• Tidak ada hasil yang ditemukan

PINTU:Pusat Penjaminan Mutu P ISSN Volume 1 No 1, April 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PINTU:Pusat Penjaminan Mutu P ISSN Volume 1 No 1, April 2020"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

11

EKALAWYA; BUKTI KEBERHASILAN MUTU PENDIDIKAN (CATATAN TEKS ADI PARWA)

Oleh:

Made Reland Udayana Tangkas STAHN Mpu Kuturan Singaraja

[email protected]

ABSTRACT

The quality of education is supported by subjects with integrity to advance the quality of educational outcomes. Educators play a role in carrying out government policies to produce students who have succeeded in becoming qualified graduates. The promotion of the quality of education should be based on character education that can be obtained from the values of local wisdom. One of the local wisdoms in Bali is to prioritize literacy as a crystallization of traditional cultural values and knowledge systems. Balinese literacy in the body of literature is important as a source of learning in order to improve the quality of education and build morality. One of the mandatory sources that is important as the basis and role model of education is the Adi Parwa text. Adi Parwa suggests the complexity of the value of life which is full of education. Research on Adi Parwa does not only focus on Pandavas and Kurawa figures but also includes minor figures who can be used as role models. Ekalawya is one of them, namely as a learner figure making teachers and students as a union in absorbing knowledge. Ekalawya is proof that the quality of education can be realized by devotion. Offering to the teacher is not merely a form of gratitude, but the teacher's recognition of the success and quality of students. Thus, the commitment of educators and the persistence of students is a big asset in improving the quality of education.

Keywords: Adi Parwa, quality of education, Ekalawya.

I. PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun masih tetap menjadi prioritas pemerintah untuk pemajuan bangsa. Pada pendidikan lah, generasi penerus bangsa dilahirkan dan diinisiasi untuk membawa nasib bangsa ke depan. Yang menjadi tugas penting bagi pemikir bangsa ke depan adalah meningkatkan mutu pendidikan agar melahirkan generasi yang berkualitas untuk bersaing di kancah internasional.

Indonesia melalui Kemenristek Dikti telah menetapkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang diatur melalui Permenritekdikti No. 44 Tahun 2015 yang menjadi acuan sebuah lembaga pendidikan tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikannya. Dengan demikian, mutu pendidikan suatu lembaga yang mengemban amanat negara hanya melibatkan pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar tidaklah cukup. Fasilitas, pelayanan, pengelolaan, dan yang lainnya tidak kalah pentingnya untuk senantiasa dikembangkan.

Substansi pembelajaran bagi peserta didik (baca: kurikulum) yang menjadi bagian penting di dalam standar isi, membutuhkan gagasa-gagasan baru demi kemajuannya. Yang menjadi wacana sekian lama di dalam sistem pendidikan negeri ini adalah pendidikan berbasis kearifan lokal (local wisdom) yang jika dilihat masih tertatih mendaki terjalnya arus global. Pengembangan pendidikan karakter menjadi usaha bangsa untuk membangun identitas pendidikan yang berkiblat pada tradisi, budaya, dan nilai-nilai ke-lokal-an. Eksistensi budaya

PINTU:Pusat Penjaminan Mutu

P ISSN 2746-7074

Volume 1 No 1, April 2020

(2)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

12 dan keragaman nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sarana dalam membangun karakter warga Negara (Daniah, 2016:1). Dengan demikian, kearifan lokal dapat dijadikan spirit membangun pendidikan nasional sebagai penciri dan keunggulan.

Pendidik dan peserta didik merupakan subjek penting di dalam hilirisasi proses pendidikan dan kualitas hasil didikan. Pembelajaran memegang peranan yang sangat penting dalam proses penerimaan informasi dari guru terhadap siswa, dimana jika sampai dalam proses penyampaian bahan ajar dari guru kepada siswa terdapat masalah maka ilmu tidak akan dapat tersampaikan dengan seutuhnya dan akan menyebabkan dalam memahaminya sehingga memungkinkan terjadinya dampak yang negatif pada siswa (Juliawan, 2018:9). Pemerintah dengan segala kebijakannya tetap bergantung dan berserah kepada pendidik sebagai pelaksana kebijakan.

