta dengan memperhatikan pula perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan serta teknologi, terutama teknologi alat komunikasi, Majelis Hakim berpendapat bahwa sebagai penjabaran dari ketentuan Pasal 10 huruf b KUHP, maka ketentuan Pasal 35 KUHP tersebut perlu segera direvisi dan diperbaharui karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi;

(27)

commit to user

Menimbang, bahwa sebelum adanya revisi atau pembaharuan KUHP oleh Lembaga Legislatif (DPR) dan Lembaga Eksekutif (Pemerintah), maka untuk mengantisipasi penyalahgunaan alat komunikasi untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan hukum oleh pelaku tindak pidana, maka Majelis Hakim dengan berpedoman kepada Pasal 10 huruf b KUHP tersebut melalui putusan ini perlu melahirkan hukum (Judge make Law) sebagai tambahan terhadap Pasal 35 KUHP dalam bentuk penjatuhan hukum tambahan berupa “Pencabutan hak-hak Terdakwa untuk mempergunakan alat komunikasi segera setelah putusan ini diucapkan (serta merta), karena apabila tidak dilakukan secara serta merta maka sebagaimana fakta yang terbukti di persidangan sangat dikhawatirkan Terdakwa akan mengulanginya lagi melakukan tindak pidana dengan mempergunakan alat komunikasi dari dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) maupun dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas);

Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini Terdakwa tidak pernah ditahan karena sedang menjalani pidana penjara dalam perkara lain, maka tidak ada masa penahanan yang harus dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan;

Menimbang, bahwa oleh karena itu Terdakwa perlu diperintahkan untuk segera ditahan, apabila Terdakwa telah selesai menjalani pidana penjara dalam perkara lain yang sedang dijalaninya tersebut, sebelum dilaksanakannya putusan dalam perkara ini yang telah berkekuatan hukum tetap;

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti berupa:

Narkotika jenis Ekstasi dengan berat brutto ± 380.996,9 gram dengan jumlah Ekstasi ± 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir dengan perincian disisihkan untuk kepentingan Diklat dan Ipktek ± 30 (tiga puluh) butir dengan berat brutto ± 10,8 gram, disisihkan untuk kepentingan Laboratorium dan Pembuktian perkara di Pengadilan sebanyak ± 735 (tujuh ratus tiga puluh

(28)

commit to user

lima) butir dengan berat brutto ± 249,7 gram dan sisa barang bukti sebanyak ± 1.411.711 (satu juta empat ratus sebelas ribu tujuh ratus sebelas) butir dengan berat bruto + 380.736,4 gram, telah dimusnahkan ditingkat Penyidikan;

1 (satu) unit HP. Nokia type N-1280 dengan No. HP. 087774336414; 1 (satu) unit mobil Trailer dengan Nopol. B-9926-JO;

1 (satu) STNK mobil Trailer Nopol. B-9926-JO An. Leonard Situmeang; 1 (satu) unit Kontainer warna merah hati Nomor TGHU 0683898/ 20 feet

milik PT. Pilindo Megah Selatan (Yang Ming);

1 (satu) unit HP Blackberry Bold warna hitam putih dengan nomor HP. 08131147844;

4 (empat) unit HP Smartfren dengan nomor HP masing-masing 08891357411, 08891557267, 08891557267, 08891339159; 1 (satu) unit HP Esia nomor 021-96005075;

Uang tunai Rp17.300.000,00 (tujuh belas juta tiga ratus ribu rupiah); Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Para Terdakwa HANI SAPTA PRIBOWO alias BOWO dan CHANDRA HALIM;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana dan dijatuhi pidana maka sebagaimana ketentuan Pasal 222 KUHAP Terdakwa haruslah pula dibebani untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka Majelis Hakim perlu terlebih dahulu untuk mempertimbangkan tentang hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan sebagai berikut:

Hal-hal yang memberatkan:

- Bahwa perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program

pemerintah Republik Indonesia yang sedang giat-giatnya

memberantas peredaran gelap Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika;