Bali yang menjadi salah satu konservatorium budaya bangsa telah memaksimalkan diri dan mengeluarkan berbagai jurus untuk mendukung pendidikan berbasis kearifan lokal. Salah satunya adalah pendidikan literasi. Segudang literasi menjadi penyelamat bentuk-bentuk kebudayaan Bali yang tidak lekang oleh derasnya badai zaman. Literasi inilah yang tetap menjadi mata air peradaban Bali yang mengobati dahaga dan kekeringan krisis harmonisasi kehidupan jika dinikmati dan diselami sampai ke dalam dasarnya. Pendidikan literasi menjadi kunci bagi pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan untuk melahirkan anak-anak bangsa yang siap membangun negara.

Literasi sebagai kearifan lokal Bali dibangun atas bahasa dan aksara menjadi sebuah bentuk yang diakui sebagai sastra. Kearifan lokal bahasa khususnya bahasa Bali pun telah diberikan tempat yang lebih layak sebagai keunggulan budaya Bali. Bahasa Bali memiliki ragam kosa kata yang begitu kaya, yang dibungkus dalam bingkai kebudayaan, adat, dan agama (Diari, 2019:86). Literasi Bali yang sangat khas dikenal adalah naskah lontar sebagai media yang berates-ratus tahun mengalami proses penyalinan. Diterapkannya nilai-nilai kearifan lokal yang tersirat di dalam naskah lontar dan kesusastraan Bali di dalam metode pendidikan di masa kini, memberi efek yang nyata terhadap kualitas peserta didik yang memiliki pemikiran yang maju (Tangkas, 2019:3).

Salah satu literasi Bali (yang diadopsi dari kesusastraan Jawa Kuna) yang terselamatkan hingga kini dan perlu mendapat perhatian dan pendalaman terus menerus yaitu Adi Parwa. Menurut Zoutmulder (2009: vii) nama Adiparwa tidak terasa asing lagi dan merupakan hal yang sangat biasa karena bagian pertama dari buku Mahabharata ini banyak dibicarakan oleh orang, banyak dikutip dan dikupas bagian-bagian ceritanya yang dianggap ada manfaatnya dalam dunia pendidikan. Zoutmulder sebagai sesepuh peneliti sastra Jawa Kuna telah menemukan keunggulan Adi Parwa sebagai rujukan penting untuk kualitas pendidikan. Adi Parwa yang menjadi salah satu kesusastraan Jawa Kuna yang bertahan hingga kini menghadapi gerusan perubahan dari zaman ke zaman sehingga terbukti bahwa teks tersebut memiliki mutu yang tinggi sebagai sumber ajaran kehidupan, salah satunya nilai pendidikan.

Menurut Tangkas (2019:1) berbeda dengan parwa yang lain, Adi Parwa tersusun atas sejumlah cerita yang berbeda dan merupakan pra dan pasca kisah Mahabharata. Di dalamya terbagi atas 18 (delapan belas) Bab yang merupakan bagian-bagian cerita yang terpisah satu

(3)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

13 sama lain. Salah satu bab yang menarik perhatian penulis dan terkait dengan nilai-nilai luhur pendidikan yaitu bagian cerita Ekalawya pada bab XIV. Keseluruhan bab tersebut menceritakan asal usul kelahiran Pandawa dan seratus Kurawa sampai berguru kepada Drona. Usaha membinasakan Pandawa oleh Kurawa atas hasutan Sakuni juga mewarnai kisah bab tersebut. Sebagai hasil pendidikan dan pembelajaran senjata oleh Pandawa dan Kurawa, diadakan pertandingan untuk menguji kemampuan mereka sebagai tanda lulus di dalam proses perguruan.

Cerita Ekalawya sekilas muncul di bagian tersebut saat Pandawa dan Kurawa masih remaja. Walaupun demikian, Ekalawya tidak pantas untuk dilewatkan begitu saja karena mengisyaratkan sebuah nilai luhur seorang murid yang utama. Keutamaan seorang murid ditandai dengan pengorbanannya untuk seorang guru. Yang sangat unik dalam bagian cerita ini adalah bahwa Ekalawya berhasil berguru kepada Drona walaupun ia tidak menjadi murid Drona. Ia dapat dikatakan seorang pembelajar yang tak langsung alias belajar tanpa kehadiran guru dan hanya dengan membuat patung Drona “Drona Pratima” dan memujanya. Ekalawya dinyatakan lulus ditandai dengan persembahan ibu jarinya sebagai “guru daksina”. Ibu jari dalam hal ini tidak dapat disepelekan dan sangat penting dimaknai di dalam proses pendidikan kekinian.

II PEMBAHASAN

2.1 Ekalawya; Pembelajar Tak Langsung

Adi Parwa terdiri atas bagian-bagian cerita yang tidak diceritakan di dalam teks parwa yang lainnya salah satunya adalah cerita asal usul kelahiran Pandawa dan Kurawa. Bab tersebut diawali oleh keadaan Kunti dan Pandu yang telah dikaruniai putra pertamanya yaitu Yudhistira (mānak sang yudhiṣṭhira). Disusul oleh Gandhari yang memaksa kandungannya untuk lahir dengan memukul-mukul perutnya karena telah mengandung selama dua tahun sehingga keluarlah seratus gumpalan daging dan darah. Di bantu oleh Bhagawan Byasa, setiap gumpalan darah tersebut kemudian ditempatkan di tempayan selama sepuluh bulan dan didoakan agar menjadi bayi seutuhnya. Pada saat yang bersamaan, Kunti dan Madri dengan kemampuannya memanggil para dewa berhasil menerima anugerah Bima, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa. Peristiwa dikutuknya Pandu akibat memanah Rsi Kindama yang sedang bersenggama adalah sebab Kunti dan Madri memohon anak dari para dewa.

Setelah para Pandawa dan Kurawa lahir, para Kurawa mulai menerima hasutan licik dari Sakuni adik Gandhari untuk membenci Pandawa. Kurawa kecil melakukan berbagai rencana licik untuk membinasakan Pandawa. Namun sebaliknya, Bima malah mendapatkan anugerah dari raja ular (Dewa Ruci). Tiba saatnya Pandawa dan Kurawa menjalani pendidikan di perguruan Guru Drona. Di sana, mereka diberikan pengetahuan ketata negaraan, ajaran kesatria, dan persenjataan. Masing-masing dari mereka telah memilih senjatanya masing-masing terutama Arjuna yang memilih senjata panah.

Berbagai latihan dan ujian diberikan Drona kepada Arjuna agar menjadi pemanah hebat. Arjuna mampu melewati setiap ujian sehingga membuat Drona mengucapkan janji seperti kutipan berikut.

Anaku sang Arjuna, tan hana padanta ring dhanurdhara dlāha kita wiśeṣa rikā.

(4)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

14 Wahai muridku sang Arjuna, janjiku kelak engkau akan menjadi ksatriya pemanah yang tidak ada yang dapat menandingimu.

Janji tersebut menunjukkan usaha Drona untuk menjadi guru seorang pemanah terhebat di dunia. Dan, janji sekaligus sumpah tersebut menjadi tanggung jawab berat bagi Drona untuk ditepati saat keadaan tidak seperti yang diharapkan.

Drona merupakan seorang rsi putra dari Rsi Baradwaja. Drona lahir dari “kama” ayahnya yang tergoda akibat melihat kain bidadari Ghrtawira terhempas angin. Drona kemudian berguru kepada Bhagawan Rama Parasu dan menguasai berbagai ilmu persenjataan. Saat ia menyelesaikan perguruannya, Drona mendengar teman lamanya yaitu Drupada telah naik tahta menjadi raja negeri Pancala. Saat Drona datang, Drupada tidak mengakui persahabatan mereka. Di sanalah timbul kekecewaan Drona dan ingin membalas amarahnya tersebut. Saat di perjalanan, Drona bertemu dengan Pandawa dan Kurawa kecil. Di sanalah awal pertemuaan sang guru dan murid, begitu juga tekad Drona untuk menjadi guru para ksatrya. Nantinya saat Pandawa dan Kurawa telah cukup menerima ilmu, Drona mengharapkan agar muridnya bersedia mengalahkan Drupada dan membawanya ke hadapan Drona.

Tekad Drona untuk menjadi guru terbatas bagi kalangan ksatrya berimbas pada keadaan selanjutnya. Karna yang disebut sebagai anak kusir kereta (yang sebenarnya putra Kunti dari anugerah dewa Surya sebelum menikah dan dibuang di sungai) ingin berguru namun ditolak mentah-mentah oleh Drona. Hal itu membuat Karna berguru kepada Bhagawan Rama Parasu dan menjadi pemanah hebat yang akan berperang dengan Arjuna.