(29)

commit to user

- Bahwa jumlah barang bukti Narkotika berupa Ekstasi tersebut sangat

banyak yaitu 1.412.476 butir dengan berat 380.996,9 gram yang dapat merusak banyak bangsa Indonesia terutama generasi muda;

- Bahwa Terdakwa merupakan bagian dari jaringan Narkotika

internasional yang berada di Indonesia;

- Perbuatan Terdakwa telah dilakukan berulang kali dan masih

menjalani hukuman dalam perkara Narkotika sebelumnya;

- Perbuatan Terdakwa dilakukan dari dalam Rumah Tahanan Negara/

Lembaga Pemasyarakatan, tempat dimana Terdakwa seharusnya sadar dan merenungi diri untuk berbuat baik di masa yang akan datang, tetapi Terdakwa justru terus melakukan tindak pidana narkotika;

Hal-hal yang meringankan :

- Tidak ada ;

Menimbang, bahwa setelah memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan sebagaimana tersebut di atas, maka hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa dirasa adil baik berdasarkan rasa keadilan masyarakat maupun rasa keadilan menurut Undang-Undang;

Mengingat dan memperhatikan ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang R.I. Nomor 35 Tahun 2009, Pasal 10 KUHP jo. Pasal 35 KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), serta Peraturan hukum lainnya yang berhubungan dengan perkara ini;

e. Putusan Hakim Terhadap Fredi Budiman

1. Menyatakan Terdakwa FREDI BUDIMAN alias BUDI bin H.

NANANG HIDAYAT, terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I

(30)

commit to user

bukan Tanaman yang beratnya melebihi 5 gram” sebagaimana Dakwaan Primair;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa FREDI BUDIMAN alias

BUDI bin H. NANANG HIDAYAT tersebut dengan pidana “MATI“ dan denda sebanyak Rp10.000.000.000.00 (sepuluh milyar rupiah);

3. Menjatuhkan pula pidana tambahan terhadap Terdakwa FREDI

BUDIMAN alias BUDI bin H. NANANG HIDAYAT tersebut, berupa Pencabutan Hak-haknya untuk mempergunakan alat komunikasi segera setelah putusan ini diucapkan, meskipun Terdakwa mengajukan upaya hukum dalam bentuk apapun (serta merta);

4. Menetapkan dan memerintahkan agar Terdakwa segera ditahan

apabila Terdakwa telah selesai menjalani pidana penjara dalam perkara lain yang sedang dijalaninya sebelum dilaksanakannya putusan dalam perkara ini yang telah berkekuatan hukum hukum tetap;

5. Menetapkan agar barang bukti berupa:

Narkotika jenis Ekstasi dengan berat brutto ± 380.996,9 gram dengan jumlah Ekstasi ± 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir dengan perincian disisihkan untuk kepentingan Diklat dan Ipktek ± 30 (tiga puluh) butir dengan berat brutto ± 10,8 gram, disisihkan untuk kepentingan Laboratorium dan Pembuktian perkara di Pengadilan sebanyak ± 735 (tujuh ratus tiga puluh lima) butir dengan berat brutto ± 249,7 gram dan sisa barang bukti sebanyak ± 1.411.711 (satu juta empat ratus sebelas ribu tujuh ratus sebelas) butir dengan berat bruto ± 380.736,4 gram, telah dimusnahkan ditingkat Penyidikan;

1 (satu) unit HP. Nokia type N-1280 dengan No. HP. 087774336414; 1 (satu) unit mobil Trailer dengan Nopol. B-9926-JO;

1 (satu) STNK mobil Trailer Nopol. B-9926-JO An. Leonard Situmeang;

(31)

commit to user

1 (satu) unit Kontainer warna merah hati Nomor TGHU 0683898/ 20 feet milik PT. Pilindo Megah Selatan (Yang Ming);

1 (satu) unit HP Blackberry Bold warna hitam putih dengan nomor HP 08131147844;

4 (empat) unit HP Smartfren dengan nomor HP masing-masing 08891357411, 08891557267, 08891557267, 08891339159; 1 (satu) unit HP Esia nomor 021-96005075;