Ekalawya muncul di dalam cerita Adi Parwa saat para Pandawa dan Kurawa remaja masih dalam tahap belajar. Saat sedang berburu, Pandawa dan Kurawa melihat anjing yang sebelumnya menggonggong keras kemudian mulutnya penuh dengan anak panah. Arjuna terkejut akan kemampuan seorang pemanah. Sejak itu Ekalawya memperlihatkan diri di depan Arjuna. Ekalawya mengaku bahwa ia belajar memanah dari Drona. Ia berguru dengan patung Drona yang ia buat dan selalu ia sembah. Sebelumnya Ekalawya telah memohon untuk menjadi murid kepada Drona namun Drona menolak. Hal tersebut seperti yang tersurat di dalam kutipan berikut.

Hana ta sang ekalawya ngaranya, anak sang hiraṇyadanuh. Ya tāhyun mangajya ri dang hyang droṇa, ndātan tinanggap nirāpan niṣādaputra.

Terjemahan:

Adalah seorang yang bernama Ekalawya anak sang Hiranyadanuh. Ia berniat untuk menuntut ilmu dan belajar dari Dang Hyang Drona, akan tetapi ia tidak diterima karena ia anak dari golongan Nisada (suku pemburu hutan).

Penolakan tersebut tidak menyurutkan kemauan Ekalawya untuk belajar senjata. Ia tetap akan belajar kepada Drona namun tidak langsung. Ekalawya kemudian membuat patung Drona sebagai simbol guru. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut.

Magawe ta ya droṇa pratima, manggalanyān pangabhyāsa dhanurweda. Mogha ta widagdha dening bhaktinya ring guru.

Terjemahan:

Ia lalu membuat patung Drona, sebagai pembimbing dalam mempelajari ilmu memanah. Sampai lah di kemudian hari ia sangat pandai karena begitu baktinya kepada guru.

(5)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

15 Walaupun Ekalawya hanya memuja patung Drona, ia mampu menguasai apa yang diajarkan Drona kepada Pandawa dan Kurawa dengan mendengarkan secara sembunyi-sembunyi dan mempraktikan apa yang ia dengar di depan patung sang guru.

Sang Ekalawya berada pada tempat yang tidak mengizinkannya untuk belajar ilmu ksatrya. Hal itu juga dialami oleh Karna. Karna berhasil menjadi murid Bhagawan Rama Parasu karena menggunakan cara menyamar sebagai rsi yaitu hal yang tidak ada bedanya dengan membohongi seorang guru. Akibatnya, Karna menerima kutukan tidak akan dapat menggunakan kekuatannya saat diperlukan. Di situasi demikian, wangsa atau golongan seseorang menentukan haknya didalam menuntut ilmu. Hal tersebut tidaklah relevan di zaman sekarang ini yang mana semua orang berhak mengenyam pendidikan.

Ekalawya menunjukkan perlawanan terhadap situasi tersebut sehingga mengambil langkah yang tidak terduga oleh siapapun. Kemauan kerasnya tersebut menjadikan dirinya sebagai pembelajar dari guru yang tak langsung. Mustahil rasanya seorang murid bisa pandai tanpa dibimbing langsung oleh seorang guru, bahkan kenal pun tidak. Ekalawya dapat dikatakan mampu melewati proses belajar di dalam kemandirian yang tidak mungkin dilakukan oleh orang lain. Hal ini erat kaitannya dengan kemauan kerasnya untuk belajar terlepas dari golongan apa ia dilahirkan.

Situasi seperti ini bisa dikaitkan dengan metode pembelajaran jarak jauh yang berkembang belakangan ini. Metode pembelajaran konvensional dan jarak jauh hanya dibedakan oleh jarak dan media komunikasi. Keduanya tetap diisi dengan interaksi antara pendidik dan peserta didik. Tokoh Ekalawya telah mengalami pembelajaran jarak jauh tersebut namun tanpa komunikasi dengan guru. Itulah hebatnya tokoh Ekalawya yang dapat dikatakan berhasil menjadi murid terbaik Drona walaupun tidak dipantaskan menjadi seorang pemanah.

2.2 Drona Pratima; Bersatunya Murid dan Guru

Ekalawya menghadirikan sosok guru di dalam wujud patung (drona pratima). Patung itulah sebagai saksi bisu giat usahanya untuk belajar. Setiap pelajarannya ia mulai dengan memberi hormat kepada patung Drona untuk memohon restu, begitu juga saat mengakhiri pelajaran. Akan tetapi, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana bisa seorang Ekalawya berguru dengan patung dan menjadi pemanah pandai. Ia sama sekali tidak merasakan apa yang didapatkan oleh Pandawa dan Kurawa yang seutuhnya sebagai murid Drona, namun mampu melebihi kemampuan mereka.

Dengan segala keterbatasan, Ekalawya mengisyaratkan usaha untuk bersatu dengan sang guru melalui wujud patung. Guru merupakan teladan dan contoh bagi seorang murid. Dengan teladan tersebut, murid yang sungguh-sungguh memiliki harapan agar bisa menjadi sama seperti gurunya. Dengan demikian, murid pastinya akan mampu dekat dengan guru walaupun jarak menjadi persoalan.

Tidak jarang pada zaman awal kemerdekaan, anak rakyat jelata yang tidak mampu bersekolah mengikuti pelajaran secara sembunyi-sembunyi. Karena kemauan belajar yang besar, anak tersebut bentuk-betul memerhatikan seorang guru dan ia mendapatkan ilmu. Keadaan tesebut sama seperti yang dialami Ekalawya yang dengan keseriusannya dan rasa hormat yang setinggi-tingginya menjadi lebih pandai dari murid yang bersekolah.

(6)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

16 Ekalawya membuktikan bahwa kualitas murid ditentukan oleh kemauan, keseriusan, dan keteladanan. Hubungan murid dan guru tidak hanya masalah penularan ilmu tetapi juga kedekatan emosional dan batin yang kuat. Murid dan guru tidak ubahnya seperti hubungan anak dan orang tua bahkan hingga menyamai seorang hamba dengan dewa pujaannya. Penyatuan tersebut ditentukan oleh pendekatan diri dalam arti yang seluas-luasnya yaitu penuh dengan kesadaran dan kemurnian hati. Lalu pertanyaannya, apakah Ekalawya benar-benar berguru pada Drona?

Ekalawya menunjukkan hubungan murid dan guru tidak harus melalui perjanjian. Ia menjadikan Drona sebagai guru tetapi bukan guru secara fisik melainkan mewujudkan guru sebagai spirit. Ekalawya tidak pernah membenci Drona walaupun ditolak menjadi muridnya. Bahkan, ia ingin mengenal Drona lebih dekat bukan sebagai manusia tapi layaknya dewa pujaan. Dengan kata lain, ia ingin menyatu dengan Drona, tidak Drona yang menjadi guru Pandawa tetapi Drona guru Ekalawya.

Drona sebagai guru para ksatrya adalah cerminan kualitas guru yang mumpuni dan berhasil menjadi teladan. Ekalawya pun berhasil menjadi seorang murid yang berkualitas di tengah kemandiriannya. Kedua tokoh ini menjadi penekanan penting di dalam menyinggung mutu pendidikan. Ekalawya dapat dikatakan tokoh yang menjamin mutu diri di dalam keadaan yang jauh dari kenyamanan fasilitas dan terbatas akan kebutuhan. Sehingga, keseriusan dan tekad seorang anak didik di dalam menuntut ilmu akan sangat mendukung baiknya mutu suatu pendidikan.

Murid-murid di era milenial sekarang ini penting untuk menjadikan Ekalawya sebagai murid teladan. Bukan berarti bahwa mereka harus ikut membuat patung guru dan tidak perlu pergi ke sekolah. Patung guru yang dibuat Ekalawya dapat dimaknai sebagai usaha menstanakan guru di dalam diri. Guru yang dimaksud adalah unpersonality. Seorang murid mengidolakan seorang guru yang disukai dengan alasan guru tersebut memberikan inspirasi yang mengedukasi. Dalam situasi tersebut akan terjalin suatu hubungan dan kedekatan yang akan menimbulkan keteladanan.

2.3 Guru Daksina; Persembahan dan Pengukuhan Kualitas Seorang Murid

Melihat kemampuan Ekalawya yang mengejutkan, Arjuna merasa sedih karena ada orang yang lebih pandai dari dirinya. Kemudian, Arjuna bertanya kepada Ekalawya siapa yang mengajarinya. Ekalawya menjawab yang mengajarinya adalah guru Drona yang ia sembah. Lalu Arjuna mengadu kepada Drona dan mempertanyakan janjinya. Drona terkejut dengan kenyataan tersebut dan bergegas mencari Ekalawya. Saat bertemu Drona, Ekalawya langsung memberi hormat. Di sanalah Drona meminta persembahan guru seperti kutipan berikut ini.