Uang tunai Rp. 17.300.000.- (tujuh belas juta tiga ratus ribu rupiah); Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Para Terdakwa HANI SAPTA PRIBOWO alias BOWO dan CHANDRA HALIM;

6. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 5.000,-

(lima ribu rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada hari : KAMIS, Tanggal 04 Juli 2013 oleh Kami : HASWANDI, SH.M.Hum., sebagai Hakim Ketua Majelis, H. MARATUA RAMBE, SH.MH., dan ADI ISMET, SH., masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut di ucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari ini : SENIN, tanggal 15 Juli 2013 oleh Hakim Ketua Majelis dengan didampingi Hakim-Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh : H.M. TAUFIK, SH.MH, Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dengan dihadiri oleh : TEDDY ANDRI, SH.MH., Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa dengan didampingi oleh Penasihat Hukumnya.

2. Kesesuaian Pengaturan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dengan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 terkait Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi

Permasalahan subtansi dari suatu aturan hukum sangat berkaitan dengan kesesuaian suatu aturan hukum itu dengan aturan hukum lainnya. Kesesuaian dari aturan hukum itu disebut juga dengan sinkronisasi.

(32)

commit to user

Sinkronisasi berasal dari kata sinkron yang berarti sejalan, sesuai, selaras.

Dalam bahasa inggris, terdapat istilah synchonized, synchronizing,

synchronizes yang bermakna sinkronisasi yaitu kesesuaian atau keselarasan

antara peraturan perundangan yang satu dengan lainnya dalam derajad yang berbeda atau secara vertikal (Asri Wijayanti, 2012: 8-9).

Dalam mengkaji sinkronisasi vertikal dan horisonal antara peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum tentang narkotika,

digunakan stuffentheorie atau teori berjenjang yang dikemukakan oleh Hans

Kelsen. Keabsahan norma hukum yang paling tinggi adalah konstitusi. Validitas konstitisi pada norma dasar (basic norm) yang berisi ide bersama tentang norma dasar. Pernyataan itu perlu ditelaah lebih lanjut apabila mendasarkan pada apa yang dikemukakan J. Gijssles dan Mark van Hoecke yang menyatakan bahwa ilmu hukum mempunyai tiga lapisan yaitu, dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Apabila mendasarkan pada pelapisan ilmu hukum dari J. Gijssles dan Mark vas Hoecke maka suatu

aturan hukum yang merupakan dogmatika hukum haruslah sesuai atau

sinkron juga dengan teori hukum dan filsafat hukum. Secara dogmatika

hukum, di aturan hukum yang di atasnya dan sejajar. Hal ini sering disebut dengan sinkronisasi vertikal dan horisontal (Asri Wijayanti, 2012: 9-13).

Makna dari sinkronisasi secara horisontal adalah sesuai dengan garis menyamping. Aturan hukum yang sederajat. Makna dari sinkronisasi secara vertikal adalah sesuai dengan garis yang lurus atas bawah. Antara aturan hukum yang tidak sederajat. Telaah terhadap sinkronisasi vertikal horisontal suatu aturan hukum berkaitan dengan asas perundang-undangan. Ada lima asas berlakunya undang-undang yaitu (Asri Wijayanti, 2012: 13-14):

a. Undang-Undang tidak berlaku surut. Artinya suatu undang-undang daya

berlakunya tidak dapat mundur sebelum tanggal ditetapkannya;

b. Lex posterior derogat legi priori. Artinya suatu undang-undang

kemudian menyisihkan yang terdahulu;

c. Lex superior derogat legi inferiori. Artinya suatu undang-undang yang

(33)

commit to user

d. Lex specialis derogat legi generali. Artinya suatu undang-undang yang

khusus mengesampingkan yang lebih umum; dan

e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

Terdapat hirarki tata urutan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Telaah sinkronisasi vertikal – horisontal selalu bertumbu pada norma inti yang menjadi objek kajian. Dari norma inti tersebut kemudian ditarik telaah sesuai garis lurus keatas dan kebawah serta ditarik ditarik telaah sesuai garis menyamping ke kiri dan ke kanan. Penarikan sesuai garis menyamping ke kiri dan ke kanan merupakan telaah dengan memperhatikan aturan yang sejajar kedudukannya tetapi terdapat perbedaan isi pengaturan (Asri Wijayanti, 2012: 14). Jadi makna sinkronisasi adalah kesesuaian suatu aturan hukum terhadap aturan hukum lainnya, baik secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal haruslah bermakna kesesuaian