Anaku sang ekalawya, yan tuhu kita śiṣya mami, gawe ta kita gurudakṣina, humarěpakna mami dakṣinanta, angguṣṭanta ri těngěnan, yekā pawehanta kami.

Terjemahan:

Wahai anakku sang Ekalawya, kalau memang benar engkau muridku, berilah gurumu ini persembahan, adapun yang aku inginkan adalah ibu jari tangan kananmu, berikanlah kepadaku!.

(7)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

17 Yang dapat digaris bawahi dari kutipan di atas adalah gurudaksina yang diminta Drona adalah ibu jari tangan kanan. Tujuan Drona tersebut adalah mencegah Ekalawya menjadi pemanah paling hebat dan menepati janjinya kepada Arjuna. Arjuna merasa tenang karena tidak ada lagi saingannya seperti yang tercermin pada kutipan berikut.

Tinugěl ta dakṣiṇāngguṣta nikā, siněmbahakěnya ri dang hyang drona. Enak tāmběk sang arjuna. Sira ta lěwih lāgawa nireng dhanurweda.

Terjemahan:

Ibu jari tangan kanannya tersebut dipotong kemudian dipersembahkan kepada Drona. Sang Arjuna merasa senang. Kini ialah yang menjadi ahli panah yang tak tertandingi.

Kenyataan di atas, memang jauh dari rasa sportifitas dengan mengorbankan pesaing untuk menjadi yang terkuat. Namun, bagi Pandawa dan seluruh bangsa ksatria Arjuna memang pantas untuk menjadi yang terhebat. Ekalawya mendapat tempat yang penuh dengan ketidakpantasan sebagai seorang Nisada. Tanpa ibu jari tangan kanannya, Ekalawya tidak mampu memanah dengan sempurna. Sejak saat itu, Ekalawya telah berakhir menjadi murid Drona. Persembahan itu sebagai tanda Ekalawya telah diwisuda dan masa belajarnya selesai. Akan tetapi, Ekalawya tidak disahkan menjadi seorang pemanah ulung.

Persembahan ibu jari kanan tidak dapat disepelekan. Ibu jari adalah bagian penting bagi tubuh manusia. Tangan pada saat digunakan untuk mengambil sesuatu dibantu dengan jari tangan yang menggenggam sesuatu yang diambil. Jari tangan yang paling penting adalah ibu jari. Ibu jari juga digunakan untuk memberikan tanda kesan baik bagi seseorang. Sehingga ibu jari perlu dimaknai secara mendalam.

Pemberian ibu jari Ekalawya kepada Drona adalah suatu penghargaan setinggi-tingginya atas kemampuan dan keberhasilan seorang murid. Hal tersebut menandakan Ekalawya adalah murid Drona yang terbaik. Perbuatan tersebut memang menyenangkan hati Arjuna sehingga ia tetap menjadi pemanah nomor satu di dunia. Ekalawya telah membuktikan bahwa yang terbaik bukanlah ksatria akan tetapi Arjuna lah yang dipersiapkan untuk menang di medan perang. Dalam hal ini, yang terbaik tidak selalu yang menjadi pemenang.

Didalam keadaan tersebut, Ekalawya berhak mendapat pembelaan dari kenyataan yang mengekang rakyat jelata menjadi seorang pemenang. Walaupun tidak berhasil menjadi pemanah tak tertandingi, usaha Ekalawya menuntut ilmu secara gelap dari Drona membuatnya mejadi seorang yang dikukuhkan sebagai seorang murid yang berkualitas dengan cara belajar penuh kemandirian tetapi dengan hasil yang membanggakan. Dan, sejarah mencatat usahanya sebagai teladan penting bagi para murid sepanjang zaman.

Ekalawya juga telah menjadi cermin adanya diskriminasi pendidikan yang termuat di dalam sastra Jawa Kuna. Kasta dan keturunan menentukan nasib manusia dalam mendapatkan kebebasan intelektual. Karna yang dianggap putra kusir kereta dicemooh oleh keluarga Pandawa khususnya Arjuna karena seorang sudra tidak layak mengangkat senjata. Berbeda cerita jika Karna diketahui sebagai pura Kunti maka yang akan menjadi raja Indraprastha bukanlah Yudhistira tetapi Karna dengan penuh penghormatan. Jika demikian, perang Bharatayudha tidak akan dikenal sampai sekarang dan sastra Parwa tidak sampai yang kedelapan belas (Asta Dasa Parwa).