antara hirarki peraturan perundang-undangan (yang merupakan dogmatika

hukum) dengan teori hukum dan filsafat hukumnya. Sinkronisasi menjadi jiwa dari suatu aturan hukum dapat dikatakan sebagai suatu hukum yang baik. Hukum yang baik adalah hukum yang mencermikan rasa keadilan. John Rawls mengkonsepkan adil sebagai fairness yang terdiri dari dua bagian yaitu interprestasi atas situasi awal dan atas persoalan pilihan yang ada dan seperangkat prinsip yang akan disepakati (Asri Wijayanti, 2012: 15-16).

Aturan hukum diperlukan untuk menjawab persoalan hukum. Tetapi realita menunjukan bahwa tidak setiap persoalan hukum dapat dipecahkan hanya dengan mengandalkan aturan hukum, ada persoalan hukum yang harus ditemukan jawabannya melalui prinsip hukum. Menurut Paton aturan hukum terbentuk memperoleh dasarnya dari prinsip hukum. Prinsip hukum disebut oleh Bruggink sebagai asas hukum yang merupakan metakaidah hukum.

Sebagai meta kaidah, prinsip hukum juga merupakan kaidah perilaku. Dari segi bentuknya, kaidah perilaku dibedakan kedalam dua jenis, yaitu bentuk yang kuat dan lemah. Dalam bentuk yang pertama mengandung arti bahwa prinsip itu berfungsi sebagai kaidah argumentasi berkenaan dengan pedoman perilaku, sedangkan dalam bentuk yang kedua

(34)

commit to user

prinsip itu berfungsi pula sebagai pedoman perilaku sehingga perbedaannya dengan aturan hukum bersifat gradual. Asas hukum adalah kaidah yang berpengaruh terhadap kaidah perilaku, karena asas hukum ini memainkan peranan pada interprestasi terhadap aturan hukum dan dengan itu menentukan wilayah penerapan kaidah hukum (Asri Wijayanti, 2012: 18).

Prinsip hukum mempunyai arti penting dalam memecahkan persoalan hukum dan sebagai bahan pembentukan aturan hukum (Asri Wijayanti, 2012: 18).

a. Prinsip-Prinsip Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi

dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988

Sejumlah instrumen hukum telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir berurusan dengan berbagai aspek kejahatan terorganisasi di tingkat internasional. Elemen-elemen kunci dalam semua instrumen ini terdiri dari langkah-langkah yang bertujuan membina kerjasama internasional dan mengharmonisasikan pendekatan yang diambil (United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), 2011: 121).

Perkembangan dari satu konvensi internasional narkotika kepada konvensi internasional narkotika lainnya mengandung implikasi perubahan atau perbedaan tujuan dan lingkup kendali dan sekaligus juga

merupakan kelengkapan konvensi-konvensi sebelumya (Romli

Atmasasmita, 1995: 31). Didalam konvensi internasional narkotika yakni Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Wina 1988 terdapat prinsip-prinsip hukum yang secara implisit dan eksplisit tercantum didalamnya selain prinsip-prinsip hukum umum yang merupakan sumber dalam arti formal hukum pidana internasional.

1) Prinsip-Prinsip Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi

dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961.

a) Prinsip konstitusional (constitutional principle) dan

Ketentuan pidana Konvensi Tunggal Narkotika 1961 sering dimulai dengan klausul seperti:

(35)

commit to user

“Subject to its constitutional limitations, each Party shall . . .”.

Sesuai dengan pembatasan konstitusional, setiap Pihak wajib ..." Jadi, jika konstitusi suatu negara melarang melembagakan hukuman pidana yang disebut oleh Konvensi Tunggal Narkotika 1961, ketentuan-ketentuan tersebut tidak akan mengikat negara itu dan hal tersebut juga berlaku sebaliknya.

b) Prinsip perwakilan geografis yang adil (principle of equitable

geographic representation). Pasal 9 ayat 3, menegaskan,

The Council, with due regard to the principle of equitable geographic representation, shall give consideration to the importance of including on the Board, in equitable proportion, persons possessing a knowledge of the drug situation in the producing, manufacturing, and consuming countries, and connected with such countries.

Dewan, dengan memperhatikan prinsip perwakilan geografis yang adil, akan memberikan pertimbangan pentingnya termasuk di Dewan, dalam proporsi yang adil, orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang situasi Narkoba dalam memproduksi, manufaktur, dan konsumsi negara, dan terhubung dengan negara-negara tersebut.

2) Prinsip-Prinsip Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi

dalam Konvensi Wina 1988.

Prinsip yang menjadi alas hukum mengenai status tindak pidana transnasional yang terorganisasi dalam Konvensi Wina 1988 yakni:

a) Prinsip persamaan kedaulatan dan integritas wilayah negara

(Principles of sovereign equality and territorial integrity of states);

Pasal 2 ayat 2 menegaskan,

The Parties shall carry out their obligations under this Convention in a manner consistent with the principles of sovereign equality and territorial

(36)

commit to user

integrity of States and that of non-intervention in the domestic affairs of other States.

Para Pihak akan melaksanakan kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dengan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip persamaan kedaulatan dan integritas wilayah Negara dan yang non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara lain.

(1) Prinsip persamaan kedaulatan (Principle of sovereign

equality).

The principle that nations have the right to

enjoy territorial integrity and political

independence, free from intervention by other nations (Black’s Law Dictionary, 2009 : 1523).

Prinsip bahwa negara memiliki hak untuk menikmati keutuhan wilayah dan kemerdekaan politik, bebas dari intervensi oleh negara lain; dan

(2) Prinsip integritas wilayah negara (Principle territorial

integrity of states).

The principle that nations to maintain their interests and prevent any unlawful action that can be taken against them by persons overseas (Abdulmohsen Alothman, 2006: 16).

Prinsip bahwa negara untuk mempertahankan kepentingan mereka dan mencegah tindakan melanggar hukum yang dapat diambil terhadap mereka oleh orang luar negeri. Jadi, prinsip yang menempatkan negara-negara di dunia ini tanpa memandang besar atau kecil, kuat atau lemah, maju atau tidaknya, memiliki kedudukan yang sama antara satu dengan lainnya, sesuai dengan hukum internasional (I Wayan Parthiana, 2006: 61).

b) Prinsip non-intervensi (principle of non-intervention);

The principle that a country should not interfere in the internal affairs of another country. The U.N. Charter binds it from intervening “in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state….”(Black’s Law Dictionary, 2009: 1154).

Referensi

Dokumen terkait

merusak kuman dan tidak memiliki daya perlindungan tetapi adanya antibodi tersebut dalam serum menunukkan bah'a di dalam tubuh baru saa terdapat !treptokokus yang

Berdasarkan penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu: (1) analisis kejiwaan tokoh utama novel Gogroke Reroncen Kembang Garing Karya Tulus Setiyadi meliputi:

Lebih lanjut, Permendagri ini menyatakan bahwa ada mixed- approach sebagai pengejawantahan prinsip-prinsip tersebut, “Orientasi Proses Pendekatan Perencanaan Politik (penjabaran

Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian depresi diperoleh bahwa ada sebanyak 77 orang (95.1%) responden yang mengalami depresi yaitu dengan

Buku ini memuat dua materi, yaitu Bahan Tayangan Materi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berupa gambaran yang memuat tentang latar belakang, proses

Guru memindahkan skor murid ke dalam Borang Profil Psikometrik (Profil Individu dan Profil Umum).  Borang

Apabila ortodoksi Islam dilihat dari aspek teologi, maka tentu saja teologi yang mayoritas dianut penduduklah yang disebut sebagai ortodoksi, sebaliknya semua aliran atau

matlab, program yang akan dijalankan di ketik pada layar editor.setelah.. selesai di ketik maka untuk menjalankannya adalah dengan klik pada. perintah “debug”