Persembahan berupa jempol tangan kanan secara eksplisit merupakan pengukuhan seorang murid yang mampu memerangi kebodohan di dalam diri. Mutu seorang murid dinilai

(8)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

18 oleh seorang guru secara obyektif sebagai pengukuran kemampuan diri dalam menguasai pengetahuan yang diterimanya. Setelah selesai membawa identitas murid, ia harus membawa ilmu yang didapatkan untuk perbuatan yang benar demi kebaikan masyarakat. Arjuna yang diberikan berbagai ilmu dan kesaktian nyatanya mampu memerangi ketidakbenaran bahkan pada puncaknya berhadapan langsung dengan sang guru.

Persembahan kepada guru (guru daksina) dapat dimaknai sebagai pembuktian keberhasilan menjadi seorang murid yang tuntas menguasai pengetahuan dan keterampilan (guna gina). Setelah selesai menjadi murid, ia harus bergulat dengan kehidupan dengan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk diri sendiri dan masyarakat luas. Di sanalah seorang guru merasa berhasil. Maka tiada persembahan yang lebih utama daripada kebanggaan.

III PENUTUP

Mutu pendidikan yang diatur melalui kebijakan pemerintah memberikan arah yang jelas bagi pendidik dan peserta didik untuk melaksanakan aktivitas pembelajaran yang dapat dianalogikan sebagai pabrik yang melahirkan lulusan yang bermutu dan bersaing. Usaha pengembangan mutu pendidikan penting untuk mengangkat identitas bangsa sebagai keunggulan. Pendidikan karakter yang dicanangkan selama ini lahir dari gagasan yang didasari oleh keutamaan kearifan lokal (local wisdom). Penggalian terhadap kearifan lokal salah satunya dapat dilakukan di dalam kekayaan literasi.

Bali memiliki kekayaan literasi yang menjadi kristalisasi pemikiran, pengetahuan, dan nilai-nilai kehidupan. Literasi dengan bentuk lontar yang diwarisi abad demi abad lamanya telah menjadi sumber-sumber penting dan bermutu tinggi untuk dijadikan pedoman segala hal. Kesusastraan Jawa Kuna yang diselamatkan didalam bingkai kebudayaan Bali hingga kini masih dapat dinikmati oleh pemerhatinya dan tetap diusahakan masuk ke dalam ranah pendidikan. salah satunya adalah Adi Parwa yang merupakan teks bagian Parwa yang terbesar dan menjadi pusat perhatian di kalangan peneliti maupun pendidik.

Beberapa bagian Adi Parwa yang kerap diperhatikan oleh pembaca namun masih minim dalam pemaknaannya yaitu sekelumit cerita Ekalawya. Ekalawya merupakan tokoh pembelajar yang penuh kemandirian menempuh pendidikan dengan jalan tak langsung. Ia berguru kepada Drona dalam wujud patung (drona pratima). Hal tersebut adalah langkah untuk menstanakan guru di dalam diri. Segala penghormatan dan pemujaan layaknya dewa ia lakukan sebagai murid. Alhasil, Ekalawya berhasil menguasai ilmu perpanahan. Akan tetapi Ekalawya yang sebagai keturunan bangsa Nisada tidak berhak menggunakan senjata membuat harapannya pupus di tengah jalan. Kemampuannya yang telah diketahui oleh Drona mengakibatkan ia kehilangan ibu jari tangan kanannya sebagai persembahan (guru daksina) kepada Drona. Itu semua agar Drona menjadi Arjuna sebagai pemanah terkuat.

Peristiwa-peristiwa tersebut penting untuk dimaknai karena mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan mutu pendidikan. Ekalawya merupakan murid tak langsung Drona yang menunjukkan kualitas diri. Disamping itu Drona melakukan pengakuannya terhadap keberhasilan Ekalawya sebagai murid ditandai dengan penyerahan jempol tangan kanan. Pemaknaan ini menjelaskan bahwa Drona telah berhasil menjadi seorang guru teladan yang tak sengaja mencetak murid yang mumpuni. Pelaksana pendidikan seperti guru dan murid

(9)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

19 merupakan subyek penting untuk menciptakan mutu pendidikan yang diharapkan di saimping sarana, kebijakan, inovasi, dan lain sebagainya. Pada sudut pandang anak didik sebagai pusat pembelajaran perlu ditanamkan sikap keseriusan dan kesiapan untuk mempelajari ilmu yang diminati. Kebebasan belajar juga menjadi jalan terang seorang siswa berhasil di dalam pendidikannya. Keberhasilan sebagai seorang murid dapat menjadi jalan terang dalam usaha peningkatan mutu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Daniah. (2016). Kearifan Lokal (Local Wisdom) Sebagai Basis Pendidikan Karakter. Pionir

Jurnal Pendidikan, Volume 5, Nomor 2. Banda Aceh: UIN Al-Raniry.

Saitya, Ida Bagus Subrahmaniam. (2019). Ekologi Hindu dalam Teks Adi Parwa. Jurnal

Sphatika Vol. 10 Nomr 2.

Diari, KPY. 2019. Cecek In Cultural Interpretation Aming Balinese Community. Singaraja: Prosiding Seminar Internasional STAHN Mpu Kuturan Singaraja.

Diari, KPY. (2019). Proses Morfologis Istilah-istilah dalam Tajen. Jurnal Widya Acarya

Volume 2 STAHN Mpu Kuturan Singaraja.

Juliawan, IN. 2018. Peningkatan Mutu Pembelajaran Agama Hindu dalam Mewujudkan Perubahan Mental Siswa. Jurnal Penjaminan Mutu IHDN Denpasar. Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Suarka, I Nyoman. 2016. PIP Kebudayaan, Naskah Lontar, dan Fakultas: Relevansi dan

Sistem Pendidikan Unggul Berbasis Kebudayaan (dalam Prabhajnana Kajian Pustaka

Lontar Universitas Udayana. Denpasar: Swasta Nulus.

Tangkas, MRU. 2019. “Guru Susrusa” Catatan Teks Adi Parwa Jawa Kuna Bagian Cerita Bhagawan Domya; Menemukan Nilai Pendidikan Karakter Di Balik Bahasa Simbolik. Denpasar: Prosiding Seminar Nasional Bahasa Daerah IHDN Denpasar.

Tangkas, MRU. 2017. Aspek Ekologi-Religius dalam Naskah Lontar Usada Carik. Prabhajnana Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana. Denpasar: Swasta Nulus. Tangkas, MRU. 2018. Tafsir Gempa Bumi Ala Bali. Prabhajnana Kajian Pustaka Lontar

Universitas Udayana. Denpasar: Swasta Nulus.

Tangkas, MRU. 2019. Nilai Pendidikan dalam Sastra Adi Parwa Pemertahanan Unsur

Kearifan Lokal dalam Era Pendidikan 4.0. Prosiding Seminar Nasional Jurusan

Dharma Acarya STAHN Mpu Kuturan Singaraja.

(10)

JURNAL Pusat Penjaminan Mutu, Volume 1, No. 1, April 2020

20 Zoetmulder, PJ & S.O. Robson. 2007. Kamus Jawa Kuna – Indonesia. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti melakukan interview kepada beberapa mahasiswa psikologi UNIBI, sebagian besar dari mereka pernah melakukan tindakan prokrastinasi akademik dikarenakan

Adanya anggapan bahwa seorang yang sudah mengalami tekanan darah tinggi tidak perlu minum obat dan tidak memerlukan perhatian khusus untuk merubah pola hidup

Tabel 1 menunjukan secara umum hasil penelitian persepsi remaja tentang perilaku seksual dalam konteks agama islam di SMAN 61 Jakarta yang menggambarkan sebagian

Selain itu, Sunda Hejo ingin membuktikan kepada Perhutani bahwa konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang telah dilakukan dapat berhasil sehingga Sunda Hejo

Bahan-bahan simakan yang mampu menarik perhatian penyimak adalah bahan-bahan simakan yang memenuhi persyaratan (1) bahan-bahan yang otentik, yaitu bahan-bahan yang diambil

`Setelah dilakukan penelitian tentang tingkat ketergantungan pada gadget dengan perilaku siswa SMPN 36 Bulukumba dapat disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan pada

Pada penelitian ini penulis mencari aproksimasi solusi persamaan diferensial fraksional logistik menggunakan Spectral Collocation Method dengan bantuan polinomial Laguerre

Pelajaran yang dapat diambil dari kegiatan adalah sebagai berikut: 1 Basis data dasar baseline data detil terkait karakteristik potensi dan kerentanan wilayah DAS mikro sangat penting